TINJAUANHUKUM ISLAM TERHADAP PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuSyaratMemperoleh GelarSarjanaSyariah (S.Sy)
Oleh :
Dian KamalsariOhorela NIM :1110043100044
Pembimbing
Dr. H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA NIP.95008171989031001
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2014M
LEMBAR PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa; 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua Sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 9 Desember 2014 M 16 Shafar
Penulis
iii
1436 H
ABSTRAK Dian Kamal Sari Ohorela, NIM: 1110043100044, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Program Titip Doa Di Baitullah, program Studi perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2014 M. Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan mengenai hukum dari program yang dilaksanakan oleh Komunitas Sedekah Harian yakni mencari donatur dengan cara mendoakan orang lain di Mekkah namun dengan syarat adanya ujrah (upah) dengan nominal tertentu yang harus dibayar oleh donatur dan dikirim ke no rekening yang telah disediakan oleh komunitas. Tujuan dari penelitian ini adalah agar mukallaf memahami mengenai hukum dari komersialisasi (jual beli) ayat Al-Quran. Selain itu untuk mengetahui hukum pengambilan ujrah (upah) dari pekerjaan yang berhubungan dengan ketaatan seperti mengajarkan ayat-ayat Al-Quran, shalat, adzan dll. Juga untuk mengetahui tempattempat yang diijabahkan doanya langsung tanpa adanya penghalang di muka bumi ini, walaupun pada hakikatnya dimana pun kita berdoa akan di dengar dan di ijabah oleh Allah Swt. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian analisis komperatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara Al-Qur’an, Hadis, pendapat para ulama’ dan cendekiawan muslim yang mengkaji tentang permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, serta penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan dokumen yang relevan dengan masalah ini. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dalam penulisan skripsi ini ialah bahwa tidak ada ikhtilāf di kalangan ulama mengenai keharaman menukarkan ayat Al-Quran dengan dunia, namun dalam pengambilan ujrah (upah) terdapat ikhtilāf mengenai hukumnya. Pembimbing :Dr. H. Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA Daftar Pustaka : Tahun 1960 s.d. Tahun 2014
iv
ِبِسۡمِٱلّلَهِٱلّرَحۡمَٰنِٱلّرَحِيم KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa Allah Swt, yang telah memberikan nikmat dan petunjukNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Berkat rahmat dan hidayah dari Allah Swt, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi yang membacanya. Selama penulisan skripsi ini penulis banyak kesulitan dan hambatan untuk mencapai data dan refrensi. Namun berkat kesungguhan hati dan ban tuan dari berbagai pihak, sehingga segala kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Bapak JM. Muslimin, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Dr. Khamami, MA sebagai Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum dan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum.
v
3.
Dr. H. Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA,selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah, khususnya kepada Dr. H. Taufiki, M. Ag dan Fahmi Ahmadi, S. Ag yang selalu memberikan suport dan dorongan di awal penulisan skripsi, semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah Swt.
5.
Seluruh staf dankaryawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik dikala penulis mengumpulkan data dan materi skripsi.
6.
Kepada keluarga tercinta terutama kepada ayahandatercinta (M. Kamal Nur Ohorella) yang tiada pernah berhenti untuk selaluberdoa serta memberi nasihat dan motivasi kepada penulis sehinggaskripsi ini selesai.
7.
Sahabat dan rekan mahasiswa PMH (Perbandingan Mazhab Hukum) angkatan 2010, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada penulis. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam suka dan duka. Bagi penulis itu adalah pengalaman berharga yang takkan pernah terlupakan.
8.
Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah Swt membalas kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang berlipat ganda. vi
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Aamin
Jakarta: 9 Desember 2014 M 16Shafar1436 H
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................iii ABSTRAK ..............................................................................................................iv KATA PENGANTAR...........................................................................................v DAFTAR ISI..........................................................................................................viii
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................1 B. Pembatasan dan PerumusanMasalah ........................................... 11 C. Tujuandan ManfaatPenelitian...................................................... 11 D. MetodePenelitian ......................................................................... 12 E. Sistematika Penulisan ................................................................. 13
BAB II: JUAL
BELI
AYAT
AL-QURAN
DAN
UJRAH(UPAH)ATAS
PENGAMALANNYA SERTA GAMBARAN UMUM MENGENAI BAITULLAH A. Jual Beli Ayat Al-Quran ..............................................................16 1. Pengertian Jual Beli ..............................................................16 2. Dasar Hukum Jual Beli .......................................................19 3. Rukun dan Syarat Jual Beli ................................................20 4. Hukum Jual Beli Ayat Al-Quran .........................................26 B. Ujrah Atas Pengamalan Ayat Al-Quran .....................................29 1. Pengertian Ujrah ..................................................................29 2. Dasar Hukum Ujrah .............................................................31 3. Rukun dan Syarat Ujrah .......................................................31 4. Hukum ujrah Atas Pengamalan Ayat Al-Quran ..................33 viii
C. Gambaran Umum Mengenai Baitullah........................................38 1. Profil Baitullah .....................................................................38 2. Tempat-tempat Mustajab di Baitullah ..................................40
BAB III :
TINJAUN UMUM TENTANG KOMUNITAS SEDEKAH HARIAN A. Profil Komunitas Sedekah Harian ... ............................................ 45 1.
Latar Belakang Komunitas ……………………………… 45
2.
Visi dan Misi Komunitas........................................................ 49
B. Gambaran Umum Program Titip Doa di Baitullah ... .................. 50 1. Latar Belakang Program ............................................50 2. Visi dan Misi Program…………………………………… 52
BAB IV :
KAJIAN
TERHADAP
PROGRAM
TITIP
DOA
DI
BAITULLAH A. Hukum Titip Doa Dengan Ujrah................................................... 62 B. Analisis Terhadap Program Titip Doa di Baitullah ....................... 67
BAB V:
PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 80 B. Saran-saran .................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 83 LAMPIRAN ............................................................................................................... 87
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat disangkal bahwa era dewasa ini adalah era kegelisahan. Problem hidup terlihat dan dirasakan di mana-mana, bukan saja karena kebutuhan meningkat, tetapi juga karena ulah sementara pihak mengusik kedamaian dengan berbagai dalih atau menawarkan aneka ide yang saling bertentangan dan membingungkan. Ditambah dengan semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membantu manusia untuk mendapatkan dan memenuhi sesuatu keperluan hidupnya, terutama keperluan yang bersifat material. Dalam hal moril, ilmu pengetahuan dan teknologi belum, atau dapat dikatakan tidak akan mampu membantu manusia, karena memang hal-hal yang bersifat moril dan batiniah berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang terlepas dari harapan dan keinginan untuk mendapatkan bantuan dari orang lain atau dari Yang Maha Kuasa. Boleh jadi manusia tidak selamanya merasakan kebutuhan tersebut. Tetapi pada saat-saat tertentu, orang akan membutuhkan bantuan, yang kadang-kadang tidak jelas sumbernya.
1
2
Sebagai seorang muslim, meyakini bahwa sumber segala kekuatan dan kekuasaan itu ada pada Allah Swt. Allah menyuruh manusia supaya bermohon kepadanya, dan berjanji akan mengabulkan permohonan (doa) hambanya. 1 Dengan zikir dan doa, optimisme lahir, dan itulah yang dapat mengusik kegelisahan, karena itu dewasa ini sekian banyak pakar, bahkan yang hidup di Eropa dan Amerika sekalipun menganjurkan umat beragama untuk kembali mengingat Tuhan. Doa dalam pengertian pendekatan diri kepada Allah dengan sepenuh hati, banyak juga dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Quran. Bahkan Al-Quran banyak menyebutkan pula bahwa tadharu‟ (berdoa dengan sepenuh hati) hanya akan muncul bila disertai keikhlasan. Doa merupakan kesempatan manusia mencurahkan hatinya kepada Tuhan, menyatakan kerinduan, ketakutan dan kebutuhan manusia kepada Tuhan. Dengan demikian, doa dipanjatkan hanya kepada Allah Swt, tidak kepada yang lain. Walaupun, misalnya ada orang yang berdoa di kuburan, doanya tetap harus ditujukan kepada Allah Swt, tidak boleh kepada orang yang ada dalam kubur.2
1
Zakiah Darajat, Doa Menunjang Semangat Hidup, ( Jakarta: CV Ruhama, 1996), Cet. 6,
2
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, ( Bandung: Pustaka Hidayah, 2004), Cet. 1, hal. 93
hal. 15
3
Doa merupakan bagian dari zikir. Ia adalah permohonan. Setiap zikir kendati dalam redaksinya tidak terdapat permohonan, tetapi kerendahan hati dan rasa butuh kepada Allah Swt yang selalu menghiasi pezikir, menjadikan zikir mengandung doa. 3 Doa pada mulanya berarti permintaan yang ditujukan kepada siapa yang dinilai oleh yang meminta mempunyai kedudukan dan kemampuan yang melebihi kedudukan dan kemampuannya. Karena itu, doa bukan permintaan yang ditujukan kepada siapa yang setingkat dengan yang memohon. Konteksnya berseberangan dengan perintah. Sebab, walaupun perintah pada hakikatnya merupakan permintaan, tetapi ditujukan kepada siapa yang kedudukannya lebih rendah dari pada yang meminta. Menurut istilah, doa ialah memohon kepada Allah Swt yang dirumuskan dalam satu rangkaian kalimat yang diucapkan oleh hamba dengan penuh harap akan mendapatkan kebaikan dari sisinya, dan dengan merendahkan diri kepadanya untuk memperoleh apa yang diinginkannya. 4 Doa mengandung sejumlah manfaat. Di antaranya ialah untuk memohon keselamatan di akhirat, yaitu masuk surga dan terhindar dari api neraka. Keselamatan di akhirat harus diminta kepada Allah Swt, karena taat kepadanya yaitu menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya tidak otomatis membuat orang itu masuk surga. 3
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran tentang Zikir & Doa, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hal. 177 4
Mahrus Amin, dkk, Doa Ibadah Amaliah dan Peringatan Hari Besar Islam Nasional & Berbagai Acara, (Jakarta: Firdaus, 1995), hal. 13
4
Doa juga bermanfaat untuk meminta kelancaran urusan duniawi, seperti memperoleh pekerjaan, rezeki, kedudukan, bisnis, studi, jodoh, keturunan, dan sebagainya. Manusia dianjurkan untuk selalu berdoa memohon kemudahan urusanurusan duniawi itu. Selain itu, doa juga bermanfaat untuk memperoleh ketenangan pikiran, perasaan, hati atau jiwa. Makin banyak seseorang berdoa, maka makin tenang pula pikiran dan hatinya. Ketenangan hati itu dapat dilihat pada terbentuknya sikap-sikap sufistik pada diri orang yang banyak berdoa, seperti sabar, ikhlas, ridhā,qana‟ah, syukur, jujur, optimis, istiqāmah, dan tawakkal. Kemudian dari ketenangan jiwa itu orang akan hidup sehat dan bahagia, sehingga dapat dikatakan bahwa doa bermanfaat untuk mewujudkan hidup sehat dan bahagia. Sejatinya, berdoa merupakan salah satu kebutuhan psikologis setiap manusia. Sebagaimana sudah menjadi hukum alam, kehidupan manusia disertai berbagai kebutuhan. Maka Islam menjadikan berdoa sebagai mekanisme memohon, hanya kepada Allah Swt. Memohon untuk keluar dari belitan kebutuhan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.5 Bagi
seorang
muslim,
doa
merupakan
senjata
pamungkas
untuk
menyelesaikan berbagai problematika kehidupan. Dalam mencari solusi atas sebuah persoalan, seorang muslim biasa menggunakan dua saluran, yaitu saluran vertikal dan horizontal. Saluran vertikal berasal dari bumi (manusia) ke langit (Allah Swt) yang 5
Muhammad Ismail Ishak, Ensiklopedia Do‟a dan Dzikir sesuai Al Quran, Hadist & Para Ulama, (Jakarta: Alifbata, 2007), hal. 1
5
dilakukan melalui doa atau istijābah. Dari langit, Allah kemudian menurunkan pengabulan-Nya ke bumi sebagai jawaban yang biasa disebut ijābah. Sedangkan saluran horizontal dilakukan melalui upaya penyelesaian masalah dengan mengerahkan seluruh kreativitas dan usaha maksimal untuk membuka persoalan yang dihadapi. Terkabul tidaknya sebuah doa bukan hanya ditentukan oleh cara pengucapannya, malainkan juga waktu, tempat dan muatan doa itu sendiri.6 Menurut pakar kesehatan jiwa, doa mengandung unsur psikoterapeutik yang mendalam. Terapi psikoreligius ini tidak kalah pentingnya dengan psikoterapi psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual yang membangkitkan rasa percaya diri dan harapan sembuh.7 Doa merupakan intinya ibadah, karena dengan berdoa berarti telah menghadapkan segala urusan kepada Allah, dan doa merupakan pernyataan tentang kelemahan manusia di hadapan kekuasaan Allah Swt, serta merupakan cara untuk mengingat Allah Swt.8 Saat berdoa, ada beberapa adab yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu9 selalu menjaga makanan yang halal, jika memungkinkan menghadap ke arah kiblat, memperhatikan waktu dan keadaan yang memiliki keutamaan, mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan pundak, hendaknya dimulai dengan memuji Allah dan 6
Wawan Shafwan Shalehuddin, Ada Apa Dengan Doa Kita, (Bandung: Tafakur, 2005), hal.
7
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, hal. 105
8
M. Mutawalli Sya’rawi, Doa Yang Dikabulkan, (Jakarta: Pustaka Al kautsar, 1991), hal. 24
v
9
Al-Sayyid Sābiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Khairul Amru Harahap dan Masrukhin, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2008), hal. 476
6
membaca shalawat kepada Rasulullah,berdoa dengan hati yang khusuk, rendah hati, menampakkan kemiskinannya dengan suara lirih, berdoa yang tidak mengandung unsur dosa atau untuk memutuskan hubungan, dan jika ingin berdoa untuk orang lain, hendaknya dimulai dengan doa untuk diri sendiri. Agar doa mudah terkabul, dalam diri setiap manusia harus ada iman yang teguh, sekuat tenaga ia berusaha menjaga agar kepercayaannya kepada Allah tidak goyah. Keimanannya itu harus terwujud dalam sikapnya yangbaik terhadap sesama dan menjalankan perintah Allah dengan hati yang ikhlas. 10 Allah menghendaki manusia berdoa kepadanya untuk setiap kebutuhannya, baik kecil maupun besar. Karenanya, pertemuan manusia dengan Tuhannya menjadi lebih intensif ketimbang pertemuannya dengan orang-orang dekat disekitarnya. 11 Tuhanlah sumber keberadaan dan pemilik semua yang berhubungan dengan alam ini.Salah satu tuntutan Al-Quran dan Sunnah yang berkaitan dengan doa adalah berdoa untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menunjuk pada hal tersebut. Yang terpenting didoakan adalah kedua orang tua. Disamping berdoa untuk kedua ibu bapak, kaum muslimin juga merupakan orang-orang lain yang perlu didoakan. Berdoa buat orang lain merupakan anjuran agama. Mendoakan orang lain atau meminta didoakan oleh orang lain dicakup oleh kandungan pesan Allah untuk saling membantu dalam kebaikan. Mendoakan orang 10
M. Arifin Ilham, Doa Ajaran Sahabat Rasulullaah, ( Jakarta: Hikmah, 2005), hal 7-8.
11
Hosein Fadhlullah, Menyelami Samudra Doa, ( Jakarta: Al-Huda, 2005),Cet. 1, hal. 17
7
lain, lebih-lebih tidak di depannya, mengundang malaikat untuk mengaminkan sambil berdoa kiranya yang mendoakan orang lain itu memperoleh hal serupa dengan doanya. Salah satu tanda eratnya persaudaraan dengan sesama muslim adalah mendoakan muslim lainnya yang tidak berada di hadapannya, atau tanpa sepengetahuannya. Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang berada jauh dari tempatnya, tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang baik, niscaya doa tersebut akan dikabulkan Allah dan doa tersebut juga akan mencakup orang yang membacanya sendiri. Sebagaimanasabda Rasulullah ٍَْسحَاقُ تٍُْ إِتْشَاٍِْىَ َأخْثَشَََا ػٍِسَى تٍُْ ٌَُُٕسَ حَذَثََُا ػَثْذُ انًَِْهكِ تٍُْ أَتِى سُهًٍََْاٌَ ػٍَْ أَتِى انّزُتٍَْشِ ػ ْ ِ” حَ َذثََُا إ ُِْصَفَْٕا َََُْٕٕ اتٍُْ ػَثْذِ انهَِّ تٍِْ صَفَْٕاٌَ َٔكَا َدْ َذحْرَُّ انذَسْدَاءُ لَالَ لَذِيْدُ انّشَاوَ فَؤَذٍَْدُ َأتَا انذَسْدَاءِ فِى يَُّْزِنِِّ فَهَىْ َأجِذ صهى اهلل ػهٍّ ٔسهى- َ لَانَدْ فَادْعُ انهََّ نََُا ِتخٍَْشٍ فَئٌَِ انَُثِى.ْجذْخُ أُوَ انذَسْدَاءِ فَمَانَدْ أَذُشٌِذُ ا ْنحَّجَ انْؼَاوَ فَمُهْدُ َؼَى َ َٔ َٔ َألخٍِِّ ِتخٍَْشٍ لَال َ ألخٍِِّ تِظَْٓشِ انْغٍَْةِ يُسْ َرجَاتَحٌ ػُِْذَ سَأْسِِّ يََهكٌ يَُٕكَمٌ كُهًََا دَػَا َ ِ دَػَْٕجُ انًَْشْءِ انًُْسْهِى: ُكَاٌَ ٌَمُٕل 12
)انًََْهكُ انًَُْٕكَمُ تِِّ آيٍٍَِ ََٔنكَ تًِِثْم“(سٔاِ يسهى
Artinya: “Dari Ummu Darda‟ dan Abu Darda‟ Radhiyallahu „anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim)
Hadits ini merupakan sebuah modal berharga untuk banyak mendoakan kebaikan bagi saudara-saudara muslim lainnya. Selain mendapatkan pahala mendoakan mereka, juga akan mendapatkan kebaikan dari doa yangdipanjatkan 12
Abu al-Hasan muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim al-Qasyirī, al-Jāmi‟u al-Shahīh al-Musma shahīh Muslim,(Beirut: Dar al-Jīlu, t.t), Juz. 8, hal 86.
8
tersebut. Mendoakan kebaikan untuk sesama muslim sama halnya dengan mendoakan kebaikan untuk diri sendiri, sebagaimana dijelaskan di akhir hadits di atas. Malaikat mengamini doa kita dan Rasulullah Shallallāhu „alahi wa sallam menjamin bahwa Allah Ta’ala akan mengabulkannya. 13 Dengan demikian, doa bukan hanya tenggelamnya seseorang ke dalam zat illahi. Namun, doa adalah penyingkap tabir semua kehidupan yang baik, dari sisi pemikiran maupun tindakan. Doa adalah gerakan yang menggugat kelemahan manusia agar meraih spiritualitas yang tinggi dan penuh pengakuan dosa kepada Allah, untuk mengubahnya menjadi kekuatan kepribadian manusia yang bersumber dari kekuatan Allah Swt.14 Namun bagaimana hukumnya mendoakan orang lain dengan mengharapkan imbalan tertentu. Apakah hal tersebut dapat dihukumi haram, makruh atau mubah?. Dikarenakan adanya berbagai referensi yang menyatakan tentang hukumnya. Fuqaha yang menyatakan bahwasannya boleh mendoakan orang lain dengan mengharapkan imbalan dapat dikategorikan sebagai upah dalam mengajarkan Al-Quran, hal ini di perbolehkan dengan merujuk pada hadits nabi
ًَض ِ َحَ َذ َثَُا َأتُٕ ان ُؼًَْاٌِ حَ َذ َثَُا َأتُٕ ػََٕا َحَ ػٍَْ َأتًِ ِتّشْشٍ ػٍَْ َأتًِ انْ ًُرََٕكِمِ ػٍَْ َأتًِ سَؼٍِذٍ س فًِ سَفْشَجٍ سَافَشَُْٔا:
َصحَابِ ان َُ ِثًِ صَهَى انهَُّ ػََهٍِّْ َٔسَهَى ْ َػُُّْ لَالَ اَْطَهَكَ َفَشٌ يٍِْ أ َ َُّانه
ُسٍِذ َ َضٍِفُُْٕىْ ˛ فَهُ ِذؽ َ ٌُ ٌَْسرَضَافُُْٕىْ ˛ فََؤتَْٕا أ ْ حٍَاءِ انْؼَشَبِ ˛ فَا ْ حًٍ يٍِْ َأ َ حرَى َّزَنُٕا ػَهَى َ 13
Http://www.google.com/read/2012/06/15/20956/keutamaan mendoakan-kebaikan-untuksesama-muslim-tanpa-sepengetahuannya.html#sthash.qtlupkBs.dpuf, diakses pada 10 februari 2014 pukul 19:35. 14
Hosein Fadhlullah, Menyelami Samudra Doa, hal. 19
9
َ نَْٕ َأ َذ ٍْرُىْ َْؤُنَاءِ انشَْْط: ْشًْءٌ ˛ فَمَالَ تَؼْضُُٓى َ ُُّشًْءٍ ˛ نَا ٌَُْفَؼ َ ِحًِ ˛ َفسَؼَْٕا نَُّ تِكُم َ رَِنكَ ا ْن سٍِ َذََا َ ٌَِ ٌَا َأٌَُٓا انشَْْطُ إ: شًْءٌ ˛ فََؤذَُْْٕىْ فَمَانُٕا َ ْػُْذَ تَؼْضِِٓى ِ ٌَُٕانَزٌٍَِ َّزَنُٕا ˛ نَؼَهَُّ أٌَْ ٌَك ْ َؼَى: ْشًْءٍ ? فَمَالَ تَؼْضُُٓى َ ٍِْػُْذَ َأحَذٍ ِيُْكُىْ ي ِ ْشًْءٍ نَا ٌَُْفَؼُُّ ˛ فََٓم َ ِنُ ِذؽَ˛ َٔسَ َؼ ٍَُْا نَُّ تِكُم حرَى َذجْؼَهُٕا َ ْضٍِفََُٕا ˛ فًََا َأََا تِشَاقٍ نَكُى َ ُسرَضَ ْفَُاكُىْ فَهَىْ ذ ْ َٔانهَِّ ِإًَِ نَؤَسْلًِ ˛ َٔنَكٍِْ َٔانهَِّ نَمَذْ ا ِ فَاَْطَهَكَ ٌَرْفِمُ ػََهٍِّْ ˛ ٌََٔمْشَأُ )ا ْنحًَْذُ نِهَِّ سَب. َِنَُا جُؼْهًا ˛ فَصَاَنحُُْٕىْ ػَهَى لَطٍِغٍ يٍِْ انْ َغَُى فَؤَْٔفَُْْٕىْ جُؼْهَُٓىْ انَزِي: َ لَال. ٌانْؼَانًٍٍََِ( فَكََؤ ًََا َُّشِطَ يٍِْ ػِمَالٍ ˛ فَاَْطَهَكَ ٌَ ًّْشًِ َٔيَا تِِّ لََهثَح حرَى َ ْؤ ِذًَ ان َُ ِثًَ صَهَى َ نَا ذَفْؼَهُٕا: ا ْلسًُِٕا˛ فَمَالَ انَزِي سَلَى:ْصَاَنحُُْٕىْ ػََهٍِّْ˛ فَمَالَ تَؼْضُُٓى َُّ فَمَذِيُٕا ػَهَى َسسُٕلِ انهَِّ صَهَى انه. انهَُّ ػََهٍِّْ َٔسَهَىَ َفَُزْكُشَ نَُّ انَزِي كَاٌَ ˛ َف َُُْظُشَ يَا ٌَؤْيُ ُشََا ا ْلسًُِٕا. ْص ْثرُى َ َلَذْ أ:) ََٔيَا ٌُذْسٌِكَ َأ ََٓا سُ ْلٍَح ؟( ثُىَ لَال:) َػََهٍِّْ َٔسَهَىَ ˛ فَزَكَشُٔا نَُّ ˛ فَمَال َِّػثْذ انه َ ُٕ لَالَ َأت. َحكَ َسسُٕلُ انهَِّ صَهَى انهَُّ ػََهٍِّْ َٔسَهَى ِض َ ََٔاضْ ِشتُٕا نًِ يَؼَكُىْ سًًَْٓا ( ف 15
)َِٔلَالَ شُ ْؼثَحُ حَ َذ َثَُا َأتُٕ ِتّشْشٍ سًَِؼْدُ َأتَا انْ ًُرََٕكِمِ تَِٓزَا(سٔاِ اتٕ ْشٌش
Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu‟man telah menceritakan kepada kami Abu „Awanah dari Abu Bisyri dan Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa‟id radiallahu „anhu berkata: Ada rombongan orang dari sahabat Nabi SAW yang bepergian dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu perkampungan Arab, mereka meminta kepada penduduk setempat agar bersedia menerima mereka sebagai tamu penduduk tersebut, namun penduduk menolak. Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang, lalu diusahakan segala sesuatu untuk menyembuhkannya namun belum berhasil. Lalu diantara mereka ada yang brekata, coba kalian temui rombongan itu, semoga ada diantara mereka yang memiliki sesuatu. Lalu mereka mendatangi rombongan dan berkata: Wahai rombongan, sesungguhnya kepala suku kami telah digigit binatang dan kami telah mengusahakan pengobatannya namun belum berhasi. Apakah diantara kalian yang dapat menyembuhkannya?, maka berkata seseorang dari rombongan: Ya, demi Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidak berkenan maka aku tidak akan memjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca ( Alhamdulillah rabbil „alamin), seakan penyakit lepas dari ikatan tali padahal dia pergi tidak membawa obat apapun. Dia berkata: maka mereka membayar upah yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka berkata: Bagilah kambing-kambing itu! Maka orang yang mengobati berkata: Jangan kalain 15
Musa Syahin Lasyin, Taysir Shahih Bukhari, Juz II, (Al-Qahirah, Maktabah al-Syuru alDauliyah, 2003), hal. 50-51
10
bagikan hingga kita temui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita. Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu mereka menceritakan peristiwa tersebut. Beliau berkata: Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa sebagai ruqyah (obat)? Kemudian Beliau melanjutkan: kalian telah melakukan perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku dalam sebagai orang yang menerima upah tersebut. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa. Abu 'Abdullah Al Bukhariy berkata, dan berkata, Syu'bah telah menceritakan kepada kami Abu Bisyir aku mendengar Abu Al Mutawakkil seperti hadits ini. (HR. Bukhori no. 2276)
Sedangkan fuqaha yang memakruhkan pengambilan upah atas pengajaran Al-Quran beralasan, bahwa upah tersebut seperti upah untuk mengajarkan shalat. Mereka mengatakan bahwa upah tersebut bukan pekerjaan mengajar Al-Quran tetapi jampi, baik mantera tersebut memakai Al-Quran atau yang lain.16 Fuqaha yang mengharamkan pengambilan upah atas pengamalan ibadah menggunakan Q.S al Baqarah: 41 sebagai dasar hukum mereka.
ّشرَشُٔا تِآٌَاذًِ ثَ ًًَُا ْ َٔءَا ِيُُٕا تًَِا َأَّْزَنْدُ يُصَذِلًا نًَِا يَؼَكُىْ َٔالَ ذَكَُُٕٕا أََٔلَ كَافِشٍ تِِّ َٔالَ َذ ٌُِٕلَهٍِالً َِٔإٌَايَ فَاذَم Artinya:“Berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (al-Quran) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat). Janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya dan janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah. Hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa.” (QS al-
Baqarah: 41). Hal itu juga diperkuat lagi dengan pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang pengambilan upah atas hal-hal yang berhubungan dengan ibadah seperti doa, shalat, adzan dll. Menurut Ketua MUI Pusat Cholil Ridwan, titip doa dengan membayar sejumlah biaya itu sama dengan komersialisasi ibadah. "Jadi kalau 16
Ibnu Rusyd, Bidāyatu al-Mujtahid, penerjemah: Imam Ghazali Said dan Achma Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007) hal. 74-75.
11
ibadah pakai tarif, pakai jasa, biro jasa, itu namanya komersialisasi ibadah. Itu tidak betul. Itu namanya penyimpangan dalam ibadah."17 Dari uraian diatas, maka penulis memilih judul Skripsi TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembahasan mengenai jual beli dan ujrah (upah) sangatlah luas. Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar dari yang diinginkan, maka penulis membatasi fokus pembahasan masalah hanya sebatas bagaimana hukumnya menerima upah dari mengamalkan ayat Al-Quran dan bagaimana hukumnya mengkomersilkan ayat AlQuran. Dari pembatasan masalah diatas, agar identik dengan perumusan masalah ini, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana hukum menerima upah (ujrah) atas pengamalan ayat Al-Quran ditinjau menurut hukum Islam? 2. Bagaimana hukumnya mengkomersilkan ayat Al-Quran dalam prespektif hukum Islam? 3. Apakah program titip doa di Baitullah dapat dikategorikan sebagai ujrah dari mengamalkan ayat Al-Quran atau jual beli ayat Al-Quran? 4. Bagaimana Tanggapan MUI dan Ulama di Indonesia terhadap Program Titip Doa di Baitullah? 17
http://www.google.com/mui-titip-doa-bayar-rp-102-014-itu-222900940.html, diakses pada 10 februari 2014 pukul 20:25.
12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui hukum menerima upah atas pengamalan ayat Al-Quran ditinjau menurut hukum Islam. b. Untuk mengetahui hukum mengkomersilkan ayat Al-Qur’an dalam prespektif hukum Islam. c. Untuk mengetahui apakah Program Titip Doa di Baitullah termasuk dalam ujrah (upah) dari mengamalkan ayat Al-Quran atau mengkomersilkan ayat Al-Quran. d. Untuk mengetahui tanggapan MUI dan Ulama di Indonesia mengenai program titip doa di Baitullah. 2. Manfaat Penelitian a. Secara Akademis Manfaat penulisan skripsi ini secara akademis adalah untuk menambah pengetahuan dan penjelasan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para kaum muda khususnya tentang pentingnya saling membantu antar manusia yang dalam hal ini saling mendoakan dalam kebaikan.
13
b. Secara Praktis Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa ketika saling mendoakan harus disertai dengan rasa ikhlas tanpa imbalan apa pun. D. Metode Penelitian Metodologi yang digunakan oleh penulis untuk sampai pada rumusan yang tepat dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis Penelitian Titik tekan penelitian skripsi ini adalah bagaimana hukumnya mendoakan orang lain dengan menentukan tarif sesuai permintaan doa, dan juga pandangan ulama mengenai program titip doa di Baitullah. Oleh karena itu, penelitian skripsi ini termasuk jenis penelitian studi kasus. 2. Sumber Data a. Sumber Data Primer, yakni Al Qur’an dan hadis dan pendapat ulama di Indonesia. b. Data Sekunder, yakni buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
14
3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian skripsi ini menggunakan studi pustaka yaitu dengan berbagai literatur yang terkait dengan permasalahan dan studi wawancara yaitu wawancara ke MUI dan Ulama-ulama di Indonesia. 4. Teknik Penulisan Skripsi Adapun Teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012. E. Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam (5) lima Bab, dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu dalam penulisan skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan yang utuh. Lebih jelasnya, gambaran sistematika pembahasan penulisan skripsi ini sebagai berikut: BAB I merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, studi pustaka dan sistematika penulisan. BAB II membahas mengenai dasar hukum merimana upah dari mengamalkan ayat Al-Quran dan hukum mengkomersilkan ayat Al-Quran, serta gambaran umum mengenani Baitullah.
15
BAB III membahas mengenai lembaga Sedekah Harian yang melaksanakan program Titip Doa di Baitullah. BAB IV membahas mengenai hukum titip doa dengan upah, serta analisis kasus. BAB V membahas penutup yang berisi tentang kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan saran yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.
BAB II JUAL BELI AYAT AL-QURAN DAN UJRAH (UPAH)ATAS PENGAMALANNYA SERTA GAMBARAN UMUM MENGENAI BAITULLAH
A. Jual Beli Ayat Al-Quran 1. Pengertian Jual Beli. Muamalah yang paling umum dilakukan oleh masyarakat adalah perdagangan atau transaksi jual beli yang dilakukan pada aset riil maupun finansial.1Jual beli menurut bahasa, yaitu persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.2 Artinya menukar kepemilikan barang dengan barang atau saling tukar menukar.3Kata al-bai‟(jual) dan al-syira‟(beli) dipergunakan dalam pengertian yang sama. Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama.
1
Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009), cet. 1, hal. 79 2
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Edisi keempat, hal.146 3
Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2004), Cet. 3, hal. 117
16
17
Al-Sayid Sabiq, dalam Fikih Sunnah mendefinisikan jual beli yaitu pertukaran harta dengan harta yang dilandasi saling rela, atau pemindahan kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang diizikan. 4 Ulama hanafiyyah mendefinisikannya dengan 5
ٍصُٛجٍْٗ َِخْصَٚ ٍََُِٝجَب دٌََخُ َِب يٍ ثَِّب يٍ ع
“ Saling tukar menukar dengan harta melalui cara tertentu” Ulama Hanafiah membedakan jual beli dalam arti khusus dan umum. Dalam arti khusus, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta. Maksudnya ialah melalui ijāb Qābul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dengan harga dari penjual dan pembeli.6 Sedangkan dalam arti umum, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta. Menurut Nawawi, jual beli adalah 7
ْىًب١ٍَُِِّْمَب َثٍَخٌ َِبيٍ ثِِّبيٍ ر
“Menukar harta dengan harta untuk menjadikan hak milik.” Hasbi Ash-Shiddiqie dalam bukunya yang berjudul Pengantar Fiqih Muamalah, mendefinisikan jual beli dengan
4
Al-Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. 1, hal. 159 5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. 5, hal. 68
6
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cet. 2, hal. 111
7
Abī Abdillāh ibnu Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Qudāmah, Mughni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Kitab al-„Araby, 1980), hal. 2
18
8
ََِاَٚ اٌذٍَََٝب دِ ع١ْذَ َرجَبدُيُ اٌٍِّْ ِى١ُ ِف١ٌِ ِ َأسَبسِ ُِجَبدٌََخِ اٌَّْبيِ ثِبٌَّْبيٍَََُٝ عَُٛم٠ ٌعَمْذ
“Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.” Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata “milik dan pemilikan”, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-menyewa (Ijārah). Dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan al-māl (harta), terdapat perbedaan pengertian antara ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Akibat dari perbedaan ini, muncul pula hukum-hukum yang berkaitan dengan jual beli itu sendiri. Menurut jumhur ulama, yang dikatakan al-māl adalah materi dan manfaat. Oleh sebab itu, manfaat dan suatu benda, menurut mereka dapat diperjualbelikan. Ulama Hanafiyah mengartikan al-māl dengan suatu materi yang mempunyai nilai. Oleh sebab itu, manfaat dan hak-hak, menurut mereka, tidak boleh dijadikan obyek jual beli. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa inti jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara‟ dan disepakati.9
2. Dasar Hukum Jual Beli 8
Hasbi Ash-Shiddiqie, pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 97.
9
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010). Cet. 1, hal. 68-69
19
Transaksi jual beli yang berlangsung jujur dan adil amatlah ditentukan dalam perdagangan atau bai‟ oleh Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.10 adapun ayat Al-Quran yang mengatur tentang jual beli ialah
Artinya:“Hai orang yang beriman, janganlah kalian makan harta yang ada diantara kalian dengan cara yang batil kecuali dengan jalan jual beli, suka sama suka diantara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian.”(Q. S an-Nisa: 29)
..... Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q. S alBaqarah: 275). Adapun dasar hukum jual beli yang berasal dari hadits nabi diantaranya
ُِ اٌَْ َىسْتَٞ أ:ًَِسئ ُ ٍُسٚ ٗ١ٍ اهلل عٍَٝ صٟ اهلل عٕٗ أََْ اٌَ َٕ ِجٟعَْٓ سِفَبعَخَ ثِْٓ سَافِعٍ سظ 11 (َُاُٖ اَ ٌْجَّزَاسَٚس.) ٍسُْٚعٍ َِجْش١َوًُُ َثٚ ,َِِٖذ١ عًََُّ اٌَ َشجًُِ ِث:ََتُ؟لَبي١ؼ ْ َأ Artinya:“Dari Rifa'ah Ibnu Rafi' bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: "Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih.” (HR. Al-Bazzār)
10
Muhammad Sharif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2012), cet.1, hal.
120 11
Muhammad bin Ismail al-Shan‟ani, Subul al-Salam, (Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba‟ah Mustafā al-Bābī al-Halabī, 1960), hal. 4
20
3. Rukun dan Syarat Jual Beli. Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟. Dalam menetapkan rukun jual beli, para ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli hanya ijāb dan qabūlsaja. Menurutnya yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli. Namun, karena unsur kerelaan berhubungan dengan sering tidak kelihatan, maka diperlukan indikator yang menunjukkan kerelaan tersebut dari kedua belah pihak. Indikator tersebut bisa dalam bentuk perkataan (ijāb dan kabul) atau dalam bentuk perbuatan, yaitu saling memberi (penyerahan barang, dan penerimaan uang). Dalam fikih, hal ini terkenal dengan istilah “bai almu‟āthah.”12 Ijāb menurut ulama Hanafiyah, adalah menetapkan perbuatan khusus yang menunjukkan kerelaan yang terucappertama kali dari perkataan salah satu pihak, baik dari penjual maupun dari pembeli. Sedangkan qabūl adalah apa yang dikatakan kali kedua dari salah satu pihak. Dengan demikian, ucapan yang dijadikan sandaran hukum adalah siapa yang memulai pernyataan dan menyusulinya saja, baik itu dari penjual maupun pembeli.13
12
M. Ali Hasan, Berbagai Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004), cet. 2, hal. 118 13
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Islāmī wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, ( Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. 1, hal. 29
21
Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun dari jual beli ada empat yaitu:14 a) „Āqid (orang yang berakad), yakni penjual dan pembeli. b) Ma‟qūd „alaih (barang yang diperjualbelikan). c) Sighat (lafadz ijāb dan qabūl). d) Harga atau nilai tukar pengganti barang. Menurut jumhur ulama, syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli, yakni: 1) Syarat „āqid. Yaitu: a) Baligh dan berakal, agar tidak mudah tertipu. Orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya. Sebagaimana firman Allah ..... Artinya: “Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang yang bodoh. (Q. S an-Nisa:5)
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh diserahkan kepada orang bodoh. Illat larangan tersebut ialah karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta, orang gila juga tidak cakap dalam dalam mengelola harta. Sehingga orang bodoh, orang gila dan anak kecil tidak sah melakukan ijāb kabūl. Tetapi anak-anak yang belum baligh dan mengerti jual beli dapat dibolehkan mengadakan jual beli, misalnya jual beli koran, buku-buku dan makanan.15
14
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), cet.1, hal. 68 15
1, hal. 343
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar II, (Jakarta: Radar Jaya Offset: 1995), cet.
22
b) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orangkafir untuk merendahkan mukmin. Seperti dalam firmannya Artinya:“Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin.” (Q. S an-Nisa: 14). c) Kehendak sendiri, tidak dipaksa. Sebagaimana firmanAllah
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta yang ada diantara kamu dengan jalan bathil., melainkan dengan jalan beli suka sama suka.” (Q. S an-Nisa: 29). d) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. Jual beli seperti ini tidak sah. 16
2) Ma‟qūd „Alaih (harga atau nilai tukar barang pengganti), yang masing-masing harus memenuhi syarat:17 a) Suci, barang yang najis atau yang haram tidak sah diperjualbelikan dan tidak boleh dijadikan uang untuk keperluan transaksi lainnya. 16
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, hal. 116
17
Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, hal. 81
23
b) Bermanfaat, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya, mengambil tukarannya juga terlarang karena termasuk dalam arti menyianyiakan harta yang terlarang. c) Keadaan barang itu dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual sesuatu yang tidak dapat diserahterimakan, seperti ikan di laut, barang jaminan, karena semua itu mengandung unsur tipuan. d) Barang tersebut memang milik penjual atau yangmewakilinya. e) Barang tersebut diketahui oleh penjual dan pembeli, baik zat, bentuk, kadar (ukuran/nilai), maupun sifat-sifatnya sehingga diantara keduanya tidak terjadi penipuan. f) Tidak boleh ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal yang lain. g) Tidak dibatasi waktunya. Karena jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara‟. 3) Syarat Sighat (Ijāb dan Kabūl). Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijāb dan kabūl dilakukan, sebab ijāb dan kabul menunjukan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya ijāb kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijāb kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijāb dan kabūl.18 Adapun syarat-syarat ijāb kabūl yaitu:
18
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hal. 70
24
a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal. b) Jangan dihalangi dengan kata-kata lain antara ijāb dan kabūl. c) Dilakukan dalam satu majelis. Dalam hal ini, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa antara ijāb dan kabūl boleh diantarai oleh waktu, yang diperkirakan bahwa pembeli sempat untuk berpikir. Namun ulama Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa jarak antara ijāb dan kabūl tidak terlalu lama, yang dapat menimbulkan dugaan bahwa objek pembicaraan telah berubah. Dalam hal ijāb kabūl ini, para ulama fikih berbeda pendapat, diantaranya yaitu menurut ulama Syafi‟iyah, ijāb kabūl ialah
َِخ١ِِ ًَْعُ ِإالَ ثِصِفَذِ اٌْىَ ا١ْٕعَمِذُ ا ٌْ َج٠َ َال
19
“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan sighat (ijāb kabūl) yang diucapkan.”
Imam Malik berpendapat
ََِبْٙسزِف ْ َِلَذْ ٌَّزََِ ثِب ٌْبٚ ْْعَ لَذ١إَِْ ا ٌْ َج
20
“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami saja.”
Pendapat lainnya ialah akad dengan perbuatan, atau disebut juga dengan aqad bi al-mu‟āthah yaitu
َِِٓ ًَُْ ٌَُٗ فَب ٌألَ خْذٍُْْٛئب ثَ َُُّٕٗ َِع١ش َ َِٞشزَش ْ ٠َ َِْْْْ َوالَ ٍَ وَأَُٚاٌْبَعْؽَأُء ثِذٚ َُ اٌْبَ خْزِٟ٘ َٚ ُاٌَُّْعَب غَا ح 21 َِ رٍَِّْهُ ثِبٌْ َمجْطَُٛ٘ٚ َََِّْٓٗ اٌّث١ؽ ِ ُْع٠َٚ ِا ٌْجَب ئِع
19
Sohari Sahran, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 2011),
cet.1, hal. 70 20 21
Sohari Sahran, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, hal.70
Sohari Sohran dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah untuk Mahasiswa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), cet.1, hal. 68
25
”Aqad bi al-mu‟athah ialah mengambil dan memberikan dengan tanpa perkataan (ijāb dan kabul), sebagaimana seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui harganya, kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan uangnya sebagai pembayaran.”
4) Harga atau nilai tukar pengganti barang. Termasuk unsur penting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (uang). Terkait dengan masalah ini, para ulama membedakan ats-tsaman dengan as-si‟i. Menurut mereka, ats-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengahtengah masyarakat secara aktual, sedangkan al-s‟ir adalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen. Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harta antar pedagang dan harga antara pedangan dengan konsumen. Oleh karena itu, para ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat ats-tsaman sebagai berikut:22 a) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. b) Boleh diserahkan pada akad, sekalipun secara hukum, seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian, maka waktu pembayaran harus jelas. c) Apabila jual beli dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (almuqa‟yyadah atau barter), maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara‟.
22
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, hal. 119
26
4. Jual beli ayat Al-Quran Jual beli yang sah adalah jual beli yang sesuai dengan perintah syariatdan memenuhi rukun serta syarat dalam jual beli. Dengan terpenuhnya rukun dan syarat ini, kepemilikan atas barang yang dijual dan penukar serta pemanfaatan keduanya menjadi halal. Jika jual beli bertentangan dengan syariat, maka jual beli dinyatakan tidak sah dan batal. Jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak sesuai dengan syarat Islam. Meskipun jual beliini terlaksana, tetapi tidak menetapkan hukum syar‟i dan tidak menghasilkan kepemilikan meskipun pembeli telah menerima barang yang dijual karena sesuatu yang haram tidak bisa menjadi jalan untuk memiliki.23 Mengenai jual beli ayat Al-Quran, dapat dikatakan merupakan jual beli yang tidak sah. Dikarenakan tidak memenuhi rukun maupun syarat-syarat jual beli. Keharaman jual beli ayat Al-Quran juga dijelaskan dalam Q. S at-Taubah: 9 Artinya:“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan.” (Q. S at-Taubah: 9)
Surat at-Taubahayat 9 ini merupakan gambaran kaum musyrik, yang biasa menukar ayat-ayat Allah swt dengan harga yang rendah. Mereka memutarbalikkan ayat-ayat tersebut hanya untuk mendapatkan kepentingan dunia, baik berupa 23
Al-Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, hal. 202
27
kekuasaan, kepemimpinan, maupun harta dengan cara menghalangi manusia untuk beriman sehingga loyalitasnya tetap untuk mereka. Sekalipun obyek ayat ini adalah kaum Musyrik, adanya penyifatan, “Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan,” menunjukkan bahwa siapapun orang yang melakukan perbuatan tersebut berarti melakukan perbuatan paling buruk, yang tentu saja diharamkan. Keharaman pekerjaan ini juga di tegaskan dalam ayat-ayat Al-Quran lainnya, diantaranya yaitu
Artinya: “Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada akulah kamu harus bertaqwa.”(Q. S al-Baqarah: 41)
Dalam kitab tafsir Al-Qurthubī, dijelaskan bahwa makna dari ayat diatas ialah Allah melarang mereka menjadi orang yang pertama kafir dan juga melarang mereka menukar ayat-ayat Allah dengan imbalan. Karena pada waktu itu, para pendeta melakukan hal itu, lalu mereka dilarang darinya. Demikianlah yang dikatakan oleh sekelompok ahli takwil. Menurut pendapat yang lain, pada waktu itu para pendeta mengajarkan agama mereka dengan imbalan, lalu mereka dilarang mengambil gaji tersebut. Dalam tafsir Ath-Thabarī, makna dari surat al-Baqarah: 41 adalah Abu „Aliyah mengatakan, makna kalimat,“Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga sedikit,” adalah, Janganlah kalian mengambil upah atas ayat-ayat tersebut. Sementara itu, As-Suday menyebutkan makna „harga sedikit‟ adalah,
28
“Janganlah
kalian
mengambil
harga
(tham‟an,
tsaman)
sedikit
dengan
menyembunyikan nama Allah.24 Jadi, takwil dari ayat tersebut adalah janganlah kalian menjual ilmu yang telah Aku berikan kepada kalian dalam kitab-Ku dan ayat-ayat-Ku dengan harga yang sangat murah dan perhiasan dunia yang sedikit. Penjualan mereka seperti itu berarti mereka meninggalkan keterangan yang ada dalam kitab mereka tentang Nabi Muhammad Saw bagi masyarakat, padahal di dalam kitab itu disebutkan bahwa beliau adalah nabi yang ummi, baik dalam Taurat maupun Injil. Penjualan ini dilakukan dengan harga murah, yaitu berupa kesukaan mereka untuk mendapatkan kepemimpinan dari golongan dan agama mereka, dan mereka pun mendapatkan imbalan atas apa yang mereka jelaskan kepada masyarakat itu.Contoh lain dari penakwilan ayat di atas yaitu di zaman sekarang banyaknya penegak hukum seperti hakim, jaksa, advokat dll yang seharusnya menegakkan kebenaran dan melantangkan kebenaran, namun fakta yang terjadi di lapangan adalah mereka menutupi kebenaran dan memutarbalikan fakta yang sebenarnya hanya demi kekuasaan maupun kesenangan dunia seperti uang (suap). Larangan menjual atau menukar ayat-ayat Allah Swt dengan harga sedikit tidak bisa dipahami sebagai kalau harganya mahal adalah boleh. Sebab, sekalipun perbuatannya itu dihargai dengan seluruh dunia dan segala isinya, semua itu tetap sedikit. Dunia dengan segala kesenangannya hanyalah seonggok perhiasan yang
24
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Penerjemah: Fathurroji dan Anshari Taslim, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Cet. 1, hal. 486
29
penuh tipuan. Apa yang ada di dunia akan lenyap sementara apa yang ada pada sisi Allah kekal. Dunia tidak ada artinya apa-apa jika dibandingkan dengan ampunan dan ridha Allah Swt yang salah satu wujudnya adalah surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Kunci agar seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan menjual ayatayat Allah dengan harga murah adalah betul-betul bertakwa kepada Allah Swt. B. Ujrah Atas Pengamalan Ayat Al-Quran 1. Pengertian Ujrah Al-Ijārahberasal dari kata al-ajru, yang arti menurut bahasanya ialah al„iwadh, arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti atau upah. Menurut MA. Tihami, al-ijārah(sewa-menyewa)
ialah
akad
(perjanjian)
yang
berkenaan
dengan
kemanfaatan (mengambil manfaat sesuatu) tertentu, sehingga sesuatu itu legal untuk diambil manfaatnya, dengan memberikan pembayaran (sewa) tertentu.25 Menurut Rachmat syafi‟i, ijārahsecara bahasa adalah menjual manfaat.26 Menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ijarāh, diantaranya ialah Menurut Hanafiyah
ٍْ ضَٛ اٌْ ََّٕبفِعِ ثِعٍََٝعَمْذٌ ع
27
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”
25
MA. Tihami, Kamus Istilah-istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, (Serang: Suhud Sentra Utama: 2003), hal. 35 26
Rachmat Syafi‟i, Fikih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 121
27
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya Pada LKS, hal. 155
30
Menurut Malikiyah, ijārahialah
َِْالْٛ ُثَعْطِ اٌْ َّْٕمَٚ ِِِٟ َ َِْٕفَعَخِ اال دٍَََٝخُ اٌزَعَبلِذُ ع١ِّ َْرس
28
“Namabagiakad-akaduntukkemanfataan bersifatmanusiawidanuntuksebagian yang dapatdipindahkan.”
yang
Menurut Syafi‟iyah, ijārahialah
ٍٍَُْْْٛضٍ َِعََٛاٌِْبثَبحَخِ ثِعٚ َِِْخٍ ُِجِبحَخٌ لَبثٍَِخٌ ٌِ ٍْجَزْيٍُْْٛدَحٍ َِعُٛ َِْٕفَعَخٍ َِمْصٍََٝعَمْذٌ ع
29
“Akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu. Menurut Sayid Sabiq, ijārahialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, ijārahialah akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Sedangkan dalam Peraturan Bank Indonesia, ijārahdidefinisikan dengan transaksi sewa-menyewa atas suatubarang dan atau upah-mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.30 Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat dipahami bahwa ijārahadalah menukarkan sesuatu dengan adanya imbalan. Dalam bahasa Indonesia berarti sewamenyewa dan upah-mengupah. Sewa-menyewa adalah menjual manfaat, dan upahmengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan.31
28 29
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,hal. 114 Rachmat Syafi‟i, Fikih Muamalah, hal. 122
30
Pasal 1ayat (10) Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005
31
Sohari Sahran dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah untuk Mahasiswa, hal. 168
31
2. Dasar Hukum Ijārah Dasar-dasar hukum atau rujukan ijārahadalah Al-Quran, Al-Sunnah dan AlIjma‟. Dasar hukum ijārahdalam Al-Quran adalah Artinya:“Jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (Q. S al-Thalaq: 6)
Artinya:“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kit), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Q. S al-Qashash: 26)
Artinya:“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q. S al-Baqarah: 233)
3. Rukun dan Syarat Ijārah Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijārahhanya ada dua, yakni ijāb dan kabul, dengan menggunakan kalimat al-ijārah, al-isti‟jar, al-iktira, dan al-ikra. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa rukun ijārahada empat, yaitu:32 a) „Āqid (Orang yang berakad), yaitu mu‟jir/muajir (orang yang menyewakan atau memberikan upah) dan musta‟jir (orang yang sesuatu atau yang menerima upah). b) Shigat akad, yaitu ijāb kabūl antara mu‟jir dan musta‟jir.
32
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, hal. 159
32
c) Ujrāh (upah). d) Ma‟qud „alaih/manfaah (manfaat/ barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan). Adapun yang menjadi syarat ijārahyang harus ada agar terpenuhi ketentuanketentuan hukum Islam, adalah: a) Syarat „āqid. Menurut ulama Hanafiyah, syarat untuk āqid (orang yang berakad) harus berakal dan mumayyiz, tidak disyaratkan harus baligh. Sedangkan ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ijārahdan jual beli, sedangkan baligh adalah syarat penyerahan. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mensyaratkan aqid harus mukallaf yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum dikategorikan ahli akad. Syarat selanjutnya adalah cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta) dan saling meridhai diantara kedua belah pihak. b) Sighat. Sighat adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik aset dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa. c) Ujrah (upah). Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu: a. Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak. b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijārah, seperti upah menyewa rumah dengan menempati rumah tersebut.
33
d) Ma‟qud „alaih Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan barang yang disewakan dengan beberapa syarat, yaitu: 1) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upahmengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya. 2) Hendaklah barang yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa). 3) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara‟, bukan hal yang diharamkan. 4) Benda yang disewakan disyaratkan kekal zatnya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad. 4. Upah atas pengamalan ayat-ayat Al-Quran Mengenai upah yang diberikan kepada orang yang melakukan suatu ibadah, diperselisihkan kebolehannya oleh para ulama karena berbedanya cara pandang terhadap pekerjaan-pekerjaan ini, sehingga berbeda pula pendapat mereka mengenai ketentuan hukumnya. Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa ijārah dalam perbuataan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji, atau membaca Al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu haram hukumnya. Ibadah yang dilakukan oleh seseorang, akan menjadi amal bagi orang yang melaksanakannya. Karenanya, dia tidak diperbolehkan mengambil upah atas ibadah yang dilakukannya dari orang lain.
34
Hal yang sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia, apabila seorang Muslim meninggal dunia, maka keluarganya memerintah kepada orang lain yang pandai membaca Al-Quran untuk membacakan Al-Quran di rumahnya atau di kuburan secara bergantian selama tiga malam bila yang meninggal belum dewasa, tujuh malam bagi orang orang meninggal yang sudah dewasa dan bahkan mencapai empat puluh malam, yang nantinya orang tersebut akan diberikan upah atas jasanya tersebut. Pekerjaan seperti ini batal menurut hukum Islam karena yang membaca AlQuran bila bertujuan untuk memperoleh harta maka tak ada pahalanya. 33 Menurut mazhab Hanbali, tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan seperti azan, iqamat, mengajar Al-Quran dll. Semua itu tidak dicatat kecuali sebagai ibadah orang yang mengerjakannya dan haram baginya mengambil upah atasnya. Namun demikian, diperbolehkan mengambil upah dari baitul mal atau dari wakaf atas amal yang manfaatnya dapat dirasakan orang banyak. Seperti pengadilan, pengajaran Al-Quran, perwakilan dalam haji dll. Karena semua ini terdapat kemaslahatan bersama. Ini bukanlah upah melainkan upaya untuk membantu pelaksanaan ibadah.34 Ulama yang berpendapat tidak boleh berpegang pada beberapa hadits nabi, diantaranya
33
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hal. 119
34
Al-Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, hal. 264
35
ْ َسَبسٍ ع٠َ ِْٓذِ ث١ِِ عَْٓ سَعِٜألْٔصَبس ٓ َ عجْذِ اٌ َشحَِّْٓ ثِْٓ َِعَّْشٍ ا َ ِْٓعجْذِ اٌٍَِٗ ث َ ََاٌَخُٛ ؼِٝعَْٓ َأث ُْٗجَٚ ِِٗ ثَٝ ْجزَغ٠ُ سٍَََُ َِْٓ رَعٍَََُ عِ ًٍّْب َِِّبَٚ ِْٗ١ٍََ اٌٍَُٗ عٍََٝيُ اٌٍَِٗ صُْٛشَحَ لَبيَ لَبيَ َسس٠ ُ٘ َشَِٝأث َِبَِخ١ََْ اٌْ ِمَٛ٠ ِجَٕخ َ ٌْ جِذْ عَشْفَ ا٠َ ٌَُْ َب١ْٔ تَ ثِِٗ عَشَظًب َِِٓ اٌ ُذ١ُِص١ٌِ َزَعٍََُُّٗ ِإال٠َ َجًََ الَٚ َاٌٍَِٗ عَّز 35 )دٚدٛاٖ اثٚ)س Artinya: “Dari Abi Thawalah ibn Abdi al-Rahman ibn Ma‟mari al-Anshari dari Sa‟id dari Yasar dari Abi Hurairah, telah berkata Rasulullah Saw,barang siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya untuk mencari ridha Allah Azza wa Jalla, kemudian dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta duniawi, maka dia tidak akan menemukan bau surga padahari kiamat.” (HR. Abu Daud)
ًَِْ٘عجَبدَحَ ثِْٓ اٌصَبِِذِ لَبيَ عٍََّْذُ َٔبسًب ِِْٓ أ ُ ََْٓدِ ثِْٓ ثَعٍَْجَخَ عْٛألس َ ٍ عَِٓ اٝس َ ُٔ ِْٓعجَبدَحَ ث ُ ٓ ْ َع َِٝب فْٕٙع َ َِِْٝأَسٚ ٍسَذْ ثَِّبي١ْ ٌَ ُسًب فَمٍُْذْٛ َُُْ لِِْٕٙ ًٌَُ َسجٌَِٝ إََٜاٌْ ِىزَبثَخَ فَأَْ٘ذٚ َْاٌصُفَخِ اٌْمُشْآ َبَِٙقَ ثََٛب فَمَبيَ إِْْ سَ َشنَ أَْْ رُؽْٕٙع َ ٍَََُسَٚ ِْٗ١ٍََ اٌٍَُٗ عٍََٝيَ اٌٍَِٗ صًُِٛ اٌٍَِٗ َفسَأٌَْذُ َسس١ِسج َ )ٗاٖ اثٓ ِبجَٚب(سٍَْْٙلًب ِِْٓ َٔبسٍ فَب ْلجَٛؼ
36
Artinya:“Dari „Ubadah ibn Nasa‟i dari Aswad ibn Ta‟labah dari „Ubadah ibn Shamit, berkata, aku mengajarkan Al-Quran dan menulis kepada orangorang dari ahlu Ash-Shufah (orang-orang miskin yang tinggal di teras masjid). Seseorang lelaki dari mereka kemudian menghadiahiku sebuah busur panah. Menurutku busur panah ini bukanlah harta, tetapi aku akan menggunakanya di jalanAllah. Aku kemudian menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw, lalu beliau bersabda: “Jika engkau ingin dibelenggudengan belenggu api, maka terimalah busur panah itu.” (HR. Ibnu Majah) Sementara para ulama mazhab Maliki, Syafi‟i dan Ibnu Hazm membolehkan pengambilan upah dari mengajarkan Al-Quran dan ilmu pengetahuan karena hal tersebut termasuk bagian dari suatu pekerjaan yang berhak untuk mendapatkan imbalan tertentu. Ibnu Hazm berkata, boleh memberi upah kepada seseorang untuk
35
Sulaiman bin Al-Asy‟as bin Syidad bin amar, Sunan Abu Daud, (Beirut, Dar al-Fikr, t.th), Juz. 11, hal 68, No. 3666 36
Abu abdillah muhammad bin yazid al-qazwayni, Sunan Ibnu Majah, ( Beirut: Dar al-Fikr, t.th), Juz. VI, hal. 41. No. 2241
36
mengajarkan Al-Quran dan ilmu pengetahuan, baik upah diberikan setiap bulan maupun saat itu juga. Ulama
yang
membolehkan
berpendapat
bahwasannya
pekerjaan
mengajarkan Al-Quran sama dengan pekerjaan yang lain.37 mereka berpedoman pada sebuah hadits
َٟظ ِ َذٍ س١ِ سَعَِٟوًِِ عَْٓ َأثَٛ اٌْ ُّزِٟ ِثشْشٍ عَْٓ َأثَِٟأَخَ عَْٓ َأثَٛ عُٛ إٌُعَّْبِْ حَ َذ َثَٕب َأثُٛحَ َذ َثَٕب َأث َ٘بُٚ سَفْشَحٍ سَبفَشِٟ ف:
ٍَََُسَٚ ِْٗ١ٍََ اٌٍَُٗ عٍََِٝ صٟصحَبةِ اٌ َٕ ِج ْ َعُْٕٗ لَبيَ أْؽٍََكَ َٔفَشٌ ِِْٓ أ َ ٌٍَُٗا
ُِذ١س َ َُُْ٘ ˛ فٍَُ ِذغُِٛف١ع َ ُ٠ َْْْا أَُُْٛ٘ ˛ فََأثُٛسزَعَبف ْ َبءِ اٌْعَشَةِ ˛ فَب١ح ْ ٍ ِِْٓ َأٟح َ ٍََٝا عٌَُٛ َّٔزَٝحز َ َزُُْ َ٘ؤٌَُبءِ اٌشَْ٘ػ١ْ ْ َأ َرٌَٛ : ُُُْْٙءٌ ˛ فَمَبيَ ثَعْعٟش َ ُُْٕٗفَع٠َ ْءٍ ˛ ٌَبٟش َ ًُِْا ٌَُٗ ثِىَِٛ ˛ َفسَعٟح َ ٌْ رٌَِهَ ا ِ َذَٔب١س َ ََِْب اٌشَْ٘ػُ إُٙ٠َب َأ٠ : اٌُُُْْٛ٘ فَمَبَْٛءٌ ˛ فََأرٟش َ ُِِْٙعْٕذَ ثَعْع ِ ََُْٛى٠ َْْا ˛ ٌَعٍََُٗ أٌََُٛٓ َّٔز٠ِاٌَز َُْ َٔع: ُُُْْٙءٍ ? فَمَبيَ ثَعْعٟش َ ِِْٓ ُُْعْٕذَ َأحَذٍ ِِْٕى ِ ًََْْٕٙفَعُُٗ ˛ ف٠َ ْءٍ ٌَبٟش َ ًَُِٕب ٌَُٗ ثِى١ْ سَ َعَٚ ˛ٌَُ ِذغ اٍَُٛ َرجْعَٝحز َ َُُْٔب ˛ فََّب َأَٔب ثِشَاقٍ ٌَىُِٛف١ع َ ُسزَعَ ْفَٕبوُُْ فٍََُْ ر ْ َاٌٍَِٗ ٌَمَذْ اٚ ٌََِْٓىٚ ˛ ِٟ ٌَأَسْلَِٟٔاٌٍَِٗ ِإٚ َِمْشَأُ )ا ٌْحَّْذُ ٌٍَِِٗ سَة٠َٚ ˛ ِْٗ١ٍََزْفًُِ ع٠َ َ فَبْٔؽٍََك. َُِٕعٍ ِِْٓ اٌْ َغ١ِ لَؽٍََُُْٝ٘ عٌََُٕٛب جُعًٍْب ˛ فَصَبٌَح ُُِْٞ اٌَزٍَُُْْْٙ٘ جُعَْٛفَٚ فَأ: َ لَبي. ٌََِب ثِِٗ لٍََجَخٚ َِٟ ّْش٠ ََٓ( فَىََأََّٔب ُٔشِػَ ِِْٓ عِمَبيٍ ˛ فَبْٔؽٍََك١ٌَِّاٌْعَب ٍَََٝ صَٟ اٌ َٕ ِجٟ َٔ ْأ ِرَٝحز َ اٍَُٛ ٌَب رَفْع:َٝ سَلِٞا˛ فَمَبيَ اٌَزُِّٛ ا ْلس:ُُُِْْٙٗ˛ فَمَبيَ ثَعْع١ٍََُُْ٘ عُٛصَبٌَح ٌٍَُٗ اٍََٝيِ اٌٍَِٗ صُٛ َسسٍََٝا عُِِٛ فَمَذ. َأُِْ ُشَٔب٠ وَبَْ ˛ َف َْٕٕظُشَ َِبِٞسٍَََُ َفَٕزْوُشَ ٌَُٗ اٌَزَٚ ِْٗ١ٍََاٌٍَُٗ ع اُِّٛ ا ْلس. ُُْص ْجز َ َلَذْ أ:) ََخ ؟( ثَُُ لَبي١َب سُ ْلَٙٔهَ َأ٠ُِذْس٠ ََِبٚ:) َا ٌَُٗ ˛ فَمَبيُٚسٍَََُ ˛ فَزَوَشَٚ ِْٗ١ٍََع ٌٍَِٗعجْذ ا َ ُٛ لَبيَ َأث. ٍَََُسَٚ ِْٗ١ٍََ اٌٍَُٗ عٍََٝيُ اٌٍَِٗ صُٛحهَ َسس ِع َ ًَّْب ( فَٙ َِعَىُُْ سٌِٟ اَُٛاظْ ِشثٚ 38
)ٖش٠ ٘شٛاٖ اثَٚزَا(سَِٙوًِِ ثَٛ ِثشْشٍ سَِّعْذُ َأثَب اٌْ ُّزَُٛلَبيَ شُ ْعجَخُ حَ َذ َثَٕب َأثٚ
Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu‟man telah telah menceritakan kepada kami Abu „Awanah dari Abu Bisyri dan Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa‟id radiallahu „anhu berkata: Ada rombongan orang dari sahabat Nabi SAW yang 37
Ibnu Rusyd, Bidāyatu Al-Mujtahid, penerjemah: Abdul Rasyid Shiddiq, (Jakarta: Akbar Media, 2013), cet.1, hal.389 38
Musa Syahin Lasyin, Taysīr Shahīh Al-Bukhari, Juz II, (Mesir: Dār al-thabā‟ah wa alnasyr al-Islāmiyyah, 2003), hal. 50-51
37
bepergian dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu perkampungan Arab, mereka meminta kepada penduduk setempat agar bersedia menerima mereka sebagai tamu penduduk tersebut, namun penduduk menolak. Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang, lalu diusahakan segala sesuatu untuk menyembuhkannya namun belum berhasil. Lalu diantara mereka ada yang brekata, coba kalian temui rombongan itu, semoga ada diantara mereka yang memiliki sesuatu. Lalu mereka mendatangi rombongan dan berkata: Wahai rombongan, sesungguhnya kepala suku kami telah digigit binatang dan kami telah mengusahakan pengobatannya namun belum berhasi. Apakah diantara kalian yang dapat menyembuhkannya?, maka berkata seseorang dari rombongan: Ya, demi Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidakberkenan maka aku tidak akan memjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca ( Alhamdulillah rabbil „alamin), seakan penyakit lepas dari ikatan tali padahal dia pergi tidak membawa obat apapun. Dia berkata: maka mereka membayar upah yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka berkata: Bagilah kambing-kambing itu! Maka orang yang mengobati berkata: Jangan kalain bagikan hingga kita temui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita. Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu mereka menceritakan peristiwa tersebut. Beliau berkata: Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa sebagai ruqyah (obat)? Kemudian Beliau melanjutkan: kalian telah melakukan perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku dalam sebagai orang yang menerima upah tersebut. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa. Abu 'Abdullah Al Bukhariy berkata, dan berkata, Syu'bah telah menceritakan kepada kami Abu Bisyir aku mendengar Abu Al Mutawakkil seperti hadits ini. (HR. Bukhori no. 2276)
Dasar hukum yang digunakan kelompok ini juga berupa qiyas terhadap (mengajarkan) shalat dan puasa, maka perlu diketahui bahwa analogi tersebut berupakan analogi yang rusak. Pasalnya analogi tersebut bertentangan dengan Nash. Lebih dari itu, diantara kedua hal itu (mengajarkan Al-Quran dan shalat, puasa) terdapat perbedaan. Sebab sholat dan puasa adalah ibadah yang dikhususkan bagi
38
orang yang melaksanakannya, sedangkan mengajarkan Al-Quran adalah ibadah yang dapat menjangkau selain orang yang mengajarkannya. 39 Berdasarkan hal ini, maka orang yang mengajarkan Al-Quran dan ilmu boleh mengambil upah, karena dia telah berusaha untuk mentransferkan pengetahuannya kepada murid, tidak ubahnya seperti mengajarkan untuk menulis Al-Quran. C. Gambaran Umum Mengenai Baitullah 1. Profil Kota Mekkah a. Posisi Mekkah al-Mukarramah Mekkah al-Mukarramah berada di bagian barat wilayah pemerintahan Arab Saudi yang berada di tanah Hijaz. Tepatnya di tengah lembah yang dikelililngi gunung-gunung di sekitarnya yang melingkari Ka‟bah. Kawasankawasan yang rendah di sekitar Mekkah disebut dengan al-Batha‟. Sedangkan bagian timur Masjidil Haram disebut dengan Ma‟la, bagian barat dan selatan disebut dengan Mislafah. Mekkah memiliki pintu masuk utama yaitu Ma‟la, Mislafah dan Syakibah. Secara ilmu falak, Mekkah berada pada derajat 19, 25, 21 lintang utara; 46, 49 dan 39 lintang timur; dan berada padaketinggian 300 meter di atas laut. Mekkah sendiri merupakan pusarnya bumi.40
39
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, penerjemah: Faturrahman dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), hal. 739 40
Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Sejarah Kota Mekah Klasik dan Modern, ( Jakarta: Akbar Media Ek Sarana, 2003), hal. 7
39
Allah telah memilih Mekkah sebagai tempat bangunan rumah-Nya dan tempat kelahiran nabi Muhammad sebagai nabi penutup dari semua nabi. Allah telah menjadikan Mekkah sebagai tempat beribada hamba-hambanya, dan mewajibkan mereka untuk datang ke tempat itu baik yang berada dekat maupun jauh. Selain itu, Allah akan mengampuni dosa-dosanya siapa saja yang datang dan berdoa disana. Tidak ada satu tanah pun di muka bumi yang wajib didatangi oleh orang yang mampu, kecuali Mekkah. Allah telah mensyariatkan pada manusia untuk berthawaf di Baitullah dan tidak mewajibkan hal itu di tempat lain. Disebutkan bahwa di sana terdapat tempat-tempat yang doa-doa lebih gampang dikabulkan, ketergelinciran diampuni, kesalaha-kesalahn dihapuskan, dan disingkapkan semua kesulitan-kesulitan. Kota Mekkah erat hubungannya dengan pembangunan Ka‟bah. Sebelum Islam, kota tersebut lebih dikenal dengan nama Bakkah. Adapun bangunan yang berada ditempat itu disebut dengan Ka‟bah.Jadi, penyandangan nama Mekkah terhadap tempat itu jelas setelah Islam turun.41 Kota Mekkah banyak disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur‟an, diantaranya adalah Artinya: “Dan demi kata (Mekkah) ini yang aman.” Q. S at-Tin: 3
41
Muhammad Abdul Hamid Asy-Syarqawi & Muhammad Raja‟i Ath-Thahlawi, Ka‟bah Rahasia Kiblat Dunia, penerjemah: Luqman Junaidi & Khalifurrahman Fath, (Jakarta: Hikmah, 2009), cet. 1, hal. 12
40
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia, adalah Baitullah yang di Bakkah (Mekah), yang diberkahi.” (Q.s ali-Imran: 96)
Diantara keutamaan-keutamaan Mekah ialah karena Allah telah memilihnya sebagai tempat dibangunnya Rumah Allah (Baitullah), kota kelahiran dan kenabian Muhammad, penutup para rasul, tempat beribadah hamba-hambanya serta adanya kewajiban bagi mereka untuk mwngunjungi baik yangd ekat maupun yang jauh, dan tempat yang dimaksudkan untuk menghapus dosa-dosa masa lalu. b. Tempat-tempat Mustajāb di Mekkah 1) Multazam Ada beberapa faktor yang menyebabkan Multazam menjadi tempat yang mustajāb. Pertama adalah faktor nabi Ibrahim, dan yang kedua adalah faktor Hajar Aswad, dan yang ketiga adalah faktor jutaan manusia yang berthawaf mengitari Ka‟bah.42 Nabi Ibrahim merupakan salah satu faktor penyebab Multazam sebagai tempat yang mustajāb. Karena nabi Ibrahim adalah orang yang membangun Ka‟bah bersama nabi Ismail. Dan Nabi Ibrahim adalah manusia yang memiliki energi positif luar biasa besar yang kemudian menular keseluruh karya-karyanya. Sebagaimana dikatakan Allah dalah firmannya
42
Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka‟bah, (Surabaya: PADMA Press, 2003), hal. 139
41
Artinya:“Dan ingatlah hamba-hamba kami, Ibrahim, Ishak, dan Ya‟kub yang mempunyai karya-karya besar dan ilmu pengetahuan (visi) yang jauh ke depan.”(Q. S Shaad: 45)
Faktor lainnya adalah Hajar Aswad. Hajar Aswad merupakan batu yang berwarna hitam, ia ditempatkan disebuah lubang di salah satu pojok bangunan Ka‟bah. Batu hitam ini, oleh Nabi Ibrahim bersama nabi Ismail dijadikan sebagai salah satu bagian dari batu pondasi Ka‟bah. Batu meteor ini menjadi bagian dari karya nabi Ibrahim, maka batu yang memiliki konduktifitas elektromagnetik sangat tinggi itu menjadi sangat besar peranannya. Lebih dari itu, batu hitam itu juga diletakkan pada lokasi yang dipilih oleh Allah untuk bisa membangkitkan energi yang besar, yaitu diatas pondasi Ka‟bah. 43 Energi yang dipancarkan oleh nabi Ibrahim sepanjang interaksinya pada waktu itu tersimpan di sistem bangunan Ka‟bah. Apalagi pada saat usai membangun Ka‟bah, beliau berdoa memohon dikabulkan atau diterima peribadatan mereka. Disinilah Hajar Aswad berfungsi sebagai “pintu masuk” dan
keluarnya
energi
Ka‟bah,
karena
ia
memiliki
daya
hantaran
elektromagnetik yang sangat tinggi. Energi Ka‟bah mengalir deras dari bagian ini menyinari orang-orang yang berada disekitarnya. Meskipun energi itu juga memancar dari bagian-bagian Ka‟bah lainnya, akan tetapi yang paling besar adalah dari Hajar Aswad. Disitulah letaknya Hajar Aswad. 44 43 44
Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka‟bah, hal. 140 Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka‟bah, hal. 141
42
2) Maqam Ibrahim Seorang tokoh tabi‟in bernama Hasan al-Bashri dalam kitab Hujjajtullah” mengatakan: ”sesungguhnya Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Agung mengabulkan doa di lima belas tempat. Satu diantaranya ialah di belakang Maqam Ibrahim. Para ulama fiqih sepakat, bahwa sunah hukumnya berdoa di belakang maqam Ibrahim sesudah menunaikan shalat dua rakaat thawaf, karena Maqam Ibrahim adalah tempat mustajāb untuk berdoa. Dan orang boleh berdoa memohon apa saja yang diinginnya, baik berupa kebijakan dunia maupun akhirat. Tetapi yang laing utama ialah berdoa dengan menggunakan doa-doa mt‟tsu, yakni doa yang bersumber dari Rasulullah Saw. 45 3) Hijir Ismail Hijir Ismail merupakan bagian dari Ka‟bah. Hijir Ismail adalah bangunan terbuka, berbentuk setengan lingkaran yang berada di sebelah barat sisi ka‟bah. Disebut Hijir Ismail karena merupakan tempat berteduhnya nabi Ismail as. dan ibunya Siti Hajar, dan keduanyapun dimakamkan disini. Tempat yang terletak antara rukun syamin dan rukun iraqi ini dipercaya sebagai tempat yang mustajāb untuk berdoa.46
45
Said Bakdasy, Keutamaan Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim, alih bahasa: Abdul Rasyid Shiddiq (Jakarta: Misaka Galiza, tth), hal.100-101 46
http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/5-tempat-mustajab-di-mekkah-danmadinah.htm. Diakses pada 26 Agustus 2016, pukul 15.05
43
Selain tempat-tempat diatas, sebenarnya masih banyak tempat-tempat mustajāb di Mekkah diantaranya yaitu di bukit Safa dan Marwah, Telaga Zamzam, PadangArafah, Muzdalifah, Jabal Rahmah dan Mina serta Raudhah yang berada di Masjid Nabawi Madinah. Keberadaan makanul mustajāb itu, melengkapi waktu-waktu mustajāb untuk berdoa dimana saja. Seperti pada sepertiga malam, antara azan dan iqamat, setelah shalat fardlu, ketika berpuasa dll. Orang yang berdoa pada waktu yang tepat, apalagi ditempat-tempat yang tepat (Mustajāb), maka kemungkinan besar doanya akan dikabulkan.47 Dari beberapa sumber diatas, dapat dikatakan bahwasannya Mekkah dan Madinah merupakan tempat-tempat terbaik di dunia untuk memanjatkan doa memohon kepada Sang Maha Penguasa. Tidak heran jika di tempat-tempat tersebut selalu berdatangan orang-orang mukmin dari seluruh dunia pada setiap harinya, khususnya di musim haji dan umroh ataupun ketika datang bulan Ramadhan. Karena di Baitullah, doa seorang hamba akan langsung sampai kepada Sang Maha Mendengar tanpa adanya penghalang apapun. Ini dikarenakan Baitullah merupakan tempat suci dan tempat yang sangat disucikan di bumi. Tersampainya doa seorang hamba tanpa adanya penghalang bukan berarti apapun doa yang dipanjatkan akan langsung dikabulkan oleh Sang Maha 47
http://www.al-utsmaniyah-tours.com/berita-168-tempattempat-mustajab-di-masjidilharam.html. Diakses pada 26 Agustus 2014, pukul 15.25
44
Pengabul doa. Terkadang doa yang dipanjatkan akan ditunda terlebih dahulu pemakbulannya. Dan yang perlu diperhatikanketika akan memanjatkan doa di Baitullah untuk senantiasa memanjatkan doa-doa yang yang tidak menyimpang dari ajaran syariat Islam, seperti berdoa untuk kemaksiatan, ataupun berdoa untuk menjatuhkan orang lain. Doa yang dipanjatkan harus senantiasa mengandung unsur kebaikan bagi dirinya, terlebih lagi kepada keluarganya dan seluruh umat muslim di dunia.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KOMUNITAS SEDEKAH HARIAN
A. ProfilkamunitasSedekah Harian. Kamunitas sedekah harian merupakan sebuah komunitas yang dilandasi oleh rasa ingin mencari ridho Allah Swt dengan cara bersedekah yang tak hanya dalam bentuk donasi uang semata, namun juga bersedekah dalam bentuk kegiatan sosial seperti membuka rumah belajar, memberi semangat orang-orang yang sedang tertimpa musibah, hingga hal yang terkecil seperti mengingatkan akan kebaikan dan saling mendoakan.1 Komunitas Sedekah Harian adalah gerakan sederhana untuk menjadi bagian dari solusi bangsa. Komunitas ini merupakan sebuah komunitas Online yang berharap bermanfaat di dunia online (dunia maya) dan offline ( dunia nyata). Komunitas ini berdiri dilatarbelakangi dari ketidaksengajaan Abdul Azis (Presiden Komunitas sedekah harian)dan Edisman Adiguna (CEO Komunitas sedekah harian) ketika sedang bergulat dengan dunia maya. Pada saat itu, mereka mengetahui bahwa jumlah penduduk Indonesia pada periode 31 Desember 2010 berjumlah 259.940.857 jiwa (kompas.com). Sedangkan pengguna internet sebanyak 62.9 juta orang dengan rincian pengguna facebook 47 juta orang, penggunatwitter
1
Http://www.komunitas-sedekah-harian.co.id. html, diakses pada 12 Maret 2014, pukul
13.20
45
46
19.7orang dan budget belanja online adalah Rp. 150 ribu rupiah perharinya. (dailysocial.net).2 Saat itulah terpikirkan bagaimana jika 1% pada masyarakat Indonesia bersedekah sebanyak Rp 1.000,- (seribu rupiah) pada setiap harinya?. Jika dikalkulasikan dalam sebulan saja, maka akan memperoleh jumlah yang tidak sedikit. Dengan jumlah uang tersebut, dapat membantu masyarakat miskin di Indonesia yang mencapai 29.132.400 atau 11.96 jiwa di desa maupun kota (presentase oleh Badan Pusat Statistik).3 Dengan semua ketidaksengajaan itu, terbentuklah Komunitas sedekah harian. Di masa-masa awal, komunitas ini hanya beroperasi di dunia maya. Dan dari dunia maya jugalah mereka mendapatkan donatur yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat yang sama-sama peduli terhadap orang-orang miskin.4 Sama-sama mempunyai visi dan misi yang sama dalam merubah pola hidup masyarakat Indonesia, mereka berusaha untuk mengembangkan komunitas ini dengan cara tidak hanya aktif di dunia maya tetapi juga aktif di dunia nyata. Alhasil hingga sekarang, komunitas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat bukan hanya di dunia maya melainkan juga di dunia nyata.5
2
Http://www.dailysocial.net. Html, diakses pada 20 Nopember 2014 pukul 23.04
3
Http://www.bpd.go.id/beritasatu.com/nasional/193810-bps-maret-2014-jumlah-pendudukmiskin-indonesia-capai-28-juta.html, diakses pada 20 Nopember 2014, pukul 13.45 4
Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
5
Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
47
Komunitas ini telah mempunyai donatur tetap yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat, baik dari kalangan menengah hingga kalangan elit. Dan salah satu donatur tetap komunitas ini adalah siswa-siswa sekilah dasar (SD) yang berada di kepulauan jawa. Komunita sedekah harian hingga saat ini telah melakukan berbagai program yang bertujuan untuk membantu masyarakat Indonesia yang hidup dengan segala keterbatasan dan kekerungan, yang tidak hanya berada di Jakarata dan sekitarnya, melainkan juga yang berada di wilayah luar Jakarta seperti Medan, Bogor, Surabaya, Tangerang, Bekasi, Depok, Malang dan juga Papua. Komunitas sedekah harian telah mempunyai beberapa jaringan yang tersebar di luar pulau jawa, dan telah melakukan berbagai kegiatan guna membantu dan meringankan permasalahan kemiskinan yang hingga saat ini belum bisa diselesaikan oleh pemerintahan Indonesia.6 Kegiatan dan program sedekah harian, yang telah dilaksanakan diantaranya yaitu Sebar seribu nasi bungkus. Program ini merupakan sebuah kegiatan berbagi nasi kepada para pahlawan jalanan seperti tukang parkir, penyapu jalanan, pemulung dll. Kegiatan ini telah menyebarkan kurang lebih 2400 nasi bungkus yang tersebar ke Medan, Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, Malang dan Surabaya.
6
Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
48
Program lainnya yaitu sedekah harian peduli bencana. Program ini merupakan sebuah program aksi tanggap darurat ke daerah bencana. Seperti banjir dan kebakaran di Jakarta, tanah longsor dan berbagai macam bencana yang terjadi di Indonesia. bahkan, hingga sampai ke luar negeri seperti mengirimkan bantuan ke Rohingya dll.7 Rumah
belajar
sedekah
harian,
merupakan
salah
satu
program
komunitassedekah harian yang bergerak di bidang pendidikan. Ini merupakan sebuah program yang menitikberatkan kepada pembekalan keterampilan untuk siswa SMP dan SMA. Keterampilan yang diajarkan di rumah pintar diantaranya yaitu merakit komputer, sablon, memasak, kemampuan bahasa dll, yang kesemuanya merupakan keterampilan yang tidak diajarkan di sekolah formal. Tujuan dari program rumah belajar ini yaitu untuk memberikan pembekalan terhadap anak-anak yang kurang mampu, yang nantinya ketika mereka dewasa telah mempunyai berbagai keterampilan yang dapat dimanfaatkan oleh mereka agar bisa bersaing dengan ketatnya persaingan di dunia kerja.8 Komunitas sedekah Harian juga membantu pengusaha kecil agar dapat terus mengembangkan usahanya, dengan mendirikan program Bantu usaha bagi pengusaha kecil. Selain itu masih banyak juga program-program yang dijalankan oleh komunitas
7
Http://mail.google.com, Presentasi Profil Komunitas Sedekah Harian dalam Presentasi Seminar Kepenulisan, diunduh pada 17 Juni 2014 Pukul 14.17 WIB 8
Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
49
sedekah harian yang kesemuanya bertujuan untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih maju di masa akan datang. 1. Visi dan Misi Visi dari Komunitas Sedekah Harian adalah “Dapat menjadi jembatan bagi siapa saja dalam hal kebaikan. Maksudnya adalah komunitas sedekah harian ini ingin menjadi perantara bagi siapa saja yang mempunyai kelebihan harta dan ingin menyalurkan bantuannya kepada orang-orang yang kurang mampu. Sehingga nantinya dapat mengurangi angka kemiskinan yang ada di Indonesia. 9 Adapun misi dari kamunitassedekah harian diantaranya yaitu: a. Mengoptimalisasiseluruh
elemen
penggiat
sosial
dengan
program
pemberdayaan secara terpadu. b. Mendukung
realisasi
tercapainya
“Sasaran
Pembangunan
Millenium
Development Goal’s” (MDGs). c. Konsisten dalam Kampanye #Sedekah Sehari Seribu. d. Bersinergi kebaikan dengan berbagai kelompok/komunitas masyarakat. e. Menjadi pelayan donatur dan yang membutuhkan. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas sedekah harian seperti yang telah dijelaskan diatas, sebenarnya merupakan sebagian program yang dilakukan oleh komunitas ini dalam membantu pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia ke level yanglebih baik. 9
14.15
Http://www.komunitas-sedekah-harian.co.id. html,diakses pada 12 Maret 2014, pukul
50
Komunitas sedekah harian masih merupakan sebuah komunitas kecil dengan tujuan yang sama seperti lembaga-lembaga sosial lainnya di Indonesia. namun semangat dan kerja keras anggota ini telah membuahkan hasil di berbagai bidang seperti yang telah dipaparkan di atas. Sebagai salah satu bagian dari bangsa Indonesia, sudah sepatutnya kita untuk bersama-sama dengan pemeritah menjalankan kegiatan-kegiatan yang pro terhadap rakyat miskin guna mencapai kesejahteraan dalam kehidupan sebagaimana yang dituangkan dalam tujuan dari Undang-undang dasar Negeri Republik Indonesia tahun 1945, yang terdapat dalam alinea ke empat yaitu “Melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” B. Gambaran Umum Program Titip Doa di Baitullah 1. Latar Belakang Program Titip Doa di Baitullah Bermula dari ide presiden komunitas sedekah harian untuk membuat sebuah program yang dapat menarik donatur untuk bersedakah di komunitas sedekah harian, maka dibuatlah program titip doa di baitullah yang bekerjasama dengan salah satu dewan penasihat komunitas sedekah harian yakni Ahmad Ghozali yang saat itu sedang umroh di Mekkah.10
10
Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014
51
Tujuan dari program ini yaitu untuk menggairahkan orang-orang muslim untuk bersedekah. Karena dengan bersedekah, kita dapat membantu orang-orang yang hidup dalam kekurangan baik yang ada disekitar kita maupun yang berada jauh dari pandangan kita.11 Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memfasilitasi orang-orang yang ingin berdoa di Baitullah namun tidak bisa berangkat ke Mekkah. Dengan adanya program ini, diharapkan dapat membantu keinginan orang-orang yang ingin berdoa di depan Ka’bah, dengan cara di doakan oleh dewan pembina komunitas sedekah harian yang sedang umrāh. Sebagaimana diketahui, bahwa Baitullah merupakan tanah haram yang sangat disucikan oleh umat Islam. Disebutkan bahwa di sana terdapat tempat-tempat yang doa-doa lebih gampang dikabulkan, ketergelinciran diampuni, kesalahankesalahan dihapuskan, dan disingkapkan semua kesulitan-kesulitan. Allah telah memilih Mekkah sebagai tempat bangunan rumah-Nya dan tempat kelahiran nabi Muhammad Saw sebagai nabi penutup dari semua nabi. Allah telah menjadikan Mekkah sebagai tempat beribadah hamba-hambanya, dan mewajibkan mereka untuk datang ke tempat itu baik yang berada dekat maupun jauh. Karena itulah, banyak umat Islam yang berlomba-lomba untuk berangkat ke Baitullah agar dapat berdoa di Mekkah. Karena sebagaimana yang diketahui, di Mekkah terdapat banyak tempat-tempat yang dimustajabkan doanya oleh Allah Swt. 11
https://id.berita.yahoo.com/penjelasan-atas-program-titip-doa-020858195.html,
pada 5 Agustus 2014, pukul 12.40
diakses
52
Dan kapanpun ketika berdoa di Mekkah akan diijabahkan oleh Allah, karena waktu di Mekkah keseluruhannya merupakan waktu yang mustajab. Program titip doa di Baitullah ini direncanakan akan dijalankan pada tanggal 31 Desember 2013 hingga 7 Januari 2014, sesuai dengan jadwal umroh Ahmad Ghazali. Namun karena menuai berbagai respon yang negatif, akhirnya program ini dihentikan pada tanggal 2 Januari 2014 oleh pihak komunitas sedekah harian agar tidak menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan di tengah umat Islam. Karena sejak program ini di keluarkan oleh komunitas sedekah harian, kritikan yang masuk lebih banyak yang bersifat negatif dari pada positif.12 2. Visi dan Misi Program Titip Doa di Baitullah Harta adalah salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Dan Allah tidak membagi harta kepada semua manusia dengan bagian yang sama. Ada orang yang mendapatkan bagian yang banyak dan ada yang mendapatkan bagian yang sedikit. Semua itu semata-mata hanya untuk menguji manusia apakah jika ia diberi harta yang banyak akan bersyukur ataukah tidak. Dan apakah jika ia diberi harta sedikit apakah akan bersabar ataukah tidak.13 Salah satu cara mensyukuri nikmat Allah Swt adalah dengan mengeluarkan sebagian hartanya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Islam adalah agama yang rahmatan li al-„alamin yang artinya sebagai pembawa rahmat bagi alam 12
Wawancara dengan Abdul Azis, pada 20 Mei 2014
13
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-sedekah-html, diakses pada 20 Agustus
pukul 10.25
53
semesta. Karena itu, Islam bukan hanya mengajarkan bagaimana seorang muslim itu berhubungan dengan Tuhannya, akan tetapi, islam juga mengajarkan bagaimana berhubungan baik dengan keluarganya, tetangganya, dan masyarakatnya. Rasa empati sosial dalam ajaran agama Islam bukan hanya dalam wacanawacana kosong yang tanpa aplikasi. Akan tetapi, rasa empati sosial dalam Islam diwujudkan dengan tindakan-tindakan nyata, bukan sekedar pengakuan. Oleh karena itu, orang yang mengaku bertakwa ditantang oleh Allah untuk melakukan perbuatan sebagai bukti keimanan, keislaman, dan ketakwaannya.14 Salah satunya yaitu dengan bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkannya. Dalam Al-quran Allah berfirman: Artinya: “Kitab (Al-Quran) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah: 2-3).
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa menafkahkan rejeki adalah termasuk tanda-tanda ketakwaan. Dalam ayat di atas disebutkan menafkahkan sebagian rejeki adalah memberikan sebagian dari harta yang telah direzekikan oleh Tuhan kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
14
pukul 10.25
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-sedekah-html, diakses pada 20 Agustus
54
Islam memandang bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya. Dan pada saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu. Setiap makhluk memiliki rizki-nya masing-masing, sehingga mereka tidak akan kelaparan.15 Dalam perspektif Islam, kemiskinan timbul karena berbagai sebab struktural. Pertama, kemiskinan timbul karena kejahatan manusia terhadap alam, sehingga manusia itu sendiri yang kemudian merasakan dampak-nya. Kedua, kemiskinan timbul karena ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya, sehingga si miskin tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan. Ketiga, kemiskinan timbul karena sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitatif, dan menindas kepada sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang batil, memakan harta anak yatim, dan memakan harta riba. Dalam agama Islam, kita memiliki beberapa prinsip-prinsip terkait kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan bagi program pengentasan kemiskinan dan sekaligus penciptaan lapangan kerja. Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth).16
15
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan,
diakses
pada
20
diakses
pada
20
Agustus pukul 08.20 16
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan,
Agustus pukul 08.20
55
Islam mencapai pro-poor growth melalui dua jalur utama, yaitu pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor riil. Pelarangan riba secara efektif akan mengendalikan inflasi sehingga daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas perekonomian tercipta. Pada saat yang sama, Islam mengarahkan modal pada kegiatan ekonomi produktif melalui kerjasama ekonomi dan bisnis seperti mudharabah, muzara’ah, dan musaqat. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara sektor riil dan moneter sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara berkesinambungan. Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak kepada kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik.17 Di dalam Islam, anggaran negara adalah harta publik sehingga anggaran menjadi sangat responsif terhadap kepentingan orang miskin, seperti menyediakan makanan, membayar biaya penguburan dan utang, memberi pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial, dan beasiswa bagi yang belajar agama. Islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin (pro-poor income distribution). Terdapat tiga instrument 17
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan,
Agustus pukul 08.20
diakses
pada
20
56
utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak atau sedekah, dan wakaf.Islam mengatur bagi setiap orang yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi milik-nya. Dan bagi siapa saja yang menelantarkan tanahnya, maka negara berhak mengambilnya untuk kemudian memberikan kepada orang lain yang siap mengolah-nya. Dengan penerapan zakat, infak atau sedekah dan wakaf, maka tidak akan ada konsentrasi harta pada sekelompok masyarakat.18 Zakat, infak atau sedekah dan wakaf juga memastikan bahwa setiap orang akan mendapat jaminan hidup minimum sehingga memiliki peluang untuk keluar dari kemiskinan. Lebih jauh lagi, untuk memastikan bahwa harta tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Zakat, infak atau sedekah dan wakaf dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong masyarakat agar rajin bekerja, menciptakan hubungan yang dinamis antara si kaya dengan si miskin dan menjauhkan kesenjangan di antara keduanya serta menjadi pilar kekuatan ekonomi Islam sekaligus menyelesaikan problematika umat Islam.19 Dari semua itulah, maka komunitas sedekah harian membuat program titip doa baitullah ini dengan visi dan misi yaitu untuk mengajak masyarakat Indonesia
18
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan,
diakses
pada
Agustus pukul 08.20 19
http://www.google.com/url/manfaat-zakat.html, diakses pada 20 Nopember 2014
20
57
untuk lebih giat lagi dalam bersedekah. Diharapkan dengan banyaknya orang yang bersedekah, bisa membantu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Selain itu, sebenarnya manfaat terbesar dari zakat, infak atau sedekah dan wakaf bukanlah untuk orang yang menerimanya, namun lebih besar manfaatnyabagi orang yang mengeluarkannya. Orang yang mengeluarkan sedekah mendapatkan banyak manfaat, diantaranya yaitu memperoleh Cinta Allah Dan Cinta Sesama Manusia. Orang dermawan dicintai dekat kepada Allah, dekat kepada manusia, dekat kepada surga, dan jauh dari neraka. Orang yang pelit jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat kepada neraka.20 Perintah Allah kepada kita untuk bersedekah sudah sangat jelas, baik yang disebutkan dalam Al-Quran maupun hadits qudsi. Pada hakikatnya orang yang bersedekah menjadi wakil Allah dalam mengasihi hamba-hamba-Nya. Keutamaankeutamaan dan pahala-pahala sedekah sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadist. Karena itu, salah satu langkah jitu untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah adalah dengan cara mengasih sesama manusia. Salah satu cara mengasihi sesama manusia adalah dengan bersedekah kepada mereka. Sebagaimana dalam sebuah kisah, disebutkan ada seorang sufi yang bermimpi melihat catatan orang-orang yang mencintai Allah. Namunsayang, ternyata ia tidak mendapatkan namanya tercantum di sana. Kenyataan pahit itu tidak membuatnya putus asa. Ia berkata, “Mungkin untuk disebut sebagai orang yang 20
pukul 10.25
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-dedekah-html, diakses pada 20 Agustus
58
mencintai Allah aku belum pantas. Karena itu, lebih baik aku mencintai sesama manusia saja.” Pada malam yang lain ia kembali bermimpi bisa melihat catatan orang-orang yang mencintai sesama manusia saja.” Pada malam yang lain ia kembali bermimpi bisa melihat catatan orang-orang yang mencintai Allah. Anehnya, namanya ada di barisan paling atas. Ternyata perbuatan cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia bisa menjadikan sebab seseorang dicintai oleh Allah.21 Selain kecintaan kepada Allah, orang yang suka bersedekah akan mendapatkan kecintaan dari sesama manusia. Sudah menjadi tabiat manusia untuk ingin diperhatikan, dimengerti, dan dibantu. Sedekah adalah salah satu bentuk empati sosial. Orang yang memiliki memberi apa yang dimilikinya kepada orang yang memerlukan. Tidak disangsikan lagi, bahwa setiap orang yang diberi suatu kenikmatan pasti ia akan merasa senang dengan pemberinya. Dengan kita rajin melakukan sedekah, Insya Allah akan menjaga lahir batin kita. Selain itu, manfaat sedekah yang terbesar bagi orang yang mengeluarkannya yaitu mensucikan jiwanya. Cinta dunia adalah kotoran yang menempel dalam jiwa manusia. Salah satu bentuk cinta dunia adalah mencintai harta yang berlebihan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q. S al-Fajr: 20 21
pukul 10.25
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-dedekah-html, diakses pada 20 Agustus
59
Artinya: “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” Dalam ayat lain Allah juga berfirman
Artinya: “Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. (QS Al Humazah: 1-2) Sifat bakhil adalah kotoran yang menodai jiwa. Kotoran itu harus disucikan. Cara mensucikannya adalah menanam sifat pemurah dengan cara senang bersedekah. Insya Allah dengan rajin sedekah kotoran yang berupa sifat kikir tersebut akan hilang. Dan jika hati dan jiwa sudah bersih, maka kita akan merasa mendapat kelapangan dan kemudahan untuk beribadah kepada Allah. Manfaat lainnya yaitu, membawa berkah bagi hartanya dan menyuburkan harta orang yang bersedekah. Sebagaimana janji Allah Swt dalam Q. S al-Baqarah: 276
Artinya:“Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS Al-Baqarah: 276). Dalam ayat lain, Allah juga berfirman
Artinya:“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al Baqarah: 261)
60
Pada dasarnya tidak ada larangan untuk meminta didoakan oleh orang lain, begitu juga dengan meminta sedekah dari orang lain. Namun ada cara-cara tertentu yang harus diperhatikan dalam menjalani dua aktifitas ini. Bahkan Rasulullah Saw bersabda:
ْعبْذُ الْوَِلكِ بْيُ َأبِى سَُليْوَاىَ عَي َ خبَ َرًَا عِيسَى بْيُ يًُُْسَ حَ َذ َثٌَا ْ سحَاقُ بْيُ ِإبْرَاُِينَ َأ ْ حَ َذ َثٌَا ِإ ُحخََُ الذَرْدَاءُ قَالَ قَذِهْج ْ عبْذِ اللََِ بْيِ صَفَْْاىَ َّكَاًَجْ َح َ َُأبِى ال ُّز َبيْرِ عَيْ صَفَْْاىَ ََُُّْ ابْي َالّشَامَ فََأ َحيْجُ َأبَا الذَرْدَاءِ فِى َهٌّْزِلَِِ فَلَنْ َأجِذٍُْ َّ َّجَذْثُ أُمَ الذَرْدَاءِ فَقَالَجْ َأحُرِيذُ ا ْلحَّجَ الْعَام ُ دَعَْْة: ُصلى اهلل عليَ ّسلن كَاىَ يَقُْل- َخيْرٍ فَإِىَ ال ٌَ ِبى َ قَالَجْ فَا ْدعُ اللَََ َلٌَا ِب.ْفَقُلْجُ ًَعَن ٍخيْر َ ألخِيَِ ِب َ عٌْذَ رَ ْأسَِِ هََلكٌ هَُْكَلٌ كُلَوَا دَعَا ِ ٌس َخجَابَت ْ ألخِيَِ بِظَِْرِ الْ َغيْبِ ُه َ ِالْوَرْءِ الْ ُوسْلِن 22 )(رّاٍ هسلن. ٍقَالَ الْوََلكُ الْوَُْكَلُ بَِِ آهِييَ ََّلكَ بِ ِوثْل Artinya:“Telah bercerita kepada kami Ishak bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami Isa bin Yusuf. Telah bercerita kepada kami Isa bin Yunus, telah bercerita kepada kami Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Abi Zubair dari Shafwan, dia adalah anaknya Abdillah bin Shafwan.Dari Ummu Darda‟ dan Abu Darda‟ Radhiyallahu „anhuma bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu."(HR. Muslim)
Dalam hadits diatas, Rasulullah Saw berkata bahwa doa yang dipanjatkan seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuan (orang yang didoakan adalah doa yang mustajab, karena malaikat akan mengaminkan doa tersebut dan mendoakan orang yang berdoa tersebut seperti doa yang dia panjatkan untuk saudaranya). Meminta didoakan orang lain setelah memberikan sedekah sebenarnya adalah hal yang boleh, namun lebih utamanya lagi jika bersedekah secara tulus tanpa 22
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-afāq: t.th), juz. 8, hal. 86
61
meminta balasan berupa doa dari mereka. Kalaupun ingin didoakan, tidak harus diawali dengan sedekah agar tidak ada kesan memberi dengan mengharapkan pamrih. Terlebih lagi jika meminta bayaran dengan harga tertentu baru kemudian akan mendoakan orang yang memberi imbalan tersebut, jelas ini tidak diperbolehkan dalam agama Islam karena akan mencerminkan nilai ketidakikhlasan dalam membantu orang lain. Selain itu, bersedekah dan berdoa sendiri merupakan ibadah yang berisi banyak kebaikan dan keutamaan. Selain untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt, mengangkat derajat orang yang berdoa dan bersedekah di mata Allah Swt dan memberikan pahala yang besar, sedekah dan doa juga bisa melindungi pelakunya dari bencana, mendatangkan keberkahan dalam hidupnya, dan juga akan menjadi jalan menuju ke surga bagi siapun yang menjalankannya.
BAB IV KAJIAN TERHADAP PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH
A. Hukum Titip Doa Dengan Upah Manusia, betapapun kuatnya tetap saja adalah makhluk lemah yang memiliki ketergantungan. Manusia memiliki naluri cemas dan mengharap. Naluri itu tidak dapat dielakkannya. Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa bersandar kepada makhluk, betapapun kuat dan berkuasanya, sering kali tidak membuahkan hasil. Setelah terbukti ketidakmampuan makhluk yang diandalkan untuk memenuhi harapan atau menangkal kecemasan, naluri tersebut tidak pupus, karena ketika itu diakui sebelumnya atau tidak manusia tadi mengadah kepada sumber yang dirasakannya pada lubuk hatinya yang terdalam. Dia menengadah ke langit mengharap kiranya Allah memenuhi harapan dan menghilangkan kecemasannya. Allah Swt membukakan pintu yang selebar-lebarnya bagi manusia untuk memohon kepadanya, bahkan Allah marah terhadap mereka yang enggan berdoa. Kemarahan itu disebabkan karena keengganan itu mengisyaratkan bahwa manusia tidak mengakui kelemahannya dan kebutuhannya kepada Allah, padahal semua manusia
harus merasa
membutuhkannya
karena
memang semua manusia
membutuhkannya. Dahulu, dan boleh hingga kini ada yang berpendapat bahwa doa tidak berguna. Mereka, antara lain berkata bahwa “kalau yang diharapkan oleh siapa yang berdoa telah diketahui Allah, dengan pengetahuannya yang menyeluruh itu, bahwa 62
63
harapan tersebut akan terjadi, maka apa gunanya doa?, bukankan ia pasti terjadi?. Sedangkan kalau dalam pengetahuannya harapan si pemohon tidak akan terkabulkan, maka doa pun hanya akan sia-sia.”1 Pandangan diatas tidaklah tepat. Bukan saja karena manusia tidak mengetahui pengetahuan Allah menyangkut perintahnya, sehingga dia tetap dituntut berusaha, dan salah satu usaha itu adalah doa. Di samping itu, manusia juga dituntut oleh agama dan bahkan nalurinya untuk hidup dalam harapan, sedangkan salah satu wujud dari kondisi kejiwaan seperti itu tercemin dalam doa. Dengan doa, seseorang yang beriman akan merasa lega, puas hati, dan tenang. Salah satu tuntunan Al-Quran dan sunnah yang berkaitan dengan doa adalah berdoa untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, karena berdoa untuk orang lain merupakan anjuran agama. Anjuran tersebut tercakup dalam beberapa ayat Al-Quran, diantaranya yaitu Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q. S al-Hasyr: 10) Artinya: “Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, lakilaki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19) 1
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran tentang zikir dan doa, hal. 182
64
Mendoakan sesama muslin juga merupakan salah satu tanda eratnya persaudaraan dengan sesama muslim. Terlebih lagi mendoakan sesama muslim tanpa sepengetahuan mereka. Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang berada jauh dari tempatnya tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang baik, niscaya doa tersebut akan dikabulkan Allah dan doa tersebut juga akan mencakup orang yang membacanya sendiri. Mendoakan sesama muslim tanpa sepengatahuan orangnya termasuk dari sunnah hasanah yang telah diamalkan turun-temurun oleh para Nabi Muhammad Saw dan juga orang-orang saleh yang mengikuti mereka. Mereka senang kalau kaum muslimin mendapatkan kebaikan, sehingga merekapun mendoakan saudaranya di dalam doa mereka tatkala mereka mendoakan diri mereka sendiri.2 Karenanya Allah dan Rasulullah Saw memotifasi kaum muslimin untuk senantiasa mendoakan saudaranya, sampai-sampai Allah mengutus malaikat yang khusus bertugas untuk mengaminkan setiap doa seorang muslim untuk saudaranya dan sebagai balasannya malaikat itupun diperintahkan oleh Allah untuk mendoakan orang yang berdoa tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits ini
ٍَْعثْذُ انًَِْهكِ تٍُْ َأتِى سَُهًٍَْاٌَ ع َ خثَ َرََا عٍِسَى تٍُْ ٌَُُٕسَ حَ َذ َثَُا ْ سحَاقُ تٍُْ ِإتْرَاٍِْىَ َأ ْ حَ َذ َثَُا ِإ ُحرَُّ انذَرْدَاءُ قَالَ قَذِيْد ْ عثْذِ انهَِّ تٍِْ صَفَْٕاٌَ َٔكَا َدْ َذ َ ٍَُْأتِى ان ُّز َتٍْرِ عٍَْ صَفَْٕاٌَ ََُْٕٔ ات َانّشَاوَ فََأ َذٍْدُ َأتَا انذَرْدَاءِ فِى َيُّْزِنِِّ فَهَىْ َأجِذُِْ َٔ َٔجَذْخُ أُوَ انذَرْدَاءِ فَقَانَدْ َأذُرٌِذُ ا ْنحَّجَ انْعَاو ُ دَعَْٕج: ُصهى اهلل عهٍّ ٔسهى كَاٌَ ٌَقُٕل- َخٍْرٍ فَإٌَِ ان َُ ِثى َ قَانَدْ فَا ْدعُ انهََّ َنَُا ِت.ْفَقُهْدُ َعَى
2http://www.arrahmah.com/read/2012/06/15/20956-keutamaan-mendoakan-kebaikan-untuk-
sesama-muslim-tanpa-sepengetahuannya.html, diakses pada 15 Agustus 2014 pukul 12.29
65
ٍخٍْر َ ألخٍِِّ ِت َ عُْذَ رَ ْأسِِّ يََهكٌ يَُٕكَمٌ كُهًََا دَعَا ِ ٌس َرجَاتَح ْ ألخٍِِّ تِظَْٓرِ انْ َغٍْةِ ُي َ ِانًَْرْءِ انْ ًُسْهِى 3 )قَالَ انًََْهكُ انًَُْٕكَمُ تِِّ آيٍٍَِ ََٔنكَ تِ ًِثْمٍ(رٔاِ يسهى Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus. Telah menceritakan kepada kami Abdu al-Malik bin Abi Sulaiman dari Abi Zubair dari Shafwan dan dia adalah anak dari Abdullah bin Shafwan. Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu. (HR. Muslim)
Berhubung doa malaikat adalah mustajabah, maka kita bisa mengatakan bahwa mendoakan sesama muslim tanpa sepengetahuannya termasuk dari doa-doa mustajabah. Karenanya jika kita berdoa untuk saudara sesama muslim, tentu saja doa yang sama akan kembali kepada kita. Maka potensi dikabulkannya akan lebih besar dibandingkan mendoakan diri kita sendiri. Bagaimana dengan memohon untuk didoakan?. Ada segelintir orang yang tidak menganjurkan hal ini. Konon Umar bin al-Khatab ra. pernah dimintai orang untuk mendoakan diri mereka, namun ditolak olah Umar bin al-Khatab. Arti dari penolakan tersebut sebenarnya sayyidina Umar ra. bermaksud menyingkirkan pengultusan diri beliau oleh orang lain, sekaligus mematahkan potensi „ujub (berbangga diri), bukannya tidak membenarkan bolehnya mendoakan orang lain,
3Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-afāq: t.th), juz. 8, hal. 86
66
karena nabi Muhamad Saw sendiri pernah meminta agar sayyidi Umar ra. mendoakan beliau ketika sayyidina Umar ra datang berpamitan guna melaksanakan umrah. 4 Mendoakan orang lain atau meminta didoakan oleh orang lain dicakup oleh kandungan pesan Allah unruk saling membantu dalam kebaikan, sebagaimana tercantum dalam Q. S al-Maidah: 2 Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q. S al-Maidah: 2)
Juga dalam hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
” دَعَْٕجُ انًَْرْ ِء:ُ إٌَِّ ان َُّ ِثًَّ صَهَّى اهللُ عََهٍِّْ َٔسَهَّىَ كَاٌَ ٌَقُٕل:ْعٍَْ أُوِّ انذَّرْدَاءِ قَانَد َ قَال،ٍخٍْر َ عُْذَ رَ ْأسِِّ يََهكٌ يَُٕكَّمٌ كُهًََّا دَعَا نَِأخٍِِّ ِت ِ ،ٌس َرجَاتَح ْ انْ ًُسْهًِِهَِأخٍِِّ تِظَْٓرِ انْ َغٍْةِ ُي 5 )ًثْمٍ (رٔاِ يسهى ِ ِ آيٍٍَِ ََٔنكَ ت:ِِّانًََْهكُ انًَُْٕكَّمُ ت Artinya:“Dari Ummu Darda‟ dan Abu Darda‟ Radhiyallahu „anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim)
Meminta didoakan oleh orang lain atau menitipkan doa, bukan hal yang baru di Indonesia. Di kampung-kampung di beberapa daerah di Indonesia, menitip doa biasanya dilakukan bersamaan dengan peringatan hajatan atau haul ulama besar yang
4
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran tentang Zikir dan Doa, hal. 265
5Abu
Hasan Muslim ibn Hajāj ibn Muslim al-Qasyīri, al-Jāmi‟u Shahih Muslim, (Birut: Dar al-Jīl,t.th), juz. 8, hal. 86
67
ternama di daerah yang bersangkutan. Atau yang lebih seringnya ketika ada tetangga atau sanak saudara mereka yang akan pergi haji atau umrah. Dari berbagai pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa menitip doa atau meminta di doakan oleh orang lain, merupakan hal yang bisa bahkan dianjurkan oleh nabi Muhammad Saw. Terlebih lagi ketika orang yang kita minta didoain itu, merupakan orang yang akan pergi ke Baitullah. B. Analisis Terhadap Program Titip Doa di Baitullah Program Titip Doa di Baitullah yang diselenggarakan oleh komunitas sedekah harian merupakan salah satu program yang mendapatkan banyak perhatian dari kalangan masyarakat hingga ulama-ulama di Indonesia. Banyaknya perhatian yang diterima, mengakibatkan banyak juga respon yang dikemukakan masyarakat maupun ulama, baik yang positif atau negatif. DR. KH. Ali Mustafa Yaqub MA, imam besar masjid Istiqlal Jakarta, berpendapat bahwasannya mendoakan orang lain itu dibolehkan, bahkan dianjurkan dalam Islam, karena adanya ayat Al-Quran yang membahas mengenai hal itu. Berdoa dalam Islam merupakan hal yang sangat dianjurkan, karena berdoa termasuk dalam wilayah ibadah. Bahkan doa merupakan intisari dari ibadah. Doa adalah tali penghubung antara seorang hamba dan Tuhannya. Dengan doa, seorang
68
hamba akan mengetahui hakikat dirinya sebagai seorang manusia yang lemah yang sangat membutuhkan Allah sebagai penolongnya. 6 Doa merupakan sarana berdialog, bercengkerama, mendekatkan pada Allah, menyampaikan pujian, kerinduan, ucapan terima kasih atau bahkan keluhan, kebutuhan dan penderitaan yang sedang dirasakan. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa Program Titip Doa di Baitullah merupakan program yang sama dengan mengharapkan sedekah dari orang lain, sedangkan dalam Islam hanya tiga orang saja yang diperbolehkan untuk meminta sedekah. Pertama, adalah orang yang mempunyai tanggungan namun bukan milik pribadi, seperti panitia masjid yang masih terlilit hutang ketika dalam pembangunan masjid. Kedua, yaitu orang yang terkena bencana alam sehingga membuat hartanya habis, namun ada saksinya. Ketiga, yaitu orang yang tidak memiliki fisik untuk bekerja. Namun, hanya boleh meminta sedekah untuk menyambungkan hidupnya saja. Diluar dari tiga golongan tersebut, maka tidak diperbolehkan meminta sedekah dari orang lain. Mengenai meminta upah dalam berdoa, ulama telah bersepakat bahwa hal itu tidak dibenarkan.7 Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, wakil ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memaparkan bahwa meminta didoakan oleh orang lain itu boleh, itu
6Wawancara
dengan Mustafa Yakub ( Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta), pada 29
Agustus 2014. 7
Wawancara dengan Mustafa Yakub ( Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta), pada 29 Agustus 2014.
69
merupakan hal yang biasa. Berdoa merupakan ibadah, mendoakan orang lain juga ibadah. Setiap hari ketika selesai shalat, kita selalu mendoakan orang lain tanpa sepengetahuannya. Itu merupakan salah satu doa yang mustajab, karena malaikat akan mengaminkan doa tersebut dan meminta kepada Allah agar memberikan kebaikan kepada orang yang mendoakan, sebagaimana doanya kepada orang lain.8 Namun, berdoa dengan mengharapkan imbalan merupakan hal yang dilarang, karena tidak ada nilai keikhlasan dalam melakukan pekerjaan tersebut. Sedangkan ketika berdoa, yang lebih diutamakan adalah nilai keikhlasan. Salah satu dosen fakultas syariah dan hukum, Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA berpendapat bahwasannya meminta didoakan oleh orang lain merupakan hal yang diperbolehkan dalam Islam, bahkan sayyidina Umar bin Khatab pernah meminta untuk didoakan oleh sahabat ketika akan menunaikan ibadah haji.9 Dari ketiga narasumber diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwasannya berdoa untuk diri sendiri dan orang lain merupakan suatu pekerjaan yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Karena dengan berdoa maka manusia tersebut memperlihatkan sisi kekurangannya dimata Sang Khalik. Terlebih lagi ketika mendoakan saudara sesama muslim tanpa sepengetahuan mereka, maka doa yang dipanjatkan akan di aminkan juga oleh malaikat.
8Wawancara 9Hasil
dengan Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, pada pada 1 September 2014
wawancara dengan Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 3 September 2014
70
Mengenai program Titip Doa di Baitullah ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa narasumber, diantaranya yaitu Pendapat pertama dikemukakan oleh Prof. Hasanudin Af, MA, beliau berpendapat bahwa kalau melihat program Titip Doa di Baitullah tersebut maka ada unsur penentuan tarif didalamnya. Penetuan tarif dalam hal ibadah merupakan hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam karena menyimpang dari ketentuan syariat. 10 Pendapat kedua dikemukakan oleh Asroru Niam Sholeh selaku sekrtaris komisi Majelis Ulama Indonesia (MUI).Mengenai program Titip Doa di Baitullah, beliau berpendapat bahwa ujrāh yang diterima berbeda dengan ujrāhyang diterima oleh pendakwah (penceramah). Beliau berpendapat bahwasannya yang demikian itu merupakan dua hal yang berbeda. Penceramah merupakan jasa, sama halnya dengan konsultasi hukum Islam, konsultasi waris, konsultasi zakat, kegitan tersebut lebih pada segi keilmuan. Yang satu objeknya hal-hal yang bersifat duniawi dan yang satunya terkait dengan materi keagamaan. Tetapi materi keagamaan pun tidak tunggal, materi keagamaan ada juga halhal yang terkait dengan profesional hukum. Seperti dalam perhitungan waris, merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian. Sama juga dengan mengajarkan Al-Quran. Pekerjaan-pekerjaan tersebut juga merupakan hal yang berkaitan dengan ibadah, namun penerimaan upah dalam hal ini yakni untuk menghargai keahliannya, profesionalitasnya maupun spending timenya (meluangkan waktu).
10Wawancara
10.15 WIB
dengan Prof. Hasanudin, AF., MA, pada tanggal 6 Nopember 2014, Pukul
71
Sedangkan meminta didoakan tidak memerlukan keahlian khusus ataupun profesionalitas khusus dikarenakan semua hamba di muka bumi dapat memohon (berdoa) kepada Allah Swt. Selain itu, doa juga merupakansalah satu kegiatan ibadah yang tidak memerlukan waktu khusus untuk melaksanakannya walaupun sebenarnya terdapat waktu-waktu dan tempat-tempat yang lebih dianjurkanuntuk berdoa oleh Allah. Namun pada hakikatnya berdoa merupakan kegiatan yang berbasis kebajikan yang tidak bisa digunakan untuk mendapatkan nilai ekonomis.11 Pendapat ketiga yaitu dari ibu Hj. Sitti Hanna, S. Ag., Lc, MA mengenai program titp doa di Baitullah, beliau tidak membenarkan program tersebut. Ada beberapa alasan yang dipaparkan untuk menguatkan ketidakbolehan program tersebut. Pendapat keempat dari KH. Dr. Ahmad Mukri Aji, MA., doa merupakan sebuah energi atau senjata. Jika di tarifkan maka itu menjadi matrelialisasi, apalagi jika suatu saat nanti ada gugatan karena doanya tidak dikabulkan. Itulah yang menjadi profesi yang berbahaya. Mengenai rogram ini, jelas tidak boleh karena telah menentukan tarif jika ingin di doakan di Baitullah.12 Dari beberapa pendapat narasumber diatas, maka penulis dapat menganalisi bahwa dalam program Titip Doa di Baitullah sebenarnya ada beberapa point yang perlu di bahas. Pertama, dari iklan yang disampaikan oleh komunitas sedekah harian,
11Hasil
wawancara dengan Asroru Niam Soleh, pada 14 Oktober 2014
12Wawancara
dengan KH. Dr. Ahmad Mukri Aji MA, pada 9 Nopember 2014
72
hal itu telah mencerminkan komersial doa. Karena dengan jelas menetapkan tarif ketika ingin didoakan di Baitullah. Kedua, akan membuat masyarakat menganggap bahwa seakan-akan doa yang diijabahkan hanyalah doa yang dipanjatkan di Baitullah. Seluruh tempat yang ada di dunia ini merupakan bumi Allah. Dimanapun kita berdoa di bumi Allah, maka doa yang kita panjatkan akan didengar dan diijabah oleh Allah. Ketiga, ditakutkan orang-orang akan beranggapan kalau doa yang dipanjatkan di Baitullah itu akan langsung diijabahkan, jadi ketika berdoa untuk diampuni segala dosanya maka akan terlepas segala dosa mereka. Nantinya praktek seperti ini dapat disamakan dengan penghapusan dosa yang dilakukan oleh orangorang kristiani. Dengan membayar beberapa rupiah, meraka didoakan oleh pendeta di Roma maka seluruh dosanya diampuni.13 pendapat ini juga dikemukan oleh Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA dan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA dalam wawancara penulis dengan mereka. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada persamaan pendapat diantara mereka dalam menyikapi permasalahan ujrāh „alā ath-thā‟āt. Mereka bersepakat bahwa hal tersebut tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Terlebih lagi jika menentukan tarif atas pekerjaan tersebut, seperti contohnya meminta didoakan di Baitullah dengan ketentuan
harus membayar beberapa rupiah, itu
merupakan pelanggaran dalam syariat Islam. Karena berdoa itu haruslah disertai rasa
13
Hasil wawancara dengan Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 3 September 2014
73
keikhlasan dan berdasarkan keridhaan. Sedanagkan titip doa ke Baitullah dengan menentukan tarif itu tidak diperbolehkan, dan ujrāhnyapun tidak halal. Berbeda dengan pengambilan upah atas pengamalan ayat Al-Quran, masih terdapat ikhtilaf di kalangan ulama mengenai hukum tersebut. Menurut mazhab Hambali, tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan seperti azan, iqamat, mengajarkan Al-Quran dll, karena haram baginya mengambil upah tersebut. Sementara para ulama mazhab Maliki, Syafi‟i dan Ibnu Hazm membolehkan mengambil upah dari mengerjakan Al-Quran dan ilmu pengetahuan karena hal tersebut termasuk bagian dari suatu pekerjaan yang berhak untuk mendapatkan imbalan tertentu.14 Hal senada juga dikemukakan oleh Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA dalam hasil wawancara penulis dengan beliau, Memang ada ikhtilaf di ulama empat mazhab. Imam syafi‟i yang memperbolehkan dan memberi kelonggaran untuk mengambil upah karena beliau sendiri hidup dari belas kasih orang lain, tapi tidak berarti beliau memberikan kelonggaran yang sebebas-bebasnya. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang tidak membolehkan, yang di larang oleh Imam Abu Hanifah yaitu upah yang diperoleh dari pekerjaan (berdakwah) yang tidak membutuhkan banyak waktu. 15 KH. Dr. Ahmad Sudirman Abbas MA berpendapat bahwa dalam prespektif syariat Islam yang berkaitan dengan muamalat (hubungan sosial), ketika ada jasa atau
14Al-Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah, hal. 264-265
15Wawancara
dengan Dr. Sudirman Abbas MA, pada 11 Nopember 2014
74
profesi yang bisa dinilai secara kualitatif bahkan kuantitatif maka itu legal (halal) ketika jasa tersebut di nilai, misalnya seperti jasa seorang ahli. Namun ketika hal tersebut berhubungan dengan ibadah, Rasulullah Saw dalam beberapa statement haditsnya mempersilahkan untuk mengambil nilai materi dari jasa yang berkaitan dengan ibadah khususnya mengajarkan Al-Quran. Ilmu agama yang berhubungan sebagai ta‟zim li al-„ilmi (penghargaan kepada ahli agama/orang yang mengajarkan ilmu fikih, hadits) itu sah-sah saja. Namun jika itu dijadikan profesi dengan adanya penentuan tarif maka itu tidak benar karena sudah dimatrelialisasikan. Namun jika ada interaktif dengan saling rela diantara keduanya itu tidak bermasalah.16 Dari berbagai uraian dan pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam Program Titip Doa di Baitullah ada beberapa hal yang tidak dibenarkan berdasarkan ajaran agama Islam. Pertama, program tersebut merupakan program yang mengkomersilkan ayat Al-Quran. Ini karena penentuan tarif yang ditetapkan oleh komunitas sedekah harian yang tertera dalam iklan. Dari iklan yang dipublikasikan, disampaikan bahwa masyarakat yang ingin didoakan harus membayar Rp.102.014 dan mengirimkan doa yang ingin disampaikan ke email tertentu. Dalam Islam, komersialisasi ayat-ayat Al-Quran merupakan hal yang dilarang. Karena adanya berbagai penjelasan dalam Al-Quran dan hadits yang menguatkan hukum keharamannya. 16
Wawancara dengan KH. Dr. Ahmad Mukri Aji MA, pada 9 Nopember 2014
75
Kedua, adanya unsur penipuan atau ketidakjelasan. Kerana kita tidak mengetahui apakah doa yang dititipkan akan benar-benar dipanjatkan di Baitullah atau tidak.Yang jadi permasalahannya adalah, bagaimana cara mereka memanjatkan doa-doa yang dititipkan tersebut, jika yang menitipkan banyak dan setiap orang menitipkan doa yang banyak juga. Akankah doa-doa yang disampaikan akan dipanjatkan dengan sungguh-sungguh?, dikarenakan doa merupakan ibadah dan intisari dari ibadah, sehingga ketika ingin bermunajat kepada Allah Swt haruslah disertai dengan khusyuk. Sebagai sebuah media komunikasi terbaik dan wadah penyampaian keluh kesah serta permohonan kepada Allah yang Maha Agung, doa memiliki aturan dan etika (adab) tersendiri. Hal ini dimaksudkan agar menjadi jalan kemudahan untuk terkabulnya permohonan dan apa-apa yang diharapkan. Dalam hal ini, Ja‟far AshShidiq pernah mengingatkan “hati-hatilah memperhatikan adab dalam berdoa, curahkan perhatianmu kepada zat yang kamu ajak bicara, bagaimana kamu bermohon kepadanya dan untuk tujuan apa meminta pertolongan.”17 Diantara adab berdoa adalah, hendaknya memperhatikan ketenangan dan ketentraman hati agar dapat berkonsentrasi, kebeningan dan kejernihan hati dalam berdoa juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Menurut Ali ibn Abi Thalib, doa sesungguhnya merupakan kunci kebahagiaan. Oleh karena itu, doa yang paling
17M.
Iqbal Irham, Panduan Meraih Kebahagiaan Menurut Al-Quran, (Bandung, Mizan Media Utama, 2011), hal. 156
76
baik adalah doa yang keluar dari lubuk hati yang terdalam dan dengan hati yang penuh keikhlasan. Ini merupakan salah satu alasan kenapa sebaiknya kita berdoa sendiri tanpa menitipkan. Karena yang mengetahui kesusahan yang kita hadapi adalah diri kita sendiri, dengan berdoa sendiri maka apa yang kita inginkan akan tersampaikan dengan benar. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Hj. Siti Hanna M. Ag., Lc, MA dalam wawancara penulis dengan beliau. Ketika berdoa kepada Allah, berarti kita sedang dalam masalah. Dan yang mengetahui permasalah kita hanyalah diri kita sendiri. Ketika meminta didoakan oleh orang lain, maka inti dari doa yang disampaikan tidak tersampaikan dengan benar. Hal ini dikarenakan mereka tidak merasakan kesusahan yang sedang kita alami. Sedangkan salah satu syarat doa yang diterima oleh Allah adalah doa yang dipanjatkan dengan penuh harap akan mendapatkan kebaikan, dan dengan merendakan diri dihadapan Allah. Harus dipanjatkan dengan khusuk, rendah hati, dan harus menampakkan kemiskinan dan kerendahan kita di hadapan Allah Swt. Ketiga, akan menghancurkan nilai-nilai kebaikan dalam Islam. Dalam ajaran agama Islam, untuk berbagi kebahagiaan dengan orang lain bukan hanya tujuan yang harus diperhatikan, namun cara dan prakteknya juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Dengan demikian penulis berpendapat bahwa program yang di lakukan oleh komunitas sedekah harian merupakan program yang tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
77
Namun, dari hasil wawancara penulis dengan presiden komunitas sedekah harian, dapat disimpulkan bahwa tujuan sebenarnya dari program Titip Doa di Baitullah adalah untuk menjaring donatur baru dan mencari dana untuk menjalankan program-program yang dibuat oleh komunitas sedekah harian untuk orang-orang yang membutuhkan. Dalam menyikapai tujuan yang diutarakan oleh presiden fkomunitas sedekah harian, penulis menganalisi bahwa walaupun tujuan awalnya adalah untuk mencari donatur baru, namun dibalik itu karena adanya tujuan dan niat untuk mencari dana juga, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Karena sebagaimana dalam syariat agama Islam, tujuan dan niat sangat diperlukan dalam suatu pekerjaan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits nabi Muhammad Saw
18
ِ سَمِعْتُ َرسُوْلَاهلل:َعنْهُ قَال َ ُضيَاهلل ِ َعَنْ أَ ِميْرُ المُؤْ ِم ِنيْنَ َأ ِبيْ حَفْصٍعُمَ َربْنِ ا ْلخَّطَا بِ ر )صَّلَىاهللُ عََّليْهِ َوسَّلَم اِ ًََا األَعًَْالُ تِاانٌٍَُاخِ َِٔاًٌََا نِكُمِ ايْرِءٍ يَا ََٕي) رٔانثخاري ٔيسهى
Artinya:“Dari Amiru Al-Mu‟minīna ABi Hafsh Umar ibn Khattāb, Aku mendengarkan Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya sahnya beberapa amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatinya”. Begitu juga dalam sebuah kaidah fikih yaitu 19
بقا صذْا األ يٕر و
Artinya: “hukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau niatnya”.
18
Imam Nawawi, Ibnu Daqiqil „id As-Sa‟idi, Al-Utsaimin dan Sayyid Al-Huwaithi, AdDurratus Salafiyah Syarah Al-Arba‟in An-Nawawiyah, (Mesir: Markaz Fajr Kairo, t.th), hal, 1 19Ahmad
Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2004), cet. 1, hal. 3
78
Kaidah dan hadits diatas menjelaskan bahwa semua amal dan tindakan perbuatan manusia itu satu sama lain berbeda-beda hukumnya, dikarenakan perbedaan maksud dari masing-masing orang dalam melakukan tindakan dan perbuatannya.20 Hadits dan kaidah diatas juga menunjukkan secara jelas bahwa niat merupakan rukun asasi atas diterima dan sahnya amal, yaitu ketika Allah menuturkan bahwa pahala sadaqah tergantung pada niat dan tujuan yang menjadi maksud dari hati. Dua dasar hukum diatas secara eksplisit menggambarkan segala macam bentuk sikap, aktifitas, dan tasharrufnya seseorang tidak akan pernah dianggap oleh syar‟i, kecuali dilandasi dengan niat. Apabila niatnya tidak baik, maka nilai amal perbuatannya pun menjadi tidak baik. Oleh karena itu, niat adalah syarat sah dari suatu amal. Tanpa ada niat, sebuah amal diilustrasikan sebagai tubuh tanpa jiwa yang tidak ada artinya.21 Tujuan dari program tersebut sebenarnya tidak bertentang dengan nilai-nilai agama Islam, karena tujuan sebenarnya dari program tersebut adalah ingin mencari donatur baru, namun niat untuk mendapatkan donasi yang menurut penulis hal tersebut kurang tepat. Terlebih lagi cara dan praktek yang dijalankan salah sehingga hal tersebut secara otomatis merusak tujuan yang sebenarnya. Dalam Islam, tidak dibenarkan segala hal untuk melakukan kebaikan. Adanya aturan dan batasan yang
20Ahmad
Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, hal. 3
21Ahmad
Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, hal. 9
79
harus diperhatikan agar bisa terwujudnya nilai-nilai kebaikan yang berdasarkan syariat Islam. Dalam agama Islam perbuatan dengan tujuan yang baik haruslah ditunjang dengan cara dan praktek yang benar. Tidak bisa menghalalkan segala cara untuk melakukan perbuatan yang baik. Walaupun perbuatan tersebut untuk membantu orang-orang yang berada di sekitar kita. Jika dari awal hanya ingin mencari donatur dan donasi, sebaiknya dijelaskan di awal tujuan yang sebenarnya. 22 Pendapat lain juga dikemukana oleh Asroru Niam Sholeh, mencari donatur untuk kepentingan aktifitas sosial tidak bermasalah sepanjang dilakukan secara benar. Tetapi jika menjadikan sesuatu yang berbasis kebajikan untuk kepentingan ekonomis itulah yang bermasalah. Doa merupakan sesuatu yang bersifat kebajikan, artinya untuk kepentingan kebajikan. Menitipkan doa termasuk dalam akad tabarruu, jika kebaikan digunakan untuk mencari nilai ekonomis maka hal tersebut tidak diperbolehkan.23 Dari berbagai uraian diatas makapenulis dapat menyimpulkan bahwa apapun itu tujuan dan niat suatu pekerjaan jika tidak diikuti dengan cara dan prosuder yang benar dan sesuai denga syariat agama Islam, maka tidak dapat dibenarkan sekalipun pekerjaan tersebut mengandung unsur kebajikan.
22Hasil 23
wawancara dengan Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 3 September 2014
hasil wawancara dengan Pak. Asroru Niam Sholeh, (Sekertaris MUI Pusat), pada 14 Oktober 2014
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian yang telah penulis paparkan mengenai Tinjauan Hukum Islam Terhadap Programm Titip Doa di Baitullah, maka banyak hal sebenarnya yang dapat di simpulkan. Namun, penulis mencatat beberapa point penting yang menjadi inti dari bahan skripsi penulis. 1.
Hukum dari menerima upah atas pengamalan ayat Al-Quran atau pekerjaan ibadah, terdapat ikhtilaf di kalangan ulama, ini dikarenakan berbedanya cara pandang dan dasar hukum yang digunakan. Di antaranya yaitu, menurut ulama mazhab Hanafi haram hukumnya mengambil upah atas pekerjaan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji atau membaca Al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang lain. Sementara ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Ibnu Hazm membolehkan pengambilan upah dari mengajarkan AlQuran dan ilmu pengetahuan karena hal tersebut termasuk bagian dari suatu pekerjaan yang berhak untuk mendapatkan upah/imbalan tertentu.
2.
Komersialisasi atau menukarkan ayat Al-Quran dengan harta dunia dalam hukum Islam tidak diperbolehkan dan haram hukumnya, sebagaimana yang telah di jelaskan dalam ayat Al-Quran surat at-Taubah (9) dan al-Baqarah (41). Dan keharaman hukumnya tidak diperselisihkan oleh ulama.
3.
Program Titip Doa di Baitullah tidak bisa disamakan dengan ujrah atas pengamalan ayat Al-Quran, karena berbedanya illat di antara keduanya. Ujrah
81
82
atas pengamalan ayat Al-Quran di perbolehkan karena yang di upah bukanlah ayat Al-Quran yang diajarkan melainkan jasa, keahlian dan waktu dari sang pengajar. Berbeda dengan program Titip Doa di Baitullah, upah yang di terima haram hukumnya karena dapat dikategorikan sebagai komersialisasi ayat AlQuran, karena dalam berdoa yang harus diutamakan adalah nilai keikhlasan. Jika doa di tentukan tarifnya maka tidak ada nilai ikhlas di dalamnya. 4.
Program Titip Doa di Baitullah yang diselenggarakan oleh komunitas Sedekah Harian mendapatkan berbagai kritik dari masyarakat dan ulama Indonesia, salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia. Keharaman hukum dari program tersebut telah di sepakati oleh mereka dan tidak ada perbedaan dalam menyikapi hukum tersebut. Karena menurut mereka, program tersebut merupakan program yang mengkomersilkan ayat Al-Quran dan hukum dari mengkomersilkan ayat AlQuran telah jelas di sebutkan dalam Al-Quran.
B. Saran-saran Setelah penulis membaca, meneliti, menganalisi dan menyimpulkan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: 1.
Untuk menjadi seorang muslim yang sempurna, bukan hanya kerja keras dan usaha yang diperhatikan, melaikan berdoa kepada yang Maha Kuasa merupakan poin yang sangat penting untuk menjalani kehidupan. Karena apapun nilai yang kita kejar tanpa bantuan sesama dan terlebih lagi bantuan dari Allah swt, maka semua itu akan sia-sia belaka.
2.
Nilai keikhlasan merupakan point yang sangat penting dan harus diutamakan dalam menjalani kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat. dengan
83
demikian, dalam menjalani kehidupan sebaiknya harus memperhatikan nilai keihklasan, agar segala hal yang dilakukan akan mendapatkan nilai di mata manusia terlebih di mata Allah swt. 3.
Bagi teman-teman yang membaca skripsi ini, disarankan ketika akan melakukan suatu kebaikan jangan hanya memperhatikan tujuannya semata melainkan cara dan prakteknya juga harus diperhatikan. Karena dengan demikian akan menyempurnakan nilai kebaikan tersebut.
84
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Ahmad Sudirman, Qawa’id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2004 Abu abdillah muhammad bin yazid al-qazwayni, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, Juz. VI Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-afāq: t.th Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-afāq: t.th. Abu Hasan Muslim ibn Hajāj ibn Muslim al-Qasyīri, al-Jāmi’u Shahih Muslim, Birut: Dar alJīl,t.th, juz. 8 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Penerjemah: Fathurroji dan Anshari Taslim, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009
Amin, Mahrus, dkk, Doa Ibadah Amaliah dan Peringatan Hari Besar Islam Nasional & Berbagai Acara, Jakarta: Firdaus, 1995 As-Shiddiqie, Hasbi, pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). As-Syarqawi, Muhammad Abdul Hamid & Muhammad Raja’i Ath-Thahlawi, Ka’bah Rahasia Kiblat Dunia, penerjemah: Luqman Junaidi& Khalifurrahman Fath, Jakarta: Hikmah, 2009 Chaudry, Muhammad Sharif, Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2012). Darajat, Zakiah, Doa menunjang semangat hidup, Jakarta: CV Ruhama, 1996 Fadhlullah, Hosein, Menyelami samudra doa, Jakarta: Al-Huda, 2005 Ghani, Muhammad Ilyas Abdul, Sejarah Kota Mekah Klasik dan Modern, Jakarta: Akbar Media Ek Sarana, 2003 Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007). Hasan, M. Ali, Berbagai Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004). Ilham, M. Arifin, Doa Ajaran Sahabat Rasulullaah, Jakarta: Hikmah, 2005
85
Imam Nawawi, Ibnu Daqiqil ‘id As-Sa’idi, Al-Utsaimin dan Sayyid Al-Huwaithi, AdDurratus Salafiyah Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah, Mesir: Markaz Fajr Kairo, t.th. Irham, M. Iqbal, Panduan Meraih Kebahagiaan Menurut Al-Quran, (Bandung, Mizan Media Utama, 2011
Ishak, Muhammad Ismail, Ensiklopedia Do’a dan Dzikir sesuai Al Quran, Hadist & Para Ulama, Jakarta: Alifbata, 2007 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar II, (Jakarta: Radar Jaya Offset: 1995) Mustofa, Agus, Pusaran Energi Ka’bah, Surabaya: PADMA Press, 2003 Nafik HR, Muhammad, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009). Qudāmah, Abī Abdillāh ibnu Ahmad ibnu Muhammad Ibnu, Mughni al-Muhtaj, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Araby, 1980
Rais, Isnawati, Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011) Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 2007 Sabiq, Al-Sayid, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009). Sabiq, Al-Sayyid, Fikih Sunnah, penerjemah: Khairul Amru Harahap dan Masrukhin,Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2008 Said Bakdasy, Keutamaan Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim, alih bahasa: Abdul Rasyid Shiddiq, Jakarta: Misaka Galiza, tth, Shalehuddin, Wawan Shafwan, Ada apa dengan doa kita, Bandung: Tafakur, 2005 Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran tentang Zikir & Doa, Jakarta: Lentera Hati, 2006
86
Sohran, Sohari dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah untuk Mahasiswa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010). Sulaiman bin Al-Asy’as bin Syidad bin amar, Sunan Abu Daud, Beirut, Dar al-Fikr, t.th.
Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2004). Sya’rawi, M. Mutawalli, Doa yang dikabulkan, ( Jakarta: Pustaka Al kautsar, 1991 Syafi’i, Rachmat, Fikih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006) Tebba, Sudirman, Meditasi sufistik, Bandung: Pustaka Hidayah, 2004 Tihami, MA., Kamus Istilah-istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, (Serang: Suhud Sentra Utama: 2003) Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Islāmī wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani, 2011 Wawancara:
Wawancara bersama Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada tanggal 20 Mei 2014 Wawancara bersama Asroru Niam Soleh (Sekertaris Majelis Ulama Indonesia Pusat), pada 14 Oktober 2014 Wawancara bersama Dr. Sudirman Abbas MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada 11 Nopember 2014 Wawancara bersama Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada 3 September 2014 Wawancara bersama KH. Dr. Ahmad Mukri Aji MA (Ketua Majelis Ulama Indonesia kab. Bogor), pada 9 Nopember 2014 Wawancara bersama Mustafa Yakub ( Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta), pada 29 Agustus 2014.
87
Wawancara bersama Prof. Hasanudin, AF., MA (Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia), pada tanggal 6 Nopember 2014 Wawancara bersama Prof. Huzaimah Tahido Yanggo (Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia), pada pada 1 September 2014 Website: Http://mail.google.com, Presentasi Profil Komunitas Sedekah Harian dalam Presentasi Seminar Kepenulisa,html.
http://www.al-utsmaniyah-tours.com/berita-168-tempattempat-mustajab-di-masjidilharam.html. Http://www.bpd.go.id/beritasatu.com/nasional/193810-bps-maret-2014-jumlah-pendudukmiskin-indonesia-capai-28-juta.html Http://www.dailysocial.net, html
http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/5-tempat-mustajab-di-mekkah-danmadinah.htm. http://www.google.com/mui-titip-doa-bayar-rp-102-014-itu-222900940.html Http://www.google.com/read/2012/06/15/20956/keutamaanmendoakankebaikanuntuk-sesama-muslim-tanpa sepengetahuannya.html http://www.google.com/url/manfaat-zakat.html Http://www.komunitas-sedekah-harian.co.id http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan,html http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-sedekah-html. https://id.berita.yahoo.com/penjelasan-atas-program-titip-doa-020858195.html.
88
Narasumber
: Abdul Azis
Jabatan
: Presiden Komunitas Sedekah Harian
Tempat Wanancara
: Kantor Berita Satu Plaza
Tanggal Wawancara : 20 Mei 2014, Pukul 13.50 WIB
1. Apa latar belakang di bentuknya komunitas sedekah harian? Komunitas ini di bentuk ketika saya sering main facebook, twitter dan saya menemukanbahwasannya masyarakat Indonesia itu sebagian besarnya menghabiskan waktunya di dunia maya. Sehingga terbesit keinginan saya untuk membuat suatu komunitas yang bertujuan membantu orang-orang yang kurang mampu dalam ekenominya, dengan mengajak masyarakat Indonesia yang aktif di dunia maya untuk ikut bersama-sama membangun komunitas ini.
2. Apa visi dan misi dari komunitas sedekah harian? Visi dan misi komunitas ini sebenarnya sangat sederhana, yaitu ingin mengajak masyarakat Indonesia bersedekah seribu rupiah per harinya. Kalau di kalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia, sudah pasti akan mendapatkan hasil yang banyak. Jumlah uang itu bisa dipakai buat membantu saudara-saudara kita yang hidup dalam kekurangan dan kemiskinan.
3. Apa saja program yang telah di buat oleh komunitas sedekah harian? Alhamdulillah sampai tahun 2014 sekarang, sudah banyak program yang dibuat. Diantaranya yaitu membuka rumah belajar di daerah Tangerang, ikut membantu warga yang terkena banjir dan kebakaran di Jakarta, banjir
89
di Tangerang, Bandung, alhamdulillah kami juga sudah ikut berpartisipasi membantu saudara-saudara kita di Rohingya.
4. Di daerah mana saja target penerimaan manfaat dari program yang dibuat oleh komunitas sedekah harian? Sebenarnya untuk target daerah, kami menargetkan di seluruh wilayah Indonesia. Tapi untuk saat ini, kami baru bisa menjangkau daerah Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya, Malang. Insya Allah kami akan membuka kantor di Palembang dalam waktu dekat ini. Tapi, kami akan berusaha terus agar penerimaan manfaat bisa mencapai seluruh Indonesia.
5. Bagaimana latar belakang di bentuknya program Titip Doa di Baitullah? Awalnya ketika saya berdiskusi dengan Ahmad Ghozali (Dewan Penasihat Komunitas Sedekah Harian) ketika beliau mau berangkat umrah pada awal Januari kemarin. Disitu kami berinisiatif untuk mencari donatur dan menggalang dana dengan cara membuat program Titip Doa di Baitullah ini.
6. Apa visi dan misi dari program Titip Doa di Baitullah? Visi dan misi sekaligus tujuan kami membuat program ini hanya sematamata untuk merekrut dan mencari donatur baru. Dan untuk dana yang diperoleh nantinya akan kami gunakan untuk program-program kami di sektor pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan bencana. Dan untuk biaya berangkat haji juga, itu pakai uang Ahmad Ghozali sendiri bukan dana dari komunitas kami.
90
7. Bagaimana cara pelaksanaan program ini? Kalau untuk cara pelaksanaan program ini, saya kuran tau tekniksnya bagaimana, karena yang pergi umrah dan mendoakan orang-orang itu Ahmad Ghozali.
4 Desember 2014 Presiden Komunitas Sedekah Harian
Abdul Azis
91
Narasumber
: Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA
Jabatan
: Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tempat Wawancara : Kediaman Narasumber Waktu Wawancara
: 11 November 2014, Pukul 12.45 WIB
1. Dari refresnsi yang saya baca, ada ikhtilaf di kalangan ulama mengenai ujroh ‘ala al-thā’at. Menurut bapak, ujrah bagaimana yang diperbolehkan dalam Islam? Memang ada ikhtilaf di ulama empat mazhab. Imam syafi’i yang memperbolehkan dan memberi kelonggaran untuk mengambil upah karena beliau sendiri hidup dari belas kasih orang lain, tapi tidak berarti beliau memberikan kelonggaran yang sebebas-bebasnya. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang tidak membolehkan, yang di larang oleh Imam Abu Hanifah yaitu upah yang diperoleh dari pekerjaan (berdakwah) yang tidak membutuhkan banyak waktu. Karena di saat itu komunitasnya terbatas dan hanya sedikit orang-orang yang tidak mengerti mengenai masalah, jadi hanya sekedar informasi saja yang diberikan ketika mereka bertanya mengenai permasalahan agama. Berbeda dengan di zaman sekarang, dimana banyak orang yang tidak begitu mengerti tentang permasalahan agama. Sehingga pendakwah-pendakwah di zaman sekarang ini benar-benar menempatkan seluruh waktunya untuk menggeluti dunia tersebut.
92
2. Di awal tahun 2014, sempat ada progrm titip doa di Baitullah yang di laksanakan oleh komunitas sedekah harian. Bagaimana tanggangan bapak mengenai program tersebut? Saya kurang setuju dengan program tersebut. Karena menurut saya, hal demikian itu sudah masuk ke ranah bisnis dan agama dijadikan tameng untuk keperluan bisnis mereka. Ditakutkan nanti masyarakat berfikir bahwa ketika berdoa di Baitullah akan langsung dikabulkan oleh Allah swt. Dengan demikian maka siapa saja yang melakukan perbuatan dosa ketika meminta pengampunan di Baitullah maka akan langsung dikabulkan. Apa bedanya nanti dengan pengakuan dosa oleh orang-orang non muslim di gereja?, hanya membayar beberapa rupiah maka dosanya langsung di ampuni oleh Allah swt. Hal-hal seperti ini tidak dibenarkan dalam agama Islam.
3. Adakah perbedaan program tersebut dengan pendakwah yang menetukan tarif dalam berdakwah? Ada perbedaan diantara keduanya, bahwa yang satunya itu karna Allah sedangkan yang satunya untuk bisnis. Berdoa di Baitullah pun belum tentu akan langsung diijabahkan oleh Allah. Kita sebagai manusia tidak dapat menjamin doanya langsung diijahkan Allah sekalipun berdoanya di Baitullah. Karena rahasia doa itu hanya Allah semata yang tau. Biasanya, pendakwah yang menentukan tarif itu mereka yang telah profesional, yang telah mempunyai pengalaman dan memang benar-benar bergelut di dunia ini tanpa ada pekerjaan sampingan lainnya.
93
4. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas sedekah harian, mereka mengatakan bahwa tujuan dari program tersebut adalah untuk mencari donatur. Bagaimana pendapat bapak lagi mengenai hal ini? Tujuan dalam suatu pekerjaan itu sangat penting. Namun jika tujuannya baik bukan semata-mata cara apapun boleh ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut. Ada tata cara, prosedur yang harus di ikuti dan di taati sesuai dengan yang telah di tentukan dalam syariat Islam. Ini sesuai dengan kaidah
( األ مىر بهقا صدهاhukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau
niatnya) dan sabda Rasulullah
ت وَاِّنٌمَا نِ ُكمِ امْ ِرءٍ مَا َّنىَي ِ ( اِّنَمَا األَعْمَالُ بِاانٌنيَاSahnya
beberapa amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatinya).
4 Desember 2014 Dosen UIN Syarif HidayatullahJakarta
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA
94
Narasumber
: Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA
Jabatan
: Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Bogor
Tempat wawancara
: Kediaman Narasumber
Waktu wawancara
: 9 November 2014, Pukul 08.19 WIB
1. Dalam agama Islam, terdapat ikhtilaf di kalangan ulama mengenai ujrah ‘ala althā’ah. Sebenarnya upah seperti apa yang di bolehkan dalam Islam? Dalam prespektif syariat Islam yang berkaitan dengan muamalat (hubungan sosial), ketika ada jasa atau profesi yang bisa dinilai secara kualitatif bahkan kuantitatif maka itu legal (halal) ketika jasa tersebut di nilai. Misalnya seperti jasa seorang ahli. Ketika hal tersebut berhubungan dengan ibadah, rasulullah saw dalam beberapa statement haditsnya mepersilahkan untuk mengambil nilai materi dari jasa yang berkaitan dengan ibadah khususnya mengajarkan Al-Quran. Ilmu agama yang berhubungan sebagai ta’zim li al‘ilmi (penghargaan kepada ahli agama/orang yang mengajarkan ilmu fikih, hadits) itu sah-sah saja. Namun jika itu dijadikan profesi dengan adanya penentuan tarif maka itu tidak benar karena sudah di matrelialisasikan. Namun jika ada interaktif dengan saling rela diantara keduanya itu tidak bermasalah.
2. Bagaimana tanggapan bapak menenai program titip doa di Baitullah? Doa merupakan sebuah energi atau senjata. Jika di tarifkan maka itu menjadi matrelialisasi, apalagi jika suatu saat nanti ada gugatan karena doanya tidak di kabulkan. Itulah yang menjadi profesi yang berbahaya. Mengenai rogram ini, jelas tidak boleh karena telah menentukan tarif jika ingin di doakan di Baitullah.
95
3. Dari hasil wawancara saya dengan presiden komunitas, beliau berendapat bahwa tujuan dari program tersebut adalah untuk mendapakan donatur baru. Bagaimana tanggapan bapak mengenai hal ini? Tujuan mereka yaitu untuk mencari donatur yang sudah pasti menginginkan uang yang diberikan donatur juga, itu sudah salah dari awal. Segala perbuatan atau pekerjaan yang kita lakukan harus sesuai dengan niat kita. Sebagaimana sabda rasulullah saw dalam sebuah hadits ت وَاِّنٌمَا ِ اِّنَمَا األَعْمَالُ بِاانٌنيَا (نِ ُكمِ امْ ِرءٍ مَا َّنىَيSahnya beberapa amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatinya). Dan juga dalam kaidah fikih
(األ مىر بهقا صدهاhukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau
niatnya). Segala sesuatu itu tergantung niatnya, jika niatnya sudah salah maka apapun itu pekerjaannya akan salah juga.
4. Apakah benar berdoa di Baitullah itu akan langsung diijabahkan tanpa adanya penghalang? Berdoa di Baitullah memang benar langsung sampai kepada Allah tanpa adanya penghalang, namun belum tentu doa yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah. Semua itu balik lagi kepada mukallaf yang memanjatkan doa tersebut. Apakah doa yang dipanjatkan itu sesuai dengan syariat Islam apa tidak, seperti doa agar tempat diskotiknya diberi kelancaran. Doa-doa seperti ini merupakan doa yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, dalam berdoa tidak ada jaminan bahwa doanya akan dikabulkan atau tidak di kabulkan. Dimanapun itu jika kita berdoa dengan benar dan di waktu-waktu yang baik seperti sholat jumat, sholat dhuha, sholat malam dll. maka insya Allah doanya akan di kabulkan oleh Allah, entah itu kapan di kabulkannya. Karena rahasia dari doa hanya Allah yang tau.
96
4 Desember 2014 Ketua Majelis Ulama Kota Bogor
Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA
97
Narasumber
: Asrorun Niam Soleh
Jabatan
: Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Tempat Wawancara : Ruang Dosen Fakultas Syarian dan Hukum UIN Jakarta Waktu Wawancara
: 14 Oktober 2014, Pukul 10.05 WIB
1. Bagaimana menurut pandangan Islam mengenai hukum mendoakandengan meminta upah? Mendoakan dan atau meminta didoakan oleh orang lain adalah kegiatan yang diperbolehkan dalam Islam, akan tetapi bila ditentukannya tarif,maka hal tersebut telah menyimpang dari ketentuan syariat dan hukum nya menjadi haram. Karena objek dari doa tersebut merupakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan Allah SWT. Menitipkan untuk didoakan kemudian memasang tarif merupakan hal yang tidak wajar, karena telah menjadikan doa sebagai objek pengupahan. Sebagaimana barang atau uang yang dijadikan objek jual beli.
2. Bagaimana dengan penceramah yang menerima upah, apakah ada persamaan hukumnya dengan ujrah dari mendoakan orang lain? Yang demikian itu, merupakan dua hal yang berbeda. Penceramah merupakan jasa, sama halnya dengan konsultasi hukum Islam, konsultasi waris, konsultasi zakat, kegitan tersebutlebih pada segi keilmuan. Yang satu objeknya
hal-hal
yang
bersifat
duniawi
dan
yang
satunya
terkaitdenganmateri keagamaan. Tetapi materi keagamaan itu tidak tunggal, materi keagamaan ada juga hal-hal yang terkait dengan profesional hukum. Seperti dalam perhitungan waris, merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian. Sama juga dengan mengajarkan Al-Quran. Pekerjaan-pekerjaan tersebut juga merupakan hal yang berkaitan dengan ibadah, namun
98
penerimaan upah dalam hal ini yakni untuk menghargai keahliannya, profesionalitasnya, spending time (melungkan waktu). 3. Dari hasil wawancara saya dengan presiden komunitas sedekah harian, mereka berpendapat bahwa tujuan program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur baru bukan untuk mengkomersilkan ayat Al-Quran, bagaimana pendapat bapak mengenai program tersebut? Mencari donatur untuk kepentingan aktifitas sosial tidak bermasalah sepanjang dilakukan secara benar. Tetapi jika menjadikan sesuatu yang berbasis kebajikan untuk kepentingan ekonomis itulah yang bermasalah. Doa merupakan sesuatu yang bersifat kebajikan, artinya untuk kepentingan kebajikan. Sama dengan di dalam istilah kajian ekonomi, ada dua istilah diantaranya yaitu akad tabarru. Akad tabarru itulah yang merupakan akad kebajikan, sama halnya juga dengan hibah, hutang, hadiah dll. Jika menggunakan akad tabarru untuk mencari nilai ekonomis maka hal tersebut dilarang dan tidak diperbolehkan. Menitipkan doa termasuk dalam akad tabarruu, jika kebaikan di gunakan untuk mencari nilai ekonomis dan dimasukkan dalam akad tabarru (tolong-menolong) itu tidak boleh.
4 Desember 2014 Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Asroru Niam Soleh
99
Narasumber
: Prof. Hasanudin AF, MA
Jabatan
: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Tempat Wawancara : Kantor Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Waktu Wawancara
: 23 Oktober 2014, Pukul 10.15 WIB
1. Dari berbagai refrensi yang telah saya baca, terdapatikhtilaf dikalangan ulama mengenai ujrah ta’lim Al-Quran. Menurut bapak, ujrah yang bagaimana yang diperbolehkan dalam Islam? Ujrah yang diperbolehkan dalam Islam yaitu ujrah yang wajar, tidak bersifat memasang tarif, tidak memaksa, hanya serelanya. Ujrah seperti itulah yang diperbolehkan dan halal dalam Islam. Intinya harus bersifat kerelaan tidak boleh memaksa.
2. Diawal tahun 2014, sempat ada program titip doa di Baitullah yang dilaksanakan oleh komunitas sedekah harian. Bagaiana pendapat bapak mengenai program tersebut? Seperti yang telah saya sebutkan tadi, ujrah yang dibolehkan yaitu ujrah yang tidak bersifat memasang tarif, tidak memaksa. Kalau melihat program tersebut maka ada unsur penentuan tarif didalamnya. Penetuan tarif dalam hal ibadah merupakan hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam karena menyimpang dari ketentuan syariat.
3. Apakah program tersebut yang salah ataukah hanya ujrahnya saja yang salah? Programnya itulah yang bermasalah. Mendoakan orang lain dan meminta didoakan orang lain yang akan ke Baitullah adalah hal yang wajar dan
100
diperbolehkan dalam syariat. Namun jika telah menentukan tarif, maka hal itu tidak diperbolehkan karena telah menyimpang dari syariat Islam.
4 Desember 2014 Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Prof. Hasanudin AF, MA
101
Narasumber
: Prof. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo
Jabatan
: Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tempat Wawancara : Rumah Narasumber Waktu Wawancara
: 1 September 2014, 10.10 WIB
1. Bagaimana hukumnya mendoakan sesama muslim dan meinta untuk didoakan dalam Islam? Boleh saja, siapa saja yang akan pergi ke Baitullah boleh saja kita meminta di doakan oleh mereka. Itu hal yang biasa.
2. Bagaimana hukumnya doa yang dititipin dengan adanya imbalan? Kalau pakai uang, tidak boleh. Berarti tidak ikhlas. Dia hanya mau berdoa kalau ada uangnya. Kalau tidak menetapkan tarif, yang menitipkan doa yang kasih duit itu tidak masalah, berarti seikhlasnya.
3. Bagaimana pendapat anda mengenai program Titip Doa Baitullah yang sempat di adakan oleh komunitas sedekah harian? Kalau saya tidak sepakat dengan titip doa. Itu sama saja dengan kita menetapkan tarif.
4. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas, mereka berpendapat bahwa tujuan program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur baru untuk komunitas mereka, bukan untuk mengkomersilkan ayat al-quran. Ketika mengetahui tujuan dari program tersebut, bagaimana pendapat anda lagi mengenai program tersebut?
102
Tetap tidak dibenarkan. Namanya berdoa itu ibadah, dia pergi kesana itu ibadah, mendoakan oranglain itu kan ibadah. Setiap hari kita sholat juga selalu mendoakan orang muslim. Itu sama saja ujroh ‘ala at-tho’at. Dah hal itu tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
4 Desember 2014 Ketua Komisi Fatwa Majelais Ulama Indonesia
Prof. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo
103
Narasumber
: Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA
Jabatan
: Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Tempat Wawancara : Ruang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Waktu Wawancara
: 03 September 2014, 13.15
1. Bagaimana hukumnya mendoakan sesama muslim dan meminta untuk didoakan dalam Islam? Hukumnya itu boleh, bahkan sayyidina Umar pernah meminta sahabat yang akan pergi haji untuk mendoakan beliau.
2. Bagaimana pendapat anda mengenai program Titip Doa Baitullah yang sempat di adakan oleh komunitas sedekah harian? Saya tidak mengiyakan program itu, karena ada beberapa alasan yang negatif menurut saya. Pertama, itu sama saja dengan mengkomersilkan doa, dengan menentukan tarif saja itu sudah disamakan dengan komersilkan doa. Kedua, bisa membuat orang lain beranggapan bahwa seakan-akan doa yang diijabah itu hanya doa yang dipanjatkan di baitullah, sedangkan seluruh tempat yang ada di duia ini kan bumi Allah juga. Ketiga, makna dari doa tersebut tidak tersampaikan dengan baik. Ketika kita meminta didoakan oleh orang lain, berarti kita sedang menghadapi masalah. Dan yang mengetahui apa yang kita inginkan itu hanya kita sendiri, kalau kita meminta didoakan oleh orang, mereka itu tidak merasakan apa yang kita butuhkan. Jadi nantinya sama saja dengan membaca puisi, apalagi kalau yang meminta itu banyak. Keempat, takutnya dengan beranggapan kalau doa di Baitullah itu diijabah langsung, nanti sama saja dengan penghapusan dosa yang dilakukan oleh orang-orang kristen. Dengan membayar beberapa rupiah dan didoakan
104
di Roma, maka segala dosa mereka sudah gugur. Hal-hal seperti itu kan tidak diperbolehkan.
3. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas, mereka berpendapat bahwa tujuan program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur baru untuk komunitas mereka, bukan untuk mengkomersilkan ayat al-quran. Ketika mengetahui tujuan dari program tersebut, bagaimana pendapat anda lagi mengenai program tersebut? Dalam Islam, perbuatan yang baik itu harus di tunjang juga dengan cara dan praktek yang baik juga. Kita tidak bisa menghalalkan segala cara untuk melakukan perbuatan yang baik. Walaupun tujuan mereka itu baik untuk membantu orang disekitarnya, tapi kalau caranya seperti itu tetap saja tidak boleh. Seharusnya kalau mereka ingin mencari donatur dan sedekah, dari awal dikatakan kalau mencari donasi untuk orang-orang yang kurang mampu, bukan dengan cara akan didoakan di Baitullah tapi dengan syarat membayar nominal yang ditentukan seperti di iklan mereka tersebut.
4 Desember 2014 Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA
105
Narasumber
: KH. Ali Mustafa Yaqub
Jabatan
: Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Tempat Wawancara : Kantor Masjid Istiqlal, Jakarta Waktu Wawancara
: 29 Agustus 2014, 13.20
1. Bagaimana hukumnya mendoakan sesama muslim dan meinta untuk didoakan dalam Islam? Mendoakan orang lain itu boleh, bahkan ada ayat Al-Quran yang menganjurkan kita untuk mendoakan orang lain.
2. Bagaimana hukumnya doa yang dititipin dengan adanya imbalan? Sepanjang yang saya tau, sepakat ulama tidak membolehkan. Karena berdoa itu masuk kedalam wilayah ibadah, bahkan doa merupakan intisari dari ibadah. Contohnya seperti ketika sholat, setelah sholat kita meminta upah dari orang lain itu sepakat ulama tidak membolehkan. Jadi sudah sangat jelas, bahwa ketika mendoakan orang lain dengan adanya imbalan itu tidak dibenarkan dalam Islam.
3. Bagaimana pendapat anda mengenai program Titip Doa Baitullah yang sempat di adakan oleh komunitas sedekah harian? Kalau mengenai program itu, sudah jelas haram hukumnya. Karena sama saja dengan mengkomersilkan ayat Al-Quran.
4. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas, mereka berpendapat bahwa tujuan program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur baru untuk komunitas
106
mereka, bukan untuk mengkomersilkan ayat al-quran. Ketika mengetahui tujuan dari program tersebut, bagaimana pendapat anda lagi mengenai program tersebut? Kebaikan itu tidak hanya dilihat dari tujuannya saja, caranya juga penting. Dan cara yang dilakukan oleh komunitas ini salah. Itu sama saja dengan mereka mengkomersilkan ayat Al-Quran, dan itu haram hukumnya walaupun tujuannya bukan untuk mengkomersilkan, tapi karena caranya sudah salah maka program ini juga salah.
4 Desember 2014 Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
KH. Ali Mustafa Yaqub