TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Marginal Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan, atau biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa masukan yang berarti budidaya di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan (Notohadiprawiro, 2006). Ciri utama lahan kritis adalah gundul, terkesan gersang dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah dan pada umumnya terletak di wilayah dengan topografi lahan berbukit atau berlereng curam. Tingkat produksi rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg), rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif lebih rendah yaitu sekitar 4.8 hingga 5.2 karena mengalami pencucian tanah yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman (Hakim dkk., 1986). Reaksi tanah (pH) sangat berpengaruh dalam menentukan baik tidaknya suatu tanaman hidup pada suatu lahan. Masing-masing jenis tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada pH optimum yang dikehendakinya. Apabila pH jenis tanaman itu tidak sesuai dengan persyaratan fisiologisnya, pertumbuhan tanaman akan terhambat atau bahkan mati. Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau buruknya atau cukup dan kurangnya unsur hara
Universitas Sumatera Utara
yang tersedia. Dalam hal ini pada pH sekitar 6,5 tersedianya unsur hara dinyatakan paling baik, pada pH dibawah 6,0 unsur P, Ca, Mg, ketersediannya kurang. Ketersediaan unsur hara makro dinyatakan buruk sekali pada pH dibawah 4,0. Ketersediaan Al, Fe, Mn, Bo akan demikian meningkat pada pH rendah dimana tanaman akan mengalami keracunan (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2005). Tanah ultisol merupakan tanah yang dapat dikatakan marginal yang terbentuk dikarenakan penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al., 2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung (Hardjowigeno, 1992). Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kationkation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Sri Adiningsih dan Mulyadi, 1993)
Universitas Sumatera Utara
Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas −8%), (5 tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat dengan pH tanah (Subagyo et al., 2004). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organic (Subagyo et al., 2004).. Asam Humik Kondisi tanah yang memiliki kandungan liat yang tinggi menyebabkan tidak tersedianya ruang untuk oksigen masuk di dalam tanah, terlebih jika kondisi tanah dalam keadaan yang jenuh sehingga menyebabkan tidak adanya ruang untuk oksigen. Asam humik dan humus dapat membantu menciptakan ruang di dalam tanah untuk oksigen, sehingga oksigen dapat tersedia untuk tanaman. Selain itu asam humat juga membuat dinding sel tanaman menjadi lebih mudah menyerap unsur hara dan lebih permeabel terhadap nutrisi (Sofie, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Asam humik mempunyai peranan yang penting dalam menyokong kehidupan mikroorganisme didalam tanah. Asam organik ini dapat meningkatkan permeabilitas membran dan membantu memperlancar nutrisi untuk menembus dinding sel, meningkatkan produksi klorofil dan fotosintesis, menstimulasi hormon dan meningkatkan aktivitas enzim (Bio Flora International Inc, 1997 dalam Fauziah, 2009). Kemampuan asam humat dalam meningkatkan serapan hara juga ditunjukkan dalam penelitian Cooper (1998) dalam Fauziah (2009) menunjukkan adanya peningkatan penyerapan P pada tanaman Agrostis stolonifera L. Sementara Olk dan Cassman (1995) dalam Fauziah (2009) menunjukkan bahwa pemberian asam humat dapat menurunkan fiksasi kalium di tanah vermikulit, sehingga meningkatkan ketersediaannya di dalam tanah. Hasil penelitian Ayuso (1996) dalam Fauziah (2009) membuktikan bahwa penambahan asam humat meningkatkan kemampuan penyerapan unsur hara makro (N, P, K) tetapi banyaknya hara yang terserap berbeda untuk setiap unsurnya. Proses aplikasi asam humat di bidang kehutanan adalah rehabilitasi lahan pasca kebakaran, dan pembangunan hutan tanaman pada lahan marginal (lahan yang tidak dapat mendukung bagi pertumbuhan tanaman). Asam humik apabila diberikan pada konsentrasi optimum yang telah terlampaui, maka tidak akan ada peningkatan respon. Asam humat memiliki kemampuan terhadap proses inisiasi akar melalui peningkatan auksin, menstimulasi perpanjangan akar dan meningkatkan respirasi serta pembentukan akar baru (Fauziah, 2009). Hasil pengamatan pemberian bioaktivator dan asam humik memberikan hasil yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan awal sengon. Hal ini tertuang
Universitas Sumatera Utara
dalam hasil penelitian Yustiasih (2007). Asam humik menjaga ketersediaan unsur hara di tanah dengan proses penyerapan. Sehingga unsur hara terikat dan dapat dipertukarkan oleh akar sesuai kebutuhan tanaman. Zat-zat humat (asam humat) merupakan unsur organik utama yang banyak terdapat di tanah dan gambut. Asam humat juga terdapat di dalam lingkungan perairan yang merupakan hasil dekomposisi zat organik dan tumbuhan mati. Pengaruh bahan organik yang terdapat pada zat-zat humat terhadap sifat kimia tanah menurut Hakim et al. (1986) adalah : a. Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation. b. Kation yang mudah dipertukarkan meningkat. c. Unsur N, P, S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga terhindar dari pencucian, kemudia tersedia kembali. d. Pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Asam humat diketahui berkemampuan untuk berinteraksi sangat kuat dengan berbagai logam membentuk kompleks logam humat, dimana hal ini berpengaruh terhadap sifat adsorpsi-desorpsi dari logam. Ikatannya dengan ion logam adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan yang paling penting. Asam humat mempengaruhi kualitas air dengan jalan menukar spesies, berupa kation dari bahan-bahan organik dengan air (Manahan, 1994). Dalam penggunaan asam humik, harus sesuai dengan takaran dosis yang tepat. Dalam penggunaannya, dosis asam humat yang terlalu pekat dengan kadar 1% dapat dikurangi lagi menjadi 0,5 % karena hal ini dapat menyebabkan respon dari perlakuan asam humat terlihat lambat. Yang menjadi kendala yaitu tidak diketahuinya kadar yang tepat untuk tanaman (Fauziah, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Asam humat dapat berperan dalam transport, bioavailabilitas, dan dapat mengikat beberapa logam berat. Asam humat dapat terikat dengan ion logam, seperti Al3+ dan Fe3+ membentuk ikatan logam-HA yang larut atau tidak larut (Manahan, 1994). Aluminium memiliki pengaruh toksisitas pada tanaman pangan, akar pohon, biota air tawar serta terhadap manusia. Hal ini dikarenakan kondisi asam dalam lingkungan sekitarnya. Karena kelebihan aluminium, mengakibatkan logam ini bersifat toksik pada akar tanaman. Pengaruh utama aluminium adalah kemampuannya dalam menurunkan daya absorpsi tanaman terhadap mineralmineral tertentu. Sehingga dalam penelitian ini digunakan asam humat untuk menyerap aluminium dalam larutan. Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian Cheng, Chi, Yu (2003) tentang pengaruh ion fosfat terhadap penurunan konsentrasi asam humat dengan koagulan aluminium sulfat, dimana pengikatan ion aluminium oleh asam humat akan dapat berfungsi sebagai jembatan untuk pengikatan ion fosfat. Pupuk NPK Majemuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman, dan arang kayu. Namun saat ini unsur hara dapat disediakan oleh berbagai macam pupuk yang tersedia di pasaran. Salah satunya adalah pupuk majemuk yang kini tersedia dengan berbagai merk dan kualitas. Setiap jenis unsur hara mempunyai reaksi yang berbeda pada berbagai jenis tanah. Ada unsur hara mineral yang larut di dalam air dan mudah hilang karena penguapan atau tercuci oleh air. Hampir semua pupuk majemuk bereaksi masam, kecuali yang telah
Universitas Sumatera Utara
mendapat perlakuan khusus, seperti penambahan Ca dan Mg. Ada juga unsur hara yang terikat oleh koloid tanah, bahkan ada yang menghambat ketersediaan unsur hara lain. Di dalam tanah, unsur hara tersebut saling berinteraksi. Keragaman reaksi dan interaksi unsur-unsur tersebut berpengaruh terhadap efisiensi pemberian pupuk (Novizan, 2002). Pupuk majemuk adalah jenis pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara esensial. Unsur hara esensial tersebut terdiri dari unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Dalam proses pembuatannya mencampur beberapa bahan pupuk, maka dapat terjadi berbagai reaksi kimia yang menghasilkan sifat kimia dan fisik tertentu. Secara umum ada tiga bentuk pupuk majemuk yaitu pupuk majemuk non granular, granular, dan pupuk cair (Damanik et al.,2010). Salah satu jenis pupuk majemuk adalah pupuk NPK 15:15:15. Pembuatan pupuk NPK 15:15:15 adalah sebagai berikut: pupuk tunggal yang akan digunakan adalah urea (45% N), TSP (46% P2O5), dan KCl (52% K2O). Kadar NPK yang akan dibuat adalah 15-15-15 yang artinya 15% N, 15% P2O5, dan 15% K2O. Misalkan, pupuk majemuk yang dibutuhkan sebanyak 1 ton (1000 kg), maka kadar masing-masing unsur dalam pupuk majemuk tersebut adalah 150 kg (15% dari 1000 kg). Jadi, kebutuhan pupuk tunggal adalah 333 kg Urea (100/45 × 150 kg), 326 kg TSP (100/46 × 150 kg), dan 288 kg KCl (100/52 × 150 kg). Total pupuk tersebut memang hanya 947 kg, sisanya sebanyak 5% berupa bahan perekat. Bahan perekat itulah yang menjadikan pupuk NPK berupa butiran (Sutedjo, 2002). Penggunaan pupuk NPK mempunyai faktor positif dan negatif. Faktor positif dari pupuk NPK adalah sebagai berikut : pupuk buatan yang harus
Universitas Sumatera Utara
dikerjakan biasanya lebih sedikit dan menaburkan zat makanan tanaman dapat dilakukan dalam satu kali kerja. Faktor negatif dari pupuk NPK adalah kemungkinan pupuk di dalam tanah bereaksi masam (Yulyatin, 2007). Penelitian Pandiangan (2000) mengenai pengaruh dosis pemupukan NPK terhadap pertumbuhan bibit Toona surenii Merr menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada dosis pupuk NPK 100 gr. Pupuk NPK yang diberikan terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit Toona surenii Merr. Nitrogen (N) Tanaman menyerap unsur N terutama dalam bentuk NO3-. Namun bentuk lain yang juga dapat diserap adalah NH4+. Dalam keadaan aerasi baik senyawasenyawa N akan dirubah dalam bentuk NO3-. Nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein dan disamping itu unsur ini juga merupakan bagian yang integral dari klorofil (Nyakpa et al., 1988). Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting dalam tanaman. Terdapat 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun. Memasuki tahap pertumbuhan generatif, kebutuhan nitrogen
Universitas Sumatera Utara
mulai berkurang. Tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertumbuhan tanaman yang baik tidak akan terjadi (Novizan, 2002). Menurut Sutejo (2002), fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman 2. Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, kekurangan N menyebabkan khlorosis (pada daun muda berwarna kuning) 3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman 4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan 5. Meningkatkan
perkembangbiakan
mikroorganisme
dalam
tanah.
Sebagaimana diketahui hal tersebut penting sekali bagi kelangsungan pelapukan bahan organik. Fosfor (P) Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar. Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H 2PO4-, HPO42-, PO43-, atau tergantung dari nilai pH tanah. Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber fosfor di dalam tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan fosfor. Pasalnya, sebagian besar fosfor terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut di dalam air.
Mungkin
hanya
1%
fosfor
yang
dapat
dimanfaatkan
tanaman
(Novizan, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, fungsi dari P dalam tanaman menurut Sutejo (2002) dapat dinyatakan sebagai berikut: 1.
Dapat mempercepat pertumbuhan akar semai
2.
Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya.
3.
Dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah
4.
Dapat meningkatkan produksi biji-bijian
Kalium (K) Senyawa K hasil pelapukan mineral, di dalam tanah dijumpai dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis bahan induk pembentuk tanah dan hasil pelapukan, pelepasan dari situs pertukaran kation tanah dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam tanah (Hanafiah, 2005). Berlainan dengan N dan P, pada tanah-tanah mineral pada umumnya kalium (K) tanah tinggi, bahkan unsur ini di dalam tanah lebih banyak bila dibandingkan dengan unsur lainnya. Unsur kalium terdapat pada lapisan tanah olah bisa mencapai 40-60 kg K2O per ha. Hal ini merupakan angka yang umum namun unsur kalium dapat dipertukarkan dalam larutan tanah hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit (Soegiman, 1982; Soepardi, 1983). Menurut Sutejo (2002), pada tanaman unsur hara K berperan membantu: 1. Pembentukan protein dan karbohidrat 2. Mengeraskan jerami dan bagian kayu dari tanaman 3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit 4. Meningkatkan kualitas biji dan buah
Universitas Sumatera Utara
Deskripsi Toona sureni Merr Sistematika tumbuhan jenis surian atau suren menurut Dephut (2002) diklasifikasikan ke dalam: Super Divisi : Spermatophyta Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Meliaceae
Genus
: Toona
Spesies
: Toona sureni (Blume) Merr. Tanaman ini tumbuh pada
daerah bertebing dengan ketinggian
600-2.700 m dpl dengan temperatur 22ºC. Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan selain kayunya sebagai bahan bangunan, furniture, veneer, panel kayu dan juga kulit dan akarnya dimanfaatkan untuk bahan baku obat diarrhoea dan ekstrak daunnya dipakai sebagai antibiotik dan bio-insektisida; sedangkan kulit batang dan buahnya dapat disuling untuk menghasilkan minyak esensial (aromatik). Sering tumbuh pada tanah-tanah yang berlempung dalam, lembab, subur, drainase baik, dan menyenangi tanah yang basa. Suren termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh dan pada umur 12-15 tahun sudah dapat menghasilkan kayu (Sutisna et al., 1998). Deskripsi Pohon Suren ini memiliki karakter khusus seperti harum yang khas apabila bagian daun atau buah diremas dan pada saat batang dilukai atau ditebang. Ada
Universitas Sumatera Utara
ciri lain yang dapat membedakan secara sekilas. Bentuk batang lurus dengan bebas cabang mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40-60 m. Kulit batang kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya berwarna coklat. Batang berbanir mencapai 2 m. Daun suren berbentuk oval dengan panjang 10-15 cm, duduk menyirip tunggal dengan 8-30 pasang daun pada pohon berdiameter 1-2 m (Gardner, et al., 1991). Kedudukan bunga adalah terminal dimana keluar dari ujung batang pohon. Susunan bunga membentuk malai sampai 1 meter. Musim bunga 2 kali dalam setahun yaitu bulan Februari-Maret dan September-Oktober. Musim buah 2 kali dalam setahun yaitu bulan Desember-Februari dan April-September, dihasilkan dalam bentuk rangkaian (malai) seperti rangkaian bunganya dengan jumlah lebih dari 100 buah pada setiap malai. Buah berbentuk oval, terbagi menjadi 5 ruang secara vertikal, setiap ruang berisi 6-9 benih. Buah masak ditandai dengan warna kulit buah berubah dari hijau menjadi coklat tua kusam dan kasar, apabila pecah akan terlihat seperti bintang. Ciri lain dari buah masak yaitu, pohon seperti meranggas/tidak berdaun. Warna benih coklat, panjang benih 3-6 mm dan 2-4 mm lebarnya dan pipih, bersayap pada satu sisi sehingga benihnya akan terbang terbawa angin, dalam 1 kg terdapat 64.000 benih (Dephut, 2002)
Universitas Sumatera Utara