Bab II II.1
Tinjauan Pustaka
Aplikasi Hidrogen
Karakteristik hidrogen ditampilkan pada tabel II.1. Hidrogen dapat diaplikasikan salah satunya sebagai fuel cells seperti ditunjukkan oleh gambar II.1. Fuel cells ini beroperasi pada temperatur rendah sehingga lebih menghemat energi. Bentuk fuell cells semacam baterai dan memiliki efisiensi yang tinggi. Fuel cells ini dapat digunakan sebagai emergency backup, utility vehicle, dan auxiliary power unit.
Tabel. II.1 Karakteristik Hidrogen, Attilio Pigneri (2004)
Gambar. II.1 Aplikasi hidrogen sebagai fuell cell
5
Hidrogen diproses dari bahan baku gas alam berupa methane. Beberapa proses pembentukan hidrogen adalah, antara lain Steam Methane Reforming (SMR) yang mana dapat menghasilkan hidrogen dengan kemurnian yang cukup besar, kedua, Partial Oxide (POX). Ketiga, Auto-Thermal Reforming (ATR) yaitu kombinasi POX dan SMR. Selajutnya adalah gasification dan biomass pyrolysis
II.2
Steam Methane Reforming
Steam methane reforming merupakan proses pembentukan hidrogen yang paling banyak dilalukan
di kalangan industri seperti ditunjukkan gambar II.2 karena
prosesnya lebih murah atau ekonomis dibandingkan proses lainnya. Proses ini menghasilkan produk hidrogen dan karbon monoksida.
Energi yang digunakan dalam proses steam methane reforming ini juga dapat diambil dari gas alamnya nya sendiri atau dapat menggunakan panas dan energi nuklir. Efisiensi yang dihasilkan dapat mencapai 70%. Pengembangan selanjutnya adalah peningkatan efisiensi dari pembentukan hidrogen.
Gambar. II.2 Proses steam methane reforming, Attilio Pigneri (2004) Steam methane reforming merupakan reaksi pembentuan hidrogen yang berlangsung secara endotermis. Proses reaksi dibagi menjadi dua tahap, yaitu reaksi pembetukan hidrogen yang berlangsung secara endotermis yang ditampilkan pada persamaan II.1.
CH 4 + H 2O → CO + 3H 2
ΔH = 206,3kj / mol
6
...(II.1)
Temperatur operasi pembentukan hidrogen berkisar 750-800oC. Reaksi pertama menghasilkan CO dan hidrogen. Perbandingan hidrogen dan CO yang dihasilkan adalah berkisar 3. Reaksi tahap ke dua berlangsung secara eksotermis dikenal dengan reaksi water-gas shift yang ditampilkan oleh persamaan II.2. CO + H 2O → CO 2 + H 2O
ΔH = −40.8 kj / mol
...(II.2)
Reaksi tahap kedua adalah reaksi konversi CO. Reaksi pertama dan kedua dijumlahkan menghasilkan reaksi yang berlangsung secara endotermis yang ditunjukkan persamaan II.3. Proses water-gas shift pada gambar II.3 dilakukan pada temperatur tinggi yaitu 350oC (HTS) dan temperatur rendah 190-210oC (LTS) yang bertujuan memisahkan CO2 dan hidrogen. CH 4 + 2 H 2O → CO 2 + 4 H 2
ΔH = 216,5 kj / mol
Gambar.II.3 Steam methane reforming, Arthur (2003)
7
...(II.3)
Proses pemurnian dapat dilakukan pada umpan ataupun pada produk akhir. Pada umpan, pemurnian dilakukan dengan membuang gas beracun yang terdiri dari sulfur (S) dan chloride (Cl). Sedangkan pada produk akhir, pemurnian meliputi pembuangan CO2 yaitu sekitar 0.005-0.1% dari volumenya dan CO. Pada reaksi ini diupayakan menghasilkan 99.99% kemurnian hidrogen. Tahap berikutnya adalah methanisasi pada persamaan II.5 dan II.6 yaitu proses dimana sebagian CO2 dan CO di reaksikan kembali dengan hidrogen menghasilkan methane dan air. CO + 3H 2 → CH 4 + H 2 O CO2 + 4 H 2 → CH 4 + 2 H 2 O
II.3
ΔH = −206kJmol −1 ΔH = −165kJmol −1
...(II.5) ...(II.6)
CO2 Methane Reforming (CMR)
Saat ini reaksi CO2 methane reforming (CMR) lebih mendapat perhatian penting dibanding dengan steam methane reforming dalam proses produksi hidrogen. Hal ini disebabkan karena perbandingan H2 terhadap CO yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan dengan steam methane reforming. Reaksi terdiri atas 2, yaitu pertama, pembentukan hidrogen pada persamaan II.7 dan kedua, reaksi water gas shift pada persamaan II.8. CH 4 + CO 2 → 2 CO + 2 H 2
H 2 + CO2 ⇔ CO + H 2 O
0 Δ H 298 = 247 kj mol −1
0 ΔH 298 = 41kj mol −1
...(II.7) ...(II.8)
CMR dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini sebagai reaksi pembentukan hidrogen. Perbedaan CO2 methane reforming dan steam methane reforming adalah CH4 bereaksi dengan CO2 sedangkan steam methane reforming bereaksi dengan H2O.
8
II.4
Proses Konvensional dan Membran
Reaktor tubular merupakan reaktor yang banyak digunakan saat ini untuk proses steam methane reforming. Reaksi pembentukan dan water-gas shift dalam proses steam methane reforming dilakukan dalam satu perangkat yaitu reaktor membran. Gas alam atau metana sebagai umpan masuk dan keluarannya adalah hidrogen dan air. Reaktor ini lebih ramah lingkungan, karena dapat mereduksi lebih banyak polutan dibanding reaktor tubular. Pada gambar. II.4 terlihat skema reaktor membran secara umum pada reaksi water-gas shift.
Pure hidrogen
Synthetis Gas (H2, CO2, CO plus H2O)
High pressure CO2
Gambar. II.4 Proses water-gas shift dalam reaktor mebran
Proses CMR reaktor membran telah dipertimbangkan keberadaanya karena memiliki banya kelebihan dibanding dengan reaktor konvensional yang saat ini banyak digunakan di kalangan industri. Salah satunya adalah ukuran reaktor yang digunakan. Perbandingan ukuran reaktor tubular dan reaktor membran dapat dilihat pada gambar II.5 dan gambar II.6.
9
Gambar. II.5 Ukuran proses konvensional (kiri) dan membran (kanan)
Proses yang berlangsung dalam reaktor membran telah mereduksi ukuran ruang reaktor konvensional sampai dengan 65% yaitu dengan mereduksi reboiler, solvent loss, dan intensivits proses serta ukuran berat sekitar 70-75%. Penghematan biaya produksi dapat ditekan dengan menggunakan reaktor membran. Ukuran reaktor membran dapat menghasilkan konversi metana yang lebih tinggi dari pemakaian reaktor tubular dengan ukuran yang lebih besar.
Pada gambar II.6 terlihat suatu gambar reaktor membran yang menghasilkan hidrogen yang langsung dialirkan ke rumah-rumah industri. Energi yang dihasilkan oleh hidrogen relatif jauh lebih besar karena pembakarannya yang sempurna oleh karena impuritisnya yang besar. Tidak perlu menggunakan reaktor yang besar untuk menghasilkan hidrogen yang dapat langsung dinikmati oleh konsumen.
10
Gambar. II.6 contoh reaktor membran yang telah berkembang di jepang, JGA (2004) Reaktor membran membuat sistem pada gambar II.7 menjadi lebih simpel, kompak, dan memiliki efisiensi yang tinggi serta memiliki kemurnian yang sama tetapi dengan suhu operasi yang lebih rendah seperti yang terlihat pada gambar II.8.
Gambar. II.7 Steam methane reforming secara konvensional, Masao Hori (2004)
11
Gambar II.8 Steam methane reforming secara membran, Masao Hori (2004) Hidrogen tidak hanya dapat diaplikasikan sebagai fuel cells seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya tetapi juga dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar kendaraan umum. Reaktor membran memudahkan untuk mengalokasikan hidrogen langsung kepada konsumen melalui stasiun pengisian bahan bakar. Pada gambar II.9 dan II.10 terlihat jelas perbedaan yang cukup signifikan.
Kualiatas hidrogen yang ingin dicapai dalam proses membran adalah memiliki efisiensi tinggi, bebas emisi beracun, respon yang cepat, dan rapat energinya besar. Pada gambar II.11 adalah salah satu gambar stasiun bahan bakar hidrogen yang ada di jepang yang telah menggunakan reaktor membran dan juga digambarkan perbedaan yang cukup signifikan antara reaktor konvensional dan reaktor membran.
12
Gambar. II.9 Produksi hidrogen dengan menggunakan reaktor konvensional
Gambar. II.10 Produksi hidrogen dengan menggunakan membran hidrogen
13
Gambar II.11 membran reformer dan convensional reformer, Masao Hori (2004)
II.5
Reaktor Membran
Aplikasi CO2 methane reforming dengan menggunakan reaktor membran menghasilkan hidrogen dapat dilihat pada gambar II.12. Pada gambar ini terlihat gas buangan berupa CO2 dapat dimamfaatkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Hasil buangan diupayakan ramah lingkungan sehingga kesetimbangan terhadap lingkungan dapat dijaga. Reaktor membran terdiri atas shell, tube dan material membran didalamnya. Salah satu material membran yang akan dibahas adalah vycor dan nanosil seperti ditunjukkan gambar II.13.
14
Gambar. II.12 Proses metana menjadi hidrogen pada reaktor membran
Gambar II.13 struktur mikroskopik vycor dan nanosil, Andre Ayral (2005)
15
Gambar. II.14 struktur membran paladium Pertimbangan dalam pemilihan material membran, salah satunya adalah memiliki permeabilitas yang baik. Bentuk salah satu membran lain yaitu palladium dapat dilihat pada gambar II.14 dan II.15. Pembuatan membran ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain, CVD (Chemical Vapor Deposition), sol-gel, spray pyrolysis, sputtering, atau electroless plating seperti yang ada pada gambar II.16.
Gambar. II.15 modul palladium membran reformer
16
Gambar. II.16 Proses pembuatan membran dengan Chemical Vapor Deposition
II.6
Proses Transport dalam Reaktor Membran
Bentuk membran berupa
film tipis dengan variasi susunan material yaitu dari
padatan inorganic sampai dengan organic misal polimer. Membran bertindak sebagai barier dimana memisahkan satu spesies dengan spesies yang lain. Selektivitas yang dihasilkan reaktor membran bergantung pada ketebalan film dan difek yang terjadi. Makin tipis membran berarti semakin sedikit difek maka kerja membran akan lebih baik dalam arti selektivitas produk yang dihasilkan lebih baik. Peningkatan kualitas produk atau hidrogen yang dihasilkan ditentukan oleh bagaimana unjuk kerja membran sebagai ujuk tombak perangkat reaktor membran. Selain selektivitas, juga permeabilitas dan laju reaksi juga dievaluasi sebagai unjuk kerja reaktor membran.
Cara yang paling efektif untuk meningkatkan selektivitas hidrogen pada membran yaitu dengan mengurangi ketebalan film. Ketebalan film berhubungan dengan panjang transport aliran gas di dalam membran. Makin kecil jarak tempuh tentunya makin kecil difek yang ada. Ketentuan yang ada berdasarkan pada eksperimen bahwa ketebalan palladium lebih dari 4.5 μm dapat menghasilkan selektivitas 100% permeabiliti hidrogen. Difusitas juga berpengaruh pada ketebalan film, makin tipis film membran maka makin kecil hambatan difusi melalui pori membran. Beberapa hal lainnya yang berhubungan dengan transport pada membran akan dibahas selanjutnya.
17
Model matematik dikembangkan untuk mensimulasi proses CMR yang berlangsung dalam reaktor membran. Konfigurasi reaktor membran ditunjukkan oleh gambar II.17 sedangkan pada gambar II.18 adalah gambar neraca material proses CMR. Reaksi yang terjadi dalam membran adalah reaksi pembentukan dan water-gas shift, yang dituliskan pada persamaan II.9 dan II.10. Asumsi yang digunakan pada pemodelan ini adalah beroperasi pada keadaan tunak, memiliki aliran flug-flow, dan gradien pada arah radial dan intrapartikel ditiadakan
CH 4 + CO2 → 2CO + 2 H 2 H 2 + CO2 ⇔ CO + H 2 O
0 ΔH 298 = 247kj mol −1 0 ΔH 298 = 41kj mol −1
Gambar. II.17 Konfigurasi reaktor membran, Ani K. Prabhu (2003)
Gambar. II.18 Neraca material, Ani K. Prabhu (2003)
18
...(II.9) ...(II.10)
II.6.1 Neraca Material pada Shell
Neraca material pada reaktor membran di shell didefinisikan pada persamaan II.1. Fluks (Q) berubah sepanjang reaktor (z). Difusi molekul melalui membran (D) pada masing-masing spesies (Ch4, CO2, CO, H2, Ar, H2O) didefinisikan melalui persamaan tabel II.2. Jari-jari shell (R1) dan jari-jari tube (R2) dibatasi oleh membran. Tekanan parsial (Pi) berubah sepanjang reaktor dengan karakteristik yang sama dengan fluks. dQi D R (P − P ' ) + 2 i 12 i 2 i + laju reaksi (r(z)) = 0 dz ( R2 − R1 )
Tabel II.2 Neraca material masing-masing spesies di shell ' dQCH 4 2 DCH 4 R1 ( PCH 4 − PCH 4) + + laju (CH4) =0 2 2 dz ( R2 − R1 ) ' dQCO 2 2 DCO 2 R1 ( PCO 2 − PCO 2) + + laju (CO2) = 0 2 2 dz ( R2 − R1 ) ' dQCO 2 DCO R1 ( PCO − PCO ) + − laju (CO) = 0 2 2 dz ( R2 − R1 )
dQH 2 2 DH 2 R1 ( PH 2 − PH' 2 ) − laju (H2) = 0 + dz ( R22 − R12 ) dQ Ar 2 D Ar R1 ( PAr − PAr' ) + =0 dz ( R22 − R12 ) dQH 2O 2 DH 2O R1 ( PH 2O − PH' 2O ) + − laju (H2O) = 0 dz ( R22 − R12 )
19
...(II.11)
II.6.2 Neraca Material pada Tube
Neraca material pada reaktor membran di tube berbeda dengan pada shell karena pada tube tidak ada reaksi hanya laju alir molar melalui membran yang didefinisikan pada persamaan II.12. Pada tabel II.3 terdapat beberapa persamaan neraca masingmasing spesies. dQi 2 Di ( Pi − Pi ' ) − =0 dz R1
... (II.12)
Tabel II.3 Neraca material masing-masing spesies di tube ' dQ ' CH 4 2 DCH 4 ( PCH 4 − PCH 4) − =0 dz R1 ' dQ ' CO 2 2 DCO 2 ( PCO 2 − PCO 2) − =0 dz R1 ' ) dQ ' CO 2 DCO ( PCO − PCO − =0 dz R1
dQ ' H 2 2 DH 2 ( PH 2 − PH' 2 ) − =0 dz R1 dQ ' Ar 2 D Ar ( PAr − PAr' ) − =0 dz R1 dQ ' H 2O 2 DH 2O ( PH 2O − PH' 2O ) − − =0 dz R1
II.6.3 Difusi
Proses separasi melalui membran didefinisikan melalui persamaan II.13 dimana asumsi yang digunakan mengikuti kaedah Difusitas Kenudsen (Di). Sedangkan koefisien difusitas didefinisikan oleh persamaan II.14.
20
2rεp 8000 RT πM i 3τRTD
Di =
P = Po e
... (II.13)
⎛ E ⎞ ⎜− ⎟ ⎝ RT ⎠
... (II.14)
II.6.4 Tekanan Parsial
Tekanan partial masing-masing komponen di dalam shell dan tube diekspresikan oleh persamaan II.15 dan II.16. Tekanan parsial merupakan fungsi dari fluks sehingga berubah juga sepanjang reaktor. Pi =
Qi Pt ∑ Qi
P 'i =
... (II.15)
Q 'i P 't ' ∑Q i
... (II.16)
II.6.5 Beda Tekanan
Pada shell, beda tekanan diestimasi dari persaman Ergun pada persamaan II.17. Sedangkan pada sisi tube diturunkan dari persamaan Poiseuille diekspresikan pada persamaan II.18. Kedua persamaan mengacu pada asumsi bahwa aliran melalui sebuah pipa. Viskositas berubah terhadap temperatur ( μ ) dan juga fungsi dari fluks sehingga berubah sepanjang reaktor. Massa jenis ( ρ ) juga berubah terhadap panjang reaktor dan mengacu pada gas idel. Kecepatan superfisial ( v ) merupakan kecepatan gas di dalam reaktor sepanjang sumbu z. Besar diameter partikel katalis didefinisikan sebagai d p . Besar prositas katalis ( ε ) mempengaruhi besar beda tekanan. − dPt 150 μ s v z (1 − ε ) 2 1.75 ρ s v z (1 − ε ) = + dz d p2 ε 3 d pε 3
... (II.17)
− dPt ' 8v z' μ t = dz R12
... (II.18)
21
II.6.6 Kinetika Reaksi
Model kinetika untuk laju reaksi pembentukan hidrogen dan reaksi water-gas shif diekspresikan oleh persamaan II.19 dan II.20. Penjumlahan reaksi pertama untuk aliran maju dan mundur didefinisikan oleh persamaan II.21 dan untuk reaksi kedua ditunjukkan oleh persamaan II.22. ⎡ ⎤ K CO 2 K CH 4 PCO 2 PCH 4 r1 = k1 ⎢ 2 ⎥ ⎣ (1 + K CO 2 PCO 2 + K CH 4 PCH 4 ) ⎦
...(II.19)
r2 = k CO 2 PCO 2
...(II.20)
⎡ ⎤⎡ K CO 2 K CH 4 PCO 2 PCH 4 ( PCO PH 2 ) 2 ⎤ Jumlah laju reaksi 1 = k1 ⎢ 1− ⎥ 2 ⎥⎢ ⎣ (1 + K CO 2 PCO 2 + K CH 4 PCH 4 ) ⎦ ⎣ K 1 PCH 4 PCO 2 ⎦
...(II.21)
⎡ ( PCO PH 2 ) 2 ⎤ Jumlah laju reaksi 2 = k CO 2 PCO 2 ⎢1 − ⎥ ⎣ K 1 PCH 4 PCO 2 ⎦
...(II.22)
22