10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1.
Teori Penawaran dan Kurva Penawaran Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga
sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga sesuatu barang semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan (Sukirno, 2008). Kurva penawaran adalah gambaran secara grafis dari hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan dengan harga, jika faktor lainnya tetap sama (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 1.
120
S0
100
Harga (P)
80 60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Jumlah (Q)
Gambar 1. Kurva Penawaran Sumber : Sukirno, 2008
Universitas Sumatera Utara
11
Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa kurva penawaran (S0) menaik dari kiri bawah ke kanan atas. Bentuk kurva penawaran seperti itu karena terdapat hubungan yang positif di antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan, yaitu makin tinggi harga, maka makin banyak jumlah barang yang ditawarkan (Sukirno, 2008). Pergeseran kurva penawaran berarti bahwa pada setiap harga akan ditawarkan jumlah yang berbeda daripada jumlah sebelumnya. Kenaikan jumlah barang yang ditawarkan pada tiap tingkat harga diwujudkan dalam bentuk pergeseran kurva penawaran ke kanan. Sebaliknya, penurunan jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga diwujudkan dalam bentuk pergeseran kurva penawaran ke kiri (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk pergeseran kurva
Harga (P)
penawaran dapat dilihat pada Gambar 2.
120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
S2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
S0
S1
90 100 110 120 130 140
Jumlah (Q) S0
S1
S2
Gambar 2. Pergeseran Kurva Penawaran Sumber : Sukirno, 2008
Universitas Sumatera Utara
12
Dari Gambar 2, dapat dilihat bahwa pergeseran kurva penawaran dari S0 ke S1 menunjukkan adanya kenaikan dalam penawaran. Suatu kenaikan penawaran berarti bahwa lebih banyak jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Sebaliknya, pergeseran kurva penawaran dari S0 ke S2 menunjukkan adanya penurunan dalam penawaran. Suatu penurunan dalam penawaran berarti bahwa lebih sedikit jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga (Sukirno, 2008). Pergeseran keseluruhan kurva penawaran tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Harga-harga masukan (prices of input) Input adalah semua jenis barang yang digunakan perusahaan untuk memproduksi keluaran (output)-nya, seperti bahan baku, tenaga kerja dan mesinmesin. Jika harga lainnya tetap sama, semakin tinggi harga setiap masukan maka semakin kecil keuntungan yang akan diperoleh dari suatu komoditi tertentu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi harga setiap masukan yang digunakan perusahaaan, maka semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan oleh perusahaan pada tiap tingkat harga komoditi itu (Lipsey et al, 1995). Kenaikan harga masukan akan menggeser kurva penawaran ke kiri, yang menunjukkan bahwa makin sedikit jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga, dan sebaliknya turunnya harga masukan akan menggeser kurva penawaran ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa makin banyak jumlah barang yang ditawarkan pada tiap tingkat harga tertentu (Kadariah, 1994).
Universitas Sumatera Utara
13
2. Tujuan perusahaan Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Akan tetapi, perusahaan bisa saja memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk maksimasi laba. Jika perusahaan takut menanggung resiko, perusahaan itu akan memilih jalur kegiatan yang lebih aman meskipun kemungkinan memperoleh laba lebih kecil. Jika perusahaan ingin menjadi perusahaan besar, mungkin yang dilakukan adalah memproduksi dan menjual dalam jumlah yang lebih besar daripada kalau perusahaan sekedar ingin memaksimumkan labanya. Jika yang menjadi tujuan perusahaan adalah citra masyarakat, maka perusahaan mungkin melepaskan kegiatan yang tingkat keuntungannya tinggi (seperti produksi dioksin) jika memang masyarakat tidak menerimanya (Lipsey et al, 1995). Bagi perusahaan yang bertujuan untuk memaksimumkan laba maka perusahaan tersebut akan memproduksi dan menjual barang dalam jumlah yang besar, hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kanan yang berarti makin banyak jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Dan sebaliknya, jika suatu perusahaan memiliki tujuan tidak untuk memaksimumkan laba, maka perusahaan tersebut akan memproduksi dan menjual barang dalam jumlah yang sedikit, hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kiri yang menunjukkan bahwa makin sedikit jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga (Lipsey et al, 1995). 3. Teknologi Teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan banyaknya jumlah barang yang dapat ditawarkan. Kenaikan produksi dan
Universitas Sumatera Utara
14
perkembangan ekonomi yang pesat di berbagai negara terutama disebabkan oleh penggunaan teknologi yang semakin modern. Kemajuan teknologi telah dapat mengurangi biaya produksi, mempertinggi produktivitas, mempertinggi mutu barang dan menciptakan barang- barang yang baru. Dalam hubungannya dengan penawaran suatu barang, kemajuan teknologi menimbulkan dua efek yaitu: (i) produksi dapat ditambah dengan lebih cepat, (ii) biaya produksi semakin murah. Dengan demikian keuntungan menjadi bertambah tinggi. Berdasarkan kepada kedua akibat ini dapatlah disimpulkan bahwa kemajuan teknologi dapat menggeser kurva penawaran ke kanan, yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah yang ditawarkan (Sukirno, 2008). 4. Harga barang lain a) Harga barang atau jasa lain: pada barang bersaing (competitive product) Ditinjau dari segi penawaran, hubungan suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya dapat berupa barang bersaing (competitive product) atau barang bersama (joint product). Dua atau lebih barang adalah bersaing apabila barang-barang tersebut dapat dihasilkan dengan menggunakan faktor produksi yang sama. Pada umumnya kenaikan harga suatu barang, ceteris paribus, akan menurunkan penawaran barang saingannya. Sebagai contoh, jagung dan padi adalah barang bersaing karena dapat dihasilkan dengan menggunakan lahan yang sama. Jika harga jagung naik, petani akan berusaha menambah produksi jagung dengan menambah pemanfaatan lahan untuk tanaman jagung. Dengan demikian, pada luas lahan yang tetap, tanaman
Universitas Sumatera Utara
15
padi berkurang sehingga produksi atau jumlah penawaran padi menjadi berkurang dan kurva penawaran padi akan bergeser ke kiri (Sukirno, 2008). b) Harga barang atau jasa lain: pada barang bersama (joint product) Barang bersama (joint product) adalah dua atau lebih barang yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi yang sama. Jika harga suatu barang naik, ceteris paribus, maka penawaran barang bersamanya juga naik. Sebagai contoh, daging domba dan bulu domba adalah barang bersama karena dihasilkan dari proses produksi yang sama dalam kegiatan peternakan. Dengan demikian, jika harga daging domba naik, peternak akan berusaha menambah penawaran daging domba dengan memelihara ternak domba yang lebih banyak dan pada saat yang sama dia juga dapat menambah jumlah penawaran bulu domba. Hal ini dapat menggeser kurva penawaran ke kanan, yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah daging domba dan jumlah bulu domba yang ditawarkan pada tiap tingkat harga (Sukirno, 2008).
2.1.2.
Elastisitas Penawaran Elastisitas penawaran mengukur ketanggapan (the responsiveness)
jumlah yang ditawarkan terhadap perubahan harga komoditi itu sendiri, yang ditulis sebagai s dan didefinisikan sebagai berikut: ηs =
Persentase perubahan jumlah yang ditawarkan Persentase perubahan harga
Dan sering juga disebut sebagai supply elasticity (Kadariah, 1994). Jika kurva penawarannya vertikal, maka jumlah yang ditawarkan tidak akan berubah dengan adanya perubahan harga atau elastisitas penawarannya sama dengan nol. Sebaliknya, sebuah kurva penawaran yang horizontal memiliki
Universitas Sumatera Utara
16
elastisitas penawaran tak terhingga dimana penurunan harga sedikit saja dapat menurunkan jumlah yang akan ditawarkan oleh produsen dari jumlah yang tak terhingga hingga menjadi nol. Di antara kedua elastisitas penawaran yang ekstrim ini, terdapat berbagai variasi bentuk kurva penawaran. Adapun beberapa bentuk dari elastisitas penawaran (s) terhadap harga dapat dilihat pada Gambar 3.
200
0 < Es < 1
Es = 0
Es = 1
Es > 1
160
Harga (P)
Es = 0 0 < Es < 1
120
Es = 1 Es > 1 80
Es = ∞
Es = ∞
40
0 0
50
100
150
Jumlah (Q)
200
250
300
Gambar 3. Bentuk Elastisitas Penawaran Sumber : Lipsey et al, 1995
Dari Gambar 3, dapat dilihat beberapa bentuk dari elastisitas penawaran (s) terhadap harga. Ada beberapa bentuk elastisitas penawaran, yakni inelastis sempurna, inelastis, elastis uniter, elastis dan elastis sempurna. Adapun penjelasan dari elastisitas penawaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Universitas Sumatera Utara
17
Tabel 5. Elastisitas Penawaran (s) terhadap Harga Ukuran Elastisitas dalam Angka
Istilah
Keterangan
Jumlah yang ditawarkan tidak Nol Inelastis sempurna berubah dengan adanya perubahan harga Lebih besar daripada Jumlah yang ditawarkan berubah nol, lebih kecil Inelastis dengan persentase yang lebih kecil daripada satu daripada perubahan harga Jumlah yang ditawarkan berubah Satu Elastis uniter dengan persentase yang sama dengan perubahan harga Lebih besar daripada Jumlah yang ditawarkan berubah satu, lebih kecil Elastis dengan persentase yang lebih besar daripada tak terhingga daripada perubahan harga Penjual siap menjual dengan segala kemampuan mereka pada beberapa Tak terhingga Elastis sempurna tingkat harga dan tidak sama sekali walaupun dengan harga yang sedikit lebih rendah. Sumber : Lipsey et al, 1995.
Dua faktor yang dapat dianggap sebagai faktor yang sangat penting di dalam menentukan elastisitas penawaran yaitu: jangka waktu di mana penawaran tersebut dianalisis dan perilaku biaya apabila output (keluaran)-nya bervariasi. 1) Jangka Waktu Analisis Di dalam menganalisis pengaruh waktu terhadap elastisitas penawaran dibedakan dua jenis waktu yaitu jangka pendek (short run) dan jangka panjang (long run). Dalam penawaran, kurun waktu jangka pendek ataupun jangka panjang tidak ada hubungannya dengan jumlah minggu, bulan atau tahun tertentu, melainkan berhubungan dengan faktor produksi yang digunakan (apakah yang digunakan faktor produksi tetap atau faktor produksi variabel) (Kadariah, 1994).
Universitas Sumatera Utara
18
Jangka pendek (short run) adalah jangka waktu dimana jumlah masukan (input) tertentu tidak dapat diubah. Artinya pada periode jangka pendek, faktor produksi yang digunakan adalah faktor produksi tetap. Faktor produksi tetap (fixed input) adalah faktor produksi yang jumlah penggunannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia. Contohnya tanah, mesin-mesin pabrik. Sampai tingkat interval produksi tertentu, jumlah mesin tidak perlu ditambah. Tetapi jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin tidak dapat dikurangi. Oleh karenanya, pada jangka pendek penawaran bersifat inelastis (Rahardja, 2006). Jangka panjang (long run) adalah periode waktu dimana semua masukan (input) dapat berubah, tetapi teknologi dasar produksi tidak dapat diubah. Artinya periode jangka panjang adalah periode produksi dimana semua faktor produksi yang digunakan menjadi faktor produksi variabel. Faktor produksi variabel (variable input) adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Begitu juga sebaliknya. Contohnya adalah buruh harian lepas di pabrik rokok. Jika perusahaan ingin meningkatkan produksi, maka jumlah buruh hariannya ditambah. Sebaliknya jika ingin mengurangi produksi, maka buruh harian dapat dikurangi. Oleh karena itu, penawaran pada jangka panjang bersifat elastis (Rahardja, 2006). 2) Perilaku biaya apabila output (keluaran)-nya bervariasi Jika biaya produksi meningkat dengan bertambahnya keluaran, maka ransangan untuk meningkatkan produksi dalam menanggapi kenaikan harga, akan
Universitas Sumatera Utara
19
dihambat langsung oleh kenaikan biayanya. Dalam hal ini penawarannya akan cenderung bersifat inelastis. Akan tetapi, jika kenaikan biayanya naik sedikit dengan meningkatnya produksi, maka kenaikan harga akan meningkatkan keuntungan dan akan mengakibatkan kenaikan jumlah yang ditawarkan dalam jumlah besar, sebelum kenaikan biayanya menghentikan ekspansi keluaran ini. Dalam
hal
ini
penawaran
akan
cenderung
lebih
bersifat
elastis
(Lipsey et al, 1995).
2.2.
Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu
yang berhubungan tentang respon penawaran suatu komoditi pertanian, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Penelitian Terdahulu tentang Respon Penawaran Suatu Komoditi Pertanian Nama dan Tahun
Nariswari, 2009
Judul Penelitian
Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Respon Penawaran Kacang Tanah di Indonesia
Data dan Metode Penelitian Data sekunder dengan deret waktu (time series) selama 37 tahun yaitu dari tahun 1970-2006. Analisis data yang digunakan adalah model persamaan Nerlovian. Respon penawaran kacang tanah diperoleh melalui pendekatan luas areal panen dan produktivitas kacang tanah. Bentuk model luas areal panen kacang tanah adalah: LnAt = a0 + a1LnKTt +a2 LnKDt + a3 LnUKt + a4 LnJGt + a5 LnGBHt + a6 LnIRGt + a7LnAt-1 + Vt
Hasil Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi luas panen kacang tanah adalah luas panen tahun sebelumnya, harga kacang tanah dan irigasi. Peubah yang tidak berpengaruh nyata pada luas panen kacang tanah adalah harga gabah, harga jagung, harga kacang kedelai dan harga ubi kayu. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kacang tanah adalah produktivitas tahun sebelumnya, harga kacang tanah dan jumkah tenaga kerja. Elastisitas penawaran
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 6. Lanjutan Nama dan Tahun
Al-Mudatsir, 2009
Judul Penelitian
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Penawaran Kacang Kedelai di Indonesia
Data dan Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Bentuk model dari produktivitas kacang tanah adalah: LnYt = g0 + g1LnKTt + g2LnBENIHt + g3Ln JPUPUKt + g4LnJOBATt + g5LnJKTt + g6LnCHt + g7LnSBt + g8LnYt-1 + Tt
terhadap harga kacang tanah dalam jangka pendek adalah penjumlahan dari elastisitas jangka pendek areal panen dan produktivitas. Besarnya elastisitas tersebut 0,1620 sedangkan untuk elastisitas jangka panjangnya juga merupakan penjumlahan dari elastisitas areal panen dan produktivitas terhadap harga dalam jangka panjang, sehingga didapatkan elastisitas sebesar 0,3013.
Data sekunder dengan deret waktu (time series) selama 38 tahun yaitu dari tahun 1969-2006. Respon penawaran kacang kedelai diduga secara tidak langsung melalui persamaan respon luas areal panen dan respon produktivitas, menggunakan model penyesuaian parsial Nerlove dan menggunakan metode OLS. Secara matematis, fungsi areal panen adalah: LnAt = b0 + b1LnPKDt +b2 LnPKCt + b3 LnPJt + b4 LnKLt + b5 LnCHt + b6 LnIRGt + b7 Ln At-1 + ut Secara matematis, fungsi produktivitas adalah: LnYt = d0 + d1LnPKDt + d2LnPUKt + d3LnBt + d4 LnWt + d5LnINTt + d6LnAt + d7 LnYt-1 + ut
Faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen yaitu harga kacang kedelai, harga jagung, harga kacang tanah, luas areal panen teririgasi, dan luas areal panen tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas secara nyata yaitu harga pupuk, upah buruh dan produktivitas tahun sebelumnya. Elastisitas (respon) penawaran kacang kedelai terhadap harga pada jangka pendek bersifat inelastis, sedangkan pada jangka panjang bersifat elastis. Nilai elastisitas penawaran pada jangka pendek sebesar 0,66 dan pada jangka panjang sebesar 2,18. Respon penawaran lebih elastis dalam jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 6. Lanjutan Nama dan Tahun
Hendry Alfianto, 2009
Judul Penelitian
Analisis Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Karanganyar
Data dan Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Data sekunder (time series) selama 15 tahun yaitu dari tahun 19932007. Analisis data yang digunakan adalah dengan regresi linier berganda pada fungsi penawaran dengan cara langsung melalui pendekatan produksi, secara matematis dirumuskan : Qt = b0 + b1Pt-1 + b2 Pit + b3 Qt-1 + b4 Pst-1 + b5 At + b6 Rt + E
Variabel harga bawang merah tahun sebelumnya, harga pupuk SP36 tahun t, produksi bawang merah tahun sebelumnya dan luas areal panen bawang merah tahun t berpengaruh nyata terhadap penawaran bawang merah di Kabupaten Karanganyar. Elastisitas penawaran bawang merah dalam jangka pendek terhadap perubahan harga bawang merah tahun sebelumnya, harga pupuk SP36 tahun t, produksi bawang merah tahun sebelumnya dan luas areal panen bawang merah tahun t bersifat inelastis. Untuk elastisitas penawaran bawang merah dalam jangka panjang terhadap perubahan harga bawang merah tahun sebelumnya, produksi bawang merah tahun sebelumnya, dan luas areal panen bawang merah tahun t bersifat inelastis, sedangkan harga pupuk SP36 tahun t bersifat elastis terhadap perubahan penawaran bawang merah di Kabupaten Karanganyar.
2.3.
Landasan Teori
2.3.1.
Respon Beda Kala (Lag) dalam Komoditi Pertanian Salah satu karakteristik utama produk pertanian adalah adanya tenggang
waktu antara menanam dan memanen yang disebut dengan gestation periode atau beda kala (lag). Hasil yang diperoleh petani didasarkan pada perkiraan-perkiraan
Universitas Sumatera Utara
22
periode mendatang dan pengalamannya di masa lalu. Apabila terjadi peningkatan harga output suatu komoditas pertanian pada saat tertentu maka peningkatan itu tidak akan segera diikuti oleh peningkatan areal dan produktivitas, karena keputusan alokasi sumber daya telah ditetapkan petani pada saat sebelumnya. Respon petani terjadi setelah beda kala (lag) sebagai dampak perubahan harga input, output, dan kebijakan pemerintah (Gujarati, 2004). Peubah beda kala (lagged variable) sering dimasukkan ke dalam model ekonometrik yang menduga respon pelaku ekonomi. Alasannya adalah respon dari pelaku ekonomi untuk merespon terhadap perubahan-perubahan peubah yang mempengaruhi mereka pada umumnya tidak dapat segera diwujudkan, karena diperlukan suatu penyesuaian terlebih dahulu. Dengan demikian, peubah beda kala (lag) dalam model merupakan salah satu cara untuk mempertimbangkan lamanya waktu proses penyesuaian dari perilaku ekonomi dan proses dinamis dari proses tersebut (Koutsoyiannis, 2001). Dalam Gujarati (2004), ada tiga alasan
pokok yang mendasari
penggunaan variabel beda kala yaitu: 1.
Alasan Psikologis. Disebabkan oleh adanya kebiasaan (habit) terhadap perilaku lama atau kelembaman (inersia) dalam menyesuaikan diri. Secara umum, model fungsi respon penawaran hasil-hasil pertanian dipengaruhi oleh tingkat penawaran periode sebelumnya, harga-harga input dan output periode sebelumnya serta faktor-faktor lain.
Para petani
biasanya enggan untuk melakukan perubahan-perubahan karena pada umumnya terpaku pada tradisi atau kebiasaan lama.
Universitas Sumatera Utara
23
2.
Alasan teknis. Proses produksi pertanian membutuhkan waktu antara saat menanam dan saat memanen sehingga tergantung pada peubah-peubah beda kala (lag). Demikian pula introduksi teknik produksi baru memerlukan waktu untuk sampai diadopsi oleh petani dan sampai petani mahir dalam menggunakan teknik produksi baru sebelum pada akhirnya dapat meningkatkan produksi penawarannya.
3.
Alasan kelembagaan. Perubahan tidak dapat terjadi begitu saja karena ada aturan atau kelembagaan yang mengikat seperti adanya perjanjian kontrak waktu produksi dan aturan-aturan yang bersifat kelembagaan lainnya.
2.3.2.
Model Perilaku Penyesuaian Parsial Nerlove Dari semua model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi
respon penawaran produk pertanian dan perkebunan, model Nerlove adalah salah satu model yang paling sukses dan banyak digunakan serta terus diuji oleh banyak studi untuk memperbaiki model ini. Berdasarkan Gujarati (2004), sebuah model dikatakan dinamis jika nilai berikutnya dari variabel dependen dipengaruhi oleh nilai pada periode sebelumnya, bentuk yang tereduksi (reduced form) dari model Nerlove akan berbentuk model autoregressive karena model tersebut memasukkan nilai lag dari variabel dependen di antara variabel-variabel penjelasnya. Pada dasarnya, petani dapat merespon perubahan harga pada tahun t, t-1, t-2, dan seterusnya. Namun dalam kenyataannya untuk merubah proses produksi diperlukan tenggang waktu. Untuk mengetahui harga pada tahapan mana penawaran bersifat responsif, maka perubahan harga pada beberapa tahun tersebut dapat dimasukkan sebagai peubah penjelas dalam respon penawaran. Akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
24
secara statistik sangat besar peluang muncul masalah kolinieritas ganda (multi collinearity) yang serius antara peubah-peubah penjelas tersebut. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi model untuk menghindari masalah kolinieritas ganda tersebut dan sekaligus tetap mempertimbangkan pengaruh lag harga (Ritonga, 2004).
2.3.3.
Model Nerlove Nerlove mengembangkan model penyesuaian parsial dan merumuskan
bahwa tingkat output yang diinginkan (Y*t) dipengaruhi oleh tingkat harga dan teknologi. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut: Y*t = b0 + b1Pt + b2Tt .......................................................................... (2.1) Dimana: Y*t adalah tingkat output yang diinginkan pada tahun ke-t, Pt adalah harga pada tahun ke-t, Tt adalah teknologi (LaFrance and Oscar R. Burt, 1983) Tingkat output yang diinginkan (Y*t) tidak dapat diamati secara langsung karena masih merupakan target (bukan aktual). Untuk mengatasinya maka Nerlove mempostulatkan hipotesis yang dikenal sebagai hipotesis perilaku penyesuaian parsial. Hipotesis perilaku penyesuaian parsial oleh Nerlove ini dapat dituliskan sebagai berikut: Yt - Yt-1 = δ (Y*t - Yt-1) ............................................................... (2.2) Dimana : Yt - Yt-1
= Perubahan tingkat output yang sebenarnya terjadi
Y*t - Yt-1 = Perubahan tingkat output yang diinginkan δ
= Koefisien penyesuaian parsial (0 < δ < 1)
Universitas Sumatera Utara
25
Perubahan tingkat output yang sebenarnya terjadi merupakan proporsi tertentu dari perubahan tingkat output yang diinginkan. Proporsi tertentu ini disebut sebagai koefisien penyesuaian parsial (δ) yang nilainya terletak di antara 0 sampai 1. Jika: Nilai δ = 0, maka tidak ada perubahan apapun pada tingkat output yang diinginkan Nilai δ = 1, maka tingkat output yang diinginkan sama dengan tingkat output yang sebenarnya terjadi (LaFrance and Oscar R. Burt, 1983). Persamaan (2.2) dapat disusun kembali menjadi : Yt - Yt-1 = δ (Y*t - Yt-1) Yt
= δ Y*t – δ Yt-1 + Yt-1
Yt
= δ Y*t + (1 - δ) Yt-1 ..................................................... (2.3)
Tingkat output pada periode tertentu dipengaruhi oleh tingkat output yang diinginkan dan tingkat output pada periode sebelumnya. Bila persamaan (2.1) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.3), dan menyusunnya kembali maka akan diperoleh persamaan: Yt
= δ Y*t + (1 - δ) Yt-1, dimana :
Y*t
= b0 + b1Pt + b2Tt , maka :
Yt
= δ (b0 + b1 Pt + b2 Tt) + (1- δ) Yt-1
Yt
= δ b0 + δ b1Pt + δ b2Tt + (1- δ) Yt-1
Yt
= a0 + a1 Pt + a2 Tt + a3 Yt-1........................................ (2.4)
Universitas Sumatera Utara
26
Dimana : Yt
= Tingkat output pada periode ke-t
Yt-1
= Tingkat output pada periode ke t-1
Pt
= Harga pada periode ke-t
Tt
= Teknologi pada periode ke-t
δ
= (1- a3), b0 = a0 / δ, b1 = a1 / δ, b2 = a2 / δ Untuk menganalisis elastisitas penawaran suatu komoditas yang
menggambarkan
ketanggapan
(responsiveness)
jumlah
komoditas
yang
ditawarkan terhadap perubahan harga komoditas itu sendiri, dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ESR = ai
Pt Yt
dan ELR =
ESR δ
................................................ (2.5)
Dimana : ESR = Elastisitas jangka pendek ELR = Elastisitas jangka panjang ai
= Koefisien regresi variabel bebas, yaitu harga komoditas
Pt
= Rata-rata variabel bebas, yaitu harga komoditas
Yt
= Rata-rata variabel tak bebas, yaitu tingkat output
δ
= Koefisien penyesuaian parsial, yang besarnya 0 < δ < 1 Dengan kriteria, apabila:
E > 1 : penawaran bersifat elastis. Artinya, setiap perubahan variabel bebas, yaitu harga komoditas sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan tingkat output lebih besar dari 1%.
Universitas Sumatera Utara
27
E < 1 : penawaran bersifat inelastis. Artinya, setiap perubahan variabel bebas, yaitu harga komoditas sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan tingkat output lebih kecil dari 1%.
2.4.
Kerangka Pemikiran Kacang tanah merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang
penting setelah kacang kedelai. Peluang pengembangan kacang tanah masih terbuka luas sejalan dengan berkembangnya pemanfaatan kacang tanah baik untuk konsumsi langsung, industri pangan olahan, pakan ternak dan industri lainnya yang berbahan baku kacang tanah. Penawaran komoditas pertanian merupakan keseluruhan atau banyaknya jumlah komoditas produk pertanian yang ditawarkan oleh produsen berdasarkan harga yang telah ditentukan kepada pembeli, sehingga terjadi tawar menawar terhadap
harga
komoditas pertanian.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
penawaran produk pertanian adalah harga komoditas itu sendiri, teknologi, harga input, harga produk lain, jumlah produsen dan ekspektasi terhadap harga komoditas itu di masa depan. Di dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran kacang tanah yaitu: luas areal panen kacang tanah, harga kacang tanah, harga jagung, harga pupuk TSP dan penawaran kacang tanah pada periode sebelumnya. Di dalam penelitian ini, penawaran kacang tanah menggunakan model penyesuaian parsial oleh Nerlove. Salah satu karakteristik utama produk pertanian adalah adanya tenggang waktu antara menanam dan memanen yang disebut dengan gestation periode atau beda kala (lag). Melalui penggunaan beda kala (lag) dalam fungsi penawaran maka dapat dihitung elastisitas penawaran
Universitas Sumatera Utara
28
kacang tanah terhadap harga kacang tanah itu sendiri, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat skema kerangka pemikiran mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kacang tanah dan analisis mengenai elastisitas penawaran kacang tanah terhadap harga kacang tanah itu sendiri, di Sumatera Utara pada jangka pendek dan jangka panjang, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Penawaran Kacang Tanah
Jangka Pendek
Elastisitas Penawaran Kacang Tanah Faktor selain harga komoditas itu sendiri: Luas areal panen kacang tanah (Ha) Harga jagung pipilan (Rp/Kg) Harga pupuk TSP (Rp/Kg) Penawaran kacang tanah pada periode sebelumnya (Ton)
Faktor harga komoditas itu sendiri: Harga kacang tanah (Rp/Kg)
Jangka Panjang
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
29
2.5.
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1.
Variabel luas areal panen kacang tanah, harga kacang tanah, harga jagung pipilan, harga pupuk TSP, dan penawaran kacang tanah pada periode sebelumnya berpengaruh nyata dan positif terhadap penawaran kacang tanah di Sumatera Utara.
2.
Elastisitas penawaran kacang tanah terhadap harga kacang tanah itu sendiri, di Sumatera Utara bersifat inelastis pada jangka pendek (short run) maupun pada jangka panjang (long run).
Universitas Sumatera Utara