TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : Ahmad Awliya Nim : 104051001815
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : Ahmad Awliya Nim : 104051001815
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : Ahmad Awliya Nim : 104051001815
Di Bawah Bimbingan :
Dr. Murodi, M.A Nip : 150 254 102
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 27 Agustus 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 27 Agustus 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Sidang,
Sekretaris Sidang,
Umi Musyarofah, M.A NIP: 150 282 980
Dr. Arief Subhan, M.A NIP: 150 262 442
Penguji, Penguji I,
Penguji II,
Dra. Hj. Raudhonah, M.A NIP: 150 232 920
Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150 276 299 Pembimbing,
Dr. Murodi, M.A NIP: 150 254 102
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya pergunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Agustus 2008
Ahmad Awliya
ABSTRAK Dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw., 12 Rabiul Awwal memiliki makna tersendiri. Selain menandai kelahiran beliau, tanggal tersebut juga menandai hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan pada tanggal tersebut Rasulullah juga menghadap kepangkuan Allah Swt. Bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan, tanggal tersebut diabadikan dalam bentuk perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan? Apa pengaruh perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan komunitas etnis Betawi Kebagusan? Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an, mengirimkan do’a arwah, pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw., serta ditutup dengan ceramah agama dan do’a. Perayaan Maulid Nabi di Kebagusan menjadi wadah kebersamaan dan persatuan antar sesama muslim. Komunitas etnis Betawi Kebagusan dapat lebih terarah dan teratur dalam hidup bermasyarakat atas tuntunan sikap dan prilaku Rasulullah pada kehidupan sehari-hari. Hal ini ditandakan dengan kerukunan dan kebersamaan antar masyarakat Kebagusan, baik sesama warga Betawi maupun pada komunitas etnis lainnya. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis mendeskripsikan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari perayan Maulid Nabi Muhammad pda komunitas etnis Betawi Kebagusan. Metode ini didukung dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang telah dilakukan penulis di kelurahan Kebagusan. Mendefinisikan agama adalah menjelaskan fungsi agama sebagai suatu simbol yang berlaku untuk memantapkan suasana hati dan motivasi-motivasi secara kuat yang meresap dan tahan lama dalam diri manusia. Caranya adalah dengan memformulasikan konsep-konsep mengenai suatu tatanan yang umum berkenaan dengan keberadaan (eksistensi) manusia. Maka selain suatu keyakinan, agama juga dapat menjadi bagian dan inti dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, sekaligus menjadi pendorong serta pengontrol tindakan-tindakan anggota masyarakat agar sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan merupakan ekspresi teologis atas kecintaan mereka terhadap Rasulullah. Sikap dan prilaku Rasulullah menjadi contoh tauladan yang baik dalam hidup bermasyarakat. Kejahatan dan tindak kriminal lainnya dapat berkurang melalui acara seremonial seperti ini. Dukungan dan partisipasi warga Betawi Kebagusan turut andil mensukseskan kegiatan tersebut. Keyakinan dan kecintaan yang besar terhadap Rasulullah menjadikan mereka gemar mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. ialah perkara yang baik dalam agama Islam. Di dalamnya tercantum kehidupan Rasulullah yang begitu mulia hingga dapat menjadi Uswatun Hasanah dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan seperti ini mampu menjadi motivator yang bernuansa agamis dalam kehidupan bermasyarakat di tengahtengah terjadinya degradasi moral di Indonesia.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala pujian dan sanjungan penulis haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah berfirman: Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agama kamu (Islam), dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah:3) Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., manusia mulia lagi dimuliakan RabbNya, manusia yang namanya selalu terkenang sepanjang zaman dan terukir disetiap hati orang yang beriman, manusia yang memiliki akhlak semulia Al-Qur’an, manusia yang tidak akan pernah habis termakan zaman sekalipun bumi tenggelam dalam lautan. Dengan tetesan keringat, basuhan air mata, serta segunung do’a akhirnya penulis dapat menyelesaikan program studi S-1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Melewati hari-hari yang bahagia, namun terkadang penuh duka. Setidaknya inilah awal untuk meniti jalan hidupyang lebih baik lagi. Terselesaikannya skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi S1 dan guna memperoleh predikat Sarjana Sosial Islam sangatlah penulis syukuri. Sebagai hamba yang lemah dan penuh salah, inilah yang bisa diberikan demi kemajuan umat Islam di Indonesia dan juga komunitas etnis Betawi dimanapun berada. Untuk itulah perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pelbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara moril maupun materil sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada:
Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A, sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, para Pembantu Rektor dan Staff Rektorat yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis. Bapak Dr. H. Murodi, M.A, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang juga sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku kepala dan sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jazakumullah khairan katsira. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terima kasih atas segala ilmu yang kalian berikan. Semoga ilmu tersebut dapat berguna pada kehidupan penulis yang akan datang. Ayahanda Abu Bakar dan Ibunda Masenun, terima kasih atas spirit dan do’a yang kalian berikan. Semoga Allah Swt. menjadikan kalian sebagai hamba-hamba pilihan sehingga dapat memasuki surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan yang tidak pernah dibayangkan manusia. Kepada adinda Syifa Amalia, Zaidah Umami, dan Nabilah Firdayanti. Teruslah belajar dan berdo’a hingga akhir hayat kalian, jadikan keluarga kita sebagai keluarga yang berilmu. Seluruh teman-teman senasib seperjuangan KPI-C angkatan 2004-2005, khususnya kepada Iskandar, Badru Zaman, Luthfi Anwar, Edwin Shaleh, Agustin Intan Permata, Lilis Nurcholisoh, S.Sos.I, Hetty Maryati, S.Sos.I, Murniati, S.Sos.I, terima kasih atas dukungan dan motivasi dari kalian. Terima kasih pula kepada Mardiyan Rizkiyanti, S.E, dukungan dan motivasi yang diberikan membuat semangat penulis terus bergelora.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada lembaga Lembaga Kebudayaan Betawi (Bapak Yahya Andi Saputra), Forum Ulama dan Habaib Betawi (Bapak Azis), Ikatan Warga Betawi Kebagusan (Bapak Zainal Abidin), Remaja Islam Masjid Baitul Rahim (Abdul Azis), Kepala Kelurahan Kebagusan (Bapak Drs. Sabro Malisi), Sekretaris Kelurahan Kebagusan (Bapak Achmad Zayadi), Ketua Dewan Kelurahan Kebagusan (Bapak Muhdas, S.Ip.), dan Fadjriah Nurdiarsih, S.Hum. Dengan segenap ketulusan dan keikhlasan dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mendoakan semoga segala bantuan, dukungan, bimbingan, kemudahan serta perhatian yang telah diberikan mendapatkan kebaikan yang setimpal dari Allah Swt. Akhirnya penulis menyadari bahwa skripi ini jauh dari kesempurnaaan, bahkan masih jauh untuk dapat dikategorikan penulisan ilmiah yang baik dan benar. Untuk itulah penulis sangatlah mengharapakan kritik dan saran yang konstruktif guna perkembangan dan kemajuan penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat Betawi di Jakarta.
Jakarta, Juli 2008 M Rajab 1429 H
Penulis
DAFTAR ISI ABSTRAK……………………………………………………………………….i KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………….v DAFTAR TABEL……………………………………………………………….vii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….....viii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah......................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................................5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................6 D. Metodologi Penelitian .........................................................................7 E. Sistematika Penulisan..........................................................................8
BAB II
MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN KOMUNITAS ETNIS BETAWI
A. Pengertian Perayaan............................................................................10 B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw…………………………..11 C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta..............19 D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi.........24 E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan........34 BAB III
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN KEBAGUSAN JAKARTA SELATAN
A. Letak Geografis..................................................................................37
B. Kependudukan....................................................................................39 C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan..................41 D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan................................46 BAB IV
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
A. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Syair Barjanzi Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan........................50 B. Model Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kelurahan Kebagusan.........................................................................57 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….61 B. Saran………………………………………………………………...63 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......65
TABEL Tabel 1: Jamuan Maulid Nabi masa Raja Malik al-Muzaffar………………18 Tabel 2: Pembagian luas tanah kelurahan Kebagusan...................................37 Tabel 3: Jumlah penduduk kelurahan Kebagusan..........................................40 Tabel 4: Jenis pekerjaan masyarakat kelurahan Kebagusan..........................42 Tabel 5: Sarana Ibadah di kelurahan Kebagusan...........................................52
LAMPIRAN Lampiran 1: Surat keterangan bimbingan skripsi Lampiran 2: Surat keterangan wawancara Lampiran 3: Rawi Syair Barjanzi Lampiran 4: Wawancara dengan narasumber Lampiran 5: Wawancara dengan narasumber II Lampiran 6: Wawancara dengan narasumber III Lampiran 7: Peta wilayah kelurahan Kebagusan Lampiran 8: Dokumentasi perayaan Maulid Nabi di Kebagusan Lampiran 9: Tokoh dan warga Betawi Kebagusan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Islam. Peristiwa ini diperingati sebagai hari lahirnya Nabi Muhammad Saw. yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir. Tradisi1 Maulid juga dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi. Komunitas etnis Betawi memiliki kaitan yang erat dengan agama Islam. Sejak dulu, orang Betawi dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Mereka rajin bersembahyang dan mengaji di masjid. Mereka juga bercita-cita untuk pergi haji. Begitu inginnya pergi haji, ada peribahasa di kalangan orang Betawi yang berbunyi: Ya Allah, Ya Rabbi…. Nyari untung biar lebi Biar bisa pegi haji Jiarah kuburan nabi2 Orang-orang tua Betawi akan merasa sangat malu jika anaknya tidak bisa membaca Al-Qur’an, atau tidak pernah bersembahyang di masjid. Dalam cerita Nyai Dasima karya S.M Ardan yang baru-baru ini diterbitkan ulang oleh Masup Jakarta (2007), ada bagian yang bercerita mengenai hal tersebut. 1
Menurut Dictionary of Sociology, tradisi adalah proses situasi sosial yang merupakan pewarisan elemen kebudayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi secara terus menerus. Secara lengkap tertulis, a social situation process in which elements of the cultural heritage are transmitted from generation to generation by contact of continuity. Lihat Henry Partt Fairchild (ed). 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey: Littlefield Adams & Co., hlm. 322. 2 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: asal muasal, kebudayaan, dan adat isitadat, (Jakarta:Gunara Kata, 2001), hlm. 124
“Ngomong-ngomong,” kata Wak Lihun sambil mendekat. Anaklo si Miun udeh kagak kenal langgar lagi sekarang, ye.” “Aye ngomongin sih ude cukup, Bang.”3 Warga Betawi Kebagusan adalah masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya, yaitu Islam. Tidaklah mengherankan jika berbagai pengajian marak di kalangan masyarakat Betawi. Kaum ibu membentuk pengajian di majlis taklim, kaum bapak memiliki pengajian di masjid, kaum remaja juga memiliki pengajian yang biasanya diadakan bergiliran dari rumah ke rumah.4 Ketika merayakan Maulid Nabi terkadang setiap pengajian merayakannya sendirisendiri. Setiap pengajian akan saling mengundang jamaah pengajian yang lain. Tujuannya memang hanya memperingati, akan tetapi bagi orang Betawi tidak afdol rasanya jika tidak mengisi acara itu dengan ceramah agama dan pembacaan riwayat Nabi Muhamad Saw. karangan syeikh Jafar al-Barjanzi. Tradisi Maulid bagi komunitas etnis Betawi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan komunitas etnis budaya lainnya. Dalam perayaan Maulid, biasanya pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. diiringi oleh iringan rebana.5 Rebana yang mengiringi ini adalah rebana ketimpring. Karena fungsinya tersebut, rebana ini juga dinamakan rebana Maulid.6 Rebana adalah seni musik yang mendapat pengaruh dari dunia Arab. Kesenian ini biasanya dipertunjukkan dalam upacara perkawinan dan Mauludan.7 Sebutan rebana berasal dari bahasa Arab yakni “robbana” yang berarti “Tuhan kami”.8 Sebutan itu timbul karena rebana biasanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang bernafaskan agama 3
S.M. Ardan, Nyai Dasima, (Depok:Masup Jakarta, 2007), hlm. 2 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008 5 Ibid., 6 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan & Permuseuman Prov. DKI Jakarta, 2002), hlm. 69 7 , Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang Kehidupan Dalam Masyarakat, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah, Cetakan kedua, 1979), hlm. 16. lihat juga Tim Redaksi, Untuk Beberapa Macam Rebana, (Jakarta:Majalah Indonesia Indah No.32,1992), hlm. 15-17 8 , Peta Seni Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1985/1986), hlm. 40 4
Islam. Di wilayah budaya Betawi, ada berbagai jenis rebana. Di antaranya rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana maulud, rebana burdah, rebana dor, rebana biang, rebana hadroh dan rebana kasidah.9 Sebutan rebana ketimpring muncul karena adanya tiga pasang kerincingan yang dipasang di tepinya. Rebana ini memiliki tiga jenis ukuran dari yang garis tengahnya 20 hingga 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat dan rebana lima. Selain digunakan sebagai pengiring dalam pembacaan Maulid, rebana ketimpring digunakan juga untuk mengarak pengantin. Untuk jenis yang ini, rebana tersebut dinamakan rebana ngarak. Sedangkan untuk mengiringi pembacaan Maulid disebut rebana Maulid.10 Syair-syair yang dibawakan untuk keperluan mengarak dinamakan “Syair adDiba’i”. Penamaan ini dikarenakan isi syairnya diambil dari Kitab Diwan Hadroh. Sedangkan untuk mengiringi maulid, biasanya digunakan “Syair Barjanzi”. Hal ini disebabkan syair itu diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Jafar al-Barjanzi. Tidak seluruh bacaan diiringi rebana., hanya bagian tertentu seperti: Assalammualaika, Bisyahri, Tannaqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ’Alaika, Badat Lana dan Asyrakal. Bagian Asyrakal lebih bersemangat sebab semua hadirin berdiri.11 Pada mulanya, tradisi Maulid diperkenalkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi, di desa Arbil, Moussil, Irak. Ketika dalam keadaan berperang, Sholahuddin al-Ayyubi yang terkenal dengan sebutan Singa Padang Pasir merasa prihatin dengan ghirah keislaman (semangat keislaman) yang semakin lama semakin memudar.12 Untuk mengembalikan orang Islam ke jalan Rasulullah, Shalahudin al-Ayubi merintis pertandingan Maulid. Pada saat itulah diadakan perlombaan mengarang riwayat dan pujian kepada Nabi. Sejak saat itu juga mulai dikenal “Syair Barjanzi”, “Syair Azzab”, “Syair ad-Diba’i” dan lainlain. “Syair Barjanzi” dikarang oleh Syeikh Jafar al-Barzanji, Syair Azzab dikarang oleh Syekh al-Azzab, “Syair Ad-Diba,i” dikarang syeikh Muhammad ad-Diba’i. Syair adDiba’i dibawakan oleh keluarga Alatas yang merupakan orang Betawi keturunan Arab.13 Saat ini banyak sekali syair-syair lain yang dibacakan dalam Maulid. Perbedaan itu tidak dipentingkan, sebab memang tidak ada aturan yang pasti. Yang jelas, tiap pembacaan
9
Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya betawi, tesis, (Jakarta:Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 2002), hlm. 375 10 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, op. cit, hlm. 68-69 11 Ibid,. hlm. 70 12 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:S.A. Alaydrus, 1988), hlm. 11 13 Ibid,. hlm. 9
Maulid itu mengandung pujian kepada Rasul serta riwayat perjuangan Rasul dari lahir hingga meninggalnya. Setelah selesai perayaan Maulid, orang Betawi memiliki kebiasaan yang khas untuk menunjukkan keakraban mereka. Biasanya, tuan rumah akan menyediakan makanan ala kadarnya untuk dimakan. Pada zaman dahulu, makanan ini berupa nasi dengan lauk pauk lengkap yang diletakkan di atas tampah. Satu tampah terdiri dari nasi, ayam, tempe, dan telur. Satu tampah biasanya dimakan beramai-ramai oleh lima sampai enam orang. Dalam suasana seperti ini, terasa sekali keakraban yang muncul. Keakraban yang murni dan tanpa batas sama sekali.14 Pada masa sekarang, si empunya acara akan menyediakan berkat. Tiap orang biasanya mendapat satu berkat yang berisi nasi beserta lauk pauk, kue-kue, dan buah. Berkat dibungkus dalam kantong plastik hitam dan dibagikan menjelang acara selesai. Kadang-kadang kalau berkat dengan nasi dan lauk pauk lengkap dianggap merepotkan, tuan rumah akan memberikan berkat yang berisi sembako. Dalam berkat itu ada beras, kopi, gula, teh, minyak goreng, mi instan, dan lain-lain.15 Bertitik tolak dari masalah ini maka penulis menuangkannya dalam skripsi yang berjudul ”Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan.” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar masalah lebih terarah dan lebih jelas variabelnya. Batasan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi. Peneliti juga membatasi tempat yang diteliti sebatas masyarakat kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Karena persoalan waktu, peneliti hanya membatasinya pada tahun 2007 s/d 2008.
14 15
Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 Hasil pengamatan penulis pada bulan Maret s/d Mei 2008
2. Perumusan Masalah Dalam melakukan penelitian ini, peneliti juga merumuskan masalah ke dalam beberapa masalah yakni: a. Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan? b. Bagaimana model perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kelurahan Kebagusan? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian A. Tujuan secara Umum Penelitian ini adalah: a. Menggambarkan pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada masyarakat kelurahan Kebagusan b. Menemukan adanya keunikan dari pelaksanaan Maulid yang dilakukan komunitas etnis Betawi kelurahan Kebagusan B. Tujuan Ilmiah Penelitian ini a. Meneliti tata cara pelaksanaan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan b. Meneliti
keaktifan
masyarakat
Betawi
Kebagusan
dalam
menyelenggarakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. c. Meneliti model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di kelurahan Kebagusan d. Input bagi Fakultas Dakwah & Komunikasi dalam pengembangan Dakwah pada kegiatan Maulid Nabi Muhammad Saw
2. Manfaat Penelitian A. Manfaat teoritis penelitian ini adalah: a. Pengembangan ilmu Dakwah dalam masyarakat b. Pengembangan komunikasi antar budaya yang baik dalam masyarakat c. Input bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dalam hal pengembangan dan penerapan keilmuan dakwah & komunikasi di masyarakat B. Manfaat Praktis penelitian ini adalah: a. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang budaya Betawi b. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi c. Meningkatkan semangat keislaman penulis untuk terus melestarikan tradisi Betawi D. Metodologi Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis akan menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: Observasi, yaitu pengamatan langsung pada perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan. Dalam hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai perayaan Maulid yang dilaksanakan komunits etnis Betawi Kebagusan sehingga dapat disusun daftar wawancara yang tepat dan cermat terkait dengan tata cara pelaksanaan dan model perayaan Maulidnya. Observasi ini dilakukan dari tahun 2007 s/d 2008. Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau seorang autoritas (seorang
ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).16 Penulis mengajukan pertanyaan kepada Bapak Zainal Abidin (sekretaris IWBK), Abdul Azis (RISBA), dan Fadjriah Nurdiarsih sehingga mendapat gambaran pelaksanaan perayaan Maulid Nabi pada komunitas etnis Betawi di Kebagusan. Studi Dokumentasi, adalah merupakan teknik yang juga dilakukan dalam mengumpulkan data berdasarkan buku, majalah, makalah, ataupun literaturliteratur lainnya. Penulis akan mengumpulkan beberapa foto dan gambar pelaksanaan Maulid yang dilaksanakan di Kelurahan Kebagusan. Dari dokumentasi tersebut penulis akan meminta keterangan terhadap Bapak Zainal Abidin dan Abdul Azis. E. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini maka penulis akan menguraikan dalam lima bab. Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
Bab I
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab ini memberikan gambaran atau kerangka dari penelitian yang dilakukan. Maulid Nabi dan Komunitas Etnis Betawi, pada bab ini penulis menjelaskan
Bab II
landasan teori yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Bab ini meliputi pengertian perayaan, pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw., sejarah perayaan Maulid Nabi di Jakarta, pengertian dan sejarah pembentukan komunitas etnis Betawi, serta penjelasan atas keberadaan komunitas etnis Betawi di kelurahan Kebagusan. 16
Gorys Keraf, Komposisi, (NTT:Nusa Indah, 2001), hlm. 161
Bab III Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan, penulis akan menggambarkan kelurahan Kebagusan yang menjadi objek penelitian dan menjelaskannya melalui pengamatan terhadap letak geografis, kependudukan, keadaan komunitas etnis Betawi, serta kebudayaan yang terdapat di kelurahan Kebagusan. Bab IV Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan meliputi analisa penulis terhadap perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi yang dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi Kelurahan Kebagusan, serta model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan. Bab V
Penutup, menguraikan kesimpulan berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya serta memberikan saran yang produktif dan membangun sehingga dapat bermanfaat bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan dan bagi penelitianpenelitian selanjutnya. Pada bagian akhir, penelitian ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka.
BAB II MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN KOMUNITAS ETNIS BETAWI
A. Pengertian Perayaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perayaan adalah pesta (keramaian, dsb) untuk merayakan sesuatu. Sedangkan merayakan adalah memuliakan (memperingati, memestakan) hari raya (peristiwa penting): -hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; hari lahir.17 Pada hari besar Nasional dan keagamaan, masyarakat Kebagusan merayakannya dalam bentuk acara seremonial. Seperti hari Kemerdekaan Indonesia atau yang kita kenal sebagai 17-an. Warga Kebagusan merayakannya dengan mengadakan berbagai perlombaan yang diadakan diberbagai tempat umum seperti lapangan, jalan, maupun kebun-kebun kosong.18 Dalam hal Maulid Nabi, warga Kebagusan juga merayakannya secara seremonial. Ini menandakan bahwa Maulid Nabi adalah hari bersejarah bagi umat Islam Indonesia, khususnya umat Islam Kebagusan yang patut dirayakannya secara meriah. Hal ini dapat dilihat dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dimana banyak membutuhkan orang
17
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi ketiga, 2003), hlm. 935 18 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008
banyak serta biaya yang besar. Di samping itu, perayaan Maulid Nabi biasanya diadakan secara formal dengan susunan kepanitiaan lengkap dengan perangkatnya.19 B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw. Kata Maulid merupakan bentuk mashdar Mimi yang berasal dari kata: walada, yalidu, wilaadatan, maulidun, waldatun, wildatun, fahuwa walidun, wadzaaka mauludun, lid, laa talid, maulidun, mauladun, miiladun. Yang berarti dari segi bahasa (etimologi) adalah “Kelahiran.”20 Sedangkan pada istilah (terminology) berarti: Berkumpulnya manusia, membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an, dibacakan riwayat kabar berita yang datang pada permulaan urusan Nabi Muhammad Saw., dan apa yang terjadi pada maulidnya (Nabi Muhammad Saw.) daripada tanda-tanda kebesarannya, setelah itu dihidangkan bagi mereka hidangan makanan, mereka memakannya dan mereka pulang tanpa ada tambahan atas yang demikian itu.21 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Maulid berarti perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw; bulan Maulud; bulan Rabiul Awwal.22 Sedangkan menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Maulid adalah 1. Hari lahir (terutama hari lahir Nabi Muhammad Saw.): memperingati–Nabi Muhammad Saw.; 2. Tempat lahir; 3. (peringatan) hari lahir Nabi Muhammad Saw.: acara-akan diisi dengan ceramah; bulan: bulan Rabiul Awwal. Sedangkan bermaulid-Rasul berarti memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw.23
19
Hasil wawancara dengan Abdul Azis Syarif Mursal al Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., (Jakarta al-Syarifiyyah, 2006), hlm. 13 21 Buletin Dian al-Mahri, edisi 10, tahun 2008, hlm. 10 22 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pustaka Amani), hlm. 246 23 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, op. cit, hlm. 725 20
Kelahiran Nabi Muhammad Saw. ke muka bumi ini merupakan karunia Allah yang teramat agung untuk umat manusia. Kehadirannya bagaikan matahari terbit yang menghapus kegelapan malam. Ia bagaikan rembulan di malam purnama dan air di tengah padang sahara. Cahayanya menjanjikan kebahagiaan dan kesejahteraan abadi.24 Sekitar 14 abad yang lalu, pada suatu malam di bulan Rabi’ul Awwal, orangorang kafir majusi dikagetkan dengan padamnya api sesembahan mereka yang selama ratusan tahun tidak pernah padam, pada malam itu juga penduduk kota Mekkah dikagetkan dengan suara burung yang berterbangan di atas udara dengan suara yang beraneka ragam, para pendeta ahli kitab dari golongan Yahudi dan Nashrani berkumpul dan memanggil pengikut mereka untuk beramai-ramai keluar dari rumah menyaksikan bintang besar yang berada di cakrawala yang sejak dahulu belum pernah muncul dan belum pernah terlihat oleh ahli perbintangan, singgasana raja Persia-pun bergonjang pada saat itu.25 Itu semua merupakan pertanda manusia istimewa pilihan Rabb semesta alam baru saja lahir ke muka bumi setelah sembilan bulan berada dalam kandungan Siti Aminah. Ketika Siti Aminah mengandung Nabi Muhammad Saw., ia tidak merasakan seperti kandungan yang dialami oleh wanita-wanita hamil lainnya. Menurut suatu riwayat, ketika mau atau sedang mengandung. Siti Aminah tidak pernah merasa kelelahan dan kepayahan, meskipun kandungannya berumur tua. Selama ia mengandung pula, Siti Aminah kerap kali didatangi para Nabi yang memberitahukan kepadanya bahwa
24
hlm. 1
25
, Maulid Nabi Muhammad Dalam Tinjauan Syariah, (Jakarta:PB. Syahamah), Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad, op. cit, hlm. 25
yang dikandungnya itu akan menjadi pelita dunia yang akan menerangi seluruh jagat raya dari timur sampai barat serta utara maupun selatan.26 Dalam sejarah kehidupan Rasulullah, 12 Rabiul Awwal memiliki makna tersendiri, selain menandai kelahiran Nabi, tanggal tersebut juga menandai Hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan ada yang berpendapat pada tanggal yang sama Rasulullah menghadap kepangkuan Allah Swt.27 Sekitar enam ratus tahun setelah Nabi Muhammad wafat, di kalangan umat Islam banyak yang telah melupakan ajaran Islam itu sendiri. Kejahatan dan kemaksiatan merajalela. Perbudakan, pencurian, serta diskriminasi terhadap perempuan yang pada zaman Rasulullah dihapuskan kini kembali marak. Umat Islam pada saat itu sudah tidak memiliki semangat keislaman seperti pada zaman Rasulullah, apalagi saat itu umat Islam sedang mengalami kelelahan dalam perang salib yang berkepanjangan.28 Jika Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa memupuk persatuan dan perdamaian, maka dalam kenyataannya sedikit demi sedikit umat Islam banyak yang saling melakukan pertentangan, sekalipun adanya pertentangan itu hanya disebabkan oleh soal-soal kecil dan sepele saja. Dengan adanya perpecahan-perpecahan seperti itulah yang menyebabkan kedudukan umat Islam semakin hari semakin menjadi lemah, dan akibat dari kelemahankelemahan yang demikian itu maka sebagian negara-negara Islam dikuasai oleh negaranegara adikuasa yang mayoritas dari Barat. Dalam keadaan umat seperti itu, bangun dan bangkitlah Sultan Shalahudin alAyyubi, yang terkenal dengan julukan ”Singa Padang Pasir”. Sultan Shalahudin alAyyubi bangkit dengan tujuan agar umat tidak sampai berlarut-larut melupakan dan meninggalkan ajaran dan perjuangan Rasulullah Saw. Maka dianjurkanlah orang-orang
26
Ibid,. hlm. 17 Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 14 28 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 11 27
untuk menulis kembali riwayat kehidupan Nabi dan perjuangannya serta dipentaskan pada acara seremonial untuk membacakan kembali sejarah Nabi Muhammad Saw. Penulisan riwayat Nabi tersebut dikarang beberapa Ulama pada saat itu, setelah selesai ditulis lalu kaum Muslimin diundang untuk mendengarkan pembacaan riwayat kehidupan Nabi yang diselingi oleh jamuan- jamuan yang telah disiapkan.29 Di zaman Khulafa al-Rasyidin dan Daulat Umayyah serta Abbasiyah, belum berkembang ide memperingati kelahiran atau Maulid Nabi, sejarah mengungkapkan bahwa dimulainya peringatan Maulid Nabi dimulai pada masa Daulat Fathimiyyah pada abad 14 hijriyah. Acara itu berlangsung dengan sangat meriah.30 Raja Abu Sa’id al-Malik al-Muzaffar31 (w. malam Rabu 18 Ramadhan 630 H) ipar dari Sultan Shalahudin alAyyubi adalah orang pertama (pelopor) yang memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. secara besar-besaran. Raja yang memerintah Kerajaan Arbil (Arbelles) sebelah timur Mosul Irak itu; gagah berani, pandai mengatur strategi, alim, saleh, dan adil, hidup dalam kesederhanaan, namun untuk memperingati Maulid Nabi Saw. beliau mengadakannya selama tujuh hari tujuh malam yang bertujuan untuk membacakan sejarah Nabi Muhammad Saw. Di samping itu diadakan pula pekan raya sepekan di negeri tersebut.32 Salah satu contoh kebaikan Malik al-Muzaffar adalah membangun Masjid Muzaffari di kaki gunung Qasiyun.33 Ibn Katsir pernah berkata: “Dia (Malik al-
29
Ibid,. hlm 11 Abdul Hadi W.M., Perayaan Maulud Melintas Abad, (Jakarta:Harian Pelita, Minggu, 11 November 1990), hlm. 10 31 H.L. Gottschalk, Al-Malik Al-Kamil, hlm. 44, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 32 Buletin Dian Al-Mahri, op. cit, hlm. 10 33 Sebuah gunung terkenal di luar Damaskus 30
Muzaffar) dulu selalu menjalankan ibadah Maulid pada bulan Rabi’i dan merayakannya secara meriah”.34 Menurut Cendekiawan Mesir, Hasan As-Sandubi dalam bukunya: Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, terbitan Kairo 1948, menuliskan bahwasanya penguasa Fatimi pertamalah yang menetap di Mesir, al-Muidz al-Din Allah (memerintah 341H/953-365H/975) yang untuk pertama kalinya merayakan Maulud Nabi dalam sejarah Islam.35 As-Sundubi berasumsi bahwa al-Muidz al-Din Allah merayakan Maulid Nabi karena ingin mencoba membuat dirinya populer di kalangan rakyat dengan memperkenalkan beberapa perayaan, salah satunya yang paling penting adalah Maulid.36 Sumber tertua yang menyebut tentang Maulid pada dinasti fatimi adalah karya Ibnu al-Ma’mun. Nama lengkapnya adalah Jamal al-Din ibn al-Ma’mun Abi Abd Allah Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar al-Bata’ihi.37 Ayahnya adalah al-Ma’mun ibn alBata’ihi yang termasyhur, yang dari tahun 515/1121 menduduki jabatan Perdana Menteri di istana khalifah Fatimi, al-Amir.38 Tanggal kelahirannya secara tepat tidak diketahui, tetapi C.H. Becker mengasumsikan bahwa ia dilahirkan beberapa waktu sebelum ayahnya
34
Lihat mengenai Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii, hlm. 817-818, art. oleh H. Laoust. Teks yang dikutip As-Suyuti di sini hampir identik dengan teks Ibn Katsir, Al-bidayah wa-nnihayah fi t-ta’rikh, i14 jil. Al-Qahirah 1351-8/1932-9, jil. XI, hlm. 136-137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994) 35 Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 20 36 As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq alawwal, al-Qahirah 1948, hlm. 63. Sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 37 Khit. I, hlm. 390; dalam Khit., hlm. 83 dan Itt. III, hlm. 69 namanya diberikan sebagai berikut: Jamal al-Mulk Musa ibn al-Ma’mun al-Bata’ihi. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 38 E.I. (2), i, hlm. 1091-1092, s.v. al-Bata’ihi, art. oleh D.M. Dunlop. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
ditangkap, sebab Ibn al-Ma’mun menyandang gelar amir, yang pasti didapat dari ayahnya.39 Ibn al-Ma’mun meninggal pada tanggal 16 Jumada I/30 Mei 1192.40 Dalam Khitat karya ibn al-Ma’mun berisi satu bagian tentang Maulid. Bagian bacaan ini mengacu kepada tahun 517/1123, adalah sebagai berikut:41 Kemudian ia (=ibn al-Ma’mun sub anno 517/1123) berkata: saya tiba pada bulan Rabi’I dan kami (=ibn al-Ma’mun dalam bukunya) akan mulai dengan hal yang membuat bulan ini termasyhur, yaitu dengan menyebutkan hari kelahiran Junjungan yang pertama dan terakhir, Muhammad –semoga Allah memberkati dan mengaruniakan damai sejahtera kepadanya- pada hari ke tiga belas.42 Dan sebagai zakat (sadaqah) ia (=Khalifah al-Amir) memberikan 6000 dirham terutama dari mal an-najawa43, dan dari persediaan dar al-fitrah44 40 piring kue dan dari gudang para wali dan pelindung mauseloum agung yang terletak di antara Bukit dan al-Qarafah45, tempat para Anggota Keluarga Hamba Allah –semoga Allah memberkatinya dan mengaruniakan damai sejahtera- diistirahatkan; gula, amandel, madu, dan minyak wijen untuk tiap mausoleum. Dan Sana’ al-Mulk ibn Muyassar46 melaksanakan pembagian 400 ratl47 manisan (halwah) dan 1000 ratl roti.
39
C.H. Becker, “Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden”, dalam: Beitrage zur Geschichte Aegyptens unter dem Islam, erstes Heft, Strassburg 1902, hlm. 1-31, hlm. 23. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 40 Wiet, G., “Compte rendu de ibn Muyassar, Annales d’Egypte, ed. H. Masse, Le Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921), hlm. 65-125, hlm. 85 cat. 3. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 41 Khit, I hlm. 432-433. bagian bacaan ini langsung menyusul pemerian tentang perayaan hari lahir al-Amir pada tahun 517, yang didahului dengan pemerian tentang maulid al-Amir pada tahun 516. Jika ibn al-Ma’mun yang memerikan maulid an-nabi di bawah tahun 516, al-Maqrizi akan menempatkan kutipan itu pada maulid sesudah maulid al-Amir pada tahun 516, dan ini tidak demikian. Lihat Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 9 42 Menurut G.S.P. Freeman-Grenville, The Muslim and Christian Calendars, London etc. 1963, 13 Rabi’I 517 jatuh pada hari Jum’at 11 Mei. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994) 43 Najwa adalah jumlah yang harus dibayar untuk pengajaran agama (Ismaili) dalam pertemuanpertemuan yang khusus diadakan untuk keperluan ini, yaitu yang disebut majalis, lihat E.I. (2), v, hlm. 1033a, s.v. madjlis; cf. Khit., hlm. 391. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS:1994) 44 Rumah penyimpanan manisan, aslinya dimaksudkan untuk id al-fitr, dibangun oleh Khalifah Fatimi kedua di Mesir, al-Aziz, lihat ibn Zafir, Akhbar ad-duwal al-munqti’ah, ed. A. Ferre, Le Caire 1972, hlm. 38. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 45 Gunungnya adalah al-Muqattam; al-Qarafah adalah makam yang terkenal 46 Menurut As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, op. cit., hlm. 67, catatan 1, dia kelak menjadi kadi Misr pada tahun 526 dan 528, dan dia dibunuh oleh Khalifah al-Hafiz pada 531/1137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 47 Sebuah ukuran isi, barangkali berasal dari kata litra Yunani
Untuk menyongsong peringatan tersebut, dipersiapkan pula sebuah buku yang secara lengkap membahas tentang riwayat hidup Nabi Muhammad Saw. yang kemudian ditulis oleh Al-Hafidz Ibnu Dihyah dengan judul “At-Tanwir fi-imaulidin Basyirin Nazhir”48 (Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang menggembirakan). Dari tulisan inilah beliau mendapatkan hadiah dari Raja Malik al-Muzaffar sebanyak 1000 dinar emas49, Perayaan Maulid secara besar-besaran didasari karena pada zaman itu, Raja Mongolia Zengis Khan mengganas, melabrak, serta menghancurkan negeri Irak. Raja Malik al-Muzaffar membayangkan apabila rakyat tidak memiliki ketahanan mental yang tinggi, tentu mereka akan menjadi korban keganasan nafsu ekspansionisme tersebut. Pada saat semangat rakyat melemah, Raja al-Muzaffar menemukan gagasan untuk membangkitkan dan mengorbankan semangat rakyat dengan mengungkap kembali riwayat hidup Rasulullah yang penuh dengan nilai heroisme dan patriotisme dalam menegakkan kebenaran serta melindungi hak kaum lemah dan golongan yang tertindas. Dengan keberkahan Maulid tersebut, diharapkan dapat memompa semangat rakyat untuk berjuang membela negerinya sampai titik darah penghabisan, sehingga Zengis Khan-pun tidak berhasil melabrak kerajaan kecil tersebut.50 Menurut Ibnu Jauzi menuliskan bahwa Raja Maulana Malik al-Muzaffar mengeluarkan jamuan sebanyak51: Tabel 1
48
Dua naskah sajak Ibn Dihyah Kitab at-tanwir fi maulid as-siraj al-munir disimpan di Paris, lihat GAL, GI, hlm. 311. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 49 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad, op. cit,, hlm. 12 50 Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 15 51 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad., op. cit, hlm. 13
No.
Jamuan
Banyak
1
Kambing Panggang
2
Ayam
10.000 ekor
3
Keju
10.000 kg
4
Kue dan Buah-buahan
30.000 piring
Total Biaya
5.000 ekor
300.000 dinar emas
Sumber : Ibnu Jauzi dalam Al-Miratuz Zaman Dewasa ini perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw (Arab. Maulid an-nabi) pada tanggal 12 Rabiul Awwal (=Rabi’i) merupakan satu dari tiga hari raya muslim yang utama.52 Meskipun Maulid berbeda dari dua perayaan lainnya, yaitu Hari Raya Buka Puasa (‘Id al-Fitr) dan Hari Raya Qurban (‘id al-Adha) dimana Maulid Nabi bukan hari raya agama, dan perayaannya tidak ditentukan oleh Hukum,53 namun dirayakan di hampir seluruh dunia muslim termasuk di Indonesia. C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta Merekonstruksi proses Islamisasi di Jakarta dan sekitarnya pada abad ke-13 s/d abad ke-16 tak dapat dilakukan tanpa menyebut nama-nama besar seperti Kyan Santang dan Sunan Kalijaga. Tetapi fakta sejarah yang menopang terlalu sedikit yang dapat diketahui. Namun lokasi makam Kyan Santang, legenda Parahyangan, kisah-kisah rakyat
52
Yang dimaksudkan adalah Islam Sunni. Dalam kalangan Syi’I maulid juga dirayakan, tetapi perayaan-perayaan lain lebih penting. Cf. H. Lazarus-Yafeh, “Muslim Festival”, dalam Numen 25 (1978), hlm. 52-64. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 53 Th. W. Jynboll, Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden 1930, hlm. 109. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994)
tentang Sunan Kalijaga, kiranya dapat menghantarkan kita pada titik terang Islamisasi Jakarta dan sekitarnya pada masa itu.54 Keberhasilan ekspedisi Fatahillah menaklukan Bandar Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527 dengan 1452 prajurit berhasil mengusir orang Portugis dari sana.55 Fatahillah kemudian diangkat menjadi bupati pertama Sunda Kelapa dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan murni atas pertolongan Allah.56 Nama tersebut terinspirasi dari ayat Al-Qur’an yakni Inna Fatahna Laka Fathan Mubina (surat al-Fatah ayat 1) dan terinspirasi pula oleh kemenangan Rasulullah atas Makkah pada bulan Ramadhan 8 Hijriyah/Januari 630. Fatahillah adalah tentara muslim pertama yang menaklukan Banten dan kemudian menguasai Sunda Kalapa dari Pajajaran pada tahun 1527.57 Berdirinya bangunan masjid di Angke, Marunda, Tambora, Kampung Banda, Kebon Jeruk memperlihatkan fakta bahwa dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya memperoleh impetus, dorongan yang inerjikal. Jayakarta di bawah Fatahillah menjadi payung yang ampuh melindungi proses Islamisasi itu.58 Ketika J.P. Coen menaklukan Jayakarta, orang-orang Islam mundur ke pedalaman. Saat itu masyarakat Islam yang mayoritas di Batavia hidup di luar tembok kota. Masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan Islam. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat Islam Betawi tidak berhubungan dengan Belanda secara langsung.59
54
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81 Edi S. Ekadjati, Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, (Jakarta:Mutiara, 1983), hlm. 42 56 Ibid,. hlm. 48-49. Lihat juga Soekanto, Dari Djakarta ke Djajakarta, (jakarta Penerbit Soeroengan, 1954), hlm. 60 57 R. Soekmono, Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, (Yogyakarta:Kanisius, 1973), hlm. 56 58 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81-82 59 Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, (Jakarta Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1979), hlm. 20 55
Pada akhir abad ke-18 para perantau dari Hadramaut (hadaral maut) memberi darah segar bagi perkembangan dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya. Menurut C.C. Berg, orang-orang Hadramaut baru berdatangan di Jakarta pada akhir abad ke-18 untuk berniaga. Walau pada mulanya sekedar berniaga, tetapi akhirnya mereka terlibat dalam gerakan dakwah. Yang terkenal diantara mereka ialah Sayid Alaydrus, pendiri masjid Luar Batang. Orang-orang perantau Hadramaut banyak yang menikah dengan orang Betawi, yang mereka sebut sebagai orang Melayu. Karena itulah orang-orang keturunan Arab menyebut orang-orang Indonesia dengan sebutan akhwal, yaitu saudara Ibu.60 Cara-cara dakwah Islam pada masa itu adalah ceramah, pengajian dan pengajaran fiqih, tauhid, Al-Qur’an dan Hadits menurut madzhab Imam Syafi’i. Penggunaaan madzhab Imam Syafi’i disebabkan seluruh ulama Betawi saat itu berfaham Ahlu Sunnah Wal Jamaah.61 Ahlus Sunnah Wal Jamaah ialah golongan atau madzhab yang dalam membahas ajaran-ajaran Islam berpegang kuat pada sunnah (hadits-hadits shahih) dan mempunyai pengikut terbanyak (mayoritas).62 Dalam perkembangan selanjutnya, para ulama Betawi saat itu mulai membacakan riwayat nabi Muhammad Saw. untuk dipertunjukkan guna menarik perhatian kepada masyarakat untuk masuk Islam. Cara ini sangat menarik untuk mengajak orang masuk Islam sehingga orang Tionghoa banyak yang masuk Islam seperti di daerah Tambora.63 Peringatan Maulid merupakan tradisi terpenting dalam budaya Melayu. Peringatan ini dilakukan di masjid, mushalla, pesantren, kantor, dan perumahan. Kata 60
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 83. Lihat juga Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, op. cit, hlm. 40 61 Ibid,. 62 Harun Nasution, Teologi Islam: aliran, sejarah, analisa, dan perbandingan, (Jakarta:UI Press, 1986) 63 Achmad Fadli HS, Ulama Betawi, tesis, program studi Timur Tengah, (Jakarta:Pasca Sarjana UI, , 2006), hlm. 36
Maulud lebih akrab dalam dunia Melayu. Maulud merupakan sarana dakwah yang relevan dengan kehidupan umat Islam di Indonesia.64 Pada upacara Maulud alim ulama dan ahli agama di berbagai daerah Indonesia menceritakan tahap-tahap kehidupan Nabi Muhammad Saw., dan membacakan kisah-kisah dari karya Ja’far al-Barjanzi, dan ceritacerita kehidupan Nabi Muhammad Saw. dari kitab Sharafil’l-anam.65 Di Indonesia, Malaysia, dan Brunei diadakan secara resmi peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di istana-istana negara dan telah menjadi tradisi terpenting di budaya dunia Melayu. Di Jakarta, Maulud diadakan secara resmi di Masjid Istiqlal yang dihadiri oleh Presiden RI dan para pejabat tinggi serta duta-duta besar negara-negara Islam.66 Allah Swt. berfirman:
ﺧ َﺮ َو َذ َآ َﺮ ِ ن َﻳ ْﺮﺟُﻮ اﻟﱠﻠ َﻪ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم اﻟْﺂ َ ﻦ آَﺎ ْ ﺴ َﻨ ٌﺔ ِﻟ َﻤ َﺣ َ ﺳﻮَ ٌة ْ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ُأ ِ ن َﻟ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ َرﺳُﻮ َ َﻟ َﻘ ْﺪ آَﺎ اﻟﱠﻠ َﻪ َآﺜِﻴﺮًا Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah. (QS. Al-Ahzab:21). Dalam Al-Qur’an Allah juga berfirman tentang kemuliaan pribadi Rasulullah:
ﻋﻈِﻴ ٍﻢ َ ﻖ ٍ ﺧُﻠ ُ ﻚ َﻟﻌَﻠﻰ َ َوِإ ﱠﻧ Artinya: Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) memiliki akhlak yang agung dan mulia. (QS. Al-Qalam:4) Nabi Muhammad Saw. merupakan manusia yang paling mulia. Orang yang mencintai Nabi Muhammad Saw. akan mendapat tempat dalam surga yang penuh hikmat. 64
Tim Penyusun, Sekilas Hari-Hari Besar Islam, (Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta), hlm. 10-12 65 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, P dan K, Jakarta, 1984, hlm. 395. Lihat pula Yustiono (ed.), Islam dan Kebudayaan Indonesia, (Jakarta:Yayasan Festival Istiqlal, 1993), hlm. 259 66 Muhammad Zafar Iqbal, op. cit, hlm. 414-415
Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku nanti dalam surga”. (HR. As-Sijzi dari Anan). Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
ن اﻟﱠﻠ ُﻪ ِﺑ ُﻜﻞﱢ َ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َوﺧَﺎ َﺗ َﻢ اﻟ ﱠﻨﺒِﻴﱢﻴﻦَ َوآَﺎ َ ﻦ َرﺳُﻮ ْ ﻦ ِرﺟَﺎِﻟ ُﻜ ْﻢ َوَﻟ ِﻜ ْ ﺣ ٍﺪ ِﻣ َ ن ُﻣﺤَ ﱠﻤ ٌﺪ َأﺑَﺎ َأ َ ﻣَﺎ آَﺎ ﻋﻠِﻴﻤًﺎ َ ﻲ ٍء ْ ﺷ َ Artinya: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seseorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatunya. (QS. Al-Ahzab:40) Selain dari itu Allah berfirman:
ﺟﻤِﻴﻌًﺎ َ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ِإَﻟ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ُ س ِإﻧﱢﻲ َرﺳُﻮ ُ ل ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ْ ُق Artinya: Katakanlah hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu. (QS. Al-Araf:158)
ﻦ َ ﺣ َﻤ ًﺔ ِﻟ ْﻠﻌَﺎَﻟﻤِﻴ ْ ك إِﻟﱠﺎ َر َ ﺳ ْﻠﻨَﺎ َ َوﻣَﺎ َأ ْر Artinya: Dan tidaklah Kami mengutus engkau hai Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya: 107) Inilah dasar-dasar untuk merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. di Jakarta, seluruh Indonesia, dan di dunia Melayu.67 Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. dirayakan secara kenegaraan. Masyarakat Betawi di Jakarta merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw. dengan sangat meriah di masjid-masjid, rumah-rumah, serta di tempattempat umum. Dalam acara Maulid di Jakarta biasanya orang membaca syair-syair Syeikh Ja’far Al-Barjanzi yang memuji Nabi Muhammad Saw. Para Hadirin membaca: 67
Ibid., hlm. 415-416
Ya Nabi Salam Alaika Ya Rasul Salam Alaika Ya Habib Salam Alaika Shalawatullah Alaika.68 D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi Kata “Betawi” digunakan sebagai identitas etnis tidak dikenal oleh orang Betawi sendiri di masa lalu. Sejak abad ke-18 ada ulama asal Batavia yang belajar mengajar di Mekkah dan Madinah menggunakan kata “Al-Batawi” di belakang namanya, seperti Syeikh Abdurrahman Al-Batawi yang sejaman dengan ulama terkenal Muhammad Arsyad al-Banjari sekitar tahun 1710-1812.69 Tetapi hal itu lebih menunjukkan tempat asal daripada identitas etnis, sebagaimana lazimnya nama ulama Nusantara saat itu, seperti Mahfudz at-Tremasi dari Termas, bukan al-Jawi yang berarti orang Jawa dan lebih berkonotasi etnis, Hasan Mustafa al-Garuti dari Garut bukan as-Sundawi yang berarti orang Sunda atau Abdurrauf as-Sinkili dari Singkel bukan al-Asihi yang berarti orang Aceh.70 Islam dan Betawi merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan. Bahkan sebutan “Betawi” hanya bisa digunakan oleh penduduk asli Jakarta yang beragama Islam. Sedangkan untuk penduduk asli Jakarta yang beragama Kristen secara turun menurun biasanya disebut dengan daerah asalnya, seperti penduduk asli Jakarta yang beragama Kristen yang diduga keturunan Mardjikers di daerah Tugu Jakarta Utara disebut orang
68
Soetcipto Wirosardjono, Maulid Nabi, Roberik Asal Usul, (Jakarta:Kompas Minggu, 23 September 1990) 69 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta:Logos, 2002), hlm. 2 70 Mengenai kebiasaan ulama Nusantara di Haramain yang menambahkan nama tempat asal mereka di belakang nama diri, lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar pembaharu Islam Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2005)
Tugu dan penduduk asli beragama Kristen di daerah Depok disebut orang Depok atau Belanda Depok.71 A.S. Widodo mengatakan bahwa kata ”Betawi” berasal dari kata Batavia yang diciptakan Belanda tahun 1619 guna mengenang nenek moyang orang Belanda yakni suku “Bataav”.72 Nama Betawi diambil dari legenda rakyat tentang peperangan antara pasukan Belanda dengan pasukan Mataram. Saat itu karena Kompeni73 kekurangan peluru dan bahan peledak ditambah lagi dengan jumlah pasukan yang tersisa hanya 12 orang,74 sehingga sangat tidak memungkinkan mereka akan menang melawan pasukan Mataram yang jumlahnya tiga kali lipat dari Belanda. Salah seorang prajurit Kompeni mempunyai inisiatif untuk mengambil panci dan mengisinya dengan kotoran manusia (tahi). Lalu kotoran tersebut dilemparkan kepada pasukan Mataram yang berada di balik tembok sehingga mereka berlarian sambil meneriakkan kata “Mambet Tahi !” “Mambet Tahi !” (bau tahi). Kejadian itulah yang menurutnya pernah menjadi julukan Batavia sebagai kota Tahi.75 Namun asal muasal Betawi dari kata Batavia dibantah oleh Ridwan Saidi, menurutnya plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum kedatangan Belanda di Indonesia.76 Adapun yang disebut orang Betawi adalah penduduk pribumi daerah Jakarta yang sudah tidak jelas lagi asal keturunannya disebabkan perpaduan atau hasil proses asimilasi antara penduduk pribumi yang sudah lama menghuni daerah Jakarta dengan suku bangsa lain yang datang sebagai penghuni baru, antara lain orang Banten, Jawa, Bugis, Makassar, serta pendatang dari bangsa asing seperti
71
Abdul, Azis, op. cit, hlm. 75 AS. Widodo, Kota Tahi, dalam Ketoprak Betawi, majalah Intisari, (Jakarta:PT. Intisari Mediatama, 2001), hlm. 38-47 73 Sebutan untuk penjajah dari Belanda 74 Pada tahun 1619, pasukan Belanda banyak yang meninggal akibat terkena penyakit malaria, pasukan dari Belandapun tak ada yang mau datang ke Batavia karena takut terjangkit penyakit menular itu. 75 AS. Widodo, Kota Tahi, op. cit, hlm. 38-47 76 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 16 72
Cina, Belanda, Portugis, India, dan Arab. (Budiaman, 2006:16-17)77. Guines dalam Irawati (1993) menyebutkan salah satu ciri orang Betawi adalah yang lahir dan hidup minimal tiga generasi di Jakarta. Di sisi lain, yang dimaksud orang Jakarta adalah orang-orang dari suku lain seperti Jawa, Sunda, dan Sumatra yang lahir, tinggal, maupun bekerja di Jakarta dalam jangka waktu yang cukup lama.78 Sedangkan bahasa Betawi79 secara linguistik merupakan bahasa Melayu yang digunakan oleh penduduk asli Jakarta (Betawi) sebagai percakapan seharihari. Berdasarkan daftar kosakata Swadesh, seorang peneliti Amerika yang bersuamikan orang Indonesia, Kay Ikranegara, menyimpulkan hasil perhitungannya bahwa 93% kosakata dasar bahasa Betawi sama dengan kosakata bahasa Indonesia (disini bahasa Indonesia dianggap sebagai salah satu variasi bahasa Melayu). Sisanya 7% berasal dari bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Cina.80 Menurut Yasmine Zaki Shahab seperti dikutip Irawati (1993:19-20), masyarakat budaya Betawi dapat digolongkan menjadi tiga bagian81:
77
Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, skripsi, program studi Indonesia, Fakultas Ilmu Bahasa UI, 2007, hlm.21-22 78 Ibid., 79 Ada beberapa istilah yang diberikan para peneliti bahasa dengan alasan masing-masing untuk menyebut bahasa yang diucapkan oleh komunitas etnis Betawi dalam berkomunikasi. Para peneliti Belanda seperti van der Tuuk, van der Wall, dan lain-lain memberi nama Bataviiasche-Malaische. C.J Batten (1868) menyebutnya Basa Betawi dan Liem Kim Hok (1884) menggunakan nama Melayu Betawi. Hans Kahler (1966) dan Sri Sukesi Adiwimarta (1966) menyebutnya omong Jakarta. Kay Ikranegara (1975) memberi nama Melayu Betawi. Stephen Wallace (1976, 1977) dan C.D Grinjs (1991) memberi nama Jakarta Malay (Melayu Jakarta). Muhadjir (1964, 1977) menggunakan istilah dialek Jakarta. Namun pada tulisantulisannya yang terakhir, Muhadjir menggunakan bahasa Betawi (2001) atau bahasa Melayu Betawi (2004). Lihat Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, op. cit., hal. 4 Berkaitan dengan tumbuhnya kesadaran etnisitas akhir-akhir ini, istilah bahasa Betawi lebih popular digunakan, meskipun istilah yang benar seharusnya bahasa Melayu dialek Betawi. Bahasa Melayu adalah induk dari bahasa Betawi dan memiliki tiga subdialek, yaitu tengah, pinggir, ora. Lebih jelas lihat Abdul Chaer, Perkembangan Bahasa Melayu di Jakarta (2007). 80 Muhadjir, Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm. 61 81 Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, op. cit., hlm.7
a. Betawi Tengah, meliputi wilayah yang dahulu menjadi Gemente Batavia, tidak termasuk Tanjung Priuk. Wilayah budaya Betawi Tengah meliputi seluruh Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Kebudayaannya sebagian dipengaruhi ajaran Islam. b. Betawi Pinggir, meliputi sebagian wilayah Jakarta Timur, sebagian Selatan Bogor dan Bekasi. Kebudayaannya banyak dipengaruhi kebudayaan Jawa dan Sunda. c. Betawi Ora, meliputi pinggiran Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Tangerang. Kebudayaannya banyak dipengaruhi kebudayaan Cina. Jika kita kembali pada abad ke-10M, proses asimilasi mukimin awal berbahasa Sunda kuno dengan pendatang dari Kalimantan Barat berbahasa Melayu Polinesia membentuk sebuah komunitas baru yang menjadi kelompok etnik baru. Kelompok ini sampai dengan abad ke-19 disebut sebagai Melayu Jawa.82 Menurut Raden Arya Sastradarma yang menyusun karangan yang berjudul Kawantonan Ing Nagari Batawi, berdasarkan penglihatannya pada tahun 1865, kelompok etnik ini sudah menyebut dirinya sebagai “orang Betawi”, bercampur dengan sebutan sebagai “orang Selam”.83 Penyebutan diri sebagai orang Selam tampaknya tidak banyak dipakai lagi oleh orang Betawi sendiri di awal abad ke-20. Orang-orang Cina masih meneruskan sebutan orang Selam. Sedangkan orangorang Arab lebih suka menyebut orang Betawi sebagai orang Melayu. Ada sebutan yang tidak terlalu populer untuk kelompok etnik ini sebelum mereka dinamakan Melayu Jawa yaitu orang Semanan. Sebutan ini berasal dari plesetan bahasa Iban Senganan yang berarti orang yang baru masuk Islam.84 Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III diuraikan tentang kitab Sanghyang Siksakhanda yang merupakan pedoman etnik bagi orang Pajajaran dan taklukannya. Tatkala pesisir utara Jawa mulai dari Cirebon, Kerawang, dan Bekasi terkena pengaruh Islam yang disebarkan oleh orang-orang Pasai, maka tidak sedikit orang-orang Melayu
82
Analisa Ridwan Saidi terhadap Lukisan Ernest Alfred Hardouin, 1853 Drs. S. Z. Haditsucipto, Sekitar 200 tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), (Jakarta:Dinas Museum & Sejarah DKI Jakarta, 1979), hlm. 53 84 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 15 83
Jawa yang memeluk Islam. Penguasa Pajajaran menyebut mereka sebagai kaum langgara, berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya orang yang telah berubah atau beralih.85 Orang-orang Melayu Jawa ini meninggalkan pedoman etnik Hindu Sanghyang Sikskhanda. Tempat berkumpul mereka disebut langgar. Karena itu orang Betawi masih menggunakan istilah itu sebagai padanan mushalla. Kaum langgara inilah yang dinamakan Semanan. Penyebutan orang Betawi baru muncul di abad ke-19. adapun plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum itu. Hal ini karena masalah transliterasi Arab, penulisan Batavia menjadi ba-ta-wau-ya, Betawi.86 Abdul Azis87 berpendapat bahwa etnis Betawi terbentuk relatif baru yaitu pada sekitar permulaan abad ke-19 yang merupakan percampuran antar berbagai unsur suku bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Nusantara. Secara luas telah diketahui bahwa penggunaan istilah Betawi merujuk kepada Batavia, sebuah nama yang digunakan penjajah Belanda untuk kota Jakarta masa lalu. Sehingga sebelum istilah Betawi lazim digunakan, mereka menyebut diri mereka sendiri dengan sebutan Orang Selam.88 Raden Arya Sastradarma, seorang pelancong dari Surakarta yang menuliskan pengalamannya selama di Batavia pada tahun 1870 dalam buku berjudul Kawontenan Ing Nagari Betawi, menemukan bahwa umumnya penduduk Batavia saat itu menggunakan bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari dan mereka menyebut diri dengan Orang
85
Ibid,. hlm. 15 Ibid,. hlm. 16 87 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, op. cit, hlm. 2 88 Ibid., hlm. 4 86
Selam yang agaknya merupakan pengucapan setempat untuk Islam, sebagaimana Srani untuk kata “Nasrani”.89 Berbeda dengan pendapat tersebut, Ridwan Saidi membantah bahwa orang Betawi asli itu tidak ada karena mereka berasal dari berbagai suku Cina, Arab, dan Melayu. Ridwan Saidi berpendapat bahwa nenek moyang orang Betawi sudah ada sejak daerah itu dikenal dengan nama Sunda Kelapa yang pada tahun 1522 dikontrakkan kepada Portugis oleh kerajaan Pakuan dan pada 1527 Fatahillah merebut dan memerdekakannya dari cengkraman kulit putih. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah kota Sunda Kelapa yang sudah memiliki pelabuhan samudera tidak berpenduduk? Kalau Betawi Lama (Sunda Kelapa) tidak berpenduduk, siapa yang membongkar muatan di Sunda Kelapa? Tentunya ada kuli gotong dan kuli panggul yang pastinya telah berumah tangga dan memiliki sanak saudara.90 Ridwan menilai sangat tidak bertanggung jawab pernyataan yang mengatakan bahwa orang Betawi itu tidak ada karena mereka dikatakan berasal dari Cina dan Arab. Jauh sebelum kedatangan orang Arab dan Cina serta suku bangsa lain, Bandar Sunda Kelapa/Jayakarta/Oud Batavia sudah ada penduduknya.91 Prof.
Slamet
Mulyana
dalam
bukunya
Dari
Holotan
ke
Djayakarta
mengungkapkan bahwa dalam satu ekskavasi di kawasan Condet, Jakarta Timur, ditemukan kapak genggam dari zaman Neolitichum. Ini memberi petunjuk bahwa kawasan Condet merupakan daerah hunian purba di Jakarta. Buku Sejarah Nasional Indonesia III, editor umum: Marwati Djuned Pusponagoro dan Nugroho Notosusanto, mengungkapkan bahwa ketika orang Belanda datang pertama kali tahun 1956 di Kalapa, 89
Ibid., hlm. 29 dan 74 Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, (Jakarta:LSIP, 1994), hlm. 41 91 Ibid., hlm. 42 90
mereka menceitakan bahwa banyak sekali dijumpai para pencari ikan. Dan selanjutnya dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa penduduk yang berada di dalam dan di luar kraton Jayakarta berjumlah 3.000 keluarga. Bila setiap keluarga rata-rata terdiri dari 5 jiwa, maka jumlah penduduk di Kalapa diperkirakan 15.000 orang yang berdiam di kraton dan kawasan sekitarnya.92 Berdasarkan persebaran kapak persegi dari kebudayaan Neolitik, baik menurut Solheim maupun R. Von Heine Geldern, dapatlah diperkirakan bahwa tanda-tanda adanya awal pendudukan daerah-daerah di Indonesia termasuk daerah Jakarta diperkirakan mulai 3000-1000SM. Usia ini tidak begitu bertentangan dengan dugaan usia terjadinya dataran rendah menurut Dr. Verstappen yaitu 5000 tahun yang lalu. Hal itu dapat dihubungkan pula dengan bukti bahwa tempat-tempat penemuan sebagian besar alat-alat kapak persegi, beliung, batu-batuan itu kebanyakan berada di daerah Jakarta yang letaknya di atas tanah-tanah93 yang lebih tinggi daripada dataran hasil pengendapan.94 Bondan Kanumoyoso dalam pengantar buku Profil Etnik Jakarta mengatakan bahwa Lance Cantles dalam suatu artikelnya menyebutkan salah satu unsur yang membentuk etnis Betawi adalah para budak karena ia mendasarkan analisanya pada data jumlah budak yang menetap di kota Batavia.95 Memang benar bahwa sampai dengan abad ke-18 jumlah budak di dalam kota Batavia lebih banyak daripada jumlah penduduk bebas. Namun jika kita mengalihkan perhatian ke wilayah di luat tembok kota yang 92
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 4 Pada tahun 1699 jumlah penduduk Batavia 21.911orang, dan penduduk Ommelanden 49.688 orang. Sedangkan tahun 1759 penduduk Batavia 16.194 orang dan Ommelanden 111.172 orang. Lihat Remco Raben, Batavia and Colombo, The Etnic and Spatial Order of Two Colonial Cities, 1600-1800, PH. D., dissertation: Leiden University, 1996, hlm. 309-319 94 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta: Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia tahun 1750 (Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Prov. DKI Jakarta, 2001), hlm. 12 95 Lance Castles, pengantar Profil Etnik Jakarta, (Jakarta:Masup Jakarta 2007), hlm. xii-xiii 93
disebut dengan Ommelanden akan didapat gambaran yang berbeda. Jumlah penduduk Ommelanden lebih besar daripada penduduk di dalam kota.96 Dalam prasasti Tugu disebutkan tentang penggalian Sungai Chandrabagha (sungai Bekasi) oleh Raja Purnawarman. Sri Maharaja Purnawarman pada tahun ke-22 pemerintahannya memerintahkan pula menggali sungai Gomati sampai ke laut sepanjang 6.122 tombak atau sama dengan 12 km., dikerjakan dalam waktu 21 hari. Setelah pekerjaan itu selesai diadakan upacara besar-besaran dan raja menghadiahkan 100 ekor lembu kepada rakyat dan para Brahmana yang telah berjasa membuat saluran itu. Juga ditanamkan patung Ganesha, dewa keselamatan, untuk menjaga bahaya.97 Dengan demikian sudah ada komunitas yang disantuni oleh kerajaan Tarumanegara pada saat itu. Dapatlah dibayangkan berapa banyak jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dalam pembuatan sungai itu serta betapa ramai pesta yang diadakan setelah itu.98 Wilayah kerajaan Tarumanegara yang berbatas timur sungai Citarum, berbatas barat sungai Cisadane, berbatas selatan gunung Salak dan Gede, dan berbatas utara laut Jawa, mempunyai rakyat dalam jumlah besar. Hanya saja berapa besar populasi Tarumanegara tidak diketahui secara pasti. Namun dari prasasti Tugu dapat disimpulkan bahwa kerajaan ini berpenduduk. Mereka yang berdiam di Kalapa merupakan bagian dari populasi Tarumanegara.99 Kalapa adalah nama yang paling purba dari kawasan yang kemudian disebut Jakarta.100
96
Ibid., Minggu Merdeka, minggu ke-5, November 1992 98 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 5 99 Ibid., hlm. 6 100 Ibid., 97
Kerajaan Tarumanegara mulai memudar pada abad ke-7M. Sementara itu kekuasaan Sunda Pajajaran belum bangkit. Prof. Slamet Mulyana berpendapat di antara tenggang waktu tersebut terjadi vacuum kekuasaan politik di Kalapa. Dalam masa vacuum itulah muncul kerajaan Budha Sriwijaya sebagai periode interrugnum di Kalapa. Bahkan berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 yang ditemukan di Pulau Bangka, J. Moens dan Purbatjaraka berpendapat bahwa kerajaan Tarumanagara runtuh akibat serangan Sriwijaya.101 Pada abad ke-12M kerajaan Sunda Pajajaran mendirikan sejumlah pelabuhan antara lain di Cimanuk, Tangerang, dan di Kalapa. Pelabuhan ini didirikan bukan untuk membangun prasarana fisik melainkan mendirikan kantor untuk mengutip cukai di pelabuhan.
Pelabuhan
itu
sendiri
secara
tradisional
telah
berfungsi.
Pada
perkembangannya pelabuhan yang oleh Pajajaran dinamakan Sunda Kalapa102 merupakan pelabuhan yang paling ramai dibanding dengan pelabuhan-pelabuhan lain yang dikontrol oleh kerajaan Sunda Pajajaran.103 Keistimewaan Sunda Kalapa adalah pasokan airnya, di samping anggurnya yang dibuat oleh orang-orang Cina sangat digemari oleh para pelayar. Orang-orang Kalapa telah mengerti cara penyaringan air minum yang berasal dari sumber Kali Ciliwung. Sampai dengan abd ke-18M orang-orang Belanda minum air kali Ciliwung yang telah disaring. Hingga sekarang di daerah Jakarta-Kota ada tempat yang dinamakan Penjaringan, yang seharusnya Penyaringan. Di samping itu adanya dua pasar kuno yakni
101
Minggu Merdeka, Minggu ke-5, November 1992 Ini suatu ungkapan berdasarkan gramatika purba dimana subjek yang diterangkan berada di belakang yang menerangkan, berdasatr gramatika modern mestinya Kalapa Sunda, Kalapa yang menjadi milik Sunda. Lihat Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 7 103 Ibid., 102
Pasar Ikan dan Pasar Pisang.104 Hal ini mengindikasikan dinamika kehidupan ekonomi yang telah berlangsung lama di Kalapa. Lantas, siapakah orang-orang Kalapa? Orang-orang Kalapa adalah orang-orang yang berasal dari tanah Jawa. Mereka berbahasa Sansekerta, dan di zaman kekuasaan Pajajaran mereka berbahasa Sunda Kuno. Orang-orang itu kemudian bercampur baur, kawin mawin, dan membentuk komunitas baru dengan migran yang datang dari Kalimantan pada periode interrugnum.105 Prof. Bernd Nothofer dari Frankfurt University memperkirakan arus migrasi dari Kalimantan ke Kalapa telah terjadi paling sedikit 10 abad yang lalu. Inilah yang menjadi cikal bakal komunitas etnis Betawi di Jakarta.106 E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Dominasi warga Betawi di kelurahan Kebagusan107 membuat daerah ini kental dengan nuansa Betawi. Tradisi dan adat istiadat yang biasa dilakukan oleh orang Betawi masih tetap bertahan di Kebagusan. Warga betawi Kebagusan sangatlah menghormati para tokoh masyarakat atau sesepuh adat dan juga tokoh agama setempat. Kehidupan ini berlangsung turun menurun sampai sekarang.108 Saking hormatnya dengan para tokoh masyarakat atau tokoh agama hingga dapat mudahnya para tokoh-tokoh tersebut mengerahkan masyarakat untuk berbagai kegiatan, baik yang umum maupun keagamaan. Sebagaimana pengerahan masyarakat untuk kegiatan Maulid, para tokoh masyarakat dan tokoh agama ini dengan sengaja diikutsertakan demi membantu terselenggaranya kegiatan Maulid tersebut.109
104
Lokasi Pasar Pisang di dekat Stadhuis, pasar ini telah lenyap pasca Perang Dunia ke II Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 8 106 Ibid., 107 Hal ini diperkuat oleh pengamatan Alwi Shahab dalam bukunya Queen of The East, hlm. 113 108 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 109 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin 105
Beberapa tradisi yang dipertahankan oleh orang Betawi Kebagusan adalah yang berkaitan dengan siklus hidup manusia, seperti upacara kehamilan, kelahiran, potong rambut dan aqiqah, khitanan, khatam Qur’an, pernikahan dan kematian.110 Upacara-upacara ini dianggap penting karena menandai dimulainya babak baru dalam kehidupan manusia. Oleh karena masyarakat Betawi Kebagusan adalah pemeluk agama Islam yang taat, tidaklah aneh jika upacara-upacara siklus hidup ini juga berdasarkan ketentuan dalam agama Islam. Bagi orang yang mampu, tentu akan melaksanakan upacara ini meskipun sekarang tidak selengkap urutan aslinya. Selain tradisi yang bersumber pada upacara siklus hidup, masyarakat Betawi Kebagusan juga mengenal tradisi dalam merayakan hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi maupun Isra Mi’raj. Tradisi ini menempati posisi yang istimewa bagi orang Betawi kebagusan, terbukti dengan adanya ritual-ritual dalam perayaannya. Semangat inilah yang membuat Kebagusan terkenal dengan kampung santri di Kebagusan.111 Berdirinya Ikatan Warga Betawi Kebagusan sebagai wadah pemersatu warga Betawi Kebagusan turut andil memperkokoh tali silaturahmi sesama warga Betawi Kebagusan. Masyarakat Betawi Kebagusan yang tadinya tidak mengenal sesama komunitas etnis Betawi bisa saling mengisi dan membantu satu sama lain. Kekompakan dan kebersamaan yang telah terorganisir melalui wadah IWBK bisa terlihat dengan diadakannya lorisan kondangan. Sebuah acara dimana sesama pengurus dan anggota IWBK yang notabene warga Betawi Kebagusan dapat hadir dalam rangka tasyakuran atau hajatan. Tasyakuran yang dimaksud berkenaan dengan acara pernikahan yang akan diadakan oleh salah satu pengurus maupun anggota IWBK. Setiap anggota
110 111
Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 Ibid.,
IWBK wajib membayar iuran yang sudah ditentukan untuk diserahkan kepada empunya hajatan. Disaat itulah mereka berkumpul sekaligus bersilaturahmi sesama warga Betawi Kebagusan112. Bagi warga Betawi Kebagusan, kebersamaan dan persaudaraan antar sesama warga Betawi maupun pendatang harus terjalin dengan baik guna meningkatkan rasa aman dan tenteram di dalam kehidupan bermayarakat dan bernegara. Mereka seakan tidak mempengaruhi tingkat sosial maupun asal daerah bilamana sesama warga Kebagusan dapat saling tolong menolong dalam menciptakan keamanan dan ketertiban daerah sekitarnya.
112
Hasil wawancara dengan Zainal Abidin
BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN KEBAGUSAN JAKARTA SELATAN
A. Letak Geografis Kebagusan merupakan salah satu kelurahan yang berada di daerah kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kelurahan Kebagusan memiliki luas 226 hektar.113 Berdasarkan peta wilayah yang terdapat pada SK. Gubernur DKI Jakarta nomor 1251 tanggal 29 Juli 1986, letak kelurahan Kebagusan sebelah utara berbatasan dengan arteri jalan TB. Simatupang dan sebelah selatan dengan kecamatan Jagakarsa. Sedangkan untuk sebelah timur berbatasan dengan Jl. Kebagusan Raya serta sebelah barat berbatasan dengan Kali Baru.114 Kampung ini memiliki 8 Rw. dan 87 Rt.115, luas tanah di kelurahan Kebagusan terbagi atas: Tabel 2 No.
113 114
Keterangan
1
Perumahan atau pekarangan
135 Ha
2
Sarana Pendidikan dan Ibadah
40 Ha
3
Jalan Raya
5 Ha
4
Usaha Pertanian
31 Ha
5
Sarana Olahraga
5 Ha
Data Kelurahan Kebagusan Tahun 2008 Peta wilayah Kelurahan Kebagusan berdasarkan SK. Gub. Prop. DKI Jakarta no. 1251 tgl. 29
Juli 1986
115
Luas
Data Kelurahan Kebagusan Tahun 2008
6
Tanah Pemakaman
10 Ha
Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008 Nama Kebagusan berasal dari nama seorang gadis jelita yang cantik. Nama gadis itu ialah Tubagus Letak Lenang yang berasal dari kesultanan Banten. Ia bersama keluarganya bermukim di Kebagusan. Menurut Endang Effendi, mantan Lurah Kebagusan yang sekarang menjabat sebagai sekretaris Camat Pasar Minggu, cerita ini berdasarkan penuturan seorang mandor yang dipercaya sebagai sumber sejarah lisan.116 Konon, kecantikan gadis berdarah biru ini sangat kesohor di kawasan Pasar Minggu dan sekitarnya. Hal ini mengundang banyak pemuda ingin meminangnya menjadi istri. Tidak diketahui apakah diantara pria itu ada yang memaksa untuk mempersuntingnya atau tidak. Namun menurut sejarah, sang gadis tersebut sudah memiliki pujaan hatinya sendiri. Dengan alasan tidak ingin mengecewakan pria pujaannya, gadis cantik jelita ini nekad memilih bunuh diri. Akibat kematiannya yang mengenaskan, ia banyak mendapatkan simpati117. Tidaklah heran bila makamnya yang kini terdapat di jalan Kebagusan II Rt. 001/07 senantiasa dikunjungi banyak penziarah. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai makam Ibu Bagus. Makam ini sampai sekarang masih terjaga dengan baik walau terletak jauh dari pusat keramaian. Untuk mengingat dan menghormati beliau maka penduduk setempat menamakannya Kebagusan. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kenamaan ini mulai diberlakukan. Yang jelas makam Ibu Bagus sampai sekarang masih dihormati sebagai leluhur kampung ini.118
116
Alwi Shahab, Betawi: Queen of the East, (Jakarta:Penerbit Republika, 2004), hlm. 113 Ibid., hlm. 114 118 Ibid., hlm. 113 s/d 114 117
B. Kependudukan Kebagusan, kampung royo-royo yang terletak di Jakarta Selatan ini berpenduduk 38.305 jiwa. Sekitar 80% dari penduduknya ialah warga Betawi. Dominasi warga Betawi di Kebagusan, selain karena penduduk asli juga karena pendatang. “Banyak warga Betawi yang tergusur ditempat lain, memilih kampung Kebagusan sebagai tempat tinggalnya,” ujar Endang Effendi119. Menurut Endang Effendi yang merupakan penduduk asli Kebagusan mengatakan bahwa nampaknya kampung ini memang sudah ditakdirkan sebagai wilayah kelurahan yang dikuasai oleh perempuan. Hal ini bisa terlihat dari makam Ibu Bagus di Kebagusan sampai kediaman Megawati Soekarno Putri yang merupakan mantan Presiden RI ke-5. Bukan tidak beralasan Megawati memilih Kebagusan sebagai tempat tinggalnya. Ibu Mega sebenarnya mampu membeli rumah di kawasan elite manapun. Nyatanya, beliau justru memilih kawasan ber-KDB (koefisien dasar bangunan) rendah yang masih hijau royo-royo, ujar Endang Effendi.120 Walaupun yang lebih menonjol di Kebagusan ialah perempuan namun bukan berarti perempuan lebih banyak di kampung ini. Hal ini bisa terlihat dari jumlah penduduk yang ada di Kebagusan. Tabel 3 No.
119
Keterangan
Jumlah
1
Jumlah Penduduk
38. 305 jiwa
2
Laki-laki
22. 244 Jiwa
Wawancara ini telah dilakukan oleh Alwi Shahab dan dituliskan pada bukunya yang berjudul Betawi; Queen of The East hal. 113. 120 Ibid., hal. 114
3
Perempuan
16. 059 Jiwa
4
Warga Negara Asing
5
Kepala Keluarga
12. 851 Jiwa
6
Kepala Keluarga Laki-laki
10. 972 Jiwa
7
Kepala Keluarga Perempuan
1. 879 Jiwa
2 Jiwa
Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008 Pemukiman yang cukup padat ini berada di wilayah yang cukup luas pula sehingga tidak menyebabkan kepadatan penduduk yang berlebihan. Anak-anak masih bisa bermain di pekarangan rumah yang luas serta orang dewasa masih bisa berolahraga di kebun-kebun kosong yang biasanya dijadikan sebagai lapangan olahraga.121 Dari data jumlah penduduk yang ada di kelurahan Kebagusan terdapat 30.644 orang Betawi. Namun hanya sekitar 25.000 orang yang masih melaksanakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.122 Tidak semua warga Betawi Kebagusan merayakan Maulid Nabi disebabkan adanya arus modernisasi yang bernilai negatif tanpa adanya filter yang kuat hingga spirit keislaman warga Betawi Kebagusan mulai memudar. Termasuk motivasi untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw.123 C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Berbeda dengan permukiman Betawi yang berada di pusat kota, warga Betawi Kebagusan cenderung bekerja sebagai pedagang. Mereka di dukung oleh lahan-lahan perkebunan yang berada di sekitar permukiman warga. Bahkan mereka memetik dan menjualnya sendiri. Perkebunan yang ada di Kebagusan didominasi dengan perkebunan buah-buahan. Buah rambutan, sawo, melinjo, pisang, pepaya, mangga dan jambu sangat 121
Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 Ibid., 123 Ibid., 122
mudah ditemui di Kebagusan. Setelah matang, buah-buahan tersebut akan dibawa ke Pasar Lenteng atau Pasar Minggu untuk dijual kepada masyarakat.124 Untuk itulah ada sebuah lirik lagu yang mengisahkan tentang produksi buahbuahan hasil kebun di Kebagusan yang dijajakan di Pasar Minggu. Pepaya, Pisang, Mangga, Jambu Dijual di Pasar Minggu Demikianlah penggalan syair lagu yang biasa dibawakan orang Betawi Kebagusan. Dengan pendapatan yang memadai dari hasil berdagang buah-buahan, mereka menghidupi seluruh anggota keluarga dengan baik. Rasa syukur dan kepedulian yang tinggi terhadap kehidupan keluarga membuat warga Betawi kebagusan menggemari pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan adapula warga Betawi Kebagusan yang bekerja sebagai pedagang namun anak-anak mereka dapat menikmati pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Suatu hal yang cukup membanggakan bagi masa depan warga Betawi Kebagusan.125 Walaupun warga Betawi Kebagusan lebih banyak bergerak di bidang perniagaan. Namun ada juga warga Betawi Kebagusan yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Bahkan ada yang menjadi pegawai negeri sipil dan memiliki kedudukan penting di perusahaannya.126 Jenis pekerjaan yang beraneka ragam di Kebagusan membuat pendapatan ekonomi mereka juga beraneka ragam. Tingkat ekonomi rendah sampai menengah ke atas ada di Kebagusan. Mayoritas dari mereka termasuk ke dalam kategori tingkat ekonomi menengah. “Ya asal tiap hari dapur ngebul, anak-anak terus sekolah, dan ada
124
Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008 Ibid., 126 Ibid., 125
uang jajan buat anak walau pas-pasan juga, itu udah lebih dari cukup..” begitulah pendapat sebagian warga Betawi Kebagusan.127 Tabel 4 No.
Jenis Pekerjaan
Kuantitas
Tingkat Ekonomi
1
Pedagang
70%
Menengah
2
Karyawan
25%
Menengah ke atas
3
Jasa
4%
Menengah
4
Lain-lain
1%
Rendah, menengah
Sumber : Hasil wawancara dengan Zainal Abidin Warga Betawi Kebagusan juga sangat terbuka dengan kedatangan warga dari berbagai daerah ataupun latar belakang. Mereka juga menempatkan mereka di tengahtengah kerumunan warga Betawi. Sebut saja kontrakan atau bangunan rumah yang sengaja disewakan kepada orang lain dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan dan pada waktu yang ditentukan. Kontrakan-kontrakan yang dibuat berada di dekat-dekat pemilik rumah yang mayoritas Betawi. Ini menjadikan akulturasi budaya semakin hidup dari hari ke hari walau tetap bernuansa Betawi.128 Orang Betawi akan sangat marah bilamana para pendatang yang mendiami kontrakan-kontrakan yang telah disediakan membuat ulah. Mereka tak segan-segan untuk menegur mereka, bahkan adapula yang langsung mengusir mereka dari rumah kontrakan. Amarah dan emosi yang cukup tinggi dapat mereda setelah para pemuka agama dan tokoh masyarakat menenangkan mereka. Walaupun cepat marah dan naik darah, warga Betawi Kebagusan jarang sekali yang menggunakan kekerasan sebagai solusi pemecahan 127 128
Ibid., Ibid.,
masalah. Mereka cukup menegur, menasehati dan memberikan sedikit batasan kepada para pendatang. “Kepribadian yang istimewa pada pertumbuhan masyarakat yang cukup tinggi pada Ibukota Negara yang keras ini.”129 Dari segi sosial, warga Betawi Kebagusan cukup ramah dan bersahaja. Kepedulian mereka terhadap sesama sangatlah tinggi. Pada saat merayakan Maulid, tahlilan, atau nujuh bulan, mereka biasanya saling membawakan berbagai jenis makanan ataupun bahan pokok makanan seperti beras, minyak, dan lain sebagainya130. Kepedulian mereka juga tampak disaat musibah datang, mereka beramai-ramai membantu korban musibah tersebut dengan cara saweran. Saweran adalah bentuk kepedulian warga melalui pengumpulan uang secara kolektif tanpa adanya batasan materi. Entah itu besar atau kecil, para warga ikhlas memberikannya. Biasanya ada juga yang langsung memberikannya kepada warga yang sedang kesusahan. Mereka juga tak segan-segan memberikan tempat kepada warga yang mengungsi akibat bencana alam yang belum lama ini menimpa bangsa Indonesia. Bantuan yang mereka berikan tidak selalu tertuju kepada warga asli Kebagusan. Asas pemerataan dilaksanakan dengan baik oleh warga Kebagusan tanpa melihat status sosial dan suku bangsa. “Mau orang Jawa, Sunda, atau Betawi sekalipun kalau lagi kena musibah ya kite bantu, masa mau berbuat baik harus ngeliat-ngeliat dulu siape orangnya ma kerja apa tuh orang.”131 Tidak dapat dipungkiri, dalam hal keagamaan warga Betawi Kebagusan ialah masyarakat yang taat beragama. Banyaknya masjid, mushalla, dan majlis taklim menjadi wadah tersendiri atas kegiatan keagamaan mereka. Kampung yang memiliki banyak kyai,
129
Hasil wawancara dengan Zainal Abidin pada bulan Mei 2008 Ibid., 131 Hasil pengamatan penulis saat bencana banjir 2007 melanda sebagian wilayah kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan 130
ustadz dan ustadzah, maupun guru ngaji ini menjadikan kampung ini kental dengan nuansa Islam. Hampir tidak ada warga Betawi Kebagusan yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Hindu maupun Budha132. Indikasi ini menandakan bahwa Islam masuk dengan pesat di Kelurahan Kebagusan yang berada di Selatan Jakarta ini. Pengaruh Islam turun menurun dari para leluhur yang terlebih dahulu mendiami Kebagusan. Hal ini diteruskan sampai sekarang oleh anak-anak keturunan mereka. Sangatlah malu warga Betawi Kebagusan yang memiliki anak namun tidak bisa mengaji. Pengajian-pengajian yang berada di Kebagusan juga tergolong banyak. Ibu-ibu memiliki pengajian tersendiri yang dilaksanakan pada siang hari, anak-anak selepas shalat magrib, dan bapak-bapak yang biasanya seusai shalat isya dan dilaksanakan di masjid atau mushalla.133 Bilamana salah seorang warga Betawi Kebagusan mengundang masyarakat untuk hadir di kediamannya dalam rangka tasyakuran atau selametan. Para warga akan berduyun-duyun mendatangi rumah tersebut seraya mendo’akan “si empunya” rumah atas keinginan atau hajat yang telah terkabulkan. Inilah yang menyebabkan warga Betawi Kebagusan sangat identik dengan Islam, hampir setiap ritual adat bersinggungan dengan Islam serta dihadiri oleh masyarakat dengan penuh antusias.134 Dalam hal pendidikan, banyak kemajuan yang berarti bagi perkembangan warga Betawi Kebagusan. Orang tua Betawi sudah banyak yang menyekolahkan anaknya sampai tingkat perguruan tinggi. Mereka juga tidak segan-segan lagi menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum walau tetap dibarengi dengan pengetahuan agama yang biasanya diperoleh dari TPA (taman pendidikan Al-Qur’an) maupun majlis-majlis 132
Hasil wawancara dengan Zainal Abidin pada bulan Mei 2008 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 134 Ibid., 133
taklim yang secara khusus memberikan pengajaran agama. Khusus dengan pengajaran di majlis-majlisn taklim diadakan sore maupun malam hari selepas pulang sekolah. Untuk remaja maupun orang dewasa juga diadakan pengajian rutin yang diadakan para pengurus remaja masjid setempat. Berbeda dengan dahulu kala, masyarakat Betawi Kebagusan jarang sekali yang menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum, apalagi sampai tingkat perguruan tinggi. Hal itu didasarkan bukan karena mereka berpandangan sempit dengan dunia pendidikan, hanya saja orientasi pendidikan mereka memang berbeda. Kini setelah modernisasi mereka cukup memfasilitasi anak-anak mereka dengan mendatangkan guru privat agama ke rumah. Satu hal yang positif dari warga Betawi Kebagusan adalah jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal mereka terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi Kebagusan sangat menghormati pluralisme, ini terlihat dari hubungan baik antara warga Betawi Kebagusan dengan para pendatang dari luar Jakarta. D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta budhayyah yang merupakan bentuk jamak dari kata budhhi yang berarti akal atau budi. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.135 Sedangkan Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi136 merumuskan kebudayaan sebagai “semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”.
135
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru kesatu, (Jakarta:CV. Rajawali, 1982), hlm. 166 136 Selo Sumardjan-Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, (Jakarta:Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hlm. 113
Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata itulah “colere” kemudian menjadi “culture”, yang diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah atau merubah alam.137 Kemajemukan masyarakat Indonesia, begitupun di kelurahan Kebagusan adalah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Kemajemukan berarti terdapat keanekaragaman unsur penyusun masyarakat kita, yakni suku bangsa, agama, dan golongan-golongan sosial lainnya. Ciri yang nyata adalah kecendrungan kuat memegang identitas golongan sosial masing-masing138. Kelurahan Kebagusan memiliki beraneka ragam suku bangsa dan agama, walaupun secara mayoritas Islam dan Betawi masih mendominasi daerah ini. Namun banyaknya para pendatang dari luar daerah yang membawa budaya serta agama yang berbeda membuat Kebagusan lebih terbuka terhadap suku dan agama lain. Suku jawa merupakan mayoritas terbesar kedua setelah Betawi. Untuk Sunda, Batak, Ambon, maupun yang lainnya hanyalah beberapa persen saja dan masih bisa dihitung dengan jari.139 Sampai dengan penulisan skripsi ini, penulis belum mendapatkan secara pasti sensus penduduk menurut suku bangsa. Namun bisa dipastikan bahwasanya suku Betawilah yang terbanyak dalam masyarakat Kebagusan. Ideologi dan adat istiadat Betawi membawa pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa 137
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua, (Jakarta:Penerbit Universitas, , 1965), hlm. 77-78 138 Achmad Fedyani Syaipudin, MA. Konflik dan Integrasi; perbedaan faham dalam agama islam, (Jakarta:CV. Rajawali), hlm. IX 139 Hasil wawancara dengan Fadjriah Nurdiarsih
dilihat dengan tata cara para pendatang dalam berkomunikasi dan bersosialisasi sudah hampir mirip dengan penduduk asli Betawi Kebagusan. Dengan begitu sulit untuk membedakan antara warga Betawi maupun non-Betawi.140 Banyaknya suku bangsa dan agama yang ada di Kebagusan tidak membuat kebudayaan asli Kebagusan yakni suku Betawi luntur. Keanekaragaman suku yang ada malah membuat suku Betawi lebih terbuka dalam beberapa hal yang dianggap penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja suku Jawa yang terkenal kegigihan dan keuletannya dalam bekerja. Banyak warga Betawi Kebagusan yang meniru strategi orang Jawa dalam bekerja. Pengalaman yang dimiliki orang Betawi dalam susah dan pahitnya bekerja membuat orang Betawi bersemangat menjalani kehidupan. Warga Betawi Kebagusan bisa lebih menata anggaran pengeluaran dan pemasukan dari setiap hasil pekerjaan yang dilakukan. Kedatangan suku lain di Kebagusan membuat warga Betawi Kebagusan lebih berkembang untuk maju dalam hal pendidikan maupun masa depan. Mereka sudah tidak lagi mengandalkan rumah kontrakan ataupun tanah warisan yang sekarang ini sudah banyak dikuasai oleh orang Jawa dan para pendatang lainnya.141 Orang Betawi Kebagusan sangat menjunjung tinggi budaya yang mereka warisi. Hal ini terbukti dari berbagai macam tradisi yang sudah dilakukan para pendahulu mereka. Dalam hal agama, ketaatan warga Betawi Kebagusan dalam menjalankan ajaran Islam seringkali menjadi contoh bagi para pendatang. Tradisi-tradisi yang dilakukan warga Betawi Kebagusan seperti tahlilan maupun nujuh bulan juga seringkali diadakan dirumah-rumah para pendatang. Berbeda dengan segi kehidupan yang lainnya, dalam hal agama warga Betawi Kebagusan tidak bisa ditentang maupun dilawan. Para pendatang
140 141
Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 Ibid.,
yang membawa caranya sendiri dalam urusan agama akan diacuhkan oleh penduduk asli. Warga Betawi Kebagusan tidak memberikan izin bagi para pendatang yang bisa dengan sewenang-wenang mencampuradukan atau bahkan menghilangkan tradisi yang kerapkali dilakukan warga Betawi Kebagusan. Meskipun tidak ada toleransi bagi para pendatang dalam urusan agama, tradisi tahlilan, nujuh bulan dan lain sebagainya tidak dipaksakan bagi mereka. Warga Betawi Kebagusan cukup menghormati para pendatang yang ada di Kebagusan bilamana mereka juga menghormati para penduduk asli Betawi Kebagusan yang terlebih dahulu mendiami daerah ini.142 Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar warga Betawi Kebagusan masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri (Jakarta). Namun setelah kedatangan para pendatang dari luar Jakarta, warga Betawi Kebagusan cukup bebenah diri dalam meningkatkan kualitas hidup mereka agar dapat bersaing dengan para pendatang. Mereka sangat menyayangkan apabila para pendatang dapat menguasai daerah yang didominasi warga Betawi ini. Setidaknya mereka tidak mau kalah dengan para pendatang yang hanya sebagai anak kemarin sore di Kebagusan.143
142 143
Ibid., Ibid.,
BAB IV TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW SYAIR BARJANZI PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KELURAHAN KEBAGUSAN
A. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Almarhum Prof. Hamka kenal betul watak orang Betawi, hal itu dikarenakan Hamka yang menjadi ketua umum MUI pertama ini pernah bertahun-tahun bermukim di perkampungan Betawi Taman Sari, Jakarta Barat. Hamka kemudian menjadi Imam Besar Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru. Ulama besar ini sangat tertarik dengan ketaatan warga Betawi terhadap agamanya. Hingga dalam “Seminar Perkembangan Islam” di Jakarta pada tahun 1987, ia mengatakan: “Sungguh mengagumkan kita, menilik betapa teguhnya orang Betawi memeluk Islam. Selama 350 tahun antara penjajah (Belanda) dan anak negeri asli (Betawi) masih tetap sebagai ‘minyak dan air’. Sekalipun bertemu dalam satu botol namun tetap tidak pernah bersatu. Bagaimanapun keras mengaduk minyak dalam botol kecil dalam air, sehabis adukan itu, disaat itu mereka berpisah kembali.”144 Hamka juga mengagumi ketahanan penderitaan yang dialami warga Betawi, namun itu semua disikapi dengan sikap tawakal kepada Allah. “Pukulan yang diderita warga Betawi dari Belanda sebagai rakyat terjajah sangatlah parah. Dari segi ekonomi, orang Betawi pada umumnya hidup dalam kemeralatan, dalam tanah-tanah terpencil… Rumah-rumah mereka terdiri dari dinding bambu anyaman atau atap rumbia. Mereka-pun tinggal di permukiman yang becek dan kotor. Namun bila waktu shalat telah masuk, fajar mulai menyingsing, kedengaranlah sayup-sayup sampai ke lorong-lorong kampung suara adzan yang mendayu-dayu. Hayya ‘alal shalah, hayya ‘alal falah…Maka dari lorong-lorong kampung Betawi yang becek 144
Hamka, Beberapa Perhatian Tentang Perkembangan Islam di Jakarta, dalam Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994, hlm. 210. Lihat juga Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, op. cit, hlm. 93
itu keluarlah orang-orang kampung untuk shalat berjamaah. Sesudah itu mereka membaca ratib “Lailla Hailallah” dengan suara yang keras dan berulang-ulang sampai ada yang jadzab, yaitu kehilangan kesadaran diri lantaran teringat akan Allah dan lantaran berzikir itu bersama-sama dengan suara keras.”145 Kini pun, setelah Jakarta menjadi kota Megapolitan, daerah pertanian dan persawahan telah berubah menjadi ‘hutan beton raya’, majlis-majlis taklim dan tempat peribadatan kian banyak bermunculan. Suara adzan yang sayup-sayup tiap saat bergema menembus pencakar-pencakar langit di Jakarta. Suara-suara tersebut dikumandangkan dari permukiman kumuh warga Betawi yang hidup menyedihkan di kotanya sendiri setelah kurang lebih 60 tahun merdeka.146 Ketaatan warga betawi terhadap Islam tidak terlepas dari peran serta para ulamaulama betawi pada saat itu yang diantaranya ialah Habib Ali Al-Habsyi, KH. Abdullah Syafi’I, Habib Salim Jindan, Habib Abdurrahman Assegaf, KH. Moh. Mansur, KH. Marzuki, Guru Mughni, KH. Achmad Zayadi Muhajir, KH. Muh. Amin, KH. Achmad Ali, KH. Ali Hamidy, KH. Nur Ali, KH. Muhammad Syafi’I Hadzami, dan banyak lagi yang lainnya.147 Di tengah-tengah perjuangan melawan penjajah, para ulama Betawi ini terus menyiarkan Islam sampai ke seluruh permukiman warga Betawi. Tidaklah mengherankan bila saat ini para ulama Betawi tersebut masih terngiang diingatan warga Betawi. Begitu banyak peran mereka hingga warga Betawi kerapkali mendatangi majlis-majlis taklim yang para ulama Betawi pimpin.148 Kebagusan, kampung yang didominasi oleh warga Betawi ini pun tak lepas dari pengaruh ulama Betawi saat itu di dalam mensyiarkan agama Islam. Warga Betawi yang 145
Ibid., Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, op. cit, hlm. 94 147 Hasil pengamatan penulis di Forum Ulama dan Habaib Betawi Pusat 148 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 146
hidup turun menurun di daerah ini sangatlah fanatik dengan Islam. Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya sarana dan prasarana agama Islam di Kebagusan. Tidak ada satu pun tempat beribadah bagi agama lain di Kebagusan. Hal ini disebabkan hanya beberapa orang saja yang beragama non Islam. Itupun kebanyakan merupakan pendatang dan bukan warga Betawi.149 Tabel 5 No.
Sarana Ibadah
Jumlah
1
Masjid
9
2
Mushalla
27
3
Majlis Taklim
43
Sumber : Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008 Warga Betawi Kebagusan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Tidaklah mengherankan setiap ada peringatan hari besar Islam seperti Maulid atau Isra’ Mi’raj masyarakat dengan penuh antusias menghadiri acara tersebut. Semua warga bergabung menjadi satu, mereka bersama-sama mengagungkan nama Allah dan bershalawat kepada Rasulullah. Islam bukan hanya menjadi sebuah keyakinan terhadap Yang Kuasa, namun bagi masyarakat Kebagusan Islam juga menjadi sebuah simbol dalam kehidupan seharihari termasuk dalam tradisi yang kerapkali dilakukan.150 Sebut saja Tahlilan, Nujuh Bulan, Syukuran, Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, dan Pekan Muharram. Kegiatan-kegiatan yang bersifat religius seperti ini menjadi sebuah rutinitas yang hukumnya wajib dan harus dilaksanakan oleh masyarakat Kebagusan, khususnya warga Betawi. Mereka merasa tidak afdol bilamana tidak mengadakan 149 150
Hasil wawancara dengan Zainal Abidin Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008
kegiatan seperti ini minimal setahun sekali. Mereka merasa ada yang kurang bahkan hilang bila tidak mengadakan kegiatan-kegiatan bersifat religi seperti Maulid Nabi Muhammad Saw. Maulid Nabi yang diselenggarakan setiap tahun sekali menyedot pengunjung yang besar. Biasanya setiap masjid, mushalla ataupun majelis taklim di kelurahan Kebagusan mengundang jama’ah dari pengajian lainnya. Tidak mesti penduduk asli pada daerah setempat yang menghadirinya, namun warga yang berasal dari daerah sekitarnya turut menghadiri acara tersebut.151 Pada umumnya, Maulid Nabi yang diadakan di kelurahan Kebagusan diisi oleh berbagai macam acara keislaman seperti pembacaan riwayat Nabi yang diiringi oleh rebana atau marawis, sambutan dari ketua panitia dan ketua masjid atau pengajian, serta ditutup dengan ceramah agama yang di berikan oleh para muballigh dari berbagai daerah. Untuk menarik minat jama’ah biasanya panitia juga mendatangkan da’i-da’i kondang yang umumnya sudah dikenal masyarakat melalui televisi atau radio. Sebelum mengadakan Maulid Nabi, setiap masjid, mushalla atau majelis taklim terlebih dahulu membentuk kepanitaan Dari kepanitiaan inilah yang nantinya merancang dan mempersiapkan susunan acaranya, anggaran biaya, jamuan-jamuan, serta penceramahnya. Anggaran dana yang telah dibuat lalu disebarluaskan kepada penduduk. Hal ini diharapkan dapat membantu panitia dalam mempersiapkan segala keperluan yang menyangkut Maulid Nabi termasuk isi berkat dan honor penceramah. Dalam pengamatan penulis, setiap anggaran dana yang ditujukan kepada masyarakat dan instansi pemerintah maupun swasta yang ada di sekitar kelurahan Kebagusan biasanya mencapai 70-80 % 151
Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008
dari total anggaran. Ini disebabkan masyarakat kelurahan Kebagusan, khususnya warga Betawi sangat antusias dan berpartisipasi secara aktif dalam menyelenggarakan Maulid Nabi.152 Perayaan Maulid Nabi pada komunitas etnis Betawi di kelurahan Kebagusan tergolong meriah. Hal ini disebabkan Perayaan Maulid Nabi terkadang menjadi ukuran atas kedudukan kampung itu sendiri. Tidaklah mengherankan bilamana setiap mengadakan Maulid Nabi, ibu-ibu kerapkali kerepotan memasak dan mempersiapkan jamuan yang akan dihidangkan yang lazim dikenal sebagai berkat.153 Berkat bagi warga Betawi Kebagusan cukup menjadi daya pikat yang ampuh dalam menarik jama’ah. Warga Betawi akan merasa senang bilamana sepulang dari menghadiri Maulid Nabi mereka membawa hasil ke rumah masing-masing. Hasil yang pertama ialah nasihat-nasihat yang diberikan oleh para penceramah yang kelak dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang kedua ialah berkat yang berisi lauk pauk atau sembako. Ibu-ibu yang berada di rumah sangat senang karena pada bulan Maulid atau Rabi’ul Awwal mereka selalu kebanjiran gula pasir, mie instan, teh, kopi, dan lain-lain. Ini merupakan keberkahan tersendiri bagi dapur mereka. Disaat ibu-ibu sibuk mempersiapkan jamuan yang akan dihidangkan, bapakbapak beserta remaja sibuk mempersiapkan dekorasi serta mencari dana untuk memenuhi anggaran yang dibuat. Bila anggaran itu melampaui target, maka tak segan-segan panitia akan mengundang dua atau tiga penceramah sekaligus. Walaupun materi (uang) tidak selamanya menjadi tolak ukur keberhasilan perayaan Maulid Nabi di kelurahan
152 153
Ibid., Hasil wawancara dengan Zainal Abidin
Kebagusan. Namun, tetap saja warga Betawi kelurahan Kebagusan selalu bersemangat dalam menyiapkan segala keperluan menyangkut acara ini.154 Pahala menjadi ukuran atas partisipasi aktif yang warga Betawi lakukan. Mereka menganggap bantuan yang diberikan atas penyelenggaraan Maulid Nabi kelak akan dibalas oleh Allah di Yaumil Qiyamah nanti. Walaupun tak selamanya jumlah yang diberikan itu besar, namun warga Betawi menganggap Maulid merupakan kegiatan yang bukan hanya semata-mata menghambur-hamburkan uang semata namun juga merupakan ekspresi teologis atas kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw. Untuk itulah mereka rela mengorbankan tenaga, pikiran, bahkan uang demi terselenggaranya Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. ini. Tidak semua warga Betawi Kebagusan merupakan muslim yang taat, ada saja diantara mereka yang masih suka bermain judi, mabuk-mabukan, atau melakukan maksiat lainnya. Namun, ketika diadakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. mereka bergegas meninggalkan semua aktifitas dosa mereka untuk ikut berpartisipasi membantu mempersiapkan segala keperluan Maulid. Bahkan tak jarang dari mereka yang juga menjadi panitia penyelenggara Maulid. Walaupun tidak selamanya mereka selalu berada di masjid namun jika menyangkut kegiatan Islam mereka selalu ikut berperan serta. Sungguh mengagumkan kecintaan orang Betawi Kebagusan terhadap Islam.155 Dalam merayakan Maulid Nabi, panitia penyelenggara terlebih dahulu menyebarkan informasi pemberitahuan kepada jama’ah, baik yang berada di sekitar lokasi diadakannya Maulid maupun dari jama’ah luar. Dahulu, mereka kerapkali membunyikan petasan sebagai komunikasi antar kampung. Kampung lain yang berada
154 155
Hasil pengamatn penulis tahun 2007 s/d 2008 Ibid.,
disekitar Kebagusan pun akan bertanya-tanya akan ada kegiatan apa di Kebagusan bila petasan tersebut dibunyikan. Setelah mengetahui akan ada suatu acara, entah itu Maulid ataupun
lainnya
maka
masyarakat
disekitar
Kebagusan
akan
beramai-ramai
mendatanginya. Namun, saat ini mereka lebih suka menyebarkan pamflet ataupun spanduk-spanduk yang dipasang di persimpangan jalan. Hal ini merupakan hasil dari modernisasi yang diterima warga Betawi disamping makruhnya membunyikan petasan menurut sebagian ulama.156 Sangat mudah menemukan masjid ataupun majlis taklim yang mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan, karena hampir setiap diadakan perayaan Maulid Nabi panitia memasang umbul-umbul pada setiap rute jalan yang tertuju kepada lokasi Maulid. Ini juga menjadi penunjuk jalan bagi para jama’ah dari luar kampung untuk dapat menghadiri acara tersebut.157 Pada dasarnya masyarakat Betawi Kebagusan mengadakan perayaan Maulid Nabi sebagai tradisi atas para pendahulu-pendahulu mereka. Ini berlangsung dari tahun ke tahun. Namun, setelah ditelisik lebih jauh bahwa Perayaan Maulid Nabi di Kebagusan merupakan media komunikasi yang paling efektif dalam menjadikan kampung ini kampung yang bernuansa Islami. Maulid mampu menjadi obat atas penyakit-penyakit masyarakat seperti perjudian maupun mabuk-mabukan. Diharapkan selepas menghadiri Maulid Nabi masyarakat kembali mengingat perjuangan Rasulullah serta berupaya meneladani akhlak beliau.158 B.
Model Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Di Kelurahan Kebagusan
156
Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, Republika, Jakarta, 2002, hlm. 89 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 158 Ibid., 157
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di Kelurahan Kebagusan memiliki beberapa urutan pelaksanaan yakni: 1. Pembukaan Setiap acara dimulai dengan pembacaan surah Al-Fatihah yang dipimpin oleh pembawa acara atau MC, lalu setelah itu dibacakan susunan acara Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. sambil memandu acara selanjutnya. MC di Kebagusan biasnya terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dua orang dengan bagian satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Oarng yang menjadi MC biasanya memiliki kecakapan vokal dan komunikasi yang baik, sehingga pelaksanaan acara Maulid Nabi Muhammad Saw. bisa terdengar jelas dan berjalan lancar. 2. Pembacaan Do’a Arwah Pembacaan do’a arwah ialah pembacaan surah Al-Fatihah yang dikhususkan kepada arwah Nabi Muhammad Saw, sahabat dan keluarganya, serta para sesepuh dan tokoh agama di Kebagusan, tidak lupa arwah kaum muslimin dan muslimat yang telah terlebih dahulu meninggal dunia. Setelah itu membaca surah Yaasin. Kemudian membaca surah Al-Ikhlas sebanyak tiga kali, Al-Falaq satu kali, An-Nass satu kali, membaca akhir surah Al-Baqoroh, membaca tahlil (laa ila haa illallah) sebanyak 33 kali, tahmid (alhamdulillah), tasbih (subhanallah), dan takbir (Allahu akbar) masing-maasing sebanyak tiga kali.159 3. Pembacaan Riwayat Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi Pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi, ialah pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. (rawi) dari awal sampai akhir hidupnya yang dikarang oleh Syeikh Ja’far al-Barjanzi, pembacaan ini dilaksanakan oleh tiga orang 159
Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008
pembaca. Masing-masing orang membaca sebagian rawi sampai selesai. Pada saat Asyrakal, ketiga orang tersebut membacanya secara bersamaan diikuti para hadirin. Pada saat inilah, hadirin berdiri bersama-sama untuk mengikuti pembacaan rawi tersebut160. Saat Asyrakal diiringi oleh iringan Rebana. Pada saat Asyrakal pula terdapat satu orang yang berkeliling menyemprotkan minyak wangi ke tangan jama’ah diiringi oleh daun mawar dan melati yang sengaja disebar ke setiap penjuru jamaah. Hal ini dilaksanakan untuk menebarkan wewangian dan sebagai bukti pengagungan terhadap Nabi Muhammad Saw. yang memiliki keharuman bagaikan minyak kasturi. 4. Sambutan-sambutan Sambutan atau sepatah kata disampaikan oleh ketua pelaksana, ketua masjid atau mushalla, dan juga para instansi pemerintah yang hadir seperti Bapak Camat atau Lurah. Pada saat sambutan, ketua pelaksana atau ketua masjid menyampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat yang telah banyak membantu secara materil sekaligus permohonan maaf apabila pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad Saw. masih banyak kekurangan dan kesalahan. Sedangkan sambutan dari instansi pemerintah menyampaikan bebrapa himbauan yang dianggap penting untuk diketahui dan dilaksanakan masyarakat. 5. Pembacaan Al-Qur’an Qari’ atau pembaca Al-Qur’an membacakan sebagian dari ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan kelahiran maupun kehidupan Rasulullah Saw. Pada umumnya qari’ membacakan surah al-Ahzab ayat 21 dan 40, al-Qalam ayat empat, al-Araf ayat 158, dan al-Anbiya ayat 107.
160
Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008
6. Ceramah Agama Ceramah agama adalah acara yang ditunggu-tunggu masyarakat. Hal ini disebabkan para penceramah biasanya adalah para da’i yang sudah cukup kondang. Bahkan terkadang para da’i yang dipanggil ialah da’i tingkat nasional yang sudah terkenal dan sering tampil di televisi. Ibu-ibu sangatlah antusias apabila penceramah menyampaikan nasihat agama disertai humor yang membuat isi ceramah lebih menarik. Namun tak selamanya pencermah yang dipanggil adalah para da’i kondang. Ada pula yang
para penceramah dari wilayah Kebagusan pula. Hal ini tidak terlalu
dipermasalahkan sebab masyarakat Kebagusan tidak melihat siapa penceramahnya namun isi yang disampaikan. 7. Penutup dan Ramah Tamah Setelah ceramah agama, perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. ditutup dengan do’a. Do’a dibacakan oleh sesepuh agama setempat. Namuin sebelum pembacaan do’a, panitia pelaksana membagikan berkat kepada para hadirin. Setelah semuanya telah terbagi, maka sesepuh agama setempat-pun mulai membacakan do’a. Setelah selesai pelaksaan acara, penceramah dan beberapa sesepuh agama dan tokoh adat, serta panitia pelaksana bekumpul pada satu ruangan untuk makan bersama. Inilah model perayaan Maulid Nabi Muhamad Saw. di Kebagusan, walau sudah banyak perubahan. Namun perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. selalu dilaksanakan dari tahun ke tahun bahkan diturunkan dari generasi ke generasi sehingga perayaan Maulid Nabi tetap diagungkan oleh masyarakat Betawi di Kebagusan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa uraian, yakni: 1. Perayaan Maulid di Kebagusan merupakan bentuk ekspresi kebahagiaan warga Kebagusan, khususnya warga Betawi Kebagusan atas terlahirnya Rasulullah Saw. ke dunia ini. Mereka sangat yakin bahwasanya Rasulullah ialah manusia yang dapat memberikan syafaat kelak. Mereka membuktikan kebahagiaan mereka melalui perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Walaupun Maulid tidak memiliki landasan syar’i, akan tetapi bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan mengadakan perayaan Maulid Nabi merupakan perkara yang baik yang akan menghasilkan yang baik pula. Maulid di Kebagusan juga menjadi sarana untuk memperkokoh tali silaturahmi antar warga Betawi maupun warga Betawi dengan para pendatang. 2. Warga Betawi Kebagusan tidak terlalu mempersoalkan komunitas budaya lainnya yang ingin menghadiri Maulid Nabi yang diadakan warga Betawi Kebagusan. Dengan senang hati mereka sangat menghormati mereka. Tidak jarang pula, warga Betawi Kebagusan
mengikutsertakan
para
pendatang
(non-Betawi)
sebagai
panitia
penyelenggara maupun pengurus masjid. Ini merupakan bukti bahwa tak selamanya orang Betawi sangat sukuisme. Unsur-unsur budaya, politis, ekonomi, bahkan status sosial hilang bilamana perayaan Maulid Nabi diadakan. Dengan kata lain, perayaan
Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan sangat banyak mengandung manfaat dibandingkan maksiat. 3. Mayoritas warga Betawi Kebagusan beragama Islam dan berfaham Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Mereka sangatlah menjunjung tinggi ajaran Islam lengkap dengan setiap perangkatnya. Tidaklah mengherankan setiap ada kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islam, mereka rela bersama-sama menyiapkan segala keperluan demi terselenggaranya perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. 4. Warga Betawi Kebagusan bersifat pluralisme dan terbuka terhadap setiap golongan dan status mereka. Dengan demikian mereka tidak menjadi “Jago Kampung” yang merasa memiliki kampung ini seutuhnya. Warga Betawi cenderung terbuka terhadap para pendatang, mereka dapat bersosialisasi dengan baik terhadap komunitas budaya lainnya. Hal inilah yang menyebabkan perayaan Maulid Nabi tidak selalu diisi oleh warga Betawi asli Kebagusan baik dari segi kepanitiaan maupun pelaksanaan. 5. Setiap kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islam selalu di dukung penuh oleh masyarakat setempat. Mereka rela mengeluarkan materi, tenaga, dan pikiran demi terselengaranya kegiatan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari peran serta para ulama setempat di dalam memberikan tausyiah atas segala amal baik yang mereka lakukan akan dibalas setimpal dngan apa yang telah mereka keluarkan. 6. Kekompakan dan kebersamaan sesama masyarakat Kebagusan, khususnya warga Betawi masih terlihat kental. Pengaruh dari para tokoh masyarakat juga begitu terasa hingga tidak sulit mengerahkan massa untuk menyelenggarakan Maulid Nabi. Pada umumnya, warga Betawi Kebagusan sangat menghormati para leluhur dan tokoh
masyarakat setempat. Selain menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari, biasanya para tokoh masyarakat juga menjadi ustadz dan “palang pintu” asli Kebagusan. B. Saran Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan diharapkan dapat menjadi momentum kebangkitan umat untuk memperkokoh ukhuwah Islamiyah sesama muslim maupun antar warga masyarakat. Dengan mengingat kembali perjuangan Rasulullah maka umat Islam khususnya warga Betawi Kebagusan mampu menjawab tantangan zaman melalui peneladanan atas sikap dan prilaku Rasulullah. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan selayaknya tidak hanya menjadi sebuah acara seremonial belaka, tetapi perayaan Maulid Nabi ini dapat menjadi salah satu implementasi dalam memuliakan Nabi Muhammad Saw. dan memuliakan Nabi Muhammad merupakan salah satu refleksi kecintaan kita terhadap beliau. Merayakan peringatan Maulid Nabi merupakan salah satu amal perbuatan yang paling utama dan sebuah ritual pendekatan diri kepada Allah, karena keseluruhan peringatan Maulid Nabi merupakan ungkapan kebahagiaan dan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw. dan kecintaan warga Betawi Kebagusan kepada Nabi termasuk salah satu prinsip dasar Iman dalam Islam. Untuk itulah perayaan Maulid Nabi di Kebagusan hendaknya dapat memperkuat keimanan dan ketakwaan warga Betawi Kebagusan. Warga Betawi Kebagusan masih banyak yang menganggap perayaan Maulid Nabi hanyalah sebuah acara seremonial belaka. Hal ini menyebabkan setelah menghadiri Maulid Nabi mereka kembali kepada sikap dan prilaku masing-masing. “Ya yang mabok
tetep mabok, yang shalat mah tetep shalat.” Pemaknaan atas perayaan Maulid Nabi masih sangat kurang diresapi warga Betawi Kebagusan. Semoga perayaan-perayaan keagamaan seperti ini dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan hingga masyarakat Betawi Kebagusan dapat memahami betul hakikat dan makna yang terkandung dalam perayaan tersebut untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui sikap keteladanan Rasululullah sebagai Uswatun Hasanah.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Pustaka Amani, Jakarta Al Batawiy, Syarif Mursal. Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., alSyarifiyyah, Jakarta, 2006
Anwar, Muhammad. Sejarah Nabi Muhammad Saw., S.A. Alaydrus, Jakarta, 1988 Ardan, S.M. Nyai Dasima, Masup Jakarta, Depok, 2007 As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, al-Qahirah 1948 Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar pembaharu Islam Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005 Azis, Abdul. Islam dan Masyarakat Betawi, Logos, Jakarta, 2002 Becker, C.H. “Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden”, dalam: Beitrage zur Geschichte Aegyptens unter dem Islam, erstes Buletin Dian al-Mahri, edisi 10, tahun 2008 Castles, Lance. Pengantar Profil Etnik Jakarta, Jakarta, 2007 E.I. (2), i, hlm. 1091-1092, s.v. al-Bata’ihi, art. oleh D.M. Dunlop Ekadjati, Edi S. Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, Mutiara, Jakarta, 1983 Fadli HS,Achmad. Ulama Betawi, tesis, program studi Timur Tengah, Pasca Sarjana UI, Jakarta, 2006 Fairchild, Henry Fartt (ed). 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey: Littlefield Adams & Co. Gottschalk, L. Al-Malik Al-Kamil, Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii, hlm. 817-818, art. oleh H. Laoust G, Wiet. “Compte rendu de ibn Muyassar, Annales d’Egypte, ed. H. Masse, Le Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921) G.S.P. Freeman-Grenville, The Muslim and Christian Calendars, London etc. 1963 Haditsucipto, S.Z. Sekitar 200 tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), Dinas Museum & Sejarah DKI Jakarta, 1979 H. Lazarus-Yafeh, “Muslim Festival”, dalam Numen
Hadi W.M, Abdul. Perayaan Maulud Melintas Abad, Harian Pelita, Jakarta, Minggu, 11 November 1990 Iqbal, Muhammad Zafar. Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya betawi, tesis, Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2002 Jynboll, Th.W. Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden 1930 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka, Jakarta, 2003 Kapten, Nico. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., INIS, Jakarta, 1994 Katsir, Ibn. Al-bidayah wa-n-nihayah fi t-ta’rikh, i14 jil. Al-Qahirah 13518/1932-9, jil. XI Keraf, Goyrs. Komposisi, Nusa Indah, NTT, 2001 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, P dan K, Jakarta, 1984 . Pengantar Antropologi, cetakan kedua. Penerbit Universitas, Jakarta, 1965 Muhadjir, Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2000 Minggu Merdeka, minggu ke-5, November 1992 Nurdiarsih, Fadjriah. Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, skripsi, program studi Indonesia, Fakultas Ilmu Bahasa UI, 2007 Nasution, Harun. Teologi Islam: aliran, sejarah, analisa, dan perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986 Raben, Remco. Batavia and Colombo, The Etnic and Spatial Order of Two Colonial Cities, 1600-1800, PH. D., dissertation: Leiden University, 1996 Saidi, Ridwan. Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994 . Profil Orang Betawi; asal muasal, kebudayaan, dan adat istiadat, Gunara kata, Jakarta, 2001 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru kesatu, CV. Rajawali, Jakarta, 1982
. Dari Djakarta ke Djajakarta, Penerbit Soeroengan, Djakarta, 1954H. Soekmono, R. Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, Kanisius, Yogyakarta, 1973 Selo Sumardjan-Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1964 Shahab, Alwi. Robin Hood Betawi, Republika, Jakarta, 2002 . Betawi: Queen of the East, Penerbit Republika, Jakarta, 2004 Syaipudin, MA, Achmad Fedyani. Konflik dan Integrasi; dalam agama islam, CV. Rajawali Jakarta
perbedaan faham
Tim Penyusun, Peta Seni Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Jakarta, 1985/1986 . Ragam Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan & Permuseuman Prov. DKI Jakarta, Jakarta, 2002 . Maulid Nabi Muhammad Dalam Tinjauan Syariah, PB. Syahamah, Jakarta Tim Penyusun, Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang Kehidupan Dalam Masyarakat, Dinas Museum dan Sejarah, DKI Jakarta, 1979, Cetakan kedua . Sekilas Hari-Hari Besar Islam, KODI DKI Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1979 Tjandrasasmita, Uka. Sejarah Jakarta: Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia tahun 1750 Dinas Museum dan Pemugaran Prov. DKI Jakarta, 2001 Untuk Beberapa Macam Rebana, Majalah Indonesia Indah, Jakarta, Nomor 32/1992 Widodo, A.S. Kota Tahi, dalam Ketoprak Betawi, majalah Intisari, (PT. Intisari Mediatama, 2001) Wirosardjono, Soetcipto. Maulid Nabi, Roberik Asal Usul, Kompas Minggu, 23 September 1990, Jakarta
Yustiono (ed.), Islam dan Kebudayaan Indonesia, Yayasan Festival Istiqlal, Jakarta, 1993
DEPARTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULIR PENDAFTARAN CALON PESERTA WISUDA SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2008/2009 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nama Tempat/Tanggal Lahir Nomor Pokok Fakultas Jurusan Program Judul Skripsi
8. Tanggal Lulus 9. No. Ijazah 10. Indeks Prestasi 11. Jabatan Dalam Organisasi 12. Kemahasiswaan 13. Alamat Asal 14. Alamat Sekarang 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Nama Ayah Pendidikan Ayah Pekerjaaan Ayah Nama Ibu Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu
: : : : : : :
Ahmad Awliya Jakarta, 1 November 1986 104051001815 Dakwah dan Komunikasi Komunikasi dan Penyiaran Islam S1 Tradisi Perayaaan Maulid Nabi Muhammad Saw Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan : 27 Agustus 2008 : : 3, 29 Yudisium: Amat Baik :: Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 : Abu Bakar : SMU : PNS : Masenun : SMU : Ibu Rumah Tangga Jakarta, 17 September 2008 Tanda Tangan Ybs.
Ahmad Awliya
DEPARTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTITAS ALUMNI Wisuda Ke : 73/ Tahun Akademik : 2008/2009 Yang Bertanda Tangan Di Bawah Ini : 1. Nama : Ahmad Awliya 2. Nomor Pokok : 104051001815 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 1 November 1986 5. Alamat Asal : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 6. Alamat Sekarang : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 7. Kode Pos : 12520 8. Telepon : (021) 788 34 185 9. Jurusan/Program : Komunikasi dan Penyiaran Islam/S1 10. Judul Skripsi : Tradisi Perayaaan Maulid Nabi Muhammad Saw Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan 11. Pembimbing : Dr. Murodi, M.A 12. Penguji 1 : Dra. Hj. Roudhonah, M.A 13. Penguji 2 : Drs. Wahidin Saputra, M.A 14. Tanggal Lulus Ujian : 27 Agustus 2008 15. IP/Yudisium : 3, 29/ Amat Baik 16. Nomor & tanggal Ijazah : 17. Pekerjaan :18. Alamat Pekerjaan :Mengetahui, Ketua Jurusan
Drs. Wahidin Saputra, M.A
Jakarta, 17 September 2008 Tanda Tangan Ybs.
Ahmad Awliya
Wawancara dengan Narasumber I Wawancara ini dilakukan pada tanggal 14 Mei 2008, pukul 11.50, bertempat di sekretariat Ikatan Warga Betawi Kebagusan (IWBK), Jl. Kebagusan 4, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Wawancara ini dilakukan terhadap Zainal Abidin, sekretaris umum IWBK Pusat. Wawancara ini menggunakan bahasa nonformal percakapan sehari-hari dengan penyuntingan sederhana agar lebih mudah dimengerti. Ahmad Awliya (Aa) : Maaf nih, kalau ude ganggu kesibukan bapak. Zainal Abidin (Za)
: Enggak, ga apa-apa
Aa
: Menurut bapak, Betawi itu seperti apa sih pak?
Za
: Ya kalau orang betawi kan, orang yang berada di Pulau Jawa tapi tidak berbahasa sunda walau ada beberapa istilah yang bercampur dengan sunda itu sendiri. Asal-usul Betawi itu sendiri saya belum jelas tau nih, tapi yang jelas bukan dari kerajaan.
Aa
: Berarti ga ada istilah feodalisme dalam Betawi ya pak?
Za
: Ya ga ada, ya dari rumpun melayu itu orang Betawi.
Aa
: Kalau untuk orang Betawinya pak, ya maksudnya ciri-ciri orang Betawi?
Za
: Ciri secara fisik atau apa nih?
Aa
: Ya fisik atau juga sifatnya.
Za
: Sifat orang betawi yang pertama religius, keagamaannya kuat, kental gitu. Kemudian mang ada sebagian orang Betawi itu yang suka ngambek. Itu
sebenarnya sih bukan ngambek, itu karena harga diri orang Betawi itu tinggi. Dan juga katanya orang Betawi itu males, kita bukan males orang Betawi. Dulu waktu zaman kakek nenek kita, kalo kita mau sekolah dibilang “ah.. elu ngapain sekolah, macul aja sono”. Orang macul kan bukan berarti males, berarti masih ada yang dia kerjain. Cuma emang orang Betawi males karena ga mau di atur gitu. Kan kalau dia jadi petani ga mau diatur, dia ngatur dirinya sendiri gitu. Secara fisik sih sama aja, ga jauh beda. Aa
: Kalau kepribadiannya gimana, maksudnya orang Betawi itu apa suka gimana?
Za
: Pribadinya?
Aa
: Heeh..
Za
: Betawi itu suka humoris, sosialnya cukup tinggi. Ya kalau ada kesusahan… buktinya dengan adanya kondangan, Betawi kan cukup rembuk. Ya kalau ada yang meninggal kan ada tahlilan sebagai bukti bahwa orang Betawi itu peduli sesama.
Aa
: Yang menjadikan orang Betawi itu kental sama agama, apa ada faktor dari leluhur atau orang-orang tua kita?
Za
: Ya ada dari leluhur, ya kalau kata mereka daripada lu sekolah mendingan lu ngaji. Ya mungkin dari sananya kali, zaman si Pitung kali. Hahaha…
Aa
: Maksudnya udah turun menurun gitu ya pak?
Za
: Iya udah turun menurun, iya adalah anak Betawi yang nakal. Suku manapun juga ada itu.
Aa
: Iya..ya..
Za
: Tapi secara umum orang Betawi itu taat agama.
Aa
: Kalau di Kebagusan, mayoritas orang Betawinya beragama apa pak?
Za
: Islam..Islam.. ga ada orang Betawi Kebagusan beragama Kristen, atau Budha atau Hindhu.
Aa
: Ya karena mayoritas Islam, biasanya kan banyak kegiatan kayak Maulid, Isra Mi’raj, dan lain-lain. Nah kira-kira apa sih yang membuat mereka terkadang suka banget ngadain acara kayak gitu?
Za
: Yang pertama adalah mereka cinta bener ama Rosul, sehingga apapun bentuknya. Entah dia nyunatin, ngawinin, entah orang mati pasti ada Maulid sebab begitu cintanya ama Rasul. Ya menjunjung tinggi gitu. Ya kalau sekarang-sekarang ini ada yang ngomong Maulid itu bid’ah-lah itu mah ditolak bener sama orang Betawi.
Aa
: Maksudnya di Kebagusan?
Za
: Iya maksudnya di Kebagusan.
Aa
: Faktor yang buat antusias orang mau aja gitu, ya maksudnya ngumpul untuk Maulid?
Za
: Yang pertama mungkin, ada juga pengaruh dari teman. “Ya gw ga enak ah ma temen makanya gue hadir ah ma dia”. Kayak gitu tuh. Ya faktor utamanya sih karena mereka cinta sama Rosul.
Za
: Ya bisa dilihat lah, misalnya di masjid mana nih ada Maulid. Diliat orangnya juga, nah masjid itu jarang kemana-mana tuh. Makanya kita datang. Nah kalau hadir kan nanti bisa tambah rame lagi.
Aa
: Kalau dari tokoh masyarakat atau tokoh agama yang ada di Kebagusan itu gimana pak?
Za
: Oh iya.. Dalam kehidupan gitu?
Aa
: Iya, maksudnya ketika mereka bilang iya yang lain pada ikut iya gitu.
Za
: Ya kalau disini itu ada orang-orang seperti itu.. seperti tokoh-tokoh agama atau masyarakat gitu. Ya itu mank orang-orang yang diakuin sama masyarakat. Jangankan dia bener, dia bohong juga diikutin ma orang gitu. Hehehe..
Aa
: Kira-kira pengaruhnya itu apa dari kegiatan-kegiatan kayak Maulid terhadap kehidupan sehari-hari?
Za
: Ya emang sejauh ini belum tampak di masyarakat. Ya acara Maulid kan untuk nambah iman dan takwa, tapi kadang-kadang itu juga ga seratus persen tepat sasaran. Kalau di Kebagusan kira-kira ada 30… eh 26.000 orang, 80 % orang Islam. Ya kita kan ga semuanya ikut gitu, pasti ada aja yang… Ya ga seratus persen lah yang bisa ngubah hidup masyarakat Betawi. Ya sedikit-sedikit ada gitu…
Aa
: Ya kalau pada sosial kemasyarakatan, ya kalau ada Maulid disini mereka sama tetangga jadi rukun atau gimana gitu?
Za
: Ya itu betul karena mereka saling bantu. Salah satu contoh nih, kalau saya ngadain Maulid di rumah saya, ya saya cuma ngundang orang datang, itu saya cuma ngundang dia datang kadang-kadang ada yang suka bantu beras..
Aa
: Pada bawa-bawaan gitu ya pak..
Za
: Haha.. iya pada bawa.
Aa
: Secara globalnya nih pak, kalau perayaan Maulid di Kebagusan seperti apa pak?
Za
: Ya biasa-bisa aja, seperti kayak ada pengajian, baca Al-Qur’an, atau tahlil, ya intinya terus kemudian baca rawi. Ya itu aja, ga da perubahan dari dulu dari saya masih kecil.
Aa
: Faktor pendukung sama penghambatnya apa aja pak?
Za
: Kalau yang mendukung, kalau ada Maulid gitu. Masyarakat Betawi sekecil apapun berusaha untuk membantu. Ya kayak ada sesuatu aja yang kurang kalau ga ngadain. Kemudian hambatannya, ya ada yang suka atau tidak suka. Ya itu ya egonya orang Betawi itu tinggi.
Aa
: Saran bapak untuk orang Betawi itu sendiri, khususnya yang ada di Kebagusan dalam ngadain Maulid itu seperti apa?
Za
: Saran saya kalau dalam Maulid, ya minimal ada yang nyangkut lah dari tausyiahnya atau mencontoh prilaku Rosul. Kemudian juga jangan terlalu berlebihan lah. Jangan yang ditekanin konsumsi mulu. Ya tapi kita ga bisa menghilangkan itu semua karena emang udah kebiasaan kita. Kepengen ada suatu acara Maulid yang simpel, tidak menyusahkan orang.
Aa
: Tapi emang salah satu ciri dari Betawi kayak gitu?
Za
: Ya emang ciri Betawi kayak gitu, gotong royong mah. Ada aja rejekinya. Hehehe..
Aa
: Mayoritas dari orang Betawi Kebagusan secara ekonomi kayak gimana?
Za
: Pedagang.
Aa
: Kalau untuk karyawan atau pegawai negeri sipil?
Za
: Ya ada lah tapi ga lebih dari 30% lah..
Aa
: Berarti 70%nya dagang ya?
Za
: Ya dagang, ngobjek juga. Hehehe... Pengacara (pengangguran banyak acara).
Aa
: Untuk sosial kemasyarakatan, maksudnya cukup ramah atau enggak sama orang-orang pendatang?
Za
: Nah, orang kita pada dasarnya nrimo aja gitu, tidak ada masalah. Kalau orang pendatang itu ga banyak lagu, ya kita oke-oke aja. Tapi kalau pendatang tapi banyak tingkah ya udah… sikat aja.
Aa
: Hahaha.. Ya udah pak, makasih banyak udah mau ngobrol-ngobrol.
Za
: Gitu aja, iya dah sama-sama.
Jakarta, 14 Mei 2008
(Zainal Abidin)
Wawancara dengan Narasumber II Wawancara ini dilakukan pada tanggal 22 Juni 2008, pukul 20.00, bertempat di kediaman narasumber, Jl. Kebagusan Raya, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Wawancara ini dilakukan terhadap Fadjriah Nurdiarsih, anak betawi asli Kebagusan yang telah menyelesaikan S1-nya pada program studi Indonesia, fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Beliau sekarang menjadi editor di penerbit Komunitas Bambu yang membawahi penerbit Mushaf dan Masup Jakarta yang banyak menerbitkan buku-buku tentang Betawi dan Jakarta. Ahmad Awliya (Aa)
: Sehubungan dengan pekerjaan anda sebagai editor
buku-buku Betawi. Buku apa saja yang sudah pernah anda edit? Fadjriah Nurdiarsih (Fn): Banyak… Salah satunya ialah buku mengenai Major Riantje. Kalau kaitannya dengan Betawi, Mayor Riantje ini adalah seorang keturunan Portugis yang menjadi orang terkaya di Batavia pada abad ke-19. Tapi karena ia mestizo atau separuh keturunan Portugis sehingga kekayaan tidak dianggap oleh para penguasa kolonial Belanda, padahal ia adalah orang terkaya. Aa
: Menurut anda, apa sih Betawi itu sendiri?
Fn
: Betawi itu adalah istilah yang dilekatkan untuk menyebut suku bangsa yang dianggap sebagai penghuni asli Jakarta. Tapi sebenarnya Betawi itu adalah percampuran dari berbagai suku bangsa. Jadi ada suku bangsa asli di Batavia yang kemudian berasimilasi dengan para pendatang yang akhirnya membentuk suatu kebudayaan baru yakni Betawi yang dikenal pada abad ke-19.
Aa
: Kalau untuk bahasa Betawi?
Fn
: Kalau kita bicara bahasa, bahasa itu menunjukkan kebudayaan. Misalnya bahasa Indonesia digunakan oleh orang Indonesia. Berarti bahasa Betawi adalah bahasa yang digunakan oleh orang Betawi. Jadi pengertiannya itu ocia, berbeda dengan bahasa Jakarta yang digunakan oleh orang-orang yang berada di wilayah Jakarta, entah itu orang Betawi, Jawa, Sunda, maupun yang lainnya.
Aa
: Bagaimana dengan cikal bakal dari komunitas Betawi. Menurut anda seperti apa?
Fn
: Ya menurut saya orang Betawi itu gak ada kerajaan, ga punya mitos, asal usul atau cerita dongeng mengenai darimana dia berasal. Tapi pada hakikatnya tidak usah dipermaslahkan secara berlarut-larut.
Aa
: Menurut Lance Castles, Betawi itu keturunan Budak? Bagaimana menurut anda?
Fn
: Asumsi Lance Castles itu berdasarkan data atau arsip yang ada pada pemerintah Belanda. Ini sudah banyak disangkal oleh para pakar dan orang Betawi itu sendiri bahwa arsip itu hanya menyebutkan orang Betawi baru ada pada abad sekian, sebelum itu belum ada penduduknya di Batavia. Karena dianggapnya Batavia ialah negeri yang kosong. Baru saat itu didatangkan budak-budak dari Bali dan Sulawesi yang pada akhirnya disebut sebagai cikal bakal orang Betawi.
Aa
: Berarti anda setuju pada pendapat Ridwan Saidi bahwa orang Betawi sudah ada sejak dahulu kala?
Fn
: Ya..sebenarnya saya setuju juga karena tidak mungkin Batavia itu tanah kosong sbelum ditemukan J.P. Coen.
Aa
: Lalu bagaimana dengan orang Jakarta yang sudah lama mendiami Jakarta ini dan kemudian menyebut dirinya sebagai orang Betawi?
Fn
: Ya itu hanya pengertiannya. Memang ada beberapa ahli, saya lupa namanya. Ia bilang orang Betawi itu adalah yang pertama adalah orang yang asli keturunan Betawi, kedua adalah orang yang sudah tinggal lima generasi berturut-turut di Jakarta.tapi kan sekarang sudah semakin maju, banyak bukan asli Betawi tapi sudah tinggal selama lima generasi berturut-turut. Jadi mereka juga tidak lagi memiliki keterikatan dengan daerah asal. Mereka mengidentifikasikan orang Betawi padahal mereka adalah orang Jakarta.
Aa
: Menurut anda bagaimana dengan komunitas etnis Betawi di Kebagusan?
Fn
: Saya melihatnya cukup maju dan cukup solid. Terbukti dengan adanya organisasi bernama IWBK (Ikatan Warga Betawi Kebagusan) meskipun kiprahnya masih bersifat sosial. Masih hanya untuk menjalin silaturahmi supaya tidak terputus, menguatkan identitas etnisnya. Tapi yang saya lihat gerakan untuk menumbuh kesadaran akan Betawi masih belum ada. Misalnya kalau
oci ada pelatihan teater, menari, musik. Ya kecintaan
seperti itu kan harus dipupuk, ya namanya kesenian Betawi saat ini sudah mulai luntur.. Ya itu yang masih kurang, masih hanya mengandalkan silaturahmi dan kumpul-kumpul aja. Aa
: Secara ekonomi maupun agama seperti apa?
Fn
: Secara agama orang Betawi sudah dikenal dengan ketaatannya kepada Islam. Bukan Betawi-lah kalau tidak Islam. Malah dulu orang Betawi dikenal dengan sebutan orang Selam yang berarti orang Islam. Kalau kefanatikan ya jelas ada, ya pokoknya mereka terkenal-lah kepatuhannya terhadap Islam. Kalau bicara ekonomi itu relatif. Sebenarnya orang Betawi itu kaya, dalam arti mereka punya tanah, kebun, dan usaha yang menghasilkan uang. Memang kelemahannya orang Betawi itu gagap teknologi dan terhadap kemajuan. Banyak yang hanya mengandalkan harta tanah warisan dan kepemilikan kebun. Biasanya orang Betawi dikenal sebagai pedagang atau ulama. Ya secara ekonomi saya melihatnya biasa-biasa saja. Dalam arti orang Betawi itu mungkin kalau dilihat orang lain secara ekonominya ga bagus, mungkin akan dibilang miskin. Tapi kalau orang Betawi dibilang garis kemiskinan itu tidak benar karena mereka tidak berorientasi dengan kekayaan. Yang dipentingkan itu adalah kebutuhan hidup dan cita-cita mereka ya pergi haji. Jadi diluar itu mereka tidak materialistis lah, apa yang dianggap orang lain kurang, bagi orang Betawi itu cukup.
Aa
: Secara sosial kemasyarakatan seperti apa, apalagi dengan adanya para pendatang?
Fn
: Ya nerima-nerima aja walau masih ada ketegangan di Kebagusan karena orang Betawi masih ingin dianggap sebagai pemilik tanah sekaligus tuan rumah sementara orang Jawa disini sudah semakin banyak karena memang tanah orang Betawi yang beli orang Jawa tapi penerimaan sehari-hari tidak ada masalah hanya saja dalam aktifitas sosial maupun keagamaan itu orang
Betawi masih sulit nerima para pendatang untuk lebih menonjol karena ya itu tadi masih ingin dianggap tuan rumah. Aa
: Berapa persen populasi orang Betawi dengan komunitas lainnya?
Fn
: Saya rasa sekarang sudah cukup berimbang ya. Orang Betawinya banyak tapi orang Jawa atau komunitas etnis lainnya juga banyak. Ya mungkin 50%-50%, udah ga bisa dibilang kampung Betawi asli.
Aa
: Bagaimana dengan indikasi kebudayaan Betawi di Kebagusan sendiri?
Fn
: Ya tentu saja yang berkaitan dengan upacara-upacara
ocia, misalnya nujuh
bulan, sunatan, aqiqah, pernikahan, dan yang berhubungan dengan keagamaan seperti Maulid, selametan, atau tahlilan. Aa
: Apa pengaruhnya terhadap sosial kemasyarakatan?
Fn
: Ya itu hanya lebih mengarah ke masalah kepercayaan, keyakinan dan keafdolan saja.
Aa
: Secara lebih real ada lagi?
Fn
: Saya rasa hanya itu saja, orang kita (Betawi) hanya terbiasa saja melakukan tradisi seperti itu yang harus dilakukan. Sebenarnya tidak ada keharusan Cuma mereka merasa lebih tenang dan nyaman hatinya ketika melakukannya. Mereka akan merasa berdosa jika tidak melakukannya.
Aa
: Faktor apa saja yang membuat orang Betawi Kebagusan suka melakukan hal-hal seperti itu?
Fn
: Karena tradisi itu sebenarnya baik, seperti nujuh bulan, aqiqah, empat puluh hari dikarenakan tujuannya baik untuk berdo’a memohon keselamatan. Jadi aspek religiusitasnya terpenuhi, kenyamanannya terpenuhi.
Aa
: Kritik dan saran anda untuk warga Betawi Kebagusan?
Fn
: Seperti saya sudah bilang, harus lebih berpikir kreatif lagi. Kadang-kadang orang Betawi itu maunya tenar saja. Misalnya mengadakan acara gedegedean, ada pawai, karnaval, pokoknya acara seremonial tapi disamping itu harus ada aspek-aspek yang harus dibina seperti aspek-aspek sosial budaya, penelitian, dan pelestarian budaya Betawi itu sendiri.
Aa
: Kesimpulan yang dapat anda ambil dari wawancara ini?
Fn
: Orang Betawi masih kuat memegang tradisinya. Ya menurut mereka apa yang dianggap baik, apa yang orang tua dulu anggap baik maka akan dilaksanakan walau mereka banyak yang tidak tahu apa landasannya.
Jakarta, 22 Juni 2008
(Fadjriah Nurdiarsih)
Wawancara dengan Narasumber III Wawancara ini dilakukan pada tanggal 2 Juli 2008, pukul 21.00, bertempat di kediaman narasumber, Jl. Kebagusan Raya, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Wawancara ini dilakukan terhadap Abdul Azis, ketua Remaja Islam Masjid Baitul Rahim (RISBA), Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ahmad Awliya (Aa) : Apa yang anda ketahui tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.? Abdul Azis
(Az)
: Perayaan Nabi Besar Nabi Muhammad Saw. adalah
sebuah gambaran dan luapan perasaan umat muslim seluruh dunia dan khususnya umat muslim Indonesia untuk memuliakan Nabi Muhammad Saw. sebagai junjungan dan panutan dalam kehidupan umat muslim dunia. Aa
: Berapa besar minat masyarakat terhadap kegiatan tersebut?
Az
: Cukup besar dan banyak.
Aa
: Menurut anda, faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat untuk merayakan Maulid Nabi?
Az
: 1. Karena kecintaan yang besar kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Masyarakat banyak yang ingin mendengarkan ceramah dan petuah-petuah berharga yang disampaikan oleh penceramah pada peringatan Maulid Nabi 3. Masyarakat banyak yang memanfaatkan momentum ini untuk untuk saling bersilaturahmi serta bertemu dan bercengkrama karena biasanya banyak tamu-tamu undangan dari luar lingkungan sekitar Aa
: Apakah faktor-faktor dari tokoh agama maupun tokoh masyarakat turut mempengaruhi orang untuk merayakan Maulid Nabi?
Az
: Iya…
Aa
: Di kelurahan Kebagusan, seperti apakah bentuk perayaan Maulid Nabinya?
Az
: Ada pembacaan rawi, ada pembacaan tilawah Al-Qur’an, ada penceramah agama, ada beberapa sambutan dari tokoh masyarakat dan dewan pemerintah setempat. Biasanya bentuknya seremonial dan diadakan di masjid.
Aa
: Dari pengamatan anda, berapa persentase masyarakat yang masih merayakan Maulid Nabi?
Az
: 90 %
Aa
: Hambatan apa yang terdapat dalam perayaan Maulid Nabi yang pernah anda lakukan?
Az
: Kurang lebih dana, karena seringkali panitia kerepotan dalam penyediaan konsumsi. Hal itu disebabkan banyaknya jama’ah yang datang seringkali tidak sesuai dengan segala persiapan non teknis seperti itu. Seringkali juga
penceramah yang diinginkan tidak bisa hadir karena banyaknya schedulle yang padat. Aa
: Apa tolak ukur keberhasilan dalam mengadakan perayaan Maulid Nabi?
Az
: yang pertama itu penceramah yang diinginkan bisa hadir, tidak kekurangan konsumsi untuk jama’ah, banyak jama’ah yang puas karena pelayanan yang baik dan tidak ada kesalahan dalam pelaksanaan acara tersebut.
Aa
:
Apa
pengaruh
perayaan
Maulid
Nabi
dalam
kehidupan
sosial
kemasyarakatan di kelurahan Kebagusan? Az
: Mempererat tali silaturahmi antar warga, khususnya warga Kebagusan. Para Jama’ah juga dapat mengambil hikmah dari ceramah agama yang disampaikan serta bisa mencontoh akhlak Nabi Muhammad Saw.
Aa
: Manfaat apa yang diperoleh setelah mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.?
Az
: Semakin eratnya hubungan sosial antar warga Kebagusan, rasa kekeluargaan yang tinggi, para dewan pemerintah dapat menyampaikan pesan dan maklumat kepada warga, serta diharapkan dapat menambah ilmu dan keimanan serta ketakwaan kepada Allah Swt. Jakarta, 2 Juli 2008
(Abdul Azis)