TINGKAT KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN NILAI PERUSAHAAN: BUKTI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA
HERRY HAMIN
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
TINGKAT KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN NILAI PERUSAHAAN: BUKTI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA Abstract Initial analyses using panel data for none intercept model show a positive and significant effect of low level of managerial ownership on firm value and negative and significant effect of high level of managerial ownership on firm value. This conclusion is different when unobserved firm heterogeneity controlled using firm fixed effects model. The fixed effects analyses suggest that managerial ownership doesn’t have significant effect on firm value. The 2SLS analyses show that both managerial ownership and firm value are jointly endogenous. Managerial ownership has positively impacts on firm value, a higher firm value, on the other hand, inspires larger managerial ownership Keywords: Managerial Ownership, Firm Value, Tobin’s Q 1. PENDAHULUAN Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah tidak berfungsinya mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan secara efektif untuk melindungi kepentingan pemegang saham. Penelitian ADB ini juga menyimpulkan bahwa penyebab lain terjadinya krisis ekonomi tersebut adalah penerapan konsep good corporate governance di Indonesia yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik sehingga menimbulkan rendahnya tingkat profesionalisme pengelola (eksekutif). Rendahnya tingkat profesionalisme ini terjadi pada perusahaan-perusahaan yang belum memisahkan pengelolaan perusahaan dengan kepemilikannya. Keadaan tersebut bertentangan dengan teori keagenan (agency theory) yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (principal) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Namun demikian dalam prakteknya, pemisahan ini tidak berarti tanpa menimbulkan dampak negatif. Berle dan Means (1932) dalam Himmelberg mengemukakan bahwa pengawasan (monitoring) yang rendah terhadap manajer oleh pemegang saham dapat mengakibatkan aset perusahaan digunakan oleh manajer untuk kepentingannya sendiri dan bukan untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham (shareholder value). Perbedaan informasi yang dimiliki oleh manajer dan pemilik (asimetri informasi) seringkali lebih menguntungkan pihak manajer karena mengetahui kegiatan perusahaan sehari-hari secara mendetil. Pemisahan tanpa disertai pengawasan yang baik dapat memberikan keleluasaan bagi pengelola perusahaan untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri melalui pembebanan biaya yang ditanggung oleh pemilik perusahaan. Konflik kepentingan ini yang lebih kenal dengan istilah agency problem dapat terjadi ketika manajer sebuah perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham biasa perusahaan tersebut. Study yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976) juga memperlihatkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan ketika level kepemilikan (ownership) manajer adalah rendah. Mereka menemukan bahwa manajer perusahaan cenderung gagal menjalankan tugasnya untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Hal ini disebabkan karena
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang karena sebagian diantaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya. Selain itu insentif untuk mengkonsumsi dan menambah fasilitas eksekutif (perquities) juga akan berkurang. Berbeda dengan temuan Jensen dan Meckling (1976), Stulz (1988) dalam Chen et al. (2003) mengembangkan sebuah model yang menunjukkan bahwa pada level tinggi dari kepemilikan managerial, manajer cenderung mengamankan (entrenched) pada posisinya yang mengakibatkan hubungan yang bersifat negatif antara kepemilikan managerial dan nilai perusahaan. Didukung oleh penelitian-penelitian terdahulunya yaitu Morck et al. (1988), McConnel dan Servaes (1990) dan Hermalin dan Weisbach (1991), Chen et al. (2003) yang menggunakan Tobin’s q (Q) sebagai proksi dari firm value, menyimpulkan bahwa “alignment of interest” terjadi pada level rendah dari kepemilikan managerial tetapi “entrenchment” terjadi pada level tinggi dari kepemilikan managerial. Demsetz (1983) dan Demsetz dan Lehn (1985) dalam Demsetz dan Villalonga (2001) menemukan hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa tidak ada hubungan antara struktur kepemilikan dan profit perusahaan sebagai proksi firm value. 2. TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA 2.1. Hubungan Keagenan Antara Pemegang Saham dengan Manajemen Manajer memperoleh upah dan insentif lainnya dari perusahaan karena mewakili pemilik perusahaan dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini, seorang manajer adalah seorang agen (agent) yang bertindak atas nama pemegang saham (principal). Hubungan antara principal dan agent ini disebut dengan hubungan keagenan (Rao, 1992:27) Apabila pengambil keputusan (decision maker) bukan seorang pemilik maka keputusan managerial akan dipengaruhi oleh faktor-faktor selain kesejahteraan pemilik perusahaan. Hal ini merupakan asal mula masalah keagenan (agency problem). Masalah keagenan ini tentu tidak diinginkan karena menimbulkan alokasi sumberdaya yang tidak efisien. Ketidakefisiensi ini menyebabkan kesejahteraan pemilik berkurang. Kerugian ini merupakan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan ini merugikan perusahaan karena menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Teori keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa umumnya semua pemegang saham yang termasuk dalam level manajemen memiliki kepentingan tersendiri. Namun, Demsetz dan Villalonga (2001) yang meneliti dua dimensi dari kepemilikan saham yaitu lima pemegang saham terbesar dan kepemilikan managerial, mengemukakan pendapat yang berbeda. Menurut Demsetz dan Villalonga (2001), seorang yang mempunyai posisi sebagai anggota dewan (board member) bisa dikarenakan dia mempunyai atau mewakili seseorang di luar perusahaan yang memiliki saham perusahaan dalam jumlah besar. Anggota dewan seperti ini tidak memiliki kepentingan yang sama seperti para manajer perusahaan. Namun, konflik kepentingan bisa timbul apabila investor di luar perusahaan (outside investor) memiliki kepentingan tersendiri atas perusahaan tersebut. Teori keagenan ini telah menjadi titik tolak pengembangan topik dalam studi ini. Peneliti bermaksud untuk mengetahui bahwa sejauh mana tingkat kepemilikan manajerial akan mempengaruhi nilai perusahaan dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara pemilik dan manajer (pengelola). Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
2
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
2.1. Faktor Endogenitas dalam Kepemilikan Manajerial dan Nilai Perusahaan Ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu kemungkinan disebabkan oleh faktor endogenitas (endogeneity) dari struktur kepemilikan. Demsetz (1983) dan Demsetz dan Lehn (1985) dalam Demsetz dan Villalonga (2001) mengusulkan bahwa struktur kepemilikan merupakan variabel endogen. Faktor endogenitas ini memungkinkan terjadinya hubungan kausalitas (causality) antara struktur kepemilikan dan firm value, sehingga mengakibatkan mispecification model pada penelitian yang tidak mempertimbangkan masalah endogenitas. Pembuktian adanya faktor endogenitas dalam kepemilikan dan nilai perusahaan telah dilakukan dalam beberapa studi. Studi Demsetz dan Lehn (1985), misalnya, meneliti struktur kepemilikan yang berkaitan dengan aspek perusahaan dan lingkungannya. Mereka menganggap struktur kepemilikan sebagai variabel endogen yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Namun dalam studinya, two stage least square (2SLS) menunjukkan struktur kepemilikan tidak mampu menjelaskan variasi kinerja perusahaan tetapi sebaliknya kinerja mempengaruhi struktur kepemilikan. Studi Demsetz dan Lehn ini diperkuat oleh kesimpulan Kole (1994) dalam Cho (1998) yang menunjukkan bahwa nilai perusahaan mempengaruhi struktur kepemilikan daripada dipengaruhi oleh struktur kepemilikan. Secara khusus temuan Kole (1994) mengindikasikan bahwa manajer menyukai kompensasi berupa saham ketika mereka mengetahui kinerja perusahaan di masa mendatang baik. Sekalipun demikian studi Morck et al. (1988) dalam Demsetz dan Villaonga (2001) tidak mengganggap struktur kepemilikan sebagai faktor endogen, namun hasil analisis Morck et al. menunjukkan bukti pengaruh signifikan struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan. Dalam tulisan ini, kami mempelajari hubungan antara struktur kepemilikan saham dan nilai perusahaan didasari pada hipotesis alignment of interest dan hipotesis entrenchment. Hipotesis alignment of interest yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam Chen et al. (2003) menyatakan bahwa tindakan dan keputusan yang dibuat bersifat non-value maximizing timbul ketika manajer memiliki saham perusahaan dalam jumlah yang sangat sedikit. Ketika jumlah kepemilikan saham manajer meningkat, manajer memiliki kepentingan (interest) sehingga tindakan manajer lebih bersifat value maximizing. Tindakan ini menyebabkan peningkatan nilai perusahaan. Hipotesis entrenchment yang dikemukakan oleh Stulz (1980) dalam Chen et al. (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial yang semakin tinggi akan menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Manajer yang memiliki jumlah saham yang besar akan cenderung entrench pada posisinya. Akibatnya keputusan yang diambil bersifat non-value maximizing sehingga nilai perusahaan menurun. 3. DATA DAN METODOLOGI Studi ini merupakan replikasi dari studi yang dilakukan oleh Chen et al (2003). Berbeda dengan yang dilakukan oleh Chen dan kawan-kawan dimana dalam penelitiannya menggunakan data perusahaan dari 123 perusahaan di Jepang dari 1987 sampai dengan 1995, maka studi ini dilakukan pada 48 perusahaan publik di Indonesia yang memiliki data kepemilikan manajerial 3 tahun sejak 1998 sampai dengan 2003. Keterbatasan sampel disebabkan oleh perusahaan yang dipilih adalah harus memiliki data yang diperlukan dalam studi ini untuk selama 1998 – 2003 yang meliputi: harga penutupan saham tahunan, struktur kepemilikan saham, jumlah saham yang beredar, total asset perusahaan, dividend yield, total utang, laba bersih, dan return saham Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
3
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 perusahaan yang listing di BEJ. Setelah data yang terkumpul tersebut diolah, maka dapat diperlihatkan hasil statistik deskriptif seperti yang terlihat pada Tabel 1. TABEL 1 DISINI Tobin’s q (Q) memiliki nilai rata-rata sebesar 1,168 dan standar deviasi sebesar 0,632. Nilai rata-rata Q selama periode pengamatan menunjukkan angka lebih dari satu. Angka lebih dari satu ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang diteliti mempunyai nilai (value) yang lebih tinggi dibandingkan nilai aktiva (overvalued). Nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan perusahaan memiliki kesempatan investasi yang baik, kesempatan untuk bertumbuh dan kinerja manajemen yang baik. Kepemilikan manajerial (OWN) perusahaan yang diteliti cukup rendah. Rata-rata kepemilikan manajerial pada perusahaan di Indonesia sebesar 6,45% dan standar deviasi sebesar 8,09% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepemilikan manajerial pada perusahaan Jepang hanya sebesar 2,01% (Chen et al., 2003). Kepemilikan institusional (INST) memiliki nilai rata-rata 59,29% dan standar deviasi sebesar 18,24%. Tingginya kepemilikan intitusional berarti kepemilikan saham perusahaan Indonesia terpusat pada institusional atau perusahaan tertentu yang berperan sebagai fungsi pengawasan eksternal (external monitoring). Total asset (TA) memiliki nilai rata-rata 1,153,051 juta rupiah dan standar deviasi sebesar 502,798 juta rupiah. Total asset merupakan jumlah investasi yang dilakukan perusahaan dalam bentuk aktiva untuk menghasilkan profit bagi perusahaan. ROA memiliki nilai rata-rata sebesar 10,79% dan standar deviasi sebesar 1,16%. Angka tersebut berarti return yang diperoleh tidak sebanding dengan asset yang diinvestasikan oleh perusahaan. Rendahnya nilai ROA kemungkinan disebabkan oleh krisis ekonomi yang telah menurunkan kinerja perusahaan Indonesia secara drastis. Leverage memiliki nilai rata-rata yang tertinggi yaitu sebesar 85,19% dan standar deviasi sebesar 67,10%. Ini berarti selama periode pengamatan, sebagian besar modal perusahaan berasal dari utang. Jumlah utang yang tinggi ini disebabkan oleh depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika sehingga nilai utang perusahaan mengalami pembengkakkan. Dividend yield (Dyield) memiliki rata-rata 1,59% dan standar deviasi sebesar 5,88%. Rendahnya nilai dividen mengindikasikan bahwa perusahaan tidak banyak membayar dividen kepada pemegang saham. Market value of equity (MVE) merupakan nilai pasar saham biasa yang diperjualbelikan di bursa efek. MVE memiliki rata-rata 750,734 juta rupiah dan standar deviasi sebesar 3,415,847 juta rupiah. Sedangkan standar deviasi return saham merupakan ukuran risiko perusahaan, memiliki rata-rata sebesar 6,13% dan standar deviasi sebesar 5,88%. 3.1. Model Empiris Model empiris yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian Chen et al. (2003). Chen et al. (2003) menguji hipotesis alignment of interest yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan hipotesis entrenchment effect yang dikemukakan oleh Stulz (1988). Kedua hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan model panel data yaitu untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. Sementara itu two stage least square (2SLS) digunakan untuk menguji pengaruh simultan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan apabila kepemilikan manajerial merupakan variabel endogen.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
4
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 3.1.1. Model empiris panel data Model empiris panel data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Qit = α + β 0 (OWN it ) + β 1 (OWN 2 it ) + λ0 (TAit ) + λ1 ( ROAit ) + λ 2 ( LEVit ) + λ 3 ( Dyield it ) + λ 4 ( INSTit ) + ∑ δ j ( Dyeart ) + ∑ ϕ j ( Dyeart )(OWN ) + ∑ η j ( Dyeart )(OWN 2) + υit
(1)
Dimana: Dyear
= Variabel dummy tahunan. Dyear bernilai 1 untuk tahun 2000, 2001, 2002, dan 2003. Dyear bernilai 0 untuk tahun 1998 dan 1999
(Dyear)(OWN) = Produk dummy tahunan dengan kepemilikan manajerial rendah (Dyear)(OWN2) = Produk dummy tahunan dengan kepemilikan manajerial tinggi υit
= Random error term
3.1.2. Model empiris Two Stage Least Square (2SLS) Model empiris untuk persamaan simultan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Qit = α + β 0 (OWN it ) + β 1 (OWN 2 it ) + λ0 (TAit ) + λ1 ( ROAit ) + λ 2 ( LEVit ) + λ 3 ( Dyield it ) + λ 4 ( INSTit ) + µ it OWN it = α + β 0 (Qit ) + λ 0 ( MVE it ) + λ 1( LEV it ) + λ 2 ( STD it ) + λ 3 ( Dyield it ) + τ it
(2)
dimana: τ = Random error term 4. HASIL EMPIRIS Analisis panel data yang menggunakan model none intercept dan model fixed effects menunjukkan hasil yang berbeda. Pada pengujian none intercept ditemukan hubungan yang bersifat inverted U antara variabel kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan. Hubungan ini mengindikasikan efek interest alignment pada kepemilikan manajerial rendah dan efek entrenchment pada kepemilikan manajerial tinggi. Namun, hasil pengujian model fixed effects tidak mendukung hasil none intercept. Pada model fixed effects tidak ditemukan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. 4.1. Analisis Model Non Intercept Model none intercept digunakan untuk menguji persamaan (1) dimana α (konstanta) perusahaan dianggap konstan antar perusahaan. Pengujian model none intercept disajikan dalam Tabel 2.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
5
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 TABEL 2 DISINI Model 1 hanya memasukkan variabel kepemilikan manajerial (OWN) sebagai variabel independen. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan pada level 1% terhadap Q. Hasil ini menunjukkan efek interest alignment terjadi pada kepemilikan rendah. Efek interest alignment mengindikasikan peningkatan kepemilikan manajerial menyebabkan peningkatan nilai perusahaan. Model 2 memasukkan kepemilikan manajerial rendah (OWN) dan kepemilikan manajerial tinggi (OWN2) sebagai variabel independen. Model 2 digunakan untuk menguji interest alignment effect dan entrechment effect. Koefisien OWN masih mempunyai nilai positif dan signifikan pada level 1% sedangkan OWN2 mempunyai koefisien negatif dan signifikan pada level 1%. Hasil ini menunjukkan hubungan yang bersifat inverted U. Hubungan ini berarti ketika kepemilikan rendah, peningkatan jumlah kepemilikan manajerial menyebabkan peningkatan nilai perusahaan (interest alignment effect). Sedangkan ketika kepemilikan tinggi, peningkatan jumlah kepemilikan manajerial mengakibatkan penurunan firm value (entrechment effect). Model 3 menguji variabel kepemilikan manajerial pada level rendah dan variabel karakteristik perusahaan (firm characteristics) terhadap Q. Pada model 4 memasukkan variabel OWN, OWN2 dan variabel karakteristik perusahaan. Pada model 3, variabel OWN masih berpengaruh positif dan signifikan pada level 1%, yang berarti alignment of interest timbul ketika jumlah kepemilikan saham meningkat. Pada model 4, variabel OWN masih memiliki koefisien positif dan signifikan dan variabel OWN2 juga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Q. Pada model 4, variabel karakteristik perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap firm value kecuali variabel kepemilikan institusional (INST). Total asset (TA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Q. Temuan ini berbeda dengan penelitian Chen et al. (2003), yang menemukan pengaruh negatif total asset terhadap Q. Pengaruh positif ini mengindikasikan peningkatan nilai perusahaan seiring dengan peningkatan ukuran perusahaan. Ini berarti perusahaan mampu mengelola assetnya secara efektif sehingga mampu menghasilkan profit yang akhirnya meningkatkan nilai perusahaan. Return on Asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Q. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi profit perusahaan maka nilai perusahaan juga semakin tinggi. Pengaruh leverage (LEV) berbeda dengan penelitian Chen et al. (2003) dan Demsetz dan Villalonga (2001). Pengaruh positif ini berarti leverage menyebabkan peningkatan nilai perusahaan (value enchancing). Pengaruh ini disebabkan oleh penggunaan aktiva perusahaan yang sebagian besar dibiayai dengan utang secara efektif. Penggunaan secara efektif ini akan menghasilkan profit yang akhirnya berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Dividend yield (Dyield) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Q. Pengaruh positif ini mengindikasikan bahwa pembagian dividen merupakan sinyal peningkatan nilai perusahaan. Variabel kepemilikan institusional (INST) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan. Hal ini berarti pemilik institusional tidak melakukan fungsinya sebagai external monitoring. Apabila fungsi external monitoring yang dilakukan institusional berjalan secara efektif, maka nilai perusahaan akan meningkat (Chen et al., 2003) . Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
6
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Pada model 5 dimasukkan variabel dummy tahunan dan produknya dengan managerial ownership (OWN dan OWN2). Chen et al. (2003) mengemukakan bahwa penggunaan variabel dummy tahunan sangat penting jika terdapat perubahan struktural antar waktu dalam model panel data . Peneliti mengidentifikasi perubahan struktural ini berupa pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis tahun 1997 dan maraknya penerapan corporate governance pada perusahaan-perusahaan di Indonesia (Muhammad, 1999). Pemulihan ekonomi Indonesia ini dapat diamati dari peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 0,8% pada tahun 1999 menjadi 4,9% pada tahun 2000, dan selanjutnya 4,1% pada tahun 2003 (Pikiran rakyat, 2004). Indikator lain seperti nilai tukar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan indikator makro lainnya juga mengalami perbaikan setelah tahun 2000. Setelah mengontrol perubahan struktural antar waktu, pengaruh variabel OWN dan OWN tetap konsisten dengan pengujian pada model sebelumnya. Namun, variabel total asset (TA) dan dividend yield (Dyield) tidak lagi berpengaruh secara signifikan terhadap Q. Hasil ini berarti variabel yang terabaikan (omitted variables) bisa mempengaruhi fungsi persamaan regresi pada model yang diuji. Variabel yearly dummy berpengaruh positif dan signifikan, yang mengindikasikan bahwa perubahan struktural antar waktu memiliki pengaruh terhadap Q. 2
Dari analisis panel data dengan menggunakan model none intercept dapat disimpulkan bahwa hubungan nilai perusahaan (Q) dan kepemilikan manajerial (OWN) adalah inverted U , Hubungan inverted U berarti pada kepemilikan manajerial rendah, peningkatan jumlah kepemilikan saham mengakibatkan peningkatan nilai perusahaan (interest of alignment effect) sedangkan pada kepemilikan manajerial tinggi, peningkatan jumlah kepemilikan saham mengakibatkan penurunan nilai perusahaan (entrenchment effect). Hubungan ini tetap konsisten baik pada model yang mengontrol maupun model yang tidak mengontrol karakteristik perusahaan dan variabel dummy tahunan Temuan ini berbeda dengan Chen et. al (2003), dimana hubungan antara Q dan OWN berupa U-shaped, yang berarti entrenchment effect pada kepemilikan manajerial rendah dan interest alignment effect pada kepemilikan manajerial tinggi. hubungan positif curvilinear antara Q dengan OWN (interest alignment effect) ditemukan pada model yang mengontrol perubahan struktural. 4.2. Analisis Model Firm Fixed Effects Hasil analisis panel data dengan menggunakan model none intercept menunjukkan hubungan variabel OWN dengan Q yang konsisten. Hubungan yang konsisten ini ditemukan baik pada spesifikasi model yang memasukkan karakteristik perusahaan maupun model yang mengontrol perubahan struktural antar waktu. Namun, hasil regresi tersebut bisa menjadi bias karena kehadiran heterogenitas perusahaan yang tidak terobservasi (unobserved heterogeneity). Variabel yang tidak terobservasi ini kemungkinan berkorelasi dengan variabel kepemilikan manajerial dan hasil regresi menjadi bias. Salah satu cara untuk mengatasi bias estimasi ini adalah dengan menggunakan model firm fixed effects (Chen et al., 2003). Model firm fixed effects menyatakan bahwa kehadiran heterogenitas yang tidak terobservasi (unobserved heterogeneity) bisa menyebabkan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan menjadi bias. Himmelberg et al. (1999) memberikan contoh unobserved heterogeneity antara lain perbedaan derajat kekuatan pasar dan aset tak berwujud (intagible assets). Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
7
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Model fixed effects mengasumsikan variasi antar perusahaan dan unobserved heterogeneity konstan antar waktu (Himmelberg, 1999). Hasil pengujian persamaan (1) dengan αi menggunakan model fixed effects disajikan pada Tabel 3. Model 1 pada Tabel 3. menguji pengaruh variabel OWN terhadap Q. Variabel OWN masih memiliki koefisien positif dan signifikan pada level 5%. Nilai adjusted R2 naik menjadi 36,47%. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai adjusted R2 pada model none intercept, yaitu 0,43% pada model 5. Adjusted R2 pada hasil pengujian dengan fixed effects hampir sama yaitu 36%. Ini berarti variabel tidak terobservasi menjelaskan sekitar 36% dari total variasi pada Q. Pengaruh positif dan signifikan variabel OWN mengindikasikan interest alignment effect. Model 2 menguji pengaruh variabel OWN dan INST terhadap Q. Variabel OWN berpengaruh positif dan signifikan yang mengindikasikan interest alignment effect sedangkan kepemilikan institusional (INST) berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan. Pengaruh variabel INST ini konsisten dengan hasil uji model none intercept. TABEL 3 DISINI Model 3 menguji pengaruh variabel OWN dan OWN2 terhadap Q. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel OWN berpengaruh positif dan variabel OWN2 berpengaruh negatifdan tidak signifikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan ketika spesifikasi model mengontrol unobserved heterogeneity perusahaan. Variabel INST pada model 4 memiliki hasil yang konsisten dengan model 2. Model 5 menguji variabel OWN, OWN2, INST dan variabel karakteristik perusahaan yang terobservasi terhadap Q. Pengaruh variabel OWN, OWN2, dan INST konsisten dengan model 4. Variabel karakteristik perusahaan hanya memberikan kontribusi sebesar 6% terhadap peningkatan nilai R2. Hampir semua variabel karakteristik perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap Q kecuali ROA. ROA berpengaruh positif dan signifikan pada level 1%. LEV berpengaruh positif dan signifikan pada level 1%. Pengaruh signifikan ROA dan LEV ini konsisten dengan model 5 pada pengujian model none intercept. Menurut Chen et al. (2003), efek dari firm fixed effects sangat kuat Akibatnya sebagian besar pengaruh variabel karakteristik perusahaan menjadi tidak signifikan terhadap Q. Model fixed effects menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan model none intercept yang dapat dilihat pada Tabel 3. Model none intercept menunjukkan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan bersifat interest alignment effect pada kepemilikan rendah dan entrenchment effect pada kepemilikan tinggi. Namun, pengaruh tersebut tidak ditemukan dalam spesifikasi model yang mengontrol unobserved firm heterogeneity. Pengaruh positif dan signifikan variabel OWN hanya ditemukan pada model 1 dan 2 dari fixed effect. Pengaruh kepemilikan manajerial menjadi tidak signifikan ketika model yang diuji mengontrol karakteristik perusahaan terobservasi dan unobserved firm heterogeneity seperti yang ditunjukkan pada model 5. Temuan ini berbeda dengan pengujian yang dilakukan oleh Chen et al. (2003) pada perusahaan di Jepang. Chen et al. (2003) menemukan pengaruh OWN dan Q berubah menjadi linear ketika firm fixed effects dimasukkan dalam pengujian. Hasil pengujian fixed effects ini Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
8
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 sama dengan hasil penelitian Himmelberg et al. (1999) pada perusahaan Amerika Serikat. Himmelberg et al. (1999) juga menemukan pengaruh tidak signifikan kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan pada model firm fixed effects. Hasil pengujian fixed effects ini sesuai dengan argumen Zhou (2001). Zhou (2001) mengkritik penggunaan firm fixed effects oleh Himmelberg et al. (1999) untuk mengkaji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahan. Menurut Zhou (2001), pengaruh signifikan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan sulit diperoleh melalui penggunaan fixed effects. Penyebabnya karena kepemilikan manajerial bervariasi antar perusahaan dan berubah sedikit demi sedikit antar waktu dalam satu perusahaan. Perubahan kepemilikan yang kecil dalam satu tahun tidak mencerminkan perubahan insentif yang bisa mempengaruhi kinerja dalam tahun itu. Seandainya terjadi perubahan kepemilikan saham dalam jumlah besar antar waktu, efeknya hanya dapat dilihat pada hasil analisis secara cross sectional. Karena firm fixed effects menghilangkan semua variasi cross sectional, maka analisis tidak menunjukkan adanya pengaruh insentif kepemilikan saham terhadap kinerja perusahaan. Dalam model fixed effects, faktor-faktor yang tidak terobservasi dianggap konstan antar waktu. Mengontrol karakteristik perusahaan yang terobservasi sama dengan mengasumsikan tidak ada perubahan antar waktu dalam lingkungan kontraktual (contractual environment) perusahaan. Menurut Zhou (2001), asumsi tersebut mengandung kerancuan karena tidak mungkin ada perubahan insentif manajerial tanpa adanya perubahan lingkungan kontraktual. 4.3. Analisis Hasil Two Stage Least Square (2SLS) Pada bagian di atas telah disebutkan bahwa variabel kepemilikan manajerial dapat bersifat endogen. Apabila memasukkan variabel endogen dari kepemilikan manajerial pada persamaan Q sebagai variabel sisi kanan persamaan, maka akan menghasilkan bias secara simultan (simultaneity bias) dan estimasi OLS menjadi tidak konsisten. Model persamaan simultan dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat isu endogenitas ini. Metode two stage least square (2SLS) digunakan untuk mengestimasi persamaan (1) dan persamaan (2) sebagai sebuah sistem persamaan simultan. Berdasarkan hasil analisis 2SLS, dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan (Q) dan kepemilikan manajerial adalah jointly endogenous. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang mengindikasikan interest alignment effect. Sebaliknya nilai perusahaan yang semakin tinggi menjadi dorongan bagi manajer untuk memperoleh kepemilikan manajerial yang semakin besar. Hasil analisis 2SLS disajikan pada Tabel 4. Pada kolom pertama (persamaan Q), variabel OWN berpengaruh positif dan signifikan pada level 1% dan variabel OWN2 berpengaruh negatif dan signifikan pada level 1%. Hasil ini menunjukkan hubungan yang bersifat inverted U. Ini berarti pada kepemilikan rendah, peningkatan jumlah kepemilikan manajerial akan meningkatkan nilai perusahaan (interest alignment effect) sedangkan ketika kepemilikan manajer semakin tinggi, maka peningkatan jumlah kepemilikan akan menyebabkan penurunan nilai perusahaan (entrenchment effect). Hasil ini juga menunjukkan bahwa Q akan mengalami peningkatan sebesar 0.0755 untuk setiap 1% kenaikan kepemilikan manajerial. Namun, pada level kepemilikan manajerial yang tinggi, Q akan mengalami penurunan sebesar 0.2 untuk setiap 1% peningkatan pada kepemilikan manajerial. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
9
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 TABEL 4 DISINI Variabel karakteristik perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap Q kecuali kepemilikan institusional. Total asset (TA) dan return on asset (ROA), berpengaruh positif dan signifikan pada level 5%.Leverage (LEV) dan dividend yield (Dyield) berpengaruh positif dan signifikan pada level 1%. Pengaruh kepemilikan institusional konsisten dengan hasil panel data. Pengaruh tidak signifikan kepemilikan institusional, mengindikasikan bahwa kehadiran pemilik institusional bukan sebagai external monitoring terhadap manajemen. Pengaruh signifikan kepemilikan manajerial dan karakteristik perusahaan yang terobservasi terhadap nilai perusahaan (Q) memperkuat dugaan bias estimasi penggunaan fixed effects seperti yang dikemukakan oleh Zhou (2001). Hasil fixed effects menunjukkan pengaruh kepemilikan manajerial yang tidak signifikan. Namun, 2SLS menghasilkan estimasi yang konsisten dengan pengujian model none intercept sekaligus membuktikan hipotesis interest alignment effect dan entrenchment effect. Kolom dua pada Tabel 4 merupakan hasil regresi persamaan kepemilikan manajerial (OWN). Variabel Q berpengaruh positif dan signifikan pada level 1%. Hasil ini sama dengan penelitian Cho (1998) dan Chen et al. (2003). Pengaruh signifikan ini mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan yang semakin tinggi menjadi dorongan bagi manajer untuk memiliki kepemilikan yang lebih besar atas saham perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan merupakan suatu signal pertumbuhan perusahaan sehingga manajer tertarik untuk memperoleh kepemilikan yang lebih tinggi. Perbedaan informasi yang dimiliki insider dengan pelaku pasar atas kinerja perusahaan membuat manajemen mengubah persentase kepemilikan saham sesuai dengan kinerja mendatang. Namun, perlu diketahui bahwa ketika jumlah kepemilikan saham oleh manajemen semakin tinggi, maka manajer akan cenderung bersikap entrench sehingga nilai perusahaan menurun, seperti yang ditunjukkan oleh hasil analisis persamaan Q. Variabel leverage (LEV) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial. Pengaruh ini berarti semakin tinggi leverage perusahaan maka kepemilikan manajerial akan semakin rendah. Tingkat leverage mencerminkan kemungkinan monitoring yang dilakukan oleh kreditor terhadap manajemen. Monitoring yang dilakukan oleh kreditor ini akan mengecilkan keinginan manajemen untuk meningkatkan kepemilikan saham (Chen et al., 2003). Variabel dividend yield (Dyield) tidak berpengaruh signifikan terhadap kepemilikan manajerial. Diduga pengaruh yang tidak signifikan ini disebabkan sebagian besar perusahaan yang diteliti tidak membagi dividen kepada pemegang saham setelah krisis ekonomi 1997. Market value saham biasa (MVE) dan risiko perusahaan (STD) tidak berpengaruh signifikan terhadap kepemilikan manajerial. Hasil ini berbeda dengan temuan Chen et al. (2003) dimana market value berpengaruh signifikan terhadap kepemilikan manajerial. Pengaruh tidak signifikan risiko perusahaan ini konsisten dengan Chen at al. (2003). Ini berarti peningkatan atau penurunan kepemilikan manajerial pada perusahaan Indonesia tidak tergantung pada kapitalisasi saham biasa di pasar dan risiko perusahaan. 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang diambil pada penelitian ini didasari pada analisis panel data dan analisis 2SLS. Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa analsis panel data yang Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
10
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 digunakan dalam penelitian ini terdiri dari model none intercept dan model fixed effects. Model fixed effects mengandung berbagai kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Zhou (2001). Kelemahan-kelemahan tersebut menyebabkan hasil analisis fixed effects menjadi bias. Oleh karena itu, kesimpulan dari analisis panel data diambil dari hasil model none intercept. Dari hasil analisis panel data model none intercept tersebut diperoleh disimpulkan sebagai berikut: 1. Analisis model none intercept dan 2SLS menunjukkan kepemilikan manajerial rendah berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 2. Analisis model none intercept dan 2SLS menunjukkan kepemilikan manajerial tinggi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 3. Analisis model none intercept menunjukkan ukuran perusahaan (total asset) dan dividend yield tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Namun, analisis 2SLS menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, leverage, dan dividend yield berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 4. Analisis model none intercept dan 2SLS menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signfikan terhadap nilai perusahaan. 5. Analisis 2SLS menunjukkan bahwa nilai perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial. 6. Analisis 2SLS menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial. Market value dan risiko perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepemilikan manajerial. 7. Analisis 2SLS dividend yield tidak berpengaruh signifikan terhadap kepemilikan manajerial.
REFERENSI Chen, C.R., Guo, W., Mande, V., 2003, Managerial Ownership and Firm Valuation: Evidence From Japanese Firms, Pacific-Basin Finance Journal 11, 267 – 283 Cho, M.H., 1998, Ownership Structure, Investment, and The Corporate Value: An Empirical Analysis, Journal of Financial Economics 47, 103 – 121 Davies, J. R., Hiller, D. McColgan, P., 2002, Ownership Structure, Managerial Behavior and Corporate Value, University of Strethelyde Working Paper Demsetz, H., Villalonga, B., 2001, Ownership Structure and Corporate Performance, Journal of Corporate Finance 7, 209 – 233 Himmelber, C.P., Hubbard, R.G., Palia, D., 1999, Understanding The Determinants of Managerial Onwership and The Link Between Onwership and Performance, Journal of Financial Economics, 53, 353 – 384 Jensen, M., Meckling, W., 1976, Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure, Journal of Financial Economics 3, 305 – 360 Morck, R., Shleifer, A., Vishny, R. W., 1988, Management Ownership and Market Valuation: An Empirical Analysis, Journal of Financial Economics 20, 293 – 315 Rao, R. K. S., 1992, Financial Management Concept and Application, Second Edition, MacMillan Publishing Company, Singapore Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
11
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Zhou, X., 2001, Understanding The Determinants Of Managerial Ownership and The Link Between Onwership and Performance: Comment, Journal of Financial Economics 62, 559 – 571
Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel
Mean
Median
Std. Dev.
Jarque-Bera
Prob.
1.1681
0.986
0.6325
593.699
0.0000
0.0645
0.0363
0.0809
228.439
0.0000
OWN
0.0107
0.0013
0.0233
3799.621
0.0000
TA
1,153,051
502,798
2,030,876
10296.41
0.0000
ROA
0.1079
0.0116
0.3790
82747.86
0.0000
LEV
0.8519
0.7273
0.6710
1704.073
0.0000
DYIELD
0.0159
0.0000
0.0604
160394.1
0.0000
INST
0.5929
0.6373
0.1824
69.6889
0.0000
MVE
750,734
97,710
3,415,847
32798.14
0.0000
STD
0.0613
0.0540
0.0588
71160.11
0.0000
Q OWN 2
2
Q = Tobin’s Q, OWN = kepemilikan manajerial, OWN = kuadrat dari kepemilikan manajerial, TA = total asset dalam juta rupiah, MVE = market value saham biasa dalam juta rupiah, ROA = return on asset, LEV = leverage, DYIELD = dividend yield, INST = kepemilikan institusional, STD = deviasi standar dari stock return
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
12
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
Tabel 2. Hasil Uji Model None Intercept
Variabel OWN
Model 1
Model 2
Model 3
Model 4
Model 5
6.8785
18.0736
2.5981
7.3455
9.8734
(0.0000)*
(0.0000)*
(0.0000)*
(0.0000)*
(0.0000)*
-48.9657
-19.298
-24.3929
(0.0000)*
(0.0000)*
(0.0000)*
6.45E-14
5.16E-14
2.89E-14
(0.0006)*
(0.0022)*
(0.1115)
0.3298
0.2146
0.2146
(0.0024)*
(0.0345)** (0.0345)**
0.8449
0.7860
0.6220
(0.0000)*
(0.0000)*
(0.0000)*
1.6200
1.4583
0.7975
OWN2
TA
ROA
LEV
Dyield
(0.0138)** (0.0219)** (0.1978)
INST
0.0069
0.0038
0.00023
(0.4419)
(0.6649)
(0.9786)
Dyear
Yes
(Dyear) (OWN)
Yes
(Dyear) (OWN2)
Yes
R
-2.1539
-1.5616
-0.1457
-0.0660
0.0356
Adjusted R2
-2.1539
-1.5705
-0.1660
-0.0888
0.0043
2
* Signifikan pada level 1%, ** Signifikan pada level 5%
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
13
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
Tabel 3. Hasil Uji Model Fixed Effects
Variabel OWN
Model 1
Model 2
Model 3
Model 4
Model 5
2.1424
2.1437
3.2548
3.2634
2.5738
(0.0183)**
(0.0186)**
(0.0685)
(0.0689)
(0.1320)
-3.8555
-3.8771
-2.2023
(0.4689)
(0.4679)
(0.6639)
-0.00033
-0.00059
-0.00019
(0.9648)
(0.9358)
(0.9782)
2
OWN
INST
3.52E-14
TA
(0.4407) 0.2153
ROA
(0.0076)* 0.4848
LEV
(0.0000)* -0.2510
Dyield
(0.6525) R2 2
Adjusted R
0.4709
0.4709
0.4721
0.4722
0.5358
0.3647
0.3621
0.3634
0.3608
0.4282
* Signifikan pada level 1%, ** Signifikan pada level 5%
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
14
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
Tabel 4. Hasil Uji 2SLS Variabel
Persamaan Q
Persamaan OWN 0.0561 (0.0000)*
Q OWN
7.5564 (0.0000)*
OWN
-20.9404 (0.0001)*
TA
4.2E-14 (0.0392)**
ROA
0.5780 (0.0131)**
LEV
0.7842 (0.0000)*
-0.0212 (0.0302)**
Dyield
4.2873 (0.0003)*
-0.2074 (0.1738)
INST
0.0183 (0.3808)
2
MVE
-1.33E-15 (0.3994)
STD
0.1619 (0.0974)
* Signifikan pada level 1%, ** Signifikan pada level 5%
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
15
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 CURRICULUM VITAE Nama Institusi e-mail Telp/Fax Pendidikan Tinggi
: Herry : Universitas Kristen Duta Wacana :
[email protected] : 0813 2832 1708 : S1: Universitas Kristen Duta Wacana, Jogjakarta
Karya Ilmiah 2 tahun terakhir: 2005 Teori Keagenan, Kepemilikan Manajerial, dan Nilai Perusahaan: Bukti Empiris Pada Perusahaan Publik di Indonesia 2004 Pengaruh Rasio Keuangan dan Leverage Terhadap Risiko Sistematis Saham di Bursa Efek Jakarta Nama Institusi e-mail Telp/Fax Pendidikan Tinggi
: Hamin : Universitas Kristen Duta Wacana :
[email protected] : 0274-563929/513235 : S1: Universitas Atma Jaya, Jogjakarta S2: Western Michigan University, Kalamazoo, MI S3: Macquarie Graduate School of Management, Sydney
Karya Ilmiah 2 tahun terakhir:
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
16