TINGKAT KREDIBILITAS RAFFI AHMAD SEBAGAI SEORANG ENTERTAINER PASCA KASUS NARKOBA YANG DIALAMINYA
Devi Rachmaniar 209000228
ABSTRAK Kehidupan para pelaku entertainment di Indonesia yang dekat dengan dunia hitam terutama penggunaan obat terlarang adalah satu fakta yang sulit dielakkan karena memang sudah banyak data yang mengemukakan ataupun berita yang menyajikan tentang bagaimana para selebriti tertangkap tangan menggunakan narkoba. Kasus narkoba yang belakangan ini ramai dibicarakan yaitu kasus tertangkapnya Raffi Ahmad. Penelitian ini hendak mengetahui adakah dampak dari kasus tertangkapnya Raffi Ahmad dalam kasus narkoba terhadap tingkat kredibilitas Raffi Ahmad sebagai entertainer. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa universitas paramadina jurusan ilmu komunikasi angkatan 2010 dengan sampel 100 orang. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik analisis statistik deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala likert. Data diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kredibilitas Raffi Ahmad sebagai seorang entertainer di mata khalayak pasca kasus narkoba yang dialaminya adalah sedang.
Credebility Level of Raffi Ahmad as a Entertainer After Drug case that Happened
Devi Rachmaniar 209000228
ABSTRACT (The lives of the actors in the Indonesian entertainment world that is close to black , especially the use of illegal drugs is a hard fact inevitable as it was already a lot of data that suggests or presents news about how the celebrities caught using drugs . This latter drug cases is busy talking about the case of the arrest of Raffi Ahmad . This research seeks to know is there any impact on the case Raffi Ahmad 's arrest in drug cases to the level of credibility as an entertainer Raffi Ahmad . The population of this study is a university student majoring in communication science Paramadina class of 2010 with a sample of 100 people . This research method is a quantitative method with descriptive statistical analysis techniques . Data collection techniques using a questionnaire with Likert scale . Data were processed using SPSS 17.0 . The results showed that the level of credibility as an entertainer Raffi Ahmad in the eyes of the audience after the drug case is being experienced)
Kata kunci: Raffi Ahmad, kredibilitas komunikator, entertainer, kasus narkoba
PENDAHULUAN Saat ini dunia entertainment merupakan dunia yang diimpikan banyak orang untuk dapat terjun ke dalam dunia tersebut. Hal ini terbukti dari banyaknya artis-artis muda pendatang baru yang kian hari semakin banyak bermunculan di layar televisi. karena dunia hiburan menjanjikan kehidupan yang gemerlap, di samping itu juga berbagai fasilitas dan kenyamanan lainnya. Belum lagi nama besar, popularitas, kemudahan dan banyaknya penggemar yang siap menyapa. Dunia hiburan memiliki berbagai efek samping baik yang positif ataupun negatif, efek samping dunia hiburan yang positif misalnya nama kita menjadi dikenal, kita dapat eksis, mudah menjadi mediator atau duta di bidang tertentu, lebih mudah untuk menyampaikan sesuatu hal, kita juga mudah bergaul dengan kalangan selebriti lain karena kita bagian dari mereka. Selain itu efek samping dunia hiburan yang negatif misalnya bila kita tidak berhati-
hati maka kita dapat dengan mudah terjerumus didunia hitam, dekat dengan dunia narkoba dan zat atau bahan terlarang lainnya, tidak lagi memiliki privasi, ruang gerak kita menjadi terbatas, apapun yang kita lakukan akan diberitakan oleh media, dan waktu kita bersama keluarga semakin terbatas (dikutip dari www.anneahira.com/dunia-hiburan.htm - Cache pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 20.00). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa dunia hiburan memang menjadi satu dunia yang memiliki dua sisi kehidupan yaitu positif dan negatif dimana sisi positif bisa dilihat dari mudahnya meraih popularitas dengan masuk dunia entertainment. Hal ini menjadikan para artis sasaran empuk bagi para pencari berita. Namun di satu sisi bahwa dunia entertainment juga memiliki dampak negatif bagi para pelakunya. Dunia ini dekat dengan berbagai dunia hitam kehidupan misalnya pergaulan bebas dan obat terlarang. Hal ini tidak lepas dari modernisasi yang dalam anggapan banyak orang bahwa orang modern adalah orang yang kehidupannya dekat dengan dunia hitam tersebut. Kehidupan para pelaku entertainment di Indonesia yang dekat dengan dunia hitam terutama penggunaan obat terlarang adalah satu fakta yang tidak bisa dielakkan karena memang sudah banyak data yang mengemukakan ataupun berita yang menyajikan tentang bagaimana para selebriti tertangkap tangan menggunakan narkoba. Berikut data selebriti yang pernah terlibat penggunaan narkoba. Tabel 1. Data Artis Terlibat Narkoba No 1
2
3
Artis Yoyo Padi
Keterangan Yoyo, drummer band Padi, tertangkap tangan memiliki 0,5 gram shabu, di sebuah apartemen pada 27 Febuari 2011. Yoyo didakwa dengan Pasal 112 subsider 127 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pemilik nama asli SurendroPasetyo ini menerima putusan vonis penjara 1 tahun. Sammy (eks vocalis Sammy tertangkap di sebuah kamar kos di kawasan kerispatih) Setiabudi, Jakarta pada 2 Febuari 2010. Penyanyi ini dikenakan Pasal 112 dan Pasal 127 UU Psikotropika No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dari Sammy, polisi mendapatkan sisa sabu-sabu dalam plastik berwarna putih di atas televisi seberat 0,3366 gram dan sebuah alat isap (bong) berikut cangklong. Atas kasus ini Sammy divonis 1 tahun penjara. Revaldo Pesinetron ini dua kali tersandung kasus narkoba. Pada kasus pertama Revaldo tertangkap pada 10 April 2006, dan dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun karena terbukti memiliki sabu seberat 1 gram, satu linting ganja, dan lima butir pil ekstasi. Kasus kedua Revaldo sabu seberat 62 gram dan satu paket ganja di kawasan Jakarta
4
Gary Iskak
5
Roy Marten
Barat,20 Juli 2010. Gary Iskak berurusan dengan hukum akibat kepemilikan sabu-sabu seberat 0,3 gram. Pemain film d'Bijis ini ditangkap pada 21 September 2007. Karena terbukti dan mengakuinya, Gary Iskak diberi keringanan hukuman. Ia dijatuhi hukuman penjara 8 bulan dan denda Rp 1 juta. Artis senior Roy Marten tertangkap saat sedang pesta sabu-sabu di Novotel Hotel di Surabaya pada 13 November 2007. Ayah pesinetron Gading Marten ini ditahan selama tiga tahun dan didenda 10 juta. Dalam penangkapan tersebut polisi mengamankan 1,5 ons sabusabu, tiga alat pengisap (bong), korek api, alumunium foil, dan sedotan dalam jumlah banyak. Sebelumnya pada 2 Febuari 2006, Roy Marten juga tertangkap atas kepemilikan 3 gram sabu-sabu. Roy kemudian harus masuk penjara selama 9 bulan.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa tidak sedikit artis atau selebriti yang terlibat narkoba. Hal yang lebih mencengangkan adalah banyaknya selebriti dalam pandangan masyarakat adalah selebriti yang memiliki kepribadian cukup baik dan sulit rasanya meyakini bahwa mereka terjerat dalam kasus narkoba. Misalnya Roy Marten, dia adalah seorang selebriti senior yang dikenal ramah, sopan, dan menjadi teladan bagi para selebriti muda lainnya, ternyata dia terlibat dalam kasus narkoba. Tertangkapnya Raffi Ahmad tentunya mengubah pandangan orang-orang terhadap seorang Raffi Ahmad itu sendiri. Perubahan tersebut tentunya dapat disadari merupakan hal yang lumrah karena persepsi masyarakat yang berubah. Menurut Rakhmat (2009: 51) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Walgito (2002: 88), persepsi adalah pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang di inderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang integrated dari dalam individu. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa persepsi muncul sebagai bagian dari pengalaman seseorang terhadap objek atau suatu peristiwa tertentu ataupun hubungan yang diperoleh dari penyimpulan informasi dan penafsiran pesan. Persepsi yang muncul dari masyarakat atas Raffi Ahmad yang berubah diakibatkan oleh kasus narkoba sesuai dengan teori persepsi tersebut karena masyarakat menyimpulkan informasi yang didapatkan dari berbagai media. Perubahan pandangan masyarakat tersebut tentunya juga mengubah penilaian masyarakat terhadap kredibilitas seorang Raffi Ahmad. Hal tersebut dapat terjadi karena kredibilitas
berasal dari seperangkat persepsi setiap individu dalam hal ini adalah masyarakat yang memiliki persepsi mengenai Raffi Ahmad pasca terlibat kasus narkoba. Cangara (2007:91) mengungkapkan bahwa kredibilitas memiliki pengertian berupa seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima dan diikuti oleh khalayak atau penerima. Definisi yang dikemukakan Cangara tersebut jika dikaitkan dengan kasus Raffi Ahmad bahwa kasus narkoba yang menimpa Raffi Ahmad telah mempengaruhi kredibilitasnya sebagai entertainer di mata masyarakat. Menurunnya kredibilitas yang dimiliki sumber akan sulit diterima dan diikuti oleh khalayak atau penerima (Cangara, 2007:92). Begitupun yang terjadi pada Raffi Ahmad, secara tidak langsung kasus yang menimpa dirinya akan berdampak pada pandangan negatif dari masyarakat seperti tidak mempercayai alasan dan pendapat Raffi ketika memberikan pembelaan terhadap dirinya sendiri terkait kasus yang menimpanya. Kemudian Smith (2005: 123) mengungkapkan bahwa terdapat empat faktor dalam kredibilitas: “Expertise: the most important factor in making a message source expertise is expertise, which means that the source knows what he or she is talking about. status, related to expertise is status, but this rests more with the audience’s deference to the social position or prestige of a message source. competence, Another related concept is competence, the ability to remain calm under pressure and to be clear and dynamic in presenting the message to others, especially those who may not share the some knowledge or loyalities. Finnaly, honesty means that the source is willing to provide full and accurate information, is operating without bias, and thus is worthy of trust.” (Keahlian: faktor yang paling penting dalam membuat sumber keahlian, yang berarti bahwa sumber tahu apa yang ia bicarakan. Status, terkait dengan keahlian adalah status, nilai ini terletak kepada rasa hormat khalayak akan kedudukan sosial atau gengsi dari sumber pesan. Konsep selanjutnya yang berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan dan jelas adalah Kompetensi. Kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan dinamis dalam menyampaikan pesan kepada orang lain. Terutama mereka yang tidak dapat berbagi pengetahuan yang sama atau loyalitas. Akhirnya, Kejujuran berarti bahwa sumber bersedia untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat, beroperasi tanpa prasangka, dan dengan demikian layak dipercaya).” Berdasarkan penjelasan dari Smith, bahwa kredibilitas terdiri dari empat faktor yaitu keahlian, status, kompetensi dan kejujuran. Keahlian dalam hal ini memiliki makna yang sama dengan yang diungkapkan oleh Rakhmat (2003:260) bahwa Raffi Ahmad dikenal sebagai selebritis yang multitalented yaitu sebagai pemain sinetron, pemain film, penyanyi hingga pembawa acara (host). Keahlian tersebut memang sudah diakui, tetapi kasus narkoba yang menimpa Raffi sudah memberikan image negatif bagi dirinya sendiri di mata khalayak.
Seberapa besar dan banyak alasan yang dikeluarkan Raffi untuk membela dirinya sendiri mungkin sudah terlanjur dinilai negatif oleh khalayak sehingga berdampak pada kepercayaan khalayak terhadap dirinya. Kemudian dari segi status, dimana status Raffi adalah seorang entertainer yang sudah dikenal banyak orang. Keahlian Raffi sebagai multitalented di dunia entertainer menjadikannya sebagai salah satu artis yang dikenal banyak orang. Tetapi status yang kini disandang Raffi bukan hanya sebagai artis yang multitalented saja, melainkan bertambah menjadi seorang pengguna narkoba dan artis yang terlibat narkoba. Kompetensi seorang Raffi Ahmad di dunia entertainer juga sudah tidak diragukan lagi. Kompetensi itu dapat terlihat dari bagaimana Raffi ber-akting di film-film yang dibintanginya, bagaimana Raffi berperan sebagai seorang presenter dan bernyanyi. Kompetensi ini juga bermanfaat bagi seorang selebritis dalam menghadapi media ketika dirinya sedang dihadapkan pada permasalahan. Ketenangan ketika berada dibawah tekanan dan untuk membersihkan semua image negatif dirinya terhadap masyarakat merupakan sebuah kompetensi. Tetapi, meskipun Raffi memiliki ketenangan dalam menghadapi tekanan yang dialaminya yaitu kasus narkoba baik itu ketika penggerebekan dan menghadapi media, tetap saja image negatif yang sudah tertanam di diri khalayak menjadikan ketenangan tersebut mungkin sia-sia saja meskipun sudah berbagai macam pembelaan dikeluarkan Raffi untuk membela dirinya. Kemudian dari segi kejujuran, Raffi Ahmad diakui oleh keluarga merupakan sosok yang jujur terhadap orang tua bahkan kepada teman-temannya. Raffi juga mengakui secara jujur ketika terjadi penggerebekan bahwa dua linting ganja yang ditemukan bukan miliknya dan Raffi juga mengakui bahwa dirinya bukan pengguna narkoba (http://ciricara.com/2013/02/04/keluargaraffi-ahmad-tidak-mungkin-pakai-narkoba/ diakses pada tanggal 20 Mei 2013 pukul 15.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kredibilitas terletak pada persepsi komunikan (penerima) dan bukan inheren pada diri komunikator. Komunikan dalam hal ini adalah masyarakat dan komunikator adalah Raffi Ahmad. Berdasarkan hal tersebut pula, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana tingkat kredibilitas Raffi Ahmad pasca kasus narkoba yang dialaminya. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana tingkat kredibilitas Raffi Ahmad sebagai seorang entertainer pasca kasus narkoba yang dialaminya? (survey terhadap mahasiswa Universitas Paramadina).”
TINJAUAN TEORITIS Kredibilitas Menurut Smith (2005: 122), “ Komunikasi efektif adalah sebuah gambaran pesan yang efektif yang dipersepsikan oleh audiens, ditentukan oleh 3C yaitu charismatic, control, dan kredibilitas.” Bila dikaitkan dalam penelitian ini, kredibilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan efektifitas komunikasi yang dilakukan komunikator. Menurut Smith (2005: 121), “Kredibilitas adalah salah satu faktor yang paling penting dalam melakukan persuasi. Seorang dianggap sebagai komunikator yang kredibel apabila ia mampu menyampaikan sebuah pesan dengan baik dan memberikan nilai tambah pada pesan tersebut. “Perceived expertise can be intensified by using a message source who was expertice, knowledge, intelligence, occupational or professional background or the wisdom that comes with age. Likewise, perceived status is enhanced by the use of message sources who have social status and prestige. Of course, both of these must be the topic being addressed-a political topic. Expertise and status can be recognized expertise by quoting them. (Anggapan adanya keahlian dapat ditingkatkan dengan menggunakan sumber pesan yang memiliki pengalaman, pengetahuan, kecerdasan, latar belakang pekerjaan, atau profesi atau kebijakan yang datang dengan usia. Demikian juga, status yang dirasakan ditingkatkan dengan menggunakan sumber pesan yang memiliki status sosial dan prestise. Tentu saja, kedua harus relevan dengan topik yang dibahas-dokter mungkin sangat kredibel tentang isu kesehatan tetapi tidak politik. Keahlian dan status bisa dipinjem dari para ahli yang diakui dengan mengutip mereka.) (Smith: 2005:123) Menurut pendapat Rakhmat (2004: 257) bahwa, “Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikator tentang sifat-sifat komunikator. Di dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator. (2) Kredibilitas adalah berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas”. Dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat dipercaya atas pernyataan, sikap atau menjadi sumber dan kemampuan untuk menelaah sikap-sikap diatas. Berdasarkan penjelasan diatas, kredibilitas tergantung pada perilaku persepsi komunikate, topik yng dibahas serta situasi. Kredibilitas sebagai persepsi mengenai sifat-sifat komunikator yang dalam penelitian itu sebagai seorang selebriti harus bisa menjaga kepercayaan yang telah dibangun. Komponen-komponen kredibilitas menurut Rakhmat (2004: 260) : Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan
komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, dan terlatih. Tentu sebaliknya, komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu atau bodoh. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis? Atau apakah ia dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidak adil, dan tidak etis? Berdasarkan penjelasan diatas, ada dua kompenen dalam kredibilitas diantaranya yaitu keahlian dan kepercayaan. Komponen keahlian berkaitan dengan kemampuan seorang dalam mengkomunikasikan suatu topik sedangkan komponen kepercayaan berkaitan dengan watak seseorang. Jika komunikator dinilai jujur,tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis dapat diartikan komunikator tersebut dapat dipercaya. Bila dikaitkan dengan selebriti Raffi Ahmad kita ingin melihat bagaimana Raffi dalam membangun kredibilitasnya kembali setelah kasus narkoba yang menimpanya saat itu, bagaimana Raffi dapat menjelaskan kasus yang menimpanya tersebut sehingga masyarakat dapat menilai kejujuran sosok Raffi Ahmad. Menurut Smith (2005: 123) mengatakan bahwa kredibilitas adalah: “ A source who has credibility- the power to inspire belief-is one who demonstrates the qualities of expertise, status, competence and honesty. “ (Seorang nara sumber yang memiliki kredibilitas-kekuatan untuk menginspirasi keyakinan-adalah kualitas akan keahlian, status, kompetensi dan kejujuran).” Lebih jauh, Smith menjelaskan keempat faktor diatas sebagai berikut: “Expertise: the most important factor in making a message source expertise is expertise, which means that the source knows what he or she is talking about. status, realated to expertise is status, but this rests more with the audience’s deference to the social position or prestige of a message source. competence, Another related concept is competence, the ability to remain calm under pressure and to be clear and dynamic in presenting the message to others, especially those who may not share the some knowledge or loyalities. Finnaly, honesty means that the source is willing to provide full and accurate information, is operating without bias, and thus is worthy of trust.” (Keahlian: faktor yang paling penting dalam membuat sumber keahlian, yang berarti bahwa sumber tahu apa yang ia bicarakan. Status, terkait dengan keahlian adalah status, nilai ini terletak kepada rasa hormat khalayak akan kedudukan sosial atau gengsi dari sumber pesan. Konsep selanjutnya yang berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan dan jelas adalah Kompetensi. Kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan dinamis dalam menyampaikan pesan kepada orang lain. Terutama mereka yang tidak dapat berbagi pengetahuan yang sama atau loyalitas. Akhirnya, Kejujuran berarti bahwa sumber bersedia untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat, beroperasi tanpa prasangka, dan dengan demikian layak dipercaya).”
Dari teori Smith (2005 : 123) ada 4 kategori yang bisa dilihat dari penelitian : 1. Expertise (Keahlian) Keahlian yang dimaksud adalah penguasaan komunikator akan pesan yang disampaikannya. Dalam penelitian ini, keahlian Raffi Ahmad berarti penguasaan atau penyampaian argumen Raffi Ahmad atas kasus yang dihadapinya. Keahlian dalam hal ini memiliki makna yang sama dengan yang diungkapkan oleh Rakhmat (2003:260) bahwa Raffi Ahmad dikenal sebagai selebritis yang multitalented yaitu sebagai pemain sinetron, pemain film, penyanyi hingga pembawa acara (host). Keahlian tersebut memang sudah diakui, tetapi kasus narkoba yang menimpa Raffi sudah memberikan image negatif bagi dirinya sendiri di mata khalayak. Seberapa besar dan banyak alasan yang dikeluarkan Raffi untuk membela dirinya sendiri mungkin sudah terlanjur dinilai negatif oleh khalayak sehingga berdampak pada kepercayaan khalayak terhadap dirinya. 2. Status (penilaian terhadap status Raffi Ahmad saat ini) Status adalah kedudukan seseorang dalam suatu pekerjaan atau posisi seseorang dalam suatu kelompok. Pada segi status ini, dimana status Raffi adalah seorang entertainer yang sudah dikenal banyak orang. Keahlian Raffi sebagai multitalented di dunia entertainer menjadikannya sebagai salah satu artis yang dikenal banyak orang. Tetapi status yang kini disandang Raffi bukan hanya sebagai artis yang multitalented saja, melainkan bertambah menjadi seorang pengguna narkoba dan artis yang terlibat narkoba. Pada penelitian ini status Raffi ahmad sebagai tersangka pengguna narkoba tidak membuat para penggemar atau fans raffi menilai jelek tentang Raffi Ahmad. Hal ini
terbukti
dari
dukungan
melalui
akun
resmi
fansclub
Raffi
Ahmad
@Fanster_Raffiah, para penggemar Raffi menyatakan dukungannya terhadap mantan kekasih Yuni Shara ini."Raffiah always support aa @RaffiAhmadLagi :*" tulis akun @Fanster_Raffiah serta mengunggah foto Raffi Ahmad yang tengah bersantai. (sumber : kapan lagi.com) 3. Competence (kompetensi) Kompetensi seorang Raffi Ahmad di dunia entertainer juga sudah tidak diragukan lagi. Kompetensi itu dapat terlihat dari bagaimana Raffi ber-acting di film-film yang dibintanginya, bagaimana Raffi berperan sebagai seorang presenter dan bernyanyi. Kompetensi ini juga bermanfaat bagi seorang selebritis dalam menghadapi media ketika dirinya sedang dihadapkan pada permasalahan. Ketenangan ketika berada dibawah tekanan dan untuk membersihkan semua image negatif dirinya terhadap
masyarakat merupakan sebuah kompetensi. Tetapi, meskipun Raffi memiliki ketenangan dalam menghadapi tekanan yang dialaminya yaitu kasus narkoba baik itu ketika penggerebekan dan menghadapi media, tetap saja image negatif yang sudah tertanam di diri khalayak menjadikan ketenangan tersebut mungkin sia-sia saja meskipun sudah berbagai macam pembelaan dikeluarkan Raffi untuk membela dirinya. Kompetensi disini bisa dilihat dalam setiap pemberitaan Raffi di media-media dalam kasus narkoba yang sedang menimpanya saat ini Raffi merasa pasrah dan tenang dalam menyikapi semua pemberitaan tentang dirinya dimedia-media. Terlihat saat dilakukan penggerebekan pun Raffi terlihat santai dan sedang berpelukan dengan seorang wanita, selain itu Raffi yang merupakan sosok pria dewasa ini semakin bisa mengendalikan emosinya lagi dengan lebih mendekatkan diri kepada tuhan. (sumber: BeritaKaget.com) 4. Honesty (kejujuran) Kemudian dari segi kejujuran, Raffi Ahmad diakui oleh keluarga merupakan sosok yang jujur terhadap orang tua bahkan kepada teman-temannya (ciricara.com, 2013). Kejujuran merupakan hal paling penting dalam menghadapi sebuah masalah, tanpa sebuah kejujuran tidak akan adanya penyelesaian yang baik. Raffi Ahmad yang digerebek pada pukul 05.00 pagi dikediamannya ditemukannya dua linting ganja dan 14 butir methylon ini merasa tidak memiliki dua linting ganja tersebut, Raffi juga tidak tahu isi dari tempat rokok itu adalah dua linting ganja selain itu kuasa hukum Raffi Ahmad, Hotma Sitompoel, menilai bahwa alat bukti dua linting ganja yang diduga dimiliki kliennya rusak sejak artis itu diciduk Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 27 Januari 2013 (sumber : kompas.com). Berdasarkan penjelasan di atas, dalam dunia entertainer kredibilitas Raffi Ahmad sudah tidak diragukan lagi. Tetapi, yang menjadi sorotan peneliti adalah kredibilitas Raffi Ahmad terhadap khalayak luas selain fans Raffi Ahmad dimana Raffi sebagai komunikator terkait kasus narkoba yang menimpanya. Apakah kredibilitas Raffi sebagai komunikator dalam mengatasi kasus narkobanya menurun atau justru menetap pasca kasus narkoba yang dialaminya?
Charisma Smith (2005: 125) mengungkapkan bahwa: “Familiarty: one important aspect of charisma is familiarity, the extent to which the audience already knows (or thinks it knows) the message source. Likability: charisma also involves likability, the extent to which the audience admires what it knows about the source or what it sees and hears when the source begins to communicate. Similarity: charisma also involves similarity, the extent to which the source resembles the audiences (or the way in which audience members would like to see themselves). This may be a reflection of audinece demographics in terms of age, gender, occupation, ethnicity, religion, culture, shared values or sociopolitical perspectives. Attractivenes: finally, charisma is affected by the attractiveness of the source, which involves the source’s physical looks, demeanor, poise and presence, as well as both the clothing worn and the setting in which the source is presented. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, seorang selebriti selain memiliki kredibilitas dia juga harus memiliki kharisma di dalam dirinya, dimana faktor ini ditentutakan oleh familiar, likability, kesamaan, dan atraktif. Berkaitan dengan pengetahuan komunikator mengenai apa yang dia sampaikan. Familiar berkaitkan dengan sejauh mana Raffi Ahmad dalam berhubungan baik dengan para penonton atau para penggemarnya sehingga mereka tahu akan sifat Raffi dan percaya dengan apa yang dikatakan oleh Raffi. Likability disini merupakan sejauh mana penonton mengagumi seorang Raffi Ahmad, dalam penelitian artinya seorang Raffi Ahmad memiliki kharisma yang baik sehingga apa yang dikatakan Raffi atau apa yang sedang menimpa Raffi, para penggemarnya selalu mendukung Raffi Ahmad. Kesamaan disini yaitu Raffi Ahmad tidak pernah membeda-bedakan para penggemarnya, dia selalu mencoba dekat dan akrab sehingga tidak ada rasa perbedaan antara penonton dengan artisnya. Terakhir, atraktif disini merupakan daya tarik artis dimana Raffi Ahmad memiliki hal tersebut, namun hal tersebut tidak lebih penting dibandingkan dengan kredibilitas artis tersebut. Daya tarik yang dimiliki Raffi bisa terlihat dari tampang, style serta talenta yang dimilikinya. Kasus yang menimpa Raffi memang tidak mempengaruhi atau mengurangi fans Raffi. Dalam penelitian ini, yang menjadi sorotan bukanlah fans Raffi, melainkan khalayak umum dikalangan mahasiswa dan bukan termasuk fans Raffi. Control Menurut Smith (2005: 126), “Power: one of the most important aspects of control is power, the raw and recognized ability to dominate and to reward or punish. Authority: control also may be based on a message source’s authority, which is the right to rule over or
direct the actions of another. Scrutiny: finnaly, the persuasive element of control suggest scrutiny, the ability to examine. Someone wo is able to investigate you also is able to pronounce your blame, proclaim your innonce and perhaps grant forgiveness.” Bila dikaitkan dengan penelitian ini, hal lain yang harus dimiliki seorang selebriti adalah kontrol, dimana faktor ini ditentukan oleh power, otoritas, dan pemeriksaan. Power disini mengontrol rasa kekuasaan atau untuk dihargai, dalam kasus ini Raffi Ahmad sudah memiliki power yang cukup kuat setelah mengalami kasus narkoba. Sedangkan dalam hal ini otoritas dan pemeriksaan tidak terkait dengan kasus Raffi Ahmad, karena Raffi Ahmad disini bukan seorang yang memiliki kekuasaan penuh seperti pemerintah atau presiden yang dapat memerintah atau mengarahkan sesuatu kepada orang lain. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan sebuah dasar ketika seseorang melakukan penelitian dan dapat mengetahui hasil dari penelitian yang akan diteliti. Metedologi dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metedologi kuantitatif. Menurut Sugiyono (2007: 8), menyebutkan bahwa metodologi kuantitatif dapat diartikan sebagai metodologi penelitian yang berlandaskan pada populasi atau sample tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisi data bersifat kuantitatif statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sifat penelitian lakukan mempunyai dua jenis yaitu seperti yang dikatakan Kriyantono (2008: 59), “secara umum survei terdiri dari dua jenis, yaitu deskriptif dan ekplanatif (analitik). Pembagian ini berdasarkan pada tataran atau cara periset menganalisis data yang telah dikumpulkan dari jumlah variabel yang diteliti.” Dapat disimpulkan dari kedua jenis tersebut, survey deskriptif sesuai dengan penelitian ini. Dalam penelitian dengan metode survey deskriptif menjelaskan karakteristik dari suatu variabel, begitu juga dengan penelitian ini. Penelitian kuantitatif deskriptif ini menggunakan sampel yaitu mahasiswa ilmu komunikasi universitas paramadina angkatan 2010. peneliti mengambil sampel dengan menggunakan rumus dari Slovin (Sugiyono, 2006: 57) yaitu sebagai berikut :
Di mana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi
e= taraf kesalahan sebesar 0,01 (10%)
Diketahui jumlah populasi mahasiswa Paramadina Ilmu Komunikasi 2010 sebesar N=794 orang, dan tingkat presisi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar e=10%, jadi jumlah sampelnya adalah sebagai berikut : n=
794 1+ 794(0,1)2
n=
794 7,94
n=
100 sampel
Pada penelitian ini akan digunakan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang biasa digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Biasanya menurut Kriyantono (2006:169) analisis Statistik Deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata dalam arti tidak mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan. Teknik analisis ini biasa digunakan untuk penelitian-penelitian yang bersifat eksplorasi, misalnya ingin mengetahui persepsi masyarakat terhadap kenaikan harga BBM, ingin mengetahui sikap guru terhadap pemberlakuan UU Guru dan Dosen, ingin mengetahui minat mahasiswa terhadap profesi guru, dan sebagainya. Penelitian-penelitian jenis ini biasanya hanya mencoba untuk mengungkap dan mendeskripsikan hasil penelitiannya. Biasanya teknik statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif.
HASIL PENELITIAN Identitas Responden Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa Universitas Paramadina angkatan 2010-2012. Penelitian ini melibatkan 100 mahasiswa sebagai subjek penelitian dimana terdapat 32 subjek laki-laki dan 68 subjek perempuan. Penentuan jumlah responden ditentukan berdasarkan pertimbangan jumlah sampel sesuai syarat perhitungan statistik yang baik (menggunakan rumus Slovin) yaitu minimal 30 sampel dan semakin lebih dari 30 sampel akan semakin baik (Guilford dan Fruchter, dalam Sugiyono, 2006:58). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya.” Yaitu para mahasiswa Universitas Paramadina angkatan 2010-2012. Berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan, diperoleh informasi yang berkaitan dengan jenis kelamin, usia, dan pengetahuan subjek terhadap kasus narkoba Raffi Ahmad. Berikut adalah hasil dari perolehan data.
Tabel 2 Usia Responden Usia Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid 17
6
6.0
6.0
6.0
18
19
19.0
19.0
25.0
19
19
19.0
19.0
44.0
20
15
15.0
15.0
59.0
21
12
12.0
12.0
71.0
22
16
16.0
16.0
87.0
23
10
10.0
10.0
97.0
24
3
3.0
3.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Berdasarkan tabel 4.1di atas, bahwa subjek dalam penelitian ini terdiri dari mahasiswa yang berusia 17 tahun sebanyak 6 orang (6%), 18 tahun sebanyak 19 orang
(19%), 19 tahun sebanyak 19 orang (19%), 20 tahun sebanyak 15 orang (15%), 21 tahun sebanyak 12 orang (12%), 22 tahun sebanyak 16 orang (16%), 23 tahun sebanyak 10 orang (10%), dan 24 tahun sebanyak 3 orang (3%). Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata usia subjek dalam penelitian ini adalah 20,11 dengan usia 18 dan 19 tahun merupakan usia subjek yang paling banyak menjadi subjek penelitian ini yaitu masingmasing 19 orang dan usia yang paling sedikit adalah 24 tahun sebanyak 3 orang.
Tabel 3 Jenis Kelamin Sex Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Laki-laki
32
32.0
32.0
32.0
Perempuan
68
68.0
68.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Berdasarkan tabel 4.1.1.1 di atas, terlihat bahwa dalam penelitian ini terdapat 100 subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang (32%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 68 orang (68%).
Tabel 4 Mengetahui Kasus Raffi Ahmad PertanyaanSaringan1 Cumulative Frequency Valid
ya
Percent
Valid Percent
Percent
96
96.0
96.0
96.0
tidak
4
4.0
4.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Tabel di atas merupakan pertanyaan saringan pertama yaitu “saya mengetahui kasus yang dialami Raffi Ahmad.” Dari 100 subjek ternyata sebanyak 96 orang (96%) menjawab “Ya” atau mengetahui kasus narkoba yang dialami Raffi Ahmad dan sisanya 4 orang (4%) yang menjawab “Tidak” atau tidak mengetahui kasus Raffi Ahmad.
Tabel 5 Mengikuti Perkembangan Kasus Raffi Ahmad PertanyaanSaringan2 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
48
48.0
48.0
48.0
tidak
52
52.0
52.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Sedangkan pada pertanyaan saringan ke-2 yaitu “saya mengikuti perkembangan pemberitaan Raffi Ahmad tentang kasus yang dialaminya”. Dari 100 subjek ternyata 48 orang (48%) menjawab “Ya” atau mengikuti perkembangan pemberitaan Raffi Ahmad dan 52 orang (52%) menjawab “Tidak” atau tidak mengikuti perkembangan kasus Raffi Ahmad. Berdasarkan penjelasan dari kedua tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini secara keseluruhan mengetahui kasus narkoba yang dialami Raffi Ahmad, tetapi setengah atau 52% dari subjek penelitian, tidak mengikuti perkembangan pemberitaan kasus narkoba Raffi Ahmad.
Analisis Deskriptif Terdapat 3 dimensi dalam variabel tingkat kredibilitas yaitu credibility, charisma, dan control. Masing-masing dari dimensi tersebut memiliki dimensi turunan. Credibility di dalamnya terdapat dimensi turunan yaitu honesty, kompetensi, status, dan keahlian. Charisma memiliki dimensi turunan yaitu familiarity, likability, similarity dan attractiveness. Sedangkan control memiliki satu dimensi turunan yaitu power. Berikut adalah deskriptif dari tingkat kredibilitas.
Tabel 6 Kategorisasi Tingkat Credibility Tingkatan
Nilai Skor
Rendah
11 – 21
Sedang
22 – 32
Tinggi
33 – 44
Tabel 7 Tingkat Credibility Credibility Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
3
3.0
3.0
3.0
Sedang
77
77.0
77.0
80.0
Tinggi
20
20.0
20.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 4.24 di atas dan dikaitkan dengan tabel 4.25 bahwa 3 responden presentase tingkat credibility sebesar 3% dinyatakan rendah. Sedangkan 77% responden menyatakan bahwa tingkat credibility Raffi Ahmad sedang dan 20% responden menyatakan bahwa tingkat credibility Raffi Ahmad tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa dari 100 responden menyatakan tingkat credibility Raffi Ahmad dinyatakan tinggi. Charisma Tabel 8 Kategorisasi Tingkat Charisma Tingkatan
Nilai Skor
Rendah
7 – 13
Sedang
14 – 20
Tinggi
21 – 28
Tabel 9 Tingkat Charisma Charisma Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Rendah
2
2.0
2.0
2.0
Sedang
80
80.0
80.0
82.0
Tinggi
18
18.0
18.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 4.41 di atas dan dikaitkan dengan tabel 4.42 bahwa 2 responden presentase tingkat charisma sebesar 2% dinyatakan rendah. Sedangkan 80% responden menyatakan bahwa tingkat charisma Raffi Ahmad sedang dan 18% responden menyatakan bahwa tingkat charisma Raffi Ahmad tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa dari 100 responden menyatakan tingkat charisma Raffi Ahmad dinyatakan tinggi.
Control Tabel 10 Kategorisasi Tingkat Control Tingkatan
Nilai Skor
Rendah
2–3
Sedang
4–5
Tinggi
6 –8
Tabel 11 Tingkat Control Control Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
2
2.0
2.0
2.0
Sedang
25
25.0
25.0
27.0
Tinggi
73
73.0
73.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 4.45 di atas dan dikaitkan dengan tabel 4.46 bahwa 2 responden presentase tingkat control sebesar 2% dinyatakan rendah. Sedangkan 25% responden menyatakan bahwa tingkat control Raffi Ahmad sedang dan 75% responden menyatakan bahwa tingkat control Raffi Ahmad tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa dari 100 responden menyatakan tingkat control Raffi Ahmad dinyatakan tinggi.
Tabel 12 Kategorisasi Tingkat Kredibilitas Raffi Ahmad Tingkatan
Nilai Skor
Rendah
20 – 39
Sedang
40 – 59
Tinggi
60 –80
Tabel 13 Tingkat Kredibilitas Raffi Ahmad Kredibilitas Raffi Ahmad Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
3
3.0
3.0
3.0
Sedang
79
79.0
79.0
82.0
Tinggi
18
18.0
18.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 4.47 di atas dan dikaitkan dengan tabel 4.48 bahwa 3 responden presentase tingkat kredibilitas Raffi Ahmad sebesar 3% dinyatakan rendah. Sedangkan 79% responden menyatakan bahwa tingkat kredibilitas Raffi Ahmad sedang dan 18% responden menyatakan bahwa tingkat kredibilitas Raffi Ahmad tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa dari 100 responden menyatakan tingkat kredibilitas Raffi Ahmad dinyatakan tinggi. Berdasarkan hasil analisis, dimana berdasarkan tiga dimensi kredibilitas yaitu credibility, charisma dan control terlihat bahwa control adalah dimensi yang memiliki penilaian tinggi dari responden. Responden menjawab tinggi karena pada dimensi control berisi indikator yaitu bahwa Raffi Ahmad adalah sosok berpengaruh dalam dunia hiburan dan dapat mengangkat rating sebuah program televisi. Indikator tersebut menjadikan responden tidak ragu akan kemampuan Raffi sebagai sosok berpengaruh di dunia hiburan dan mampu mengangkat rating sebuah program televisi. Kemudian dua dimensi lainnya yaitu credibility dan charisma memiliki penilaian yang sedang. Pada dimensi credibiity yang mendapatkan penilaian rendah adalah expertise atau keahlian dimana responden menilai rendah pada keahlian Raffi dalam bernyanyi. Selain itu
status dan kejujuran mendapatkan penilaian tinggi karena secara daya tarik Raffi Ahmad adalah sosok yang menarik dan kejujuran Raffi Ahmad dalam memberikan keterangan terkait kasus yang dialaminya diakui responden sebagai hal yang benar. Kemudian kompetensi mendapatkan penilaian sedang karena kompetensi Raffi dalam bernyanyi mendapatkan penilaian rendah jika dibandingkan dengan kompetensi sebagai presenter dan aktor. Begitupun pada dimensi charisma dimana familiarity mendapatkan penilaian sedang karena responden hanya tahu Raffi Ahmad saja tetapi tidak mengenal dekat Raffi Ahmad, likability mendapatkan penilaian tinggi, similiarity mendapatkan penilaian tinggi dan attractiveness mendapatkan penialaian tinggi. Berdasarkan hasil penelitian juga terlihat bahwa kredibilitas Raffi Ahmad secara keseluruhan adalah sedang di mata responden. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa kredibilitas terdiri dari dimensi credibility, charisma dan control. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa dimensi yang paling rendah adalah charisma dan credibility. Pada dimensi charisma yang menyebabkan dimensi ini mendapatkan penilaian sedang adalah karena sebagian besar responden menyatakan rendah dalam hal familiarity. Dapat dikatakan bahwa kasus narkoba tidak berpengaruh pada charisma Raffi, karena penilaian sedang diperoleh dari tidak familiarnya Raffi di mata responden. Kemudian, dimensi credibility mendapatkan penilaian sedang karena responden tidak setuju dengan keahlian dan kompetensi Raffi dalam bernyanyi. Jadi terlihat bahwa penilaian sedang pada dimensi credibility bukan disebabkan kasus narkoba yang dialaminya, melainkan ketidaksukaan responden terhadap keahlian dan kompetensi Raffi dalam bernyanyi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat kredibilitas Raffi Ahmad sebagai entertainer pasca kasus narkoba yang dialaminya, peneliti menemukan hasil sebagai berikut: 1. Penilaian khalayak terhadap credibility Raffi Ahmad Pasca Kasus Narkoba yang dialaminya adalah sedang 2. Penilaian khalayak terhadap charisma Raffi Ahmad pasca kasus narkoba yang dialaminya adalah sedang 3. Penilaian khalayak terhadap control Raffi Ahmad pasca kasus narkoba yang dialaminya adalah tinggi 4. Tingkat kredibilitas Raffi Ahmad sebagai seorang entertainer pasca kasus narkoba yang dialaminya di mata khalayak adalah sedang
Saran Dari hasil analisis data pada penelitian ini maka dapat diberikan saran sebagai berikut: Saran Teoritis 1. Untuk seorang komunikator, bahwa untuk membentuk citra haruslah ada kredibilitas dari komunikator itu sendiri dimana kredibilitas tersebut berasal dari tiga elemen komunikator yaitu credibility, charisma dan control. 2. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya juga diharapkan untuk menggunakan sampel yang lebih luas. Saran Praktis 1. Hal penting yang harus dijaga adalah seorang selebriti adalah reputasi yang dimilikinya. Dimana hal itu dapat dilihat pada dimensi-dimensi variabel yang digunakan dalam penelitian ini seperti kredibilitas, charisma, dan control. 2. Hal penting yang juga harus dijaga selebriti ketika menghadapi sebuah kasus adalah menjaga kepercayaan publik terhadap perilaku seorang selebriti seperti yang dapat dilihat pada penelitian ini, bahwa ternyata meski terkena kasus narkoba, terbukti Rafii tetap bisa eksis di dunia hiburan karena ia dapat menjaga kepercayaan publik terhadap dirinya.