UNIVERSITAS INDONESIA
TOKSISITAS TOLUENA PADA PARU TIKUS WISTAR DENGAN PEMERIKSAAN MALONDIALDEHID DAN HISTOPATOLOGIK
TUGAS AKHIR
ALBERT JUNIAWAN 100 676 90 13
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OKUPASI JAKARTA JUNI 2013
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TOKSISITAS TOLUENA PADA PARU TIKUS WISTAR DENGAN PEMERIKSAAN MALONDIALDEHID DAN HISTOPATOLOGIK
TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Okupasi
ALBERT JUNIAWAN 100 676 90 13
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OKUPASI JAKARTA JUNI 2013
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
I
IIALAMAN PERIYYATAAI\I ORISINALITAS
Tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baikyang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Albert Juniawan
IIPM
:1006769013
TandaTangan
,
Tanggal
: 7 Juni 2013
M
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
-
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan akhir ini diajukan oleh
Nama
: Albert Juniawan
NPM
: 1006769013
Program Studi
: Program Pendidikan Dokter Spesialis Okupasi
Judul Proposal
: Toksisitas Toluena pada Paru Tikus Wistar dengan
Pemeriksaan Malondialdehid dan Histopatologik
Tetah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang dipedukan untuk memperuleh gelar Spesialis Okupasi pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Okupasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing Pembimbing Penguji Penguji
: DR. :
Dr. Astrid B Sulistomo, MPFI, SpOK
Dr. Su{ahjo Endardjo, MSc, SpPA(K)
: Drs. Kusmardi, MS :
Dr. Setyawati Budiningsi[ MPH
KetuaProgram Studi : Dr. Muchtaruddin Mansyu, MS, Sp.Ok, PhD
Ditetapkan
di
Tanggal
: Jakarta
:?Juni2013
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
,{ww (.
( (
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian. Penulisan laporan akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi nilai akhir mata kuliah modul proposal penelitian pada Kedokteran Okupasi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOk, PhD (2) Pembimbing, DR. Dr. Astrid B Sulistomo, MOH, SpOk, Dr. Sutjahjo Endardjo, MSc, SpPA(K), Dr. Setyawati Budiningsih, MPH, dan Kusmardi, MS.
Drs.
.
(3) Orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan (4) Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan akhir ini diharapkan nanti membawa manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta , Juni 2013
Penulis
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
TIALAMAN PERNYATAAI\ PERSETUJUAI\ PTJBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAI\ AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama
Dr. Albert Juniawan
NPM
1006769013
Program Studi
Program Pendidikan Dokter Spesialis Okupasi
Departemen
Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas
Kedokteran
Jenis karya
Tugas akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul
Toksisitas Toluena pada Paru
:
Tikus Wistar dengan Pemeriksaan
Malondialdehide dan Histopatologik beserta perangkat yang ada (ika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas Indonesia berhak
menyimpan, men galihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 7 Juni 2013
Yang menyatakan
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
( Dr. Albert Juniawan )
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Dr. Albert Juniawan : Pendidikan Dokter Spesialis Okupasi : Toksisitas Toluena pada Paru Tikus Wistar dengan Pemeriksaan Malondialdehid dan Histopatologik
Latar belakang: Toluena banyak digunakan secara luas di bidang industri. Pajanan toluena perinhalasi dapat menyebabkan peningkatan lipid peroksidase melalui mekanisme stress oksidatif , dengan petanda biologis malondialdehid (MDA) dan perubahan jumlah sel clara dan sel pneumosit tipe II. Metode penelitian : Desain yang dipilih adalah true eksperimental. Sebanyak 30 ekor tikus Wistar jantan usia 3 bulan dengan berat badan 200 – 250 gram, dibagi menjadi lima kelompok pajanan secara alokasi random, yaitu kelompok kontrol; 1,6 ml; 3,2 ml; 6,4 ml; 12,8 ml; dan yang masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus. Pajanan melalui inhalasi dengan cara menyemprotkan toluena cair ke dalam akuarium, disertai penambahan dosis tiap jam sesuai dengan perhitungan aliran udara dan volume akuarium. Pajanan dilakukan selama 4 jam per hari selama 2 minggu. Hasil : Dosis pajanan memiliki pengaruh terhadap dengan kadar MDA paru (p=0,004). Dosis pajanan memiliki pengaruh bermakna terhadap jumlah sel pneumosit tipe II (p=0,002) dan tidak berpengaruh bermakna terhadap jumlah sel clara (p=0,077). Kesimpulan : Dosis pajanan toluena di bawah NAB menyebabkan peningkatan kadar MDA jaringan paru dan peningkatan sel pneumosit tipe II tetapi menyebabkan penurunan jumlah sel clara. Kata kunci : Toluena, toksisitas, MDA paru, sel clara, dan sel pneumosit tipe II
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Dr. Albert Juniawan : Occupational Medicine Residency : Toluene Toxicity on Wistar Rat Lungs with Malondialdehyde and Histopathology Measurement
Background: Toluene has been widely used in many industries. Inhalation toluene can cause increasing of lipid peroxidase through oksidatif stress mechanism, with MDA as biology biomarker, and the changing of clara cell also type II pneumocyt cell count. Method : The design is true eksperimental. Thirty adult male Wistar rats, three months old, 200-250 gram, are divided into five groups by allocation random : control; 1,6 cc; 3,2 cc; 6,4 cc; 12,8 cc, and each group consists of six rats. Exposure is given by injecting liquid toluene into chamber with the addition of dose per hour related to calculation of air flow and chamber volume for four hours per day, in two weeks. Results : Toluene doses exposure is statistically significant to lung MDA level (p=0,004) and type II pneumocyt cell count (p=0,002) and statistically not significant to clara cell count(p=0,077). Conclusion: Toluene doses exposure below TLV can cause increasing of lung MDA level and type II pneumocyt cell count, in otherwise, decreasing of cell clara count. Key Words : Toluene, toxicity, MDA of lungs, clara cell, and type II pneumocyt cell
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI………………………………………………………………….......i DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….....iv DAFTAR TABEL…………………………………………………………...........v DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………….......vi DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vii 1.
PENDAHULUAN
………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang
………………………………………………...1
I.2 Rumusan Masalah
………………………………………...............2
I.3 Hipotesis Penelitian
………………………………………...............3
I.4 Tujuan Penelitian
………………………………………………...3
I.5 Manfaat Penelitian
………………………………………………...3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toluena
.……………………………..………………....4 .……………………………..………………....4
2.2 Rute Pajanan Toluena
..........................................................................7
2.3 Nilai Ambang Batas (NAB)
...................................................................7
2.4 Patofisiologi Kerusakan Sel
...................................................................8
2.5 Anatomi dan Fisiologi Organ Paru ........................................................12 2.6 Toksisitas Paru Akibat Toluena .............................................................13 i
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
……………...…......16
2.7 Toksikokinetik dan Toksikodinamik pada Tikus 2.8 Tahapan Uji Klinik
3.
........................................................................16
2.9 Kerangka Teori
…………………….……………………..…….18
2.10 Kerangka Konsep
…………………….……………………..……19
METODE PENELITIAN ............................................................................20 3.1 Desain Penelitian
…………………………………………....…...20
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
……………………………………….20
3.3 Subjek Penelitian (hewan coba)
…………………………………….....20
3.4 Pemajanan Hewan Coba pada Uap Toluena ………………………...….21 3.5 Eustanasia Hewan Coba
........................………………………….…...21
3.6 Persiapan Jaringan untuk Pewarnaan ...........………………………...…22 3.7 Pemeriksaan Konsentrasi MDA 3.8 Penjaminan Mutu
........................………………………….……24
3.9 Identifikasi Variable Penelitian
...…………………….…………….24
3.10 Definisi Operasional
…………………………………...................24
3.11 Analisis Statistik
....……….......................................................25
3.12 Alur Penelitian
………………………...................................26
3.13 Etik Penelitian Hewan Coba
4.
……………….................................23
HASIL PENELITIAN
.................................................................27
........................................................................28
4.1 Proses Pengumpulan Data .......................................................................28 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar MDA Jaringan Paru ......................................29 4.3 Hasil Histopatologi Sediaan Jaringan Paru
.......................................29
4.4 Kondisi Berat Badan Tikus dan Keadaan Lingkungan ..........................30 4.5 Pengaruh Pajanan Toluena Terhadap Kadar MDA Paru, Jumlah Sel Clara ii
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
Jumlah Sel dan Pneumosit Tipe II
5.
PEMBAHASAN
..................................................32
.......................................................................34
5.1 Pengaruh Dosis Pajanan Toluena Kadar MDA Jaringan Paru
............35
5.2 Pengaruh Dosis Pajanan Toluena terhadap Jumlah Sel Clara dan Sel Pneumosit Tipe II .......................................................................36 6.
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................38
DAFTAR REFERENSI
.....................................................................39
ii
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sifat Fisika dan Kimia Toluena
........................................................................4
Tabel 2 Definisi Operasional
.......................................................................24
Tabel 3 Hasil Kadar Toluena Lingkungan pada dosis 6,4 ml, 12,8 ml, dan 25,6 ml
.........29
Tabel 4 Berat Badan tikus, Suhu, dan Kelembaban dari masing-masing Grup beserta Mean, Standar Deviasi, Median, dan Nilai Minimum-Maksimum ................................30 Tabel 5 Nilai p (suhu) antar Grup (Uji Mann-Whitney)
.................................................31
Tabel 6 Nilai p (kelembaban) antar Grup (Uji Mann-Whitney)
.......................................31
Tabel 7 Pengaruh Pajanan Toluena terhadap Kadar MDA paru, Jumlah Sel Clara, dan Jumah Sel Pneumosit Tipe II pada masing-masing Grup ...............................................32
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Toluena
.......................................................................................4
Gambar 2 Diagram Bar MDA Paru, Sel Clara, dan Sel Pneumosit Tipe II pada MasingMasing Grup .....................................................................................33
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN
ATSDR
: Agency for Toxic Substances and Disease Registry
NAB
: Nilai Ambang Batas
SNI
: Standard Nasional Indonesia
ALI
: Acute Lung Injury
MDA
: Malondialdehyde
ALDH-1
: Aldehyde Dehidrogenase-1
ALDH-2
: Aldehyde Dehidrogenase-2
ATP
: Adenosine TriPhosphate
DNA
: Deoxyribose Nucleid Acid
ROS
: Reactive Oxygen Species
4-HNE
: 4-Hydoxynonenal
TBARS
: ThioBarbituric Acid Reactive Substances
TNF
: Tumor Necrosis Factor
IL-1
: Interleukin1
FASL
: Fas Ligand
SOD
: Superoxide dismutase
4-DAH
: 4-Docosahexaenoic acid
HE
: Hematoksilin-Eosin
TCA
: Tri Chloroacetic acid
TBA
: Thio Barbituric Acid
VIS
: Visible Spectroscopy
PPM
: Part Per Million
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK .............................................42 LAMPIRAN 2 TEKNIK PERCOBAAN ................................................................................43 LAMPIRAN 3 DATA SUHU DAN KELEMBABAN ...........................................................46 LAMPIRAN 4 HASIL PEMERIKSAAN KADAR MDA PARU ..........................................48 LAMPIRAN 5 GAMBAR HISTOPATOLOGI ......................................................................49 LAMPIRAN 6 HASIL LENGKAP PEMBACAAN HISTOPATOLOGI ..............................51 LAMPIRAN 7 HASIL ANALISIS STATISTIK ....................................................................52 LAMPIRAN 8 STRUKTUR ORGANISASI .........................................................................53
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
BAB I
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Jumlah pemakaian toluena di dunia mencapai 5 juta sampai 10 juta ton. Produksi toluena pada tahun 1994 di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 3 juta ton. Di Eropa penggunaan toluena di bidang industri sebanyak 2,38 juta ton pada tahun 2007, di Amerika Utara kebutuhannya sebanyak 1 juta ton pada tahun 2009, sedangkan di Asia kebutuhan toluena sebanyak 23 juta ton pada tahun 2006. Data penggunaan toluena dalam industri di Indonesia sampai saat ini belum ada. Di bidang industri, toluena digunakan secara luas baik sebagai bahan dasar ataupun sebagai pelarut. Industri yang menggunakan toluena antara lain : pelarut cat, thinner, tinta, lem, produk-produk farmasi, bahan tambahan produk kosmetik, pestisida, crude petroleum, plastik, dan serat sintetik.[1] Dari banyak penelitian tentang toluena sebelumnya sudah terbukti bahwa toluena dapat menyebabkan kematian dan menimbulkan efek kesehatan yang cukup berbahaya bagi tubuh manusia, yang antara lain berupa gangguan efek sistemik (organ pernafasan, jantung, mata, hati, ginjal, muskuloskeletal, sistem hemato-imunologi, endokrin, kulit, neurologi, reproduksi, dan penurunan berat badan). Efek ingesti toluena dapat menyebabkan kerusakan paru yang cukup hebat bahkan kematian.[2] Menurut data Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR) 2011, jumlah pekerja yang terpajan toluena setiap tahunnya berkisar 4 - 5 juta. Di Indonesia, Kementrian Tenaga Kerja, pada tahun 1978, telah menetapkan daftar Nilai Ambang Batas (NAB) bahan kimia, dengan menerbitkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No. SE-02/MEN/1978, yang diperbaharui, pada tahun 1997 dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-01/MEN/1997. Pada tahun 2005, telah dilakukan standarisasi NAB oleh Standard Nasional
1 Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Indonesia (SNI) 19-0232-2005, dengan NAB untuk toluena adalah 50 ppm tetapi sampai saat ini belum pernah dievaluasi dan belum berdasarkan penelitian. Perlu diketahui bahwa NAB merupakan rujukan yang digunakan oleh praktisi industri khususnya bidang kesehatan kerja untuk melindungi kesehatan pekerja. [3].[4] Pajanan toluena mengakibatkan gangguan kesehatan pada paru manusia dan hewan. Efek toluena terhadap organ paru manusia berupa bronkospasme,
asfiksia,
acute
lung
injury
(ALI),
and
aspirasi
pneumonitis. Adenoma paru, fibrosis interstitial, destruksi alveolar dengan pembesaran air space dan infiltrasi sel-sel inflamasi pada jalan nafas tikus juga dilaporkan (Lall et al., 1998; Kato et al., 2000)..[5].[6] Dari penelitian sebelumnya, toluena menyebabkan perubahan pada sel clara dan sel pneumosit tipe II berupa kehilangan granul-granul dan nekrosis pada tingkat histopatologi. Pada tingkat biomolekuler, toluena yang bersifat lipofilik dapat mengubah struktur lipid membran sel dan meningkatkan lipid peroksidase. Salah satu penanda biologis dari adanya peningkatan lipid peroksidase tersebut adalah Malondialdehide (MDA).[5] 1.2.
Rumusan Masalah Penggunaan toluena di bidang industri yang semakin bertambah, jumlah pekerja yang terpajan toluena setiap tahunnya berkisar 4 - 5 juta menurut ATSDR dan terbatasnya penelitian mengenai toluena pada dosis kurang dari NAB, khususnya pengaruhnya terhadap paru. Penelitian ini tidak dilakukan pada manusia karena tidak etis makanya dilakukan pada tikus. Penelitian ini sendiri dibatasi untuk mendeteksi toksisitas pajanan toluena dengan dosis rendah pada paru tikus dengan melihat nilai MDA darah, MDA paru dan gambaran histopatologi sel clara dan sel pneumosit tipe II. 1. Apakah pajanan inhalasi toluena dosis terendah dapat menyebabkan peningkatan kadar MDA jaringan paru? 2. Apakah pajanan inhalasi toluena dosis terendah dapat menyebabkan perubahan jumlah sel clara dan sel pneumosit tipe II? Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
3
1.3.
Hipotesis Penelitian 1. Tingkat pajanan toluena menyebabkan kenaikan kadar MDA jaringan paru. 2. Tingkat pajanan toluena berhubungan dengan perubahan jumlah sel clara dan sel pneumosit tipe II.
1.4.
Tujuan Penelitian : 1.4.1. Tujuan Umum : Mengetahui efek inhalasi toluena dengan dosis di bawah NAB pada paru. 1.4.2. Tujuan Khusus : 1. Diketahuinya hubungan antara tingkat pajanan toluena dengan kadar MDA jaringan paru. 2. Diketahuinya hubungan antara tingkat pajanan toluena dengan perubahan jumlah sel clara dan sel pneumosit tipe II.
I.5.
Manfaat Penelitian : Ilmu pengetahuan: Dapat diketahui dosis pajanan toluena yang sudah mulai menimbulkan kerusakan organ.
Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Toluena Toluena adalah zat atau bahan kimia yang tidak korosif, cairan yang mudah menguap. Kelarutannya dalam air sebesar 535 mg/liter. Pada suhu kamar, toluena tidak berwarna dan sweet-smelling liquid. Toluena juga merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang biasanya digunakan sebagai bahan pelarut di industri-industri seperti industri cat, industri bahan kimia, industri farmasi, dan industri karet.[7]
2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Rumus kimia toluena : C6H5CH3
Gambar 1. Struktur Toluena [2] Tabel 1. Sifat Fisika dan Kimia Toluena[2] Titik lebur -95 0 Titik didih (760 mm Hg)
110,6 0 C
Densitas (g/ml, 20 0C)
0,8669
Gravitas spesifik ( 20 0C )
0,8623
Tekanan uap ( 25 0C )
28,7 mm Hg
Densitas uap ( udara = 1 )
3,20
Log koefisien partisi (octanol/air)
2,69
Tegangan permukaan ( 20 0C )
28,53 dynes/cm
Viskositas cairan ( 20 0C )
0,6 cp
4 Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
5
Indeks refraksi ( 20 0C )
1.4969
Persen saturasi udara (760 mm, 26 0C )
3,94
Densitas campuran saturasi udara-uap
1,09
0
(760 mm, udara = 1, 26 C ) Titik limit terbakar (persen dalam volume 1,17 – 7,10 udara) Titik nyala
4,4 0C
Suhu pembakaran kendaraan
552 0C
Kelarutan dalam: Air ( 25 0C )
535 mg/liter
Air laut ( 25 0C )
380 mg/liter
Saturasi udara ( 25 0C )
112 g/m3
2.1.2. Metabolisme Toluena Toluene cepat diabsorpsi melalui inhalasi, terdeteksi melalui pembuluh darah arteri selama 10 detik setelah pajanan inhalasi, bersifat
lipofilik dan
terakumulasi di jaringan adiposa dan jaringan yang vaskularisasinya banyak, konsentrasi tertinggi ditemukan di hati, otak, ginjal, dan darah. Waktu paruh dalam darah sekitar empat sampai lima jam ( berkisar tiga sampai enam jam ) dengan waktu paruh terminal 72 jam. Waktu paruh di jaringan adipose berkisar antara 0,5 – 2,7 hari dan akan meningkat seiring dengan kenaikan jumlah lemak dalam tubuh. Sedangkan waktu paruh toluena di tubuh tikus adalah tiga menit, dua kali waktu paruh untuk eliminasi sekitar enam dan 90 menit. [2] Apabila terhirup, 25%-40% dari toluena akan dikeluarkan kembali melalui ekspirasi. Kira-kira 60%-75% toluena akan dimetabolisme di hati menjadi Benzyl Alcohol, kemudian dioksidasi oleh enzim alkohol dehidrogenase dan CYP menjadi Benzaldeyhide, yang kemudian oleh Aldehyde Dehidrogenase2 (ALDH-2) dan Aldehyde Dehidrogenase-1 (ALDH-1) akan diubah menjadi Benzoic Acid dan Benzylmercapturic Acid
[8],[9]
. Benzoic Acid selanjutnya Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
6
akan dimetabolisme menjadi Hippuric Acid. Benzylmercapturic Acid dan Hippuric Acid merupakan hasil metabolisme toluena rute primer yang dikeluarkan dalam urin dan digunakan sebagai penanda biologis[9].[10].[11]. Oleh karena Benzylmercapturic acid tidak terdeteksi pada subjek yang tidak terpajan toluena dan lebih sensitive dari Hippuric acid pada konsentrasi yang rendah sampai dengan 15 ppm, tidak dipengaruhi oleh makanan atau minuman, maka Benzylmercapturic Acid dipakai menjadi penanda biologis pajanan toluene.[12],[13],[14] 2.1.3. Absorbsi Toluena di Tubuh Manusia Toluena paling utama diabsorbsi melalui saluran pernafasan, kemudian saluran pencernaan, dan sedikit yang terabsorbsi lewat kulit.
Di tubuh
manusia, toluena akan terdeteksi dalam pembuluh darah arteri dalam waktu 10 detik sesudah awal inhalasi. Absorbsi melalui kulit jumlahnya kurang lebih adalah 1% dari jumlah yang diabsorbsi melalui paru-paru, ketika sedang terekspose oleh uap toluena. Apabila bentuk toluena yang terpajan di kulit berbentuk cair, maka proses absorbsinya lewat kulit akan lebih besar lagi. Karena sifat toluena yang mudah sekali menguap, maka absorbsi melalui jalur kulit lebih sulit. Aktivitas fisik yang berlebihan akan meningkatkan jumlah toluena yang diabsorbsi.[9]
2.1.4. Distribusi Toluena di Tubuh Manusia Distribusi toluena yang terjadi setelah proses absorpsi, akan menyebar ke seluruh tubuh. Toluena tersebut di dalam tubuh akan terakumulasi di jaringan adipose, jaringan yang memiliki kadar lemak yang tinggi, dan jaringan yang memiliki vaskularisasi yang tinggi. Kadar toluena sudah pernah ditemukan pada jaringan otak dan hati pada seorang pekerja pabrik lem yang meninggal (pada waktu diotopsi). Pada penelitian-penelitian menggunakan tikus, ditemukan bahwa segera setelah terpajan toluena secara inhalasi, maka akan ditemukan kadar toluena yang tinggi di lemak tubuh, sumsum tulang, spinal Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
7
nerves, spinal cord, dan substantia putih di otak. Kadar toluena yang rendah juga ditemukan di darah, ginjal, dan hati. Pada seseorang yang meninggal setelah 30 menit ingestion toluena, maka hatinya akan mempunyai konsentrasi yang paling tinggi, diikuti oleh pankreas, otak, jantung, darah, lemak tubuh, dan cairan serebrospinal. Karena waktu retensi dari toluena kurang dari 24 jam, maka bioakumulasi dari toluena adalah tidak mungkin terjadi.[9]
2.2.
Rute Pajanan Toluena 1. Inhalasi Toluena diabsorbsi langsung melalui paru dan kebanyakan pajanan toluena terjadi melalui inhalasi. [7] 2. Kontak kulit dan mata Uap toluena menyebabkan iritasi ringan pada membran mukous. Jika cairan toluena terkena mata dapat menyebabkan cedera pada kornea. [7] 3. Ingesti Ingesti toluena menyebabkan toksik sistemik akut. [7]
2.3.
Nilai Ambang Batas (NAB) NAB rata-rata selama jam kerja, yaitu kadar bahan-bahan kimia rata-rata di lingkungan kerja selama delapan jam perhari atau 40 jam perminggu dimana hampir semua tenaga kerja dapat terpajan berulang-ulang, sehari-hari dalam melakukan pekerjaannya, tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan maupun penyakit akibat kerja (SE-01/MENAKER/1997).[15] Tujuan NAB adalah untuk rekomendasi dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan dengan demikian NAB antara lain dapat digunakan sebagai: 1. Kadar standar untuk perbandingan.
Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
8
2. Pedoman untuk perencanaan produksi dan perencanaan teknologi pengendalian bahaya di lingkungan kerja. 3. Menentukan substitusi bahan proses produksi terhadap bahan yang lebih beracun dengan bahan yang kurang beracun. 4. Membantu menentukan diagnosis gangguan kesehatan, timbulnya penyakit-penyakit dan hambatan-hambatan efisiensi kerja faktor kimiawi dengan bantuan pemeriksaan biologik (SE-01/MENAKER/1997). [15]
2.4.
Patofisiologi Kerusakan Sel Apabila sel mengalami pajanan zat kimia secara umum, maka perubahan sel yang terdeteksi pertama kali, adalah perubahan secara biomolekuler, lalu baru diikuti oleh perubahan histopatologi. Pada tahap awal, sel tersebut akan mengalami injury atau luka. Di tahap awal ini, sel tersebut masih bisa kembali normal (reversible) atau irreversible, yang nantinya berlanjut ke arah kematian sel (baik nekrosis atau apoptosis). [16] Pada tahap biomolekuler, zat toluena yang bersifat lipofilik dapat mengubah struktur lipid membran sel, sehingga mengganggu integritas dan fluiditas membran tersebut. Perubahan morfologik ini berhubungan dengan penurunan Adenosine TriPhosphate (ATP), gangguan sintesis protein, kerusakan sitoskeletal, dan kerusakan Deoxyribose Nucleid Acid (DNA) mengakibatkan terjadinya peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS). ROS sendiri dapat menyebabkan oksidasi dari protein, DNA, dan asam lemak yang dapat meningkatkan lipid peroksidase, sehingga mengganggu plasma membran. Penanda biologis dari adanya peningkatan lipid peroksidase adalah : 4-HNE (4-Hydoxynonenal), 8-iso-Prostaglandin F2A, MDA (Malondialdehide), dan ThioBarbituric Acid Reactive Substances (TBARS).[17],[18],[19],[20] Pada pemeriksaan histopatologi anatomi cedera pada sel (cell injury), yang dapat diidentifikasi di bawah mikroskop cahaya adalah nekrosis dan Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
9
apoptosis. Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup oleh karena kegagalan integritas membran sel. Pada sel yang mengalami injury yang berat (dalam hal ini, terkena pajanan toluena di luar kemampuan sel), maka zat toluena tersebut akan merusak membran sel. Membran sel yang rusak menyebabkan ion Ca2+ dari extraselular akan masuk ke dalam intraselular (sitoplasma), akibatnya di intraselular (sitoplasma), kadar ion Ca2+ akan meningkat. Peningkatan kadar ion Ca2+ pada intraselular menyebabkan
permeabilitas
membran
mitokondria
dan
retikulum
endoplasma halus meningkat, yang berakibat akan terjadi kebocoran ion Ca2+ dari kedua organel sel tersebut ke dalam sitoplasma. Hal tersebut akan semakin meningkatkan kadar ion Ca2+ di sitoplasma sel.[20],[21] Peningkatan kadar ion Ca2+ sendiri di sitoplasma akan menyebabkan pengaktifan
enzim-enzim
intraselular,
seperti
fosfolipase,
protease,
endonuklease, dan ATPase. Enzim fosfolipase dan protease yang aktif akan menyebabkan kerusakan pada membran sel, karena enzim-enzim ini memetabolisme struktur fosfolipid dan protein yang terdapat di membran sel. Sedangkan Enzim endonuklease akan menyebabkan kerusakan inti sel. Enzim ATPase akan menyebabkan penurunan pembentukan ATP. Penurunan ATP sendiri, selain disebabkan oleh enzim ATPase, juga disebabkan oleh kegagalan mitokondria dalam melakukan proses fosforilasi oksidatif, yang akhirnya membuat sel tersebut akan mati (nekrosis). Enzim yang mencerna sel-sel yang nekrosis, berasal dari lisosom sel itu sendiri dan lisosom leukosit yang kemudian akan mengaktifkan reaksi inflamasi. [20],[21] Pada reaksi inflamasi terjadi perubahan diameter pembuluh darah yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang membuat protein plasma dan leukosit (netrofil) dapat meninggalkan pembuluh darah menuju tempat di mana sel tersebut mengalami injury atau luka. Netrofil yang keluar dari pembuluh darah dinamakan sebagai makrofag. Makrofag-makrofag tersebut kemudian akan Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
10
menghasilkan mediator sitokin yang terdiri dari TNF (Tumor Necrosis Factor) dan IL-1 (InterLeukin 1). TNF dan IL-1 ini kemudian akan menstimulasi pengeluaran mediator-mediator lain yang ada di pembuluh darah dan membuat reaksi inflamasi semakin berlanjut.
[20].[21]
Apoptosis
adalah kematian sel yang terprogram, di mana sel yang terprogam tersebut akan mengaktifkan enzim-enzim untuk mendegradasi DNA inti, protein inti, dan protein sitoplasmik. Pada sel yang mengalami apoptosis, akan terpecah menjadi fragmen-fragmen yang disebut sebagai badan apoptotik (apoptotic bodies). Membran plasma pada sel yang mengalami apoptosis akan tetap intak dan akan menjadi target fagositosis oleh makrofag. Pada proses apoptosis, tidak akan memicu terjadinya reaksi inflamasi.[20],[21] Perubahan morfologi dan biokimia yang terjadi pada apoptosis adalah: penyusutan sel, pemadatan kromatin, terbentuknya kuncup sitoplasmik, (cytoplasmic blebs) dan badan apoptotik (apoptotic bodies), dan proses fagositosis oleh makrofag. Pada tingkat biokimia, apoptosis akan mengaktifkan enzim kaspase. Enzim kaspase terdiri dari 2 keluarga enzim secara umum, yaitu enzim protease sistein (diwakili oleh huruf “c” pada kata “kaspase”) dan enzim aspase. Secara umum, keluarga enzim kaspase, terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kaspase inisiator (Initiator) yang terdiri dari kaspase 8 dan kaspase 9 dan kaspase pelaksana (Executioner) yang terdiri dari kaspase 3 dan kaspase 6. Kaspase pada keadaan inaktif berbentuk proenzim atau zymogen di mana harus mengalami pembelahan enzimatik untuk menjadi aktif. Adanya bentuk aktif dari kaspase merupakan marker bahwa sel tersebut mengalami apoptosis. [20],[21] Mekanisme apoptosis terdiri dari 2 yaitu melalui jalur intrinsik (disebut juga jalur mitokondria) dan jalur ekstrinsik ((melalui inisiasi reseptor kematian (Death Receptor)). Pada jalur intrinsik, akan terjadi pengaktifan protein Bim, Bid, dan Bad (ketiga protein ini disebut sebagai Protein BH3). Protein BH3 sendiri merupakan antagonis dari Bcl-2 dan Bcl-x (yang merupakan anti Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
11
apoptotik). Protein BH3 kemudian akan mengaktifkan efektor proapoptotik, yaitu Bax dan Bak, yang akan membentuk oligomer dan masuk ke dalam membran mitokondria dan membuat channel (saluran). Pembuatan channel di membran mitokondria akan membuat membran mitokondria menjadi bocor. Membran mitokondria yang bocor ini akan mengakibatkan pelepasan protein proapoptotik (dari mitokondria) dan sitokrom C ke dalam sitoplasma. Protein proapoptotik dan sitokrom C yang ada di dalam sitoplasma akan mengaktifkan kaspase inisiator, yang kemudian akan mengaktifkan kaspase pelaksana. Kaspase Pelaksana akan mengaktifkan Enzim Endonuklease, yang nantinya akan mendegradasi DNA inti, protein inti, dan merusak sitoskeleton. Akibatnya sel tersebut akan terpecah menjadi fragmen-fragmen (yang disebut sebagai badan apoptotik) yang nantinya akan dimakan oleh makrofag. [20],[21] Pada jalur ekstrinsik, diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian (Death Receptor) di membran plasma pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan anggota dari keluarga reseptor TNF yang mengandung bagian sitoplasma yang terlibat pada interaksi protein. Reseptor TNF ini sangat penting karena perannya dalam mengirim apoptotic signals. Beberapa reseptor TNF yang tidak berperan dalam hal ini, akan berperan dalam mengaktifkan reaksi inflamasi. Reseptor kematian yang paling terkenal adalah reseptor TNF type 1 (TNFR1) dan protein yang berhubungan yang disebut Fas (CD95). Mekanisme apoptosis pada jalur ekstrinsik ini diinduksi oleh penempelan FasL (Fas Ligand) (yang dihasilkan oleh sel T) dengan reseptor kematian Fas dan TNF. Interaksi antara reseptor dan ligan tersebut akan mengaktifkan Adapter Proteins. Adapter Protein kemudian akan menaktifkan kaspase initiator, yang selanjutnya akan mengaktifkan kaspase pelaksana, yang membuat proses apoptosis berjalan. Proses apoptosis yang terjadi pada jalur ekstrinsik (setelah pengaktifan kaspase pelaksana) akan menghasilkan hasil yang sama dengan proses apoptosis yang terjadi pada jalur intrinsik. [20],[21] Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
12
2.5.
Anatomi dan Fisiologi Organ Paru Manusia Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar serta struktur-struktur
lain
dalam
mediastinum.
Masing-masing
paru-paru
berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis.[22] Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior. Setiap bronkus lobaris, yang berjalan ke lobus paru-paru, mempercabangkan bronkus segmentalis. Setiap bronkus segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional adalah independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk piramid, mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya mengarah ke permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat, dan selain bronkus juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf otonom. [22] Asinus adalah unit respiratori fungsional dasar, meliputi semua struktur dari bronkhiolus respiratorius sampai ke alveolus. Dalam paru-paru manusia, terdapat kira-kira 130.000 asini, yang masing-masing terdiri dari tiga bronkhiolus respiratorius, tiga duktus alveolaris dan 17 sakus alveolaris. [22] Alveolus adalah kantong udara terminal yang berhubungan erat dengan jejaring kaya pembuluh darah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan intrapleura di apeks, ukuran alveolus Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
13
akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa, bertanggung jawab untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang melapisi alveolus dan mencegah kolapnya alveolus. Sirkulasi pulmonal memiliki aliran yang tinggi dengan tekanan yang rendah (kira-kira 50 mmHg). [22] Yang paling penting dari sistem ventilasi paru-paru adalah upaya terus menerus untuk memperbarui udara dalam area pertukaran gas paru-paru. Antara alveoli dan pembuluh kapiler paru-paru terjadi difusi gas yang terjadi berdasarkan prinsip perbedaan tekanan parsial gas yang bersangkutan. [22] Paru-paru tikus terdiri dari paru-paru kanan (4 lobus) dan paru-paru kiri (1 lobus). Diameter bronkus utama sebesar 1 mm, diameter bronkioli sebesar 0,01-0,05 mm, diameter bronkioli terminal sebesar 0,01 mm, diameter bronkioli respiratori tidak diketahui, dan diameter alveolinya sebesar 0,00039-0,0069 mm. Volume tidalnya sebesar 0,16-0,20 ml. Laju Pernafasan sebesar 215-230 kali/menit, ventilasi per menitnya sebesar 33,5-47,5 ml/menit, Total lung capacity sebesar 0,9-1,44 ml, volume residualnya sebesar 0,11-0,14 ml. PaCO2 dan PaO2 nya sebesar 34-35 mmHg dan 78-84 mmHg. pH normalnya sebesar 7,37.[23] Perbedaan anatomi paru pada manusia dan tikus yaitu tikus memiliki enam sampai delapan cabang pernafasan sedangkan manuisa memiliki 20 atau lebih cabang.[24]
2.6.
Toksisitas paru akibat Toluena Efek pajanan inhalasi toluena mengakibatkan penurunan aktivitas enzim Superoxide dismutase (SOD) di paru yang sebanding dengan kenaikan kadar lipid peroksidase. SOD mengkatalisir perubahan anion superoksida menjadi H2O2. Inhibisi aktivitas SOD secara tidak langsung dihambat oleh radikal Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
14
bebas yang mengoksidasi enzim itu sendiri. Reaksi lebih lanjut antara pelepasan senyawa Cu dan H2O2 mengakibatkan pembentukan ROS dan menginisiasi reakasi rantai oksidasi lipid (Yunbo et al., 1996).[25] Hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bozic dkk, pada hewan coba (tikus) yang dipajan dengan dengan toluena selama tiga hari, 7 hari, dan 11 hari mendapati adanya peningkatan kadar MDA serum. Ulakoglu, dkk dalam penelitiannya pada hewan coba (tikus) selama 5 minggu, menemukan adanya peningkatan kadar MDA dan 4-DHA secara signifikan. Korelasi positif antara kadar MDA dan kadar toluena kemungkinan disebabkan oleh peningkatan lipid peroksidase yang merupakan hasil kumulatif kadar toluena dalam darah. [26] Sel pneumosit tipe II cukup sensitif dengan toksikan (toluena) pada bagian distal paru, berespon dengan dua mekanisme. Pertama, kerusakan sel pneumosit tipe I merangsang proliferasi
sel pneumosit tipe II
dan
berdiferensiasi mengganti sel pneumosit tipe I yang rusak. Kedua, sel pneumosit tipe II menjadi hipertropik.[27] Secara klinis, sel pneumosit tipe II mengalami peningkatan dikarenakan terjadi fibrosing alveolitis. Pada penelitian Crystal et al menjelaskan terjadi fibrosing alveolitis stadium awal akibat pajanan bahan kimia yang ditandai dengan gangguan struktur alveolar disertai distorsi dari dinding alveolar, akibat serbukan netrofil dan makrofag dalam jumlah besar bercampur dengan serbukan eosinofil dan limfosit dalam jumlah kecil. Sesuai dengan perkembangan penyakit tersebut, Crystal et al menyatakan telah terjadi perubahan pada seluruh komponen dinding alveolar, mencakup kehilangan sel pneumosit tipe I dan sel endotel kapiler, proliferasi sel pneumosit tipe II, dan akumulasi kolagen sel pneumosit tipe I.[28] Sel clara berada di bagian paling distal saluran nafas yang pertama kali yang terpapar dengan zat toksik dan merupakan tempat metabolisme xenobiotik (CYP 450) di paru, yang mengubah zat toksik menjadi toksis intermediat, sehingga sel clara rentan mengalami cedera atau kerusakan ( pembengkakan, Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
15
vakuolisasi, dan eksfoliasi 24 jam setelah permulaan trauma terjadi). Ada beberapa studi menyatakan bahwa terjadi kerusakan atau destruksi sel clara akibat pajanan metilfuran, karbon tetraklorida (CCL4), dan agen toksik lainnya yang didukung oleh kemampuan sel clara dalam metabolisme xenobiotik pada kasus pajanan akut bahan kimia yang menginduksi terjadinya cedera pada paru . Tingkat metabolisme xenobiotik yang tinggi dan timgkat kerentanan sel clara terhadap bahan kimia menjadi faktor terpenting dalam patogenesis terjadinya penyakit paru obstruktif menahun (PPOK). [29] Inhalasi gasoline dalam jangka panjang (6 minggu) mengakibatkan nekrosis sel epitel. Beberapa bronkiole didapati sel-sel neoplastik. Pada mikroskop elektron didapatkan sel epitel bronkiole mengalami dilatasi pada retikulum endoplasma halus, kehilangan granul-granul sekretori pada sel Clara dan kehilangan silia yang menghambat pembentukan bleb. Nekrosis pada pneumosit tipe 2 menghambat vakuolisasi dan fragmentasi retikulum endoplasma halus dan degenerasi mitokondria.
Nuclear alterations dan
degenerasi lamellar body, bersamaan dengan atropi mikrosilier, yang juga diobservasi pada pneumosit tipe 2. Pada tingkat lipid peroksidase, kadar total glutation (TGSH) dan glutation teroksidasi (GSSG) menglami peningkatan yang signifikan. Aktivitas enzim glutation S-tranferase, glutation peroksidase dan glutation reduktase juga mengalami peningkatan. Pada keadaan lain, aktivitas enzim superokside dismutase dan glutation tereduksi (GSH) ditemukan mengalami penurunan. Kesimpulannya, inhalasi uap gasoline mengakibatkan kerusakan jaringan paru dan kerusakan sel yang konkomitan dengan menganggu sistem pertahanan antioksidan paru. [5] Adenoma paru, fibrosis interstitial, destruksi alveolar dengan pembesaran air space dan infiltrasi sel-sel inflamasi pada jalan nafas tikus juga dilaporkan (Lall et al., 1998; Kato et al., 2000). [5]
Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
16
2.7.
Toksikokinetik dan Toksikodinamik pada Tikus Masih diperlukan studi literature terkait dengan toksikokinetik dan toksikodinamik toluena pada tikus. Dari studi toksisitas yang ada, tidak terlihat adanya pembahasan khusus perbedaan antara toksikokinetik dan toksikodinamik manusia dengan tikus.
2.8.
Tahapan Uji Klinik[30] Uji klinis dibagi dalam 2 tahapan, yaitu : 1. Tahapan 1 Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium, yang disebut juga sebagai pre-klinis, dikerjakan in vitro dengan menggunakan binatang percobaan. Tujuan penelitian tahapan 1 ini adalah unutk mengumpulkan informasi
farmakologi
dan
toksikologi
dalam
rangka
untuk
mempersiapkan penelitian selanjutnya yaitu dengan menggunakan manusia sebagi subjek penelitian. 2. Tahapan 2 Pad uji klinis tahapan 2, digunakan manusia sebagai subjek penelitian. Tahapan ini berdasarkan tujuannya dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
Fase 1 : bertujuan untuk meneliti keamanan serta toleransi pengobatan dengan mengikutsertakan 20-100 orang subjek penelitian.
Fase II : bertujuan untuk menilai sistem atau dosis pengobatan yang
paling
efektif,
biasanya
dilaksanakan
dengan
mengikutsertakan sebanyak 100-200 subjek penelitian.
Fase III : bertujuan untuk mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada (pengobatan Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
17
standar). Uji klinis yang banyak dilakukan termasuk dalam fase ini. Baku emas uji klinik fase III adalah uji klinik acak terkontrol.
Fase IV : bertujuan untuk mengevaluasi obat baru yang telah dipakai di masyarakat dalam jangka waktu relatif lama (5 tahun taau lebih). Fase ini penting karena terdapat kemungkinan efek samping obat timbul setelah lebih banyak pemakai. Fase ini disebut juga sebagai uji klinis pascapasar (post marketing)
Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
18
2.9. KerangkaTeori
TOLUENA (Lipofilik)
Struktur lipid membran sel rusak
Integritas & fluiditas membran terganggu
Penurunan ATP
Penurunan
Kerusakan
sintesis protein
sitoskeletal
Kerusakan DNA
Peningkatan ROS
Oksidasi protein, DNA, asam lemak 4 HNE Peningkatan Lipid peroksidase
8 isoprostaglandin F2A
MDA TBARS
Kehilangan granulgranul pada sel clara
Keterangan: ATP: Adenosine Triphospate DNA:Deoxyribose Nucleid Acid ROS: Reactive Oxygen Species
Nekrosis sel pneumosit tipe II
HNE: Hydroxynonenal MDA: Malondialdehide TBARS:ThioBarbituric Acid Reactive Subtances
Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
19
2.10.
Kerangka Konsep
TOLUENA (NAB Tikus ≈ 500 ppm)
12,5 ppm
25 ppm
50 ppm
100 ppm
Tikus Wistar (per inhalasi)
Kenaikan kadar MDA darah
Kenaikan kadar MDA jaringan paru
Perubahan jumlah pada sel clara & sel pneumosit tipe II
Universitas Indonesia
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian bersama yang dilakukan dengan peneliti lain yang memilik penekanan berbeda pada otak, hati, ginjal, saraf optik, jantung, darah, dan testis. 3.1.
Desain Penelitian Penelitian ini memakai desain true experimental.[31]
3.2.
Tempat dan Waktu penelitian Tempat penelitian dan pemeriksaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi (PA) FKUI sedangkan pemeriksaan kadar MDA dilakukan di Departemen Biokimia FKUI.
3.3.
Subjek penelitian (hewan coba) Subjek penelitian adalah tikus strain Wistar dewasa berusia tiga bulan, jenis kelamin jantan, dengan berat 200-250 gram. 1. Besar Sampel Pada penelitian ini, digunakan perhitungan besar sampel dengan rumus Federer untuk penelitian experimental menggunakan hewan coba, sebagai berikut :[32] (t-1)(r-1)>15, dengan t = jumlah kelompok perlakuan (5) r = Jumlah sampel per kelompok perlakuan, sehingga r = 6 ekor tikus per kelompok perlakuan, dan jumlah subjek hewan coba = 6 ekor/kelompok. Sebagai antisipasi kemungkinan “drop out” (yang disebabkan kematian tikus sewaktu percobaan) sebanyak 20 %, maka digunakan 30 ekor tikus, terbagi dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 6 ekor tikus dengan pajanan 0 ml, 1,6, 3,2 ml, 6,4 ml, dan 12,8 ml.
20 Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
21
2. Cara Pemilihan Sampel Pemilihan sampel tikus, dilakukan secara alokasi random. Seluruh sampel harus memenuhi kriteria : tikus tersebut dalam kondisi sehat (tak ada tanda-tanda infeksi, luka atau cacat secara visual) 3. Pengambilan Hasil Penelitian Pada akhir penelitian, tikus dari masing-masing kelompok tersebut, diperiksa secara histopatologi dari paru. Kemudian dibandingkan gambaran histopatologi tersebut antar satu kelompok dengan kelompok yang lain. Setelah itu, diambil secara umum gambaran mengenai hubungan antara organ paru dengan tingkat paparan dari toluena.
3.4.
Pemajanan Hewan Coba dengan Uap Toluene Persiapan atmosfer toluena dilakukan sesuai dengan protokol kerja Badan Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja). Uap toluena dibuat dengan cara memberikan toluena cair melalui lubang chamber dengan spuit yang diinjeksikan ke dalam bak chamber yang berada di dalam chamber bagian atas, untuk menghasilkan konsentrasi yang diinginkan, yaitu 1,6 cc, 3,2 cc, 6,4 cc, dan 12.8 cc secara konstan. Konsentrasi ini diperoleh dengan mengatur besarnya aliran udara yang melewati bubbler, jumlah toluena yang diberikan pada awal percobaan dan setiap jamnya selama percobaan. Kondisi atmosfer dipertahankan konstan, dengan konsentrasi oksigen sekitar 20-21%, suhu 25oC, dan kelembaban 60-90 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran tehnik.
3.5.
Eutanasia pada Hewan Coba Tikus-tikus ini dievaluasi organ parunya secara histopatologi dan menggunakan enzim MDA untuk dicari hubungannya dengan kenaikan paparan toluena. Tikus yang mati secara alami, sesegera mungkin diperiksa di laboratorium baik secara histopatologi maupun nilai MDA-nya.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
22
Sedangkan untuk tikus yang belum mati sampai hari terakhir percobaan (hari ke-14), maka tikus-tikus ini di-Eutanasia dengan dislokasi servikal.[33] 3.6.
Persiapan Jaringan untuk Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) Setelah 2
minggu dipajan toluena, tikus dieutanasia dengan dislokasi
servikal. Selanjutnya dilakukan pembedahan guna pengambilan organ tersebut. Organ paru dicuci dengan larutan natrium klorida isotonis. Organ paru dibelah dan difiksasi dengan larutan formalin 10% selama 12 jam. Proses selanjutnya adalah pembuatan preparat histopatologik. Pertama dilakukan pembungkusan ringan dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam air mengalir untuk menghilangkan formalin kemudian jaringan dimasukkan ke dalam Automatic Tissue Processor.
[34]
Proses berikutnya
adalah dehidrasi dengan menggunakan etanol 70-100% yang dilakukan selama 6-24 jam. Kemudian dilakukan penjernihan dengan pelarut Xylol selam l-6 jam. Lalu direndam dalam parafin cair pada suhu 50-600C selama 0,5-6 jam (proses infiltrasi). Kemudian jaringan dikeluarkan dari Automatic Tissue Processor untuk selanjutnya diblok dengan parafin (proses Embedding). Setelah itu dilakukan pengirisan dengan alat mikrotom putar dengan tebal irisan 4-5 mikron, irisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sebuah bak air hangat dan dipindahkan ke atas object glass yang terlebih dahulu diolesin campuran putih telur dan gliserin (l:l), lalu dikeringkan dalam oven.[34] Dilanjutkan dengan proses pewarnaan. Proses pewarnaan dengan HE metode “Mayers’ adalah sebagai berikut : bagian jaringan yang akan diwarnai dimasukkan dalam air, pewarnaan dengan hematoksilin selama tiga sampai lima belas menit, tergantung intensitas warna yang ditimbulkan, cuci dengan air mengalir, masukkan kedalam alkohol absolut bak I selama satu menit kemudian bak II selama satu menit sampai bak V, cuci dengan air selama 10 menit (lakukan dengan cepat), pewarnaan dengan eosin selama beberapa detik sampai satu menit, tergantung pada intensitas warna yang ditimbulkan,
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
23
cuci dengan air yang mengalir selama 10-20 menit, masukkan dalam alkohol 70%, selanjutnya masukkan ke dalam alkohol 95% bak I sampai bak V masing-masing selama dua menit, kemudian dalam alkohol absolut, cuci dengan xylol sebanyak tiga kali, keringkan (biarkan xylol menguap). [30] Proses terakhir adalah mounting (pengawetan) yaitu dengan memberi entellan. Kemudian preparat siap untuk diamati. Pemeriksaan diamati pada gambaran histopatologik paru tikus yang terpotong memanjang dalam sepuluh lapangan pandang. [34]
3.7.
Pemeriksaan Konsentrasi MDA (Metode Wills) Dua ratus μL homogenat paru atau plasma ditambah 1800 μL akuades, kemudian ditambahkan 1000 μL asam trikloro asetat (Tri Chloroacetic acid = TCA), 20% dan 2000 μL asam tio barbiturate (TBA) 0,67%. Larutan dicampur homogen kemudian dipanaskan pada air panas (95oC) selama 10 menit, selanjutnya didinginkan. Setelah dingin disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil secara hati-hati dengan menggunakan pipet, selanjutnya diukur serapannya dengan spektrofotometer Visible Spectroscopy (VIS) pada panjang gelombang 532 nm. Hal yang sama dilakukan pula pada blangko. Sebelum pengukuran kadar MDA sampel, terlebih dahulu dilakukan pembuatan kurva standar MDA dengan konsentrasi: 0 nmol; 0,0125 nmol; 0,025 nmol; 0,05 nmol; 0,1 nmol; 0,4 nmol; 1,6 nmol dan 3,2 nmol dalam 2000 μL akuades yang direaksikan dengan 1000 asam trikloro asetat (TCA) 20% dan 2000 μL asam tiobarbiturat, TBA 0,67%. Kurva standar MDA selalu dibuat baru untuk setiap kali pengukuran kadar MDA sampel. Selanjutnya kadar sampel dilakukan berdasarkan persamaan regresi dari kurva standar MDA tersebut. Setiap pemeriksaan dilakukan duplo.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
24
3.8.
Penjaminan Mutu Penjaminan mutu dilakukan dengan tujuan untuk menghindari bias yang ditimbulkan dari faktor kondisi lingkungan maupun akibat kesalahan prosedur baik dalam pemeliharaan, perlakuan, pembuatan preparat, maupun pembacaan hasil. Penjaminan mutu telah dilakukan sesuai dengan prosedur kerja.
Identifikasi Variabel Penelitian
3.9.
Variabel independen : dosis pajanan toluena Variabel dependen : kadar MDA jaringan paru, jumlah sel Clara, dan jumlah sel pneumosit tipe II 3.10.
Definisi Operasional Tabel 2. Definisi Operasional
No
1
Variabel
Definisi
Skala
operasional
ukur
Dosis pajanan
kadar uap toluena
numerik
toluene
dalam ml (1,6, 3,2,
Alat ukur
Cara ukur
Impinger
Sampling dengan charcoal tube
6,4, 12,8) yang dapat diatur kadarnya dengan spuit yang diinjeksi ke dalam chamber 2
Kadar MDA
Besarnya rerata
jaringan paru
nilai MDA jaringan
numerik
Spectrofotomety
Metode Wills
Gas
paru
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
25
4
Jumlah sel clara
Jumlah sel dalam
numerik
Mikroskop
Pemeriksaan
cahaya
mikroskopik
pengamatan 10 lapangan pandang 5
Jumlah sel
Jumlah sel dalam
pneumosit tipe II
pengamatan 10
(HE) numerik
Mikroskop
Pemeriksaan
cahaya
mikroskopik
lapangan pandang
3.11.
(HE)
Analisis Statistik
1. Untuk mencari kebermaknaan tingkat pajanan toluena dengan kenaikan kadar MDA jaringan paru, akan digunakan uji Kruskal Wallis. 2. Untuk mencari kebermaknaan tingkat pajanan toluena dengan jumlah sel clara dan sel pneumosit tipe II akan digunakan uji Anova one-way.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
26
3.12. Alur Penelitian 30 ekor tikus Wistar alokasi random Dibagi rata ke : 5 grup. Masing-masing grup terdiri dari 6 ekor tikus
Grup 1 :
Grup 2 :
Grup 3 :
Grup 4 :
Grup 5 :
Dua chamber kontrol (0 cc) dalam waktu 4jam/hari selama 14 hari.
Dua chamber dipajan masing-masing 1.6 cc dalam waktu 4jam/hari selama 14 hari.
Dua chamber dipajan masingmasing 3.2 cc dalam waktu 4jam/hari selama 14 hari.
Dua chamber dipajan masingmasing 6.4 cc dalam waktu 4jam/hari selama 14 hari.
Dua chamber dipajan masingmasing 12.8 cc dalam waktu 4jam/hari selama 14 hari.
Setelah pemajanan, tikus diterminasi dengan dislokasi servikal
Dilakukan Pemeriksaan : 1. Kadar MDA jaringan paru dan diperiksa dengan spectrofotometry gas. 2. Pemeriksaan HE dengan mikroskop cahaya untuk melihat perubahan histopatologi sel Clara dan sel pneumosit tipe II dengan pembesararan 400x dalam 10 lapangan pandang
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
27
3.13.
Etik Penelitian pada hewan coba (Tikus) Etik penelitian pada hewan coba (tikus) sudah mendapat persetujuan dari komite etik FKUI.
Dipakai hewan tikus sejumlah 30, karena jumlah ini dianggap sebagai suatu jumlah yang optimal (tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit) dalam menunjang penelitian ini. Hal ini juga sudah sesuai dengan “Guide for the care and use of Experimental animal”, ini sudah dipakai di seluruh dunia.
Selama pemeliharaan di laboratorium, hewan tersebut juga diperhatikan makanannya, kebersihan lingkungannya, dan tingkah lakunya setiap hari.
Dalam pelaksanaannya, tikus-tikus tersebut akan dibagi ke dalam lima macam kandang (dalam hal ini, kami memakai kandang berupa aquarium berbahan kaca, dengan alasan agar lebih mudah dalam melakukan percobaan dan alasan kedua, adalah kaca tidak bereaksi dengan gas toluen). Masingmasing aquarium tersebut akan diisi dengan enam tikus. Menurut 8th edition dari Guide to the care and use of Experimental animal, di halaman 57, untuk 1 ekor tikus berukuran berat 250-300 mg memerlukan luas kandang sebesar 387 cm 2. dan tinggi kandang setinggi 17.8 cm (dibulatkan ke angka 18 cm). Maka untuk 1 akuarium yang mempunyai 6 tikus tersebut, memiliki luas = 6 x 387 cm 2 = 2322 cm 2 dibulatkan ke angka 2400 cm2.[32]
Dalam pelaksanaannya, tikus-tikus tersebut dipelihara selama 2 minggu, dan pada 4 akuariumnya tersebut, setiap hari dialiri gas toluena selama 4 jam/hari.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Proses Pengumpulan Data Pada bulan maret minggu ketiga dilakukan pengamatan pada kelompok kontrol (6 ekor tikus) selama 14 hari. Pada hari ke 14 dilakukan dekapitasi enam ekor tikus dari kelompok kontrol. Darah diambil dan segera dibuat sediaan apus, dan sisanya dimasukkan kedalam tabung EDTA dan heparin. Sebagian darah dimasukkan kedalam tabung MDA untuk pemeriksaan MDA darah. Tikus diotopsi, setiap organ dipotong kurang lebih 0,5x0,5x0,5 cm (kecuali saraf optik) dan dimasukkan ke dalam tabung MDA, sedangkan sisa jaringan dimasukkan ke dalam ples berisi formalin. Pada bulan april dilakukan pengamatan pada kelompok pajanan 12,8 ml (6 ekor) selama 14 hari. Pada hari ke 14 dilakukan dekapitasi kelompok pajanan 12,8 ml untuk sisa satu ekor tikus. Darah diambil dan segera dibuat sediaan apus, dan sisanya dimasukkan kedalam tabung EDTA dan heparin. Sebagian darah dimasukkan kedalam tabung MDA untuk pemeriksaan MDA darah. Tikus diotopsi, setiap organ dipotong kurang lebih 0,5x0,5x0,5 cm (kecuali saraf optik)
dan dimasukkan
dimasukkan ke dalam tabung MDA, sedangkan sisa jaringan/organ dimasukkan ke dalam ples berisi formalin. Begitu juga pada bulan mei dilakukan pajanan pada kelompok 6,4 ml (6 ekor tikus) selama 14 hari, dengan prosedur yang sama. Pada tanggal 4 Mei 2012, pengambilan sampling dibantu oleh tim dari pihak K3 terhadap kelompok pajanan 6,4 ml, 12,8 ml, dan 25,6 ml dengan menggunakan charcoal tub. Hasil sampling menunjukkan bahwa tidak tercapai dosis toluena yang dikehendaki. hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.
28
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
29
Tabel 3. Hasil Kadar Toluena Lingkungan pada dosis 6,4 ml, 12,8 ml, dan 25,6 ml No.
Pajanan
Toluene
Vol (L)
Toluene (mg/ml)
Toluene (ppm)
Rata-rata
1
6,4 ml
4097672
6
9,41458555
2,5071451
2,286569
6,4 ml
3661295
6
8,411989784
2,2401495
6,4 ml
3452523
6
7,932326733
2,1124131
12,8 ml
6618563
6
15,2064459
4,0495427
12,8 ml
6867120
6
15,77751678
4,2016213
12,8 ml
7248854
6
16,6545678
4,4351838
25,6 ml
7766182
6
17,84315212
4,751709
25,6 ml
7266246
6
16,6945267
4,445825
25,6 ml
7792960
6
17,90467578
4,768093
2
3
4,228783
4,655209
4.2. Hasil Pemeriksaan Kadar MDA Jaringan Paru Pemeriksaan MDA (Malondialdehyde) telah dilakukan di Laboratorium Biokimia FKUI oleh peneliti bersama dengan staf Laboratorium Biokimia FKUI. Pembacaan hasil dilakukan oleh staf ahli dari laboratorium Biokimia FKUI. Pada sampel II.3, hasil pemeriksaan MDA jaringan paru didapatkan nilai 0 dikarenakan mengalami kerusakan jaringan paru pada saat dilakukan pemotongan jaringan paru sehingga tidak dapa dilakukan analisis MDA jaringan paru. Data MDA darah yang digunakan adalah data penelitian dari dr. Margarita Dewi Lelasari. Hasil pemeriksaan kadar MDA jaringan paru dapat dilihat di lampiran 3. 4.3. Hasil Histopatologi Sediaan Jaringan Paru Pembacaan hasil histopatologi paru difokuskan pada jumlah sel clara dan sel pneumosit tipe II , namun tidak dilakukan identifikasi terhadap kehilangan granul pada sel clara dan kerusakan atau nekrosis pada sel pnemumosit tipe II dikarenakan hasil pembuatan preparat kurang bagus sehingga sulit dilakukan pembacaan, oleh Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
30
sebab itu hanya dilakukan penghitungan jumlah sel sel clara dan sel pneumosit tipe II dari setiap sediaan. Satu preparat dilakukan evaluasi sebanyak 10 lapang pandang dengan perbesaran mikroskop 400x . Khusus kelompok I, sampel perlu dimodifikasi karena hasil proses pembuatan preparat kurang bagus sehingga sulit dilakukan pembacaan pada lapangan pandang dua dan tiga. Setiap lapang pandang pada preparat paru dari satu ekor hewan percobaan di foto dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan alat fotografi Nikon Eclipse E 600 W. Hasil pengamatan dianalisis atau dihitung dengan bantuan software MBF_Image J dihitung masingmasing sel clara dan sel pneumosit tipe II. Hasil penghitungan sel clara dan sel pneumosit tipe II dapat dilihat di lampiran 4 dan 5. 4.4. Kondisi Berat Badan Tikus dan Keadaan Lingkungan (Suhu dan Kelembaban) Untuk menguji normalitas sebaran data pada semua kelompok penelitian maka dilakukan uji Saphiro Wilk. Data yang memiliki sebaran normal adalah data yang memiliki nilai p > 0,05. Dengan demikian dari variabel yang ada maka data yang memiliki sebaran normal adalah berat badan (p = 0.114), seperti terlihat pada lampiran 6. Tabel 4. Berat Badan tikus, Suhu, dan Kelembaban dari masing-masing Grup beserta Mean, Standar Deviasi, Median, dan Nilai Minimum-Maksimum Grup 1 kontrol
Grup 2 1.6 cc
Grup 3 3.2 cc
Grup 4 6.4 cc
Grup 5 12.8 cc
p
Berat Badan Tikus Mean Standar deviasi
239.67 8.07
237.80 6.35
237.33 4.18
239.00 5.62
244 3.52
0.204
Suhu Median Minimum-maksimum
30 29-31
30 29-32
30 29-32
29 27-31
28.83 28.83-28.83
0
Kelembaban Median Minimum-maksimum
65 50-71
52 31-67
51 40-65
62 54-70
57.13 57.13-57.13
0
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
31
Kesimpulan : Dari faktor berat badan, suhu dan kelembaban didapatkan nilai p = 0.204 (p>0.05) dari hasil uji Kruskal-wallis, oleh karena itu dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna antar grup tersebut. Dari faktor suhu dan kelembaban, didapatkan nilai p = 0 (p<0.05) dari hasil uji Kruskal-wallis, oleh karena itu dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antar grup tersebut.
Tabel 5. Nilai p (suhu) antar Grup (Uji Mann-Whitney) Grup
1
2
3
4
5
1
x
x
x
x
x
2
p = 0.003
x
x
x
x
3
p = 0.003
p = 0.138
x
x
x
4
p = 0.003
p = 0.003
p = 0.003
x
x
5
p = 0.002
p = 0.002
p = 0.002
p = 0.002
x
Kesimpulan : Dari hasil uji mann-whitney, didapatkan p=0.003 dan p=0.002, oleh karena itu dapat disimpulkan ada perbedaan bermakna pada kelompok 1-2, 1-3, 1-4, 1-5, 2-4, 25, 3-4, 3-5, dan 4-5.
Tabel 6. Nilai p (kelembaban) antar Grup (Uji Mann-Whitney) Grup
1
2
3
4
5
1
x
x
x
x
x
2
p = 0.003
x
x
x
x
3
p = 0.003
p=1
x
x
x
4
p = 0.003
p =0.003
p = 0.003
x
x
5
p = 0.002
p = 0.002
p = 0.002
p = 0.002
x
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
32
Kesimpulan : Dari hasil uji mann-whitney, didapatkan p=0.003 dan p=0.002, oleh karena itu dapat disimpulkan ada perbedaan bermakna pada kelompok 1-2, 1-3, 1-4, 1-5, 2-4, 25, 3-4, 3-5, dan 4-5
4.5. Pengaruh Pajanan Toluena Terhadap Kadar MDA Paru, Jumlah Sel Clara dan Jumlah Sel Pneumosit Tipe II. Untuk menguji normalitas sebaran data pada semua kelompok penelitian maka dilakukan uji Saphiro Wilk. Data yang memiliki sebaran normal adalah data yang memiliki nilai p > 0,05. Dengan demikian dari variabel yang ada maka data yang memiliki sebaran normal adalah sel pneumosit tipe II (p = 0.424), MDA paru transform (p=0.397), dan sel clara transform (p=0.829) seperti terlihat pada lampiran 7.
Tabel 7. Pengaruh Pajanan Toluena terhadap Kadar MDA paru, Jumlah Sel Clara, dan Jumah Sel Pneumosit Tipe II pada masing-masing Grup Grup 1 kontrol
Grup 2 1.6 cc
Grup 3 3.2 cc
Grup 4 6.4 cc
Grup 5 12.8 cc
MDA Paru Mean SD
0.069 0.046
0.013 0.007
0.020 0.116
0.031 0.012
0.014 0.007
0
Sel Clara Mean SD
2.117 1.281
1.117 0.773
2.050 0.836
0.950 0.378
2.083 1.880
0.077
Sel Pneumosit Tipe II Mean SD
25.333 5.552
10.233 5.443
13.635 4.483
12.050 3.209
20.817 10.943
0.002
P
Kesimpulan : 1. Dari hasil MDA paru, didapatkan nilai p = 0 dari hasil uji One way anova, maka dapat disimpulkan ada pengaruh yang bermakna minimal pada salah satu grup .
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
33
2. Dari pemeriksaan histopatologis, dianalisis dengan menggunakan uji One way anova didapatkan nilai p=0.002 pada sel pneumosit tipe II, maka dapat disimpulkan adanya pengaruh yang bermakna minimal pada salah satu grup dan pada pemeriksaan sel clara, didapatkan nilai p = 0.077 (p>0.05), maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang bermakna antar grup tersebut.
Bar Diagram 30,00 25,00
Nilai
20,00 15,00
MDA Paru
10,00
Sel Clara Sel Pneumosit Tipe II
5,00 0,00 1
2
3
4
5
Grup
Gambar 2. Diagram Bar MDA Paru, Sel Clara, dan Sel Pneumosit Tipe II pada Masing-Masing Grup
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental pada tikus wistar yang mengalami keterbatasan, antara lain : 1. Faktor lingkungan. Suhu dan kelembaban sulit dilakukan pengendalian sehingga kondisi lingkungan pada kelompok pajanan ada yang tidak sama (konstan). 2. Faktor pajana toluena. Kadar toluena di akuarium yang diukur sebelum penelitian dimulai memberikan hasil yang berbeda-beda bahkan tidak mencapai kadar 50% dari yang diharapkan, sehingga tidak dapat digunakan dosis dalam satuan part per million (ppm). Sehingga dilakukan perubahan dalam penetapan dosis yang semula dalam ppm menjadi cc (ml). 3. Faktor desain akuarium atau chamber Desain akuarium yang belum sempurna yang memungkinkan adanya kebocoran saat pajanan dan kurangnya aliran udara bebas dalam akuarium, sehingga tidak bisa menjamin kestabilan dosis toluena selama pajanan. 4. Faktor preparat. Kerusakan jaringan paru akibat proses pemotongan jaringan paru diperkirakan menyebabkan kerusakan pada sel clara dan sel pneumosit tipe II sehingga sediaan yang dihasilkan tidak dapat dievaluasi morfologinya. Dengan demikian analisis hanya dilakukan terhadap perubahan jumlah sel clara dan sel pneumosit tipe II.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi atau meminimalisasi kendala yang dialami adalah sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan pada ruang berAC pada suhu 23 – 25 °C dan digunakan kipas angin kecil di dalam akuarium untuk mempertahankan suhu dan kelembaban lingkungan selama pajanan. Sehingga pengaruh tekanan panas lingkungan dapat dikendalikan.
34
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
35
2. Dilakukan perhitungan (konversi nilai) terhadap dosis pajanan toluena dalam cc (ml), dengan penyesuaian terhadap volume akuarium dan kecepatan aliran udara yang keluar, sehingga kadar toluena telah diupayakan konstan selama perlakuan. Dilakukan sealing disekeliling bagian tutup akuarium selama pajanan untuk menghindari kebocoran uap toluena.
5.1.
Pengaruh Dosis Pajanan Toluena terhadap Kadar MDA jaringan paru Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pajanan memiliki pengaruh bermakna terhadap peningkatan kadar MDA jaringan paru (p = 0,004, uji Kruskal Wallis). Ketika paru terpapar dengan toluena via inhalasi, toksisitas terjadi melalui proses pembentukan radikal bebas (Housset, 1994; Bowler and Crapo, 2002; Pagono and Barazzone, 2003). Sistem antioksidan merupakan lini pertama pertahanan melawan radikal bebas dan jaringan paru terlindungi oleh proses mekanisme pertahanan tersebut (Kinnula and Crapo, 2003). Efek pajanan inhalasi toluena mengakibatkan penurunan aktivitas enzim Superoxide dismutase (SOD) di paru. SOD mengkatalisir perubahan anion superoksida menjadi H2O2. Inhibisi aktivitas SOD secara tidak langsung dihambat oleh radikal bebas yang mengoksidasi enzim itu sendiri. Reaksi lebih lanjut antara pelepasan senyawa cu dan H2O2 mengakibatkan pembentukan ROS dan menginisiasi reakasi rantai oksidasi lipid (Yunbo et al., 1996).[25] Hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bozic dkk, pada hewan coba (tikus) yang dipajan dengan dengan toluena selama tiga hari, 7 hari, dan 11 hari mendapati adanya peningkatan kadar MDA serum. Ulakoglu, dkk dalam penelitiannya pada hewan coba (tikus) selama 5 minggu, menemukan adanya peningkatan kadar MDA dan 4-DHA secara signifikan. Korelasi positif antara kadar MDA dan kadar toluena kemungkinan disebabkan oleh peningkatan lipid peroksidase yang merupakan hasil kumulatif kadar toluena dalam darah.[26] Dosis yang diberikan masih di bawah NAB dikarenakan ada proses penjaminan mutu, dilakukan sesuai dengan prosedurnya.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
36
5.2. Pengaruh Dosis Pajanan Toluena terhadap Jumlah Sel Clara dan Sel Pneumosit Tipe II Dari hasil penelitian didapatkan dosis pajanan toluena tidak mempunyai pengaruh bermakna terhadap jumlah sel clara (p = 0,077, uji Anova oneway) tetapi mempunyai pengaruh bermakna terhadap jumlah sel pneumosit tipe II (p=0,002). Sel pneumosit tipe II berfungsi untuk sintesis dan mensekresi surfaktan juga berfungsi sebagai progenitor cell untuk mempertahankan epitel alveolar. Sel pneumosit tipe II cukup sensitif dengan toksikan (toluena) pada bagian distal paru, berespon dengan dua mekanisme. Pertama, kerusakan sel pneumosit tipe I merangsang proliferasi
sel pneumosit tipe II
dan berdiferensiasi mengganti sel
pneumosit tipe I yang rusak. Kedua, sel pneumosit tipe II menjadi hipertropik.[27] Secara klinis, sel pneumosit tipe II mengalami peningkatan dikarenakan terjadi fibrosing alveolitis. Pada penelitian Crystal et al menjelaskan terjadi fibrosing alveolitis stadium awal akibat pajanan bahan kimia yang ditandai dengan gangguan struktur alveolar disertai distorsi dari dinding alveolar, akibat serbukan netrofil dan makrofag dalam jumlah besar bercampur dengan serbukan eosinofil dan limfosit dalm jumlah kecil Sesuai dengan perkembangan penyakit tersebut, Crystal et al menyatakan telah terjadi perubahan pada seluruh komponen dinding alveolar, mencakup kehilangan sel pneumosit tipe I dan sel endotel kapiler, proliferasi sel pneumosit tipe II, dan akumulasi kolagen sel pneumosit tipe I.[28] Dosis pajanan toluena tidak berpengaruh bermakna terhadap jumlah sel clara dikarenakan sel clara berada di bagian paling distal saluran nafas yang pertama kali yang terpapar dengan zat toksik dan merupakan tempat metabolisme xenobiotik (CYP 450) di paru, yang mengubah zat toksik menjadi toksis intermediat, sehingga sel clara rentan mengalami cedera atau kerusakan ( pembengkakan, vakuolisasi, dan eksfoliasi 24 jam setelah permulaan trauma terjadi). Ada beberapa studi menyatakan bahwa terjadi kerusakan atau destruksi sel clara akibat pajanan metilfuran, karbon tetraklorida (CCL4), dan agen
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
37
toksik lainnya yang didukung oleh kemampuan sel clara dalam metabolisme xenobiotik pada kasus pajanan akut bahan kimia yang menginduksi terjadinya cedera pada paru. Tingkat metabolisme xenobiotik yang tinggi dan timgkat kerentanan sel clara terhadap bahan kimia menjadi faktor terpenting dalam patogenesis terjadinya penyakit paru obstruktif menahun (PPOK). [29]
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan 1. Dosis rendah pajanan toluena menyebabkan peningkatan kadar MDA paru. 2. Dosis rendah pajanan toluena menyebabkan peningkatan jumlah sel pneumosit tipe II tetapi menyebabkan penurunan jumlah sel clara.
6.2
Saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut lagi dengan desain chamber yang lebih sempurna dan alat sensor yang dapat memastikan dosis toluena di dalam chamber stabil. 2. Meskipun penelitian ini masih baru pada tikus namun sebaiknya sudah perlu dilakukan pemeriksaan pada pekerja yang terpajan dosis rendah toluena.
38 Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
39
KEPUSTAKAAN
1. Leusch F, Bartkow M. A short primer on benzene, toluene, ethylbenzene, and xylenes (BTEX) in the environment and in hydrauling fracturing fluids. 2010 (cited
2013
june
8).
Available
from: http://
www.ehp.qld.gov.au/
management/coal-seam-gas/pdf/btex-report.pdf 2. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Atlanta: Division of Toxicology and Environmental Medicine; c2011 [updated 2011 march 3; cited
2011
july
13].
Available
from:
http://www.atsdr.cdc.gov/
MMG/MMG.asp?id=157&tid=29
3. Soeripto M. Higiene Industri. NAB bahan-bahan kimia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008; hal 84-113. 4. Admaja BW. Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja. 2011 [cited 2011 February 7]. Available from: http://www.scribd. com/doc/72997827/PER-13-MEN-X-2011-NAB-Faktor-Fisika-dan-kimia-ditempat-kerja 5. Kinnula VL, Fattman CL, Tan RJ, Oury TD. Oxidative Stress in Pulmonary Fibrosis. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2005 [cited
2011
july
5]
172(4):
417–422.
Available
from:
http://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2718525 6. Mckeown NJ. Toluene Toxicity. No date [cited 2011 july 20]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/818939-overview#a0104 7. World Health Organization (WHO). Toluene. Air Quality Guidelines. 2nd ed. 2000. Chapter 5.24; p. 1-4. 8. Laham
S,
Potvin
M.
Biological
conversion
benzylmercapturic acid in the Sprague-Dawley
of
benzaldehyde
to
rat. Drug and Chemical
Toxicology. 1987 [cited 2011 july 5] 10 (3-4): 209–25. 9. Faust RA. Toxicity Profile. Tennesee: OAK Ridge Natitional Laboratory; 1994 [cited 2011 july 5]. Available from: http://rais.ornl.gov/tox/profiles/ toluene f_V1.html
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
40
10. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Atlanta: Toxicological Profile for Toluene.
2000. Available from:
http://www.atsdr.cdc.gov/
MMG/MMG.asp?id=157&tid=29
11. World Health Organization (WHO). Toluene. Environmental Health Criteria No. 52. 1985. 12. Inoue O, Kanno E, Kasai K, Ukai H, Okamoto S, Ikeda M. Benzylmercapturic acid is superior to hippuric acid and o-cresol as a urinary marker of occupational exposure to toluene. Toxicology Letters. 2004; 147 (2): 177–86. 13. Noue O, Kanno E, Yusa T, Kakizaki M, Ukai H, Okamoto S et al. Urinary benzylmercapturic acid as a marker of occupational International
Archives of
Occupational and
exposure to toluene.
Environmental
Health.
2002; 75 (5): 341–7. 14. Duydu Y, Suzen S, Erdem N, Uysal H, Vural N. Validation of hippuric acid as a biomarker of toluene exposure. Bulletin of Environmental Contamination and Toxicology. 1999; 63 (1): 1–8. 15. Badan Standarisasi Nasional. Nilai ambang batas kimia di udara tempat kerja. 2005 [cited 2011 February 7]. Available from: http://blh.grobogan.go.id/ produk-hukum/peraturanterkait.html?download=38%3Asni-19-0232-2005tentang-nilai-ambang-batas-zat-kimia-di-udara-tempat-kerja. 16. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster J. Pathologic Basis of Disease. Eight edition. Philadelphia: Elsevier. 2010; Chapter 1. p. 3-22. 17. Edelfors S, Hass U, Hougaard K. Changes in markers of oxidative stress and membrane properties in synaptosomes from rats exposed prenatally to toluene. Pharmacol Toxicol. 2002; 90:26-31. 18. Coskun O, Otter S, Korkmaz A, Armuteu, Kanter M. The oxidative and morphological effects of high concentration chronic toluene exposure on rat sciatic nerves. Neurochem Res. 2005; 30:33-8. 19. Mattia C, LeBel C, Bondy S. Effect of toluene and its metabolites on cerebral reactive oxygen species generation. Biochem Pharmacol. 1991; 42:879-82. 20. Mattia C, Bondy S. Free radical induction in the brain and liver by product of toluene catabolism. Biochem Pharmacol. 1993; 46:103-10.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
41
21. Kumar, Abbas, Fausto. Pathologic Basis of Disease. Eight edition. 2010; Chapter 2. p. 44. 22. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 9. Setiawan I, editor. Jakarta: EGC; 1997. 23. Hedrich HJ, Nullock G. The Laboratory Mouse. Penerbit: Elsevier; 2004. Hal 225-227. 24. Ware LB. Modeling human lung disease in animals. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. 2008; 294:L149-L150. 25. Ezzat AR, Riad NHA, Fares NH, Hegazy HG, Alrefadi MA. Gasoline inhalation induces perturbation in the rat lung antioxidant defense system and tissue structure. IJESE. 2011; Vol. 1: 1-14. 26. Konuk et all. Effects of α-lipoic Acid on DNA Damage, Protein Oxidation, Lipid Peroxidation, and Some Biochemical Parameters in Sub-chronic Thinner-addicted Rats. Turk Journal Biology. 2012; 36:702 – 710. 27. Miller BE, Hook GER. Hypertrophy and Hyperplasia of Alveolar Type 11 Cells in Response to Silica and Other Pulmonary Toxicants. Environmental Health Perspectives. 1990;Vol. 85, pp. 15-23. 28. Bilings CG, Howard P. Exposure to Solvents May Cause Fibrosing Alveolitis. Eur Respir J. 1994; 7:1172–1176. 29. Winkle LSV, Johnson ZA, Nishio SJ, Brown CD, and Plopper CG. Early Events in Naphthalene-Induced Acute Clara Cell Toxicity. American Journal of Respiratory Cell and Molecular Biology. 1999; Vol. 21, No. 1, pp. 44-53. 30. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Penerbit: Bina Rupa Aksara; 1995. 31. Key PJ. Experimental research and designs. 1997. Available from: http:// www.okstate.edu/ag/agedcm4h/academic/aged5980a/5980/newpage2.htm 32. Hanafiah KA. Rancangan percobaan, teori dan aplikasi. Edisi 6. Rajawali Pers; 2005. hal. 9. 33. Malole dan Pramono. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan Laboratorium. Penelaah Maskudi Pertadireja, Depdikbud. 1989. 34. Institute for Laboratory Animal Research (ILAR). Guidelines for the care and use of laboratory animal. Eight edition. 2011
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN Jalan Salemba Raya No. 6, Jakarta hrsat
PosBox 1358 Jakana 10430 Kampus Saiemba Telp. 31930371, 319303?3, 39229jj,392j360,39124:'j.3153236,
Norror :Cl
{
Fax : 3193031 2,
3I
57288, e-mail : offi ce @ fk.ui.ac.id
/pro2.FK/B1.n2olr
KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK
ETHICAL CLEARANCE
")
Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam upaya melindungi hak asasi dan kesejahteraan subyek penelitian kedokteran, telah mengkaji dengan teliti protokol berjudul: The Ethics Committee of
the Faculty of Medicine, Ilniversity of Indonesia, with regards of the Protection of human rights and welfare in medical ,isrirch, no, ,irryu.ily reviewed the research protocol entitled:
"Studi Deteksi Toksisitas pajanan Toluena pada Beerbagai Organ dan Darah Tikus Wistar Jantan"Peneliti Utama Princip al I nv estig
o to
r
Nama Institusi Name of the Institution
: dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOK, phD
:
Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI
dan telah menyetujui protokol tersebut di atas. And approved the above-mentioned protocol.
rakarta,
.t. :: .:i.li
.?$.1J.
Ketua
t(r *Ethical approval berlaku satu tahun dari tanggal persetujuan **Peneliti berkervajiban
l. 2.
3 't
Menjaga kerahasiaan identitas sublek penelitian Memberitahukan status penelitian apabila a' setelah masa berlakunya keterangan lolos kaji etik, penelitian masih belum selesai, dalam hal ini ethical clearance harus diperpanjang penelitian b. berhenti di tengahjalan Melaporkan kejadian serius yang tidak diinginkan (serious adverse events) Peneliti tidak boleh melakukan tindakan apapun pada subyek sebelum penelirian lolos kaji etik dan inJormed consent
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
LAMPIRAN 2
Percobaan ini dilakukan Pada Suhu Ruang T= 28-32 oC dan P = 1 ATM Toluena cair dimasukkan ke dalam bak yang berada dalam chamber
Udara keluar dari sisi atas chamber
Chamber Tertutup
Pompa
80 x 40x 40 cm
Penghasil 4 cm
Udara
(berisi 3 tikus)
(Bubbler)
Keterangan gambar : 1. Setiap chamber akan berisi 3 ekor tikus. 2. Jalannya udara digambarkan dengan tanda panah (). Pertama-tama, udara akan menuju chamber, melalui lubang yang dibuat setinggi hidung tikus (4 cm dari alas). Sedangkan toluena cair ()akan disemprotkan ke dalam chamber sesuai dengan besaran ppm yang diharapkan. Kemudian toluena cair ini akan dibiarkan menguap sampai habis dan segera setelah habis akan dilakukan perhitungan waktu selama 4 jam. Pada percobaan ini, uap toluena akan berada di dasar chamber dibandingkan dengan udara, karena berat jenis uap toluena adalah 3.18 kali berat jenis udara2. Sedangkan, untuk aliran udara (dan toluena) yang keluar dari chamber,
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
akan diletakkan di puncak chamber, dengan tujuan, untuk lebih memastikan bahwa tikus-tikus tersebut benar-benar terpapar oleh toluena. 3. Tabel untuk perhitungan pajanan toluena 100, 50, 25, dan 12.5 ppm adalah : Volume chamber = 80 cm x 40 cm x 40 cm = 128000 cm3 = 128 liter. Pajanan Toluena Pajanan Toluena yang Aliran udara yang Jumlah Toluena dibutuhkan dalam keluar dari yang ditambahkan (dalam ppm) masing-masing chamber chamber setiap jamnya (berdasarkan hasil pengukuran di Balai Hiperkes Bulan Agustus 2011 minggu ke-4 100
100/1000000 x 128 liter 5 ul/detik = 0.000005 x 12.8 x 3600 = 0.2304 cc = 0.0128 liter = 12.8 cc 0.000005 cc/detik (dibulatkan ke 0.23 cc)
50
50/1000000 x 128 liter 5 ul/detik = 0.000005 x 6.4 x 3600 = 0.1152 cc = 0.0064 liter = 6.4 cc 0.000005 cc/detik (dibulatkan ke 0.12 cc)
25
25/1000000 x 128 liter 5 ul/detik = 0.000005 x 12.8 x 3600 = 0.0576 cc = 0.0032 liter = 3.2 cc 0.000005 cc/detik (dibulatkan ke 0.06 cc)
12.5
12.5/1000000 x 128 5 ul/detik = 0.000005 x 12.8 x liter = 0.0016 liter = 1.6 0.000005 cc/detik 3600 = 0.0288 cc (dibulatkan ke cc 0.03 cc)
Sumber Asal Bahan :
Tikus-tikus jantan jenis Wistar dibeli dari Balitbang Kementerian Kesehatan.
Makanan Tikus dibeli dari Laboratorium Patologi Experimental FKUI.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Cairan toluena dibeli dari Toko Kimia Harum Sari.
Alat Gas Chromatography dan flowmeter (pengukur kecepatan aliran udara) dipinjam dari Balai Hiperkes (Higiene Perusahaan Kesehatan Kerja) DKI Jakarta.
Bubbler dan Chamber tikus yang terbuat dari kaca berukuran 80 cm x 40 cm x 40 cm dan kaca penutupnya, dengan ketebalan 3 mm dibeli dari PT. Sarana Kaca.
Pemeriksaan Histopatologi dengan pewarnaan HE dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi FKUI.
Pemeriksaan
konsentrasi
MDA
dilakukan
di
Laboratorium
Biomolekuler FKUI.
Universitas Indonesia Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
LAMPIRAN 3
Kronologi Pemajanan hari ke-1
hari ke-2
hari ke-3
hari ke-4
hari ke-5
hari ke-6
hari ke-7
kelompok I
kelompok II
kelompok III
kelompok IV
kelompok V
Kontrol (0 cc) suhu Kelembaban (°C) (%)
1.6 cc (12.5 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
3.2 cc (25 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
6.4 cc (50 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
12.8 cc (100 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
29
50
29
49
30
62
27
64
29
55
29
55
29
55
30
55
27
64
28
57
30
65
29
57
30
55
29
66
29
58
31
70
29
57
30
52
29
68
30
60
31
70
29
57
30
53
29
68
30
60
29
55
30
52
30
49
28
58
28
56
29
58
30
59
30
50
29
58
27
55
30
65
30
64
30
50
29
59
27
59
31
70
30
60
30
47
30
60
28
58
31
71
30
60
30
47
30
62
29
59
29
50
30
55
30
50
29
62
28
55
29
55
30
51
30
46
29
62
28
56
30
65
31
56
30
40
30
65
29
57
30
70
31
55
30
48
31
66
28
58
30
70
31
56
30
48
28
56
29
59
29
50
30
50
30
44
29
60
30
52
29
55
30
57
30
44
29
60
30
55
30
65
30
59
30
44
30
62
31
58
30
70
31
60
31
48
30
63
29
57
30
70
31
60
30
52
29
58
30
58
29
60
30
59
30
48
29
58
29
55
29
62
30
65
30
50
29
60
28
57
30
65
30
67
30
48
30
61
29
58
30
70
30
67
31
48
30
63
30
59
30
70
30
67
30
54
29
57
30
58
29
57
30
55
31
52
29
58
29
57
29
60
30
60
31
51
29
60
29
58
30
65
30
55
31
51
30
60
30
59
30
65
30
55
30
51
30
62
30
59
30
70
30
55
30
52
29
57
28
58
29
59
30
52
30
53
29
61
29
57
29
59
30
55
31
53
30
64
27
58
30
65
30
52
31
54
30
66
28
58
30
70
30
50
29
52
30
68
28
59
30
70
30
52
30
57
29
65
29
58
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Kronologi Pemajanan hari ke-8
hari ke-9
hari ke-10
hari ke-11
hari ke-12
hari ke-13
hari ke-14
kelompok I
kelompok II
kelompok III
kelompok IV
kelompok V
Kontrol (0 cc) suhu Kelembaban (°C) (%)
1.6 cc (12.5 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
3.2 cc (25 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
6.4 cc (50 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
12.8 cc (100 ppm) suhu Kelembaban (°C) (%)
29
60
30
50
30
55
29
66
28
53
29
65
30
50
30
55
30
66
27
59
30
68
30
48
30
55
30
68
29
60
30
70
30
51
30
40
30
68
30
61
30
70
30
51
30
45
29
58
30
60
29
60
30
52
30
42
29
60
27
54
29
65
30
51
30
45
29
60
28
56
30
68
30
52
30
40
30
70
29
55
30
70
30
52
30
41
30
70
29
57
30
70
30
55
30
60
29
58
29
60
29
60
31
31
30
61
29
58
27
54
29
65
32
50
30
61
30
65
28
57
30
68
32
51
30
56
30
70
30
58
30
70
32
51
29
60
29
54
30
58
30
70
32
51
30
63
29
55
30
57
29
65
30
51
30
65
30
65
27
54
29
65
30
51
29
48
30
70
28
56
30
68
30
52
30
50
29
55
28
58
30
70
30
52
30
50
29
55
29
60
30
70
31
52
30
50
30
58
31
61
29
60
29
55
30
50
30
65
27
53
29
65
30
56
30
51
30
70
28
56
30
68
30
55
30
56
30
59
30
56
30
70
30
52
30
58
30
59
30
57
30
70
30
51
30
58
30
60
29
58
29
57
30
50
30
58
30
63
28
54
29
65
30
52
30
50
30
65
29
55
30
68
30
52
30
48
29
62
30
56
30
70
30
54
32
51
29
64
30
56
30
70
30
54
32
50
29
65
29
58
29
60
30
52
32
50
29
65
27
54
29
65
30
52
30
50
30
67
28
56
30
68
30
56
30
57
28
61
29
56
30
69
30
49
30
58
28
61
30
57
30
70
30
52
30
61
29
63
30
59
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
LAMPIRAN 4
Kode sample KI1 KI2 KI3 KI4 KI5 KI6 KII1 KII2 KII3 KII4 KII5 KII6 KIII1 KIII2 KIII3 KIII4 KIII5 KIII6 KIV1 KIV2 KIV3 KIV4 KIV5 KIV6 KV1 KV2 KV3 KV4 KV5 KV6
Dosis pajanan (ml) 0 0 0 0 0 0 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 3,2 3,2 3,2 3,2 3,2 3,2 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8
MDA Paru (mmol/mg) 0,089 0,031 0,145 0,023 0,04 0,083 0,014 0,013 0 0,015 0,015 0,023 0,022 0,017 0,017 0,041 0,007 0,014 0,026 0,053 0,030 0,031 0,02 0,024 0,011 0,020 0,011 0,025 0,006 0,011
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
LAMPIRAN 5
Gambar 4. Kelompok I (Kontrol)
Gambar 5. Kelompok II (1,6 cc)
Gambar 6. Kelompok III (3,2 cc)
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Gambar 7. Kelompok IV (6,8 cc)
Gambar 8. Kelompok V (12,8 cc)
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
LAMPIRAN 6 Kelompok penelitian I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 I.6
II.1 II.2 II.3 II.4 II.5 II.6
III.1 III.2 III.3 III.4 III.5 III.6
IV.1 IV.2 IV.3 IV.4 IV.5 IV.6
V.1 V.2 V.3 V.4 V.5 V.6
Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara
II
Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara
II
Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara
II
Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara
II
Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara Sel Pneumosit tipe Sel Clara
II
II II II II II
LAPANG PANDANG 5 6 16 22 0 0 39 30 0 0 15 28 0 0 23 28 0 0 17 34 10 0 35 42 0 0
1 20 0 36 0 14 0 33 0 39 0 22 8
2 21 0 47 0 14 0 20 0 28 3 39 0
3 25 0 34 0 22 12 21 0 34 2 33 0
4 17 0 27 12 30 0 19 0 11 14 33 0
10 9
11 0
14 0
22 0
32 0
8 22 0 24 0 19 0 25 0 30 0 21 0
9 8 10 32 10 11 13 27 0 31 0 23 0
10 18 0 25 0 10 12 19 6 32 0 35 0
20 27 0 0 Slide tidak ada
24 0
17 0
15 0
19,2 0,9
26 7 21 0 0 11 30 13
24 0 13 12 19 0 40 11
21 0 14 9 16 0 37 0
34 0 22 0 19 0 34 0
38 0 26 0 42 0 20 0
31 10 29 0 21 0 32 8
22 0 30 0 39 0 31 0
44 0 25 0 49 0 31 12
18 15 20 0 22 0 27 8
23 0 21 0 26 0 20 0
28,1 3,2 22,1 2,1 25,3 1,1 30,2 5,2
17 0 12 0 30 0 6 5 13 4 12 0
26 5 12 5 18 0 17 0 11 0 9 0
17 4 14 0 14 0 9 0 11 0 10 0
17 0 15 0 14 0 17 0 8 4 5 0
13 0 32 0 11 0 6 0 10 0 9 0
8 4 12 0 11 0 13 0 12 0 10 0
7 0 18 0 11 0 14 0 12 0 4 0
11 0 17 0 10 0 7 0 9 0 6 0
8 0 20 0 10 5 8 0 11 0 7 5
15 0 13 0 8 4 3 8 8 4 5 0
13,9 1,3 16,5 0,5 13,7 0,9 10 1,3 10,5 1,2 7,7 0,5
21 10 8 7 27 0 41 0 9 0 10 0
14 0 4 0 14 0 10 0 9 0 6 0
10 14 6 0 36 0 10 0 15 0 11 0
11 0 14 0 14 0 13 0 10 0 6 0
20 0 23 0 13 0 14 0 9 0 4 0
22 0 12 11 21 0 7 0 13 0 13 14
18 0 11 0 34 0 13 7 6 0 6 2
13 0 22 5 13 11 9 6 20 8 3 0
7 10 15 4 15 4 18 6 17 4 7 0
14 0 17 0 22 0 6 0 5 0 7 0
15 3,4 13,2 2,7 20,9 1,5 14,1 1,9 11,3 1,2 7,3 1,6
9 0 17 0
5 0 12 0
8 0 7 0
6 9 8 6 8 0 0 0 0 0 10 4 14 10 24 0 0 0 0 14 Tidak Dapat Di Evaluasi (slide tidak bagus)
33 10 8 4
22 11 14 0
11,4 2,1 12 1,8
15 0 13 0 13 0
14 0 14 0 10 0
17 0 26 0 9 3
16 0 15 0 5 5
19 0 10 9 12 0
13 0 10 4 9 0
12,5 0,7 16 1,3 9,5 0,8
II II II II II
II II II II II
II II II II II
II II II II II
Rata-rata
7 23 0 23 0 39 0 11 8 10 7 34 0
11 0 34 0 12 0
8 0 8 0 11 0
12 0 17 0 8 0
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
0 7 13 0 6 0
19,2 1 31,7 2,2 20,2 3,7 22,6 1,4 26,6 3,6 31,7 0,8
LAMPIRAN 7
1. Berat badan hewan coba, dan keadaan lingkungan (suhu dan kelembaban)
Untuk mengetahui normalitas data dilakukan uji statistik terhadap berat badan hewan coba, suhu lingkungan dan kelembaban lingkungan dengan hasil sebagai berikut :
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Berat badan tikus
.136
30
.167
.944
30
.114
Suhu akuarium
.187
30
.009
.895
30
.006
Kelembaban
.159
30
.050
.915
30
.019
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Melalui uji diatas dijumpai bahwa sebaran berat badan hewan coba normal (p>0,05), sedangkan sebaran data suhu lingkungan dan kelembaban lingkungan tidak normal (p<0,05), sehingga untuk suhu lingkungan & kelembaban lingkungan dipakai nilai median, minimum & maksimum. Dikarenakan sebaran data berat badan normal, maka dilakukan uji homogenitas data, dengan uji lavene, didapatkan hasil :
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic Berat badan tikus
df1
df2
Sig.
3.348
4
25
.025
suhu_trans
.
4
.
.
kelembaban_trans
.
4
.
.
1
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan nilai p = 0.025. karena p>0.05, maka distribusi data berat badan tikus tidak homogen Karena data berat badan tikus sebarannya normal dan tidak homogen, maka dilanjutkan dengan uji kruskal walis. KRUSKAL WALLIS a,b
Test Statistics Berat badan
kelembaban_tra
tikus Chi-Square df Asymp. Sig.
suhu_trans
ns
5.934
27.232
26.878
4
4
4
.204
.000
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok penelitian
Untuk mencari nilai p dari suhu lingkungan dan kelembaban lingkungan, maka dipakai uji kruskal walis (karena sebaran datanya tidak normal) : Nilai p = 0.000 berarti didapatkan terdapat perbedaan bermakna antara grup tersebut (suhu dan kelembaban). Selanjutnya untuk mengetahui antar kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna maka dilakukan uji Mann Whitney dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6 (BAB IV)
2
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
2. Kadar MDA paru, Jumlah sel clara, dan Jumlah sel pneumosit tipe II
Uji Normalitas MDA paru, Jumlah sel clara, dan Jumlah sel pneumosit tipe II
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
MDAparu_trans
.122
28
.200
*
.962
28
.397
Sel Pneumosit tipe II
.109
30
.200
*
.965
30
.424
Sel Clara Trans
.089
28
.200
*
.979
28
.829
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Nilai p dari uji Shapiro Wilk > 0.05 sehingga disimpulkan sebaran data MDA paru, jumlah sel clara, dan jumlah sel pneumosit tipe II normal, maka selanjutnya dilakukan analisis homogenitas data dengan Levene tes sebagai berikut :
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
MDAparu_trans
2.139
4
24
.107
Sel Pneumosit tipe II
1.372
4
25
.272
Sel Clara Trans
1.228
4
23
.327
Dari uji diatas diperoleh nilai p > 0.05 berarti sebaran data MDA paru, jumlah sel clara, dan jumlah sel pneumosit tipe II homogen, sehingga selanjutnya dilakukan uji ANOVA
3
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
ANOVA Sum of Squares MDAparu_trans
Sel Pneumosit tipe II
Sel Clara Trans
df
Mean Square
F
Between Groups
1.602
4
.400
Within Groups
1.176
24
.049
Total
2.778
28
983.430
4
245.858
Within Groups
1053.004
25
42.120
Total
2036.434
29
.555
4
.139
Within Groups
1.315
23
.057
Total
1.870
27
Sum of Squares
df
Between Groups
Between Groups
Jumlah Sel Sertoli
Between Groups Within Groups Total
Mean Square
26,075
4
6,519
92,438
25
3,698
118,514
29
Sig.
8.168
.000
5.837
.002
2.428
.077
F 1,763
Berdasarkan hasil uji ANOVA pada MDA paru, didapatkan nilai p = 0 , maka dapat disimpulkan ada pengaruh yang bermakna minimal pada salah satu grup, pada sel pneumosit tipe II didapatkan nilai p=0.002, maka dapat disimpulkan adanya pengaruh yang bermakna minimal pada salah satu grup dan pada pemeriksaan sel clara, didapatkan nilai p = 0.077 (p>0.05), maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang bermakna antar grup tersebut.
4
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014
Sig. ,168
LAMPIRAN 8 FKUI – MER-C IKK PPDS Okupasi
Cluster Occ and Env Med
Biologi
Organic solvent
Ergonomi
Psikologi
Heavy metal
Advokasi regulasi
Toluena
Deteksi toksisitas pajanan toluena terhadap kerusakan sel pada berbagai organ tikus wistar jantan (darah, otak, saraf optik, paru, jantung, hepar, ginjal, testis)
Fakultas Kedokteran UI Patologi Anatomi dan Biokimia
Peneliti Utama : dr.Muchtarudin Mansyur, MS, SpOk, PhD.
Saraf Optik
Otak
Darah
Paru
Jantung
Hepar
Ginjal
Testis
Dr. Ferdianto
Dr. Lucas
Dr Dewi
Dr. Albert
Dr. Helena
Dr. Yusita
Dr. Stephens
Dr. Dyah
ert
Toksisitas toluena…,Albert Juniawan, FK UI, 2014