TOKSISITAS NIKEL [Ni] TERHADAP IKAN NILA GIFT (Oreochromis niloticus) PADA MEDIA BERKESADAHAN LUNAK (SOFT HARDNES)
MARDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tesis Toksisistas Nikel (Ni) terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Media Berkesadahan Lunak (Soft Hardnes) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Mardin NIM C151080191
ii
ABSTRACT MARDIN. Toxicity of Nickel (Ni) against Nila GIFT (Oreochromis niloticus) on the Soft Hardnes Water. Under direction of KUKUH NIRMALA and TATAG BUDIARDI. Nickel is a member of heavy metals. It can potentially poison the blood, interfere the respiratory system, damage tissues and membranes of lenders, and change the cell system. This research aimed to determine the effect of nickel toxicity on various biochemical processes in body GIFT tilaphia such as : level of oxygen consumption, hematological system, histopathology system, level of nickel accumulation,growth rate, and on survival rate. This research was conducted in three stages: test value range, acute test, and sub-chronic test. Acute test consisted of 5 treatment concentrations (0.00, 10.67, 18.98, 33.76, and 60.05 ppm). Sub-chronic test consisted of 3 phases (0.00, 1.39, and 4.18 ppm). Lc-50 value of 96 hours was 13.93 ppm. The level of nickel accumulations in flesh on treatment with concentrations of 60.05, 33.76, 18.98, 10.67, and 00:00 ppm respectively were: 73.37, 56.08, 42.00, and 32.90 mg/kg, while at 0:00 ppm, nickel was not detected. Generally, level of oxygen consumption in chronic sub test decreased significantly. After 32 days nickel exposure, treatment with concentration 4,18 and 1,39 ppm was respectively down: 0,47 to 0,14, and 0,46 to 0,21. At 0,00 ppm, it also decreased level of oxygen consumption but it was still stable relatively, from 0,49 to 0,42. Nickel exposure for 30 days also decreased hematocrit level, hemoglobin, erythrocyte, increased number of leukocytes, reduced growth rate, and damaged gill and liver. Key words: nickel, toxicity, GIFT tilapia (Oreochromis niloticus)
iii
RINGKASAN MARDIN. Toksisitas Nikel (Ni) terhadap Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus) pada Media Berkesadahan Lunak (Soft Hardnes). Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan TATAG BUDIARDI. Nikel merupakan salah satu anggota kelompok jenis logam berat yang memiliki sifat toksik bagi organisme perairan. Dampak dari logam berat nikel terhadap biota perairan adalah dapat meracuni darah, menganggu sistem pernapasan, merusak jaringan, selaput lendir, dan mengubah sistem sel. Pencemaran perairan yang disebabkan oleh nikel dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kegagalan dalam proses akuakultur. Hal ini dapat ditemukan pada kasus terjadinya kematian massal pada tingkat pencemaran berat dan efek yang lebih jauh, pada tingkat pencemaran yang lebih rendah akan berdampak pada kesehatan manusia yang menempati posisi top level dalam rantai makanan. Penelitian ini bertujuan mencari potensi toksisitas akut dari nikel yang dapat diekspresikan oleh nilai LC 50 nikel dan mempelajari pengaruh dan sifat toksik nikel terhadap tingkat konsumsi oksigen, bioakumulasinya di dalam darah dan daging/otot, kondisi hematologi, dan kondisi histopatologi ikan nila GIFT. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: uji nilai kisaran, uji akut, dan uji sub kronik. Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila GIFT dengan bobot rata – rata 13 – 15 gram per ekor, sedangkan nikel yang digunakan sebagai sumber toksikan adalah nikel klorida (NiCl 2 ). Wadah penelitian berupa akuarium berukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm yang diisi air sebanyak 30 liter. Pada uji akut digunakan 5 taraf konsentrasi yaitu tanpa nikel (A); 10.67 ppm (B); 18.98 ppm (C); 33.76 ppm (D); dan 60.05 ppm (E). Selanjutnya pada uji sub kronik digunakan 3 taraf yaitu tanpa nikel (A); 1.39 ppm (B); dan 4.18 ppm (C). Hasil penelitian menunjukan bahwa nikel memiliki sifat toksik yang relatif tinggi terhadap ikan nila GIFT. Nilai LC 50 96 jam sebesar 13.93 mg/L. Dampak kematian merupakan respon karena nikel merupakan xenobiotik yang mengganggu proses dalam sel organisme, menghambat kerja asetilkolinesterase sehingga terjadi akumulasi asetilkolin dalam susunan saraf pusat, menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang sampai menyebabkan ikan uji menjadi kaku dan mati. Akumulasi pada neuromuscular akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya reflex dan paralisis. Toksisitas nekel berdampak merusak jaringan insang yang disebabkan oleh bereaksinya ion Ni2+ dengan lender insang yang menyebabkan insang diselimuti oleh lender yang mengandung nikel dan merusak struktur lamella. Toksisitas nikel juga berdampak menurunkan konsumsi oksigen danmenyebabkan penyimpangan hematologi. Mulai dari konsentrasi 1,39 ppm, nikel menurunkan persentase hematokrit, persentase hemoglobin, kadar eritrosit, dan menaikan kadar leukosit darah ikan nila GIFT. Pada pengukuran kualitas air, secara keseluruhan kisaran nilai pada setiap parameter masih dalam kisaran yang layak bagi kehidupan ikan nila GIFT. Ini berarti parameter kualitas air bukan sebagai faktor pembatas bagi kehidupan ikan nila GIFT dalam penelitian ini. Kata kunci : nikel, toksisitas, ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus)
iv
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
TOKSISITAS NIKEL (Ni) TERHADAP IKAN NILA GIFT (Oreochromis niloticus ) PADA MEDIA BERKESADAHAN LUNAK (SOFT HARDNES)
MARDIN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. D. Djokosetiyanto, DEA
vii
Judul Tesis Nama NIM
: Toksisitas Nikel (Ni) terhadap Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus) pada Media Berkesadahan Lunak (Soft Hardnes) : Mardin : C151080191
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. Anggota
Diketahui,
Ketua Mayor Ilmu Akuakultur
Prof. Dr. Enang Harris, M.S.
Tanggal Ujian : 28 April 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Lulus :
Juni 2011
viii
PRAKATA
Sesungguhnya atas berkat dan karunia Allah SWT, proses perkuliahan dan penyusunan tesis dengan judul “Toksisitas Nikel (Ni) terhadap Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus) pada Media Berkesadahan Lunak” dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan doa, bantuan, motivasi dan dorongan untuk melakukan tugas belajar pada Program Magister Mayor Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Sc sebagai komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian, motivasi dan pikiran dalam penyusunan tesis ini 2. Bapak Prof. Dr. D. Djokosetiyanto, DEA selaku penguji luar komisi dan selaku Ketua Mayor Ilmu Akuakultur atas saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini. 3. Terima kasih pada tunanganku Wa Ode Lili Rahalia, S.P atas segala doa, dukungan dan motivasi yang telah diberikan 4. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda La Udu dan ibunda Wa Aima, Kakak (Zubiah, Rabiana, Jamil), adik (Sahbir, S.Pd, Kamil, S.Pd, Aida, dan Masroni), Kakak dan Adik Ipar (Drs. Sulfa, M.Si, Haerun, Nur Hamidah, dan Zaidah), dan semua keluarga atas segala doa, dukungan dan motivasi selama penulis menempuh studi. 5. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Mayor Ilmu Akuakultur angkatan 2008 atas kebersamaan dan kerjasamanya Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat dan hanya kepada Allah SWT kita berserah diri.
Bogor, Juni 2011 Mardin
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pulau Maginti Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 26 Juli 1978 dari pasangan Bapak La Udu dan Ibu Wa Aima. Penulis merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan penulis di SD Negeri No.2 Pulau Maginti, lulus tahun 1991, SMP Satria Kendari lulus tahun 1994 dan SMAN 2 Kendari lulus tahun 1997. Pada tahun 1997, penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis tamat dari Universitas Haluoleo pada tahun 2005. Tahun 2006 hingga sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negri Sipil pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2008, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan S2 di Mayor Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
x
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ................................................................................................ DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ............................................. ...............................
x xii xiv xv xvi
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1.2 Kerangka Pemikiran ................................................................. 1.2 Tujuan dan Manfaat .................................................................. 1.3 Hipotesis ...................................................................................
1 1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
5
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7
Klasifikasi dan Morfologi ikan Nila .......................................... Logam Berat Nikel .................................................................... Toksisitas Logam Berat ............................................................. Toksisitas Logam Berat Nikel .................................................. Akumulasi Logam Ni pada Tubuh Ikan Nila ............................ Sistem Pernapasan Ikan ............................................................. Pengaruh Toksisitas Nikel terhadap Tingkat Konsumsi Oksigen ..................................................................................... 2.8 Pengaruh Toksisitas Nikel terhadap Kondisi Hematologi Ikan .. 2.9.1 Eritrosit ............................................................................. 2.9.2 Leukosit ........................................................................... 2.9.3 Hematokrit ........................................................................ 2.9.4 Hemoglobin ...................................................................... 2.9 Pengaruh Toksisitas Nikel terhadap Histopatologi ................... 2.10 Bioassay .................................................................................... 2.11 Kualitas Air ...............................................................................
5 7 8 11 14 15
III. METODE PENELITIAN ....................................................................
28
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 3.2. Bahan dan Alat Penelitian ........................................................... 3.2.1. Bahan dan Ikan Uji ............ ............................................. 3.2.2. Media Uji ....................................................................... 3.2.3. Alat Uji ........................................................................... 3.2.4. Wadah Penelitian ........................................................... 3.3 Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 3.3.1 Uji Nilai Kisaran ........................................................... 3.3.2. Uji Toksisitas Akut ........................................................ 3.3.3. Uji Sub-Kronik ............................................................... 3.4. Analisis data .............................................................................
28 28 28 28 28 29 29 29 30 31 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
39
4.1. Hasil ........................................................................................... 4.1.1. Uji Nilai Kisaran ............................................................
39 39
16 17 18 19 20 21 21 24 25
xi
4.1.2. Uji Akut .......................................................................... 4.1.3. Uji Sub Kronik .............................................................. 4.2. Pembahasan Umum ....................................................................
39 46 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
68
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 5.2 Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
70 70 71
LAMPIRAN
76
...........................................................................................
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Sifat toksisitas nikel pada beberapa jenis ikan ...................................
14
2
Persentase tingkat kematian ikan nila GIFT selama uji nilai kisaran pemaparan nikel ...................................................................................
39
Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ..................................................................................
46
Rata-rata hematokrit, hemoglobin, eritrosit, dan leukosit darah ikan nila GIFT setelah 30 hari pemaparan nikel .........................................
48
5
Kondisi jaringan organ hati dan insang ……………...........................
53
6
Kisaran rata-rata nilai beberapa parameter kimia dan fisika air media selama uji sub kronik ..........................................................................
58
3 4
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Morfologi ikan nila GIFT ........................................................................ 5
2
Bagian-bagian lamela insang ................................................................... 21
3
Persentase tingkat mortalitas ikan nila GIFT selama uji akut pemaparan nikel .......................................................................................................... 40
4
Tingkat akumulasi nikel pada darah ikan nila GIFT selama uji akut ...... 42
5
Tingkat akumulasi nikel pada daging/otot ikan nila GIFT selama uji akut ............................................................................................................ 43
6
Rata-rata frekuensi pergerakan operculum ikan nila GIFT selama uji akut pemaparan nikel ............................................................................... 43
7
Nilai LC 50 ikan nila GIFT pada uji akut pemaparan nikel ....................... 45
8
Tingkat konsumsi oksigen ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel ..... 47
9
Rata-rata kadar hematokrit darah ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ....................................................................................... 49
10
Rata-rata kadar hemoglobin darah ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ........................................................................................ 50
11
Rata-rata kadar eritrosit darah ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel .......................................................................................................... 51
12
Rata-rata jumlah leukosit darah ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ....................................................................................... 52
13
Rata-rata pertumbuhan berat mutlak ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ....................................................................................... 56
14
Rata-rata laju pertumbuhan spesifik ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ....................................................................................... 56
15
Rata-rata tingkat kelangsungan hidup ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ....................................................................................... 57
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Data mortalitas ikan pada uji nilai kisaran .............................................. 74
2
Data mortalitas ikan pada uji lanjut ( uji akut) ......................................... 75
3
Diagram dari tahap proses pengukuran kandungan nikel dalam daging ikan nila dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectroscpic)……………………………………………………………… 76
4
Tingkat rata-rata akumulasi logam berat nikel dalam darah ikan nila gift pada uji akut ………………………………………………………….... 78
5
Tingkat rata-rata akumulasi logam berat nikel dalam daging ikan nila gift pada uji akut .....................................................................................
80
6
Out put analisis probit LC 50 -24 jam ......................................................... 82
7
Out put analisis probit LC 50 -48 jam ......................................................... 84
8
Output analisis probit LC 50 -72 jam ............................................................ 86
9
Output analisis probit LC 50 -96 jam ............................................................ 88
10
Rata-rata frekuensi gerak operculum ikan nila GIFT selama uji akut pemaparan nikel ................................................................................. 90
11
Analisis ragam konsumsi oksigen ikan nila GIFT selama 32 hari pemaparan nikel ............................................................................. 96
12
Analisis ragam kadar hematokrit ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel .......................................................................... 102
13
Analisis ragam kadar haemoglobin ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ............................................................................ 107
14
Analisis ragam jumlah eritrosit ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel ........................................................................... 112
15
Analisis ragam jumlah leukosit ikan nila GIFT selama 30 hari pemaparan nikel .......................................................................... 117
16
Pertumbuhan mutlak berat rata-rata ikan nila GIFT pada media yang terkontaminasi nikel selama 32 hari pemaparan nikel ............................. 122
17
Laju pertumbuhan spesifik rata-rata ikan nila GIFT pada media yang terkontaminasi nikel selama 32 hari pemaparan ...................................... 124
18
Tingkat konsumsi pakan rata-rata ikan nila GIFT … .............................. 129
19
Derajat kelangsungan hidup (survival rate) ikan nila GIFT pada media yang terkontaminasi nikel selama 32 hari pemaparan nikel .................... 130
xv
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Nikel (Ni) merupakan salah satu anggota kelompok logam berat. Logam ini
termasuk logam transisi golongan VIIIB yang berwarna putih perak mengkilat, keras, mudah dibentuk dan mudah ditempa. Pemanfaatan nikel bagi kebutuhan manusia terutama sebagai pelapis logam tahan karat, pembuatan aliasi logam (monel, nikron, dan alkino), dan sebagai katalis pada hidrogenasi lemak dalam pembuatan margarine (Sunardi 2006). Didorong oleh kebutuhan ini, aktivitas penambangan nikel dunia terus mengalami peningkatan. Di Indonesia, potensi penambangan nikel terdapat di Sulawesi, Kalimantan bagian Tenggara, Maluku, dan Papua (Anonim 2011). Lokasi penambangan nikel yang umumnya berdekatan dengan sungai dan laut memungkinkan nikel masuk ke perairan melalui limpasan air hujan dari tumpukan tanah tambang dan debu tanah tambang yang mengendap dari atmosfir. Kondisi ini dapat membuat konsentrasi alami nikel di perairan bergeser pada kondisi ekstrim, yaitu konsentrasi nikel di perairan meningkat melewati batas sehingga nikel akan bersifat toksik bagi biota perairan. Biota laut yang hidup di perairan tercemar secara biologis akan mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya, semakin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan maka semakin tinggi pula kadar logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan air yang hidup di dalamnya (Bryan 1976). Dalam kondisi ekstrim, nikel dapat meracuni darah ikan, menyebabkan gangguan saraf, kerusakan hati, kerusakan insang, dan lain-lain. Menurut Connel dan Miller (1995) terdapat pengaruh toksik Ni pada ikan salmon. Pada kadar 1200 ppb (1,2 ppm) logam Ni dapat mematikan 50% embrio dan larva kerang C Virginica (LC 50 , 24 jam), dan pada kadar 1300 ppb (1,3 ppm) dan 5700 ppb) (5,7 ppm) dapat mematikan 50% embrio dan larva kerang M. Marcenaria. Nilai LC 50 nikel terhadap beberapa jenis ikan air tawar dan ikan air laut berkisar 1 – 100 ppm. Peningkatan kesadahan, pH, dan konsentrasi bahan toksik memberikan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi LC 50 ikan (Isaac 2009). Pada perairan yang berkesadahan lunak (soft hardnes), nikel akan bersifat lebih toksik. Sifat
1
toksik akan berkurang seiring dengan meningkatnya kesadahan. demikian, Ni akan lebih toksik pada ikan yang dibudidayakan
Dengan
di air tawar,
dibanding yang dibudidayakan di air payau atau laut yang kesadahannya lebih tinggi. Ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk dalam komoditas ekspor perikanan unggulan. Pengimpor ikan nila dari Indonesia mencakup Amerika, Eropa, dan Jepang. Pada tahun 2015, perluasan tujuan ekspor ikan Indonesia adalah menembus negara-negara Timur Tengah. Kondisi ini membuka peluang yang sangat luas untuk meningkatkan produksi ikan nila.
Hal ini didukung pula dengan kemudahan dalam
membudidayakan ikan nila yang dapat dipelihara di jaring apung atau kolam, dan pertumbuhannya yang relatif lebih cepat dibanding dengan ikan nila lokal, serta tahan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan. Di Indonesia, penelitian tentang toksisitas nikel khususnya pada ikan air tawar masih jarang dilakukan sementara dampak toksik yang ditimbulkan oleh keberadaan unsur ini terhadap organisme perairan berpotensi terjadi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh toksisitas logam berat nikel terhadap ikan nila GIFT yang dipelihara pada media yang berkesadahan lunak (soft hardnes) dengan variabel penelitian meliputi: kondisi hematologi, kondisi histopatologi, tingkat akumulasinya, laju pertumbuhan, dan derajat kelangsungan hidupnya (SR). 1.2 Kerangka Pemikiran Nikel merupakan salah satu jenis logam berat non esensial yang bersifat toksik pada ikan. Dampak toksisitas yang ditimbulkan dapat meracuni darah ikan, menyebabkan gangguan saraf, kerusakan hati, kerusakan insang, dan lain-lain. Ikan yang hidup pada perairan yang tercemar nikel secara biologis akan mengakumulasi nikel tersebut dalam jaringan tubuhnya, semakin tinggi tingkat pencemaran perairan maka semakin tinggi pula kadar nikel yang terakumulasi dalam tubuh ikan nila yang hidup di dalamnya. Absorbsi nikel dalam tubuh ikan dapat terjadi secara langsung melalu insang dan kulit atau secara tidak langsung melalui rantai makanan. Pada perairan yang berkesadahan lunak seperti air tawar,
2
nikel akan bersifat lebih toksik terhadap biota perairan. Untuk itu, penelitian tentang toksisitas Ni pada ikan air tawar/berkesadahan lunak, termasuk ikan nila, sangat diperlukan. 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh toksik nikel pada
berbagai konsentrasi terhadap berbagai proses fisiologis dan histologi di dalam tubuh ikan nila GIFT seperti: tingkat konsumsi oksigen, kondisi hematologi, kondisi histopatologi, derajat akumulasi logam berat nikel pada darah dan daging (otot), laju pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidupnya (SR). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi mengenai efek toksik yang ditimbulkan oleh logam berat nikel terhadap proses fisiologis dan histologi dalam tubuh ikan nila GIFT yang diperoleh melalui perlakuan dengan pemberian fariasi konsentrasi nikel terhadap media pemeliharaannya. Lebih jauh dalam jangka panjang diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan pengelolaan air limbah bagi Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang lebih baik pada perusahaan yang mengeksplorasi nikel alam, sehingga tidak ikut mengambil andil dalam mensuplai nikel pada lingkungan perairan dan akuakultur. 1.4
Hipotesis Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Konsentrasi nikel yang berbeda dalam perairan memberikan respon konsumsi oksigen yang berbeda terhadap ikan nila GIFT.
2.
Konsentrasi nikel yang berbeda dalam perairan memberikan respon kondisi hematologi ikan nila GIFT yang berbeda.
3.
Konsentrasi nikel yang berbeda dalam perairan memberikan respon kondisi histopatologi ikan nila GIFT yang berbeda.
4.
Konsentrasi nikel yang berbeda dalam perairan memberikan respon tingkat akumulasi yang berbeda pada daging dan darah ikan nila GIFT.
5.
Konsentrasi nikel yang berbeda dalam perairan memberikan respon derajat laju pertumbuhan ikan nilam GIFT yang berbeda.
3
6.
Konesentrasi nikel yang berbeda dalam perairan memberikan respon derajat kelangsungan hidup (SR) ikan nila GIFT yang berbeda.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus Linne) merupakan salah satu jenis
ikan budidaya yang penting dan telah menjadi komoditas ekspor. Sejauh ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor ikan nila GIFT terbesar (sekitar 10 juta ton/tahun) (Suria 2003, diacu dalam Nur 2004) disamping Taiwan, Costa Rica, Filipina dan Thailand. Oleh karenanya budidaya ikan tersebut terus berkembang dan produksinya selalu ditingkatkan. Ikan nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapias) merupakan hasil persilangan beberapa varietas nila yang ada di beberapa negara di dunia (Beniga dan Circa 1997).
Menurut Eknath et al. (1993), ikan nila GIFT merupakan
varietas baru dari jenis ikan nila yang dikembangkan oleh ICLARM di Filipina. Ikan ini merupakan hasil seleksi famili dari 25 pasangan terbaik yang dilakukan oleh GIFT Project di Filipina dan merupakan hasil perkawinan 4 jenis strain nila dari Afrika dan 4 jenis strain nila dari Asia. Ikan nila GIFT tersebut diintroduksi dari Filipina oleh Balitkanwar pada tahun 1995 dan 1997 (Gupta dan Acosta 2004, diacu dalam Madinawati 2005). Klasifikasi ikan nila GIFT adalah : Filum
: Chordata
Sub-filum : Vertebrata Kelas
: Osteichthyes
Sub-kelas
: Acanthoptherigii
Ordo
: Percomorphi
Sub-ordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus (Suyanto 1993, diacu dalam Nur 2004).
5
Jantan
Betina
Gambar 1 Morfologi ikan nila GIFT Nila GIFT dapat dibedakan dari nila lokal dengan melihat ketebalan tubuhnya, yaitu tubuh nila GIFT memanjang dengan perbandingan panjang dan tinggi 2 : 1, sementara perbandingan tinggi dan lebar tubuh 4 : 1. Ikan nila lokal tubuhnya lebih memanjang dan tipis karena perbandingan panjang dan tinggi 2,5 : 1 dan perbandingan tinggi dan lebar 3 : 1 (Arie 2001). Selanjutnya dinyatakan, bahwa pada bagian bawah tutup insang ikan nila GIFT berwarna putih sedangkan ikan nila lokal berwarna putih agak kehitaman, bahkan ada yang kuning. Tubuh ikan nila pipih, berwana kelabu kehijauan dengan garis melintang pada kedua sisinya dan pada sirip punggung dan sirip ekor. Panjang kepala ikan nila lebih pendek daripada ikan mujair sedangkan tinggi badan sebaliknya (Mc Bay 1961; Schmittou dan Dendy 1961; Soejanto 1971, diacu dalam Brojo 1992). Ciri-ciri morfologi ikan nila adalah: sirip punggung ikan nila XV-XVI. 1213, sirip duburnya III, 10-15, jumlah sisik pada linea lateral ada 31-33, sisik di atas linea lateral ada 4-5 sedangkan sisik pipinya ada 2-3, panjang kepala 0,28 – 0,33 kali panjang baku, tinggi badan 0,40 – 0,45 kali panjang baku, panjang rahang bawah 0,29 – 0,33 kali panjang baku (Beckman 1962, diacu dalam Brojo 1992). Jumlah tapis insang pada lengkung insang pertama bagian bawah ikan nila adalah 22-23 (Selam 1989, diacu dalam Brojo 1992). 2.2
Logam Berat Nikel Nikel (Ni) merupakan salah satu unsur logam transisi golongan VIIIB yang
berwarna putih perak mengkilat, keras, mudah dibentuk dan mudah ditempa. Di alam, nikel terdapat dalam bentuk senyawa, misalnya pentlandite (FeS.NiS), nickeliferous pyrrhotite dan lain-lain. Ditemukan oleh Axel Cronstedt pada tahun 1751. Nikel mempunyai masa atom 58,6934 sma, massa jenis 8,90 gram/cm³,
6
nomor atom 28, jari-jari atom 1,24 Å, konfigurasi elektron 2 8 16 2, konduktivitas listrik 14,6 x 10⁶ ohm ¹ cm ¹, dan konduktivitas kalor 90,7 W/mK, serta dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +2 dan +3.
Nikel digunakan sebagai
pelapis logam tahan karat, membuat aliasi logam seperti monel, nikron dan alkino, dan serbuk nikel digunakan sebagai katalis pada hidrogenasi lemak dalam pembuatan margarin (Sunardi 2006). Menurut Setiono (1990), logam nikel (Ni) larut dalam asam klorida encer dan pekat, serta asam sulfat encer membentuk hidrogen . Nikel mempunyai titik didih 1453,0 °C dan titik leleh 2732,0 °C (Anonim 2005, diacu dalam Zulkarnain et al. 2008). Kadar nikel (Ni) pada kerak bumi sekitar 75 mg/kg (Moore 1991, diacu dalam Effendi 2003). Pada proses pelapukan, nikel membentuk mineral hidrolisat yang tidak larut. Di perairan, nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garamgaram nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH < 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida karbonat dan sulfat. Pada pH > 9 nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida dan karbonat, dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut (Moore 1990, diacu dalam Effendi 2003). Kadar nikel di perairan tawar alami adalah 0,001 – 0,003 mg/L (Scoullus dan Hatzianestis 1989; Moore 1990, diacu dalam Effendi 2003). Pada perairan laut berkisar antara 0,005 – 0,007 mg/liter (McNeely et al. 1979).
Untuk
melindungi kehidupan organisme akuatik, kadar nikel sebaiknya tidak melebihi 0,025 mg/liter (Moore 1990, diacu dalam Effendi 2003). Untuk air minum < 0,1 mg/L (WHO 1984, diacu dalam Effendi 2003).
Nikel termasuk unsur yang
memiliki toksisitas rendah. Nilai LC50 nikel terhadap beberapa jenis ikan air tawar dan ikan air laut berkisar 1 – 100 mg/liter. Urutan toksisitas beberapa logam dari sangat rendah sampai yang sangat tinggi berturut-turut adalah Sn
non
konservatif, akan tetapi menunjukkan sifat konservatif di muara sungai (Chester 1993). Sumber utama nikel berasal dari pengikisan batuan yang ada di sungai
7
(Bryan 1976). Nikel di muara sungai menunjukkan konsentrasi yang semakin meningkat dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorbsi dari partikelpartikel yang ada di muara sungai dan proses tersuspensi. Di perairan, nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH < 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut (Moore 1990, diacu dalam Effendi 2003). Nikel digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti : pelindung baja (stainless steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik, aplikasi industri pesawat terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik bertenaga gas, pembuat magnet kuat, pembuatan alat-alat laboratorium (nikrom), kawat lampu listrik, katalisator lemak, pupuk pertanian, dan berbagai fungsi lain (Gerberding 2005). 2.3
Toksisitas Logam Berat Toksisitas logam-logam berat yaitu melukai insang dan struktur jaringan
luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernafasan berupa sirkulasi dan ekskresi dari insang (Nicodemus 2003, diacu dalam Jalius 2008). Keracunan Cu dapat menyebabkan kehilangan ion-ion natrium dan sodium dalam tubuh ikan, sehingga ikan menjadi lemas dan akhirnya mati (Zahner et al. 2006).
Unsur Cd dalam tubuh hewan dapat menyebabkan oksidasi yang
berlebihan, sehingga timbul perasaan lapar terus-menerus dan akhirnya mati (Sandrini et al. 2006). Keracunan Hg, Cu, Zn, Fe, Cd, dan Pb pada larva Haliotis rubra, dapat menyebabkan abnormalnya bentuk tubuh larva tersebut (Gorski dan Nugegoda 2006). Di pertambangan uranium yang mengandung Selenium (Se), ikan rainbow trout dan Brook trout memiliki kandungan Se tinggi dalam telurnya (8,8 – 10,5 µg/g bobot basah telur) dan terjadi kelainan pada anak ikan yaitu tulang kepala (craniofacial) dan rangka tubuh (skeletal) serta terjadi oedema (Holm et al. 2005, diacu dalam Jalius 2008).
8
Keracunan Pb dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan sebagai akibat dari gangguan penyerapan kalsium (Grosel et al. 2005).
Ikan salmon yang
diekspose dalam air dengan dosis 1 ppm Hg selama 30 menit akan menurunkan fertilitas spermatozoanya (Darmono 1995). Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel (Manahan 1977). Di perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk senyawa kompleks dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Connel dan Miller 1995). Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Pertama, logam berat esensial, yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Ni, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Jenis kedua, logam berat tidak esensial atau beracun, yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Connel dan Miller 1995). Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota (Darmono 1995). Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah), yaitu merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan
9
adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+> Sn2+ > Zn2+.
Menurut Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu : a) Bersifat toksik tinggi (Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn) b) Bersifat toksik sedang (Cr, Ni, dan Co) c) Bersifat tosik rendah (Mn dan Fe). Adanya logam berat di perairan berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat (Sutamihardja 1982) yaitu : a) Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai b) Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut c) Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air d) Mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu. Walaupun terjadi peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat berubah setiap saat. Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami oleh senyawa tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan tersuspensi total atau seston (Nanty 1999). Fungsi-fungsi perilaku secara umum akan lemah akibat adanya zatpencemar, dan ikan sering memperlihatkan tanggapan ini pertama ketika terekspos polutan (Little et al. 1993). Perubahan tingkah laku seperti gerakan vertikal terjadi karena hilangnya keseimbangan. Pada toksisitas yang tinggi membuat gerakan ikan kacau balau dan akhirnya mati. Aktifitas renang merupakan indikator sensitif akan hadirnya senyawa berracun diperairan (Rose et al. 1993). Toksisitas cadmium menyebabkan gerakan operculum yang
10
tidak beraturan dan hilangnya keseimbangan pada Tilapia mossambica (Ghatak dan Konar 1990). 2.4
Toksisitas Logam Berat Nikel Ketoksikan nikel pada kehidupan akuatik bergantung pada spesies, pH,
kesadahan dan faktor lingkungan lain (Blaylock dan Frank 1979). Peningkatan pH dan kesadahan air serta konsentrasi bahan toksik memberikan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi LC- 50 ikan. Setelah 72 jam, ikan yang hidup di dalam konsentrasi nikel 8,0 – 12,0 ppm menyebabkan kulit akan rusak dan tubuh luka-luka sebagai indikasi dari tekanan pH (Isaac 2009). Menurut Nebeker et al. (1985), nikel dinyatakan sebagai logam beracun sedang untuk ikan dan hewan invertebrata ketika konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan logam yang lain. Nikel termasuk unsur yang memiliki toksisitas rendah. Toksisitas nikel (LC 50 ) terhadap Lemna minor adalah 0,45 mg/liter, Nilai LC- 50 nikel terhadap Daphnia magna adalah 19,5 mg/loter, terhadap beberapa jenis ikan air tawar dan ikan air laut berkisar antara 1 – 100 mg/liter. Bersama-sama dengan Cu dan Zn, nikel memiliki sifat aditif (Moore 1991, diacu dalam Effendi 2003). Dampak limbah pertambangan nikel (Ni) yang mengandung Cu, nolin, dan garson dapat menyebabkan penurunan daya hidup dan depresi tingkat hormon testosteron ikan creek chub dan pearl dace. Kemampuan hidup berkurang dari 60% pada limbah yang mengandung Cu dan garson, juga terjadi penurunan bobot badan. Effluent pertambangan nikel juga banyak mengandung nikel, rubidium, strontium, lithium, selenium yang dapat berakumulasi dalam jaringan ikan (Dube et al. 2005, diacu dalam Jalius 2008). Nikel merupakan logam berat non essensial yang dapat menyebabkan toksik bagi mahluk hidup. Meski racun ini bersifat kumulatif, artinya sifat racun akan timbul apabila terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar dalam tubuh mahluk hidup. Ketoksikan nikel pada organisme akuatik bergantung pada kesadahan, pH dan kandungan bahan organik, seperti parameter monitor lingkungan lainnya (Sanusi 2009). Pada pH < 9, nikel di perairan bersifat sebagai kation bebas (Effendi 2003). Chapman et al. (1980) melaporkan ketoksikan nikel akut itu pada Daphnia makin berkurang dengan meningkatnya kesadahaan. Kematian
11
organisme khususnya ikan akibat logam berat dapat terjadi karena bereaksinya kation logam berat dengan oksigen dan fraksi tertentu dari lendir sehingga menyebabkan insang diselimuti gumpalan lendir logam berat.
Oksigen
merupakan komponen yang utama bagi pernapasan, metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan serta untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Anonim 1985). Nikel (Ni) mempunyai dampak negatif bagi kesehatan terutama jika kadarnya sudah melebihi ambang batas. Walaupun pada konsentrasi rendah, efek ion logam berat dapat berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai makanan. Seperti halnya sumber-sumber polusi lingkungan lainnya, logam berat tersebut dapat ditransfer dalam jangkuan yang sangat jauh di lingkungan (Hapsari 2008). Nikel dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh, tetapi bila terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi dapat berbahaya untuk kesehatan manusia, yaitu : menyebabkan kanker paru-paru, kanker hidung, kanker pangkal tenggorokan dan kanker prostat, merusak fungsi ginjal, menyebabkan kehilangan keseimbangan, menyebabkan kegagalan respirasi, kelahiran cacat, menyebabkan penyakit asma dan bronkitis kronis serta merusak hati. Nikel terdapat di dalam air sebagai Ni2+ dan kadang-kadang sebagai NiCO 3 . Kadar nikel di perairan tawar alami adalah 0,1-0,3 ppb, sedangkan pada perairan laut berkisar antara 0,5 – 2 ppb (Lawrence 2003). Fitoplankton mengandung 1-10 ppb nikel, alga (air tawar dan air asin) mengandung 0,2 - 84 ppb nikel, lobsters mengandung 0,14-60 ppb nikel, moluska 0,1-850 ppb, dan ikan antara 0,1 dan 11 ppb (Conard 2005). Garam-garam nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH < 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut (Moore 1990, diacu dalam Effendi 2003). Di muara sungai, nikel menunjukkan konsentrasi yang semakin meningkat dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikel-partikel yang ada di muara sungai dan proses resuspensi.
12
Gerberding (2005) melaporkan bahwa dalam konsentrasi tinggi nikel di tanah berpasir merusak tanaman dan di permukaan air dapat mengurangi tingkat pertumbuhan alga. Lebih lanjut dikatakan bahwa nikel juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme,
tetapi
mereka
biasanya
mengembangkan
perlawanan terhadap nikel setelah beberapa saat. Ketoksikan nikel pada kehidupan akuatik bergantung pada spesies, pH, kesadahan dan faktor lingkungan lain (Blaylock dan Frank 1979). Beberapa faktor-faktor telah dihubungkan dengan tingkah laku abnormal pada ikan lele akibat toksisitas logam berat Ni, termasuk kerusakan saraf karena terganggunya transmisi antara sistem saraf dan berbagai lokasi-lokasi efektor, kelumpuhan dan gangguan sistem pernapasan karena kelainan fungsi enzim tubuh, dan penyalahgunaan energi yang mengakibatkan penghabisan energi (Isaac 2009). Nilai LC 50 nikel terhadap beberapa jenis ikan air tawar dan ikan air laut berkisar 1 – 100 mg/liter. Peningkatan pH dan kesadahan air serta konsentrasi bahan toksik memberikan pengaruh signifikan terhadap konsentarasi LC 50 ikan. Setelah 72 jam, ikan yang hidup di dalam konsentrasi nikel 8,0-12,0 ppm menyebabkan kulit akan rusak dan tubuh luka-luka sebagai indikasi dari tekanan pH (Isaac 2009). Menurut Nebeker et al. (1985), ketika konsentrasi nikel lebih tinggi dibandingkan logam yang lain, nikel dinyatakan sebagai logam beracun. Tingkat toleransi beberapa jenis ikan terhadap nikel tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat toksisitas nikel pada beberapa jenis ikan No Uraian 1. LC 50 -96 jam terhadap Atherinops affinis 2. Larva abalone LC 50 -48 jam 3. Abalone fase juvenil LC 50 -48 jam 4. LC 50 -96jam terhadap Clarias gariepinus 5. Daphnia hyaline LC 50 – 48 jam 6. Daphnia magna LC 50 – 48 jam
Nilai 26,560 ppm
Sumber Hunt et al. 2002
14,5 ppm 26,43ppm
Hunt et al. 2002 Hunt et al. 2002
8,87 ppm
Isaac 2009
1.9 ppm 30-150 ppb
Chapman et al. 1980 Chapman et al. 1980
13
2.5 Akumulasi Logam Berat Ni pada Tubuh Ikan Nila Biota laut yang hidup di perairan tercemar secara biologis akan mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya, semakin tingkat pencemaran suatu perairan maka semakin tinggi pula kadar logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan air yang hidup di dalamnya (Bryan 1976, diacu dalam Salamah 2002). Bahan pencemaran seperti logam berat atau logam masuk ke dalam tubuh melalui mulut, insang, dan kulit (Darmono 1995, diacu dalam Jalius 2008). Ikan yang hidup pada media yang tercemar oleh logam berat, secara alami akan mengakumulasi logam berat ke dalam tubuhnya, baik secara langsung melalui permukaan kulit dan insang maupun melalui makanannya. Ikan mas dan nila dari Waduk Saguling dan Waduk Cirata mengakumulasi Hg, Cu, dan Zn dengan kadar yang cukup membahayakan. Kerang dari Pantura Semarang ditemukan mengandung logam Cd 40 kali lipat di dalam dagingnya (Anonim 2002, diacu dalam Marwati 2005). Ikan umumnya mengambil logam berat melalui insang, kemudian ditransfer melalui darah ke ginjal. Bentuk logam berat anorganik disimpan dalam jaringan, kemudian ditransfer ke ginjal dan diekskresikan.
Logam organik tidak
diekskresikan tetapi terakumulasi dalam jaringan otot. logam
berat
dalam
tubuh
ikan
juga
dapat
Selain itu, masuknya
melalui
rantai
makanan
(Mokoagouw 2000). Akumulasi logam berat dipengaruhi oleh faktor biologis dan fisik seperti musim, reproduksi, salinitas dan kedalaman air.
Bioakumulasi logam berat
bergantung pada zat kimia, peredarannya dan mekanisme masuknya logam interseluler kompartemen dan aspek homeostatis seluler logam (Gosling 1992, diacu dalam Jalius 2008). Menurut Sanusi (1985), hati dan ginjal ikan memiliki kemampuan yang lebih besar dibandingkan dengan ototnya dalam mengakumulasi logam berat Hg dan Cd. Tingginya kandungan logam berat tersebut disebabkan karena logam berat tersebar memiliki afinitas yang besar terhadap metallothionein pada organ tersebur (Goldwater dan Clarkson 1972; Miettinen 1977; Forstner dan Wittmann 1979; Boline 1980; Hodgson dan Guthrie 1980; Ward 1982a, diacu dalam Sanusi
14
1985). Dari hasil penelitian terhadap 21 jenis ikan laut, diketahui bahwa sejenis protein metallothionein pengikat logam berat pada hati dan ginjal ikan dijumpai lebih tinggi daripada yang terdapat pada ototnya. Hal tersebut diduga sebagai penyebab tingginya akumulasi logam berat (Hg dan Cd) pada hati dan ginjal ikan uji dibandingkan dengan yang terjadi pada ototnya (Takeda dan Shimizu 1982, diacu dalam Sanusi 1985). Selanjutnya Darmono dan Arifin (1989) menyatakan, bahwa logam berat banyak terakumulasi pada tulang daripada organ lain. Sistem kekebalan pada ikan, umumnya hampir sama dengan hewan mamalia, yaitu terbagi menjadi sistem kekebalan non spesifik dan spesifik. Kekebalan ini bisa diperoleh karena bawaan atau akibat respon tanggap kebal terhadap suatu agen (Ingram 1979; Gudkovs 1998, diacu dalam Saptiani 1997). 2.6
Sistem Pernapasan Ikan Pernapasan
adalah
proses
pengikatan
oksigen
dan
pengeluaran
karbondioksida oleh darah melalui permukaan alat pernapasan. Proses pengikatan oksigen selain dipengaruhi struktur alat pernapasan juga dipengaruhi oleh perbedaan tekanan parsial O 2 antara perairan dengan darah. Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan gas-gas berdifusi kedalam darah atau keluar melalui alat pernapasan (Fujaya 2004). Insang merupakan komponen penting dalam proses pertukaran gas. Insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras dengan beberapa filamen insang didalamnya. Tiap-tiap filamen insang terdiri atas banyak lamela insang yang merupakan tempat pertukaran gas. Tugas ini ditunjang oleh struktur lamela insang yang tersusun atas sel-sel epitel yang tipis pada bagian luar, membran dasar dan sel-sel tiang sebagai penyangga pada bagian dalam. Pinggiran lamela insang yang tidak menempel pada lengkung insang ditutupi oleh epitelium dan mengandung jaringan pembuluh darah kapiler (Harder 1975, diacu dalam Funjaya 2004). Bila oksigen telah berdifusi dalam darah insang, oksigen ditranspor dalam gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan tempatnya dilepaskan untuk digunakan oleh sel. Adanya hemoglobin didalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut oksigen 30-100 kali dari pada yang dapat diangkut hanya
15
dalam bentuk oksigen terlarut dalam darah. Pergerakan oksigen kedalam kapiler darah insang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan dari tempat pertama ketempat lainnya. Karena tekanan oksigen (PO 2 ) didalam insang lebih besar dari pada PO 2 kapiler darah insang maka oksigen berdifusi dari insang ke kapiler darah insang kemudian darah insang ditranspor melalui sirkulasi ke jaringan perifer. Pada jaringan perifer, PO 2 sel lebih rendah dari pada PO 2 darah arteri yang memasuki kapiler. Tekanan oksigen yang jauh lebih tinggi di dalam kapiler menyebabkan oksigen berdifusi keluar dari kapiler melalui ruang intertistial ke sel. Sebaliknya bila oksigen dimetabolisasi dengan bahan makanan dalam sel akan membentuk karbondioksida, sehingga CO 2 dalam sel akan meningkat. Keadaan ini menyebabkan CO 2 berdifusi kedalam kapiler jaringan. Setelah berada dalam darah, karbon dioksida ditranspor ke kapiler insang dan keluar melalui insang (Fujaya 2004). 2.7
Pengaruh Toksisitas Nikel terhadap Tingkat Konsumsi Oksigen Kebutuhan oksigen biologi didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Pescod 1973). Banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh biota akuatik dalam waktu tertentu berhubungan linear dengan banyaknya oksigen terlarut di perairan tersebut (Evans dan Chaiborne 2005). Tingkat kebutuhan oksigen pada ikan berbeda-beda bergantung pada spesies, ukuran (stadia), aktifitas, jenis kelamin, saat reproduksi, tingkat konsumsi pakan, dan suhu. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah (Vernberg dan Vernberg 1972). Organisme perairan khususnya ikan yang mengalami keracunan logam berat akan mengalami gangguan pada proses pernapasan dan metabolisme tubuhnya. Hal ini terjadi karena bereaksinya logam berat dengan fraksi dari lendir insang sehingga insang diseliputi oleh gumpalan lendir dari logam berat yang mengakibatkan proses pernafasan dan metabolisme tidak berfungsi sebagaimana
16
mestinya (Palar 2004). Insang merupakan salah satu jaringan tubuh organisme yang cepat terakumulasi logam berat. Jika proses pertukaran ion-ion dan gas-gas melalui insang terganggu, dapat meyebabkan ikan mati lemas (Wardoyo 1987). Ghalib et al. (2002) melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi timbal yang dipaparkan maka konsumsi oksigen pada juvenil ikan bandeng dari hari ke hari semakin rendah. Hal tersebut disebabkan karena pada jaringan insang juvenil bandeng terjadi kerusakan akibat terakumulasinya logam timbal pada jaringan tersebut, sehingga pertukaran oksigen dan gas-gas yang melalui insang menjadi terganggu. 2.8
Pengaruh Toksisitas Nikel Terhadap Kondisi Hematologi Ikan Gambaran darah suatu organisme dapat digunakan untuk mengetahui
kondisi kesehatan yang sedang dialami oleh organisme tersebut. Penyimpangan fisiologis ikan akan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dan kimia darah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dapat menentukan kondisi kesehatannya. Fungsi vital darah di dalam tubuh antara lain sebagai pengangkut zat-zat kimia seperti hormon, pengangkut zat buangan hasil metabolisme tubuh, dan pengangkut oksigen dan karbondioksida (Ganong 1983). Apabila nafsu makan ikan menurun, maka nilai hematokrit darahnya menjadi tidak normal, jika nilai hematokrit rendah maka jumlah eritrositpun rendah. Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet) merupakan bagian dari elemen darah, sedangkan berbagai faktor koagulasi/zat pembekuan serta imunoglobulin adalah unsur penting dari protein plasma total (Bastiawan et al. 2001) Fungsi utama sel darah merah adalah mengikat haemoglobin untuk transport oksigen, sedangkan sel darah putih peran utamanya ialah dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi mikrobial. Imunoglobulin merupakan unsur penting dari humoran immune response yang dibentuk untuk menghambat/mencegah ikan dari agen infeksi (Ganong 1983; Tortora dan Anagnostakos 1990). Hasil penelitian Narayanan (2008), menunjukkan terjadi peningkatan secara signifikan konsentrasi sel darah putih, gula darah dan kolesterol Cyprinus carpio
17
pada media yang dicemari oleh logam berat kadmium (Cd), Cromium (Cr) dan Timbal (Pb). 2.8.1
Eritrosit Eritrosit membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Eritrosit dibentuk dalam
sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak beraturan. Perkembangan eritrosit dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap: mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin; kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah eritrosit normal pada ikan teleost berkisar antara 1,05 juta3 juta sel/mm3 (Robert 2001). Eritrosit merupakan sel yang paling banyak jumlahnya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma dan akan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa (Chinabut et al. 1991, diacu dalam Mulyani 2006). Seperti halnya pada hematokrit, jumlah eritrosit yang rendah menunjukkan terjadinya anemia, sedangkan jumlah tinggi menandakan bahwa ikan dalam keadaan stres (Wedemeyer dan Yasutake 1977, diacu dalam Taufik 2005). 2.8.2 Leukosit Leukosit (SDP) berwarnanya bening, berukuran lebih besar dibandingkan dengan eritosit, tetapi jumlahnya lebih sedikit. Leukosit dibuat pada sumsum tulang dan berisi sebuah inti yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir karena itu disebut sel berbulir granulosit (Tortora dan Anagnostakos 1990). Jumlah leukosit darah ikan berkisar antara 20.000-150.000 sel/mm3 (Rostagi 1977). Jumlah total SDP dan diferensiasinya merupakan bantuan hematologi yang berguna untuk evaluasi respon inang terhadap infeksi mikroba dan untuk diagnosis leukemia serta penyakit lainnya. Dalam evaluasi sebuah leukogram, amat perlu diketahui bahwa tidak hanya total SDP dan diferensiasinya, tetapi untuk menetapkan adanya perubahan morfologi SDP maka informasi tentang komponen darah lainnya harus ada. Protein plasma total, konsentrasi fibrinogen, parameter darah merah (hematokrit, hemoglobin, dan eritrosit), dan jumlah retikulosit secara tak langsung membantu dalam interpretasi leukogram. Jumlah total leukosit bervariasi antar spesies ikan dan hal ini dipengaruhi oleh umur ikan.
18
Saat ikan lahir jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun sampai nilai dewasa yaitu pada umur 2-12 bulan. Meningkatnya jumlah leukosit disebut leukositosis sedangkan penurunan disebut leukopenia. Leukositosis lebih umum daripada leukopenia dan tidak merupakan hal yang serius, bahkan mungkin bisa fisiologis. Leukositosis yang fisiologis mungkin terjadi sebagai reaksi “ephinephrine”, yaitu neutrofil dan limfosit dimobilisasi kedalam sirkulasi umum sehingga menaikkan jumlah total SDP. Hal ini sering terjadi pada ikan muda dan biasanya akibat stres, juga adanya gangguan fisik sehingga leukositosis ini bisa terjadi dalam keadaan sehat ataupun sakit dan bisa bersifat fisiologis maupun patologis. Leukopenia umumnya berhubungan dengan infeksi bakterial atau viral (Dierauf 1990, diacu dalam Aliambar 1999). 2.8.3 Hematokrit Hematokrit (HCT; PCV) merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukkan terjadinya anemia. Kadar hematokrit bervariasi bergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan. Nilai hematokrit sebesar 40% berarti dalam darah mengandung 40% sel darah merah (Kuswardani 2006). Persentase nilai hematokrit ikan lele normal berkisar antara 30,8%-45,5% (Angka et al. 1985). Aliambar (1999) menyatakan bahwa perhitungan hematokrit dilakukan setelah darah dicegah membeku dengan menggunakan antikoagulan dan disentrifuse sehingga sel-selnya akan mengendap dan menempati dasar tabung. Pada saat yang sama, plasma yaitu suatu cairan yang berwarna kekuning-kuningan akan naik ke atas. Jumlah sel-selnya adalah 45% dari volume darah total, dan nilai ini dinamakan packed cell volume (PCV) atau hematokrit (HCT), yang dinyatakan dalam persen. Perhitungan nilai hematokrit lebih sering ditentukan berdasarkan metode mikrohematokrit. Kekuatan dan lama putaran amatlah perlu untuk mengurangi plasma yang melekat pada dinding tabung (Tortora dan Anagnostakos 1990). Pada kambing dan domba, metode hematokrit membutuhkan waktu centrifuse yang
19
lebih lama (10-20 menit), sedangkan spesies lainnya (termasuk ikan), waktu centrifuse dilakukan dalam waktu kurang lebih 5 menit. Perbedaan nilai hematokrit dapat terjadi akibat kesalahan teknik terutama yang disebabkan oleh metode pengambilan darah, tipe dan konsentrasi antikoagulan serta metode yang dipakai untuk determinasi perhitungan SDM dan SDP, konsentrasi HB dan HCT (Aliambar 1999). Nilai hematokrit juga berbeda berdasarkan ketinggian, individu yang tinggal di pegunungan memiliki nilai hematokrit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan individu yang tinggal di tepi pantai (Tortora dan Anagnostakos 1990). 2.8.4 Hemoglobin Hemoglobin (Hb) adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah vertebrata, yang merupakan suatu protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin (Hb) sangat penting untuk mempertahankan kehidupan sebab ia membawa dan mengirim oksigen ke jaringan-jaringan. Sekitar 400 juta molekul hemoglobin ada dalam sel darah merah dan meliputi 95% dari berat keringnya. Sintesis hemoglobin dan proses destruksinya seimbang dalam kondisi fisiologis dan adanya gangguan pada salah satunya dapat menimbulkan gangguan hematologis yang nyata (Tortora dan Anagnostakos 1990; Aliambar 1999). Hemoglobin mengandung senyawa protein yang berisi globin dan heme. Setiap gram hemoglobin berisi 3,34 mg zat besi dan membawa 1,34 ml oksigen. Setiap molekul hemoglobin berisi 4 heme unit dan masing-masing bergabung dengan satu rangkaian globin yang mempunyai residu asam amino. Hemoglobin dilepaskan dalam bentuk bebas bila terjadi hemolisis sedangkan batas antara hemoglobin dan stroma sel darah merah mengalami kerobekan yang disebabkan oleh agen penyebab hemolisis (Ressang 1984). 2.9
Pengaruh Toksisitas Nikel terhadap Histopatologis Tingkat
konsumsi
oksigen
pada
metabolisme.
Konsumsi
oksigen
adalah
dasarnya indikator
menunjukkan respirasi
tingkat
yang
juga
menunjukkan metabolisme energetik (Fujaya 2004). Kematian ikan yang disebabkan oleh bahan pencemar, umumnya terjadi karena kerusakan pada bagian insang dan organ-organ yang berhubungan dengan insang. Insang terletak di luar
20
dan berhubungan langsung dengan air sebagai media hidupnya. Insang merupakan organ yang pertama kali mendapat pengaruh apabila lingkungan air tercemar oleh bahan pencemar, baik terlarut maupun tersuspensi (Siahaan 2003). Insang terdiri dari sepasang filamen insang. Setiap filamen terdiri dari serat melintang yang tertutup epithelium yang tipis disebut lamela. Lamela merupakan penyusun filamen. Sebuah rangkaian lamela pada satu sisi dari septum interbranchiale disebut hemibranchium. Dua hemibranchium dan septum interbranchia membentuk insang lengkap disebut holobranchia (Lagler et al. 1977). Keterangan: 1. Eritrosit 2. Epitelium 3. Sel pillar 4. Lumen kapiler 5. Lamela 6. Sel sel interlamela 7. Sel mukus 8. Tulang rawan penopang Gambar 2 Bagian-bagian lamela insang (Lagler et al. 1977) Keberhasilan ikan dalam mendapatkan oksigen ditentukan oleh kemampuan fungsi insang untuk menangkap oksigen dalam perairan. Proses penyerapan oksigen dalam jaringan insang dilakukan oleh darah yang mengalir ke dalam filamen-filamen insang dan akibat adanya perbedaan tekanan gas antara darah dan filamen dengan air sehingga terjadi difusi gas. Rusaknya jaringan insang akibat adanya pengaruh benda asing atau racun, menyebabkan ikan mengalami gangguan pernafasan atau lebih lanjut dapat mengakibatkan kematian pada ikan (Lagler et al. 1977). Hasil uji histologi yang dilakukan oleh Ghalib et al. (2002) menunjukkan bahwa Pb dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan insang khususnya pada lamela primer dan lamela sekunder sehingga insang tidak dapat berfungsi dengan baik. Sejalan dengan laporan Casarett dan Doult (1975) bahwa pada konsentrasi yang cukup tinggi daya konsentrasi insang juga menurun akibat adanya reaksi antara logam berat timbal dengan protein dan lendir insang yang membentuk methallotionin yang dapat menghambat kerja enzim pernapasan.
21
Vernberg dan Vernberg (1972) menyatakan bahwa oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan, jika ikan berada pada medium dengan tekanan parsial oksigennya lebih rendah dari lingkungan (ambien), maka untuk mencukupi kebutuhan oksigennya ikan akan melakukan pemompaan air yang lebih besar melalui peningkatan frekuensi pergerakan operculum. Selanjutnya dikatakan bahwa meningkatnya CO 2 lebih menstimulir respon meningkatnya frekuensi gerakan operculum dalam respirasi dari pada penurunan kandungan oksigen. Hati sangat rentan terhadap pengaruh berbagai zat kimia dan sering menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia. Oleh karena itu, hati merupakan organ tubuh yang paling sering mengalami kerusakan. Menurut Lu (1995) hal ini disebabkan sebagian besar toksikan yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh usus halus di bawa ke hati oleh vena porta hati. Kerusakan hati tersebut dapat terjadi karena : 1) senyawa kimia yang terserap melalui oral akan diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam hati melalui vena porta; 2) senyawa kimia yang dimetabolisme di dalam hati dieksresikan ke dalam empedu dan kembali lagi ke duodenal; serta 3) senyawa asing yang dimetabolisme oleh hati sebagian dilokalisir di dalam hati. Dengan demikian hati merupakan organ yang banyak berhubungan dengan senyawa kimia sehingga mudah terkena efek toksik (Loomis 1978, diacu dalam Siahaan 2003). Kerusakan hepatosit menurut Robert (2001) dapat dibagi menjadi dua yaitu taksohepatik dan trofohepatik. Kerusakan taksohepatik, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh langsung dari agen toksik, baik berupa zat kimia maupun kuman. Kerusakan trofohepatik, yaitu kerusakan yang disebabkan adanya kekurangan faktor-faktor penting untuk kehidupan sel seperti oksigen atau zat makanan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Darmono (1995) mengatakan bahwa hati ikan yang tercemar logam timbal, kadmium, copper, atau merkuri mengalami kerusakan berupa pembendungan, hemoragi dan degenerasi vakuola. Degenerasi vakuola atau pembekakan sel merupakan salah satu indikasi terjadinya perlemakan hati, pada keadaan ini sel hati tampak membesar. Menurut Ressang (1984), perlemakan yang berlangsung lama dapat menyebabkan
22
terjadinya
kerusakan
hati
yaitu
kongesti.
Kongesti
adalah
terjadinya
pembendungan darah pada hati yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. 2.10 Bioassay Ikan merupakan indikator biologik dalam pencemaran air, sedangkan kematian merupakan tolok ukur toksisitas akut pencemar air pada ikan. Pengaruh pencemar air dapat menyebabkan : 1) Merusak insang : gangguan respiratorik dan sirkulatorik, anoksemia dan gangguan fungsi ekskretorik insang. 2) Membunuh ikan setelah absorpsi lewat permukaan mulut, insang dan kulit. 3) Membunuh ikan setelah absorpsi lewat permukaan saluran pencemaan. Studi bioassay dilakukan sebagai tes spesifik untuk menentukan dampak dari polutan dan faktor lingkungan pada biota akuatik dalam keadaan tertentu dan waktu tertentu (APHA 1979). Menurut Sanusi (2009), terdapat dua tipe dari keracunan akibat logam berat, yaitu : 1) Efek akut, biasanya letal dimana biota akan lansung menderita sesaat setelah dimasukan kedalam media yang terdapat konsentrasi yang tinggi dari polutan dan biasanya berlanjut pada kematian. 2) Efek kronis, biota akan mengalami efek yang lebih lama, biasanya akan berdampak pada pertumbuhan, reproduksi dan pola tigkah laku. Efek dari kronis dapat berupa lethal ataupun sublethal. Berdasarkan tingkatan dari kematian yang disebabkan, polutan atau faktor lingkungan diklasifikasikan dalam lima kategori : 1) Lethal Concentration (LC) LC ditentukan pada saat mortalitas mencapai >50% dan terjadi setelah 24 jam, 48 jam, atau 96 jam setelah dimasukkan kedalam media. 2) Effective Concentration (EC) EC ditentukan pada waktu konsentrasi dapat menyebabkan efek berbahaya seperti perbedaan pola tingkah laku biota dan ketidakseimbangan pada 50% populasi biota akuatik. 3) Incipent Lethal Concentration (ILC) ILC ditentukan pada saat paling tidak 50% dari populasi yang bertahan.
23
4) Save Concentration (SC) Konsentrasi tertinggi yang paling aman bagi biota akuatik 5) Maximum Allowable Toxicant Concentration (MATC) Konsentrasi tertinggi yang diperbolehkan ada di perairan yang tidak akan menyebabkan bahaya apapun bagi organisme akuatik (APHA 1979; Effendi 1993). Dari harga LC 50 , selanjutnya potensi ketoksikan akut senyawa uji dapat digolongkan menjadi : sangat tinggi
: < 1 mg/L
tinggi
: 1 -50 mg/L
sedang
: 50 – 500 mg/L
sedikit toksik
: 500 – 5000 mg/L
hampir tidak toksik
: 5 – 15 g/L
relatif tidak berbahaya
: > 15 g/L, (Balazs 1970)
2.11 Kualitas Air Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar 2004).
Menurut
Swingle (1969) diacu dalam Boyd (1984), akibat variasi pH pada ikan di kolam adalah pada pH 6,5- 9 pertumbuhan baik, pada 4-6,5 atau 9-11 ikan tumbuh lambat, dan pada pH < 4 atau > 11 ikan akan mati. Selanjutnya dikatakan bahwa paling tinggi perairan alami memiliki nilai pH 6,5-9,0 (Swingle 1969, diacu dalam Boyd 1984). Parameter kualitas air yang secara signifikan sangat berpengaruh terhadap akumulasi logam berat di perairan adalah: pH, suhu, dan kandungan oksigen (Kurniastuty et al. 2008). Penurunan pH akan menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar (Sorense 1991; NOAA 2000, diacu dalam Kurniastuty et al. 2008). Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toxit),
24
Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle 1968). Bila DO < 1 mg/L ikan mati jika lama pemaparan selama beberapa jam, 1,00-5,00 mg/L ikan hidup tetapi reproduksi rendah dan pertumbuhan lambat jika pemaparan kontinyu, > 5 mg/L reproduksi dan pertumbuhan normal (Swingle 1969, diacu dalam Boyd 1984). Tingkat kesadahan 0,00-75,00 mg/L (lunak), 75,00-150,00 mg/L (sedang), 150,00-300,00 mg/L (sadah), dan > 300,00 mg/L (sangat sadah) (Sawyer dan Mc Carty 1967, diacu dalam Boyd 1984). Kenaikan suhu air dan penurunan pH akan mengurangi absorpsi senyawa logam berat pada partikulat. Suhu air yang lebih dingin akan meningkatkan absorpsi logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar. Sementara saat suhu air naik, senyawa logam berat akan melarut di air karena penurunan laju adsorpsi ke dalam partikulat. Logam yang memiliki kelarutan yang kecil akan ditemukan di permukaan air selanjutnya dengan perpindahan dan waktu tertentu akan mengendap hingga ke dasar, artinya logam tersebut hanya akan berada di dekat permukaan air dalam waktu yang sesaat saja untuk kemudian mengendap lagi. Hal ini ditentukan antara lain oleh massa jenis air, viskositas air, temperatur air, arus serta faktor-faktor lainnya (Palar 2004). Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen, misalnya akibat kontaminasi bahan-bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap (Lawrence 2003). Suhu air yang optimum untuk mendukung pertumbuhan ikan nila berkisar antara 25-30 oC, sedangkan pH optimal adalah 6,5-8,5, namun masih dapat hidup pada kisaran pH 4-12 (Bardach dan lelono, 1986 diacu dalam Haryono et al. 2001).
Hal ini diperkuat pula oleh Anonim (2011) bahwa suhu air yang
disarankan untuk nila adalah 28-30 oC (82-86 oF). Tingkat pertumbuhan akan menurun secara dramatis jika air dingin sampai 20 oC (50 oF) dan ikan biasanya akan mulai mati di sekitar 10 oC (50 oF). Juga penting untuk diingat bahwa air dingin akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh ikan dan membuatnya lebih rentan terhadap kesehatan yang buruk sehingga suhu air di bawah 13 ˚C (55 ˚F) tidak pernah dianjurkan. Kebutuhan oksigen pada ikan bervariasi bergantung
25
pada spesies, kondisi lingkungan yang ada dan aktivitas ikan (Pescod 1973). Selanjutnya dikatakan bahwa kadar oksigen terlarut yang layak bagi kehidupan ikan tidak boleh kurang dari 2 ppm dengan asumsi tidak ada bahan-bahan toksik yang masuk. Kisaran oksigen terlarut yang layak untuk kehidupan biota air tawar menurut EPA (1991) adalah tidak boleh kurang dari 4,0 ppm, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1990 persyaratan kandungan oksigen yang minimum untuk perikanan adalah tidak boleh kurang dari 3,0 ppm.
26
III. METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Maret
2010.
Lokasi
pelaksanaan
penelitian
yaitu:
Laboratorium
Lingkungan
Departemen Budidaya Perairan, Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan, dan Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
3.2.1 Bahan dan Ikan Uji Bahan kimia yang digunakan adalah nikel klorida (NiCl 2 ). Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus) dengan bobot 13 – 15 gram/ekor sebanyak 510 ekor. Ikan tersebut digunakan dalam tahap uji nilai kisaran sebanyak 180 ekor, tahap uji toksisitas akut sebanyak 150 ekor, dan tahap uji sub kronik sebanyak 180 ekor. 3.2.2 Media Media uji yang digunakan adalah air tawar yang berasal dari bak air tawar Laboratorium Lingkungan Akuakultur Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, yang berkesadahan lunak (rata-rata 57,66 mg/L). 3.2.3 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blower, aerator, termometer, selang plastik, timbangan elektrik, DO meter, dan pH meter. Alatalat yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi antara lain: seperangkat alat bedah (disecting unit), inkubator, timer, kotak preparat, object glass, cover glass, botol sampel, peralatan gelas, baskom plastik, hotplate, mikroskop cahaya, mikroskop binokuler serta seperangkat peralatan fotomikroskop merek Olympus model PM-10 AD.
27
3.2.4 Wadah Penelitian Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak penampungan air berukuran 100 x 95 x 110 cm sebanyak 2 buah, akuarium penampungan ikan stok berukuran 100 cm x 50 cm x 50 cm sebanyak 2 buah, dan akuarium yang digunakan untuk uji pendahuluan, uji toksisitas akut, dan uji sub kronik yang berukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm sebanyak 18 buah. 3.3
Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan atas tiga tahap, yaitu: uji nilai kisaran, uji akut,
dan uji sub-kronik. Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila GIFT ukuran 13 – 15 gram/ekor, diperoleh dari Perusahaan Nurul Maulida Berkah yaitu perusahaan penyedia ikan konsumsi dan bibit ikan tawar. Logam berat nikel yang digunakan sebagai sumber toksisitas dalam penelitian adalah nikel klorida (NiCl 2 ) yang diperoleh dari Toko Setia Guna, Bogor. Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium berukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm, yang diisi air tawar sebanyak 30 liter. 3.3.1
Uji Nilai Kisaran Uji nilai kisaran bertujuan untuk mencari nilai konsentrasi batas bawah dan
nilai konsentrasi batas atas nikel, yang digunakan terhadap ikan nila GIFT. Batas atas merupakan konsentrasi yang menyebabkan dampak kematian ikan nila 100 % dalam waktu 24 jam, sedangkan batas bawah adalah konsentrasi nikel pada saat 100% ikan nila yang dicobakan masih dapat hidup setelah 48 jam pemaparan. Tahap uji ini menggunakan 150 ekor ikan uji, kepadatan 1 ekor/3 L yang dibagi menjadi 4 taraf yaitu 0,6; 6; 60 ; dan 600 ppm dan 1 perlakuan kontrol negatif dengan masing-masing 3 ulangan. Penentuan konsentrasi nikel pada perlakuan dilakukan dengan membuat larutan stok (stock solution) 1000 ppm dan selanjutnya dikonversi menggunakan rumus pengenceran, sebagai berikut: N1 V1 = N2 V2
……………….. (1)
Keterangan: N 1 = Konsentrasi larutan Ni standar (ppm) V 1 = Volume air media yang digunakan (liter) N 2 = Konsentrasi Ni yang diinginkan (ppm) V 2 = Volume larutan standar yang digunakan (liter)
28
Tingkat kematian ikan nila GIFT dihitung pada jam ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 18, 20, 22, dan jam ke-24. Perhitungan berikutnya dilakukan setiap 6 jam sampai jam ke-48. Berdasarkan uji nilai kisaran diperoleh nilai ambang bawah yaitu 6 ppm dan nilai ambang atas yaitu 60 ppm. 3.3.2
Uji Toksisitas Akut Pada uji ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh toksik nikel terhadap
tingkat mortalitas, akumulasi nikel dalam darah dan daging, frekuensi bukaan operculum, dan nilai Lc- 50 24, 48, 72, dan 96 jam. Penghitungan konsentrasi yang digunakan dalam uji akut dengan menggunakan rumus Wardoyo (1981), sebagai berikut: Log (N/n) = k (log a / log n) ………………..
(2)
Dengan ketentuan : a/n = b/a = c/b = d/c = … = N/d
…………
(3)
Keterangan: N = nilai konsentrasi ambang atas (ppm) n = nilai konsentrasi ambang bawah (ppm) k = jumlah interval konsentrasi yang di uji (k=4) a = konsentrasi terkecil deret konsentrasi yang ditentukan (ppm) Dengan menggunakan persamaan (2) ditentukan konsentrasi terkecil dan dengan persamaan (3) ditentukan nilai konsentrasi untuk uji akut sebanyak 4 perlakuan, sehingga didapatkan konsentrasi 10,67 ppm untuk perlakuan B, konsentrasi 18,98 ppm untuk perlakuan C, konsentrasi 33,76 ppm untuk perlakuan D, dan konsentrasi 60,05 ppm untuk perlakuan E. Setiap perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan dan 1 perlakuan kontrol negatif (perlakuan A). Kepadatan ikan uji 10 ekor per unit percobaan (1 ekor/liter). Selama uji akut, pada akuarium diberi aerasi. Feses dan sisa pakan di dasar akuarium disipon setiap hari dan dilakukan pergantian air dengan konsentrasi Ni sesuai perlakuan. Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku dan mortalitas ikan nila GIFT dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 18, 20, 22, dan jam ke-24. Perhitungan berikutnya dilakukan tiap 6 jam sekali sampai jam ke-96. Indikator yang diamati adalah frekuensi bukaan operkulum per menit, pola gerak renang dan refleksi (normal, diam di dasar, ke permukaan, tidak seimbang, gerakan seperti gerak terkejut, atau kehilangan gerak refleks) dan perubahan warna sisik.
29
Penghitungan gerak operculum dimulai 30 menit setelah pemberian bahan uji, penghitungan dilakukan selama 1 menit dan diulangi setiap 10 menit sampai menit ke 30 dan selanjutnya dibandingkan dengan kontrol. Pengukuran kualitas air media pada setiap unit percobaan, dilakukan pada jam ke-0, 24, 48, 72 dan ke-96. a. Tingkat Mortalitas Banyaknya populasi ikan nila yang mati dihitung dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar pada setiap pengamatan (jam ke-24, 48, 72, dan 96). b. Tingkat Akumulasi Logam Ni Untuk menganalisis tingkat akumulasi logam berat Ni oleh tubuh ikan nila, maka dilakukan pengukuran kandungan logam berat Ni di daging dan darah ikan nila tersebut.
Metode yang digunakan adalah AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy). Diagram dari tahap proses pengukuran kandungan nikel dalam daging ikan nila dengan menggunakan metode AAS ini disajikan pada Lampiran 3. c. Frekuensi Bukaan Operculum Frekuensi bukaan operculum hewan uji pada setiap perlakuan dihitung rataratanya berdasarkan pembagian zona waktu yaitu pagi (08.00 – 09.00), siang (12.00 – 13.00), sore (15.00 – 16.00), malam (20.00 – 21.00), dan subuh( 04.00 – 05.00), selanjutnya dibandingkan menggunakan Anova dan uji Tukey. d. Lc- 50 Nilai Lc- 50 pada jam ke- 24, 48, 72, dan 96, didapatkan dengan cara analisis probit dengan membandingkan konsentrasi nikel pada setiap perlakuan dengan tingkat mortalitas rata-rata ikan nila GIFT pada setiap perlakuan. 3.3.3
Uji Sub-Kronik Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh toksisitas nikel
terhadap tingkat konsumsi oksigen, kondisi sistem hematologi, kondisi sistem histopatologi,
tingkat
akumulasi
nikel,
laju
pertumbuhan,
dan
tingkat
kelangsungan hidup (SR) ikan nila GIFT. Uji sub-kronik ini dilakukan dengan 3
30
perlakuan dan 3 ulangan yaitu : perlakuan A (tanpa nikel) sebagai kontrol, perlakuan B (10% dari LC 50 -96 jam), perlakuan C (30% dari LC 50 -96 jam). Pada tahap ini, digunakan ikan uji sebanyak 180 ekor dengan masing-masing unit sebanyak 20 ekor. Percobaan dirancang mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Uji sub-kronik dilakukan selama 32 hari. Variabel yang diamati, sebagai berikut : a. Tingkat Konsumsi Oksigen Tingkat konsumsi oksigen diukur dengan menghitung rasio oksigen terlarut pada awal dan akhir penelitian persatuan waktu. Botol respirasi yang digunakan diisi air sampai penuh, selanjutnya diaerasi dengan kuat (bubling) selama 2 hari agar kandungan oksigennya bertambah. Setelah diaerasi air media dibiarkan selama setengah jam, kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Oksigen terlarut diukur dengan menggunakan DO-meter terkalibrasi. Ikan ditimbang kemudian dimasukkan kedalam botol respirasi, diukur DO awal, kemudian ditutup dan diukur setiap 1 jam dengan waktu pengukuran selama 3 – 4 jam. Kemudian diukur DO akhir, maka akan didapatkan tingkat konsumsi oksigen menggunakan rumus dibawah ini (Liao dan Huang 1975) : TKO = {(DO 0 – DO t )/W x t} x V……….(4) Keterangan: TKO = DO 0 = DO t = W = t = V =
Tingkat Konsumsi oksigen (mg O 2 / g tubuh /jam) Oksigen terlarut pada awal pengamatan (ppm) Oksigen terlarut pada akhir pengamatan (ppm) Bobot ikan uji (g) Periode pengamatan (jam) Volume air dalam respirometer (L)
Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada hari ke-0, 8, 16, 24, dan 32. b. Kondisi Hematologi •
Kadar Hematokrit (Ht) Pengukuran hematokrit menggunakan Microhematocrit method. Ujung
mikrohematokrit/mikrokapiler berheparin (untuk mencegah pembekuan darah dalam tabung) ditempelkan pada tetesan darah dan dibiarkan mengalir sendiri memasuki ruangan sampai volume darah mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan crestaseal. Darah disentrifuge pada
31
kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Setelah itu akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri dari lapisan plasma yang jernih di bagian atas, kemudian lapisan putih abu-abu (buffy coat) yang merupakan trombosit dan leukosit, serta lapisan eritrosit yang berwarna merah. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume eritrosit dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit dan dinyatakan dalam persentase (% Ht). •
Kadar Hemoglobin (Hb) Pengukuran kadar hemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan
hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Mulamula darah diisap menggunakan pipet sahli hingga skala 20 mm3, kemudian dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0.1 N sampai skala 10 (kuning). Didiamkan selama 3–5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin, kemudian diaduk dan ditambahkan aquadestila (sedikit demi sedikit) hingga warnanya sama dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (% Hb). •
Eritrosit Sampel darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel
darah putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan piper pencampur berskala maksimum 101 yang dilengkapi pengaduk. Darah diisap hingga skala 0,5 pada pipet, ujung pipet dibersihkan dengan tissue, kemudian larutan hayem diisap dengan cepat dan hati-hati hingga skala 101 menggunakan pipet yang sama. Pipet dikocok selama 3 menit dengan hati-hati sehingga darah tercampur merata pada bagian yang bertanda 1–101. Larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur dibuang dengan menggunakan tisu. Darah yang teraduk diteteskan ke dalam hemositometer yang dilengkapi dengan gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala. Selanjutnya dilakukan penghitungan di bawah mikroskop. Untuk menghitung jumlah eritrosit digunakan 5 kotak kecil yang terletak di bagian tengah kamar hitung yaitu empat kotak di sudut-sudutnya dan satu kotak
32
ditengah-tengah. Satu kotak kecil luasnya adalah 0.2 x 0.2 mm = 0.04 mm2, sehingga 5 kotak itu luasnya 5 x 0.04 mm2 = 0.2 mm2. Kedalaman kamar hitung adalah 0.1 mm, sehingga volume cairan di dalam kamar hitung yang diamati adalah 0.2 mm2 x 0.1 mm = 0.02 mm3 atau 2/100 mm3. Dengan demikian jumlah eritrosit per mm3 darah dapat diketahui yaitu 100/2 = 50 a
butir. Karena
menggunakan pengencer 0.5:100 atau 1:200, maka jumlah eritrosit di dalam mm3 darah dapat diketahui yaitu 50 x 200 x a butir atau a x 104 butir eritrosit. •
Leukosit Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel
darah merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan leukosit digunakan pipet berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah diisap dengan pipet hingga skala 1.0, ujung pipet dibersihkan dengan kertas tisu kemudian larutan Turks diisap dengan cepat dan hati-hati hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pencampuran dilakukan dengan menggoyang pipet selama 3 menit agar darah tercampur dengan homogen. Setelah pencampuran selesai, larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur dibuang dengan menggunakan kertas tisu. Kemudian larutan diteteskan pada kamar hitung hemositometer dengan cara menempelkan ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama pada perhitungan eritrosit, tetapi yang digunakan 16 kotak pada setiap sudut. Jika jumlah semua butir darah putih pada keempat kotak itu adalah a, maka per mm3 larutan mengandung a x 10/4. Faktor pengenceran 200 kali, maka jumlah leukosit per mm3 darah adalah 200 x 10/4 x a = 500a butir. c. Kondisi Histopatologi Untuk mengetahui apakah terjadi kerusakan jaringan dilakukan pengamatan preparat histologis terhadap organ-organ ikan nila, seperti insang dan hati. Metode yang digunakan adalah Metode Histoteknik, dengan penguat (embedding material) parafin dan ketebalan preparat 5 mikron (Kiernan 1990, diacu dalam Siahaan 2003). Tahap kerja dari metode mikrometrik adalah sebagai berikut: pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, (clearing), infiltrasi, penanaman (embedding), proses pemotongan, penempelan sayatan pada gelas
33
obyek (afixing), deparafinasi dan pewarnaan. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histologis antara lain: larutan fiksatif Bouin terdiri dari: asam pikrat jenuh, formalin dan asam asetat glasial; alkohol, xylol, akuades, parafin dan entelan. Pewarna yang digunakan adalah Hematoksilin-eosin dan pewarna khusus logam berat. - Pengambilan sampel (sampling) Pengambilan hati dan insang dari dalam tubuh ikan nila dilakukan dengan menggunakan pisau tajam yang selanjutnya akan dijadikan preparat histologis. Potongan tersebut dicuci sampai bersih dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis dan selanjutnya diawetkan dalam larutan pengawet dan dimasukkan ke dalam wadah bekas rol film. - Pengawetan (fiksasi) Proses pengawetan dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan pasca mati pada jaringan, menjaga agar bagian padat dan bagian cair protoplasma sel tetap terpisah, merubah bagian-bagain sel agar menjadi bahan-bahan yang tidak larut pada proses berikutnya. Melindungi sel dari proses pengerutan saat dimasukkan ke dalam alkohol atau parafin panas serta meningkatkan kemampuan dari tiap-tiap bagian jaringan agar dapat diwarnai serta serta meningkatkan indeks refraksi jaringan sehingga visibilitasnya naik. Larutan fiksasi yang baik dapat melakukan penetrasi secara cepat untuk mencegah terjadinya perubahan pasca mati, mengkoagulasi substansi-substansi sel menjadi substansi yang tidak larut, melindungi jaringan dari pengerutan dan kerusakan baik pada saat dehidrasi, embedding, maupun pada saat pemotongan serta memudahkan pewarnaan bagian-bagian sel.
Pada penelitian ini larutan
pengawet yang digunakan adalah larutan pengawet Bouin. Organ yang difiksasi dalam larutan Bouin selanjutnya dicuci dalam alkohol 70%. Pencucian ini dimaksudkan untuk menghilangkan sisa bahan pengawet yang terdapat di dalam jaringan, yang dapat mengganggu proses mikroteknik selanjutnya. Organ yang telah dicuci kemudian disimpan dalam alkohol 70% sebelum proses selanjutnya. - Proses penghilangan air (Dehidrasi)
34
Proses ini merupakan proses penarikan air dari jaringan yang dilakukan dengan cara merendam jaringan ke dalam alkohol absolut. Penggunaan alkohol bertingkat ditujukan selain untuk menarik air, juga dapat mencegah terjadinya pengerutan. - Proses penjernihan (clearing) Untuk menghilangkan pengaruh alkohol yang terdapat di dalam jaringan, maka selanjutnya jaringan tersebut direndam dalam xylon. Setelah dilakukan proses penjernihan maka jaringan akan lebih transparan dan berwarna lebih tua. - Proses Infiltrasi (infilting) Jaringan yang telah mengalami proses penjernihan selanjutnya direndam ke dalam parafin secara bertingkat pada suhu 60 ˚C (parafin keras). Penggunaan parafin keras agar dapat dilakukan pemotongan yang tipis. - Proses penanaman (embedding) Proses ini merupakan kelanjutan dari proses infiltrasi, yaitu penanaman organ ke dalam parafin. Proses ini harus dilakukan di atas api (bunsen) sehingga seluruh alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan hangat untuk mencegah agar parafin tidak mengeras sebelum pekerjaan selesai. Peletakan jaringan di dalam wadah harus sedemikian rupa sehingga memudahkan pada saat pemotongan dan pengenalan kembali jaringan. Wadah yang telah berisi jaringan bercampur parafin didinginkan untuk mengeraskan parafinnya. Blok yang sudah mengeras kemudian diletakkan pada blok kayu, untuk disimpan dalam kulkas minimal 6 jam sebelum dipotong. - Proses pemotongan blok jaringan Blok jaringan dipotong dengan menggunakan mikrotom.
Ketebalan
jaringan ditetapkan setebal 5 mikron. Hasil sayatan diapungkan terlebih dahulu pada air hangat (40˚C), lalu diletakkan di atas gelas obyek. Selanjutnya gelas obyek diletakkan di atas hot plate selama 10 sampai 15 menit sampai selruh air yang berada diantara jaringan dan gelas obyek menguap. Gelas obyek disimpan di dalam inkubator (37˚C – 40 ˚C) selama satu malam sebelum digunakan pada proses selanjutnya.
35
- Proses pewarnaan hematoksilin-eosin Sebelum dilakukan pewarnaan, permukaan gelas obyek dimana terdapat sayatan jaringan terlebih dahulu diberi tanda. Hal ini dilakukan agar pada saat gelas obyek dibersihkan dari sisa-sisa larutan, maka bagian yang dibersihkan adalah permukaan yang tidak bertanda. Proses pewarnaan ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu: 1) Deparafinisiasi dengan xylol-dilakukan untuk menghilangkan parafin, yaitu dengan cara merendam gelas obyek berisi jaringan ke dalam larutan xylol secara bertahap mulai dari xylol III, II, dan I. 2) Rehidrasi- dilakukan untuk memasukkan air ke dalam jaringan, yaitu dengan cara merendam gelas obyek ke dalam alkohol secara menurun, mulai dari alkohol absolut III sampai ke alkohol 70%. Kemudian perendaman dilanjutkan ke dalam air mengalir dan akuades. 3) Pewarnaan hematoksilin. 4) Perendaman ke dalam air mengalir dengan ketentuan bahwa semakin lama berada di dalam air mengalir maka warna biru yang timbul akan semakin menyolok. 5) Perendaman ke dalam akuades untuk menghilangkan proses pewarnaan biru. 6) Pemeriksaan dibawah mikroskop, jika warna yang timbul terlalu tua maka dapat dipucatkan dengan cara mencelup secara cepat ke dalam larutan HCl 1 N, sebaliknya jika warna terlalu pucat maka dapat dicelupkan lagi ke dalam hematoksilin. 7) Pewarnaan eosin. 8) Dehidrasi dalam alkohol bertingkat secara cepat, mulai dari alkohol 70% sampai dengan 95%. Kemudian dilanjutkan perendaman ke dalam alkohol absolut I selama 1 – 2 menit. Dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop untuk melihat kontras warna biru dan merah. Jika warna merah kurang kontras maka dilakukan kembali pewarnaan eosin, sebaliknya jika warna tersebut sudah kontras maka perendaman dilanjutkan sampai pada alkohol absolut III. 9) Clearing dengan xylol secara bertingkat mulai dari xylol I sampai III.
36
10) Mounting-preparat diberi perekat dengan menggunakan kanada balsam, lalu ditutup dengan kaca penutup, dikeringkan dan diamati dibawah mikroskop. Preparat selanjutnya diberi label sesuai dengan perlakuan. Pengamatan kerusakan jaringan dilakukan dengan membuat preparat histologi insang dan hati. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari ke-15 dan hari ke-30 (akhir penelitian). Metode yang digunakan adalah metode histoteknik. Tahapan kerja dari metode ini adalah pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, penanaman, proses pemotongan, penempelan sayatan pada gelas objek, deparafinisasi, dan pewarnaan (Kiernan 1990). Preparat yang dibuat selanjutnya diamati menggunakan mikroskop digital dengan perbesaran 40 kali, 100 kali, dan 200 kali. d. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan ikan yang diukur meliputi pertambahan bobot (g) dengan menggunakan neraca digital dengan ketelitian 0,01 gram. Hasil pengukuran ini digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan ikan nila, menggunakan rumus berikut : •
Pertumbuhan mutlak Pertumbuhan bobot rata-rata tubuh ikan nila GIFT selama masa
pemeliharaan dalam media terkontaminasi nikel dihitung dengan menggunakan rumus menurut Effendie (1997) yaitu: Wi
= Wt – Wo
Dimana: Wi = pertumbuhan mutlak berat tubuh rata-rata interval (gram) Wt = Bobot tubuh rata-rata pada waktu-t (gram) Wo = Bobot tubuh rata-rata pada awal penelitian (gram) •
Laju pertumbuhan spesifik (LPS) Laju pertumbuhan spesifik rata-rata ikan nila GIFT pada media yang
terkontaminasi logam berat nikel selama 32 hari masa pemeliharaan dihitung dengan menggunakan rumus menurut Effendie (1997) yaitu:
37
LPS =
Ln (Wt) – Ln (Wo) t
Keterangan : LPS Wt Wo t
= = = =
x 100% …………………….(7)
Laju Pertumbuhan spesifik (g/hari) Rerata bobot individu pada akhir penelitian (g) Rerata bobot individu pada awal pemeliharaan (g) Waktu pemeliharaan (hari)
e. Derajat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup merupakan presentase dari perbandingan antara jumlah ikan yang hidup diakhir perlakuan dengan jumlah ikan yang ditebar dalam akuarium diawal perlakuan. Derajat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan persamaan berikut : X 100% ……………..……(6) Keterangan : SR = derajat kelangsungan hidup ikan Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian No = Jumlah ikan pada awal pemeliharan f. Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur meliputi : suhu, pH, kesadahan, alkalinitas, karbondioksida, oksigen terlarut dan total amoniak nitrogen. Pengukuran suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran karbondioksida, kesadahan, alkalinitas dan total amoniak nitrogen dilakukan setiap minggu. 3.4
Analisis Data Data yang diperoleh dan data gerak operkulum dianalisis dengan analisis
ragam pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Selanjutnya jika terdapat perlakuan yang memiliki pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan (Gaspertz 1991). Nilai LC 50 dihitung dengan menggunakan analisis probit. Selanjutnya untuk data tingkah laku ikan uji pada uji akut, data pengamatan histopatologi serta hasil pengukuran kualitas air dianalisis secara deskriptif.
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil
4.1.1
Uji Nilai Kisaran Respon ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji penentuan kisaran
konsentrasi lethal menunjukkan kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya toksik nikel. Pada konsentrasi 60 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 13,33 % setelah 24 jam pemaparan, 26,67% setelah 42 jam pemaparan dan mencapai 100 % setelah 48 jam pemaparan. Pada konsentrasi 6 ppm, mortalitas ikan uji sebesar 0 % sampai dengan 96 jam pemaparan (Tabel 3). Berdasarkan nilai mortalitas selama uji nilai kisaran tersebut, maka ditetapkan nilai ambang atas yaitu 60 ppm dan nilai ambang bawah yaitu 6 ppm. Tabel 2. Persentase tingkat kematian kumulatif ikan nila selama uji nilai kisaran pemaparan nikel 12
A(0,00 ppm) B(0,06 ppm) C (0,60 ppm) D (6,00 ppm)
6 0 0 0 0
0 0 0 0
Persentase ikan yang mati pada pengamatan jam ke- (%) 42 48 54 60 66 72 18 24 30 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
E (60,00 ppm)
0
0
13,33 13,33 13,33 26,67 100 100 100 100 100 100 100 100
Perlakuan
F (600,00 ppm) 100 100 100
100
100
84
96
0 0 0 0
0 0 0 0
100 100 100 100 100 100 100 100 100
Pada perlakuan kontrol, 0,06, 0,6, dan 6 ppm setelah jam ke-96 mortalitas ikan uji tetap 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas media pemeliharaan dan vitalitas ikan selama pengujian dalam kondisi yang baik. 4.1.2
Uji Akut Pada uji akut ini yang menjadi variabel penelitian adalah tingkat mortalitas
ikan uji pada setiap jam pengamatan, tingkat akumulasi nikel pada darah dan daging/otot, frekuensi bukaan operkulum, dan analisis nilai LC 50 berdasarkan dosis Ni di larutan media dan tingkat mortalitas pada setiap jam pengamatan.
39
a. Tingkat mortalitas ikan Berdasarkan konsentrasi batas bawah dan batas atas, maka uji akut dilakukan pada konsentrasi nikel sebesar : 10,67 ppm, 18,98 ppm, 33,76 ppm dan 60,05 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji akut menunjukkan
Mortalitas Ikan Nila (%)
kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya toksik nikel (Gambar 3). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 jam ke-24
jam ke-48
0 ppm
10.67 ppm
33.76 ppm
60.05 ppm
jam ke-72
jam ke-96
18.98 ppm
Gambar 3. Persentase tingkat mortalitas ikan nila GIFT selama uji akut pemaparan nikel Pada konsentrasi 60,05 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 13,3 % setelah 24 jam dan mencapai 100% setelah 48 jam pemaparan. Pada konsentrasi 10,67 ppm, mortalitas ikan uji masih 0 % setelah 24 dan 48 jam pemaparan, 20 % setelah 72 jam, dan 23,33 % setelah 96 jam pemaparan. Pada kontrol, mortalitas ikan uji sampai jam ke-96 setelah pemaparan nikel yaitu 0% (Lampiran 2), yang menunjukkan bahwa kualitas media pemeliharaan dan vitalitas ikan selama pengujian dalam kondisi yang baik. Sifat toksisitas akut nikel relatif tinggi terhadap ikan nila diduga karena rendahnya tingkat kemampuan adaptasi ikan nila untuk memperkecil efek perubahan fisiologis yang ditimbulkan nikel yang masuk kedalam tubuh, sehingga menyebabkan turunnya kemampuan menyerap oksigen dari lingkungan. Sementara saat ikan dalam kondisi stres, metabolisme tubuhnya akan meningkat dan kebutuhan oksigen akan meningkat pula yang diperlukan dalam mempertahankan homeostatis. Gerberding (2005) melaporkan bahwa meskipun
40
organisme biasanya mengembangkan perlawanan setelah beberapa saat terpapar oleh nikel, akan tetapi kemampuan mengembangkan perlawanan tersebut ditentukan oleh spesies ikan dan efek toksik yang ditimbulkan. Demikian pula Rand dan Petrocelli (1985) menyatakan bahwa pengaruh bahan toksik terhadap suatu organisme akan terlihat dalam waktu pemaparan yang berbeda. Pengambilan awal logam berat oleh ikan nila dapat melalui empat proses utama yakni melalui insang, permukaan tubuh, mekanisme osmoregulasi dan penyerapan melalui makanan. Pengaruh tersebut ditentukan oleh sifat toksik logam berat nikel dan keberhasilan tubuh ikan nila melakukan proses detoksifikasi dan ekskresi, sehingga pengaruh sifat toksik nikel terhadap tubuh ikan nila masih dapat ditolerir oleh tubuh atau telah melewati ambang batas sehingga mengakibatkan kematian. Menurut Connel dan Miller (1995), bahwa secara fisiologis, kehadiran xenobiotik dalam tubuh ikan merangsang ikan melakukan perlawanan untuk meminimalisir dampak racun yang ditimbulkan. Perlawanan tersebut dilakukan melalui proses biotransformasi, detoksifikasi dan ekskresi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemampuan organisme melakukan perlawanan ditentukan oleh konsentrasi dan sifat toksik yang ditimbulkan, yaitu semakin tinggi konsentrasi dan sifat toksik yang dimiliki oleh toksikan maka kemampuan organisme melakukan perlawanan akan semakin kecil. Respon tingkah laku ikan uji memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkatan konsentrasi maka terjadi perubahan tingkah laku, antara lain gerakan berenang yang tidak teratur, cenderung berada dipermukaan, adanya gerakan seperti terkejut-kejut, frekuensi gerak operculum terus menerus dengan bukaan yang lebih lebar, selanjutnya ikan cenderung diam dan kehilangan refleks dan akhirnya menjadi kaku/mati. Respon tersebut karena adanya pengaruh sifat nikel yang menyerang sistem saraf pusat sebagai jaringan sasaran. Pernyataan tersebut didukung oleh Connel dan Miller (1995) bahwa suatu organisme pada saat terpapar logam berat, akan mengganggu kerja sistem saraf pusat. Nikel yang terpapar pada ikan nila GIFT dapat menghambat kerja asetilkolinesterase (AChE), sehingga terjadi akumulasi asetilkolin (ACh) dalam susunan saraf pusat. Akumulasi tersebut akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang sampai menyebabkan ikan uji menjadi kaku. Akumulasi asetilkolin pada neuromusculer
41
akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleks dan paralisis. b. Akumulasi nikel dalam darah dan daging Biota laut yang hidup di perairan tercemar secara biologis akan mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya, semakin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan maka semakin tinggi pula kadar logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan air yang hidup di dalamnya (Bryan 1976, diacu dalam Salamah 2002).
Menurut Mokoagouw (2000), ikan umumnya
mengambil logam berat melalui insang, kemudian ditransfer melalui darah ke ginjal.
Bentuk logam berat anorganik disimpan dalam jaringan, kemudian
ditransfer ke ginjal dan diekskresikan.
Namun, logam organik tidak
diekskresikan, tetapi terakumulasi dalam jaringan otot.
Selain itu, masuknya
logam berat dalam tubuh ikan juga dapat melalui rantai makanan. •
Darah Pada perlakuan dengan dosis nikel 60,05 ppm, tingkat akumulasi rata-rata
nikel pada darah ikan nila mencapai 121,38 mg/kg. Pada perlakuan 33,76 ppm, 18,98 ppm, dan 10,67 ppm, tingkat akumulasi rata-rata berturut-turut mencapai 103,26 mg/kg, 86,82 mg/kg, dan 45,58 mg/kg. Pada kontrol, tidak terdeteksi
Konsentrasi Ni (mg/kg) dalam Darah
adanya nikel. 140
a
120
b
100
c
80 60
d
40 20
e
0 perlakuan
0 ppm
10.67 ppm
18.98 ppm
33.76 ppm
60.05
*) angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukan beda nyata (P< 0,05)
Gambar 4.
42
Tingkat akumulasi nikel pada darah ikan nila selama uji akut pemaparan nikel.
• Daging Pada perlakuan dengan dosis nikel 60,05 ppm, tingkat akumulasi rata-rata nikel pada darah ikan nila mencapai 73,37 mg/kg, sedangkan pada perlakuan 33,76 ppm, 18,98 ppm, dan 10,67 ppm, tingkat akumulasi rata-rata berturut-turut mencapai 56,08 mg/kg, 42,00 mg/kg , dan 32,90 mg/kg. Pada kontrol, tidak terdeteksi adanya nikel. a
Konsentrasi (mg/kg) Ni dalam Daging
80 70
b
60 50
c d
40 30 20 10
e
0
perlakuan 0 ppm
10.67 ppm
18.98 ppm
33.76 ppm
60.05 ppm
*) angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukan beda nyata (P< 0,05)
Gambar 5. Tingkat akumulasi nikel pada daging/otot ikan nila selama uji akut pemaparan nikel. c. Frekuensi bukaan operculum Frekwensi Rata-rata Gerak Operculum kali/menit
120 100 80
a
a
a b
a cd
60
e
b b c d
ba
c
e
d
b c
c
dd
dd
e
40 20 0 siang 0 ppm
10.67 ppm
sore
malam 18.98 ppm
subuh 33.76 ppm
pagi 60.05 ppm
*) angka yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata (P > 0,05)
Gambar 6. Rata-rata frekuensi pergerakan operculum ikan nila selama uji akut pemaparan nikel.
43
Gerak operculum pada konsentrasi tinggi memperlihatkan frekuensi yang lebih rendah dengan bukaan operculum yang lebih lebar/luas dibanding kontrol. Perbedaan ini juga terjadi pada konsentrasi yang sama pada waktu pengamatan yang berbeda (siang, sore, malam, subuh, dan pagi hari).
Secara berturut-turut
frekuensi gerak operculum rata-rata per menit pada setiap perlakuan di setiap waktu pengamatan adalah: Perlakuan A yaitu 98,33, 85,67, 102,33, 68,33, dan 102,67; Perlakuan B yaitu 86,67, 64,67, 83,67, 71,67, dan 72,00; Perlakuan C yaitu 74,67, 61,67, 61,67, 62,33, dan 62,33; Perlakuan D yaitu 70,67, 57,00, 50,00, 53,67, dan 54,33; dan Perlakuan E yaitu 64,67, 52,00, 29,33, 48,00, dan 52,00. Tingkah laku ini diduga untuk mempertahankan terpenuhinya kebutuhan oksigen pada kondisi insang mulai tertutup oleh lendir akibat sifat toksik yang ditimbulkan oleh nikel. Tingkah laku ini untuk meningkatkan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh proses biokimia tubuh sebagai pola adaptasi fisiologi sehingga dapat bertahan hidup atau memperlambat efek kematian. Respon fisiologi ini diikuti dengan menurunnya nafsu makan dan umumnya ikan uji cenderung lebih banyak berada di tengah dan permukaan akuarium. Mortalitas ikan uji mulai terlihat 8 jam setelah pemaparan nikel pada konsentrasi 60,05 ppm, 16 jam setelah pemaparan nikel pada konsentrasi 33,76 ppm, 18 jam setelah pemaparan nikel pada konsentrasi 18,98 ppm, dan 30 jam setelah pemaparan nikel pada konsentrasi 10,67 ppm.
a
a
b
b
d. Nilai LC 50 Hasil analisis (Lampiran 6, 7, 8 dan 9) menunjukkan nilai LC 50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut-turut adalah 31,42 ppm, 17,17 ppm, dan 13,93 ppm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC 50 nikel terhadap ikan nila akan semakin rendah. Nilai LC 50 -96 jam nikel pada ikan nila GIFT sebesar 13,93 ppm, lebih tinggi dibandingkan dengan nilai LC 50 -96 jam nikel pada Clarias gariepinus sebesar 8,87 ppm (Isaac 2009). Sebaliknya nilai LC 50 -96 jam nikel pada ikan nila GIFT lebih rendah, jika dibandingkan dengan nilai LC 50 -96 jam nikel pada udang laut yaitu 15 – 30 ppm (Deleebeeck et al. 1995). Namun pada LC 50 -48 yaitu 31,42 ppm, lebih rendah dibandingkan dengan LC 50 -48 jam juvenil abalon yaitu 26,43 ppm (Hunt et al. 2002). Selanjutnya nilai LC 50 -96 jam yang didapat dalam
44
penelitian ini (13,93 ppm) masih sedikit lebih besar apabila dibandingkan LC 50 -96 jam timbal (Pb) yang dipaparkan pada ikan bandeng pada salinitas 16 ppt yaitu 13,43 ppm (Siahaan 2003). Dari nilai LC 50 -96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa nikel bersifat toksik tinggi terhadap ikan nila. Klasifikasi toksisitas oleh WHO dan EPA bahwa rentang nilai LC 50 -96 jam pada konsentrasi antara 1–50 ppm dikategorikan bersifat toksik yang tinggi (Balazs 1970).
Konsentrasi Nikel (ppm)
40 35 30 25
y = -8.745x + 38.33 R² = 0.883
20 15 10 5 0 48
72
96
Waktu Pemaparan (jam) Nilai LC50 Nilai Batas Atas Linear (Nilai LC50)
Gambar 7.
Nilai Batas Bawah Linear (Nilai LC50)
Nilai LC 50 ikan nila pada uji akut pemaparan nikel
Pengaruh bahan toksik dalam waktu singkat dapat diketahui dengan menghitung nilai LC 50 suatu subtansi terhadap satu atau beberapa spesies. LC 50 adalah konsentrasi suatu bahan kimia dalam air yang dapat mematikan 50% dari populasi organisme dalam waktu pemaparan tertentu (OECD 1981, diacu dalam Siahaan 2003). Menurut Connel dan Miller (1995), dampak mematikan suatu bahan toksik merupakan tanggapan yang terjadi akibat zat-zat xenobiotik tertentu mengganggu proses sel dalam mahluk hidup yang melebihi batas toleransi sehingga menyebabkan kematian secara langsung. Meskipun belum ditemukan penelitian tentang manfaat spesifik logam berat nikel bagi ikan, tetapi Menurut Conard (2005), nikel dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh organisme. Fitoplankton mengandung 1-10 ppb nikel, lobster mengandung 0,14-60 ppb nikel, moluska 0,1-850 ppb, dan ikan antara 0,1 - 110 ppb. Lebih lanjut dikatakan bila terdapat dalam jumlah yang terlalu
45
tinggi dapat merusak fungsi ginjal, meyebabkan kehilangan keseimbangan, menyebabkan kegagalan respirasi serta merusak hati dan insang. 4.1.3
Uji Sub-Kronik
a. Tingkat konsumsi oksigen Kebutuhan oksigen biologi didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh biota akuatik dalam waktu tertentu berhubungan linear dengan banyaknya oksigen terlarut di perairan tersebut. Tabel 3. Rata – rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel TKO (mg O2/gr tubuh ikan/jam) Ikan Uji pada Hari Ke 1 – 32
Perlakuan
A (0.00 ppm) B (1,39 ppm) C (4,18 ppm)
1 0.49 0.46 0.47
8 0.49 0.3 0.23
16 0.45 0.26 0.22
24 0.44 0.23 0.2
32 0.43 0.21 0.14
*) angka dengan kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Pengamatan tingkat konsumsi oksigen pada pengukuran hari pertama setelah beberapa jam ikan terekspose oleh nikel menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan pada analisis statistik dengan uji Anova.
Pada
pengukuran hari ke 8, 16, 24, dan 32 uji Anova dan uji Tukey menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara ketiga perlakuan
(gambar 14).
Secara
keseluruhan pada perlakuan dengan nikel, tingkat konsumsi oksigen ikan nila mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu pemaparan. Pada perlakuan dengan konsentrasi 4,18 ppm mengalami penurunan dari 0,47 pada pengamatan H-1 menjadi 0,14 pada pengamatan H-32, perlakuan dengan konsentrasi 1,39 ppm mengalami penurunan dari 0,46 pada pengamatan H-1 menjadi 0,21 pada pengamatan H-32, dan pada kontrol (0,00 ppm), mengalami penurunan yang
46
relatif stabil yaitu 0,49 pada pengamatan H-0 menjadi 0,45 pada pengamatan H-32 (Tabel 4 dan gambar 14).
TKO (mg O2/gr tubuh ikan/jam)
0,6 0,5
a
a a
a
a
a
a
0,4 b 0,3
c
b
b
b
0,2
b
b c
0,1 0 0
8
16
24
32
Waktu Pemaparan (hari) 0 ppm
1.39 ppm
4.18 ppm
*) data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Gambar 8. Konsumsi oksigen ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel Hasil penelitian memberikan indikasi adanya kecenderungan terhadap turunnya tingkat konsumsi oksigen seiring dengan meningkatnya konsentrasi nikel dan bertambahnya lama waktu pemaparan. Perbedaan tingkat konsumsi oksigen diakibatkan oleh kerusakan insang dan kemampuan darah untuk mengikat oksigen semakin kecil dengan semakin tingginya toksisitas nikel. Akibat meningkatnya konsentrasi nikel, dimana akibat keracunan nikel ikan uji mengalami gangguan pada proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya. Hal ini terjadi karena bereaksinya logam berat nikel dengan lendir insang, sehingga insang diseliputi oleh lendir yang mengandung nikel yang mengakibatkan proses pernafasan dan metabolisme tubuh menjadi terganggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heath (1987), bahwa logam berat dapat menyebabkan kerusakan insang seperti nekrosis dan lepasnya lapisan epitelium. Sejalan pula dengan laporan Wardoyo (1987) bahwa salah satu jaringan tubuh organisme yang cepat terakumulasi logam berat adalah jaringan insang, menyebabkan terganggunya proses pertukaran ion-ion dan gas-gas melalui insang.
47
b. Kondisi hematologi Data hematologi yang meliputi kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit, dan jumlah leukosit dengan konsentrasi nikel 0,00 ppm, 1,39 ppm, dan 4,18 ppm dapat dilihat pada Tabel 5; dan Gambar 8, 9 10, 11, dan Gambar 12, serta Lampiran 9, 10, 11, 12 dan 13. Tabel 4. Rata-rata hematokrit, hemoglobin, eritrosit, dan leukosit darah ikan nila setelah 30 hari pemaparan nikel Konsentrasi (ppm) A (0,00) B (1,39) C (4,18)
Hematokrit (%) 26,55±0,87a 20,19±0,19b 16,48±1,90b
Hemoglobin (%) 6,93±0,46a 3,80±0,20b 2,80±0,20b
Eritrosit (106 sel/mm3) 1,26±0,03a 1,18±0,08b 1,15±0,05b
Leukosit (104 sel/mm3) 7,21±0,36a 8,98±0,58b 8,73±0,20c
*) angka dengan kolom sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan beda nyata (P<0,05)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh toksisitas nikel pada ikan nila berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit. •
Hematokrit Hematokrit (Hct) atau volume packed cell merupakan persentase darah yang
dibentuk oleh eritrosit.
Pengukuran ini merupakan persentase eritrosit dalam
darah lengkap setelah spesimen darah disentrifugasi. Data kadar hematokrit menunjukkan hubungan kadar hematokrit pada semua perlakuan pemaparan nikel sampai pengukuran hari ke-30, yaitu makin tinggi perlakuan konsentrasi nikel yang dipaparkan maka kadar hematokrit ikan uji akan lebih rendah. Berbeda dengan perlakuan kontrol, kadar hematokrit terukur menunjukkan nilai yang relatif stabil (Gambar 9 dan Lampiran 12).
48
Kadar Hematokrit Rata-rata (%)
35 30
a a a
25
a
a
a b b
20
b
b
b
15
c
10 5 0 H-0
H-10
H-20
H-30
0 ppm
1.39 ppm
4.18 ppm
Linear (0 ppm)
Linear (1.39 ppm)
Linear (4.18 ppm)
*) data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukan tidak beda nyata (P>0,05)
Gambar 9. Rata-rata Hematokrit darah ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel. Pada pengamatan hari ke-30, kadar hematokrit paling rendah ditemukan pada perlakuan dengan konsentrasi 4,18 ppm dengan kadar hematokrit 16,48%, kemudian disusul perlakuan dengan konsentrasi 1,39 ppm dengan kadar hematokrit 20,19%, dan perlakuan dengan konsentrasi 0,00 ppm dengan kadar hematokrit 26,55%. Selanjutnya nilai rata-rata kadar hematokrit pada pengamatan hari ke 0, 10, dan 20 untuk setiap perlakuan berturut-turut yaitu: perlakuan 4,18 ppm dengan kadar hematokrit 29,50%, 28,45%, dan 10,31%; perlakuan 1,39 ppm dengan kadar hematokrit 30,62%, 20,00%, dan 19,39%; dan perlakuan 0,00 ppm dengan kadar hematokrit 29,87%, 19,92%, dan 31,06%. Hasil analisis statistik menunjukkan kadar hematokrit berbeda nyata antar perlakuan. Hasil uji lanjut dengan uji Tukey ditunjukkan dengan pemberian notasi yang berbeda untuk menandakan perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan dengan notasi yang sama untuk perbedaan yang tidak signifikan (Gambar 9).
Kenyataan ini
menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas nikel mulai pada konsentrasi 1,39 ppm dapat menurunkan kadar hematokrit darah ikan nila. •
Haemoglobin Haemoglobin (Hb) adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah
merah, yang merupakan suatu protein yang kaya akan zat besi. Fungsi utama haemoglobin adalah transpor O 2 dan CO 2 . Data hasil penelitian menunjukkan
49
penurunan kadar haemoglobin pada semua perlakuan pemaparan nikel sampai pengukuran hari ke-30, yaitu makin tinggi perlakuan konsentrasi nikel yang dipaparkan maka kadar haemoglobin ikan uji akan lebih rendah. Berbeda dengan perlakuan kontrol, kadar haemoglobin terukur meskipun mengalami penurunan tetapi nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemaparan nikel dan pengukuran pada hari ke-30 kadarnya lebih tinggi dibandingkan pada pengukuran
Kadar Hemoglobin Rata-rata (%)
hari ke-20 yaitu 6,33 % (Gambar 10 dan Lampiran 13).
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
a
a
a
a
a
a
b
b
a ab
b b
H-0
H-10
H-20
H-30
0 ppm
1.39 ppm
4.18 ppm
Linear (0 ppm)
Linear (1.39 ppm)
Linear (4.18 ppm)
*) data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Gambar 10.
Rata-rata kadar hemoglobin darah ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel.
Pada pengamatan hari ke-30, kadar haemoglobin paling rendah ditemukan pada konsentrasi 4,18 ppm dengan kadar hemoglobin 2,80%, diikuti perlakuan 1,39 ppm dengan kadar hemoglobin 3,80%, dan kontrol dengan kadar hemoglobin 6,93% selanjutnya kadar hemoglobin setiap perlakuan pada setiap hari pengamatan (hari ke-0, hari ke-10, dan hari ke-20) berturut-turut yaitu: perlakuan 4,18 ppm dengan kadar hemoglobin 7,97%, 4,00%, dan 6,00%; perlakuan 1,39 ppm dengan kadar hemoglobin 7,47%, 4,90%, dan 6,50%; dan kontrol dengan kadar hemoglobin 7,43%, 7,67%, dan 7,20%.
Hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan kadar hemoglobin yang signifikan antar perlakuan, (Gambar 10). Kenyataan ini menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan,
50
pengaruh lanjut toksisitas nikel mulai pada konsentrasi 1,39 ppm dapat menurunkan kadar haemoglobin darah ikan nila. •
Eritrosit Eritrosit atau sel darah merah (SDM) berbentuk cakram bikonkaf tidak
berinti yang berdiameter ± 8 µm, tebal bagian tepi 2 µm dan ketebalan bagian tengah berkurang menjadi 1 µm. Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin protein yang mengangkut sebagian besar oksigen (O 2 ) dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida (CO 2 ). Data hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar eritrosit pada kontrol (0,00 ppm) pada pengamatan hari ke-30 yaitu sebesar 0,01 x 106 sel/mm3. Pada pemaparan nikel konsentrasi 1,39 ppm dan 4,18 ppm mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,08 x 106 sel/mm3 dan 0,09 x 106 sel/mm3. Selanjutnya kadar eritrosit setiap perlakuan pada setiap hari pengamatan (hari ke-0, hari ke-10, dan hari ke-20) berturut-turut yaitu: perlakuan dengan konsentrasi 4,18 ppm dengan kadar eritrosit 1,24 x 106 sel/mm3, 1,14 x 106 sel/mm3, dan 1,14 x 106 sel/mm3; perlakuan dengan konsentrasi 1,39 ppm dengan kadar eritrosit 1,26 x 106 sel/mm3, 1,18 x 106 sel/mm3, dan 1,19 x 106 sel/mm3, dan kontrol (0,00 ppm) dengan kadar eritrosit 1,25 x 106 sel/mm3, 1,28 x 106
Kadar Rata-rata Eritrosit (106sel/mm3 )
sel/mm3, dan 1,28 x 106 sel/mm3 (Gambar 11 dan Lampiran 14). 1,3 1,25
a
a
a
a
a
a b
b
1,2
c
1,15
b c
c
1,1 1,05 H-0
H-10
H-20
H-30
0 ppm
1.39 ppm
4.18 ppm
Linear (0 ppm)
Linear (1.39 ppm)
Linear (4.18 ppm)
*) data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Gambar 11. Rata-rata jumlah eritrosit darah ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel.
51
Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah eritrosit berbeda nyata antar perlakuan (P < 0,05). Hasil uji lanjut menunjukan perbedaan yang signifikan antara perlakuan pada seluruh hari pengamatan kecuali pada hari pertama pengamatan (gambar 11). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas nikel pada konsentrasi yang semakin tinggi (mulai 1,39 ppm) dapat menurunkan jumlah eritrosit darah ikan nila. •
Leukosit Jumlah total leukosit bervariasi antar spesies ikan, dipengaruhi oleh umur
ikan. Saat ikan lahir jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun sampai nilai dewasa yaitu pada umur 2–12 bulan.
Jumlah Rata-rata Leukosit (104sel/mm3)
14
a
12 10 8
a a a
b
b
a a
a b b
b
6 4 2 0 H-0
H-10
H-20
H-30
0 ppm
1.39 ppm
4.18 ppm
Linear (0 ppm)
Linear (1.39 ppm)
Linear (4.18 ppm)
*) data pada waktu pemaparan sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Gambar 12. Rata-rata jumlah leukosit darah ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel. Secara umum data hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar leukosit signifikan pada semua konsentrasi nikel, sedangkan kontrol menunjukan perubahan yang relatif stabil. Jumlah leukosit tertinggi terdapat pada konsentrasi 4,18 ppm pada pengamatan hari ke-10 dengan kadar leukosit 12,21 x 104 sel/mm3, diikuti perlakuan dengan konsentrasi 1,39 ppm dan 0,00 ppm (kontrol) dengan kadar leukosit masing-masing 8,98 x 104 sel/mm3 dan 7,21 x 104 sel/mm3, masingmasing pada pengamatan hari ke-30. Selanjutnya kadar leukosit setiap perlakuan pada setiap hari pengamatan (hari ke-0, hari ke-10, hari ke-20, dan hari ke-30) berturut-turut yaitu: perlakuan dengan konsentrasi 4,18 ppm yaitu 6,24 x 104
52
sel/mm3, 12,21 x 104 sel/mm3, 8,53 x 104 sel/mm3, dan 8,73 x 104 sel/mm3; perlakuan dengan konsentrasi 1,39 ppm yaitu 6,27 x 104 sel/mm3, 7,56 x 104 sel/mm3, 6,57 x 104 sel/mm3, dan 8,98 x 104 sel/mm3; dan kontrol (0,00 ppm) yaitu 6,25 x 104 sel/mm3, 6,22 x 104 sel/mm3, 6,82 x 104 sel/mm3, dan 7,21 x 104 sel/mm3 (Gambar 12 dan Lampiran 15). Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah leukosit berbada nyata antar perlakuan (P > 0,05). Hasil uji lanjut dengan uji Tukey menunjukkan perbedaan yang signifikan antara perlakuan pada pengamatan hari ke-20 dan hari ke-30, sedangkan hari ke-0 dan hari ke-10 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Gambar 12). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas nikel mulai pada konsentrasi 1,39 ppm dapat meningkatkan jumlah leukosit darah ikan nila. c. Kondisi histopatologi (insang dan hati) Tabel 5. Kondisi jaringan pada organ hati dan insang Jenis Organ/ Kerusakan Hati Edema Kongesti Hemoragi Nekrosis Insang Lamela primer Lamela sekunder Epitel lifting Edema Mineralisasi Hyperplasia Hypertropi Fusi lamela •
1
A 2
3
Perlakuan B 1 2 3
-
-
-
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
-
-
-
√ √ √ √ -
√ √ √ √ -
√ √ √ √ -
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
1
C 2
3
Hati Hati merupakan organ yang sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan
menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia (toksikan). Struktur utama hati adalah sel hati atau hepatosit yang bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak diantara sinusoid yang berisi darah
53
dan saluran empedu. Selkupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dalam sistem retikuloendotelial tubuh. Selkupffer merupakan sistem monositmakrofag dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah, sehingga hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik (Anderson 1995). Takashima dan Hibiya (1995) menyatakan perubahan histologis pada hati ikan adalah terjadinya : cloudy swelling yaitu sel hati terlihat agak keruh, sitoplasma keruh dan bergranular. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya butir hyalin eosinefil dalam sitoplasma, atropi pada sel hati, pengerutan sel, nukleus dan nukleulus seringkali menjadi mengecil, nekrosis, degenerasi vakuola, degenerasi lemak, stagnasi empedu dan gangguan aliran darah pada sinusoid atau vena. Kerusakan pada hati menyebabkan terganggunya berbagai fungsi hati. Kerusakan hepatosit menurut Ressang (1984) dapat dibagi menjadi dua yaitu taksohepatik dan trofohepatik. Kerusakan akibat taksopatik disebabkan oleh pengaruh langsung dari agen yang toksik, baik berupa zat kimia maupun kuman. Kerusakan akibat trofopatik disebabkan adanya kekurangan faktor-faktor penting untuk kehidupan sel seperti oksigen atau zat makanan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Connel and Miller (1995) menyatakan bahwa toksikan dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme lemak, karbohidrat, biosintesis protein dan sistem enzim mikrosomal. Menurut Ressang (1984), sirosis hati pada hewan akan menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi hati, terganggunya produksi dan aliran empedu serta peredaran darah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kondisi hati ikan nila pada kontrol (0,00 ppm) memperlihatkan bentuk histologi yang normal dengan penampakan inti sel, vena sentralis, dan sinusoid pada komposisi lobulus hati. Pada hati ikan dengan perlakuan nikel mengalami kerusakan jaringan. Berupa kongesti (pembendungan), hemoragi, dan nekrosis. Jumlah dari masing-masing parameter kerusakan hati yang ditimbulkan semakin tinggi seiring peningkatan konsentrasi nikel. Menurut Ressang (1984), kongesti adalah terjadinya pembendungan darah pada hati yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. Kongesti didahului dengan pembengkakan sel
54
hati yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat. Hemoragi adalah keluarnya darah dari sirkulasi kardiovaskuler dan biasanya terdapat kerusakan pada susunan kardiovaskuler tersebut (arteri, vena dan kapiler). Nekrosis adalah terjadinya kematian sel hati. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Tingkat kerusakan hati dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat. Perlemakan hati termasuk dalam tingkat ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel atau nekrosis (Darmono, 1995). •
Insang Menurut Takashima dan Hibiya (1995), perubahan histologi pada insang
meliputi tiga hal, yaitu : 1) Perubahan-perubahan yang bersifat regresif, seperti edema pada epitel insang, vakuolisasi, nekrosispada lamela sekunder, kematian sel mukus, dan sekresi berlebihan. Kerusakan yang serius adalah mengelupasnya epitel dari lamela sekunder, nekrosis pada sel pillar dan terjadinya pendarahan serta distorsi pada lamela sekunder. 2) Gangguan dan kerusakan pada sistem resirkulasi 3) Perubahan-perubahan yang bersifat progresif, seperti hipertropi pada permukan epitel lamela primer dan sekunder adalah tanda-tanda awal dari ikan yang terekspos bahan-bahan kimia maupun pengaruh fisik. Pengamatan histologi insang ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang diberi logam berat nikel mengalami perubahan-perubahan seperti hiperlasi, mineralisasi, epitel lifting, fusi lamela, dan hipertropi. Peningkatan jumlah dari masing-masing parameter kerusakan pada jaringan insang berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi nikel yang dipaparkan. Kerusakan
pada
insang
mengakibatkan
terganggunya
mekanisme
pernapasan pada ikan. Connel dan Miller (1995) menyatakan bahwa kerusakan pada sistem pernapasan dapat menyebabkan terhambatnya sistem transpor elektron dan fosforilasi oksidatif pada rantai pernapasan yang pada akhirnya mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan.
55
d. Pertumbuhan • Pertumbuhan bobot mutlak Data penelitian menunjukan kecenderungan terhadap turunnya pertumbuhan seiring dengan meningkatnya konsentrasi nikel dalam air.
Setelah 30 hari
pemaparan nikel, pada perlakuan 0,00 ppm (kontrol) pertumbuhan mutlak mencapai 4,19 gram/ekor, sedangkan pada perlakuan dengan dosis 1,39 ppm dan 4,18 ppm pertumbuhan rata-rata berat mutlak masing-masing turun menjadi 2,05 gram/ekor dan 0,76 gram/ekor.
Hasil analisa statistik dengan uji Anova
menunjukan ketiga perlakuan berbeda nyata (P < 0,05). Uji lanjut dengan uji Tukey juga menunjukan perbedaan yang signifikan antara ketiga perlakuan
Pertumbuhan Berat (gram/hari)
(Gambar 13 dan Lampiran 15). a
4,5 4 3,5 3 2,5
b
2 1,5
c
1 0,5 0
0 ppm
1.39 ppm
4.18 ppm
Gambar 13. Rata – rata pertumbuhan bobot mutlak ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel.
56
Laju pertumbuhan spesifik Laju Pertumbuhan Spesifik (gram/hari)
•
1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
a a
a b
H-08
a a
a
b
a H-16
0 ppm 4. 18 ppm Linear ( 1.39 ppm)
b b
b H-24
H-32
1.39 ppm Linear (0 ppm) Linear ( 4. 18 ppm)
Gambar 15. Rata – rata laju pertumbuhan spesifik (LPS) ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel. Data penelitian menunjukkan adanya kecenderungan terhadap turunnya laju pertumbuhan harian seiring dengan meningkatnya konsentrasi nikel dalam air. Stelah 30 hari pemaparan nikel, pada perlakuan 0,00 ppm (kontrol) pertumbuhan mutlak mencapai 4,19 gram/ekor, sedangkan pada perlakuan dengan dosis 1,39 ppm dan 4,18 ppm pertumbuhan rata-rata berat mutlak masing-masing turun menjadi 2,05 gram/ekor dan 0,76 gram/ekor. Hasil analisa statistik dengan Anova menunjukan respon pertumbuhan dengan perbedaan signifikan antar perlakuan (P < 0,05).
Uji lanjut dengan uji Tukey juga menunjukan perbedaan yang
signifikan antara ketiga perlakuan (gambar 14 dan lampiran 15).
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
e. Kelangsungan hidup (SR) 95,5 95 94,5 94 93,5 93 92,5 92 perlakuan 0 ppm
1.39 ppm
4.18 ppm
Gambar 15. Rata – rata derajat kelangsungan hidup ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel.
57
Data penelitian menunjukan derajat kelangsungan hidup yang relatif stabil pada semua perlakuan dan ulangan. Pada perlakuan dengan konsentrasi nikel 1,39 ppm dan 4,18 ppm, derajat kelangsungan hidup ikan nila GIFT masing-masing 93,33%, sedangkan pada kontrol (0,00 ppm) derajat kelangsungan hidup ikan nila GIFT adalah 95%.
Hasil uji statistik dengan Anova, ketiga perlakuan tidak
berbeda nyata (P > 0,05). Berdasarkan data penelitian, dapat diartikan bahwa pada media dengan konsentrasi nikel 1,39 ppm dan 4,18 ppm, ikan nila GIFT masih dapat mempertahankan diri dari kematian. f. Kualitas air (suhu, DO, CO 2 , pH, alkalinitas, dan kesadahan) Kisaran nilai rata-rata parameter kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Kiasaran rata-rata nilai beberapa parameter kimia dari kualitas air media selama uji sub kronik Parameter Kualitas Air Suhu (oC) DO (mg/L) CO 2 (mg/L) pH Alkalinitas (mg/L) Amoniak (mg/L) Kesadahan (mg/L) 4.2
A 28 – 30 5.70-7.02 9.98 7.45-8.02 18-24 0.97-1.16 57.66
Perlakuan B 28 – 30 oC 5.70-7.01 11.98 7.21-7.90 18-20 1.03-1.14 57.66
C 28 – 30 oC 5.70-7.01 12.98 7.30-7.90 18-22 0.90-1.01 57.66
Pembahasan Umum Logam berat nikel (Ni) masuk ke dalam tubuh ikan nila dapat melalui tiga
cara yaitu secara langsung melalui insang dan kulit, dan secara tidak langsung melalui makanan pada proses rantai makanan. Karena sifatnya yang toksik, nikel akan mempengaruhi berbagai proses biokimia dan fisiologi pada jaringan tubuh ikan seperti konsumsi oksigen, sistem hematologi, sistem histopatologi, proses bioakumulasi, laju pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan nila. Pencemaran seperti logam berat atau logam masuk ke dalam tubuh melalui mulut, insang, dan kulit (Darmono 1995, diacu dalam Jalius 2008). Ikan yang hidup pada media yang tercemar oleh logam berat, secara alami akan mengakumulasi logam berat ke dalam tubuhnya, baik secara langsung melalui permukaan kulit dan insang maupun melalui makanannya (Anonim 2003, diacu dalam Marwati 2005).
58
Insang merupakan komponen utama bagi ikan unuk mengambil oksigen. Pada insang, nikel (Ni2+) bereaksi dengan lendir insang dan membentuk gumpalan lendir pada insang. Pada struktur insang ikan nila, nikel telah menyebabkan beberapa gangguan kerusakan yaitu epitel lifting, hiperplasia, hipertropi, dan mineralisasi. Kerusakan pada sel-sel epitel yang merupakan penyusun struktur lamela akan terganggunya fungsi lamela sebagai tempat pertukaran gas pada insang. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (1985), bahwa kematian organisme khususnya ikan akibat logam berat dapat terjadi karena bereaksinya kation logam berat dengan oksigen dan fraksi tertentu dari lendir, sihingga menyebabkan insang diselimuti gumpalan lendir logam berat. Oksigen merupakan komponen yang utama bagi pernapasan, metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan serta untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Insang merupakan komponen penting dalam proses pertukaran gas (Harder 1975, diacu dalam Funjaya 2004). Insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras dengan beberapa filamen insang didalamnya. Tiap-tiap filamen insang terdiri atas banyak lamela yang merupakan tempat pertukaran gas. Tugas ini ditunjang oleh struktur lamela yang tersusun atas sel-sel epitel yang tipis pada bagian luar, membran dasar dan sel-sel tiang sebagai penyangga pada bagian dalam. Pinggiran lamela yang tidak menempel pada lengkung insang ditutupi oleh epitelium dan mengandung jaringan pembuluh darah kapiler.
Toksisitas logam-logam berat
yaitu melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernafasan yakni sirkulasi dan ekskresi dari insang (Nicodemus 2003, diacu dalam Jalius 2008). Pada prinsipnya tingkat konsumsi oksigen merupakan gambaran dari tingkat metabolisme ikan. Kerusakan pada struktur insang telah menyebabkan efek yang signifikan terhadap tingkat konsumsi oksigen ikan nila GIFT. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan terhadap turunnya tingkat konsumsi oksigen ikan nila GIFT seiring meningkatnya konsentrasi nikel di dalam perairan dan semakin lamanya waktu pemaparan ikan di dalam media yang tecemar oleh nikel. Pada awal pengamatan tingkat konsumsi oksigen rata-rata ikan nila GIFT pada
59
perlakuan 0,00 ppm (A), 1,39 ppm (B) dan 4,18 ppm (C) masing- masing 0,49 mg/gr, 0,46 mg O 2 /g Berat tubuh ikan, dan 0,47 mg O 2 /g Berat Tubuh Ikan, dan turun menjadi masing- masing 0,43, 0,21, dan 0,14. Dua perlakuan dengan nikel masing-masing menunjukkan penurunan tingkat konsumsi oksigen yang signifikan, sedangkan pada perlakuan tanpa nikel (kontrol) perubahan tingkat konsumsi oksigen ikan nila GIFT relatif stabil. Menurut Palar (2004), organisme perairan khususnya ikan yang mengalami keracunan logam berat akan mengalami gangguan pada proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya, hal ini terjadi karena bereaksinya logam berat dengan fraksi dari lendir insang sehingga insang diseliputi oleh gumpalan lendir dari logam berat yang mengakibatkan proses pernafasan dan metabolisme tidak berfungsi sebagaimana mestinya . Hubungan linear antara jumlah oksigen yang terlarut dalam air dan tingkat kemampuan konsumsi oksigen sebagaimana yang dinyatakan oleh
Evans dan Chaiborne
(2005) tidak berpengaruh terhadap penelitian ini karena kelarutan oksigen dalam air dalam media stabil pada kisaran 5,7 – 7,02 ppm. Karena sifatnya yang toksik, nikel yang masuk ke dalam darah melalui insang mulai menyebabkan beberapa gangguan pada kondisi hematologi ikan. Hasil penelitian menunjukan terjadinya perubahan beberapa parameter dari sistem hematologi ikan nila GIFT seperti turunnya persentase kadar hematokrit dan hemoglobin, turunnya jumlah eritrosit, dan meningkatnya jumlah leukosit. Turunnya persentase hematokrit sampai dibawah 22% dan turunnya jumlah eritrosit menunjukkan ikan sedang mengalami anemia, penurunan persentase hemoglobin menyebabkan ikut turunnya kemampuan darah dalam mentranspor oksigen, dan peningkatan terhadap jumlah leukosit merupakan indikator ikan nila sedang mengalami stres.
Hal ini didukung oleh pernyataan Ganong (1983),
bahwa gambaran darah suatu organisme dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan yang sedang dialami oleh organisme tersebut. Penyimpangan kondisi fisiologi ikan akan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dan kimia darah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dapat menentukan kondisi kesehatannya. Fungsi vital darah di dalam tubuh antara lain sebagai pengangkut zat-zat kimia seperti hormon, pengangkut zat buangan hasil metabolisme tubuh, dan pengangkut
60
oksigen dan karbondioksida. Didukung oleh Angka et al. (1985), bahwa hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukkan terjadinya anemia. Kadar hematokrit bervariasi bergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan. Nilai hematokrit sebesar 40% berarti dalam darah mengandung 40% sel darah merah (Kuswardani 2006). Diperkuat pula oleh Wedemeyer dan Yasutake (1977) dalam Taufik (2005) bahwa seperti halnya pada hematokrit, jumlah eritrosit yang rendah menunjukkan terjadinya anemia, sedangkan jumlah tinggi menandakan bahwa ikan dalam keadaan stres.
Adanya hemoglobin didalam sel darah merah
memungkinkan darah mengangkut oksigen 30-100 kali dari pada yang dapat diangkut hanya dalam bentuk oksigen terlarut dalam darah (Fujaya 2004). Meningkatnya jumlah leukosit disebut leukositosis sedangkan penurunan disebut leukopenia. Leukositosis lebih umum daripada leukopenia dan tidak merupakan hal yang serius, bahkan mungkin bisa fisiologis. Leukositosis secara fisiologis mungkin terjadi sebagai reaksi “ephinephrine”, yaitu neutrofil dan limfosit dimobilisasi kedalam sirkulasi umum sehingga menaikkan jumlah total sela darah putih (SDP). Hal ini sering terjadi pada ikan muda dan biasanya akibat stres, juga adanya gangguan fisik sehingga leukositosis ini bisa terjadi dalam keadaan sehat ataupun sakit dan bisa bersifat fisiologis maupun patologis. Leukopenia umumnya berhubungan dengan infeksi bakterial atau viral (Dierauf 1990, diacu dalam Aliambar 1999). Nikel yang ditranspor oleh darah dari insang akan ikut mempengaruhi seluruh proses biokimia pada seluruh jaringan tubuh yang dilaluinya termasuk histologi jaringan seperti insang dan hati.
Untuk mengetahui apakah terjadi
kerusakan jaringan dilakukan pengamatan preparat histologis terhadap organorgan ikan nila yaitu insang dan hati. Metode yang digunakan adalah Metode Histoteknik, dengan penguat (embedding material) parafin dan ketebalan preparat 5 mikron (Kiernan 1990, diacu dalam Siahaan 2003). Pengamatan histology hati ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang mandapatkan perlakuan nikel mengalami beberapa perubahan seperti hemoragi, kongesti, dan nekrosis. Kerusakan hati serta keterangannya pada masing-masing perlakuan dapat dilihat
61
pada Gambar 12.
Dengan semakin bertambahnya dosis Ni yang diberikan
menyebabkan semakin besar pengaruh terhadap jaringan hati. Hal ini ditunjukkan dengan kerusakan jaringan yang semakin parah seiring peningkatan konsentrasi nikel pada air wadah dalam penelitian. Perubahan histologi pada hati ikan adalah terjadinya cloudy swelling (sel hati terlihat agak keruh, sitoplasma juga keruh dan bergranular) (Hibiya 1995, diacu dalam Siahaan 2003). Hal tersebut disebabkan oleh munculnya butir hyaline eosinofil dalam sitoplasma, atropi pada sel hati, pengerutan sel, nucleus dan nucleolus sering kali menjadi mengecil, nekrosis, degradasi vakuola, degradasi lemak, stagnasi empedu, hepatitis, sirosis dan gangguan pada aliran darah pada sinusoid atau vena.
Kerusakan pada hati
menyebabkan terganggunya berbagai fungsi hati. Toksikan dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme lemak dan karbohidrat, biosintesis protein dan sistim enzim mikrosomal (Connel dan Miller 1995, diacu dalam Siahaan 2003). Menurut Ressang (1984), sirosis hati pada hewan akan menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi hati, terganggunya produksi dan aliran empedu serta peredaran darah. Nikel yang masuk melalui insang, kulit, dan makanan masuk ke dalam darah dan ditranspor ke berbagai jaringan tubuh. Nikel yang ditranspor ke ginjal sebagian akan diekskresikan dan sebagian akan terakumulasi dalam jaringan. Nikel akan banyak mengalami penyerapan pada tulang, hati, ginjal, dan otot. Nikel paling banyak terakumulasi pada tulang, dan selanjutnya nikel akan banyak terakumulasi di hati, ginjal, dan otot oleh bantuan protein metalothionin. Protein metallothionin memiliki asam amino cystein dan methionin yang mudah berikatan dengan logam berat.
Protein ini lebih banyak terdapat pada hati dan ginjal
dibanding pada otot sehingga nikel lebih banyak terakumulasi pada hati dan ginjal dibanding pada jaringan ototnya. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap tingkat akumulasi nikel pada jaringan otot tetapi tidak dilakukan pada ginjal dan hati, namun tingkat kerusakan pada hati menunjukan penigkatan seiring peningkatan konsentrasi nikel pada air media pemeliharaan hewan uji. Menurut Sanusi (1985), hati dan ginjal ikan memiliki kemampuan yang lebih besar dibandingkan dengan ototnya dalam mengakumulasi logam berat Hg dan Cd.
62
Tingginya kandungan logam berat
tersebut disebabkan karena logam berat tersebut memiliki afinitas yang besar terhadap metallothionein pada organ tersebur (Goldwater dan Clarkson 1972; Miettinen 1977; Forstner dan Wittmann 1979; Boline 1980; Hodgson dan Guthrie 1980; Ward 1982a, diacu dalam Sanusi 1985). Dari hasil penelitian terhadap 21 jenis ikan laut, diketahui bahwa sejenis protein metallotionein pengikat logam berat pada hati dan ginjal ikan dijumpai lebih tinggi daripada yang terdapat pada ototnya (Takeda dan Shimizu 1982, diacu dalam Sanusi 1985). Hal tersebut diduga sebagai penyebab tingginya akumulasi logam berat (Hg dan Cd) pada hati dan ginjal ikan uji dibandingkan dengan yang terjadi pada ototnya. Selanjutnya Darmono dan Arifin (1989) menyatakan bahwa logam berat banyak terakumulasi pada tulang daripada organ lain. Hasil pengukuran akumulasi logam berat pada darah dan daging menunjukan adanya kecenderungan terhadap peningkatan tingkat akumulasi nikel seiring naiknya konsentrasi nikel pada air wadah penelitian. Pada darah ikan nila GIFT tingkat akumulasi rata-rata nikel pada konsentrasi 60,05 (E), 33,76 (D), 18, 98 (C), dan 10,67 ppm (B), masing-masing 121,38, 103,36, 86,82, dan 45,58 mg/kg, sedangkan pada 0,00 ppm (A) tidak terdeteksi adanya nikel. Pada daging ikan ikan nila akumulasi rata-rata nikel pada konsentrasi 60,05 (E), 33,76 (D), 18, 98 (C), dan 10,67 ppm (B), masingmasing 73,37, 56,08, 42,00, dan 32,90 mg/kg, sedangkan pada 0,00 ppm (A) tidak terdeteksi adanya nikel. Kandungan nikel diukur dengan metode AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). Semakin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan maka semakin tinggi pula kadar logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan air yang hidup di dalamnya (Bryan 1976, diacu dalam Salamah 2002). Logam berat yang masuk kedalam tubuh ikan, sebagian akan diekskresikan dan sebagian lagi akan mengalami proses bioakumulasi pada jaringan organ-organ tertentu (Mokoagouw 2000). Hasil penelitian juga menunjukkan kecenderungan terhadap turunnya laju pertumbuhan seiring meningkatnya konsentrasi nikel pada media pemeliharaan. Hal ini dapat disebabkan oleh efek stres pada ikan nila GIFT yang semakin besar seiring meningkatnya konsentrasi nikel sehingga nafsu makan ikan menjadi semakin turun. Ini dibuktikan pula dengan semakin menurunnya tingkat konsumsi pakan seiring meningkatnya konsentrasi nikel. Pemanfaatan energi yang berasal
63
dari makanan pada ikan- ikan yang terekspose oleh nikel lebih banyak digunakan untuk mepertahankan diri dari dari tekanan serta perawatan dan pergantian sel-sel yang rusak dibanding untuk pertumbuhannya. Tingkat konsumsi pakan rata-rata ikan nila GIFT pada kontrol mencapai 0,59 g/ekor/hari, sedangkan pada perlakuan dengan konsentrasi nikel 1,39 ppm adalah 0,18 g/ekor/hari, dan pada perlakuan dengan konsentrasi nikel 4,18 ppm adalah 0,13 g/ekor/hari. Pada sistem syaraf nikel bersifat sebagai xenobiotik abiotik yang menyebabkan
terganggunya
kerja
asetilkolinesterase
sehingga
asetilkolin
terakumulasi pada syaraf pusat. Proses ini menginduksi tremor sehingga terjadi inkoordinasi, kejang-kejang, dan akhirnya menyebabkan kematian. Akumulasi asetilkolin pada neuromuscular menyebabkan kontraksi otot, lemahnya tubuh ikan, hilangnya gerak reflex, dan paralisis. Pada uji nilai kisaran penelitian ini, ikan nila menunjukkan gejala terpengaruh oleh sifat toksik nikel terhadap sistem syarafnya. Pada perlakuan dengan konsentrasi nikel yang tinggi ikan nila banyak mengalami kehilangan gerak refleks, kejang-kejang, tubuh menjadi lemas, dan akhirnya mengalami kematian. Berdasarkan nilai LC 50 96 jam sebesar 13,93 ppm, nikel termasuk dalam kategori logam berat yang mempunyai sifat toksik tinggi terhadap ikan nila. Nilai LC 50 terhadap ikan nila turun seiring dengan bertambahnya lama waktu pemaparan nikel terhadap ikan. Hal ini sesuai pernyataan Balazt (1970), bahwa dari nilai LC 50 , selanjutnya potensi ketoksikan akut senyawa uji dapat digolongkan menjadi : sangat tinggi ( < 1 mg/L), tinggi (1 -50 mg/L), sedang (50 – 500 mg/L), sedikit toksit (500 – 5000 mg/L), hampir tidak toksit (5 – 15 g/L), dan relatif tidak berbahaya ( > 15 g/L). Perbandingan terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila GIFT, pada perlakuan tanpa nikel (kontrol), dengan konsentrasi nikel 1,39 ppm (10% dari nilai LC 50 96 jam), dan 4,18 ppm (30% dari nilai LC 50 96 jam) tidak memberikan pengaruh signifikan. Tingkat kelangsungan hidup pada kontrol rata-rata 95%, sedangkan pada 1,39 ppm dan 4,18 ppm adalah 93,33%. Berdasarkan data penelitian, ikan nila yang dipelihara pada perairan tawar/berkesadahan lunak, memiliki nilai Lc 50 96 jam sebesar 13,39 ppm. Ini berarti nikel termasuk dalam kategori bersifat toksik tinggi terhadap ikan nila.
64
Nilai ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabilu (2010) yaitu 11,88 ppm. Penelitian dilakukan terhadap ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) yang dipelihara pada perairan yang berkesadahan yang lebih tinggi/air payau. Ini berarti bahwa ketoksikan nikel akan semakin rendah bila kesadahan perairan meningkat. Pengaruh sifat toksik nikel terhadap ikan dipengaruhi pula oleh beberapa parameter fisika dan kimia air. Toksisitas nikel akan berkurang seiring dengan meningkatnya kesadahan perairan, sedangkan tingkat absorbs nikel akan turun seiring dengan meningkatnya suhu dan turunnya pH dalam air. Nilai kesadahan air media penelitian yaitu 57,66 mg/L menunjukkan bahwa air media berada pada kondisi kesadahan lunak yang mengindikasikan bahawa pada media pemeliharaan nikel bersifat lebih toksik pada ikan nila dibanding pada air payau atau air laut yang umumnya mempunyai kesadahan yang lebih tinggi. Nilai kisaran pH air pada wadah pemeliharaan sekitar 7,21 – 8,02 yang masih berada pada kondisi optimal bagi kehidupan ikan nila GIFT (6,5 – 8,5). Namun pada kisaran tersebut, karena pH masih dibawah
9 maka nikel bersifat sebagai kation bebas dan
membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat, dan selanjutnya mengalami presipitasi. Hal ini diperkuat oleh Blaylock dan Frank (1979), bahwa ketoksikan nikel pada kehidupan akuatik bergantung pada spesies, pH, kesadahan dan faktor lingkungan lain. Ketoksikan nikel pada kehidupan akuatik bergantung pada spesies, pH, kesadahan dan faktor lingkungan lain (Blaylock dan Frank 1979). Peningkatan pH dan kesadahan air serta konsentrasi bahan toksik memberikan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi LC 50 ikan. Setelah 72 jam, ikan yang hidup di dalam konsentrasi nikel 8,0 – 12,0 ppm menyebabkan kulit akan rusak dan tubuh luka-luka sebagai indikasi dari tekanan pH (Isaac 2009). Kualitas air merupakan faktor yang penting dalam kehidupan ikan, sebab air berfungsi sebagai media hidup ikan. Selama uji toksisitas akut dan uji sub kronik dilakukan pengukuran kualitas air yang hasilnya disajikan pada Tabel 6. Suhu air merupakan pengatur proses-proses utama di lingkungan perairan. Daya toleransi ikan terhadap suhu sangat bergantung pada spesies dan stadia hidupnya (Pescod, 1973). Kisaran suhu air dalam wadah pemeliharaan adalah
65
antara 28–30 ˚C yang merupakan kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan ikan nila GIFT. Suhu optimum untuk mendukung pertumbuhan ikan nila berkisar antara 25 – 30 oC (Bardach dan lelono 1986, diacu dalam Haryono et al. 2001). Hal ini diperkuat pula oleh Anonim (2011) bahwa suhu air yang disarankan untuk ikan nila adalah 28-30 ˚C . Tingkat pertumbuhan akan menurun secara dramatis jika air dingin sampai 20oC dan ikan biasanya akan mulai mati di sekitar 10 oC. Juga penting untuk diingat bahwa air dingin akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh ikan dan membuatnya lebih rentan terhadap kesehatan yang buruk. Suhu air di bawah 13 ˚C, oleh karena itu, tidak pernah dianjurkan. Menurut Suyanto (1993), suhu optimal untuk ikan nila antara 25 – 30 oC. Kelarutan oksigen dalam wadah penelitian berkisar 5,70 – 7,02 ppm, masih diatas ketetapan kelarutan oksigen bagi biota air tawar. Hal ini berarti oksigen terlarut tidak termasuk salah satu faktor yang ikut mempengaruhi perubahan variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Menurut Pescod (1973) kebutuhan oksigen pada ikan bervariasi tergantung spesies, kondisi lingkungan yang ada dan aktivitas ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa kadar oksigen terlarut yang layak bagi kehidupan ikan tidak boleh lebih dari 2 ppm dengan asumsi tidak ada bahan-bahan toksik yang masuk. Kisaran oksigen terlarut yang layak untuk kehidupan biota air tawar menurut EPA (1991) adalah tidak boleh kurang dari 4,0 ppm, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1990 persyaratan kandungan minimum untuk perikanan adalah tidak boleh kurang dari 3,0 ppm. Total alkalinitas rata-rata pada setiap perlakuan yaitu berkisar antara 18-24, merupakan nilai alkalinitas yang baik bagi kehidupan ikan nila GIFT. Hal ini sesuai pernyataan Made (1989) bahwa nilai alkalinitas yang baik berkisar 10-400 ppm CaCO 3 . Kandungan karbon dioksida (CO 2) air wadah penelitian dapat berasal dari hasil pernafasan organisme dalam air sendiri dan difusi dari udara. Konsentrasi karbon dioksida yang terlalu tinggi di suatu perairan akan menimbulkan gangguan pelepasan CO 2 atau pengambilan O 2 waktu ikan bernafas. Sebaliknya CO 2 yang terlalu sedikit akan berpengaruh negatif kepada fotosintesis karena gas ini merupakan bahan baku pembentukan. Konsentrasi karbon dioksida (CO 2 ) dalam ekosistem perairan merupakan parameter yang dikaitkan dengan nilai pH. Semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida, pH perairan semakin rendah. Hasil
66
pengukuran konsentrasi CO 2 , yaitu 9,98-12, 98 ppm selama uji akut dan selama uji sub kronis. Kandungan CO 2 yang baik untuk budidaya ikan tidak lebih dari 15 ppm. Kadar total rata-rata amonia air dalam wadah penelitian selama uji akut dan uji sub kronik berkisar antara 0.90-1.16 ppm. Nitrogen dalam air berada dalam bentuk nitrit (NO 2 -N), nitrat (NO) 3 -N), ammonia (NH 3 ) dan ammonium (NH 4 +). Amonia adalah salah satu bahan pencemar perairan (Russo 1985).
yang berbahaya bagi lingkungan
Boyd (1979) menyatakan bahwa sisa-sisa pakan dan
kotoran ikan akan terurai menjadi nitrogen dalam bentuk ammonia terlarut yang beracun bagi ikan.
Kandungan ammonia 0,6-2,0 ppm masih baik untuk
kehidupan ikan (Redner dan Stickney 1979, diacu dalam Chervinsky 1982). Berdasarkan kriteria di atas, maka dapat diartikan bahwa nilai ammonia air media selama uji toksisitas akut dan uji sub kronik masih berada dalam batas kisaran yang baik bagi kehidupan ikan nila GIFT. Dari pengukuran tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan seluruh parameter kualitas air yang terukur berada dalam kisaran yang layak dan optimum bagi kehidupan ikan nila GIFT dalam kondisi tanpa tercemar oleh logam berat nikel.
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Sifat toksik nikel mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen, semakin tinggi konsentrasi nikel dan semakin lama waktu pemaparan menyebabkan konsumsi oksigen ikan nila akan semakin turun. 2. Sifat toksik nikel mempengaruhi kondisi hematologi ikan nila GIFT, yaitu mulai pada konsentrasi 1,39 ppm menurunkan prosentase hematokrit, hemoglobin dan meningkatkan jumlah leukosit. 3. Sifat toksik nikel mempengaruhi kondisi histopatologi ikan nila GIFT, yaitu mulai konsentrasi 1,39 ppm mempengaruhi struktur mikroanatomi insang berupa mineralisasi, hyperplasia, hipertopi dan epitel lifting; serta hati berupa kongesti, hemoragi, dan nekrosis. 4. Semakin tinggi konsentrasi nikel pada media pemeliharaan ikan nila GIFT, semakin tinggi pula tingkat akumulasinya di dalam darah dan daging. 5. Sifat toksik nikel berdampak terhadap laju pertumbuhan ikan nila, yaitu mulai pada konsentrasi 1,39 ppm telah memberikan pengaruh terhadap turunnya laju pertumbuhan. 6. Sifat toksik nikel pada uji sub kronik tidak berpengaruh signifikan terhadap derajat kelangsungan hidup (SR) ikan nila GIFT. Namun berdasarkan nilai LC 50 96 jam yaitu 13,93 ppm, nikel (Ni) memiliki sifat toksik yang tinggi terhadap ikan nila. 5.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk dilakuan penelitian
lanjutan dengan menggunakan waktu pemaparan yang lebih panjang serta kajian yang lebih jauh sampai pada sistem reproduksi, atau dengan pengujian pada jenis ikan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad T. 1998. Budidaya Bandeng Secara Insentif. Jakarta : Penebar Swadaya. Aliambar. 1999. Pengaruh Pengendalian Hewan Terhadap Temperatur, Nadi dan Respirasi, Nilai Hematologi Dan Kimia Darah Rusa Cervus timorensis (Disertasi). Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Angka. 1985. The Pathologi of Walking Catfish, Clarian batrachus, Infected Intraperitoneally with Aeoromonas hydrophilla. AFS. [Anonim]. 1985. Pencemaran Air dan Kehidupan Ikan. Bogor: Balai Informasi Perikanan Departemen Perikanan dan Kelautan. [Anonim]. 2002. Seafood Pantura mengandung logam berat. Harian Kompas. 30 Septembar 2002. [Anonim]. 2003a. Waduk Saguling dan Cirata tercemar logam berat. Harian Kompas. 12 Juni 2003. [Anonim]. 2003b. Saguling tercemar lima logam berat. Harian Pikiran Rakyat. 27 Agustus 2003. [Anonim]. 2010. Proses Pengolahan Nikel di Indonesia (PT. Internasional Nickel Indonesia Tbk). Sumber: http://haxims.blogspot.com/2010/05/prosespengolahan-nikel-di-indonesia-pt.html. [Anonim]. 2011. Informasi Mineral dan Batubara (Nikel). Tekmiral.esdem.go.id. tgl 16 – 02 - 2011. APHA. 1979. Standard Methods For The Examination of Water and Wastewater. Amerika : American Water Works and Water Pollution Control Federation. Arie U. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Nila GIFT. Penebar Swadaya. hlm 7 – 8. Balazs T. 1970. Measurement of Acute Toxicity in Method in Toxicology. Oxford : Blackwell Scientific Publications. Bastiawan D, A Wahid M, Alifudin, I Agustiawan. 2001. Gambaran Darah Lele dumbo (Clarias spp.) yang Diinfeksi Cendawan Aphanomyces sp pada pH yang Berbeda. Jurnal penelitian Indonesia 7(3): hlm 44-47. Beniga ZM, Circa AV. 1997. Growth Performance Evaluation of Genetically Improved Nile Tilapia (Oreochromis niloticus L.) in Floating Cages in Lake Sebu, South Cotabatu, Philipines. Tilapia Aquaculture Volume 1. Proceedings from The Fourth-International Symposium on Tilapia in Jurnal Aquaculture. hlm 116-126. Blaylock BG, Frank ML. 1979. A comparison of The Toxicity of Nickel to The Developing Eggs and Larvae of Carp (Cyprinus carpio). Bull. Environm.Contam. Toxicol. Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. New York: Elsevier Science Publishers B.V.
69
Boyd CE. 1984. The Reported Kill of Ducks and Goose in Canada and the USA, 1974-1982. Mikis for of Supply and Service. Occasiand Paper No.55 Canadian Wild Live Service. Bryan GW. 1976. Effects of Pollutants on Aquatic Organisms. Cambridge: Cambridge University Press. Brojo M. 1992. Morfologi, Kariotip, dan Pola Protein Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus (Peters) Trewavas), Ikan Nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus) Trewavas ) dan Keturunannya. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Casarett LJ, Doult. 1975. Toxycology. The Basic Science of Science of Poisons. Chapman GA, Ota S, Recht F. 1980. Effects of Water Hardness On The Toxicity Of Metals to Daphnia Magna. U.S. Environmental Protection Agency, Corvallis, OR. Chervinski J. 1982. Evironmental Physiology of Tilaphia in RSV Pullin and RH Lowe. Nc Counel (editor) The Biology and Culture of Tilaphia ICLARM: Manila. Conference Proceding, ICLARM. Chester R. 1993. Marine Geochemistry. London : Unwim-Hyman. Connel, Miller. 1995. Kimia Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Conard BR. 2005. Ecotoxicity of nickel-Containing Substances. USA : The Basic Science ENV-2. Cotton FA, G Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press. Darmono, Arifin C. 1989. Kemungkinan Kontaminasi dan Pencemaran Ikan serta Organisme Laut oleh Logam Berat, Medika, 4:991. Diniah. 1995. Korelasi antara kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb pada beberapa ikan konsumsi dan tingkat pencemaran di perairan Teluk Jakarta. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius. Effendi MI. 1993. Kimia Lingkungan. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Effendi MI. 1997. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. Eknath AE et al. 1993. Genetic improvement of farmed tilapias: the growth performance of eight strains of Oreochromis niloticus tested in different farm environments. Aquculture 111:171-188. [EPA] Environmental Protection Agency. http://www.epa.gov.ost[18 Mei 2011].
1991.
Watercuality
Criteria.
Evans DH, Chaiborne JB. 2005. The Physiology of Fishes, Third Edition. New York : Taylor and Francis Group.
70
Funjaya Y. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta : Rineka Cipta. Ganong WF. 1983. Review of Medical Physiology, Edisi 19. Stanford : Appeleton & Lange. Gasperz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung : CV. Armico. Gerberding JL. 2005. Toxicological Profile for Nickel. US. Departement of Health and Human Services. Georgia : Public Health Service, Agency for Toxic Substances and Disease Registry, Atlanta. Ghalib M, Djawad MJ Fachruddin L. 2002. Pengaruh Logam Timbal (Pb) Terhadap Konsumsi Oksigen Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall). Ujung Pandang : Sci&Tech, Vol. 3 No. 3 : 10-18. Ghatak DB, Konar SK. 1990. Acute Toxicity of Mixture of Heavy Metals Cadmium, Pesticide DDVP, Detergent Parnol J And Petroleum Product NHeptane on Fish, Plankton and Worm. Environ. Ecol. Gorski J. 2006. Sublethal Toxicity of Trace Metals to Larvae of the Blacklip Abalone, Haliotis rubra, Environment Toxicology and Chemical 25(5):1360-1367. Grosell M, Gerdes RM, Brix KV. 2005. Chronic Toxicity of Lead to Three Freshwater Invertebrates Brchinis calycifrolus, Chronomus tentans, and Lymnaea stagnalis, Environment Toxicology and Chemical 25(1):97-104. Handayani S. 2002. Kajian Struktur Tanah Lapisan Olah dan Stabilitas Agregat pada Kawasan Pertambangan Nikel (Tesis). Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas GajahMada. Hapsari. 2008. Penurunan Nikel (Ni) Dan Seng (Zn) dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Elektronik menggunakan Metode Presipitasi dengan senyawa Alkali Na oH dan Na2Co3 (Studi Kasus : PT. Hartono Istana Teknologi) [Tesis]. Semarang : Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Haryono et al. 2001. Pertumbuhan Ikan Nila GIFT yang Diberi Pakan dengan Sumber Protein Hewani Berbeda. Pulit Biologi-LIPI. Heath AG. 1987. Water Polution and Fish Physiology. Florida : CRC Press Inc. Boca Rotan. Hibiya T. 1995. An Atlas of Fish histology, Normal and Pathological Features Ltd. Tokyo. hlm 138-144. Hunt O, Mary S. 2006. Instrumentation for Environmental Monitoring, Volume 2, water/mary s.quinby-Hunt. New York: John Willy hlm.982. Hutagalung HP. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Oceana IX:12 – 19. Isaac A Ololade. 2009. Toxic Stress of Nickel on African Catfish, Clarias gariepinus Fingerlings. Nigeria : The Internet Journal of Veterinary Medicine 2009 : Volume 6 Number 1. Department of Chemistry and Industrial Chemistry, Adekunle Ajasin University.
71
Jalius. 2008. Bioakumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya terhadap Gametogenesis Kerang Hijau (Perna viridis): Studi Kasus di Teluk Jakarta, Teluk Banten, dan Teluk Lada (Disertase). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kiernan JA. 1990. Histological dan Histochemical Methods, Teory dan Practice, Second Edition. New York : Pergamon Press. Kuswadani. 2006. The Chemistry Cover. Jakarta. Program Studi Ilmu Kimia Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia. Lawrence A. 2003. Effects of Pollution On Fish Molecular Effects and Population Responses. Oxford : Blackwell Science Ltd. Lagler K, F Bardach, JE Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichtyology. Second Edotion. New York: John Wiley and Sons Little EE, Fairchild JF, Delonay AJ. 1993. Behavioural Methods For Assessing Impacts of Contaminants on Early Life Stage Fishes. Fisheries Society Symposium. Liao IC, Huang Hj. 1975. Studies On The Respiration of Economic Prawns In Taiwan. I. Oxygen of egg Up to Young Prawns of Pennaeus monodon Fab. Taiwan : Journal Fish Social 4(1) : 33-50. Lu CF. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia. Madinawati. 2005. Keragaman Genetik Fenotipe Kuantitatif 11 Famili Ikan NIla (Oreochromis niloticus) di Balai Pengembangan Benih Ikan Wanayasa, Purwakarta Jawa Barat (Thesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Manahan SE. 1977. Williard Press.
Environmental Chemistry, Second Edition.
Boston:
Marwati U. 2005. Akumulasi Logam Kadmium Pada Bacillus Pb138 (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mc Neely RN, VP Neimanis, L Dwyer. 1979. Thallium. In: Water quality sourcebook. A guide to water quality parameters. Canada : Environment Canada, Inland Waters Directorate, Water Quality Branch. Meade JW. 1989. Aquaculture Management. Van Nostrand Reinhold. New York, NY.175 pp. [MENKLH] Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1988. Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: 02/MENKLH/I/1988, tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Sekretariat MENKLH. Jakarta. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta. UI Press.
72
Mokoagouw D. 2000. Kajian Peredaran Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn) pada Perairan Pantai di Kodya Bitung Provinsi Sulawesi Utara (Disertase). Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.. Mulyani. 2006. Studi Pendahuluan Pengaruh Hormon Steroid Terhadap Keragaan Hematologi Induk Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis (Tesis). Makassar : Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Nanty IH. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Badan Air dan Sedimen di Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung Lampung (Skripsi). Bogor : Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Narayanan. 2008. The Impact of Toxic Heavy Metals on The Hematological Parameters In Common Carp (Cyprinus Carpio L). Journal Environ Health. Sci. Eng., 2009, Vol. 6, No. 1 : 23-28. Nebeker AV, Savonen C, Stevens DG. 1985. Sensitivity of Rainbow Trout Early Life Stages to Nickel Chloride. Environmental Toxicology and Chemistry. Nur I. 2004. Ketahanan Benih Ikan Nila GIFT (Oreochromis niloticus Linne) dari Hasil Induk yang Diberi Vaksin Terhadap Inveksi Buatan (Streptococcus iniae) Thesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Odum EO. 1971. Fundamentals of Ecology. Tokyo : Toppan Company Ltd. Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta. Pescod MD. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical Countries. Bangkok : AIT. Petrocelli SR. 1985. Fundamentals of Aquatict Toxicologi: Methods an Aplication: New York. Hemisphere Publishing. Corp.666 pp. Ressang. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Denpasar : Bali Press. Robert RJ. 2001. Fish Pathologi. USA : Saunders Rose KA, Cowan JH, Houde ED Coutant CC. 1993. Individualbased Modelling of Environmental Quality Effects on Early Life Stages of Fishes: A Case Study Using Striped Bass. Amerika : American Fisheries Society Symposium. Rostagi. 1977. Essensial of Animal Physiologi. Willey Easterm Limited, New Delhi, Bongalore Bombay. Sabilu K. 2010. Studi Toksisitas Nikel (Ni) terhadap Konsumsi Oksigen, Kondisi Hematologi, Histopatologi dan Stres Sekunder Juvenil Ikan Bandeng Chanos chanos [Forsskal]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
73
Sanusi HS. 1985. Akumulasi Logam Berat Hg dan Cd pada Tubuh Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sanusi HS, Putranto S. 2009. Kimia Laut dan Pencemaran, Proses Fisik Kimia dan Interaksi dengan Lingkungan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Salamah, Ella. 2002. Pengaruh Asam Asetat Terhadap Penurunan Kandungan Timbal (Pb) Daging Ikan Jambal Roti. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran. Sandrini JZ, Regali F, Fattorini D, Notti A, Inacio AF, Linde-Arias AR, Laurino J, Bainy ACD, Marins LFF, Monsserat JM. 2006. Short Time Response to Cadmium Exposurein the Estuarine Polychaeta lacomereis acuta (Polycaeta, Nereididae): Subcellular distribution and Oxidative Stress Genetion. Environment Toxicology and Chemical. 25(5):1337-1344. Setiadi S, B Soeprianto. 1992. Dampak Industri terhadap Ekosistem Pantai. Studi kasus pencemaran logam berat dan akumulasinya dalam ekosistem pantai Teluk Jakarta dan Banten. Jakarta: PPSML-UI. Siahaan DH. 2003. Toksisitas Logam berat Pb terhadap ikan Bandeng Chanos chanos Forskal Pada Berbagai Tingkat Salinitas (Tesis). Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sunardi. 2006. 116 Unsur Kimia Deskripsi dan Pemanfaatannya. Bandung: CV. Yrama Widya. Sutamihardja. 1982. Perairan Teluk Jakarta Ditinjau dari Tingkat Pencemarannya (Tesis). Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Swingle HS. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. F.A.O. Takashima F, T Hibiya. 1995. An Atlas of Fish Histologi, Normal and pathological Features. Tokyo : Kodansyah Ltd Taufik I. 2005. Pengaruh lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologi Ikan Mas (Cyprinus carpio) (Tesis). Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tortora, Anagnostakos. 1990. Hematology, Edition 5. Cambridge : MIT Press. Vernberg WB, Vernberg FJ. 1972. Enviromental Physiology of Marine Animal. New York : Springer-Verlag. Wardoyo STH. 1987. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Bandung : Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. Zahner HM, Van-Gerberding EJ, Tomasso JR, Klaine SJ. 2006. Whole-body Sodium Concentration in Larval Fathead Minnocus (Pinephales promelas) during and following Copper Exposure. Environment Toxicolus and Chemical. 25(6): 1635 – 1639.
74
Zulkarnain, Riza, Muhammad. 2008. Studi Sifat Fisika dan Kimia Air LautDalam Di Perairan Biak. Jakarta Utara: Jurnal Kelautan Nasional Vol.3 no.1, april 2008.
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1 Data mortalitas ikan pada uji nilai kisaran Setelah 24 Jam No. Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
A B C D E F
Setelah 48 Jam No. Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
A B C D E F
Setelah 72 Jam No. Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
A B C D E F
Setelah 96 Jam No. Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
A B C D E F
Konsentrasi Nikel (ppm) 0 0,06 0,6 6 60 600
Mortalitas (ekor) 0 0 0 0 11 23
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 0 0 0 36,67 76,67
Konsentrasi Nikel (ppm) 0 0,06 0,6 6 60 600
Mortalitas (ekor) 0 0 0 0 30 30
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 0 0 0 100 100
Konsentrasi Nikel (ppm) 0 0,06 0,6 6 60 600
Mortalitas (ekor) 0 0 0 0 30 30
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 0 0 0 100 100
Konsentrasi Nikel (ppm) 0 0,06 0,6 6 60 600
Mortalitas (ekor) 0 0 0 0 30 30
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 0 0 0 100 100
77
Lampiran 2 Data mortalitas ikan pada uji akut Setelah 24 Jam No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5.
A B C D E
Dosis Nikel (ppm) 0 10,67 18,98 33,76 60,05
Mortalitas (ekor) 0 0 0 2 4
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 0 0 6,67 13,33
Dosis Nikel (ppm) 0 10,67 18,98 33,76 60,05
Mortalitas (ekor) 0 0 7 12 30
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 0 23,33 40,00 100
Dosis Nikel (ppm) 0 10,67 18,98 33,76 60,05
Mortalitas (ekor) 0 6 20 22 30
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 20 66,67 73,33 100
Dosis Nikel (ppm) 0 10,67 18,98 33,76 60,05
Mortalitas (ekor) 0 7 26 26 30
Jumlah Sampel (ekor) 30 30 30 30 30
Persentase (%) 0 23,33 86,67 86,67 100
Setelah 48 Jam No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5.
A B C D E
Setelah 72 Jam No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5.
A B C D E
Setelah 96 Jam No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5.
A B C D E
78
Lampiran 3
Diagram dari tahap proses pengukuran kandungan nikel dalam daging ikan nila dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectroscopy)
Skema metode AAS
Contoh Ikan
Tanpa Perlakuan (Contoh A)
Rendaman Air (Contoh B)
Rendaman Asam (Contoh C)
Pengeringan
Grinding dan Homogenisasi
Destruksi
Pengukuran Dengan GF - AAS
Hasil pengukuran
Pengolahan Data
79
Skema destruksi contoh (Bomb Teflon)
Contoh Tepung Ikan
NHO3 (3 ml)
Ditimbang (0,1 g) Dimasukan dalam Bomb teflon
Dioven 90˚C, 3 jam 120˚C, 3 jam
Didinginkan semalam
Disaring
Contoh siap diukur Dengan GF-AAS
80
HCLO4 (0,5 ml)
Lampiran 4
Tingkat rata-rata akumulasi logam berat nikel dalam darah ikan nila GIFT pada uji akut
Perlakuan
Ulangan
Konsentrasi media (ppm)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
0 0 0 10,67 10,67 10,67 18,98 18,98 18,98 33,76 33,76 33,76 60,05 60,05 60,05 -
A
B
C
D
E
Kandungan nikel pada daging (mg/kg) ttd ttd ttd 44,35 45,65 46,73 45,58 87,92 85,66 86,27 86,82 104,27 102,01 103,51 103,26 121,06 120,74 122,34 121,38
81
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey).
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
Standar deviasi
K.baku
A B C D E Total
3 3 3 3 3 15
0,00 45,58 86,62 103,26 121,38 71,37
0,00 1,19 1,17 1,15 0,85 45,15
0,00 0,69 0,68 0,66 0,49 11,66
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 4 10 14
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah 0,00 0,00 42,62 48,54 83,71 89,52 100,41 106,12 119,28 123,48 46,36 96,37
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 28528,86 7132,21 9,65 0,97 28538,51
Min
Maks
0,00 44,35 85,66 102,01 120,74 0,00
0,00 46,73 87,92 104,27 122,34 122,34
F
P
7388,60
0,00
Uji Tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
A
B
C
D
E
82
B C D E A C D E A B D E A B C E A B C D
Beda ratarata (I-J) -45,5767 -86,6167 -103,2633 -121,3800 45,5767 -41,0400 -57,6867 -75,8033 86,6167 41,0400 -16,6467 -34,7633 103,2633 57,6867 16,6467 -18,1167 121,3800 75,8033 34,7633 18,1167
K.baku 0,8022 0,8022 0,.8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022 0,8022
P 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
-42,9365 -83,9765 -100,6232 -118,7398 48,2168 -38,3998 -55,0465 -73,1632 89,2568 43,6802 -14,0065 -32,1232 105,9035 60,3268 19,2868 -15,4765 124,0202 78,4435 37,4035 20,7568
-48,2168 -89,2568 -105,9035 -124,0202 42,9365 -43,6802 -60,3268 -78,4435 83,9765 38,3998 -19,2868 -37,4035 100,6232 55,0465 14,0065 -20,7568 118,7398 73,1632 32,1232 15,4765
Lampiran 5 Tingkat rata-rata akumulasi logam berat nikel dalam daging ikan nila GIFT pada uji akut Perlakuan
A
B
C
D
E
Ulangan
Konsentrasi media (ppm)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
0 0 0 10,67 10,67 10,67 18,98 18,98 18,98 33,76 33,76 33,76 60,05 60,05 60,05 -
Kandungan nikel pada daging (mg/kg) ttd ttd ttd 32,25 33,93 32,51 32,90 40,03 42,92 43,04 42,00 55,80 56,64 55,80 56,08 72,80 73,73 73,58 73,37
83
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C D E Total
3 3 3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 0,0000 32,8967 41,9967 56,0800 73,3700 40,8687
Derajat bebas 4 10 14
Standar deviasi 0,0000 0,9043 1,7042 0,4850 0,4993 25,4626
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 0,0000 0,5221 0,9839 0,2800 0,2883 6,5744
0,0000 35,1430 46,2302 57,2847 74,6103 54,9694
Avova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 9068,383 8,413 9076,797
2267,096 ,841
0,0000 30,6503 37,7631 54,8753 72,1297 26,7680
Min 0,00 32,25 40,03 55,80 72,80 0,00
F
P
2694,64
0,00
Maks 0,00 33,93 43,04 56,64 73,73 73,73
Uji Tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
A
B
C
D
E
84
B C D E A C D E A B D E A B C E A B C D
Beda ratarata (I-J) -32,8967* -41,9967* -56,0800* -73,3700* 32,8967* -9,1000* -23,1833* -40,4733* 41,9967* 9,1000* -14,0833* -31,3733* 56,0800* 23,1833* 14,0833* -17,2900* 73,3700* 40,4733* 31,3733* 17,2900*
K.baku 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489 0,7489
P 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
-30,4319 -39,5319 -53,6152 -70,9052 35,3615 -6,6352 -20,7185 -38,0085 44,4615 11,5648 -11,6185 -28,9085 58,5448 25,6481 16,5481 -14,8252 75,8348 42,9381 33,8381 19,7548
-35,3615 -44,4615 -58,5448 -75,8348 30,4319 -11,5648 -25,6481 -42,9381 39,5319 6,6352 -16,5481 -33,8381 53,6152 20,7185 11,6185 -19,7548 70,9052 38,0085 28,9085 14,8252
Lampiran 6
Output analisis probit LC 50 - 24 Jam
Peluang 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,91 0,92 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,99
Analisis probit terhadap dosis dosis Batas pd tingkat kepercayaan 95% 19,10592 0,00073 31,96121 25,36031 0,02018 38,14915 29,98142 0,14140 43,00676 33,80427 0,56149 47,65931 37,13847 1,61997 52,76734 40,13815 3,77288 59,11345 42,89277 7,44370 67,99561 45,45957 12,68542 75,56850 47,87771 18,83553 76,91989 50,17532 24,78214 78,23372 60,44906 41,75068 79,14744 69,55018 49,33975 89,76061 78,09181 54,53976 101,64386 86,40783 58,80153 114,01413 94,72594 62,60652 126,84536 103,23259 66,18099 140,28419 112,10614 69,66065 154,55163 121,54046 73,14531 169,93561 131,76873 76,72337 186,81409 143,09516 80,48732 205,70300 155,94550 84,54859 227,34241 170,95770 89,05827 252,85713 189,16303 94,24404 284,08202 212,39461 100,48871 324,30051 244,37243 108,52946 380,21540 294,40937 120,10461 468,71413 308,53783 123,19083 495,88483 324,94991 126,68907 523,21075 344,39568 130,72269 558,06867 368,03106 135,47713 600,58499 397,75689 141,24875 654,26503 436,98866 148,55223 725,42509 492,70793 158,39652 827,01934 582,48827 173,18448 991,79206 773,16795 201,30966 1345,02624
85
Output dari prosedur probit
86
Lampiran 7. Output analisis probit LC 50 - 48 Jam.
Peluang 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,91 0,92 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,99
Analisis probit terhadap dosis dosis Batas pd tingkat kepercayaan 95% 9,51049 5,11334 13,09988 11,41936 6,70858 15,08379 12,72326 7,87091 16,40678 13,74874 8,82225 17,43402 14,61000 9,64441 18,29008 15,36169 10,37796 19,03367 16,03462 11,04636 19,69748 16,64801 11,66457 20,30173 17,21474 12,24278 20,85987 17,74391 12,78831 21,38134 20,01259 15,17827 23,63097 21,91014 17,22078 25,54957 23,61236 19,06503 27,32042 25,20727 20,78526 29,03977 26,74902 22,42546 30,77211 28,27688 24,01568 32,56963 29,82383 25,57970 34,48138 31,42168 27,13968 36,55924 33,10515 28,71957 38,86385 34,91624 30,34847 41,47243 36,91059 32,06475 44,49154 39,16816 33,92273 48,08001 41,81379 36,00525 52,49442 45,06234 38,45114 58,19131 49,33505 41,52550 66,09755 55,64289 45,84759 78,53068 57,35330 46,98458 82,04586 59,30573 48,26700 86,12947 61,57442 49,73815 90,96710 64,27173 51,46296 96,84440 67,57853 53,54490 104,23039 71,81182 56,16308 113,96620 77,59980 59,66729 127,76713 86,46037 64,88634 149,93717 103,81400 74,69369 196,76497
87
Output dari prosedur probit
88
Lampiran 8. Output analisis probit LC 50 - 72 Jam.
Peluang
Analisis probit terhadap dosis Batas pd tingkat kepercayaan 95% 2,77775 0,89641 4,77768 3,67083 1,38241 5,88515 4,32841 1,78471 6,66110 4,87120 2,14255 7,28245 5,34382 2,47180 7,81197 5,76846 2,78085 8,28000 6,15796 3,07480 8,70378 6,52056 3,35703 9,09416 6,86187 3,62993 9,45843 7,18591 3,89527 9,80180 8,63219 5,14736 11,31262 9,91015 6,33394 12,63234 11,10718 7,50005 13,87018 12,27062 8,67168 15,08762 13,43261 9,86666 16,33040 14,61929 11,09857 17,64106 15,85554 12,37863 19,06622 17,16823 13,71705 20,66276 18,58961 15,12486 22,50450 20,16159 16,61733 24,69136 21,94274 18,21975 27,36454 24,02064 19,97670 30,73618 26,53673 21,96749 35,15374 29,74204 24,33738 41,25403 34,14526 27,37740 50,39151 41,01751 31,79113 66,18338 42,95452 32,98179 70,94241 45,20289 34,34001 76,62656 47,86457 35,91818 83,57148 51,09657 37,79587 92,30920 55,15684 40,10170 103,74346 60,50834 43,06219 119,56184 68,09614 47,12910 143,38175 80,29479 53,40319 184,90006 106,11033 65,86760 284,77426
dosis 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,91 0,92 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,99
89
Output dari prosedur probit
90
Lampiran 9. Output analisis probit LC 50 - 96 Jam.
Peluang 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,91 0,92 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,99
Analisis probit terhadap dosis dosis Batas pd tingkat kepercayaan 95% 3,38611 1,27035 5,31080 4,20429 1,79733 6,23204 4,77806 2,20534 6,85373 5,23701 2,55288 7,33972 5,62736 2,86247 7,74649 5,97152 3,14560 8,10088 6,28226 3,40909 8,41790 6,56759 3,65736 8,70688 6,83295 3,89347 8,97404 7,08216 4,11965 9,22377 8,16568 5,14914 10,30063 9,08954 6,07900 11,21520 9,93091 6,95959 12,05362 10,72940 7,81782 12,86151 11,51015 8,67082 13,67026 12,29204 9,53083 14,50667 13,09163 10,40747 15,39808 13,92554 11,30897 16,37610 14,81258 12,24337 17,48055 15,77612 13,22014 18,76432 16,84780 14,25316 20,30110 18,07376 15,36550 22,19947 19,52699 16,59799 24,63261 21,33450 18,02576 27,90838 23,74825 19,79893 32,66086 27,38159 22,27490 40,52125 28,38025 22,92587 42,81699 29,52690 23,66070 45,52073 30,86799 24,50481 48,77231 32,47425 25,49649 52,78994 34,46034 26,69696 57,93757 37,02890 28,21276 64,88020 40,58568 30,25312 75,00560 46,12450 33,31780 91,90385 57,26953 39,16059 129,81842
91
Output dari prosedur probit
92
Lampiran 10 Rata – rata frekwensi bukaan operculum ikan nila GIFT selama uji akut pemaparan nikel Perlakuan (Konsentrasi) B (10,67 ppm)
C (18,98 ppm)
D (33,76 ppm)
E (60,05 ppm)
A (0 ppm)
Siang
Frekwensi bukaan operculum (kali/menit) Sore Malam Subuh
87 86 87 86,67 75 75 74 74,67 71 70 71 70,67 65 65 64 64,67 98 98 99 98,33
65 65 64 64,67 62 61 61 61,67 57 56 58 57,00 52 53 51 52,00 85 86 86 85,67
Ulangan 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
84 84 83 83,67 62 62 62 61,67 50 49 51 50,00 29 29 30 29,33 102 102 103 102,33
71 72 72 71,67 62 62 63 62,33 54 54 53 53,67 48 49 47 48,00 68 68 69 68,33
Pagi 72 71 73 72,00 62 62 63 62,33 54 54 55 54,33 52 51 53 52,00 102 103 103 102,67
93
Pada siang hari Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C D E Total
3 3 3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 86,6667 74,6667 70,6667 64,6667 98,3333 79,0000
Derajat bebas 4 10 14
Standar deviasi ,5774 ,5774 ,5774 ,5774 ,5774 12,4843
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 0,3333 0,3333 0,3333 0,3333 0,3333 3,2234
88,1009 76,1009 72,1009 66,1009 99,7676 85,9136
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 2178,667 3,333 2182,000
544,667 0,333
85,2324 73,2324 69,2324 63,2324 96,8991 72,0864
Min 86,00 74,00 70,00 64,00 98,00 64,00
F
P
1634,00
0,00
Maks 87,00 75,00 71,00 65,00 99,00 99,00
Uji Tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
A
B
C
D
E
94
B C D E A C D E A B D E A B C E A B C D
Beda ratarata (I-J) 12,0000* 16,0000* 22,0000* -11,6667* -12,0000* 4,0000* 10,0000* -23,6667* -16,0000* -4,0000* 6,0000* -27,6667* -22,0000* -10,0000* -6,0000* -33,6667* 11,6667* 23,6667* 27,6667* 33,6667*
K.baku 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714 0,4714
P 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
13,5515 17,5515 23,5515 -10,1152 -10,4485 5,5515 11,5515 -22,1152 -14,4485 -2,4485 7,5515 -26,1152 -20,4485 -8,4485 -4,4485 -32,1152 13,2181 25,2181 29,2181 35,2181
10,4485 14,4485 20,4485 -13,2181 -13,5515 2,4485 8,4485 -25,2181 -17,5515 -5,5515 4,4485 -29,2181 -23,5515 -11,5515 -7,5515 -35,2181 10,1152 22,1152 26,1152 32,1152
Pada sore hari Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C D E Total
3 3 3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 64,6667 61,6667 57,0000 52,0000 85,6667 64,2000
Derajat bebas 4 10 14
Standar deviasi 0,5774 0,5774 1,0000 1,0000
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 0,3333 0,3333
66,1009 63,1009 59,4841 54,4841 87,1009 70,8361
0,5774 0,5774
0,5774
11,9833
0,3333 3,0941
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 2004,400 6,000 2010,400
501,100 0,600
63,2324 60,2324 54,5159 49,5159 84,2324 57,5639
Min 64,00 61,00 56,00 51,00 85,00 51,00
F
P
835,167
0,00
Maks 64,00 61,00 56,00 51,00 85,00 51,00
Uji Tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
A
B
C
D
E
B C D E A C D E A B D E A B C E A B C D
Beda ratarata (I-J) 3,0000* 7,6667* 12,6667* -21,0000* -3,0000* 4,6667* 9,6667* -24,0000* -7,6667* -4,6667* 5,0000* -28,6667* -12,6667* -9,6667* -5,0000* -33,6667* 21,0000* 24,0000* 28,6667* 33,6667*
K.baku 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325 0,6325
P 0,006 0,000 0,000 0,000 0,006 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
5,0815 9,7482 14,7482 -18,9185 -0,9185 6,7482 11,7482 -21,9185 -5,5852 -2,5852 7,0815 -26,5852 -10,5852 -7,5852 -2,9185 -31,5852 23,0815 26,0815 30,7482 35,7482
0,9185 5,5852 10,5852 -23,0815 -5,0815 2,5852 7,5852 -26,0815 -9,7482 -6,7482 2,9185 -30,7482 -14,7482 -11,7482 -7,0815 -35,7482 18,9185 21,9185 26,5852 31,5852
95
Pada malam hari Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
Standar deviasi
A B C D E Total
3 3 3 3 3 15
83,6667 61,6667 50,0000 29,3333 102,3333 65,4000
1,5275 0,5774 1,0000 1,1547 1,5275 26,4083
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 4 10 14
Tingkat kepercayaan 95% B,atas B.bawah
K.baku 0,8819 0,3333 0,5774 0,6667 0,8819 6,8186
87,4612 63,1009 52,4841 32,2018 106,1279 80,0244
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 9748,933 14,667 9763,600
2437,233 1,467
79,8721 60,2324 47,5159 26,4649 98,5388 50,7756
Min
Maks
82,00 61,00 49,00 28,00 101,00 28,00
85,00 62,00 51,00 30,00 104,00 104,00
F 1661,750
P 0,00
Uji Tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
A
B
C
D
E
96
B C D E A C D E A B D E A B C E A B C D
Beda ratarata (I-J) 22,0000* 33,6667* 54,3333* -18,6667* -22,0000* 11,6667* 32,3333* -40,6667* -33,6667* -11,6667* 20,6667* -52,3333* -54,3333* -32,3333* -20,6667* -73,0000* 18,6667* 40,6667* 52,3333* 73,0000*
K.baku 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888 0,9888
P 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
25,2544 36,9210 57,5877 -15,4123 -18,7456 14,9210 35,5877 -37,4123 -30,4123 -8,4123 23,9210 -49,0790 -51,0790 -29,0790 -17,4123 -69,7456 21,9210 43,9210 55,5877 76,2544
18,7456 30,4123 51,0790 -21,9210 -25,2544 8,4123 29,0790 -43,9210 -36,9210 -14,9210 17,4123 -55,5877 -57,5877 -35,5877 -23,9210 -76,2544 15,4123 37,4123 49,0790 69,7456
Pada waktu subuh Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
Standar deviasi
A B C D E Total
3 3 3 3 3 15
71,6667 62,3333 53,6667 48,0000 106,0000 68,3333
1,5275 1,5275 2,0817 1,0000 4,5826 21,2894
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 4 10 14
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 0,8819 0,8819 1,2019 ,5774 2,6458 5,4969
75,4612 66,1279 58,8378 50,4841 117,3837 80,1230
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 6283,333 62,000 6345,333
1570,833 6,200
67,8721 58,5388 48,4955 45,5159 94,6163 56,5437
Min
Maks
70,00 61,00 52,00 47,00 102,00 47,00
73,00 64,00 56,00 49,00 111,00 111,00
F 253,360
P 0,00
Uji Tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
A
B
C
D
E
B C D E A C D E A B D E A B C E A B C D
Beda ratarata (I-J) 9,3333* 18,0000* 23,6667* -34,3333* -9,3333* 8,6667* 14,3333* -43,6667* -18,0000* -8,6667* 5,6667* -52,3333* -23,6667* -14,3333* -5,6667* -58,0000* 34,3333* 43,6667* 52,3333* 58,0000*
K.baku 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331 2,0331
P 0,007 0,000 0,000 0,000 0,007 0,011 0,000 0,000 0,000 0,011 0,109 0,000 0,000 0,000 0,109 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
16,0244 24,6911 30,3577 -27,6423 -2,6423 15,3577 21,0244 -36,9756 -11,3089 -1,9756 12,3577 -45,6423 -16,9756 -7,6423 1,0244 -51,3089 41,0244 50,3577 59,0244 64,6911
2,6423 11,3089 16,9756 -41,0244 -16,0244 1,9756 7,6423 -50,3577 -24,6911 -15,3577 -1,0244 -59,0244 -30,3577 -21,0244 -12,3577 -64,6911 27,6423 36,9756 45,6423 51,3089
97
Pada waktu pagi Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
Standar deviasi
A B C D E Total
3 3 3 3 3 15
72,0000 62,3333 54,3333 52,0000 102,6667 68,6667
2,0000 1,5275 1,5275 2,0000 5,0332 19,1746
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 4 10 14
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 1,1547 0,8819 0,8819 1,1547 2,9059 4,9509
76,9683 66,1279 58,1279 56,9683 115,1699 79,2852
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 5071,333 76,000 5147,333
1267,833 7,600
67,0317 58,5388 50,5388 47,0317 90,1634 58,0481
Min
Maks
70,00 61,00 53,00 50,00 98,00 50,00
74,00 64,00 56,00 54,00 108,00 108,00
F 166,820
P 0,00
Uji Tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
A
B
C
D
E
98
B C D E A C D E A B D E A B C E A B C D
Beda ratarata (I-J) 9,6667* 17,6667* 20,0000* -30,6667* -9,6667* 8,0000* 10,3333* -40,3333* -17,6667* -8,0000* 2,3333* -48,3333* -20,0000* -10,3333* -2,3333* -50,6667* 30,6667* 40,3333* 48,3333* 50,6667*
K.baku 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509 2,2509
P 0,011 0,000 0,000 0,000 0,011 0,033 0,007 0,000 0,000 0,033 0,833 0,000 0,000 0,007 0,833 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
17,0748 25,0748 27,4081 -23,2586 -2,2586 15,4081 17,7414 -32,9252 -10,2586 -0,5919 9,7414 -40,9252 -12,5919 -2,9252 5,0748 -43,2586 38,0748 47,7414 55,7414 58,0748
2,2586 10,2586 12,5919 -38,0748 -17,0748 0,5919 2,9252 -47,7414 -25,0748 -15,4081 -5,0748 -55,7414 -27,4081 -17,7414 -9,7414 -58,0748 23,2586 32,9252 40,9252 43,2586
Lampiran 11 Tingkat konsumsi oksigen ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus) pada media yang terkontaminasi nikel selama 32 hari pemaparan Perlakuan A (0 ppm) B (1,39 ppm) C (4,18 ppm)
TKO Hari Ke- (mg O2/gr tubuh ikan/jam) 0 8 16 24 32 0,48 0,49 0,41 0,46 0,43 0,49 0,48 0,47 0,45 0,44 0,50 0,50 0,46 0,42 0,40 0,46 0,33 0,24 0,20 0,22 0,45 0,31 0,25 0,23 0,20 0,48 0,26 0,28 0,25 0,22 0,44 0,25 0,21 0,21 0,14 0,46 0,24 0,20 0,21 0,13 0,51 0,21 0,24 0,18 0,15
99
Hari ke-0 Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey)
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata
Standar deviasi
0,4900 0,4633 0,4700 0,4744
Derajat bebas 2 6 8
1,000 1,528 3,606 2,351
K.baku 5,774 8,819 2,082 7,837
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah 0,5148 0,5013 0,5596 0,4925
0,4652 0,4254 0,3804 0,4564
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 1,156 3,267 4,422
Min 0,48 0,45 0,44 0,44
F
5,778 5,444
1,061
Maks 0,50 0,48 0,51 0,51
P 0,403
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
100
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 2,667 2,000 -2,6667 -6,6667 -2,0000 6,667
K.baku 1,90502 1,90502 1,9052 1,90502 1,90502 1,90502
Alpha = 0,05 1 0,4633 0,4700 0,4900 0,399
P 0,399 0,576 0,399 0,935 0,576 0,935
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
8,51202 7,84602 3,17902 5,17902 3,84602 6,51202
-3,178902 -3,845602 -8,512202 -6,512202 -7,845602 -5,178902
Hari ke-8 Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey).
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
A B C Total
3 3 3 15
0,4900 0,3000 0,2333 0,3411
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku
1,00002 3,60602 2,08202 0,1173
5,774 2,082 1,202 3,910
0,5148 0,3896 0,2850 0,4313
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 0,106 3,66703 0,110
0,4652 0,2104 0,1816 0,2509
Min 0,48 0,26 0,21 0,21
F
5,321 6,111
87,073
Maks 0,50 0,33 0,25 0,50
P 0,00
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
Beda ratarata (I-J)
K.baku
P
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
0,1900 0,2567 -0,1900 6,66702 -0,2567 -6,666702
2,01802 2,01802 2,01802 2,01802 2,01802 2,01802
Alpha = 0,05 1 2
0,000 0,000 0,000 0,038 0,000 0,038
0,2519 0,3186 -0,1281 0,1286 -0,1947 -4,735403
Batas bawah 0,1281 0,1947 -0,2519 4,73503 -0,3186 -0,1286
3
0,2333 0,3000 1,000
1,000
0,4900 1,000
101
Hari ke-16 Hasil analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey)
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
A B C Total
3 3 3 15
0,4467 0,2567 0,2167 0,3067
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 3,21502 2,08202 2,08202 0,1086
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 1,856 1,202 1,202 3,621
0,5265 0,3084 0,2684 0,3902
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 9,06002 3,80003 9,44002
0,3668 0,2050 0,1650 0,2232
Min 0,41 0,24 0,20 0,20
F
4,53002 6,33304
71,526
Maks 0,47 0,28 0,24 0,47
P 0,00
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
102
Jumlah 3 3 3
Beda ratarata (I-J) 0,1900 0,2300 -0,1900 4,0002 -0,2300 -4,0002
K.baku 2,05502 2,05502 2,05502 2,05502 2,05502 2,05502
Alpha = 0,05 1
2
0,2167 0,2567 0,206
0,4467 1,000
P 0,000 0,000 0,000 0,206 0,000 0,206
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
0,2530 0,2930 -0,1270 0,1030 -0,1670 2,30502
0,1270 0,1670 -0,2530 -2,3047 -0,2930 -0,1030
Hari ke-24 Hasil analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey)
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
A B C Total
3 3 3 15
0,4433 0,2267 0,2000 0,2900
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 2,08202 2,51702 1,73202 0,1170
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 1,20202 1,45302 1,00002 3,90202
0,4950 0,2892 0,2430 0,3800
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 0,107 2,73303 0,110
0,3916 0,1642 0,1570 0,2000
Min 0,42 0,20 0,18 0,18
F
5,34302 4,55604
117,293
Maks 0,46 0,25 0,21 0,46
P 0,00
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig.
Jumlah 3 3 3
Beda ratarata (I-J) 0,2167 0,2433 -0,2167 2,66702 -0,2433 -2,6667
K.baku 1,74302 1,74302 1,74302 1,74302 1,74302 1,74302
Alpha = 0,05 1
P 0,000 0,000 0,000 0,343 0,000 0,343
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
0,2701 0,2968 -0,1632 8,01402 -0,1899 2,68002
0,1632 0,1899 -0,2701 -2,6805 -0,2968 -8,0138
2
0,2000 0,2267 0,343
0,4433 1,000
103
Hari ke-32 Hasil analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey)
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
Ratarata
A B C Total
3 3 3 15
0,4233 0,2133 0,1400 0,2589
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi
Tingkat kepercayaan 95% B,atas B.bawah
K.baku
2,08202 1,15502 1,00002 0,1280
1,20202 6,66703 5,77403 4,26702
0,4750 0,2420 0,1648 0,3573
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 0,130 1,3303 0,131
6,48802 2,22204
0,3716 0,1846 0,1152 0,1605
Min 0,40 0,20 0,13 0,13
F 291,950
Maks 0,44 0,22 0,15 0,44
P 0,00
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
Beda ratarata (I-J)
K.baku
P
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
104
Jumlah 3 3 3
0,2100 0,2833 -0,2100 7,33302 -0,2833 -7,333302
1,21702 1,21702 1,21702 1,21702 1,21702 1,21702
Alpha = 0,05 1 2
0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,002
3
0,1400 0,2133 1,000
1,000
0,4233 1,000
0,2473 0,3207 -0,1727 0,1107 -0,2460 -3,598702
Batas bawah 0,1727 0,2460 -0,2473 3,599E-02 -0,3207 -0,1107
Lampiran 12 Kadar hematokrit ikan nila Perlakuan
Ulangan
A (0 ppm)
1 2 3 Rataan stdev
B (1,39 ppm)
C (4,18 ppm)
1 2 3 Rataan stdev 1 2 3 Rataan stdev
0 26,00 27,50 35,00 29,50 4,82 24,39 30,62 36,84 30,62 6,23 29,73 29,87 30,00 29,87 0,14
Hematokrit (%) Hari ke10 20 28,52 29,55 27,33 31,06 29,51 32,56 28,45 31,06 1,09 1,51 20,00 16,33 20,00 19,39 20,00 22,45 20,00 19,39 0,00 3,06 17,95 10,20 19,92 10,31 21,88 10,42 19,92 10,31 1,97 0,11
30 26,00 27,55 26,10 26,55 0,87 20,00 20,19 20,37 20,19 0,19 14,58 16,48 18,37 16,48 1,90
105
Analisis ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hematokrit hari ke-0
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 14,577 24,097 38,674
7,289 4,016
F 1,815
P 0,242
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
106
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) -1,6167 -3,1167 1,6167 -1,5000 3,1167 1,5000
K.baku 1,6363 1,6363 1,6363 1,6363 1,6363 1,6363
Alpha = 0,05 1 22,7767 24,3933 25,8933 ,218
P 0,610 0,218 0,610 0,650 0,218 0,650
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
3,4039 1,9039 6,6372 3,5206 8,1372 6,5206
-6,6372 -8,1372 -3,4039 -6,5206 -1,9039 -3,5206
Analisis sidik ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hematokrit hari ke-10
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 59,647 20,544 80,191
2 6 8
F
29,823 3,424
8,710
P 0,01
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 6,0667* 1,5433 -6,0667* -4,5233 -1,5433 4,5233
K.baku
0,055
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
1,5109 1,5109 1,5109 1,5109 1,5109 1,5109
Alpha = 0,05 1 14,5000 19,0233
P 0,016 0,591 0,016 0,055 0,591 0,055
10,702 6,179 -1,430 0,112 3,092 9,159
Batas bawah 1,430 -3,092 -10,702 -9,159 -6,179 -0,112
2 19,0233 20,5667 0,591
107
Analisis ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hematokrit hari ke-20
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 201,83 11,42 213,25
100,91 1,90
F
P
52,97
0,00
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
108
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J)
K.baku
8,053* 11,256* -8,053* 3,203* -11,256* -3,203*
1,126 1,126 1,126 1,126 1,126 1,126
Alpha = 0,05 1
2
10,9667 14,1700 0,066
22,2233 1,000
P 0,001 0,001 0,001 0,066 0,000 0,066
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
11,511 14,714 -4,595 6,661 -7,799 0,254
4,595 7,799 -11,511 -0,254 -14,714 -6,661
Analisis ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hematokrit hari ke-30
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 389,37 4,75 394,12
194,68 0,79
F
P
245,70
0,00
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J)
K.baku
12,816 14,863 -12,816 2,046 -14,863 -2,046
0,726 0,726 0,726 0,726 0,726 0,726
Alpha = 0,05 1
P 0,00 0,00 0,00 0,06 0,00 0,06
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
15,046 17,093 -10,586 4,276 -12,633 0,183
10,586 12,633 -15,046 -0,183 -17,093 -4,276
2
7,9033 9,9500 0,068
22,7667 1,000
109
Lampiran 13 Kadar hemoglobin selama 30 hari pemaparan nikel Perlakuan
Ulangan
A (0 ppm)
1 2 3 Rataan stdev
B (1,39 ppm)
C (4,18 ppm)
110
1 2 3 Rataan stdev 1 2 3 Rataan stdev
Kadar Hemoglobin Pengukuran Hari ke- (% Hb) 0 10 20 30 7,45 7,80 6,00 7,20 6,43 8,00 6,50 7,20 8,40 7,20 7,00 6,40 7,43 7,67 6,50 6,93 0,99 0,42 0,50 0,46 8,20 3,20 6,52 3,00 6,20 4,90 6,82 2,80 8,00 6,60 7,11 2,60 7,47 4,90 6,82 2,80 1,10 1,70 0,30 0,20 8,60 3,20 7,00 9,56 8,30 4,00 6,00 8,98 7,00 4,80 5,00 8,40 7,97 4,00 6,00 8,98 0,85 0,80 1,00 0,58
Analisis ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hemoglobin hari ke-0
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 1,83 10,76 12,60
F
0,91 1,79
P
0,51
0,62
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J)
K.baku
P
0,283 -0,783 -0,283 -1,066 0,783 1,066
1,093 1,093 1,093 1,093 1,093 1,093
0,964 0,763 0,764 0,617 0,763 0,617
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
3,639 2,572 3,072 2,289 2,289 4,422
-3,072 -4,139 -3,639 -4,422 -2,572 -2,289
Alpha = 0,05 1 7,466 7,750 8,533 0,61
111
Analisis ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hemoglobin hari ke-10
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 21,909 7,407 29,316
10,954 1,234
F
P
8,874
0,016
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
112
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J)
K.baku
P
2,0667* 2,5667* -2,0667* 0,5000 -2,5667* -0,5000
0,6206 0,6206 0,6206 0,6206 0,6206 0,6206
0,036 0,014 0,036 0,714 0,014 0,714
Alpha = 0,05 1
2
5,0000 5,5000 0,714
7,5667 1,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
3,9709 4,4709 -0,1624 2,4043 -0,6624 1,4043
0,1624 0,6624 -3,9709 -1,4043 -4,4709 -2,4043
Analisis ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hemoglobin hari ke-20
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 18,107 2,213 20,320
9,053 0,369
F
P
24,542
0,001
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig.
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J)
K.baku
P
2,8667* 3,1333* -2,8667* 0,2667 -3,1333* -0,2667
0,4959 0,4959 0,4959 0,4959 0,4959 0,4959
0,003 0,002 0,003 0,856 0,002 0,856
Alpha = 0,05 1
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
4,3883 4,6549 -1,3451 1,7883 -1,6117 1,2549
1,3451 1,6117 -4,388 -1,2549 -4,6549 -1,7883
2
3,7333 4,0000 0,856
6,8667 1,000
113
Analisis ragam dan uji lanjutan (uji Tukey) kadar hemoglobin hari ke-30
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 29,840 1,680 31,520
14,920 0,280
F
P
53,286
0,000
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig.
114
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J)
K.baku
3,4000* 4,2000* -3,4000* 0,8000 -4,2000* -0,8000
0,4320 0,4320 0,4320 0,4320 0,4320 0,4320
Alpha = 0,05 1
2
2,6000 3,4000 0,232
6,8000 1,000
P 0,001 0,000 0,001 0,232 0,000 0,232
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
4,7257 5,5257 -2,074 2,1257 -2,8743 0,525
2,0743 2,8743 -4,7257 -0,5257 -5,5257 -2,1257
Lampiran 14 Kadar eritrosit selama 30 hari pemaparan nikel Perlakuan
Ulangan
A (0 ppm)
1 2 3 Rataan stdev
B (1,39 ppm)
C (4,18 ppm)
1 2 3 Rataan stdev 1 2 3 Rataan stdev
0 1,24 1,25 1,26 1,25 0,01 1,26 1,26 1,26 1,26 0,00 1,22 1,24 1,25 1,24 0,02
Eritrosit (x 106sel/mm3) 10 20 1,28 1,28 1,27 1,26 1,29 1,30 1,28 1,28 0,01 0,02 1,16 1,18 1,19 1,19 1,20 1,20 1,18 1,19 0,02 0,01 1,13 1,15 1,15 1,14 1,14 1,13 1,14 1,14 0,01 0,01
30 1,27 1,24 1,28 1,26 0,02 1,17 1,18 1,19 1,18 0,01 1,15 1,14 1,16 1,15 0,01
115
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) kadar eritrosit pada hari ke-0
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 1,2500 1,2600 1,2367 1,2489
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 1,00002 0,0000 1,52802 1,36402
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 5,77403 0,0000 8,81903 4,54703
1,2748 1,2600 1,2746 1,2594
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 8,22204 6,66704 1,48903
Min
1,2252 1,2600 1,1987 1,2384
1,24 1,26 1,22 1,22
F
4,11104 1,11104
3,700
Maks 1,26 1,26 1,25 1,26
P ,090
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
116
Jumlah 3 3 3
Beda ratarata (I-J)
K.baku
P
-1,000002 1,33302 1,00002 2,33302 -1,333302 -2,333302
8,60703 8,60703 8,60703 8,60703 8,60703 8,60703
0 ,515 0,336 0,515 0,078 0,336 0,078
Alpha = 0,05 1 1,2367 1,2500 1,2600 0,078
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
1,64102 3,97402 3,64102 4,97402 1,30702 3,07403
-3,640802 -1,307402 -1,640802 -3,074303 -3,974102 -4,974102
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) kadar eritrosit pada hari ke-10.
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 1,2800 1,1833 1,1400 1,2011
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 1,00002 2,08202 1,00002 6,33302
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 5,77403 1,20202 5,77403 2,11102
1,3048 1,2350 1,1648 1,2498
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 3,08202 1,26703 3,20902
1,54102 2,11104
1,2552 1,1316 1,1152 1,1524
Min 1,27 1,16 1,13 1,13
F
P
73,000
0,000
Maks 1,29 1,20 1,15 1,29
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
Beda ratarata (I-J)
K.baku
P
9,66702* 0,1400* -9,666702* 4,33302* -0,1400* -4,333302*
1,18602 1,18602 1,18602 1,18602 1,18602 1,18602
0,000 0,000 0,000 0,025 0,000 0,025
Alpha = 0,05 1 2
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
Batas bawah
0,1331 0,1764 -6,026602 7,97302 -0,1036 -6,933003
6,02702 0,1036 -0,1331 6,93303 -0,1764 -7,973402
3
1,1400 1,1833 1,000
1,000
1,2800 1,000
117
Analisis sidik ragam dan uji lanjut (uji Tukey) kadar eritrosit pada hari ke-20.
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 1,2800 1,1900 1,1400 1,2033
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 2,0000 1,0000 1,0000 6,2650
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku 1,1550 5,7740 5,7740 2,0880
1,3297 1,2148 1,1648 1,2515
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 3,02002 1,20003 3,14002
1,51002 2,00004
1,2303 1,1652 1,1152 1,1552
Min 1,26 1,18 1,13 1,13
F 75,500
Maks 1,30 1,20 1,15 1,30
P 0,000
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
Beda ratarata (I-J)
K.baku
P
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
118
Jumlah 3 3 3
9,00002* 0,1400* -9,000002* 5,00002* -0,1400* -5,000002*
1,1550 1,1550 1,1550 1,1550 1,1550 1,1550
Alpha = 0,05 1 2
0,001 0,000 0,001 0,012 0,000 0,012
3
1,1400 1,1900 1,000
1,000
1,2800 1,000
5,45702 0,1046 -0,1254 1,45702 -0,1754 -8,54302
Batas bawah 0,1254 0,1754 -5,4570 8,54302 -0,1046 -1,45702
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) kadar eritrosit pada hari ke-30.
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 1,2633 1,1800 1,1500 1,1978
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi
Tingkat kepercayaan 95% B.atas B.bawah
K.baku
2,08202 1,00002 1,00002 5,23902
1,20202 5,77403 5,77403 1,74602
1,3150 1,2048 1,1748 1,2380
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2,06902 1,2673 2,19602
1,2116 1,1552 1,1252 1,1575
Min 1,24 1,17 1,14 1,14
F
1,03402 2,11104
49,000
Maks 1,28 1,19 1,16 1,28
P 0,000
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
Beda ratarata (I-J)
K.baku
P
Tingkat kepercayaan 95% Batas atas
B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
8,33302 0,1133 -8,333302 3,00002 -0,1133 -3,00002
1,18602 1,18602 1,18602 1,18602 1,18602 1,18602
Alpha = 0,05 1
0,001 0,000 0,001 0,098 0,000 0,098
4,69302 7,69302 -0,1197 -6,400403 -0,1497 -6,640002
Batas bawah 0,1197 0,1497 -4,693302 6,64002 -7,693302 6,40003
2
1,1500 1,1800 0,098
1,2633 1,000
119
Lampiran 15 Jumlah leukosit ikan nila selama 30 hari pemaparan nikel Perlakuan
A (0 ppm)
B (1,39 ppm)
C (4,18 ppm)
120
Ulangan 1 2 3 Rataan stdev 1 2 3 Rataan stdev 1 2 3 Rataan stdev
1 6,25 6,24 6,25 6,25 0,01 6,26 6,24 6,30 6,27 0,03 6,26 6,24 6,23 6,24 0,02
Leukosit (104 sel/mm3) Hari ke10 20 5,89 6,53 7,15 6,57 5,62 6,61 6,22 6,57 0,82 0,04 7,28 6,52 7,56 6,82 7,84 7,11 7,56 6,82 0,28 0,30 12,95 8,50 12,21 8,86 11,47 8,23 12,21 8,53 0,74 0,32
30 7,56 6,84 7,24 7,21 0,36 8,54 8,73 8,93 8,73 0,20 9,56 8,98 8,40 8,98 0,58
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) jumlah leukosit pada hari ke-0
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 4 10 14
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 3,48902 0,134 0,137
1,74403 2,23002
F
P
0,078
0,926
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J)
Beda ratarata (I-J)
K.baku
P
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
-4,000002 -4,333302 4,00002 -3,333303 4,33302 3,33303
0,1219 0,1219 0,1219 0,1219 0,1219 0,1219
0,943 0,933 0,943 1,000 0,933 1,000
-0,4141 -0,4174 -0,3341 -0,3774 -0,3308 -0,3708
Batas atas 0,3341 0,3308 0,4141 0,3708 0,4174 0,3774
Alpha = 0,05 1 6,3333 6,3733 6,3767 0,933
121
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) jumlah leukosit pada hari ke-10
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 6,588 3,226 9,814
3,294 0,538
F
P
6,127
0,036
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
122
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) -1,7067* -1,9067* 1,7067* -0,2000 1,9067* 0,2000
K.baku
0,066
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
0,5987 0,5987 0,5987 0,5987 0,5987 0,5987
Alpha = 0,05 1 6,1700 7,8767
P 0,066 0,043 0,066 0,941 0,043 0,941
2 7,8767 8,0767 0,941
-3,5435 -3,7435 -,1302 -2,0369 6,98102 -1,6369
Batas atas 0,1302 -6,9810 3,5435 1,6369 3,7435 2,0369
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) jumlah leukosit pada hari ke-20
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 11,485 1,919 13,404
5,742 0,320
F
P
17,950
0,003
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) -1,9167* -2,6867* 1,9167* -,7700 2,6867* 0,7700
K.baku
P
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
0,4618 0,4618 0,4618 0,4618 0,4618 0,4618
Alpha = 0,05 1
0,014 0,003 0,014 0,291 0,003 0,291
-3,3336 -4,1036 0,4997 -2,1870 1,2697 -,6470
Batas atas -0,4997 -1,2697 3,3336 0,6470 4,1036 2,1870
2
6,3467
1,000
8,2633 9,0333 0,291
123
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) jumlah leukosit pada hari ke-30
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Derajat bebas 2 6 8
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 50,891 3,651 54,542
25,445 0,608
F
P
41,819
0,000
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
124
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) -3,2633 -5,8100* 3,2633 -2,5467* 5,8100* 2,5467*
K.baku
P
Batas bawah 0,6369 0,6369 0,6369 0,6369 0,6369 0,6369
Alpha = 0,05 1 2
0,005 0,000 0,005 0,017 0,000 0,017
3
6,2733 9,5367 1,000
Tingkat kepercayaan 95%
1,000
12,0833 1,000
-5,2175 -7,7642 1,3091 -4,5009 3,8558 ,5925
Batas atas -1,3091 -3,8558 5,2175 -,5925 7,7642 4,5009
Lampiran 16
Pertumbuhan mutlak berat rata-rat ikan nila pada media yang terkontaminasi nikel selama 32 hari pemaparan nikel
Perlakuan A (0 ppm)
B (1,39 ppm)
C (4,18 ppm)
Ulangan 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
Pertumbuhan rata – rata (gram) 4,05 4,37 4,15 4,19 1,93 2,71 1,52 2,05 0,49 0,59 1,19 0,76
125
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey)
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 4,1867 2,0533 0,7567 2,3322
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 0,1680 0,6045 0,3786 1,5440
Tingkat kepercayaan 95% B,bawah B,atas
K.baku 9,70102 0,3490 0,2186 0,5147
3,7693 0,5516 -0,1838 1,1454
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 17,997 1,074 19,071
8,999 0,179
4,6041 3,5550 1,6971 3,5190
Min 4,04 1,52 0,49 0,49
F
P
50,272
0,000
Maks 4,37 2,71 1,19 4,37
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
126
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 2,1333 3,4300 -2,1333 1,2967 -3,4300 -1,2967
K.baku
P
0,3454 0,3454 0,3454 0,3454 0,3454 0,3454
Alpha = 0,05 1 2
0,002 0,000 0,002 0,022 0,000 0,022
3
0,7567 2,0533 1,000
1,000
4,1867 1,000
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
Batas bawah
1,0734 2,3701 -3,1933 0,2367 -4,4899 -2,3566
3,1933 4,4899 -1,0734 2,3566 -2,3701 -0,2367
Lampiran 17
Perlakuan
A (0 ppm)
B (1,39 ppm)
C (4,18 ppm)
Laju pertumbuhal spesifik rata-rata ikan nila GIFT pada media yang terkontaminasi nikel selama 32 hari pemeparan
Ulangan
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 Rata-rata
hari ke-8 1,05 1,40 1,25 1,23 0,96 0,83 0,76 0,85 0,36 0,09 0,53 0,31
LPS rata-rata (gram) hari ke-16 hari ke-24 0,81 0,61 0,63 0,80 0,76 0,58 0,73 0,66 0,19 0,18 0,91 0,35 0,19 0,28 0,43 0,27 0,05 0,03 0,11 0,10 0,28 0,11 0,15 0,08
hari ke-32 0,60 0,36 0,46 0,47 0,26 0,24 0,14 0,21 0,01 0,16 0,16 0,11
127
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey) Pada hari ke-08
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 1,2333 0,8510 0,3242 0,8028
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 0,1756 0,1031 0,2209 0,4229
Tingkat kepercayaan 95% B.bawah B.atas
K.baku 0,1014 5,95302 0,1276 0,1410
0,7971 0,5948 -0,2247 0,4777
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 1,250 0,181 1,431
0,625 0,030 0,179
1,6695 1,1072 0,8730 1,1279
Min 1,05 0,76 0,09 0,09
F
P
20,774
0,002
Maks 1,40 0,96 0,53 1,40
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
128
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 0,3823 0,9092 -0,3823 0,5268 -0,9092 -0,5268
K.baku
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
0,1416 0,1416 0,1416 0,1416 0,1416 0,1416
Alpha = 0,05 1
0,079 0,002 0,079 0,023 0,002 0,023
2
0,3242
1,000
P
0,8510 1,2333 0,079
-5,2264E-02 0,4746 -0,8169 9,224E-02 -1,3438 -0,9614
Batas atas 0,8169 1,3438 5,22602 0,9614 -0,4746 -9,223602
Pada hari ke-16
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 0,7317 0,4297 0,1467 0,4360
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 9,49602 0,4186 0,1158 0,3370
K.baku 5,48202 0,2417 6,68502 0,1123
0,4958 -0,6101 -0,1410 0,1769
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 0,514 0,395 0,909
Tingkat kepercayaan 95% B.bawah B.atas
0,257 0,066
0,9676 1,4695 0,4343 0,6951
Min 0,63 0,19 0,05 0,05
F
P
3,897
0,082
Maks 0,81 0,91 0,28 0,91
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 0,3020 0,5850 -0,3020 0,2830 -0,5850 -0,2830
K.baku
P
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
0,2096 0,2096 0,2096 0,2096 0,2096 0,2096
0,380 0,071 0,380 0,421 0,071 0,421
-0,3410 -5,8014 -0,9450 -0,3600 -1,2280 -0,9260
Batas atas ,9450 1,2280 0,3410 0,9260 5,80102 0,3600
Alpha = 0,05 1 0,1467 0,4297 0,7317 0,071
129
Pada hari ke-24
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata
Standar deviasi
0,6620 0,2667 7,91702 0,3359
Derajat bebas 2 6 8
Tingkat kepercayaan 95% B.bawah B.atas
K.baku
0,1209 8,78002 4,73202 0,2693
6,97802 5,06902 2,73202 8,97702
0,3618 4,85702 -3,839302 0,1289
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 0,531 4,91102 0,580
0,9622 0,4848 0,1967 0,5430
Min 0,57 0,18 0,03 0,03
F
0,266 8,18503
32,446
Maks 0,80 0,35 0,11 0,80
P 0,001
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
130
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 0,3953* 0,5828* -0,3953* 0,1875 -0,5828* -0,1875
K.baku 7,38702 7,38702 7,38702 7,38702 7,38702 7,38702
Alpha = 0,05 1
2
7,917E-02 0,2667 0,097
0,6620 1,000
P 0,004 0,001 0,004 0,097 0,001 0,097
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
Batas atas
0,1687 0,3562 -0,6220 -3,915202 -0,8095 -0,4142
0,6220 0,8095 -0,1687 0,4142 -0,3562 3,91502
Pada hari ke-32 Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata 0,4750 0,2130 0,1167 0,2682
Derajat bebas 2 6 8
Standar deviasi 0,1185 6,61402 9,04302 0,1801
K.baku 6,83902 3,81902 5,22102 6,00302
Tingkat kepercayaan 95% B.bawah B.atas 0,1807 4,86902 -0,1080 0,1298
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 0,206 5,31702 0,259
0,7693 0,3773 0,3413 0,4067
Min 0,36 0,14 0,01 0,01
F
0,103 0,0886
11,642
Maks 0,60 0,26 0,18 0,60
P 0,009
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 0,2620* 0,3583* -0,2620* 9,63302 -0,3583* -9,633302
K.baku 7,68602 7,68602 7,68602 7,68602 7,68602 7,68602
Alpha = 0,05 1
P 0,033 0,008 0,033 0,468 0,008 0,468
Tingkat kepercayaan 95% Batas bahaw
Batas atas
2,61702 0,1225 -0,4978 -0,1395 -0,5942 -0,3322
0,4978 0,5942 -2,616902 0,3322 -0,1225 0,1395
2
0,1167 0,2130 0,468
0,4750 1,000
131
Lampiran 18 Tingkat konsumsi pakan rata-rata ikan nila GIFT Perlakuan
A
B
C
132
Ulangan 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
Tingkat konsumsi pakan (g/ekor/hari) 0,57 0,65 0,56 0,59 0,18 0,20 0,16 0,18 0,13 0,13 0,13 0,13
Lampiran 19
Perlakuan A (0 ppm)
B (1,39 ppm)
C (4,18 ppm)
Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate) ikan nila GIFT pada media yang terkontaminasi nikel selama 32 hari pemaparan
Ulangan 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
rata-rata SR (%) 95 95 95 95 95 95 90 93,33 95 90 95 93,33
133
Analisis ragam dan uji lanjut (uji Tukey)
Deskriptif Perlakuan
Jumlah
A B C Total
3 3 3 15
Sumber Keragaman Antar kelompok Dalam kelompok Total
Ratarata
Standar deviasi
95,0000 93,3333 93,3333 93,8889
Derajat bebas 2 6 8
0,0000 2,8868 2,8868 2,2048
Tingkat kepercayaan 95% B.bawah B.atas
K.baku 0,0000 1,6667 1,6667 0,7349
95,0000 86,1622 86,1622 92,1941
95,0000 100,5044 100,5044 95,5836
Anova Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengak 5,556 33,333 38,889
2,778 5,556
Min 95,00 90,00 90,00 90,00
F 0,500
Maks 95,00 95,00 95,00 95,00
P 0,630
Uji tukey Perlakuan Perlakuan (I) (J) B C A C A B
A B C
Perlakuan B C A Sig,
134
Jumlah 3 3 3
Beda rata-rata (I-J) 1,6667 1,6667 -1,6667 0,0000 -1,6667 0,0000
K.baku
Tingkat kepercayaan 95% Batas bawah
1,9245 1,9245 1,9245 1,9245 1,9245 1,9245
Alpha = 0,05 1 93,3333 93,3333 95,0000 0,679
P 0,679 0,679 0,679 1,000 0,679 1,000
-4,2383 -4,2383 -7,5716 -5,9049 -7,5716 -5,9049
Batas atas 7,5716 7,5716 4,2383 5,9049 4,2383 5,9049