JMS Vol. 3 No. 2, hal. 97 -104, Oktober 1998
Tomografi Waktu Tempuh Gelombang S dan Struktur 3-D Zona Penunjaman Di Bawah Busur Sunda Sri Widiyantoro dan Nanang T. Puspito Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ITB Jalan Ganesa 10, Bandung 40132 Diterima tanggal 30 Juni 1998, disetujui untuk dipublikasikan 5 September 1998
Abstrak Pencitraan tomografi dengan menggunakan data waktu tempuh gelombang S untuk mendeliniasi struktur tiga dimensi zona penunjaman di bawah busur Sunda telah berhasil dilakukan. Model kecepatan gelombang S yang dihasilkan sebagian besar sesuai dengan hasil studi tomografi dengan memakai data waktu tempuh gelombang P yang telah dilaksanakan sebelumnya. Citra tomografi yang diperoleh menunjukkan bahwa slab litosfer menembus mantel bumi bagian bawah di bawah busur Sunda, tetapi ada indikasi bahwa slab mantel bagian bawah dan mantel bagian atas kemungkinan terputus di bawah Sumatera dan slab mantel atas menyempit di bawah Jawa. Abstarct Tomographic imaging by using S-wave traveltime data to deliniate the threedimensional subduction zone structure below the Sunda arc has been successfully conducted. Most of the resulting S-wave velocity model is in good agreement with the results of previous tomographic studies using P-wave traveltime data. The obtained tomographic images show that the lithospheric slab penetrates into the lower mantle beneath the Sunda arc, but there is an indication that the deep slab is detached from the seismogenic slab underneath Sumatra and the slab in the upper mantle is necking beneath Java. 1. PENDAHULUAN Studi tomografi dengan menggunakan data waktu tempuh gelombang P (primer/longitudinal) untuk wilayah Indonesia telah dilakukan antara lain oleh Puspito dkk1); Widiyantoro dan Van der Hilst2,3). Akan tetapi publikasi mengenai hasil pencitraan tomografi dengan memakai data gelombang S (sekunder/transversal) untuk struktur 3-D litosfer di bawah kepulauan Indonesia belum pernah ada. Oleh sebab itu dalam penelitian ini telah dilakukan inversi tomografi dengan menggunakan data gelombang S. Metode inversi tomografi yang digunakan diadopsi dari teknik yang dikembangkan oleh Widiyantoro4). Metode ini meliputi beberapa langkah utama yaitu: parameterisasi
97
98
JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998
model bumi tiga dimensi dengan menggunakan cell5), inversi dan pengkajian kualitas citra tomografi yang dihasilkan6). Penelitian ini bertujuan untuk mendeliniasi struktur 3-D zona subduksi di bawah busur Sunda dengan memanfaatkan teknologi tomografi yang memakai data gelombang S dari gempa-gempa yang terjadi terutama di Indonesia antara 1964 dan 1996. Pertanyaanpertanyaan seperti: (i) apakah data waktu tempuh gelombang S dari kejadian gempa di Indonesia dapat digunakan untuk inversi tomografi dengan resolusi tinggi; (ii) apakah slab litosfer di bawah Sumatera terputus (detached) seperti yang telah diindikasikan oleh hasil studi tomografi dengan data gelombang P2); dan (iii) apakah slab litosfer masih kontinu di bawah Jawa diharapkan akan terjawab. 2. Metodologi dan Data 2.1 Metodologi Teknologi pencitraan tomografi seismik dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu: (a) inversi dengan menggunakan data waktu tempuh gelombang seismik dan (b) inversi bentuk gelombang (waveform).
Struktur permukaan bumi (kerak dan mantel
bagian atas) dapat dengan baik diperoleh melalui inversi bentuk gelombang. Sedangkan inversi dengan waktu tempuh sangat efektif untuk mendeliniasi struktur dalam (deep structure) seperti struktur zona penunjaman. Oleh karena penelitian ini bertujuan untuk mencitrakan struktur 3-D zona subduksi secara regional maka inversi dengan menggunakan data waktu tempuhlah yang dipilih untuk dipakai. Tahapan utama dalam pencitraan tomografi seismik baik yang menggunakan data gelombang P maupun S meliputi: (i) seleksi data; (ii) parameterisasi model; (iii) ray tracing; (iv) inversi; dan (v) pengkajian kualitas citra tomografi yang dihasilkan. Penjelasan lebih lanjut mengenai setiap tahapan tersebut dapat dibaca di dalam Laporan Penelitian SPP/DPP-ITB oleh Widiyantoro dan Puspito7). 2.2 Data Data waktu tempuh yang digunakan untuk memperoleh citra tomografi yang akan disajikan dalam bagian berikut berasal dari fase gelombang S. Data ini diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) yang berasal dari gempa-gempa yang terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia antara tahun 1964 sampai dengan 19968). Jumlah data
JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998
99
pembacaan waktu tiba untuk gelombang S dari interval pengamatan di atas mencapai sekitar satu juta. Untuk memperkecil efek non-linier dalam proses inversi maka data waktu tempuh residual absolut lebih kecil dari 7.5 detik (-7.5 detik < δt < +7.5 detik) saja yang digunakan. 3. Presentasi Citra Tomografi Dalam bagian ini dipresentasikan beberapa penampang vertikal citra tomografi hasil inversi gelombang S, dimana setelah inversi variansi data mengalami reduksi sebesar hampir 30%. Presentasi citra tomografi untuk makalah ini difokuskan pada struktur mantel bumi di bawah busur Sunda (Gambar 1). Hasil selengkapnya diberikan di dalam Laporan Penelitian oleh Widiyantoro dan Puspito7). Dalam Gambar 2 disajikan tiga penampang vertikal masing-masing di bawah Sumatera, Jawa dan Flores (posisi lintasan ketiga penampang vertikal tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1). Ketiga citra tomografi tersebut dengan jelas mengisyaratkan bahwa slab litosfer di bawah busur Sunda menunjam begitu dalam, paling tidak sampai pada kedalaman sekitar 1500 km. Di bawah Sumatera (penampang A) terlihat bahwa anomali kecepatan positif relatif kecil di sekitar kedalaman 700 km. Hal ini mendukung hasil inversi gelombang P2) dimana dilaporkan bahwa slab terputus di bawah Sumatera. Penampang B menunjukkan bahwa di mantel bumi bagian atas slab menyempit (necking) pada kedalaman sekitar 350 km sesuai dengan observasi mengenai adanya seismic gap di bawah Jawa.
Sedangkan penampang C menunjukkan bahwa slab yang menunjam
terdefleksi di bawah zona transisi sesuai dengan hasil studi sebelumnya yaitu tomografi gelombang P oleh Fukao dkk9) dan Widiyantoro dan Van der Hilst2).
100
JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998
Gambar 1. Fokus dari area studi. Simbol: Bulatan kecil dan besar masing-masing merepresentasikan episenter dari gempa dangkal (kedalaman < 70 km) dan gempa dalam (kedalaman > 300 km), sedangkan segitiga menunjukkan lokasi gunung api di sepanjang busur Sunda. Tiga garis lurus menunjukkan lintasan dari ketiga penampang vertikal di dalam Gambar 2.
Gambar 2. Penampang vertikal A di bawah Sumatera, B di bawah Jawa dan C di bawah Flores (litasan dari ketiga penampang vertikal tersebut diberikan dalam Gambar 1). Penampang diplot dari fore-arc region / selatan (kiri) ke back-arc region / utara (kanan). Besaran yang diplot adalah deviasi kecepatan gelombang S relatif terhadap model ak135. Skala kontur adalah -1.5% sampai dengan +1.5%.
JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998
101
4. Diskusi Dalam bagian ini akan didiskusikan mengenai pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (i) apakah data waktu tempuh gelombang S dari kejadian gempa di Indonesia dapat digunakan untuk inversi tomografi dengan resolusi tinggi; (ii) apakah slab litosfer di bawah Sumatera terputus (detached) seperti yang telah diindikasikan oleh hasil studi tomografi sebelumnya; dan (iii) apakah slab litosfer masih kontinu di bawah Jawa. Data waktu tempuh gelombang S pada umumya mengandung bising (noise) yang lebih tinggi dari pada data waktu tempuh gelombang P. Hal ini disebabkan oleh bentuk gelombang S yang tidak impulsif (spike) seperti bentuk gelombang P sehingga pembacaan waktu tiba gelombang S sering mengandung kesalahan yang lebih besar. Akan tetapi hasil inversi data waktu tempuh gelombang S yang diperoleh dari penelitian ini jelas menunjukkan bahwa struktur utama slab litosfer yang menunjam di bawah busur Sunda dapat terdeliniasi dengan baik.
Hasil tes hipotesa juga menunjukkan bahwa data
gelombang S yang digunakan dapat memberikan kendala yang baik pada struktur utama tersebut7). Citra tomografi hasil inversi data gelombang S (Gambar 2A) memang tidak dengan jelas menunjukkan bahwa slab litosfer di bawah Sumatera terputus (detached). Akan tetapi anomali positif di dalam slab yang menunjam relatif rendah pada kedalaman sekitar 700 km. Mengingat bahwa smearing dalam arah vertikal dalam pencitraan tomografi seismik relatif cukup besar maka peneliti tetap bersikap skeptis akan hasil ini dan cenderung menginterpretasikan bahwa slab di bawah Sumatera putus konsisten dengan hasil inversi tomografi dengan memakai data gelombang P2). Interpretasi ini didukung oleh adanya fakta bahwa Pulau Sumatera telah mengalami rotasi searah jarum jam dan fakta bahwa usia litosfer yang menunjam di bawah Sumatera lebih muda dari pada yang menunjam di bawah Jawa sampai dengan Flores2-4). Dari citra tomografi yang dihasilkan dapat ditafsirkan bahwa slab litosfer yang menunjam di bawah busur Sunda bagian Timur (dari Jawa sampai Flores) masih kontinu tetapi ada indikasi bahwa slab litosfer mantel atas menyempit (necking) terutama di bawah Jawa. Hal ini dapat menerangkan fakta atau observasi adanya seismic gap di bawah Jawa.
102
JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998
5. Kesimpulan Hasil inversi tomografi dengan menggunakan data waktu tempuh gelombang S menunjukkan bahwa data S yang dipakai dalam studi ini mempunyai signal to noise ratio (S/N) yang cukup baik. Hasil ini pada umumnya sangat konsisten dengan hasil tomografi dengan menggunakan data waktu tempuh gelombang P oleh Widiyantoro dan Van der Hilst2) meskipun S/N dari data S tidak sebaik S/N dari data P. Kesesuaian antara model 3-D kecepatan gelombang S dari hasil penelitian ini dan model kecepatan 3-D gelombang P dari hasil studi tomografi sebelumnya tersebut di atas mengisyaratkan bahwa struktur 3-D slab subduksi di bawah busur Sunda hasil pencitraan tomografi seperti yang dirangkum dalam Gambar 3 barangkali memang, sampai tingkat tertentu, merefleksikan struktur sebenarnya.
Gambar 3. Kartun untuk model 3-D zona penunjaman di bawah busur Sunda. Stress tektonik tegak lurus palung Jawa juga ditunjukkan; stress positif dan negatif masing-masing berarti tension dan compression2).
Citra tomografi hasil inversi data gelombang S tidak dengan jelas menunjukkan bahwa slab litosfer di bawah Sumatera terputus (detached). Akan tetapi anomali positif di dalam slab yang menunjam relatif rendah pada kedalaman sekitar 700 km. Oleh sebab itu peneliti cenderung menginterpretasikan bahwa slab di bawah Sumatera putus konsisten dengan hasil inversi tomografi dengan memakai data gelombang P2). Sedangkan slab litosfer yang menunjam di bawah busur Sunda bagian Timur (dari Jawa sampai Flores) terlihat masih kontinu tetapi menyempit (necking) terutama di dalam mantel bumi bagian atas di bawah Jawa, dimana dilaporkan ada seismic gap.
JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998
103
Ucapan Terimakasih Kami mengucapkan terimakasih kepada ITB yang telah membiayai sebagian dana yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini melalui anggaran SPP/DPP tahun 1997/1998. S.W. berterimakasih kepada Research School of Earth Sciences, The Australian National University (ANU) yang telah memberikan visiting fellowship (April Mei 1998) sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan lebih baik dengan memanfaatkan fasilitas komputasi di ANU. Daftar Pustaka 1. Puspito, N.T., Yamanaka, Y., Miyatake, T. Shimasaki, K. & Hirahara, K., “Threedimensional P-wave velocity structure beneath the Indonesian region”, Tectonophysics, 220, 175-192, (1993). 2. Widiyantoro, S. & Van der Hilst, R.D., “Structure and evolution of lithospheric slab beneath the Sunda arc, Indonesia”, Science, 271, 1566-1570, (1996). 3. Widiyantoro, S. & Van der Hilst, R.D., “Mantle structure beneath Indonesia inferred from high-resolution tomographic imaging”, Geophys. J. Int., 130, 167-182, (1997). 4. Widiyantoro, S., “Studies of seismic tomography on regional and global scale”, Ph.D. Dissertation, Australian National University, Australia, 256 pp. (1997). 5. Aki, K, Christoffersson, A. & Husebye, “Determination of the three-dimensional seismic structure of the lithosphere”, J. geophys. Res., 82, 277-296, (1977). 6. Spakman, W. & Nolet, G., “Imaging algorithms, accuracy and resolution in delay time tomography”, in Mathematical Geophysics: a Survey of Recent Developments in Seismology and Geodynamics, pp. 155-188, ed. N.J. Vlaar, Nolet, G., Wortel, M.J.R. & Cloetingh, S.A.P.L., Reidel, Dordrecht, 1988. 7. Widiyantoro, S. & Puspito, N.T., “Tomografi waktu tempuh gelombang S dan struktur 3-D zona penunjaman di bawah busur Sunda”, Laporan Penelitian SPP/DPP-ITB, 24 pp, (1998). 8. Engdahl, E.R., Van der Hilst, R.D. & Buland, R., “Global teleseismic earthquake relocation with improved travel times and procedures for depth determination”, Bull. Seism. Soc. Am., submitted. (1998).
104
JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998
9. Fukao, Y., Obayashi, M., Inoue, H. & Nenbai, M., “Subducting slabs stagnant in the mantle transition zone”, J. geophys. Res., 97, 4809-4822, (1992).