1
TINGKATAN-TINGKATAN DALAM TASAWUF (Studi Analisis Mengenai Maqâmât Dan Ahwâl Dalam Pandangan Abû Nashr Al-Sarrâj)
Oleh : FIRMAN SNR : 82100721215
Diajukan untuk memenuhi persyaratan sebagai Magister Agama di Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta dan Paramadina University
Program Magister Tasawuf Islam Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta dan Universitas Paramadina Jakarta, Agustus 2016
2
UNIVERSITAS PARAMADINA
PERSETUJUAN PEMBIMBING Tesisdenganjudul ―Tingkatan-tingkatanDalamTasawuf; StudiAnalisisMengenaiMaqâmâtdanAhwâldalamPandangan al-Sarrâj‖, ditulisolehFirman, SNR: 82100721215 disetujuiuntukdibawakeSidangUjianTesis.
Pembimbing
Dr. Humaidi Tanggal:
3
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ditulis oleh:
FIRMAN 82100721215
Judul Tesis: ―Tingkatan-Tingkatan Dalam Tasawuf; Studi Analisis Mengenai Maqâmât danAhwâl Dalam Pandangan Abu Nashr Al-Sarrâj‖ Telah disetujui oleh anggota komite sidang tesis yang bertanda tangan di bawah ini:
Dr. Kholid Al-Walid
Tanggal, 07/09/2016
(
)
(Ketua Komite Sidang Tesis & Penguji)
Dr. Ikhlas Budiman
Tanggal, 07/09/2016
()
(Penguji)
Dr. Hadi Kharisman Tanggal, 07/09/2016 (
)
(Penguji)
Dr. Humaidi (Pembimbing)
Tanggal, 07/09/2016 (
)
4
PERNYATAAN KEASLIAN Tesis ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Tidak mengutip hasil karya orang lain kecuali sebagian yang dijadikan referensi dan dicantumkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jakarta, 30 Agustus 2016
5
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam dengan segala curahan rahmat dan kasih sayang-NYA sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ini . Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW dan keluarganya. Sungguh penulis sangatlah sadar bahwa terciptanya karya sederhana ini tentu yang berperan penting adalah kuasa Sang Pencipta dengan segala karunia dan petunjuk-NYA mengajarkan penulis untuk menyelesaikan karya ini. Seluruh kendala dan hambatan yang ada dalam proses penuangan gagasan dalam tulisan dapat penulis lewati dengan bantuan dan petunjuk-NYA, yang menjaga sang penulis untuk selalu dalam ketekunan, semangat serta kesabaran di samping banyaknya tugas dan kewajiban lain di keseharian penulis. Allah SWT sungguh
sangat memudahkan penulis dalam
proses penyelesaian karya yang begitu amat sederhana ini. Dalam kata pengantar ini, penulis ingin menyampaikan berjuta rasa hormat dan ta‘zhim serta terimakasih kepada pembimbing ruhani penulis, Syaikh KH. Saadih al-Batawi, yang telah memberikan semangat, inspirasi serta motifasi melalui buah fikir beliau serta menjadi publik figur yang ideal dan tauladan yang baik. Terimakasih pula turut penulis sampaikan kepada Dr. Kholid al-Walid yang telah menanamkan keyakinan serta menumbuhkkannya dalam diri penulis untuk menyelesaikan tesis ini, disaat realita dalam kehidupan menegur penulis untuk mundur selain itu juga bimbingan, nasihat dan arahan yang beliau berikan dalam proses penyelesain tesis ini. kepada Dr. Humaidi yang selalu sabar membimbing dan menegur penulis untuk menyelesaikan karya ini serta seluruh dosen pengajar sejak awal masa perkuliahan dan staff yang namanya tidak saya sebutkan satu persatu, yang selama ini telah menciptakan suasana kondusif selama penulis menyelesaikan program pendidikan, termasuk waktu dan segala pelayanan yang telah diberikan Bu Indah, Bu Lina dan Bu Leni. tak lupa pula penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh teman dan rekan dijurusan Islamic Mysticism yang kerap kali menyempatkan waktu untuk berdiskusi dan menjadi
6
tempat bertanya penulis, semoga sukses selalu menyertai Mas Imin, Mas Deden, Kang Dani, Mas Ghofur, Mas Zaenal dan segenap kawan-kawan lainnya yang tidak sempat disebut oleh penulis. Dalam kata pengantar ini tak lupa pula terima kasih penulis terutama secara khusus penulis persembahkan untuk almarhumah Ibunda tercinta, semoga Allah senantiasa beri rumah kebahagiaan di sisi-Nya. Teruntuk ayahanda yang senantiasa memanjatkan doa dalam penyelesaian study penulis. Buat seorang yang selalu di hati penulis, Syamsi Nuriah, istri tercinta, matahari kehidupan yang selalu menyemangati penulis secara lahir dan batin dengan ketegaran dan kesabarannya menemani, memberi energi semangat dalam menyelesaikan tesis ini. Tak lupa rasa terima kasih kepada Fatih, Nawaf dan Fakhry, buah hati belahan jiwa, pelanjut cerita penerus sejarah yang menyemangati penulis dengan senyuman manis dan wajah lugunya. Terima kasih saya sampaikan pula kepada sahabat yang telah membantu menyelesaikan proses pengerjaan tesis ini. Wa bil khusus, Bang Haji Mul terimakasih atas sharingnya. Segenap rekan-rekan Asâtidz di PonPes Daarul Mughni, terima kasih banyak atas segala bantuannya. Terakhir, semoga karya tulis sederhana ini kelak bisa bermanfaat bagi semua pecinta yang ingin mendekat Sang Maha Cinta.
Semoga Allah SWT mencurahkan kasih dan sayang-Nya untuk mereka semua
FIRMAN
7
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan ا
=
a
ط
=
t
ب
=
b
ظ
=
zh
ت
=
t
ع
=
‘
ث
=
ts
غ
=
gh
ج
=
j
ف
=
f
ح
=
h
ق
=
q
خ
=
kh
ك
=
k
د
=
d
ل
=
l
ذ
=
dz
م
=
m
ر
=
r
ن
=
n
ز
=
z
و
=
w
س
=
s
ه
=
h
ش
=
sy
ء
=
‘
ص
=
sh
ي
=
y
ض
=
dh
B. Vocal
ا ي و
= = = = = =
=
C. Diftong a i u â î û
─ي ─و
= =
ai au
8
ABSTRAK Penyatuan diri dengan Tuhan adalah dambaan bagi setiap sufi dan semua sâlik. Penyatuan diri ini tentulah memerlukan cara-cara. Untuk mencapai tujuan tasawuf tesebut seseorang harus menempuh jalan yang berliku-liku panjang dan berat berbagai rintangan dan godaan yang dihadapi. Untuk mencapai tujuan yang mulia itu, tidak akan dilaksanakan terkecuali melalui perjuangan dan pengorbanan atau mujahadah yang akhirnya muraqabah dan makrifat. Perjuangan itu meliputi aspek lahiriah dan batiniah yang melalui tingkatan-tingkatan (stages atau station). Maqâmât (stations) dan ahwâl adalah dua konsep yang sangat penting dalam tasawwuf. Keduanya juga merupakan jalan untuk menemukan tujuan dari tasawuf, yakni berpindahnya jiwa yang hina dan rendah menuju jiwa yang paling tinggi dan tenang serta kembali kehadirat Tuhan. Setiap sufi punya gambaran konsep maqâmât dan ahwâl yang berbeda-beda. Dalam tradisi menulis, Abu Nashr al-Sarrâj ( w.378 H./ 988 M.) adalah tokoh sufi yang pertama kali memiliki konsep maqâmât dan ahwâl secara sistematis. Pandangan al-Sarraj yang ditumpahkan dalam karyanya al-luma‘ menggambarkan tingkatan-tingkatan tasawuf yang mesti digapai oleh para sufi. Tingkatan tersebut dipaparkan oleh al-Sarrâj dengan membagi maqâmât menjadi beberapa tingkatanyang meliputi: tawbat, wara‘, zuhud, faqr, shabr, tawakkul dan ridha. Dan ahwâl yang meliputi: muraqabah, qurb, mahabbah, khawf, raja‘, syawq, ‗uns, musyâhadah, dan yaqin. Kedua konsep tersebut nampaknya perlu dikupas dan dianalisa untuk membuka jalan bagi para salik menempuh perjalanan kepada Tuhannya. Sekaligus juga untuk menghindari timbulnya sufi-sufi palsu (gadungan) yang melegitimasi dirinya sebagai pewaris dan pelanjut gerak-gerik nabi namun sessungguhnya jauh dari konsep dan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Kata Kunci : maqâmât: tawbat, wara‘, zuhud, faqr, shabr, tawakkal dan ridha. ahwâl: muraqabah, qurb, mahabbah, khawf, raja‘, syawq, ‗uns, musyâhadah, dan yaqîn
9
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang menjadikan wahyu sebagai sumber dasar pijakan dalam menuntun umat manusia hidup di alam raya. Al-Qur‘an, sebagai sumber utama, menjadi dasar dan sumber dari seluruh ajaran Islam tidak hanya berdialog dengan akal pikiran,
merangsang berfikir kritis dan tajam,
mengungkapkan realitas-realitas yang tampak tapi juga berdialog dengan hati, mengasah rasa yang paling dalam mengungkapkan dunia spiritual yang penuh misteri serta membimbing,
mendorong dan mengasah jiwa supaya terus suci,
peka dan kuat sehingga manusia mampu terus menyempurnakan dirinya sebagai makhluk Tuhan yang mulia,
menjadi insan kamil. Sebagaimana diungkapkan
dalam dalam firmannya: “Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. Al-Syams: 9-10)‖ Terlihat dari ayat tersebut bahwa Al-Qur‘an tidak hanya menekankan aspek kesucian lahir tetapi juga kesucian batin. Al-Qur‘an penuh dengan gambaran dan anjuran untuk hidup dengan membawa nilai-nilai kesucian. Nilai-nilai tersebut, setelah masa Nabi,
disebut dengan kehidupan sufi. Al-Qur‘an selain sebagai
sumber pertama dari ajaran dan amaliah tasawuf juga menunjukkan standar cara hidup atau amaliah sufi. Dengan kata lain, menurut standar Al-Qur‘an, ajaran tasawuf menetapkan bahwa hidup ideal harus berpijak pada pensucian hati dengan cara mengatur jarak diri dengan dunia dan dengan beribadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan berbuat kebajikan kepada sesama manusia. Hidup sufi, menurut Al-Qur‘an, bersifat seimbang dan harmonis, hidup untuk akhirat tidak melupakan dunia namun juga tidak tenggelam didalamnya. Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia,
yang selanjutnya
10
menimbulkan akhlak mulia. Melalui tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkan secara benar. Konsep-konsep dan cara-cara melakukan pembersihan diri dalam tasawuf tentulahberasal dari Al-Qur‘an. Konsep-konsep maqâmât seperti taubat, sabar,
tawakkal,
ridhâ‘ dan sebagainya,
faqr,
semua diambil dari Al-Qur‘an.
Demikian juga halnya konsep-konsep yang berkaitan dengan ahwâl seperti qurb, mahabbah,
khawf,
rajâ‘,
thuma‘nînah,
musyâhadah,
yaqîn,
dan
sebagainya. Selain itu,
Al-Qur‘an juga menawarkan konsep-konsep kejiwaan
seperti nafsu ammarah,
lawwamah,
muthma‘innah. Semua itu menunjukkan
bahwa tasawuf bersumber dari Al-Qur‘an. Pijakan tasawuf berikutnya adalah sunnah Rasul. Kehidupan Rasulullah adalah citra ideal untuk semua segi kehidupan seorang muslim,
termasuk
didalamnya kehidupan rohani beliau. Kehidupan suci dan kekhusyu‘an ibadah yang dijalani Nabi,
dari zaman ke zaman merupakan cermin penting yang
memberi inspirasi bagi para sufi untuk tetap menjaga kesucian hidup mereka, mengendalikan nafsu, serta merumuskan konsep-konsep yang berkaitan dengan tasawuf. Walaupun Rassulullah tidak memberi rumusan bahkan tidak memberi nama cara kehidupan sucinya dengan nama tasawuf, sebagaimana juga tidak memberi rumusan-rumusan ilmu fiqih dan ilmu kalam, tetapi konsep-konsep danisi ajaranajaran tasawuf yang benar sepenuhnya berasal dari sunnah Nabi atau sesuai dengannya, disamping tentu saja berasal atau sesuai dengan ajara Al-Qur‘an alKarim.
Bahkan ketika terjadi penyimpangan-penyimpangan tasawuf yang
dilakukan seseorang atau suatu aliran, maka dengan sunnah-lah atau dengan AlQur‘an, para ulama meluruskannya. Al-Qur‘an-sunnah dengan tasawuf, hubungan: sebagai sumber, Sebagai sumber,
menggambarkan tiga macam
sebagai pendorong,
dan sebagai pengendali.
tampak bahwa konsep-konsep dalam maqâmât dan ahwâl,
seperti telah disebut diatas, juga konsep-konsep tasawuf yang lain yang beredar
11
dikalangan para sufi, semuanya berasal dari dua sumber itu, atau salah satu dari keduanya. Sebagai pendorong, Al-Qur‘an dan sunnah kaya dengan keteladanan, perintah atau anjuran untuk hidup secara sufi, disamping kecaman dan ancaman bagi orang yang hidup terperangkap dalam cengkraman nafsu,
kotoran bathin,
dan kemaksiatan lahir. Sebagai pengendali atau pengerem bagi kehidupan tasawuf, Al-Qur‘an dan sunnah dipakai untuk menghindarkan cara hidup sufi yang berlebihan. Salah satu bentuk berlebih-lebihan ialah meninggalkan pekerjaan dunia,
tidak mau
mengambil yang baik dan halal, atau tidak mau berbicara dengan manusia yang lain, dan bahkan tidak mencari ilmu demi ibadah. 1 Bagian terpenting dari tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan,
sehingga merasa dan sadar berada dihadirat Tuhan.
Keberadaan dihadirat Tuhan itu dirasakan sebagian kenikmatan dan kebahagian yang hakiki. Untuk mencapai tujuan tasawuf,
seseorang harus menempuh jalan yang
berliku-liku panjang dan berat berbagai rintangan dan godaan yang dihadapi. Untuk mencapai tujuan yang mulia itu,
tidak akan dilaksanakan terkecuali
melalui perjuangan dan pengorbanan atau mujahadah yang akhirnya muraqabah dan makrifat. Perjuangan itu meliputi aspek lahiriah dan batiniah yang melalui tingkatan-tingkatan (stages atau station). 2 Maqâmât (stations) dan ahwâl
adalahdua konsep yang sangat penting
dalam tasawwuf. Keduanya, menurut Nurbakhs,
function as a mean to break
the sufi‘s ‗idols‘ and to reach a Unitarian stage3(berfungsi sebagai penghancur berhala-berhala (idols) kaum sufi dan untuk mencapai persatuan dengan Tuhan). Keduanya juga merupakan jalan untuk menemukan tujuan dari tasawuf, 1
yakni
Lihat pengantar Mahmud al-Nawawi dalam al-Taarruf li Madzhab ahl al-Tashawwuf li Abi Bakr al-Kalabadzi (t. p. , 1996), h. 15 2 Ensiklopedi Islam, Penyusun, Dewan Ensiklopedi Islam, cet. IV (Jakarta : Ictiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 124 3 Javad Nurbakhs, ‘The Sufȋ Path’ Sufȋ : The magazine of khaniqahi Nimatullah VII (Autumn, 1990), h. 4
12
berpindahnya jiwa yang hina dan rendah menuju jiwa yang paling tinggi dan tenang serta kembali kehadirat Tuhan. Sejalan dengan pandangan ini, Abu Yazȋd al-Busthȃmi (w. 261 H. /874 M. ), dalam mimpinya, bertanya kepada Allah tentang jalan yang harus ditempuh untuk bisa berjumpa dengan-Nya.
Allah menjawab: ‗Tinggalkan dirimu dan
datanglah. ‘4Meninggalkan diri sendiri berarti membebaskan diri dari segala keinginan,
dan datang menghadap-Nya bermakna menyerahkan diri semata
hanya kepada semua kehendak Allah. Pandangan ini menurut al-Junaid (w. 298 H. /910 M),
merupakan tujuan yang sesungguhnya dari tasawuf. Ia berkata: ―
Tasawuf adalah Allah mematikan engkau dari dirimu dan menghidupkanmu bersama-Nya‖. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tasawuf,
para sufi secara
kreatif membuat sebuah ―jalan spiritual‖ dalam berhubunagn dengan Allah . Jalan-jalan ini, kemudian secara popular dikenal dengan sebutan maqâmât. 5 Maqâmât adalah istilah sufi yang menunjukkan arti nilai etika yang akan diperjuangkan seseorang sufi (perambah kebenaran spritual)dalam praktek ibadah melalui mujahadah secara berangsur-angsur dari suatu tingkatan prilaku batin menuju pencapaian tingkatan berikutnya dengan sebentuk amalan mujadah tertentu. 6 Ahwâl,
pada sisi lain,
adalah anugerah Allah yang diberikan ketika
melewati proses-proses panjang dalam maqâmât. Ketika Allah memanifestasikan diri-Nya dalam keagungan (jalâl) dan keindahan (jamâl) pada jiwa seorang hamba yang bersih,
maka hamba itu akan mencintai manifestasi (tajalli)-Nya.
Sebagai hasil dan manifestasi Allah itu, hati sang hamba akan merasakan harapcemas (khauf-raja‘), kesedihan yang mendalam (huzn), kontraksi dan ekspansi (qabd wa al-basth), keintiman dan rasa takut serta hormat luar biasa (‗uns wa alhaibah), 4
dan sebagainya berbagai macam kondisi psikis yang mengesankan itu
Abu al-Qasim Abd al-Karȋm al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyyah. Induk Ilmu Tasawuf. Terj. Muhammad Luqman Hakim ( Surabaya : Risalah Gusti, 2001 ), h. 462 5 Ali ibn ‘Utsman al-Jullabi al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjȗb : Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf, Terj. Abdul Hadi WM. (Bandung : Mizan, 1993), h. 90 6 Abdul Halȋm Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, terj, Abdullah Zakiy al-Kaaf (Bandung : Pustaka Setia 2002) h. 39.
13
dinamakan ahwâl,
karena semua kondisi itu datang secara bertahap kepada
seorang hamba ―dari bentuk-bentuk luar ciptaan dan keadaan yang sangat halus dan dalam. ‖7 Abu Nashr al-Sarrâj( w. 378 H. / 988 M. ) adalah tokoh sufi yang memiliki konsep tingkatan-tingkatan tasawuf dalam konsep maqâmât dan ahwâl secara sistematis. Ia merupakan sufi sunni yang bermadzhab syafi‘i. Ia cukup popular, disegani dan dihormati pada masanya. A. J. Arberry menyebut teori maqâmât dan ahwâl al-Sarrâj, sebagai sebuah telaah yang demikian jernih dan tajam, dan boleh jadi merupakan puncak keberhasilan dalan cabang teori tasawuf. 8 Abdul Halȋm Mahmûd menyebut al-Sarrâj sebagai salah satu dari dua mazhab tasawwuf yang ada pada masa abad ke tiga dan ke empat. menurut Abdul Halȋm Mahmûd,
Masih
bahwa di penghujung abad ke tiga hingga
pertengahan abad keempat Hijriyah ada dua mazhab tasawuf yang berlandaskan al- Qur‘an dan Sunnah. Kedua sumber mulia tersebut dijadikan pedoman bagi Sâlik untuk bisa mi‘râj hingga wushûl kepada Allah, untuk kemudian menerima rahmat-Nya berupa al-hub al-ilâhi,
rasa cinta yang tiada terperi kepada-Nya,
dan ma‘rifat tentang-Nya. 9 Madrasah imam Abu al-Qasim al-Junaid10 (W. 298 H. /910 M. ) di Baghdad merupakan mazhab yang pertama. Masjid dalam mazhab ini memiliki peranan penting sebagai media penyebaran gagasan-gagasan tasawuf-nya. Forum-forus kecil yang di bentuk di dalam masjid untuk mensosialisasikan ajaran-ajaran tasawuf al-Junaid, laksana sebuah pondok pesantren yang sedang menggembleng 7
‘Abd al-Razaq al-Qasyani, Ishthilahat al-Shufȋyah (Mishr: al-Hay’ah al-Mishriyyahal-‘Ammah li alKitab, 1981), h. 26 8 A. J. Arberry, Pasang Surut Aliran Tasawuf.Terj. Bambang Hermawan, ( Bandung : Mizan, 1985), h. 101 9 Abdul Halȋm Mahmud, dalam pengantar kitab al-Luma’: al-Luma’ Wa Makȃnatuhu fȋ alTashawwuf al-Islamiy ( Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, tth ), h. 9 10 Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junaid ibn Muhammad ibn al-Junaid al-Khazzaz alQawariri al-Baghdadi al-Nawahandi.Ia lahir di Baghdad, sehingga dibelakang namanya sering tercantum sebutan al-Baghdadi. Tentang tahun kelahirannya ada beberapa pendapat yang berbeda. Ada yang mengatakan ia lahir pada 215 H. .juga ada pendapat yang menyatakan bahwa tahun kelahirannya adalah 220 H. . Namun tahun wafatnya pada sekitar 298 H.disepakati banyak ulama.
14
para santrinya untuk siap menjadi pengamal, penerus dan penyebar ajaran-ajaran tasawuf. Mazhab yang kedua adalah mazhab imam Abu Nashr al-Sarrâj al-Thusi di Nisapur. Jika mazhab pertama menggunakan halaqah-halaqah atau masjid sebagai media penyebarannya,
mazhab ini justru mengandalkan pena sebagai media
penyebaran dakwah-dakwahnya.
Gagasan-gagasan tasawuf al-Sarrâj yang ia
tuangkan melalui rasâil dan kitab-kitabnya,
merupakan warisan yang teramat
mulia, yang di pelajari dan dihafal pada masanya, serta menjadi pegangan dan inspirasi generasi sufi sesudahnya. 11 Mengenai al-Junaid, tak dipungkiri lagi tokoh ini adalah seorang sufi yang memiliki ilmu pengetahuan yang sangat dalam di bidang agama. Pengetahuannya di bidang teologi,
fiqh dan hadits sangat dikagumi ulama lain pada masanya.
Kitab-kitab tasawuf yang mu‘tabar
selalu menyebut al-Junaid,
entah itu
gagasan-gagasannya dan atau pengalaman spiritualnya. Tidak berlebihan jika di deretan para sufi sendiri, terhormat.
al-Junaid ditempatkan pada posisi yang sangat
Indikatornya adalah berbagai gelar yang disematkan kepadannya,
misalnya Sayyid al-Thâifah, Syaikh al-Masyâyikh, dan lain sebagainya. Abu Nashr al-Sarrâj, pemilik kitab al-Luma‘, merupakan sufi yang sangat berpengaruh setengah adad setelah al-Junaid. Ia adalah salah satu penulis kitab tasawuf yang andal, juga menjadi guru pada sufi pada masanya. Kehebatan alSarrâj ini,
menurut Abdul Halȋm Mahmûd,
al-Hujwiri12 (W. 456 H. ),
11
terbukti ketika Ali ibn Utsmân
seorang sufi yang cukup berpengaruh hingga kini,
Abd Halȋm Mahmud,al-Luma’ Wa Makȃnatuhu fȋ al-Tashawwuf al-Islamiy , H. 10 Nama lengkapnya adalah Abu-Hasan Ali ibn Utsman ibn al-Ghaznawi al-jullabi al-Hujwiri, lahir di ghazna, Afghanistan.Tentang kehidupannya diketahui sedikit sekali, yang secara sepintas lalu diriwayatkannya sendiri dalam Kasyf al-Mahjûb.Dia belajar tasawuf dibawah bimbingan Abdul Fadhl Muhammad ibn al-Hasan al-Khuttali (h. 156 H. )yangpernah menjadi murid Abdul Hasan alHushri (1. 371 H. )dan dibawah bimbingan Abdul-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Asyqani atau al-Syaqani (h. 158 H. ), dia juga menerima pelajaran dari Abu al-Qasim Gurghani (h. 159 H. )dan Khwaja Muzhaffar (h. 160 H. ), dia juga menyebut sejumlah besar syaikh yang pernah dijumpainya dan diajaknya berbincang selama dalam pengembaraannya. Dia berjalan jauh dan berkeliling ke seluruh wilyah kerajaan Islam dari Syiria hingga Turkistan dan dari Hindustan hingga laut kaspia. Diperkirakan dia wafat pada tahun 456 H. (1063-4 M. ) atau 464 H. ( 1071-2 M. ), 12
15
mengikuti jejaknya pada saat ia Kasyf al-Mahjûb. Kepada al-Sarrâjjugaberguru Abu Abdurrahman al-Sulami,
13
yang menulis al-Thabaqât al-Shâfiyah. Dan
kepada al-Sulami, berguru seorang sufi yang cukup popular hingga hari ini Abu al-Qasim al-Qusyairi14 (w. 456 h. ), penulis kitabRisâlah al-Qusyairiyah15. Dan dari sini, dapat dikatakan bahwa al-Sarrâj dengan al-Luma‘-nya adalah guru para sufi yang melalui kitabnya lahir sufi-sufi besar sesudahnya. Maka,
dapat dikatakan bahwa al-Sarrâj adalah seorang sufi yang juga
banyak menulis banyak sejarah tasawuf. Ia mampu merekam dan menuliskan kembali segala gejolak dan dinamika dunia para sufi pada masanya dan masamasa sebelumnya,
berikut gagasan-gagasan tasawuf mereka. Keseharian Nabi
Saw. Yang pantas dijadikan suri tauladan, kehidupan Khulafâ ar-Râsyidîn yang sholeh,
ajaran-ajaran tasawuf al-Junaid,
Abu Yazid al-Busthami16 ,
dan
beberapa sufi lain serta syathhiyat mereka, yang ia rekam dan rawat dengan baik dalam tulisan-tulisannya, merupakan sebagian saja dari contoh yang konkrit dari usahanya melestarikan khazanah tasawuf. namun tampaknya dia hidup sezaman dengan Abu al-Qasim sl-Qusyairi, yang wafat tahun 465 H. (1072 M. ). Lihat Kasyful Mahjûb, Terj. Abd Hadi W. M. ,Ibid. h. 7 13 Nama lengkapnya adalah Abu Abdurrahman Muhammad ibn Husayn ibn Musa ibn Khalid ibn Salim al-Sullamiy al-Azdiy.Nama al-Sulami dinisbahkan kepada kabilah orang tuanya, alSulamiyyin.Lahir di Khurasan pada jumadil Akhir 325 H.ada yang mengakatan 330 H. dan wafat pada sya’ban 412 H. dimakamkan di “Khaniqah” yang dibangunnya sendiri di Naisabur. Bapaknya adalah seorang sufȋ yang zahid dan wara’. Sedang ibunya merupakan tokoh sufȋ anita yang terhormat. Diantara guru-gurunya ADALAH AL-Dar al-Quthni, Abu Nashr al-Sarraj, Nashr Abadzi, al-Abzari, al-Subghi, Abu Na’im al-Asfȋhani, al-Naisaburi , Abu Sa’id al-Nakha’i alTharaifȋ dab Abu ‘Amr al-Sullami. Muridnya banyak sekali, yang terkenal diantaranya adalah alJuwaini al-Qusyairi, dan Khatib al-Baghdadi. Lihat thabaqât al-Shuffȋyah, ed. Ahmad al-Syirbasyi (Mathba’ al-Sya’ab, 1380 H. ) 14 Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim ‘Abd.Al-Karim ibn Hawazim al-Qusyairi al-Naisaburi.Ia lahir ``pada bulan rabiul awal 376 H. /986 M. di daerah istiwa, kawasan Naisabur dan meninggal di Naisabur pada hari ahad 16 rabiul akhir 465 H. /1703 M. , dikebumikan dekat gurunya, Abu Aliy al-Daqqaq lihat penjelasan Ma’ruf Zuraiq dan Ali Hȃmid Balthaji dalam Risalah alQusyairiyyah (Mesir : Dar al-Khoir, tth. ), h. 5-7. Bandingkan dengan ibn khollikan, wafayat a’yan wa Anba Abna al-Zaman (Mesir : Dar al-Tsaqofah, 1948), vol. I, h. 376-378 15 Abd. Halȋm Mahmud,al-Luma’ Wa Makȃnatuhu fȋ al-Tashawwuf al-Islamiy, h. 10 16 Abu Yazid ibn Thayfur ibn Isa al-Busthami y (w.261 H. /875M. ), salah seorang pendiri sufȋsme, berasal dari Bustham, ada yang menyebutnya Bistham, sebuah kota di iran Propinsi Khamis. Ia terkenal dengan pengalaman-pengalaman sufȋstiknya dan ungkapan-ungkapan ganjilnya, seperti Maha Suci AkuBetapa Agungnya Diriku. Al-Sahlaji, penulis abad ke-15, telah mengumpulkan pesan-pesannya dalam sebuah buku yang berjudul: al-Nur min Kalimat Abi Thayfur. Pernyataanpernyataan sufȋstiknya dapat di baca dengan baik dalam Abd. Rahman Badaei, Syathahat alShufȋyyah( Beirut: Dar al-Qalam, 1978).
16
Oleh karenanya, sungguh unik,
dalam konteks pelestarian khazanah tasawuf yang
kaya dan tiada batasnya itu,
al-Sarrâj berjasa besar memupuk
tradisi penulisan kitab-kitab tasawuf. Ibarat mengusung sebuah bendera, maka ia adalah sebuah usaha yang sungguh mulia. Bendera yang sudah di kibarkan alSarrâj, sebagai sebuah perjuangan mulia, kemudian di teruskan oleh al-Hujwiri, al-Sulaimi,
al-Qusyairi,
dan al-Kalabadzi
17
dengan karyanya al-Ta‘arruf li
Madzhab Ahl al-Tasawwuf. 18 Tesis ini akan mencoba mengelaborasi pandangan tasawuf al-Sarrâj mengenai tingkatan-tingkatan tasawuf, utamanya mengenai maqâmât dan ahwâl dan hendak mengetahui corak tasawuf yang ia kembangkan.
B. Perumusan Masalah Fokus study inidirumuskan dalam tiga pertanyaan utama : Bagaimana pandangan al-Sarrâj mengenai tingkatan-tingkatan tasawuf dalam maqâmât dan ahwâl ? Bagaimana urutan maqâmât dan ahwâl menurut pandangannya? Dan bagaimana karakteristik atau corak tasawufnya ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
17
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub alBukhariy al-Kalabadziy. Nisbahnya mengacu kepada Kalabadz, suatu bagian dari kota kelahirannya, dan kenyataannya memang di bukharalah ia dikebumikan. Disinyalir, ia meninggal pada hari jum’at tanggal 19 Jumadil Awwal 380 H. , ada yang mengatakan tahun 384 H. , bahkan 385 H. Baca pengantar A. J. Arberry, The Doctrine of The Sufȋs, Terj. Ahsin Muhammad, Tasawuf al-Kalabadzi, (Bandung: Mizan, 1995), h. 10-11 18 Abd Halȋm Mahmud, al-Luma’ Wa Makȃnatuhu fȋ al-Tashawwuf al-Islamiy, h. 11
17
Studi ini secara akademis hendak menjawab pokok masalah diatas,
yaitu
menemukan pandangan al-Sarrâj mengenai tingkatan-tingkatan tasawuf yang berisi maqâmât dan ahwâl, serta mengetahui corak tasawuf yang ia kembangkan. Studi tentang suatu pemikiran,
pandangan dan atau gagasan pada
umumnya tidak dapat ditemukan hasilnya seperti penelitian empiric-sosiologis, yang output-nya dapat dilihat secara konkret. Betapa pun demikian,
temuan-
temuan studi semacam ini disamping dapat memperkaya khazanah pemikiran islam secara lebih spesifik dibidang tasawuf, juga pada tingkat yang lebih praktis akan dapat menjadi pedoman bagi pengamal tasawuf secara lebih baik, melalui reorientasi dan revivalisasi praktik tasawuf. Jika al-Sarrâj menawarkan gagasan-gagasan sufistiknya dalam maqâmât dan ahwâl sebagai terapi spiritual bagi kondisi umat yang sangat ringkih secara rohaniah beberapa abad yang lalu, maka gagasan itu walaupun dalam beberapa hal harus ada modifikasi-modifikasi seiring dengan perubahan ruang dan waktu dapat dijadikan model terapi alternative bagi uma manusia yang kini sedang dilanda krisis moral karena kehilangan jangkar spiritual transendentalnya. Karena itu, sikap kritis tetap diutuhkan dalam sebuah proses transmisi pemikiran. Selama ini,
diskusi pemikiran al-Sarrâj di dunia Islam umumnya dan di
tanah air khususnya,
dapat dikatakan langka. Bahkan sosok al-Sarrâj sendiri
tidak banyak dikenal khalayak. Sosok dan pemikiran tasawufnya paling sedikit hanya di perbincangan di ruang-ruang kuliah yang sangat terbatas. Kenyataan ini kiranya bisa dipahami karena langkanya biografi al-Sarrâj, karyanya yang utama, al-Luma sendiri masih sulit didapatkan di banyak perpustakaan yang seharusnya ada, seperti IAIN dan pesantren di Indonesia. Dalam buku-buku tasawuf tidak selamanya memberikan tingkatan-tingkatan taswuf tentang station-station (maqâm-maqâm) ini Abu Bakar al-Kalabazi umpamanya,
memberikan angka yaitu : taubat,
zuhud,
sabar, kefakiran,
kerendahan hati, taqwa, tawakkal, kerelaan cinta dan makrifat. Abu Hȃmid alGhazali dalam Ihyâ 'Ulûm al-Dîn :tawbat,
shabr,
faqr, zuhud,
tawakkal,
18
mahabbah,
dan makrifat. Menurut Abu al-Qasim Abd al-Qusyairi maqâmât itu
adalah :tawbat, wara', zuhud, tawakkal, shabr dan ridha. 19 Dalam bukunya,
al-Sarrâjmenjelaskan pembagian tahapan-tahapan
tingkatan tasawuf dengan susunan maqâmât dalam kitabnya al-luma' fî atTasawufmenyebutkan ada tujuh maqâmât dan menurut tingkatannya pada puncaknya maqâm ketujuh akan tercapailah pembebasan hati dari segala ikatan dunia. 20 Kandungannya memuatkan berbagai maklumat penting mengenai tasawuf, yang dinilai sangat khusus dan yang tidak terdapat dalam kitab-kitab kerohanian Islam yang lain. Bahkan, ia juga dianggap sebagai rujukan tasawwuf Islam yang paling awal, rujukan terbesar, terpercaya, paling lengkap materinya dan paling murni ajaran-ajarannya,dari aspek zahir lafaznya (baca: teks) atau makna sebaliknya. Al-Sarrâj mampu menggambarkan secara elok kepada kita tentang pokokpokok ajaran tasawuf yang benar.Dia berusaha menerangi nilai spiritual dan kehidupan dalam cakrawalanya yang didukung dengan dalil-dalil Al-Qur‘an dan al-Sunnah serta dalil-dalil ilmiah dan dzauqiyyah (citarasa kalbu). Melalui karya ini,tampaklah pada kita wajah tasawuf Islam yang benar, sebagaimana dilakukan orang-orang yang menempuh Jalan Tuhan (Sâlik). Al-Luma‘ ditulis oleh al-Sarrâj bertujuan dalam menentukan kaedah-kaedah dan dasar-dasar tasawuf yang bersih, yang mengekspresikan tentang spiritual AlQur‘an dan esensi al-Sunnah, pokok-pokok ajaran akhlak dan keimanan berdasarkan nilai spiritual dan petunjuk Rasulullah saw.
D. Sumber dan Metode Penelitian
19
Harun Nasution, Fȋlsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2008) Cet ke-12, h. 60 20 Simuh, Tasawuf dan Perkembangan dalam Islam, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 1996) h. 49
19
Metodologi yang dimaksud meliputi: metode memperoleh data, sumber data, metode menganalisis data, serta alat-alat (ilmu-ilmu bantu) yang diperlukan untuk mempertajam analisis data. Studi tentang ide seseorang berarti penelitian atas data-data yang berbentuk konsep-konsep yang terformulasikan dalam bentuk tulisan atau pernyataan. Untuk itu,
tanpa mengesampingkan data-data lain, studi ini cenderung menggunakan
data-data kepustakaan. Sumber data dalam studi ini dibagi menjadi dua kelompok: sumber primer dan sumber sekunder. Sumber data primer adalah karya al-Sarrâj sendiri, yakni al-Luma‘. Sedangkan sumber data sekunder adalah pernyataan-pernyataan alSarrâj yang telah ditanggapi dan dikutip oleh penulis lain dalam karya-karya mereka. Selanjutnya,
data-data yang masih berserakan di berbagai tempat
diklasifikasi sesuai dengan masalahnya masing-masing. Data-data utama akan dilacak sebelum data-data pendukung. Adalah suatu kesulitan yang dihadapi seorang peneliti,
jika suatu data yang dianggap primer,
akan tetapi sulit
dihadirkan, atau diantara data-data yang tersedia terdapat kontradiksi antara satu dengan yang lain. Menghadapi kedua hal tersebut,
pertama,
melacaknya melalui sumber (analisis) sekunder. Kedua, dicarikan titik temu diantara keduannya,
peneliti tetap
setelah tidak dapat
penulis membuat interpretasi atau
membiarkan data seperti apa adanya dengan beberapa penjelasan seperlunya. Untuk mempertajam analisis, beberapa ilmu bantu seperti filsafat, sejarah dan sosiologi dalam batas-batas tertentu dihadirkan. lingkup kajian al-Sarrâj disini adalah tasawuf, hal-hal yang bersifat filosofis.
Sebab meskipun ruang
namun ia tidak jarang berbicara
Sejarah dan sosiologi di butuhkan untuk
membedah sisi sosiokultural kehidupan al-Sarrâj, menyangkut sketsa pemikiran dan pengalaman sosialnya.
E. Sistematika Penulisan
20
Agar pembahasan masalah-masalah sebagaimana dikemukakan di atas terfokus dan menjadi suatu kesatuan yang utuh,
maka tulisan ini di susun ke
dalam lima bab yang sistematikannya sebagai berikut: Bab pertama berupa pendahuluan. Dalam bagian ini dibahas latar belakang masalah,
perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian,
Sumber dan
metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab kedua penelitian ini akan fokus pada biografi al-Sarrâj, meliputi: riwayat kehidupan,
pendidikan,
silsilah keilmuan,
yang
dan tentu saja
kandungan karyanya yang monumental, al-Luma‘ dan corak tasawuf al-Sarrȃj. Pada bab ketiga akan dikemukakan pengertian maqâmât secara lebih luas, dan utamanya pandangan al-Sarrâj mengenai maqâmât yang meliputi: tawbat, wara‘, zuhud, faqr, shabr, tawakkul dan ridha. Padakeempat akan dipaparkan pengertian ahwâl secara luas yang meliputi: muraqabah, qurb, mahabbah, khawf, raja‘, syawq, ‗uns, musyâhadah, dan yaqin. Bab kelima berisi kesimpulan dari penelitian ini,
yang mengungkapkan
hasil kajian analitis mengenai pandangan al-Sarrâj perihal tingkatan-tingkatan tasawuf dalam maqâmât dan ahwâl. Tentu saja pada bagian paling akhir dilengkapi dengan beberapa saran yang dipandang perlu.
127
DAFTAR PUSTAKA Abdel Kader, Ali Hasan, The Life, Personality And Writings Of al-junaid, London: Luzac & Company Ltd., 1962 Abd. Raziq, Abû Bakar, Ma‘al al-Ghazâli Fi Munqidihi Min al-Dhalâl, Kairo: Dâr al-Qawwamiyah, tanpa tahun Afifi, Abû al-A‘la al, al-Tashawwuf al-Tsawrah al-Rûhiyyah Fî al-Islâm, Iskandariyah: Dâr al-Ma‘arif, 1963 Anwar, Hamdâni, Sufi al-Junaid, Jakarta: Fikahati Aneska, 1995 Arabi, Muhyiddin Ibn, al-Futuhât al-Makkiyyah, Beirut: Maktabah Dâr al-Shadr, Tanpa tahun, Jilid IV al-Isrâ Ilâ Maqâm al-Asrâ Aw Kitâb al-Mi‘râj, (ed.1) Su‘ad al-Hâkim, Beirut: dan darah, 1988 Arberry, A.J., Pasang Surut Aliran Tasawwuf,(terj.) Bambang Herawan, Bandung: Mizan, 1995 ---------- Tasawuf al-Kalâbadzi, Bandung Mizan, 1995 Armstrong, Amatullah, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf: Khazanah istilah Sufi, (terj.) M.S. Nasrullah dan Ahmad Baiquni, Bandung: mizan, 1998 Arnaldez, R., Ma‘rifa, Dalam Encycloapedia Of Islam, New Edition, Leiden: E.J. Brill, 1989 Asfihani, Abû Nu‘aim al, Hilyat al-Awliya, Kairo: al-Mathba‘ah al-Sa‘adah, 1992 Badawi, Abd. Rahman,Syathahâtal-Shûfiyyah, Beirut: Dar al-Qalam, 1978 Basyuni, Ibrahim, Nasy‘at al-Tashawwuf al-Islâm, mesir: Dar al-Fikr, tanpa tahun
128
Bukhari, Abû Abdillah Muhammad Ibn Isma‘il al, shahih al-Bukhari, Arabiyyah: Isa al-Babi al-Hâlabi Wa Syirkah, 1953 Chittick, William C., The Sufi Path Of Love: The Spiritual Teaching Of Rumi, New York: State University Of New York Press, 1983 Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Tasawuf, Jakarta: Bulan Bintang, 1998 Dzahabi, Syamsuddin Muhammad Ibn Utsmân al, Siyâr
‗A‘lam al-Nubala‘,
Beirut: Muassasah al-Risalah, 1410 H Elias, Elias A., Modern Dictionary Arabic – English, Beirut: Dar al-Jil, 1982 Encyclopedia of Islam, (ed.) C.E. Boswoth, E. Van Donzel, W.P. Heinrichs and The Late G, Lacomte, Leiden: E.J. Brill, 1997 Ernst, Carl W., Tingatan Cinta Dalam Sufisme Persia Awal: Mulai Dari Rabî‘ah Sampai Ruzbihan, dalam Warisan Sufi: Sufisme Persia klasik DariPermulaan Hingga Rumi
(700-1300),
(ed.)
Leonard
Lewishon, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002 Gajane Stryzewska, Bojene,Târikh al-Dawlah al-Islâmiyyah, Beirut: al-Maktabah Al-Tijjari, tanpa tahun Ghazâli, Abû Hȃmid al, Ihyâ Ulûm al-Dîn, Beirut: Dar al-Ma‘rifah, tanpa tahun Juz I,II,IV Ghirbal, Muhammad Syafiq, al-Mausu‘ah al-Arabiyyah al-Muyassarhah, Mesir. Dar al-Qowiyyah Li al-Thiba‘ Wa al-Nasyr, 1965 Gulen, Fathullah, Kunci-kunci Rahasia Sufi, (terj.) Tri Wibowo Budi Santoso, Jakarta: Srigunting, 2001 Hadad, Abdullah al, Nashaih al-dîniyyah Wa al-Washaya al-Imaniyyah, tanpa Kota: Dar al-Hawi, 1414 H/1994 M
129
Hanbal, Ahmad Ibn,Kitâb al-Zuhad, Beirut: Dar al-Nahdhah al-Arabiyyah, 1981 Hasymi, A., Sejarah Kebudayaan islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1995 Hifni, Abd. Al-Mun‘im al, Mu‘jam Musthâlah al-Shûfiyyah, Beirut: Dar alMasirah, 1980 Hilal, Ibrahim, al-Tashawwuf al-Islâm Bayna al-dîn Wa al-Falsafah, Kairo: DarAl-Nahdhah al-Alarabiyyah, 1979 Hitti, Philip K., History Of Arabs, London: Mac Milan Press Ltd., 1970 Hujwiri al, Kasyfal-Mahjub :Risalâh Tertua Persia Tentang Tasawuf, (terj.)nAbdul Hadi WM., Bandung: Mizan, 1993 Ibn ‗imad, Abû al-Falah Abd. Al-Hayy al-Hanbali, Syadzarat al-Dzahab Fi Akhbari Man Dzahab, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tanpa tahun Juz III Jalaluddin Suru, Muhammad, Tarih al-Hudarah al-Islâmiyyah Fi al-Syarq, Dar Al-Fikr al-Arabi, 1976 Jâmi‘, Maulana Abdurrahmân, Nafahât al-‗uns, (ed.) M. Tauhidipur, Teheran: 1957 M/1336 H Jawjiyyah, Ibn al-Qayyim al, Madarij al-Sâlikin Bayn Mandzil Iyyaka Na‘Budu Wa iyyaka Nasta‘in (ed.) Muhammad Hȃmid al-Faqi, Libanon: Dar alFikr, 1988 M./1408 H., Jilid I, III ---------- Tahdzib Madarij al-Sâlikin, Beirut: al-Manar al-Islamiyyah, 1991 Jones, Margaret Isabel, The Concept Of Mithaq In al-Junaid‘s Theology, Canada: Thesis Mc. Gill University, 1979 Junaid, Abû Qasim al, Rasa‘il, Kairo: Bar‘a Wajdi, 1988
130
---------- Kitab Da‘wa al-Arwah, (terj.) A.J. Arberry, Dalam The Journal Of The Royal Asiatic Society (JRAS) 1989 Kalâbadzi,Abû Bakar al, al-Ta‘arruf Li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, (ed.), Mahmȗd al-Nawawi, tanpa Penerbit, 1996 Kartanegara, Mulyadhi R., Renungan-Renungan Mistik Jalaluddin Rumi, Jakarta: Pustaka Jaya, 1986 Khaldun, Ibn, Muqaddimah, Kairo: al-Mathba‘ah al-Bahiyyah, tanpa tahun Khalikan, Ibn, Wafâyat al-A‘yan Wa Anba‘ Abna‘ al-Zaman, Mesir: Dar alTsafaqah, 1948, Vol. I Kubrâ, Najm al-dîn al, KitâbFawâ‘ih al-jamal Wa Fawâtih al-Jalal, (ed.) Fritz Meier, Wiesbaden: Franz Steiner Verlag GMBH, 1957 Landolt, Herman, Simnani on Wahdat al-Wujud, kumpulan makalah pada Islamic Philosophy And Mysticism, (ed.) M. Mohaghegh dan Herman Landolt, Teheran: The Institute Of Islamic Studies Mc. Gill University, Tehran Branch, 1971 Mahmȗd, Abdul Hâlîm, al-Majmu‘ah al-Kamilah Li Muallifat Duktur Abdul Hâlim Mahmȗd, Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnan,1979 Mahmȗd, Abdul Qadir, al-Falsafah al-Shûfiyyah Fi al-Islâm, Kairo: Dar al-Fikr Al-Arabi, 1967 Ma‘lûf, Louis, al-Munjid Fi al-Lughah Wa al-A‘lam, Beirut : Dar alMasyriq,1984
131
Mc. Donald, B.D., Tawhid, Dalam First Encyclopaedia Of Islam, Leiden : E.J. Brill, 1987, Vol. 8 Muhaya, Abdul, Maqâmât And Ahwâl According To al-Qusyairi Abd al-Hujwiri, Canada : Thesis Mc. Gill University, 1993 Munawwar, Muhammad Ibn al, Asrâr al-Tawhîd Fi Maqâmât al-Syaikh Abî Sai‘id, Kairo: Dar al-Mishriyyah Li al-Ta‘lif Wa Tarjamah, 1996 Muslim, Abû al-Husain Ibn al-Hajjâj al-Qusyairi al-Naysaburi, Shahih Muslim, Arabiyyah : Isa al-Babi al-HâlAbî Wa Syirkah, 1995 Nashr, Sayyyed Hossein, Tasawuf Dulu dan Kini, (terj.) Abdul Hadi WM., Jakarta:Pustaka Firdaus, 2000 Nasution, Harun, Falsafah Dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1999 ---------- Islam Ditinjau Dari Berbagai Asepeknya, Jakarta: Univertas Nicholson, R. A., The Mystic Of Islam, London: Arkana Penguin Books Ltd., 1975 Nurbakhs, Javad, ―The Sufi Path‖, Sufi: The Magazine Of Khaniqahi Nimatullahi, 1990, Vol. VII Qusyairi, Abû Abd. Al-Karîm al, al-Risalâh al-Qusayriyyah, (ed.), Abdul Hâlîm Mahmȗd dan Mahmȗd Ibn Syarif, Dar al-Kutub al-Haditsah, tanpa Tahun.Indonesia Press, 1984, Jilid I
132
Nicholson, R. A., The Mystic Of Islam, London: Arkana Penguin Books Ltd., 1975 Nurbakhs, Javad, ―The Sufi Path‖, Sufi: The Magazine Of Khaniqahi Nimatullahi, 1990, Vol. VII Qusyairi, Abû Abd. Al-Karîm al, al-Risalâh al-Qusayriyyah, (ed.), Abdul Hâlîm Mahmȗd dan Mahmȗd Ibn Syarif, Dar al-Kutub al-Haditsah, tanpaTahun. ---------- al-Risalâh al-Qusayriyyah, Induk Ilmu Tasawuf, (terj.), Muhammad Luqman Hakim, Surabaya: Risalah Gusti, 2001 Qasyani, Abd. Al-Razzaq al, Isthilahai al-Shûfiyyah, Mesri: al-Hay‘ah alMishriyyah al-Ammah Li al-Kitab, 1981 Qawati, Husayn al,al-Tashawwuf al-Aql Fi al-Islâm: Namûdzâj al-Muhasibi Fi Kitâbihi al-Qasd Wa al-Rujû Ila Allah, Malta: Iqra‘, 1988 Rabb, Muhammad Abdul al, the Life And Historical Importance Of AbûYazîd alBusthâmi, Dacca: The Academy For Pakistan Affairs, 1971 Rahman, Fazlur, Islam,Chicago: The University Of Chicago, 1979 Sarrraj, Abû Nashr al, al-Luma‘,(ed.) Abdul Hâlîm Mahmȗd dan Thaha Abd. Baqî Surûr, Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-dîniyyah, tanpa tahun Schimmel, Annemarie, Dimensi Mistik Dalam Islam, (terj.), Sapardi djoko
133
Damono Dkk.,Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000 Sing Darsan, Attitudes Of al-Junaid And al-Hâllaj Towars The Sunna And Ahwâl And Maqâmât, Islamic Culture, 1982, L. VIII Siradj, Saîd Aqiel, Perkembangan Tasawuf Dalam Islam,Dalam Media: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Islam, Edisi32/th, IX/Januari,2000 Siregar, H.A. Rivay, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo Sufisme, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999 Suhrawardi, Syihabuddin Abû Hafs Umar, ‗Awârif al-Ma‘arif, Beirut: Dar alMa‘rifah, tanpa tahun Sulami, AbûAbdurrahmân al, Thabaqâtal-Shûfiyyah, (ed.) Ahmad al-Syirbasyi Matbha‘ al-Sya‘ab, 1380 H Syadzilî, Abû al-Mawahib al, Illuminnation In Islamic Mysticism, (terj.) E. Jabra Jurji, Princetton: Princetton University Press, 1983 Taftazani, Abû al-Wafâ al-Ghunaimi al, Sufi Dari Zaman Ke Zaman, (terj.) Ahmad Rofi‘I Utsmâni, Bandung: Penerbit Pustaka, 1997