10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori dalam penelitian ini. Adapun pustaka tersebut adalah teori migrasi, penyebab migrasi, migrasi sebagai investasi sumber daya manusia, panel data, beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi dalam penyusunan penelitian. Bagian terakhir dalam bab ini akan dijelaskan kerangka pemikiran yang mendasari penelitian. 2.1.
Teori Migrasi Migrasi adalah suatu gerak penduduk secara geografis, spasial atau
teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tujuan (Rusli, 1994). Sedangkan menurut Lee (1966) mengatakan bahwa yang disebut migrasi haruslah melibatkan faktor terjadinya perubahan tempat tinggal yang permanen dengan tidak usah memperhatikan jarak yang ditempuh dalam proses perpindahan tersebut. Dalam menelaah migrasi ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah. Ukuran yang pasti untuk dimensi waktu tidak ada, karena sulit menetapkan berapa lama seorang pindah tempat tinggal agar dapat dianggap sebagai seorang migran, tetapi biasanya digunakan definisi yang digunakan dalam sensus penduduk (Munir, 1981). Mantra (1994) mengatakan bahwa seseorang dikatakan melakukan migrasi jika melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen (untuk jangka waktu relatif tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari suatu unit geografis ke unit geografis lainnya. Mobilitas
11
penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan penduduk yang melintas batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu. Secara umum ada dua jenis migrasi yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal hanya terjadi diantara unit-unit geografis dalam suatu negara misalnya antar provinsi, kota atau kesatuan administrasi lainnya. Sedangkan migrasi internasional yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain (Rusli, 1994). Menurut Munir (1981) ada beberapa jenis migrasi yang perlu diketahui yaitu: 1.
Migrasi masuk yaitu masuknya penduduk kesuatu daerah tempat tujuan.
2.
Migrasi keluar yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal.
3.
Migrasi netto adalah selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar. Apabila migrasi yang masuk lebih besar daripada migrasi keluar maka disebut migrasi netto positif, sedangkan jika migrasi keluar lebih besar daripada migrasi masuk disebut migrasi netto negatif.
4.
Migrasi total.
5.
Migrasi semasa hidup.
6.
Migrasi parsial.
7.
Arus migrasi. Definisi migran menurut PBB dalam Artika (2003) adalah seseorang yang
berpindah tempat kediaman dari suatu unit administratif atau politis ke unit daerah administratif atau daerah politis yang lain. Banyak ahli dan penelitian mengatakan bahwa migran bersifat selektif. Terdapat ciri khusus yang membedakan migran dan non migran, terutama dalam hal umur, jenis kelamin, pendidikan, status
12
perkawinan dan jenis pekerjaan. Dengan adanya sifat selektif dalam proses migrasi maka timbullah ciri-ciri atau sifat-sifat karakteristik dari mereka yang turut serta dalam proses migrasi tersebut. Alatas dan Edy (1992) secara umum menyebutkan beberapa jenis migran, yaitu migran semasa hidup, migran kembali, migran total dan migran risen. Migran semasa hidup (life time migran) adalah orang-orang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal di tempat kelahirannya, sedangkan migran kembali adalah orang yang kembali ke tempat kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ke tempat lain. Migran total adalah orang yang pernah bertempat tinggal di tempat lain (selain tempat kelahirannya), jadi dalam migrasi total mencakup pengertian migran semasa hidup dan migran kembali, secara spesifik jumlah migran total dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup. Migran risen adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan. Dilihat dalam satu tahun atau lima tahun terakhir, maka migran risen adalah mereka yang pada saat pencacahan tinggal ditempat yang berbeda dengan tempat tinggal lima tahun sebelumnya.
2.2.
Penyebab Migrasi Migrasi dilakukan seseorang karena adanya tekanan lingkungan alam,
ekonomi, sosial dan budaya. Menghadapi tekanan lingkungan ini ada tiga kemungkinan yang dilakukan masyarakat. Pertama, mereka yang bertahan di tempat, karena menganggap tempat yang sekarang adalah tempat terbaik dan dianggap paling banyak memberikan kemungkinan bagi terpenuhinya kebutuhan
13
hidup tentu saja tidak dilupakan kemungkinan usaha perbaikan lingkungan hidupnya dan pembaharuan. Kedua, mereka pindah tempat atau migrasi. Ketiga, mereka melakukan peralihan antara keduanya, yaitu tetap tinggal di tempat lama tetapi mencari pekerjaan baru secara berkala dan terus menerus atau commutery (Hugo, 1981). Menurut Hardjosudarmo (1965) terjadinya migrasi disebabkan oleh tiga faktor yaitu: 1.
Faktor pendorong (push factor) yang ada pada daerah asal, yakni adanya pertambahan penduduk yang mengakibatkan timbulnya tekanan penduduk, adanya
kekeringan
sumber
alam,
adanya
fluktuasi
iklim,
dan
ketidaksesuaian diri dengan lingkungan. 2.
Faktor penarik (pull factor) yang ada pada daerah tujuan, yakni adanya sumber alam serta sumber mata pencaharian baru, adanya pendapatanpendapatan baru, dan iklim yang sangat baik.
3.
Faktor lainnya (other factor), yakni adanya perubahan-perubahan teknologi,
seperti
munculnya
mekanisasi
pertanian
yang
bias
menyebabkan berkurangnya permintaan tenaga kerja untuk pertanian. Hal ini memaksa buruh tani untuk pindah ke tempat atau pekerjaan lain. Selain itu juga karena adanya perubahan pasar, faktor agama, politik dan faktor pribadi. Sedangkan menurut Sumaryanto dan Halim (1989) dalam Refiani (2006), arus dan volume migrasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat daya tarik (pull) atau daya dorong (push). Daya tarik dapat berupa produktivitas kerja yang lebih tinggi di daerah tujuan atau fasilitas lain yang memungkinkan individu itu
14
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sedangkan daya dorong pada umumnya berupa suatu set peubah yang menyebabkan individu itu merasa sulit memperbaiki taraf hidupnya di tempat asal. Sebagai contoh, pemilikan aset yang rendah, kesempatan kerja yang sempit, produktivitas kerja di tempat asal yang rendah, dan lain-lain. Perbedaan tingkat gerak penduduk di desa-desa berkaitan dengan ketimpangan sosial dan regional. Rhoda (1980) dalam Anitawati dan Chairil (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor pendorong dan penarik mempunyai hubungan yang sangat erat, dimana orang yang terdorong untuk bermigrasi juga tertarik oleh harapan untuk menemukan sesuatu yang lebih baik di tempat tujuan. Perolehan lowongan pekerjaan bagi migran di daerah tujuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain
faktor
individu
seperti
tenaga
kerja,
pendidikan,
keterampilan/keahlian non pertanian dan umur, serta faktor informasi. Informasi pekerjaan dapat bersumber antara lain dari teman dan saudara. Munir
(1981)
mengelompokkan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
seseorang melakukan migrasi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong misalnya: 1.
Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya masih sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu dan bahan dari hasil pertanian.
2.
Menyempitnya lapangan kerja di daerah asal (misalnya pedesaan) akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive).
3.
Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, dan suku di daerah asal
15
4.
Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal.
5.
Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi.
6.
Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Sementara faktor-faktor penarik antara lain: 1.
Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan kerja.
2.
Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
3.
Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.
4.
Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.
5.
Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.
6.
Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik orang-orang dari desa atau kota kecil. Mantra (1994) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah
motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Todaro dan Smith (2004) menyebut motif utama tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional. Faktor yang memengaruhi untuk melakukan migrasi ke perkotaan karena adanya dua harapan, yaitu harapan untuk memperoleh pekerjaan dan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di pedesaan.
16
Menurut Todaro (2004) karakteristik yang penting dari para migran pada dasarnya dibagi dalam tiga kategori umum, yaitu demografis, pendidikan dan ekonomi. 1.
Karakteristik demografis. Para migran di kota negara-negara berkembang umumnya terdiri dari pemuda yang berumur antara 15 sampai 24 tahun.
2.
Karakteristik pendidikan. Tampaknya
ada asosiasi yang jelas antara
tingkat pendidikan dengan kecenderungan untuk bermigrasi, yaitu mereka yang berpendidikan lebih tinggi, lebih banyak melakukan migrasi daripada yang berpendidikan rendah. 3.
Karakteristik ekonomi. Presentase yang paling besar dari para migran adalah mereka yang miskin, tidak punya sawah atau tanah, orang yang tidak punya keterampilan dan sudah tidak ada kesempatan lagi untuk bekerja di tempat asal. Greenwood (1975) mengemukakan beberapa variabel/faktor yang
menentukan seseorang untuk bermigrasi, yaitu: 1.
Jarak dan biaya langsung perpindahan. Migrasi akan menurun dengan semakin jauhnya jarak, karena jarak dapat berfungsi sebagai pencerminan dari biaya transportasi dan biaya perjalanan.
2.
Pendapatan. Migran potensial akan memilih lokasi dimana nilai nyata dari manfaat bersih yang diharapkan adalah terbesar, artinya seseorang akan melakukan migrasi bila pendapatan bersih di daerah tujuan lebih besar daripada di daerah asal.
3.
Informasi. Informasi yang tersedia mengenai daerah alternatif memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan dari kaum migran untuk
17
menentukan daerah tujuan. Umumnya orang akan cenderung menuju tempat dimana ia telah mengetahui informasi mengenai daerah tersebut dari pada daerah yang mereka tidak ketahui atau hanya sedikit informasi yang tersedia. 4.
Karakteristik migran dan keputusan bermigrasi. Karakteristik yang menentukan dalam keputusan melakukan migrasi adalah umur dan tingkat pendidikan. Peluang melakukan migrasi pada angkatan kerja menurun seiring dengan meningkatnya umur. Semakin tinggi pendidikan akan memperbesar peluang seseorang untuk melakukan migrasi, sebab dengan semakin tinggi pendidikan, maka informasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan juga besar. Migrasi
dari
pedesaan
ke
perkotaan
mencerminkan
adanya
ketidakseimbangan antara pedesaan dan perkotaan. Kebutuhan hidup yang terus meningkat menuntut setiap orang terutama para kepala keluarga untuk mencari penghasilan yang lebih besar. Jika di daerah tempat tinggal dianggap tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang mempunyai penghasilan yang layak maka mereka akan lebih memilih untuk bermigrasi. Pilihan ini merupakan pilihan terbaik mereka, meskipun belum pasti apakah mereka akan mendapatkan pekerjaan atau tidak di tempat tujuan. Mantra (1994) mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi arah dan arus migrasi penduduk di Indonesia, diantaranya adalah: 1.
Pasang surutnya pembangunan di provinsi tujuan.
2.
Tersedianya pasaran kerja.
3.
Letaknya yang berdekatan.
18
4.
Merupakan daerah penerimaan transmigrasi. Wilayah perkotaan dengan proses pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dan fasilitas yang lengkap mendorong setiap orang terutama pengangguran untuk mengadu nasib. Arus masuk migrasi akan semakin banyak dalam waktu yang relatif cepat. Migrasi masuk ke kota (termasuk kota Jakarta) sangat erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang bersifat bias kota (urban bias). Pembangunan di DKI Jakarta yang memiliki peran dan fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, telah menarik penduduk desa untuk datang ke kota ini dalam upaya mendapatkan kesempatan kerja atau usaha, lebih-lebih ketika lapangan pekerjaan di desa sangat terbatas. Fenomena ini sejalan dengan teori Todaro (2004) yang menjelaskan terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan upah atau pendapatan yang besar antara desa dan kota mendorong penduduk desa untuk datang ke kota.
2.3.
Migrasi Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia Investasi dapat dilakukan bukan saja dalam bentuk fisik yang sudah biasa
dikenal, akan tetapi yang dinilai pada saat ini adalah investasi di bidang sumberdaya manusia. Investasi di bidang sumberdaya manusia dinamakan human capital, salah satunya dapat dilakukan dalam bentuk migrasi atau perpindahan penduduk (Simanjuntak, 1985). Menurut Simanjuntak (1985) seseorang mau atau berusaha pindah kerja dari satu tempat ke tempat lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar. Seseorang berpindah tempat berarti dia mengorbankan pendapatan yang
19
seharusnya dapat diterima di tempat asal. Misalkan setiap tahun seseorang seharusnya menerima upah di tempat asal dan akan menerima upah di tempat tujuan. Besarnya arus pendapatan yang seharusnya diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan penghasilan yang dikorbankan untuk memperoleh arus pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Dalam hal ini besarnya arus pendapatan yang diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan biaya tidak langsung atau opportunity cost untuk memperoleh pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Kecuali biaya tidak langsung untuk perpindahan seperti itu, orang mengeluarkan juga biaya yang langsung dalam bentuk ongkos pengangkutan, biaya memindahkan barang-barang rumah tangga, tambahan biaya perumahan dan lain-lain. Baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung tersebut dipandang sebagai investasi yang melekat pada diri migran. Imbalannya adalah arus pendapatan di tempat tujuan. Todaro dan Smith (2004) mengemukakan bahwa teori modal manusia (human capital) ini terkait dengan pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas (keahlian, pengetahuan dan pengalaman) jika terjadi peningkatan pada hal-hal tersebut. Pada teori ini menyatakan bahwa setelah investasi awal dilakukan, maka akan dihasilkan tingkat pengembalian (aliran penghasilan) pada masa yang akan datang. Tingkat pengembalian (rate of return) dapat diperoleh dan dibandingkan dengan pengembalian dari investasi lain, yaitu dengan cara memperkirakan nilai diskonto sekarang dari aliran pendapatan yang meningkat yang mungkin dihasilkan dari investasi-investasi tersebut dan membandingkannya dengan biaya langsung dan biaya tidak langsung.
20
2.4.
Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time
series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah: a.
Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.
b.
Panel data memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien.
c.
Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran,
perpindahan
pekerjaan,
atau
perubahan
kebijakan
pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaianpenyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d.
Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni.
e.
Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode
pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).
21
2.4.1. Pooled Least Square Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiiki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu : Yit = α + β Xit + εit ………………………………………………………………………………………… (2.1) dimana: Yit
= variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
α
= intersep yang konstan antar individu cross section i
Xit
= variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i
β
= parameter untuk variabel bebas
εit
= komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i
2.4.2. Efek Tetap (Fixed Effect) Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisasi secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan
22
memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable. Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.2). Yit = αi + βj xjit + εit …………………………………………………..(2.2) dimana: Yit
= variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
αi
= intersep yang akan berbeda antar individu cross section i
xjit
= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
βj
= parameter untuk variabel ke j
εit
= komponen error di waktu t untuk unit cross section i
2.4.3. Efek Acak (Random Effect) Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah: Yit
= αi + β Xit + εit ………………………………………………..(2.3)
εit
= uit + vit + wit ………………………………………………...(2.4)
23
dimana: uit ~ N(0,δu2) = komponen cross section error, vit ~ N(0,δv2) = komponen time series error, wit ~ N(0,δw2) = komponen combination error, kita juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.
2.5.
Penelitian Terdahulu Berbagai studi tentang migrasi menunjukkan bahwa banyak faktor yang
dapat memengaruhi terjadinya migrasi, baik itu yang bersifat motivasi ekonomi maupun non ekonomi. Analisis serta kajian terhadap fenomena migrasi telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berikut ini akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu dengan berbagai pendekatan yang secara khusus menganalisis terjadinya migrasi. Hasil penelitian Levy dan Walter (1974) di Venezuela menunjukkan bahwa: 1.
Jarak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap migrasi, baik migran yang tidak berpendidikan maupun migran yang berpendidikan dasar dan lanjutan, dimana semakin jauh jarak yang ditempuh migran akan mengurangi jumlah migrasi ke Venezuela. Pengaruh jarak ini semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan migran.
2.
Jumlah migrasi akan menurun dengan meningkatnya upah di daerah asal dan jumlah migran akan meningkat dengan meningkatnya upah di daerah tujuan (Venezuela). Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa migran
24
yang berpendidikan lebih respon terhadap perubahan upah baik di daerah asal maupun di daerah tujuan dari pada migran yang tidak berpendidikan. 3.
Tingkat pengangguran di daerah asal mempunyai hubungan positif dengan jumlah migrasi, sedangkan tingkat pengangguran di daerah tujuan (Venezuela) mempunyai hubungan yang negatif dengan jumlah migrasi.
4.
Jumlah penduduk total baik untuk daerah asal maupun daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah migrasi di Venezuela. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa jumlah penduduk total di daerah asal pengaruhnya semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan dan untuk jumlah penduduk total di daerah tujuan pengaruhnya semakin besar dengan semakin tinggi pendidikan migran.
5.
Presentase jumlah penduduk yang tinggal di kota (urban) untuk daerah asal mempunyai hubungan negatif dengan jumlah migrasi dan untuk daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif. Hal ini terjadi untuk migran yang tidak sekolah maupun yang berpendidikan dasar dan lanjutan. Mantra (1987) dalam analisisnya mengenai migrasi penduduk di Indonesia
berdasarkan hasil survei penduduk antar sensus memperoleh beberapa karakteristik para migran, diantaranya adalah: 1.
Umur migran terkonsentrasi pada kelompok umur 25-44 tahun, dimana kelompok ini merupakan kelompok umur produktif. Pada kelompok umur 15-19 tahun persentase migran perempuan lebih besar dari persentase migran laki-laki, pada umur-umur ini migran perempuan pada umumnya belum kawin.
25
2.
Kebanyakan dari migran bekerja di sektor informal. Sekitar 45 persen sebagai buruh, hampir seperempatnya berusaha sendiri, sekitar 15 persen bekerja sebagai buruh tetap.
3.
Pendidikan migran relatif lebih tinggi dari
pendidikan non-migran.
Namun demikian migran yang telah berusia lanjut (50 tahun ke atas) tingkat pendidikannya rendah. Migran yang berumur muda (20-49 tahun) beberapa sudah ada yang tamat Sekolah Menengah Tingkat Atas, bahkan ada yang telah tamat dari perguruan tinggi. Migran yang menuju ke kota tingkat pendidikannya lebih tinggi daripada migran yang menuju ke desa. Solimano (2002) melakukan penelitian di Argentina mengungkapkan bahwa migrasi penduduk ke Amerika Serikat dan Eropa atau Negara yang lebih maju dengan pendekatan ekonomi dan politik. Model yang digunakan adalah dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS): NMt = a + bX1t + cX2(t-1) + dX3t + eX4t + random termt ………………………..(2.1) Dimana: NM
= net migrasi penduduk dari negara pengirim ke negara penerima
X1
= menunjukkan rasio GDP real perkapita negara penerima terhadap GDP real perkapita negara pengirim
X2
= lag net migrasi
X3
= indeks ekonomi negara penerima migran
X4
= indeks rezim pemerintahan apakah autoritarian atau demokrasi. Pendekatan ekonomi dengan melihat tingkat rasio pendapatan nasional
negara asal dengan negara tujuan. Sedangkan aspek politik dengan memasukkan rezim pemerintahan di negara asal yaitu Argentina. Hasilnya diketahui bahwa
26
hubungan yang positif dan signifikan antara selisih pendapatan nasional negara penerima dengan negara pengirim migran. Romdiati dan Noveria (2004) dalam Artika (2003) melakukan analisis mobilitas penduduk antar daerah dalam rangka pengendalian migrasi masuk ke DKI Jakarta. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa Jakarta sebagai kota metropolitan yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan pembangunan. Jakarta menjadi tujuan utama migrasi penduduk dari berbagai daerah dalam jumlah yang besar. Mereka datang ke kota ini untuk memperoleh manfaat dari semua kesempatan yang tersedia, terutama kesempatan ekonomi. Masih terbukanya peluang untuk melakukan usaha ekonomi, khususnya di sektor informal diketahui sebagai penyebab utama perpindahan penduduk dari berbagai daerah, termasuk mereka yang berketerampilan rendah menuju Jakarta. Arus migrasi menuju kota Jakarta tampak semakin diwarnai oleh pola mobilitas non-permanen dengan ciriciri kurang terampil, bekerja di sektor informal dan tinggal di pemukiman kumuh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, bahwa penelitian ini menganalisis faktor-faktor ekonomi seperti PDRB dan UMR serta faktor demografi seperti jumlah penduduk tiap provinsi serta tingkat kepadatan penduduk per kilo meter persegi dimana akan melihat sejauh mana semua variabel ini memengaruhi tingkat migrasi ke Jakarta.
2.6.
Kerangka Pemikiran Dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang ada, banyak faktor yang
memengaruhi keputusan seseorang untuk bermigrasi, pada garis besarnya dapat
27
dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu faktor-faktor pendorong (push factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors). Teori Human Capital dan Model Harris Todaro lebih memfokuskan perhatiannya pada hubungan ekonomi dan migrasi. Menurut teori Human Capital bahwa seseorang akan melakukan migrasi apabila pendapatan yang diperoleh ditempat tujuan lebih besar daripada pendapatan di daerah asal yang ditambah dengan biaya langsung migrasi (Simanjuntak, 1985). Todaro (2004) mengatakan bahwa keputusan untuk bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh berapa pendapatan yang diterima seandainya melakukan migrasi, tetapi juga memperhitungkan berapa besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan, ini erat kaitannya dengan kesempatan kerja yang terdapat di suatu tempat. Semakin
banyaknya
masyarakat
yang
bermigrasi
ke
Jakarta
mengakibatkan jumlah penduduk semakin meningkat, sehingga menimbulkan berbagai masalah diantaranya masalah sosial, ekonomi dan kependudukan juga ada kaitannya dengan jumlah angkatan kerja. Keputusan migran untuk bermigrasi adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia.
28
Penduduk luar Jakarta
MIGRASI
JAKARTA
Faktor Pendorong
Faktor Penarik
- PDRB provinsi asal - UMR provinsi asal - Jumlah penduduk provinsi asal
- PDRB provinsi tujuan - UMR provinsi tujuan - Jumlah penduduk provinsi tujuan
Jumlah Penduduk
Jumlah angkatan kerja
INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.7.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, faktor-
faktor yang memengaruhi migrasi secara umum ada dua faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tingkat migrasi penduduk, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Hal yang menjadi hipotesis dari penelitian ini yaitu: 1.
Tingkat upah di daerah asal memiliki hubungan negatif terhadap tingkat migrasi yang masuk ke DKI Jakarta.
29
2.
Tingkat Produk Domestik Regional Bruto perkapita tiap provinsi di luar Jakarta memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta.
3.
Tingkat jumlah penduduk tiap provinsi di luar Jakarta memiliki hubungan yang positif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta.