TINJAUAN PUSTAKA Enzim β-Galaktosidase Enzim β-galaktosidase (EC 3.2.1.23) termasuk enzim hidrolase yang dapat menghidrolisis ikatan β-D-galaktosida pada ujung nonreduksi residu β-Dgalaktosa
(Gambar
1).
Nama
sistematiknya
adalah
β-D-galaktosida
galaktohidrolase. Enzim ini mempunyai nama lain laktase (IUBMB Enzyme Nomenclature 1980). Cara kerja enzim ini adalah menghidrolisis ikatan β-(1,4)glikosida pada laktosa. Penggunaan enzim β-galaktosidase dalam proses hidrolisis ini mempunyai kekurangan dimana hidrolisis laktosa secara keseluruhan tidak mungkin terjadi karena enzim dihambat oleh terbentuknya galaktosa didalam reaksi hidrolisis (Boyer 2002). Enzim β-galaktosidase bersifat intraseluler pada bakteri dan yeast sedangkan pada fungi bersifat ekstraseluler. Enzim ini pun bersifat induktif karena akan diproduksi jika terdapat induser berupa laktosa (Mahoney 2004). Mikroorganisme penghasil β-galaktosidase dapat dilihat pada Tabel 1. Enzim βgalaktosidase dari bakteri seperti Lactobacillus bulgaricus bersifat aktif pada pH rendah (dibawah pH 5,5) dengan suhu berkisar 30-60ºC (Itoh et al. 1980; Cesca et al. 1984). Enzim β-galaktosidase dari yeast seperti Kluyveromyces lactis dan Kluyveromyces fragilis bersifat aktif pada pH 6-8 dengan suhu berkisar 25-40ºC. Enzim yang sama hasil produksi dari fungi seperti Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae
aktif pada pH rendah berkisar 2,5-6,0 serta bersifat
termostabil (Mahoney 2004). Matthews (2005) menyatakan enzim ini berbentuk tetramer yang terdiri 4 rantai polipeptida (monomer) serta bobot molekul sekitar 464 kDa. Setiap monomer terdiri dari 1023 asam amino. Enzim ini mempunyai situs aktif pada Glu 461, Glu 537, dan Trp 999. Glu 461 terlibat pada stabilisasi elektrostatik pada keadaan transisi. Glu 537 berperan sebagai nukleofili. Trp 999 berperan mengikat ligan. Ion natrium akan berinteraksi dengan gugus hidroksil dari ligan (Huber et al. 1994). Langkah pertama mekanisme katalitiknya adalah laktosa membentuk intermediet dengan nukleofil Glu 537 dan dibantu dengan asam (A: Glu 461 atau ion Magnesium). Selanjutnya Glu 461 mendonorkan proton dengan memberikan
5
H+ pada oksigen glikosidik yang disertai pemutusan ikatan glikosidik dan pelepasan glukosa. Langkah kedua adalah pembentukan intermediet transient triagonal oxocarbonium
yang dibantu oleh basa (B: Glu 461) lalu terjadi
protonasi dari Glu 461 yang dikatalisis air dan diakhiri dengan transfer galaktosil ke air atau gula lain. Jika akseptor berupa air maka akan terjadi proses hidrolisis sehingga terbentuk glukosa dan galaktosa. Jika akseptornya berupa gula lain maka akan terjadi proses transglikosilasi yang akan membentuk galaktooligosakarida (Gambar 2) (Matthews 2005).
β-Galaktosidase
+ + H2O Laktosa
D-Galaktosa
D-Glukosa
Gambar 1 Reaksi hidrolisis laktosa oleh β-galaktosidase.
Laktosa
Pembentukan intermediet
Glukosa Pemutusan ikatan
Intermediet transient triagonal
Gambar 2 Mekanisme katalitik dari β-galaktosidase (Matthews 2005).
6
Tabel 1 Mikroorganisme penghasil β-galaktosidase (Mahoney 2004). Sumber Jenis-jenis Yeast Candida pseudotropicalis, Saccharomyces anamensis, Kluyveromyces bulgaricus, K. fragilis, K. lactis, K. marxianus, Pichia pastoris Fungi
Alternaria alternata, Alternaria palmi, Aspergillus foetidus, A. fonsecaeus, A. niger, A. oryzae, Bauvaria bassiana, Curvalaria inaequalis, Fusarium moniliforme, Mucor meihei, Mucor pusillus, Paecilomyces varioti, Penicillium conescens, P. chrysogenum, P. notatum, P. simplicissum, P. melloti, Rhizomucor spp., Saccharopolyspora rectivirgula, Scopulariopsis spp., Sirobasidium magnum, Streptomyces violaceus, Trichoderma reesei
Bakteri
Arthrobacter spp., Bacillus acidocaldarius, Bacillus circulans, Bacillus coagulans, Bacillus megaterium, Bacillus stearothermophilus, Bacilus subtilis, Bacteroides polypragmatus, Bifidobacterium adolescentis, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium infantis, Clostridium acetobutylicum, Clostridium thermosulfurogens, Corynebacterium murisepticum, Enterobacter agglomerans, Enterobacter cloacae, Erwinia aroieae, Escherichia coli, Klebsiela pneumoniae, Lactobacillus acidophilus, L. crispatus, L. delbruecki, L. bulgaricus, L. kefiranofaciens, L. helveticus, L. lactis, L. sporogenes, L. thermophilus, Lactococcus cremoris, Lactococcus lactis, Leuconostoc citrovorum, Pediococcus acidilacti, Pediococcus pento, Pseudoalteromonas haloplanktis, Pseudomonas fluorescens, Streptococcus thermophillus, Sulfolobus solfataricus, Thermoanaerobacter spp., Thermus ruber, Thermus thermophillus, Vibrio cholerae, Xanthomonas campestris
Perbandingan reaksi transglikosilasi laktosa dan hidrolisis
laktosa
tergantung dari jumlah substrat yang tersedia. Reaksi transglikosilasi akan terjadi pada konsentrasi laktosa yang tinggi sekitar 15-50% sehingga akan terbentuk galaktooligosakarida (Greenberg & Mahoney 1983). Jika konsentrasi laktosa rendah yaitu sekitar 5% maka akan terjadi reaksi hidrolisis yang akan membentuk glukosa dan galaktosa (Burvall & Dahlqvist 1979). Oleh karena itu, enzim ini digunakan pada industri pangan untuk mereduksi laktosa pada susu dan whey serta produksi galaktooligosakarida (Mahoney 1998). β-galaktosidase terdapat pada usus halus manusia yang dapat menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa serta mempunyai pH optimum 6 (Campbell
7
et al. 2005). Jika laktosa tidak dapat dihidrolisis oleh β-galaktosidase, laktosa yang mempunyai sifat osmotik yang tinggi ini dapat menarik air dan cairan tubuh ke dalam saluran pencernaan usus kecil. Masuknya cairan tubuh ke dalam usus kecil akan merangsang gerakan peristaltik dinding usus menjadi lebih cepat. Hal ini akan mendorong isi usus kecil berpindah secara cepat pula ke dalam usus besar. Di dalam usus besar ini bakteri-bakteri akan memfermentasikan laktosa menghasilkan berbagai asam organik dan gas. Akibatnya, akan timbul gejala sakit perut, mulas, kejang perut, pengeluaran gas, dan diare (Winarno 1999). βgalaktosidase dapat diaplikasikan untuk penderita laktosa intoleran dengan cara hidrolisis laktosa pada susu serta konsumsi suplemen β-galaktosidase (Rusynyk & Still 2001).
Enterobacter cloacae Bakteri ini memiliki klasifikasi sebagai berikut kingdom Bacteria, filum Proteobacteria, kelas Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae, genus Enterobacter, dan spesies Enterobacter cloacae. Bakteri ini mempunyai dua subspesies yaitu E. cloacae subsp. cloacae dan E. cloacae subsp. dissolvens (Holt et al. 1994).
E. cloacae merupakan bakteri
berbentuk batang (Gambar 3), Gram negatif, anaerobik fakultatif, ukurannya berkisar (0,3-0,6) µm × (0,8-2,0) µm, dan motil. Bakteri ini bergerak dengan menggunakan flagelum peritrikus yaitu flagela yang secara merata tersebar diseluruh permukaan sel. E. cloacae dapat hanya menggunakan sitrat dan asetat sebagai sumber karbon. Bakteri tersebut dapat diisolasi dari buah-buahan, usus hewan, tanah, dan perairan (Pelczar & Chan 1988).
Gambar 3 Enterobacter cloacae.
8
E. cloacae menghasilkan enzim β-galaktosidase, arginin dihidrolase, dan ornitin dekarboksilase (Huber 1999). β-Galaktosidase dari E. cloacae B5 yang diisolasi dari tanah mempunyai aktivitas transglikosilasi dan menghasilkan galaktooligosakarida sekitar 55% dari 275 g/L laktosa pada suhu 50ºC selama 12 jam. Enzim β-galaktosidase ini merupakan homotetramer dengan bobot molekul 442 kDa. Suhu optimumnya pada 35ºC dan aktif pada kisaran pH 6,5-10,5 (Lu et al. 2009)
Susu UHT Susu adalah hasil ekskresi normal kelenjar susu induk mamalia betina untuk memberi makan anaknya. Secara kimiawi susu merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal (Rahman et al. 1992). Menurut Walstra et al. (1999), komponen utama susu adalah air, lemak, protein, laktosa, asam organik, dan mineral (Tabel 2). Selain komponen-komponen dengan persentase besar, di dalam susu juga terdapat komponen lainnya seperti vitamin (vitamin B, C, dan D) dan enzim (fosfatase, peroksidase, lipoprotein lipase, protease). Berdasarkan kandungan lemaknya susu terbagi menjadi dua macam, yaitu susu berlemak (whole milk) dan susu skim (skim milk). Susu skim mengandung lemak yang lebih rendah dibanding susu berlemak. Susu merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme karena komposisinya yang sangat kompleks. Hal ini menyebabkan susu mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, terutama oleh beberapa jenis bakteri patogen. Bakteri tersebut akan merusak susu sehingga menurunkan daya simpannya (Kusnawati 2004). Salah satu upaya untuk mengurangi jumlah bakteri patogen adalah dengan pemanasan. Fennema (1996) menyatakan bahwa ada tiga jenis pemanasan pada proses pengolahan susu, yaitu sterilisasi, pasteurisasi, dan ultra high temperature (UHT). Sterilisasi biasa dilakukan pada suhu 107-115ºC selama 20-40 menit atau pada suhu 120-130ºC selama 8-12 menit. Proses ini berpengaruh besar terhadap kandungan protein karena protein akan tereduksi hingga lebih dari 20%. Pasteurisasi terdiri dari Holding Methode dan High Temperature Short Time
9
(HTST). Holding Methode merupakan pemanasan dengan suhu 63ºC selama 30 menit. Sedangkan HTST merupakan pemanasan pada suhu 72ºC selama 15 detik. Tujuan pasteurisasi adalah untuk menghilangkan bibit penyakit sehingga mengurangi jumlah total bakteri untuk meningkatkan kualitas simpan. Semua produk pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah karena masih mengandung bakteri yang tahan panas seperti bakteri termofilik, bakteri asam laktat, bakteri penghasil spora, dan beberapa jenis bakteri aerobik dan bakteri aerobik fakultatif seperti Bacillus spp. (Early 1998). UHT merupakan pemanasan pada suhu yang sangat tinggi diatas 135ºC dalam waktu yang sangat singkat. Susu UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah dengan menggunakan pemanasan pada suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat untuk membunuh seluruh mikroba sehingga memiliki mutu yang baik. Proses UHT biasanya dilakukan pada suhu 136-138ºC selama 5-8 detik atau pada suhu 140-145ºC selama 2-4 detik (Fennema 1996). Kelebihan susu UHT adalah susu ini sangat higienis karena bebas dari mikroba dan spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat kecil. Enzim-enzim pada susu seperti fosfatase, protease, katalase, lipoprotein lipase, laktoperoksidase, sulfhidril oksidase, dan xantin oksidase mengalami inaktivasi sehingga tidak akan merusak susu (Walstra et al. 1999). Oleh sebab itu, susu UHT mempunyai daya simpan yang panjang pada suhu kamar hingga 6 bulan. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori seperti warna, aroma, dan rasa relatif tidak berubah (Fennema 1996). Nutrisi yang terkandung sedikit menurun seperti terjadinya reduksi protein berkisar 2-4%, menurunnya kadar vitamin B dan C, dan reaksi Maillard yang lebih rendah. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara laktosa dan protein susu akibat proses pemanasan (Walstra et al. 1999). Tabel 2 Komponen utama susu (Walstra et al. 1999) Komponen Air Laktosa Lemak Protein Mineral Asam organik
Rata-rata (%) 87,1 4,6 4,0 3,25 0,7 0,17
Kisaran Normal (%) 85,3-88,7 3,8-5,3 2,5-5,5 2,3-4,4 0,57-0,83 0,12-0,21
10
Purifikasi Enzim Pemekatan Enzim Pemekatan enzim merupakan langkah awal dari proses purifikasi sebelum tahap purifikasi selanjutnya (seperti kromatografi) dan dapat digunakan untuk keperluan analisis enzim. Pemekatan enzim dapat dilakukan dengan dua metode yaitu analitik dan preparatif. Metode analitik menggunakan pengendapan asam (contohnya asam trikloroasetat) dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Berbeda dengan metode analitik, metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas protein. Pemekatan protein dengan metode preparatif misalnya dengan pengendapan garam, pengendapan dengan senyawa organik, ultrafiltrasi, liofilisasi, dan dialisis (Bollag & Edeistein 1991). Metode pemekatan β-galaktosidase biasanya menggunakan pengendapan dengan garam. Pengendapan protein pada tahap awal purifikasi berfungsi untuk memekatkan konsentrasi protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan enzim yang diinginkan dari sebagian enzim yang tidak dikehendaki. Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam, dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Pengendapan dengan garam biasanya menggunakan garam divalen seperti MgCl2, MgSO4, dan amonium sulfat biasanya lebih efektif daripada garam monovalen seperti NaCl, NH4Cl, dan KCl (Boyer 2000). Efek salting-in tidak dipengaruhi oleh sifat garam netral tetapi dipengaruhi oleh konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion dalam larutan. Kelarutan protein meningkat pada kenaikan konsentrasi garam, kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu kelarutan protein akan menurun (salting-out). Konsentrasi garam yang optimum ini sekaligus menurunkan aktivitas enzim, hal ini karena sebagian protein mengalami denaturasi dan rusak oleh pengaruh perlakuan selama pengendapan. Semakin banyak molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam akan menyebabkan penarikan molekul air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, teragregasi, dan mengendap (Scopes 1993).
11
Pemilihan garam amonium sulfat untuk pengendapan β-galaktosidase karena beberapa keuntungan seperti kelarutannya tinggi, tidak bersifat toksik, murah, dan stabilitasnya terhadap enzim. Pada proses pengendapan, terjadi penurunan kadar protein pada supernatan dan akan terjadi peningkatan protein pada endapan. Penambahan garam dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk pada suhu rendah, hal ini bertujuan untuk menghindari timbulnya buih yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Tahap selanjutnya adalah dialisis. Dialisis merupakan proses pemisahan molekul pada larutan berdasarkan perbedaan ukuran molekul oleh membran semipermeabel. Kantong dialisis selofan (MWCO 10 kD) dalam bufer mampu memisahkan molekul-molekul kecil yang berukuran lebih kecil dari 10 kD seperti ion logam, inhibitor, peptida kecil, dan lainnya. Molekul yang besar dan mempunyai ukuran lebih besar dari 10 kD akan tertahan di dalam membran seperti β-galaktosidase. Setelah enzim dimasukkan ke kantong dialisis dan direndam dalam larutan bufer maka akan terjadi proses difusi dan osmosis. Konsentrasi garam di dalam kantong dialisis lebih tinggi sehingga larutan bufer akan masuk ke dalam kantong dialisis menggantikan garam yang keluar sehingga terjadi proses kesetimbangan (Scopes 1993).
Kromatografi Filtrasi Gel Kromatografi filtrasi gel merupakan pemisahan molekul menurut ukuran molekulnya. Pemisahan akan berlangsung di dalam kolom yang berisi gel dalam bentuk granula dan terdiri atas struktur tiga dimensi dari polimer yang berikatan silang. Ikatan silang ini menghasilkan pori-pori di dalam granula. Ukuran pori dipengaruhi oleh tingkatan ikatan silang, makin besar tingkatan ikatan silang maka makin kecil ukuran pori. Polimer yang membentuk gel matrik harus mempunyai syarat: tidak mudah bereaksi; harus stabil di dalam kisaran pH, suhu, dan kekuatan ionik yang lebar; kandungan gugus ion harus kecil untuk mencegah efek pertukaran ion; mempunyai rigiditas mekanik yang tinggi untuk menahan laju aliran yang cepat; ukuran partikel harus seragam; dan tersedia untuk berbagai jenis gel sehingga dapat membedakan ukuran protein yang beraneka ragam (Boyer 2000).
12
Gel yang dapat digunakan untuk kromatografi filtrasi gel berupa dekstran, poliakrilamida, agarosa, kombinasi poliakrilamida-dekstran, dan kombinasi dekstran-agarosa. Gel yang pertama dikembangkan adalah dekstran yang berasal dari polisakarida. Dekstran mempunyai nama dagang sephadex. Jika dekstran berikatan silang dengan N,N-metilenbisakrilamida dinamakan Sephacryl. Gel poliakrilamida
diproduksi
dari
kopolimerisasi
akrilamida
dengan
N,N-
metilenbisakrilamida. Agarosa terbuat dari galaktosa dan anhidrogalaktosa. Nama dagang gel agarosa adalah Bio Gel-A, Sepharose, dan Superose. Kombinasi poliakrilamida-dekstran mempunyai nama dagang Ultragel. Sedangkan kombinasi dekstran-agarosa dinamakan Superdex (Boyer 2000). Superdex tersusun dari pengikatan kovalen antara dekstran dan agarosa. Superdex 200 dapat memisahkan fraksi protein dengan bobot molekul sekitar 10.000-600.000 Dalton dengan ukuran gelnya berkisar 13 µm. Superdex 200 stabil antara pH 1-14. Superdex 200 mempunyai keunggulan yaitu tingkat resolusi yang tinggi walaupun dalam keadaan laju alir yang cepat (Hellberg, Ivarsson, Johansson 1996). Teknik Amobilisasi Amobilisasi didefinisikan proses pengendalian pergerakan dan pertumbuhan secara total atau sebagian pada enzim, sel, atau organel. Metode amobilisasi yang ideal harus mudah pengerjaannya dan tidak merusak substansi yang mengalami amobilisasi. Faktor-faktor seperti suhu, perubahan pH, dan radikal bebas selama proses amobilisasi harus ditetapkan kondisi optimumnya (Cao 2005). Bahan penyangga yang digunakan bersifat inert dan teraktivasi. Menurut Illanes et al. (2008), teknik amobilisasi terdiri atas penempelan pada permukaan padat (adsorpsi), ikatan kovalen (covalen bonding), ikatan silang (crosslinking), mikroenkapsulasi, dan penjebakan (entrapment) (Gambar 4). Teknik amobilisasi adsorpsi berdasarkan interaksi ikatan ionik, interaksi ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik atau gaya Van der Waals antara enzim atau sel mikrob dan bahan penyangga (Ramakrishna & Prakasham 1999). Bahan penyangga yang biasa digunakan adalah alumina, kaca, tanah liat dan penukar ion. Amobilisasi dengan pengikatan kovalen adalah pembuatan ikatan antara gugus fungsi enzim seperti –OH, -SH, -NH2, dan -COOH atau sel mikrob dengan bahan penyangga
13
anorganik untuk membentuk ikatan kovalen yang stabil. Pembentukan ikatan kovalen ini akibat penambahan agen pengikat. Bahan penyangga yang digunakan adalah silika gel yang terlapisi glutaraldehida. Glutaraldehida digunakan untuk membangun protokol antara gugus fungsi enzim dan bahan penyangga. Amobilisasi dengan menggunakan teknik pengikatan silang dilakukan dengan menggunakan dua atau lebih pereaksi. Bahan yang digunakan adalah polietilenglikol (PEG) dan glutaraldehida. Polietilenglikol sebagai agen presipitasi dan glutaraldehida sebagai pembentuk ikatan silang (Illanes et al. 2008). Teknik mikroenkapsulasi adalah suatu teknik yang menggunakan enzim atau sel mikrob dilingkupi oleh membran polimer semipermeabel yang bulat dengan diameter 1100 µm. Walaupun molekul enzim atau sel mikrob dilingkupi oleh membran, substrat maupun produk dapat berdifusi secara bebas melalui membran. Bahan yang digunakan adalah liposom-polimer (Cao 2005). Teknik amobilisasi dengan penjebakan adalah membuat enzim atau sel mikrob terjebak di dalam polimer butiran gel (Illanes et al. 2008). Prinsip metode penjebakan adalah inklusi sel atau enzim di dalam jaringan rigid yang berfungsi mencegah sel atau enzim berdifusi keluar medium namun substrat masih tetap dapat masuk ke dalam butiran gel (beads). Butiran gel berupa polisakarida (seperti agar, alginat, karagenan, dan selulosa), protein (kolagen dan gelatin), dan sintetik (poliakrilamida). Matriks alginat, karagenan, dan poliakrilamid paling luas dipakai pada teknik amobilisasi sel maupun enzim. Alginat adalah heteropolisakarida linear dari asam D-manuronat dan L-guluronat (Najafpour et al. 2004). Alginat berasal dari alga coklat yang secara luas telah dipakai sebagai pengental, penstabil, gel, dan film. Penjebakan sel atau enzim menggunakan alginat karena alginat tidak larut air, pengerjaannya mudah, dan tidak berbahaya. Campuran sel atau enzim dengan natrium alginat diteteskan ke dalam larutan yang mengandung kation multivalen misalnya kalsium klorida akan membentuk reaksi antara alginat dan kation multivalen menjadi kalsium alginat. Alginat akan mengalami pemadatan oleh adanya ion kalsium tetapi tidak menyebabkan perubahan temperatur, pH, dan tekanan osmotik yang drastis. Sel atau enzim teramobilisasi di dalam presipitasi kalsium alginat dalam bentuk butiran gel (Najafpour et al. 2004). Namun, kalsium
14
alginat secara kimia tidak stabil sehingga perlu ditentukan kondisi amobilisasi yang dapat meningkatkan kestabilan kimia butiran gel tanpa membatasi transfer masa. Keuntungan teknik amobilisasi adalah lebih mudah memisahkan produk yang dihasilkan, sistem yang lebih stabil, penggunaan kembali biokatalis, produktivitas volumetrik yang tinggi, dan mereduksi biaya produksi. Enzim yang teramobilisasi mempunyai half-live lebih panjang dan dapat diprediksi rata-rata kerusakannya (Cao 2005).
Gambar 4 Teknik amobilisasi enzim. (a) pengikatan kovalen; (b)pengikat silang; (c) adsorpsi; (d) penjebakan; (e) enkapsulasi.
Karakterisasi Enzim Suhu dan pH Suhu mempunyai dua pengaruh yang saling bertentangan. Suhu dapat meningkatkan aktivitas enzim, tetapi dapat pula merusak struktur enzim. Suhu optimum merupakan batas keduanya (Dixon & Webb 1978). Peningkatan suhu sebelum tercapai suhu optimum akan meningkatkan kecepatan reaksi katalitik enzim karena energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi, yaitu pada saat
15
kompleks enzim-substrat melampaui energi aktivasi terlalu besar, sehingga memecah ikatan sekunder pada konformasi enzim dan sisi aktifnya. Hal ini mengakibatkan enzim terdenaturasi dan kehilangan sifat katalitiknya (Martin 1981). Efek pH pada enzim berkaitan dengan keadaan ionisasi dari sistem yang dikatalisis, termasuk substrat, dan enzim itu sendiri. Perubahan pH dapat mempengaruhi keadaan ionisasi dari asam-asam amino pada sisi aktif enzim sehingga akan mempengaruhi interaksinya dengan molekul substrat. Kadar pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan ketidakstabilan pada konformasi enzim sehingga menyebabkan struktur pada enzim rusak. Enzim mempunyai pH optimum yang khas yang akan menyebabkan aktivitas maksimal. Keadaan optimum ini dihubungkan dengan saat gugus pemberi proton atau penerima proton yang aktif pada sisi enzim berada pada kondisi ionisasi yang tepat. Keadaan optimum tidak harus sama dengan pH lingkungannya (Lehninger 2004).
Aktivator dan Inhibitor Beberapa enzim membutuhkan komponen tambahan bagi aktivitasnya. Bila komponen tambahan tersebut berupa senyawa anorganik disebut kofaktor, sedangkan jika senyawa organik disebut koenzim. Pada beberapa enzim, kofaktor dan koenzim terlibat langsung pada proses katalitik, tetapi ada juga yang berfungsi sebagai pembawa gugus fungsional tertentu. Hampir semua enzim dapat dihambat oleh senyawa kimia tertentu misalnya ion logam, senyawa pengkelat, senyawa organik, bahkan substrat enzim itu sendiri (Lehninger 2004). Ion K+ dan Mg2+ dibutuhkan agar aktivitas enzim β-galaktosidase optimum (Mahoney 2004).
Parameter Kinetik Kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi awal apabila konsentrasi enzim dijaga konstan. Konsentrasi substrat yang amat rendah menyebabkan kecepatan reaksi amat rendah tetapi kecepatan akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat. Pada akhirnya, akan tercapai titik batas, dan setelah titik ini
16
dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Pada batas ini, enzim menjadi jenuh oleh substratnya dan tidak dapat berfungsi lebih cepat (Lehninger 2004). Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan yang dinyatakan sebagai tetapan Michaelis-Menten (KM) adalah konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya. Kecepatan maksimum (vmaks) adalah kecepatan yang berangsur-angsur dicapai pada konsentrasi substrat tinggi. Persamaan Michaelis-Menten adalah pernyataan aljabar bagi bentuk hiperbolik kurva tersebut dengan parameter pentingnya adalah konsentrasi substrat ([S]), kecepatan awal (v0), vmaks, dan KM (Lehninger 2004). Persamaan Michaelis-Menten adalah sebagai berikut. v0
vmaks [S] K M [S]
Persamaan Michaelis – Menten dapat
ditransformasikan ke suatu
persamaan lain yang disebut persamaan Lineweaver-Burk. Persamaan ini akan menghasilkan nilai vmaks dan KM yang lebih tepat karena pemetaan 1/v0 terhadap 1/[S] menghasilkan garis lurus. Garis ini akan memiliki sudut KM/vmaks, perpotongan garis pada sumbu y sebesar 1/vmaks dan perpotongan pada sumbu x sebesar -1/KM (Lehninger 2004). Persamaan Lineweaver-Burk adalah sebagai berikut. 1
v0
KM
.
1
1
vmaks [S] vmaks