Magnetoresistansi Divais Spintronika TiO2:Co/Si/TiO2:Co Edy Supriyanto1,2), Agus Subagio1,3), Hery Sutanto1,3), Horasdia Saragih1), Maman Budiman1), Pepen Arifin1), Sukirno1) dan Moehamad Barmawi1) 1) Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Bandung 2) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, Jember 3) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro, Semarang e-mail:
[email protected] Diterima 21 April 2006, disetujui untuk dipublikasikan 12 Februari 2007 Abstrak Film tipis TiO2:Co telah ditumbuhkan di atas substrat Si dengan teknik Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD) menggunakan titanium(IV)isopropoksida dan tris(2,2,6,6-tetrametil-3,5-heptanadionatokobalt(III), serta gas oksigen. Film yang ditumbuhkan pada temperatur 450 °C bersifat kristalin dengan struktur rutil dan berorientasi (002). Berdasarkan hasil analisis Energy Dispersive Spectroscope (EDS), kandungan Co dalam film TiO2 adalah sebesar 1,83% dan film telah menunjukkan sifat feromagnetik pada temperatur kamar. Kurva histeresis yang diperoleh melalui pengukuran Vibrating Sample Magnetometer (VSM) memiliki nilai koersivitas magnetik dan saturasi magnetik, masing-masing sebesar 130 Oe dan 2,1 emu/cm3. Aplikasi film tipis TiO2:Co sebagai material injektor pada divais spintronika berstruktur TiO2:Co/Si/TiO2:Co telah diteliti. Berdasarkan karakteristik arus-tegangan, teramati adanya efek injeksi spin terpolarisasi (fenomena magneto-resistansi). Kata kunci: Magnetoresistansi, Spintronika, Semikonduktor feromagnetik, TiO2:Co Abstract TiO2:Co thin films were grown on Si substrates by Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD) technique using titanium(IV)isopropoxide and tris(2,2,6,6-tetramethyl-3,5-heptanedionato)cobalt (III), and oxygen gas. The films grown at temperature of 450 oC were crystalline having a rutile structure with (002) orientation. Based on Energy Dispersive Spectroscope (EDS) analysis, Co content in TiO2 was 1.83% and films exhibit ferromagnetic properties at room temperature. Hysteresis curves obtained from Vibrating Sample Magnetometer (VSM) measurement have coercive and saturation magnetic fields of 130 Oe and 2.1 emu/cm3, respectively. Application of TiO2:Co as injection material in spintronic device with TiO2:Co/Si/TiO2:Co structure was investigated. The effect of polarized spin injection (magnetoresistance phenomenon) was observed from the current-voltage characteristics of the device. Keywords: Magnetoresistance, Spintronics, Ferromagnetic semiconductors, TiO2:Co manipulasi atau penyimpanan spin, dan proses deteksi spin setelah ke luar dari bahan semikonduktor (Schmidt, 2005). Berbagai kajian teori dan eksperimen dilakukan terhadap salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut. Penggunaan bahan logam feromagnetik sebagai injektor pada divais spintronika semikonduktor menghasilkan tingkat efesiensi yang sangat rendah (Schmidt et al., 2000). Hal ini disebabkan karena perbedaan nilai konduktivitas yang sangat besar antara logam dengan semikonduktor, sehingga menurunkan tingkat polarisasi spin muatan pembawa pada logam feromagnetik. Bahan semikonduktor feromagnetik diusulkan untuk mengatasi permasalahan tersebut, dan struktur hetero (Zn,Mn,Be)Se/(Zn,Be)Se/(Zn,Mn,Be)Se dibuat untuk pertama kali (Schmidt et al., 2001). Resistansi
1. Pendahuluan Akhir-akhir ini, pengembangan divais spin elektronika (spintronika) mendapat banyak perhatian. Usaha untuk membuat divais yang hemat energi dan memiliki responsivitas yang tinggi adalah tujuan yang ingin dicapai. Penggunaan bahan semikonduktor feromagnetik merupakan suatu solusi dan pemilihan teknik penumbuhannya dalam bentuk film tipis menjadi langkah penting yang harus dilakukan untuk menghasilkan divais yang berkualitas baik. Proses kerja divais spintronika adalah memanfaatkan sifat magnetoresistansi yang disebabkan oleh polarisasi spin dari suatu elektron atau lubang (hole). Beberapa hal yang terlibat didalamnya adalah proses injeksi spin ke suatu bahan semikonduktor, proses 38
Supriyanto, dkk, Magnetoresistansi Divais Spintronika 39
antarmuka (interface) yang bergantung pada medan mag-netik luar, menunjukkan adanya peningkatan polarisasi spin muatan pembawa pada bahan (Zn,Mn,Be)Se yang mencapai hampir 90% (Awschalom et al., 2002). Bahan semikonduktor (Zn,Mn,Be)Se bersifat feromagnetik di bawah temperatur 30K (Schmidt et al., 2001; Schmidt et al., 2004). Temperatur operasi ini sangat jauh di bawah temperatur ruang sehingga belum memenuhi kebutuhan praktis. Oleh karena itu, pencarian terhadap material baru terus dilakukan. Matsumoto et al. (2001), menemukan bahwa semikonduktor TiO2 yang didadah dengan elemen Co, TiO2:Co, menunjukkan sifat feromagnetik di atas temperatur ruang. Penemuan ini memposisikan material TiO2:Co menjadi kandidat yang potensial untuk diaplikasikan. Penggunaan bahan TiO2:Co dalam pembuatan divais spintronika menjadi suatu langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Film tipis TiO2:Co telah ditumbuhkan dengan menggunakan teknik Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD). Respon feromagnetiknya telah diamati pada temperatur ruang. Parameter optimum penumbuhan telah dilaporkan (Saragih dkk 2004(a); 2004(b); 2005). Makalah ini membahas magnetoresistansi sebagai efek injeksi spin dari divais yang dibangun dari film tipis TiO2:Co dengan struktur TiO2:Co/Si/TiO2:Co. 2. Metode Film tipis TiO2:Co ditumbuhkan di atas subtrat Si dengan menggunakan prekursor metalorganik titanium(IV)isopropoxide [Ti(OCH(CH3)2)4] 99,99% yang berbentuk cair pada temperatur ruang dengan titik leleh 20 oC (Sigma Aldrich Chemical Co., Inc.) dan tris (2,2,6,6-tetramethyl-3,5-heptanedionato)cobalt(III), 99%, [Co(TMHD)3] (Strem Chemical, Inc.) serta gas oksigen sebagai sumber oksigen. Serbuk Co(TMHD)3 dilarutkan ke dalam pelarut tetrahydrofuran (THF, C4H8O) untuk memperoleh prekursor dalam bentuk cair dengan konsentrasi 0,1 M. Penumbuhan film dilakukan dengan teknik MOCVD. Film tipis TiO2:Co digunakan untuk membuat divais dengan struktur TiO2:Co/Si/TiO2:Co. TiO2:Co, yang adalah semikonduktor feromagnetik, berperan sebagai injektor dan detektor spin. Silikon, merupakan semikonduktor non-magnetik, yang berperan sebagai jalur konduksi (conduction channel), di mana spin akan dilintaskan. Logam Ag ditumbuhkan dengan teknik evaporasi di atas film tipis TiO2:Co dan digunakan sebagai kontak Ohmik. Ketebalan logam Ag sekitar 1 µm dengan luas
300x300 µm2. Jarak antara injektor dan detektor TiO2:Co adalah 500 µm yang lebih besar dari jarak pembalikan spin (spin flip) pada semikonduktor Si yang diperkirakan sekitar beberapa ratus nanometer (Awschalom et al., 2002). Presentase konsentrasi atom penyusun film diukur dengan energy dispersive spectroscope (EDS) (Jeol JSM 6360LA). Struktur kristalnya dipelajari dengan X-ray diffractometer (XRD) dengan menggunakan radiasi Cu Kα (λ=1,54056Å) (Philips PW3710). Ketebalan dan morfologi butiran penyusun film dianalisa dari hasil potret scanning electron microscope (SEM) (Jeol JSM 6360LA). Sifat magnetik film diuji dengan suatu sistem vibrating sample magnetometer (VSM) (Oxford). Karakteristik transpot listrik film dan divais ditentukan dari hasil pengukuran Hall dengan metode empat titik van der Pauw. 3. Hasil dan Diskusi Pola XRD dan potret SEM film tipis ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan melakukan identifikasi terhadap puncak-puncak difraksi sinar-X yang dihasilkan, diperoleh bahwa film tipis tumbuh dengan membentuk bidang kristal rutil (002) [R(002)]. Butiran-butiran film berbentuk kolumnar dan tegak lurus terhadap permukaan subtrat Si(100). Butiran dan batas-batasnya terlihat sangat jelas, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa hubungan antar butir sangat kuat. Atom-atom yang terdapat pada batas antar butir telah dengan baik memposisikan diri sesuai dengan susunan atom butiran induknya. Di samping itu, butiran memiliki bentuk yang relatif seragam. Bentuk kolumnar butir memanjang dari permukaan subtrat sampai ke permukaan film. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi suatu proses gangguan, seperti hadirnya fase-fase pengotor, pada saat penumbuhan. Film tumbuh dengan suatu kerapatan butir yang sangat tinggi sehingga permukaan film relatif sangat halus tanpa adanya penumbuhan kluster-kluster tambahan di permukaan film. Analisis terhadap energi dispersi sinar-X yang diemisi oleh film tipis TiO2:Co dilakukan dengan mengacu pada pola spektrum EDS. Atom Co yang terdeposisi di dalam film mengemisi sinar-X pada tingkat energi 0,776 keV. Energi radiasi ini dihasilkan oleh peristiwa transisi elektron dari kulit L ke kulit M dari atom tersebut. Dari hasil pencacahan sinar-X yang diemisi oleh atom-atom Co, diperoleh bahwa prosentasi Co yang terdadah ke dalam material induk TiO2 berada pada kisaran 1,83%.
40 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, MARET 2007, VOL. 12 NO. 1
Intensitas (a.u.)
(A)
2 teta (derajat)
(B)
Gambar 2. Kurva histeresis magnetisasi film tipis TiO2:Co dengan kandungan Co = 1,83% yang diukur pada temperatur 300K.
Gambar 1. Pola XRD (a) dan potret SEM penampang lintang (b) film tipis TiO2:Co yang ditumbuhkan pada temperatur 450 oC.
Gambar 3. Kurva arus-tegangan kontak Ohmik logam Ag terhadap film tipis TiO2:Co. (Sisipan: skema penampang lintang divais yang diukur).
Pendadahan atom kobalt ke dalam bahan semikonduktor TiO2 menghasilkan sifat feromagnetik pada temperatur ruang. Kurva histeresisnya ditunjukkan pada Gambar 2. Sifat feromagnetik teramati, dengan suatu nilai magnetik koersif (Hc) dan magnetisasi saturasi (Ms) masing-masing 130 Oe dan 2,1 emu/cm3. Sifat anisotropi magnetik film, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai Hc, tergolong relatif kecil (<1000 Oe) sehingga film tipis TiO2:Co yang dihasilkan dikategorikan sebagai magnetik lembut (soft magnetic), yaitu suatu respon magnetik yang disyaratkan dalam pembuatan divais spintronika semikonduktor (Awschalom et al., 2002). Film tipis TiO2:Co dengan karakteristik magnetik dan kristal sebagaimana diterangkan di atas, digunakan untuk membuat divais spintronika. Sebagai kontak digunakan logam Ag yang dideposisikan menggunakan teknik evaporasi. Karakteristik arus-tegangannya diukur dan kurvanya ditunjukkan dalam Gambar 3.
Pada gambar tersebut tampak suatu hubungan yang linier antara arus dan tegangan, yang menyatakan bahwa Ag bersifat Ohmik pada persambungan TiO2:Co. Divais spintronika berstruktur TiO2:Co/Si/ TiO2:Co dengan kontak Ohmik Ag dibentuk. Karakteristik arus-tegangannya diukur pada temperatur ruang tanpa memberikan medan magnetik luar dan dengan medan magnetik luar sebesar 3500 Oe. Kurva hasil karakterisasinya ditunjukkan dalam Gambar 4 dan skema penampang lintang divais ditunjukkan sebagai sisipan. Karakteristik arus-tegangan divais diukur pada dua daerah yaitu: pada daerah linier dan pada daerah non-linier. Divais, dengan struktur seperti diterangkan di atas, dimagnetisasi untuk mempolarisasi spin muatan pembawa di dalam semikonduktor feromagnetiknya. Selanjutnya, spin yang terpolarisasi tersebut diinjeksi ke dalam material semikonduktor non-magnetik Si. Pada bahan semikonduktor non-magnetik, elektronelektron yang memiliki spin-up dan spin-down masingmasing berkontribusi setengah terhadap konduktivitas bahan (Awschalom et al., 2002). Muatan pembawa
Supriyanto, dkk, Magnetoresistansi Divais Spintronika 41
dengan spin yang berbeda dianggap memiliki jalur konduksi yang berbeda. Ketika muatan pembawa dengan spin terpolarisasi diinjeksi ke dalam material semikonduktor non-magnetik, kedua jalur spin pada semikonduktor non-magnetik dilintasi oleh jumlah muatan pembawa yang berbeda. Karena setiap jalur memiliki konduktivitas yang sama, maka penginjeksian muatan pembawa dengan spin yang dipolarisasi akan menghasilkan peningkatan nilai resistansi divais. Peningkatan resistansi ini akan menjadi dua kali lebih besar dari resistansi normal apabila polarisasi spin muatan pembawa pada material semikonduktor magnetik mencapai 100% dan dengan jarak lintas konduksi lebih kecil dari panjang pembalikan spin (spin flip) di dalam material, sehingga hanya salah satu jalur saja yang digunakan (Schmidt et al., 2004).
Gambar 4. Kurva arus-tegangan divais TiO2:Co/Si/ TiO2:Co yang diukur pada temperatur ruang. (Sisipan: skema penampang lintang divais yang digunakan dalam percobaan). Perubahan resistansi ini, di dalam kasus di mana jarak lintas konduksi spin lebih besar dari panjang pembalikan spin (spin flip), dinyatakan oleh (Awschalom et al., 2002): ∆R RSNM = β2
λ SM σ SNM σ SM xo
2 ⎛
xo
⎞
xo
− − λSM σ SNM ⎜ λ σ ⎟ 1 + e λSNM ⎟ + 2 SM SNM e λSNM + 1 − β 2 σ SM λSNM ⎜⎜ σ SM xo ⎟
⎝
⎠
(1) dengan λSM , λSNM , σ SM , σ SNM adalah panjang pembalikan spin (spin flip) dan konduktivitas masingmasing pada semikonduktor magnetik (SM) dan semikonduktor non-magnetik (SNM). xo dan β masingmasing adalah jarak antara kontak SM dan derajat pelarisasi spin pembawa muatan pada SM, yaitu: persentasi muatan pembawa yang memiliki orientasi spin pada arah tertentu, misalnya: up atau down di dalam semikonduktor magnetik.
Dengan kata lain, Persamaan (1) menggambarkan efek magnetoresistansi akibat akumulasi spin pada salah satu jalur konduksi di dalam suatu semikonduktor nonmagnetik. Akumulasi ini terjadi pada jarak sama dengan dan lebih kecil dari panjang pembalikan spin (spin-flip). Dari hasil pengukuran karakteristik arustegangan divais berstruktur TiO2:Co/Si/TiO2:Co pada temperatur ruang, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4, teramati adanya fenomena magnetoresistansi sebagai efek injeksi spin terpolarisasi. Lapisan TiO2:Co berperan sebagai SM dan Si sebagai SNM. Divais dimagnetisasi pada kuat medan H = 0 Oe dan H = 3500 Oe dengan arah sejajar bidang subtrat Si. Kuat medan H sebesar 3500 Oe digunakan untuk menjamin saturasi magnetisasi pada bahan TiO2:Co (Gambar 2). Muatan pembawa yang spinnya telah terpolarisasi tersebut diinjeksikan ke dalam semikonduktor non-magnetik Si dengan mengalirkan arus listrik melalui divais. Akumulasi muatan terjadi pada salah satu jalur konduksi. Pada saat divais dimagnetisasi, derajat polarisasi spin muatan pembawa (β) pada lapisan injektor TiO2:Co akan mencapai nilai maksimumnya yang selanjutnya menentukan nilai ∆R melalui hubungan seperti ditunjukkan pada Persamaan (1). Untuk melihat lebih jelas fenomena efek injeksi spin pada salah satu jalur konduksi ini, kurva ∆R = R(H=3500)-R(H=0) diplot terhadap tegangan bias (Vbias) pada rezim linier dan non-liniernya seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Ketika tegangan bias diperbesar pada divais, penurunan magnetoresistansi secara tajam, teramati. Penurunan magnetoresistansi ke ½ kali nilai semula, terjadi pada nilai tegangan sekitar 0,3 Volt. Pada tegangan yang lebih tinggi, magnetoresistansi divais tidak selamanya bergantung pada kuat medan magnetik luar yang diberikan. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa tidak teramati adanya perubahan resistansi pada kasus H = 0 Oe dan H = 3500 Oe ketika tegangan bias yang diberikan melebihi 1 Volt. Fakta ini menunjukkan bahwa terjadi suatu pereduksian terhadap derajat polarisasi spin (β) muatan pembawa pada injektor TiO2:Co yang diinjeksi ke semikonduktor Si. Derajat polarisasi spin β tereduksi sampai ke 0% ketika pada divais diberi tegangan bias pada dan di atas 1,1 Volt (Gambar 5). Penurunan magnetoresistansi yang tajam tersebut dapat difahami dengan mengkaji potensial elektrokimia (µ) muatan pembawa yang memiliki spinup dan spin-down pada antar-muka (interface) persambungan SM-SNM (Schmidt et al., 2001) (Gambar 6).
42 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, MARET 2007, VOL. 12 NO. 1
Pemisahan
potensial ↑
Tegangan (V)
Gambar 5. Kurva perubahan resistansi ∆R divais TiO2:Co/Si/TiO2:Co yang diplot sebagai fungsi tegangan bias (Vbias). (Dibutuhkan tegangan sama dengan 1,1 Volt atau lebih untuk mengatasi perbedaan resistansi yang terjadi akibat akumulasi spin ke dalam salah satu jalur konduksi pada semikonduktor Si).
TiO2:Co
Si
TiO2:Co
(a)
elektrokimia
muatan
↓
pembawa (spin-up µ dan spin-down µ ) pada antarmuka menjadi gaya penggerak (driving force) arus spin ke dalam material SNM. Injeksi spin ke SNM menyebabkan penurunan tegangan secara drastis sebesar ∆V pada antar-muka sebagai konsekuensi pengkonversian spin ke dalam material yang tidak bersifat feromagnetik. Penurunan tegangan ini terjadi sebagai akibat adanya perbedaan antara potensial elektrokimia rata-rata µ* pada SM dan potensial elektrokimia rata-rata µ* pada SNM. Besar beda energi oleh perbedaan potensial elektrokimia rata-rata ini ∗ ∗ adalah e∆V = µ SM (0) − µ SNM (0) , yang selanjutnya menghasilkan resistansi ∆R=∆V/l, dengan e dan I masing-masing adalah muatan elektron dan arus. Konsekuensi pengkonversian ini, sebagai akibat mengalirnya arus, menurunkan nilai β pada SM. Semakin besar arus dialirkan, semakin kecil nilai β. Dengan demikian, untuk mendapatkan nilai ∆R yang besar, injektor harus memiliki nilai β yang besar. Untuk memenuhi syarat kekekalan muatan pada antar-muka SM/SNM, ∆V harus dikompensasi melalui ikatan pita energi yang sangat kuat, khususnya pada saat arus yang dialirkan diperbesar. Ketika ikatan pita energi menjadi sangat kuat oleh karena aliran arus yang besar, menyebabkan ∆R menjadi berkurang. 4. Kesimpulan
0 (b) Gambar 6. Idealisasi struktur satu dimensi TiO2:Co/Si/TiO2:Co; (a) Model potensial elektrokimia muatan pembawa spin-up dan spin-down pada antarmuka (interface) persambungan SM/SNM, (b). E adalah energi dan µ adalah potensial elektrokimia. Ketika arus dialirkan dari material SM yang telah dimagnetisasi ke dalam material SNM (tinjau kasus di mana konsentrasi muatan pembawa yang memiliki spin-down lebih besar dari pada yang memiliki spin-up sehingga 0 < β < 1), potensial elektrokimia muatan pembawa akan terpisah di antarmuka SM/SNM berdasarkan spinnya. Pada saat awal arus mulai mengalir, di mana β berada pada nilai maksimumnya, menghasilkan ∆R maksimum (Gambar 5). Fakta ini sesuai dengan Persamaan (1).
Film tipis TiO2:Co telah ditumbuhkan di atas subtrat Si(100) dengan teknik MOCVD. Berdasarkan hasil respon magnetiknya, film tipis TiO2:Co memiliki sifat magnetik lembut (soft magnetic) sebagaimana disyaratkan dalam pembuatan divais spintronika semikonduktor. Resistansi divais TiO2:Co/Si/TiO2:Co lebih besar pada saat medan magnetik bekerja pada injektor. Kebergantungan resistansi terhadap medan magnetik luar terjadi pada nilai tegangan bias di bawah 1 Volt. Penambahan tegangan bias, yang selanjutnya menambah besarnya arus yang mengalir pada divais, menyebabkan ikatan pita energi pada antar-muka persambungan SM/SNM semakin kuat, sehingga mengurangi nilai resistansi. Sifat magnetoresistansi divais menjadi hilang (∆R=0) pada saat tegangan bias melebihi 1,1 Volt. Daftar Pustaka Awschalom, D. D., D. Loss, and N. Samarth, 2002, Semiconductor Spintronics and Quantum Computation, Springer-Verlag, Berlin. Matsumoto, Y., M. Murakami, T. Shono, T. Hasegawa, T. Fukumura, M. Kawasaki, P. Ahmet, T. Chikyow, S. Koshihara, and H. Koinuma, 2001, Room-Temperature Ferromagnetism in
Supriyanto, dkk, Magnetoresistansi Divais Spintronika 43
Transparent Transition Metal –doped Titanium Dioxide, Science, 291, 854. Schmidt, G., 2005, Concepts for Spin Injection into Semiconductors: A review, J. Phys. D: Appl. Phys., 38, R107. Schmidt, G., D. Ferrand, L. W. Molenkamp, A. T. Filip, and B. J. van Wees, 2000, Fundamental Obstacle for Electrical Spin Injection from a Ferromagnetic Metal into a Diffusive Semiconductor, Phys. Rev. B, 62, R4790. Schmidt, G., G. Richter, P. Grabs, Ferrand, and L.W. Molenkamp, 2001, Large Magnetoresistance Effect Due to Spin Injection into a Nonmagnetic Semiconductor, Phys. Rev. Lett., 87, 227203-1. Schmidt, G., C. Gould, P. Grabs, A. M. Lunde, G. Richter, A. Slobodskyy, and L. W.
Molenkamp, 2004, Spin Injection in The Nonlinier Regime: Band Bending Effects, Phys. Rev. Lett., 92, 226602-1. Saragih, H., P. Arifin, dan M. Barmawi, 2005, Efek Magnetisasi Spontan dan Karakteristik Transport Listrik Film Tipis TiO2:Co yang Ditumbuhkan dengan Metode MOCVD, JMS, 10:1, 21. Saragih, H., P. Arifin, dan M. Barmawi, 2004(a), Pengaruh Temperatur Penumbuhan Terhadap Karakteristik Magnetik Film Tipis TiO2:Co yang Ditumbuhkan dengan Metode Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD), JMS, 9:4, 301. Saragih, H., P. Arifin, dan M. Barmawi, 2004(b), Penumbuhan Film Tipis Ti1-xCoxO2 dengan Metode MOCVD, JMS, 9:3, 263.