TINJAUAN PUSTAKA Benih Karet Biji karet tergolong biji rekalsitran dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) biji tidak pernah kering di pohon, tetapi akan merekah dan jatuh daripohon setelah masak dengan kadar air sekitar 35%; (2) biji tidak tahan kekeringan dan tidak mempunyai masa dormansi, dan biji akan mati bila kadar air sampai di bawah nilai titik kritis yaitu 12%; (3) biji tidak dapat dikeringkan karena akan mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat disimpan pada kondisi lingkungan kering; (4) viabilitas atau daya tumbuh biji cepat menurun walaupun dipertahankan dalam kondisi lembap, dan daya simpannya umumnya singkat; (5) dalam proses konservasi, biji dipertahankan dalam keadaan lembap (kadar air 32-35%); (6) biji dengan kadar air 32-35%, jika disimpan pada suhu di bawah 0oC akan mengalami pembekuan sel; dan (7) kisaran suhu penyimpanan biji karet yang baik adalah 710oC,
karena
pada
kondisi
ini
belum
mengalami
pembekuan
sel
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Biji karet memiliki daya kecambah baik adalah biji yang masih dalam keadaan segar. Artinya, baru jatuh dari pohonnya atau paling lambat empat hari setelah jatuh.Tidak disarankan menggunakan biji-biji yang dikumpulkan pada hari pertama pengumpulan karena tidak diketahui kapan biji-biji tersebut jatuh. Pada pengumpulan hari pertama bisa jadi biji-biji tersebut sudah jatuh pada beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan sebelumnya, sehingga sudah tidak segar lagi (Damanik, dkk, 2010). Daya kecambah biji karet sangat erat kaitannya dengan tingkat kemasakan biji. Biji karet dikatakan masak fisiologis pada saat berat segar biji maksimum
Universitas Sumatera Utara
atau pada saat tidak ada lagi pertambahan berat kering dan kadar airnya sudah konstan. Biji yang dipanen pada saat masak fisiologis mempunyai daya kecambah 97-100%. Panen biji yang terbaik adalah pada saat masak fisiologis dengan cara memetik buah di pohon, karena pada saat itu bobot kering dan kejaguran benih mencapai maksimum. Namun untuk keperluan skala besar, cara ini sulit dilakukan dan tidak ekonomis (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Cara lain untuk mengetahui daya kecambah biji adalah melalui pembelahan. Pembelahan ini dilakukan dengan metode sample.Sekitar 100 biji karet dari 200 kg biji diambil secara acak dan kemudian dibelah menggunakan batu atau palu.Setelah dibelah, ada enam kriteria daya kecambah biji karet yang bisa disimpulkan berdasarkan warna belahannya.Keenam kriteria tersebut sebagai berikut. (1) Belahan biji berwarna putih dinilai sangat baik. (2) Belahan biji berwarna kekuningan dinilai baik. (3) Belahan biji kekuningan agak kehijauan dinilai cukup baik. (4) Belahan biji kekuningan berminyak dinilai jelek. (5) Belahan biji kekuningan gelap dinilai rusak. (6) Belahan biji kecokelatan hingga kehitaman dinilai busuk (Damanik, dkk, 2010). Saat ini biji yang dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah berasal dari klon GT 1, AVROS 2037, BPM 24, PB 260, dan RRIC 100. Biji dari klon LCB 1320, PR 228, dan PR 300 masih boleh digunakan.Produksi biji karet ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain klon, jarak tanam, gangguan penyakit, umur tanaman, perawatan kebun (pemupukan), sifat fertilitas, jumlah bunga, dan iklim. Beberapa klon yang mempunyai produksi biji yang tinggi adalah GT 1, AVROS 2037, PR 228, BPM 24, dan PB 260, sedangkan klon PR 300 produksi bijinya rendah. Jumlah biji karet yang dihasilkan dari satu hektar tanaman sangat
Universitas Sumatera Utara
bervariasi, yaitu sekitar 3.000-450.000 butir/ha/tahun. Berdasarkan hasil pengamatan pada tahun 2007 di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa, Musi Landas, dan Melania, Sumatera Selatan, produksi biji klon GT 1, BPM
24,
dan
PB
260
secara
berurutan
adalah
397.000
butir,
451.000 butir, dan 337.000 butir/ha/tahun untuk kerapatan 528 pohon/ha (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Penyimpanan Benih Perlakuan yang terbaik pada benih ialah menanam benih atau disemaikan segera setelah benih-benih itu dikumpulkan atau dipanen, jadi mengikuti cara-cara alamiah, namun hal ini tidak selalu mungkin karena musim berbuah tidak selalu sama, untuk itu penyimpanan benih perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih saat musim tanam tiba. Tujuan penyimpanan yaitu menjaga biji agar tetap dalam keadaan baik (daya kecambah tetap tinggi), melindungi biji dari serangan hama dan jamur.,mencukupi persediaan biji selama musim berbuah tidak dapat mencukupi kebutuhan (Sahupala, 2007). Benih bermutu tinggi mencakup mutu genetis,mutu fisis dan mutu fisiologis memerlukan penanganan yang terencana dengan baik sejak tanaman dilapang, pengolahan, penyimpanan dan distribusi.Penyimpanan benih merupakan suatu usaha untuk mempertahankan mutu benih sampai benih tersebut ditanam oleh petani (Rahayu dan Widajati, 2007). Menurut
Sutopo
(2002),
penyimpanan
benih
adalah
untuk
mempertahankan viabilitas yang maksimum selama mungkin, sehingga simpanan energi yang dimiliki benih tidak menjadi bocor dan benih mempunyai cukup energi untuk tumbuh pada saat ditanam. Maksud dari penyimpanan benih di
Universitas Sumatera Utara
waktu tertentu adalah agar benih dapat ditanam pada waktu yang diperlukan dan untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman. Ada dua faktor yang penting selama penyimpanan benih yaitu, suhu dan kelembaban udara.Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga maka mutu benih dapat terjaga.Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih (Sahupala, 2007). Sedangkan menurut Kartasapoetra, (2003) benih sebagai organisme hidup, penyimpanannya sangat ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta temperatur penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup yang melakukan respirasi), dimana respirasi ini menghasilkan panas dan airdalam benih maka makin tinggi kadar airnya respirasi dapat berlangsung dengan cepat yang dapat berakibat: berlangsungnya perkecambahan, karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang besar atau tinggi; kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan. Cara penyimpanan benih yang praktis dan murah dapat diupayakan asalkan tetap memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya viabilitas benih, seperti suhu, kelembaban relatif, kadar air benih, aerasi dan aktifitas jamur. Benih yang bersifat rekalsitran ketika masak fisiologis memiliki kadar air yang tinggi, yaitu lebih dari 40% sehingga tidak tahan disimpan lama. Jika kadar air benih diturunkan dari ambang batas sekitar 25%, maka
Universitas Sumatera Utara
benih
akan
mengalami
kerusakan
atau
viabilitasnya
akan
menurun
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Viabilitas benih dapat diperpanjang bila benih disimpan pada kondisi yang terlindung dari panas, uap, air dan oksigen. Tujuan utama penyimpanan benih tanaman bernilai ekonomi ialah untuk mengawetkan cadangan bahan tanam dari satu musim ke musim berikutnya (Justice and Bass, 2002). Berdasarkan penelitian Sulaiman, dkk (2010) lama penyimpananbenih menunjukkan
perbedaan
yang
nyata.
Suhu
penyimpanan
benih
karet
ternyatamenyebabkan terjadinya perbedaan kadar air benih karet. Selama penyimpanan 12hari dengan menggunakan suhu 20oC – 22oC ternyata menghasilkan kadar air benihkaret yang berbeda nyata antara suhu 20oC – 22oC dengan suhu 23oC – 26oC dansuhu 27oC – 30oC. Lama penyimpanan akan menurunkan kadar air benihsampai 29,9% (pada perlakuan suhu 23oC – 26oC. Tetapi, kadar air benih karet yangdisimpan dengan suhu 20oC – 22oC rata-rata tetap dapat mempertahankan kadar airbenih karet dibandingkan pada suhu 23oC – 26oC dan suhu 27oC – 30oC.Penurunan kadar air benih dengan tingginya suhu diduga adanya peningkatanpenguapan dari benih selama penyimpanan. Semakin lama benih disimpan semakin turun kadar air benih karet karena tingginya laju respirasi yang diduga diikuti oleh adanya penguapan yang tinggi daridalam benih. Ketahanan benih untuk disimpan beraneka ragam tergantung dari jenis benih, cara dan tempat penyimpanan. Tempat untuk menyimpan benih juga bervariasi tergantung dari macam benih serta maksud dan lama penyimpanan (Sutopo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan perlakuan manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan kondisi seperti : pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan komposisi benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi, kadar air benih, kerusakan mekanik dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan meliputi : suhu, kelembaban dan cahaya. Kondisi benih rekalsitran bergantung pada kondisi akhir kadar air benih setelah penyimpanan, makin tinggi kadar air benih
makan
semakin
tinggi
pula
viabilitas
benih
tersebut
(Justice and Bass, 2002). Viabilitas benih Viabilitas benih dapat diuji dengan dua metode pengujian yaitu: 1. Metode langsung menggunakan indikator pertumbuhan kecambah, 2. Metode tidak langsung yang didasarkan pada proses metabolisma benih serta kondisi fisik yang merupakan indikasi tidak langsung. Metode ini meliputi : uji tetrazolium, uji hydrogen peroksida, uji eksisi embrio, uji belah dan uji konduktivitas (Zanzibar, 2008). Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor. Kebanyakan parameter biokimia yang digunakan untuk mengetahui viabilitas dan vigor benih kedelai adalah secara umum seperti diatas, sedangkan keberadaan makromolekul penyusun membran antara lain membran mitokondria dan enzim respirasi belum diteliti (Tatipata, dkk, 2004)..
Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor yang mempengaruhi viabilitas benih rekalsitran antara lain kadar air benih, kelembapan, suhu ruang simpan, wadah simpan dan periode simpan.
Kadar
air
benih
sangat
menentukan
viabilitas
benih
untuk
mempertahankan daya simpannya, maka dari itu kadar air benih diusahakan tetap tinggi atau diatas. Kadar air benih selama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air awal dan kondisi ruang simpan. Semakin rendah kadar air benih selama penyimpanan semakin cepat benih tersebut kehilangan viabilitasnya. Kondisi simpan yang tepat dalam penyimpanan dapat mempertahankan vigor benih selama penyimpanan, namun jika kondisi penyimpanan (Luhukay, 2012). Kualitas benih dapat dilihat dari persentase perkecambahan, salah satu uji konvensional yaitu mengecambahkan biji dan ditunggu sampai waktu tertentu sampai biji-biji berkecambah (Saupe, 2009).Biji kakao merupakan biji rekalsitran (tidak mempunyai masa dormansi).Pengiriman benih antar pulau dapat mempengaruhi viabilitasnya. Salah satu indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor (Tatipata dkk., 2004). Menurut Sutopo (2002) viabilitas benih dalampenyimpanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a. Kandungan air benih Benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang optimal, yaitu 20% pada benih ortodok (seperti benih tembakau). Semakin tinggi kandungan air dalam benih selama penyimpanan maka akan cepatsekali mengalami kemunduran viabilitas benih.
Universitas Sumatera Utara
b. Viabilitas awal benih Benih
yang
akan
disimpan
harus
mempunyai
viabilitas
awal
yangsemaksimum mungkin untuk mencapai waktu simpan yang lama. Karena selama masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari viabilitasawal tersebut.Benih-benih dengan viabilitas awal yang tinggi lebih tahanterhadap kelembaban serta temperatur tempat penyimpanan yang kurang baik dibandingkan dengan benih-benih yang memiliki viabilitas awal yang rendah. c. Temperatur Temperatur
yang
terlalu
tinggi
pada
saat
penyimpanan
dapat
mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena akan memperbesar terjadinya penguapan zat cair dari dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Temperatur yang optimumuntuk penyimpanan benih jangka panjang 0 0 - 32 0C.Antara kandungan airbenih dan temperatur terdapat hubungan yang sangat erat dan timbal balik.Jika salah satu tinggi maka yang lain harus rendah. d. Kelembaban Kelembaban
lingkungan
selama
penyimpanan
juga
sangat
mempengaruhiviabilitas benih.Kelembaban nisbi lingkungan simpan harus diatur sehinggaberkeseimbangan dengan kandungan air benih pada keadaan yang menguntungkan untuk jangka waktu simpan yang panjang.Kebanyakan jenis benih
kelembaban
untukmempertahankan
nisbi
antara
viabilitas
50% benih
-
60%
paling
adalah tidak
cukup untuk
baik jangka
waktupenyimpanan selama setahun.
Universitas Sumatera Utara
e. Gas disekitar Benih Adanya
gas
disekitar
benih
dapat
mempertahankan
viabilitas
benih,misalnya gas CO2 yang akan mengurangi konsentrasi O2 sehingga respirasibenih dapat dihambat. f. Mikroorganisme Kegiatan mikroorgansisme yang tergolong dalam hama dan penyakit gudang
dapat
mempengaruhi
viabilitas
benih
yang
disimpan.
Jenisjenisinsektayang termasuk hama perusak benih dalam simpanan seperti; Calandra sp, sedangkan hama gudang seperti Tribolium sp. Berdasarkan penelitian Sulaiman, dkk (2010) sebelum dilakukan penyimpanan kecepatan berkecambah benih karet yang dihasilkan pada penelitian nya yaitu 6,04 % per hari. Semakin lama benih disimpan, kecepatan berkecambah menjadi
menurun,
sejalan
dengan
menurunnya
daya
berkecambah
benih.Penurunan mutu fisiologis ini yang ditunjukkan dengan penurunan daya berkecambah, penurunan keseragaman tumbuh benih juga penurunan kecepatan berkecambah diduga adanya pengurangan cadangan makanan dalam benih selama benih ini disimpan. Proses respirasi yang mengakibatkan hampir semua cadangan makanan termasuk protein, lemak, dan karbohidrat berkurang selama benih disimpan. Tipe perkecambahan benih karet adalah hypogeal (Sutopo, 2002), dimana munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang keatas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit
biji
dibawah
permukaan
tanah.Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perkecambahan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor dalam a. Tingkat kematangan benih Benih yang dipanen pada saat benih masak fisiologis akan memiliki daya simpan yang lebih lama (maksimum). Hal ini disebabkan daya hidup (viabilitas) benih maksimum tercapai pada saat benih masak fisiologis tersebut sehingga daya simpan benihnya juga dapat maksimum.Sebaliknya apabila benih dipanen sebelum masak fisiologis, viabilitasnya masih rendah dan cadangan makanannya masih sedikit sehingga daya simpannya juga rendah.Apabila benih dipanen setelah masak fisiologis tercapai maka viabilitas benihnya sudah menurun sehingga daya simpannya juga tidak maksimal. b. Ukuran benih Morfologi benih secara tidak langsung mempengaruhi daya simpan benih terutama ukuran benih dan kedudukan embrio benih. Benih yang berukuran kecil akan mengalami kerusakan lebih sedikit daripada benih yang berukuran lebih besar pada saat prosesing. Kedudukan embrio benih yang terletak sangat dekat dengan permukaan benih lebih mudah mengalami kerusakan seperti embrio pada benih kacang-kacangan. Tingkat kerusakan benih pada saat prosesing tersebut akan mempengaruhi daya simpan benih. c. Dormansi Dormansi benih merupakan suatu keadaan benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi perkecambahannya.Benih yang dalam keadaan dormansi ini biasanya lebih tahan lama jika disimpan karena membutuhkan perlakuan tertentu agar dapat berkecambah.
Universitas Sumatera Utara
d. Suplai hormon Hormon yang terdapat dalam endosperm atau kotiledon berfungsi sebagai pemacu pembentukan enzim hidrolitik, selain itu memberikan kemampuan dinding sel untuk mengembang sehingga sifatnya menjadi elastis. Perkecambahan benih terhambat karena: -
Inhibitor, inhibitor akan menghambat perkecambahan benih baik didalam maupun dipermukaan benih. Zat ini akan menghambat perkecambahan pada konsentrasi tertentu, seperti coffenic acid.
-
Larutan dengan nilai osmotik tinggi, perkecambahan benih akan terhambat jika benih berimbibisi pada larutan tinggi, misalnya NaCl atau manitol.
-
Bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat pernafasan, antara lain: sianida, flourida, caumarin, herbisidi, dll.
2. Faktor luar Faktor luar yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih antara lain: a. Air Air merupakan kebutuhan dasar yang utama dan sangat penting untuk perkecambahan.Kebutuhan air berbeda-beda tergantung dari spesies tanaman. b. Suhu Suhu merupakan syarat penting bagi perkecambahan biji. Suhu yang diperlukan dalam perkecambahan biji kebanyakan biji berkisar antara 26,50C – 35 0
C. Di luar kondisi tersebut biji akan gagal berkecambah atau terjadi kerusakan
yang menghasilkan kecambah abnormal. Pengaruh suhu terhadap perkecambahan benih dapat dicerminkan melalui suhu kardinal yaitu suhu minimum, optimum dan maksimum.Suhu minimum adalah suhu terendah dimana perkecambahan
Universitas Sumatera Utara
dapat terjadi secara normal, dan di bawah suhu itu benih tidak berkecambah dengan baik.Suhu optimum yaitu suhu yang paling sesuai untuk perkecambahan, dan suhu maksimum adalah suhu tertinggi dimana perkecambahan dapat terjadi, diatas suhu maksimum ini benih tidak berkecambah normal. c. Oksigen Dalam perkecambahan O2 digunakan untuk respirasi, konsentrasi O2 yang diperlukan untuk perkecambahan adalah 20 %. d. Cahaya Cahaya
memegang
peranan
yang
sangat
penting
dalam
perkecambahan.Pada umumnya kualitas cahaya terbaik untuk perkecambahan dinyatakan dengan panjang gelombang berkisar antara 660 nm – 700 nm.Biji yang dikecambahkan dalam keadaan gelap dapat menghasilkan kecambah yang mengalami etiolasi yaitu pemanjangan yang tidak normal pada hipokotilnya atau epikotilnya, kecambah warna pucat, dan lemah.Meskipun pada beberapa tanaman perkecambahannya tidak memerlukan cahaya, seperti kopi. d. Medium Medium yang baik bagi perkecambahan harus memiliki sifat yang baik seperti gembur, mempunyai kemampuan menyimpan air, dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan. Pelapisan Benih (Seed Coating) Pelapisan benih merupakan proses pembungkusan benih dengan zat tertentu yang bertujuan sebagai berikut: (1) meningkatkan kinerja benih selama perkecambahan, (2) melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan, (3) mempertahankan kadar air benih, (4) menyeragamkan ukuran
Universitas Sumatera Utara
benih, (5) memudahkan penyimpanan benih dan mengurangi dampak kondisi ruang penyimpanan, (6) memperpanjang daya simpan benih (Kuswanto, 2003). Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada dua tipe pelapisan benih yang telah dikomersialkan, yaitu seed coating dan seed pelleting. Perbedaan utama dari keduanya adalah ukuran, bentuk, bobot dan ketebalan lapisan yang dihasilkan. Ilyas (2003) menyatakan bahwa coating memungkinkan untuk menggunakan bahan yang lebih sedikit dan bentuk asli benih masih terlihat serta bobot benih hanya meningkat 0.1-2 kali. Sedangkan pelleting dapat mengubah bentuk benih yang tidak seragam menjadi bulat halus dan seragam serta dapat meningkatkan bobot benih hingga 2-50 kali. Bahan pelapis yang digunakan untuk melapisi benih harus memenuhi persyaratan, antara lain; dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, dapat menghambat laju respirasi, tidak bersifat toksik terhadap benih, bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air, bersifat porous, tidak mudah mencair, higroskopis, tidak bereaksi dengan pestisida yang digunakan dalam perawatan benih, bersifat sebagai perambat dan penyimpan panas yang rendah, harga relatif lebih murah sehingga dapat menekan harga benih (Kuswanto, 2003). Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa polimer untuk pelapis benih idealnya memiliki karakter sebagai berikut: (1) larut dalam air, (2) memiliki nilai viskositas yang rendah, (3) memiliki konsentrasi yang tinggi pada kondisi padat, (4) memiliki pengaturan keseimbangan hidrofilik dan hidrofobik, dan (5) dapat membentuk lapisan tipis keras setelah dikeringkan. Menurut Copeland dan McDonald (2001) bahan pelapis yang digunakan harus kompatibel dengan benih, sehingga kualitas benih tetap terjaga dan proses
Universitas Sumatera Utara
perkecambahan tidak terganggu. Bahan kimia lain seringkali ditambahkan pada formulasi pelapis dengan tujuan meningkatkan performansi benih di lapangan, contoh bahan kimia tersebut yaitu; zat pengatur tumbuh atau hormon sintetik, zat hara mikro, mikroba, dan fungisida. Penelitian Dae Panie (2005) menunjukkan bahwa penambahan zat pewarna hijau dan GA pada formula coating Arabic gum 3
dapat memberikan performansi fisik benih yang lebih baik dan dapat meningkatkan viabilitas benih cabai. Penggunaan Larutan Osmotik Conditioning benih adalah perlakuan pendahuluan/ pratanam pada benih yang memungkinkan adanya pengontrolan laju penyerapan air oleh benih sehingga
benih
tahan
terhadap
cekaman/stress
dan
dapat
merangsang
pertumbuhan. Perlakuan pratanam tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan mempersiapkan keadaan fisiologis dan biokimia benih selama penundaan perkecambahan (Rouhi dan Surki, 2011) . Perlakuan conditioning dapat dilakukan dengan matriconditioning atau osmoconditioning
dengan
mengkondisikan
benih
dalam
larutan
osmotikum.Osmoconditioning dapat menggunakan garam NaCl, KNO3 dan KH2PO4 dan senyawa berbobot molekul tinggi seperti mannitol dan Poly Etilen Glikol (PEG).Konsentrasi larutan osmotikum dapat mengatur jumlah dan kecepatan penyerapan air sampai pada fase 2 penyerapan air sehingga pemunculan radikula dapat dicegah selama beberapa waktu.Kondisi ini memungkinkan fase aktivasi berlangsung lebih lama dan mengurangi waktu paruh T50 sebesar 40% .Hal ini berarti bahwa 40% dari fase awal pertumbuhan dapat
Universitas Sumatera Utara
terhindar
dari
stress
lingkungan/mekasisme
toleransi
stres
lingkungan
(Widoretno, dkk, 2002). Penelitian dengan menggunaan PEG untuk conditioning benih telah dilakukan pada benih-benih tanaman pangan maupun sayuran. Ditemukan bahwa conditioning dengan merendam benih kedelai selama 6 – 8 jam dalam konsentrasi PEG ( 300 g L-1 air) dapat meningkatkan berat kering tanaman dan laju tumbuh relatif (Arief, dkk, 2010). Penggunaan PEG sebagai bahan conditioning benih juga dilaporkan oleh (Shadeghi, dkk, 2011) yang memukan bahwa conditioning benih kedelai dengan PEG dapat meningkatkan kecepatan berkecambah dan vigor benih. Keuntungan conditioning benih sudah banyak dilaporkan misalnya pada tanaman gandum, jagung manis, kacang, barley , ketimun (Ghassemi, dkk, 2011). Tujuan utama dari perlakuan conditioning benihadalah adalah mengaturan penyerapan air benih secara perlahan, aktifitas metabolisme dan proses perkecambahan dimulai tetapi tidak sempurna karena radikel tidak muncul. Benih yang telah diberi perlakuan dikeringkan kembali sebelum digunakan dan akan menunjukkan laju perkecambahan yang tinggi setelah di imbibisi kembali pada kondisi normal maupun stres (Rouhi dan Surki, 2011). Polyethylene Glycol bersifat larut dalam air dan menyebabkan penurunan potensial air.Besarnya penurunan air sangat bergantung pada konsentrasi penurunan berat molekul PEG.Keadaan seperti ini dimanfaatkan untuk simulasi penurunan potensial air. Potensial air dalam media yang mengandung PEG dapat digunakan untuk meniru besarnya potensial air (Sofinoris, 2009). Larutan polietilena glikol (PEG) dilaporkan mampu menahan air sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.Besarnya kemampuan larutan PEG untuk
Universitas Sumatera Utara
menahan air tersebut bergantung pada bobot molekul dan konsentrasinya.Sifatnya yang larut dalam air, tidak toksik terhadap tanaman, dan tidak mudah diserap menjadi pertimbangan penggunaan PEG conditioning dan invigorasi benih. Penggunaan larutan PEG sebagai bahan conditioning dan invigorasibenihtelah banyak dilakukan pada benih tanaman pangan dan sayuran (Khalil, dkk, 2001) Penelitian (Rouhi
dan
dengan
Surki,
menggunaan
2011)
pada
benih
PEG
yang
kedelai
dilakukan
menunjukkan
oleh bahwa
osmoconditioning berpengaruh positif terhadap daya berkecambah, laju perkecambahan,
panjang
kecambah
dan
vigor
kecambah.
Perlakuan
osmoconditioning terbaik adalah perendaman selama 12 jam dalam larutan dengan potensial osmotik -12 bar. Khalil, dkk , (2001) menemukan bahwa Penggunaan PEG 8000 dengan potensial osmotik yang setara dengan -1,1 dan -1,8 MPa meningkatkan laju perkecambahan , sedangkan temuan Arief., dkk. (2010) bahwa perlakuan dengan 300 g PEG L-1 laju pertumbuhan tanaman meningkat dan perendaman dalam PEG 8000 yang setara dengan -1,1 Mpa selama 6 jam dapat meningkatkan hasil panen kedelai. Temuan lain bahwa larutan 90 g PEG L-1 air yang meningkatkan viabilitas, vigor, dan pertumbuhan benih tomat yang ditunjukkan pada daya kecambah (100%), kecepatan berkecambah (32,30% etmal-1),umur berbunga (48,41 hari), umur panen (77,56 hari), dan produksi 62,00 ton ha-1 (Syatrianty, dkk, 2012). Beberapa kelebihan dari PEG yaitu mempunyai sifat dalam proses penyerapan air, sebagai selective agent diantaranya tidak toksik terhadap tanaman, larut dalam air, dan telah digunakan untuk mengetahui pengaruh kelembaban
Universitas Sumatera Utara
terhadap perkecambahan biji budidaya, bisa masuk ke dalam sel (intraseluler) dan juga dapat digunakan sebagai osmotikum pada jaringan, sel ataupun organ. Senyawa PEG dengan berat molekul 6000 dipilih karena mampu bekerja lebih baik pada tanaman daripada PEG dengan berat molekul yang lebih rendah, senyawa PEG mampu mengikat air.Besarnya kemampuan larutan PEG dalam mengikat air bergantung pada berat molekul dan konsentrasinya (Sofinoris, 2009). Hasil penelitian Yuliana (2010) menunjukkan bahwa ada pengaruh invigorasi menggunakan polyethylene glycol(PEG) 6000 terhadap viabilitas benih tembakau (Nicotiana tabacum), yaitu dengan meningkatkan daya kecambah, panjang kecambah, dan mempercepat waktu berkecambah. Perlakuan konsentrasi PEG yang efektif adalah dengan konsentrasi 5%. Perlakuan lama perendaman dalam larutan PEG yang efektif adalah 3 jam. Sedangkan untuk interaksi antara konsenrasi dan lama perendaman hanya terdapat interaksi pada persentase daya berkecambah, panjang kecambah dan waktu berkecambah. Perlakuan yang efektif untuk interaksi antara konsentrasi PEG dan lama perendaman yaitu konsentrasi 5% dengan lama perendaman 3 jam. Pengeringan Kebanyakan kerusakan pada benih karena perlakuan awal di lapangan sangat erat kaitannya dengan kandungan kadar air. Sehingga penanganan kadar air benih yang benar dapat membatasi terjadinya kerusakan. Kandungan kadar air 1020 % pada waktu pengumpulan adalah normal pada kebanyakan benih ortodoks. Benih rekalsitran yang masak, kandungankadar airnya sangat tinggi, dapat mencapai 30-40 %. Kadar air, baik pada serat daging buah, pada buah kering yang belum masak buah yang dikumpulkan ketika cuaca lembab, atau benih yang
Universitas Sumatera Utara
secara alami berkadar air tinggi pada saat masak (rekalsitran) sangat beresiko untuk mengalami kerusakan.Kadar air tinggi merupakan lingkungan ideal bagi perumbuhan jamur dan bakteri. Buah dan benih
yang lembab melakukan
respirasi, menimbulkan panas dan membutuhkan oksigen. Jika oksigen berkurang karena aerasi tidak mencukupi timbul fermentasi.Fermentasi serat mungkin tidak berpengaruh pada benihnya, tetapi panas yang ditimbulkan dari proses tersebut dapat berpengaruh. Selanjutnya jamur yang mulai tumbuh pada buah kering dapat menghambat kelanjutan proses ekstraksi sehingga selama penyimpanan yang lama di lapangan harus dibuat ventilasi yang mencukupi dan kadar air dikurangi sebanyak mungkin. Benih harus dikeringkan serendah mungkin agar penyimpanan aman dan kelembaban dapat dipertahankan.Persamaan biokimia dua proses yang disederhanakan disajikan sebagai berikut: Respirasi
: C6H12O6 + 6O6 6CO2 + 6H2O + energi
Fermentasi
: C6H12O6 + 6O6 2C2H5OH + 2CO2+ energi
(Utomo, 2006). Kadar air pada penyimpanan benih merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan. Pada umumnya benih tidak dianjurkan disimpan pada kadar air yang masih tinggi karena benih akan cepat kehilangan viabilitasnya. Kandungan air yang relatif masih tinggi di dalam benih menyebabkan proses respirasi dan metabolisme dalam benih juga meningkat sehingga banyak energi yang digunakan untuk proses tersebut (Sutopo, 2002). Benih rekalsitran sangat rentan terhadap suhu dan pengeringan ekstrim.Tingkat rekalsitran bervariasi dan tergantung jenis.Benih rekalsitran dapat berasal dari buah kering dan buah berdaging.Pengeringan berlebihan tidak
Universitas Sumatera Utara
diperkenankan dan benih tidak boleh dikenakan di bawah sinar matahari langsung. Di sisi lain kalau benih tidak mengalami dormansi, kandungan lembab yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah. Keseimbangan umumnya sangat sulit dicapai, khususnya di bawah kondisi lapangan.Solusi terbaik adalah mengurangi periode transit semaksimal mungkin atau jika perkecambahan tidak dapat dihindarkan, untuk mempertahankannya, benih dapat dipindahkan ke persemaian secara langsung (Utomo, 2006). Kuswanto (2003) menyatakan bahwa benih merupakan suatu benda hidup yang kadar airnya selalu berkeseimbangan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Proses keseimbangan ini berjalan otomatis, oleh karena itu perlu diperhatikan dalam melakukan proses pengeringan benih. Pengeringan benih perlu dilakukan agar benih mencapai kadar air tertentu, sehingga aman untuk disimpan dalam kurun waktu tertentu. Penyimpanan benih bertujuan untuk menyediakan benih dengan kualitas yang tetap baik untuk musim tanam yang akan datang, selain itu penyimpanan juga dilakukan apabila jumlah benih yang diproduksi lebih banyak daripada jumlah yang dibutuhkan. Pengeringan yang lebih cepat dan merata dilakukan dengan cara menebar buah atau kerucut di atas lantai semen atau lembaran bahan, atau untuk memperbaiki sirkulasi udara dengan mengeringkannya pada lembaran atau nampan yang ditinggalkan. Agar pengeringan berjalan cepat dan seragam, lapisan buah harus ditata tipis dan buah diputar secara teratur.Peningkatan suhu udara bersamaan dengan penurunan kelembaban relatif dapat diperoleh dengan menutup nampan tempat pengeringan dengan lapisan lembar plastik transparan tipis. Ini
Universitas Sumatera Utara
akan menimbulkan efek rumah kaca, namun lembar plastik tidak boleh diletakan langsung diatas bemih karena dapat menghambat sirkulasi udara (Utomo, 2006). Pengeringan benih berhubungan erat dengan pengurangan kadar air pada benih yang akan kita simpan. Pengeringan atau proses penurunan kadar air dapat meningkatkan viabilitas benih, tetapi pengeringan yang mengakibatkan kadar air yang terlalu rendah akan mengurangi viabilitas benih. Proses penurunan kadar air benih dapat dilaksanakan dengan berbagai metode seperti dikeringanginkan, penjemuran maupun dengan silika gel. Ketiga metode tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menurunkan kadar air (Djam’an, dkk, 2006). Karena benih berkadar air tinggi lebih mudah rusak karena panas maka pengeringan dibawah sinar matahari langsung harus dicegah. Sebaiknya dilakukan pemanasan awal dibawah naungan dan setelah kadar air menurun, benih dapat dikeringkan di bawah sinar matahari penuh. Buah jenis rekalsitran tidak boleh dikeringkan dengan sinar matahari langsung. Dalam keadaan kelembaban tinggi, pengeringan di bawah naungan agak sulit dilakukan dan akan tergantung pada sirkulasi udara yang memadai. Jika angin tidak memadai, kipas angin dapat digunakan untuk meningkatkan sirkulasi udara (Utomo, 2006). Pengeringan merupakan salah satu proses penting dalam produksi benih. Melalui proses pengeringan yang baik dan sesuai prosedur dapat meningkatkan viabilitas dari benih ortodoks atau intermediet. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengeringan pada benih pepaya, lama pengeringan tidak berpengaruh nyata pada viabilitas benih pepaya Varietas Arum Bogor, Prima, Carisya dan Genotipe IPB 5. Genotipe IPB 5 memiliki viabilitas yang tetap tinggi dengan KA sangat rendah (2.75%) di akhir pengeringan yang diindikasi oleh potensi tumbuh
Universitas Sumatera Utara
maksimum (PTM) sebesar 87.50%, daya berkecambah (DB) sebesar 80% dan kecepatan tumbuh maksimum (KCT) sebesar 6.36 %. Fakta tersebut menunjukkan 7 sifat benih yang tahan terhadap pengeringan.Viabilitas benih genotipe IPB 8 mengalami penurunan nyata yang dipengaruhi oleh lama pengeringan, tetapi berdasarkan hasil uji tetrazolium (TTZ) masih menunjukkan adanya benih yang hidup sebesar 52% (Pramoedinata, 2007). Air dalam benih (kadar air) cenderung dalam keadaan seimbang dengan kembaban udara (RH) di sekitar benih. Jika udara kering dan benih lembab, air akan cenderung bergerak dari benih ke udara, benih mongering dan udara disekitarnya menjadi lembab. Jika udara lembab dan benih kering, air akan cenderung berpindah berlawanan arah sehingga benih menjadi lembab. Makin besar perbedaan RH dan kadar air benih pada suhu yang sama, lebih cepat perpindahan air kearah keseimbangan. Oleh karenanya lebih rendah RH pada udara kering, maka lebih cepat benih mengering sehingga aliran udara hangat berRH rendah adalah yang paling efektif untuk pengeringan. Keseimbanngan akan muncul segera disekitar benih. Jika udara disekitar benih digantikan dengan cara ventilasi, maka akan tercapai keseimbangan baru dengan udara yang mengelilingi benih. Makin cepat udara lembab dibuang dan diganti dengan udara kering, makin cepat benih dapat mengering. Karena itu sirkulasi udara oleh angin alami atau ventilasi buatan akan mempecepat pengeringan (Utomo, 2006). Kadar air benih juga menentukan lamanya benih dapat disimpan dan umur benih. Copeland dan McDonald (2001) dengan hukum “ Thumb Rules” menyatakan bahwa setiap penurunan kadar air 1% maka akan memperpanjang daya simpan benih 2 kali lipat, setiap kenaikan kadar air benih 1 % akan
Universitas Sumatera Utara
memperpendek daya simpan benih ½ kali lipat. Setiap penurunan suhu udara 5 ºC akan memperpanjang daya simpan 2 kali lipat, peningkatan suhu 5 ºC akan memperpendek daya simpan benih ½ kalinya. Hukum ini berlaku apabila RH ruang penyimpanan berkisar antara 15 % - 70 %, dalam kisaran suhu 0 ºC – 30 ºC dan kadar air benih 4 % - 14 %. Kaidah ini hanya berlaku pada benih ortodoks tetapi tidak berlaku pada benih rekalsitran dan intermediet. Hukum ini memperlihatkan besarnya pengaruh kadar air terhadap daya simpan dan viabilitas benih. Suhu mempengaruhi kelembaban benih melalui dua cara. Sebagian lewat hubungan dengan RH, sebagian langsung melalui penguapan. Ketika suhu meningkat maka cairan akan menguap dari benih. Pada beberapa benih rekalsitran,
laju
pengurangan
kelembaban
mempengaruhi
penyimpanan
selanjutnya.Benih-benih sensitif mungkin dapat rusak karena pengeringan yang tidak disengaja disebabkan pemrosesan. Kerusakan seperti ini dapat diperbaiki dengan melembabkan kembali benih, tetapi pengeringan dapat dikurangi dengan menyimpan benih pada kadar air aman dan pada lingkungan dimana dihindarkan pengeringan lanjutan. Pelembaban kembali secara teknis berlawanan dengan pengeringan, namun untuk benih rekalsitran sangat rumit karena harus dipertahankan adanya kondisi keseimbangan dimana kadar air yang ditingkatkan sampai level yang dikehendaki tanpa terjadi penyerapan air dan perkecambahan. Pelembaban dengan cara absorbs dari udara mungkin lebih mudah dikontrol dari pada dengan cara merendam dalam air (Utomo, 2006).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat+ 25 m dpl.Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan bulan Mei 2013. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih karet dari klon PB 260, Polyethhylene Glycol-6000, fungisida berbahan aktif phyraclostrobin, pasir, air, kertas plano, serta bahan lain yang mendukung penelitian ini. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kantong plastik, kardus, oven, gelas ukur, bak perkecambahan, hand sprayer, ember, timbangan analitik, serta alat lain yang mendukung dalam penelitian ini. Metode penelitian Metode percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu : Faktor 1: Konsentrasi Larutan Osmotik Polyethylene Glycol-6000 (P) yang terdiri dari 4 taraf: P0 : tanpa konsentrasi larutan osmotik PEG P1 : konsentrasi larutan osmotik PEG 15 %(w/v) P2 : konsentrasi larutan osmotik PEG 30 %(w/v) P3 : konsentrasi larutan osmotik PEG 45 %(w/v)
Universitas Sumatera Utara
Faktor 2
: Waktu pengeringan benih (T), terdiri dari 5 taraf T0 : 0 Jam T1 : 4 Jam T2
: 8 Jam
T3
: 12 Jam
T4 : 16 Jam Maka akan didapat 20 kombinasi perlakuan yaitu : P0T0
P1T0
P2T0
P3T0
P0T1
P1T1
P2T1
P3T1
P0T2
P1T2
P2T2
P3T2
P0T3
P1T3
P2T3
P3T3
P0T4
P1T4
P2T4
P3T4
Jumlah ulangan
: 3 ulangan
Jumlah unit percobaan
: 20
Jumlah unit seluruhnya
: 60
Jumlah benih/ unit
: 80 benih
Jumlah benih untuk pengujian kadar air
: 5 benih
Jumlah ulangan pengujian kadar air
: 3 Ulangan
Jumlah seluruhnya
: 4800 benih
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk i = 1,2,3,4
j = 1,2,3,4,5
k = 1,2,3
Dimana : Yijk
: hasil pengamatan dari perlakuan media pelapis benih taraf ke-i, dan lama
Universitas Sumatera Utara
penyimpanan pada taraf ke-j pada ulangan ke-k µ
: nilai tengah
αi
: pengaruh perlakuan konsentrasi PEG pada taraf ke-i
βj
: pengaruh perlakuan waktu pengeringan pada taraf ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi PEG pada taraf ke-idan perlakuan lama pengeringan pada taraf ke-j εijk
: respongalat pada ulangan ke-kyang mendapat perlakuan konsentrasi PEG pada taraf ke-i, lama pengeringan pada taraf ke-j.
Peubah Amatan Benih yang telah disimpan selama 19 hari dibuka dan diamati: Pengamatan Benih Pada Periode Penyimpanan Persentase benih berkecambah pada penyimpanan (%) Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam penyimpanan dengan batasan bila radikel telah mencapai panjang 1 cm dihitung dengan rumus ISTA (2006): Benih Berkecambah % Benih Berkecambah =
x 100% Jumlah Benih Disimpan
Persentase benih berjamur pada penyimpanan (%) Dilakukan dengan menghitung persentase benih berjamur dalam penyimpanan: Benih Berjamur % Benih Berjamur =
x 100% Jumlah Benih Disimpan
Universitas Sumatera Utara
Kadar air benih (%) Pengukuran kadar air benih dilakukan sebelum dan sesudah peyimpanan, masing-masing digunakan sebanyak 5 biji. Kadar air benih diukur dengan carapemanasan sampel benih dalam oven listrik dngan suhu 1050 C selama 24 jam dengan 3 kali ulangan (ISTA, 2006). Berat Basah – Berat Kering % Kadar Air Benih =
x 100% Berat Basah
Pengujian Benih Setelah Penyimpanan Uji daya kecambah benih (%) Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam pengecambahan 21 hari setelah persemaian benih, dihitung dengan rumus (ISTA , 2006) : Benih Berkecambah Normal % Daya Kecambah =
x 100% Jumlah Benih Dikecambahkan
Indeks Vigor (IV) Nilai Indeks Vigor merupakan data yang diperoleh padapengamatan hari ke-7 (Copeland dan McDonald, 1995). Benih Berkecambah Normalpada hari ke 7 % Indeks Vigor =
x 100% Jumlah Benih Dikecambahkan
Universitas Sumatera Utara
Kecepatan berkecambah (% per etmal) Kecepatan tumbuh benih diukur berdasarkan jumlah tambahan kecambah normal tiap hari. Kecepatan perkecambahan dihitung sejak munculnya kecambah dengan menggunakan rumus (ISTA, 2006) : A=
B1 B2 T1
+
T2
+⋯+
Bn Tn
Dimana : A = kecepatan berkecambah (% etmal-1) B = persentase kecambah normal T = waktu perkecambahan (etmal = 24 jam) n = akhir perkecambah Potensi tumbuh maksimum (PTM) Potensi Tumbuh Maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan gejala hidup. Potensi Tumbuh Maksimum merupakan presentase pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam (ISTA, 2006). Σ Benih yang tumbuh (Normal + Abnormal) % PTM =
x 100% Jumlah Benih Dikecambahkan
Tinggi tanaman (cm) Diukur ketika umur kecambah 21 hari setelah dikecambahkan.Pengukuran dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ujung batang kecambah. Jumlah daun (helai) Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna, penghitungan dilakukan ketika umur kecambah 21 hari.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Penelitian Sumber Benih Benih yang diperoleh adalah benih yang baru dipanen dimasukkan dalam goni plastik.Benih dicuci beberapa kali dengan air bersih. Pemberian Fungisida Agar tidak terinfeksi jamur selama penyimpanan, benih direndam selama 5 menit dalam larutan fungisidayang mengandung bahan aktif
phyraclostrobin
selanjutnya dikeringanginkan sesuai taraf waktu pengeringan. Perlakuan Konsentrasi PEG Benih-benih yang telah diberi perlakuan fungisida dimasukkan kedalam larutan PEG-6000 selama 10 menit sesuai dengan taraf konsentrasi perlakuan. Pengeringan Benih Benih-benih yang telah dimasukkan kedalam larutan PEG-6000 selama 10 menit sesuai dengan taraf konsentrasi perlakuan kemudian di keringanginkan diatas kertas plano dengan interval waktu 0, 4, 8, 12, 16 jam. Penyimpanan Benih Benih yang telah diberi perlakuan disimpan dalam kemasan plastik berlubang-lubang dan selanjutnya disimpan dalam ruangan yang bertemperatur suhu kamar selama 19 hari. Pengecambahan Benih
Universitas Sumatera Utara
Pengecambahan dilakukan setelah benih disimpan sesuai dengan taraf interval waktu perlakuan. Pengecambahan dilakukan pada bak perkecambahan dengan media pasir steril selama 21 hari.
Universitas Sumatera Utara