Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara
TIMUN EMAS
Si Manan dan Si Beku
Nyai Dasima
Pengalaman I Kodok
Asal Usul Rawa Pening Dongeng Kera Sakti
Buaya Perompak Dongeng Durbet Asal Mula Bukit Demulih
Nyi Loro Kidul Leny M.
Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara
TIMUN EMAS Penulis: Leny M. Editor: Estu Sri Luhur Tata Letak: Vikri Firdaus Ilustrator: Tim Artistik Desain Sampul: Tim Artistik Hak Cipta © 2008 pada penulis Hak Penerbitan pada Penerbit Azka Press Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Tidak diperkenankan memperbanyak isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Penerbit Azka Press.
Daftar Isi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Timun Emas ....................................................................................... Si Manan dan Si Beku ...................................................................... Nyai Dasima ....................................................................................... Pengalaman I Kodok ......................................................................... Asal-Usul Rawa Pening ..................................................................... Dongeng Kera Sakti ........................................................................... Buaya Perompak ................................................................................ Dongeng Durbet ................................................................................. Asal Mula Bukit Demulih ................................................................... Nyi Loro Kidul ....................................................................................
1 6 11 21 25 31 35 38 42 46
iii
iv
1
Cerita Rakyat Jawa Tengah
Timun Emas
Di sebuah desa, hiduplah sepasang petani tua. Dia adalah Mbok Sirni dan suaminya. Sudah lama sekali mereka mendambakan hadirnya seorang anak. Akan tetapi, hingga setua itu, Mbok Sirni dan suaminya belum juga dikaruniai anak. Mereka lalu berdoa agar segera dapat menimang anak. Ketika itu, seorang raksasa mendengar doa tersebut. Ia pun mendatangi mereka. “Hai, apakah kalian benar-benar ingin memiliki seorang anak? Jika kalian menginginkannya, aku akan bantu. Tapi, ada satu syarat yang harus kalian penuhi. Jika anak kalian sudah berumur enam tahun, kalian harus memberikan anak itu kembali kepadaku untuk aku makan!” ucap Si Raksasa dengan suaranya yang besar. Karena keinginan yang sangat mendalam untuk mendapatkan seorang anak, pasangan itu akhirnya menyetujui persyaratan Si Raksasa. Setelah itu, Si Raksasa memberikan biji timun untuk ditanam dan dirawat sampai berbuah. “Untuk apa Si Raksasa itu memberikan biji timun ini, ya Pak? Apa ini bisa membuat kita memiliki seorang anak?” tanya Mbok Sirni pada suaminya. “Aku juga tidak mengerti. Lebih baik, kita ikuti saja petunjuk Si Raksasa itu,” jawab suami Mbok Sirni. Kemudian, mereka mengikuti petunjuk Si Raksasa. Biji timun yang diberikan oleh Si Raksasa ditanam dan dirawatnya dengan baik. Setelah dua minggu, tanaman timun sudah mulai berbuah. Di antara buah timun yang ada, terdapat satu buah timun yang ukurannya sangat besar dan berwarna keemasan. Ketika buah yang paling besar itu semakin besar dan tampak masak, Mbok Sirni dan suaminya memetik timun tersebut. Mereka membelah timun itu dengan hati-hati. Betapa kagetnya pasangan itu melihat seorang bayi perempuan
1
yang mungil dan lucu ada di dalam buah tersebut. Mereka sangat bahagia dan bersyukur karena penantian untuk mendapatkan seorang anak akhirnya terwujud. Bayi kecil itu diberi nama Timun Emas. Mbok Sirni dan suaminya sangat bahagia melihat Timun Emas tumbuh sehat menjadi gadis yang cantik. Mereka sangat menyayangi Timun Emas. Suatu hari, sang Raksasa datang menagih janji Mbok Sirni dan suaminya untuk menyerahkan kembali anak mereka. Mbok Sirni dan suaminya tidak rela kehilangan anaknya. Mereka pun berusaha mengulur janjinya agar Si Raksasa datang dua tahun lagi. “Maaf, Tuan Raksasa! Bukan kami hendak mengingkari janji, tapi Timun Emas masih sangat kecil dan tidak enak untuk dimakan. Tunggulah dua tahun lagi, ia akan semakin besar dan enak untuk dimakan,” Mbok Sirni beralasan. Si Raksasa itu pun mengikuti keinginan Mbok Sirni. Ia berkata, “Kau benar. Semakin besar Timun Emas, semakin enak untuk dimakan. Ha... ha... ha....” Hari demi hari berlalu, waktu yang dijanjikan semakin dekat. Mbok Sirni dan suaminya semakin tidak rela melepas Timun Emas. Mereka gelisah jika suatu hari Si Raksasa akan datang kembali untuk mengambil anak kesayangannya. Suatu malam, Mbok Sirni bermimpi. Dalam mimpi itu ia harus menemui pertapa di Gunung Gundul agar anaknya selamat. Ia pun memberitahukan mimpinya itu kepada suaminya. “Coba kita cari saja pertapa itu di Gunung Gundul, Bu. Siapa tahu ini adalah petunjuk dari Dewata,” ucap suaminya. Mereka pun berangkat ke Gunung Gundul. Benar saja, di sana ada seorang pertapa yang sangat sakti. Pertapa itu memberi Mbok Sirni dan suaminya empat bungkusan kecil yang berisi biji timun, jarum, garam, dan terasi sebagai penangkal. Setibanya mereka di rumah, Mbok Sirni memanggil Timun Emas. Mbok Sirni dan suaminya memberikan empat bungkusan kecil itu kepada Timun Emas sambil memberikan nasihat dan menyuruh Timun Emas untuk berdoa. “Anakku, jika suatu hari Si Raksasa datang dan hendak menangkapmu, larilah engkau sekencang mungkin. Jangan lupa kau taburkan isi dari empat kantong ini satu per satu untuk melindungimu dari kejaran raksasa,” nasihat Mbok Sirni dan suaminya. Hari yang dijanjikan datang juga. Si Raksasa datang menemui mereka. Ia menagih janji kepada Mbok Sirni dan suaminya untuk menyerahkan Timun Emas. Ketika itu, mereka sudah menyuruh Timun Emas pergi keluar lewat pintu belakang.
2
Timun Emas
“Hai, Petani! Mana anakmu? Aku sudah tidak sabar untuk memakannya. Serahkan dia padaku!” perintah Si Raksasa. “Maaf, Tuan Raksasa. Timun Emas sedang pergi bermain. Biar istriku pergi mencarinya,” dalih suami Mbok Sirni. Si Raksasa curiga, lalu ia menyadari bahwa dirinya telah ditipu oleh pasangan petani itu. Ia pun marah. Ladang dan rumah milik kedua petani itu dihancurkan. Ia pun segera mencari Timun Emas. Ketika Si Raksasa itu sedang kalap, ia melihat sosok gadis yang sedang berlari di kejauhan. Ternyata gadis itu adalah Timun Emas. Meskipun Timun Emas sudah berlari sangat jauh, tapi tetap saja sang Raksasa dengan tubuh dan langkahnya yang besar dapat dengan mudah mengejar Timun Emas. Ketika Si Raksasa mulai mendekat, Timun Emas mengeluarkan penangkal yang diberikan orang tuanya. Pertama, ia mengeluarkan biji timun dan menebarkannya di depan Si Raksasa. Biji-biji timun itu berubah menjadi ladang timun yang lebat buahnya. Melihat hal itu, raksasa berhenti mengejar Timun Emas. Ia asyik memakan buah timun di ladang itu. Namun ketika menyadari incarannya sudah mulai pergi jauh, ia kembali mengejar. Bahkan, kekuatannya bertambah setelah memakan banyak timun dari ladang tersebut. Timun Emas terus berlari. Tapi, tetap saja dapat dikejar. Kali ini Timun Emas mengeluarkan penangkalnya yang kedua, yaitu jarum. Ditebarkanlah jarum itu di jalan yang telah ia lewati. Hal yang ajaib pun terjadi lagi. Jarum-jarum itu berubah menjadi pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Si Raksasa kesulitan mengejar Timun Emas. Kakinya terluka tertusuk bambu-bambu yang tajam. Meskipun demikian, Si Raksasa berusaha mengejar Timun Emas. Ia masih membayangkan lezatnya daging Timun Emas untuk dimakan. Meskipun Timun Emas tidak berhenti berlari, Si Raksasa selalu dapat mengejarnya walaupun dengan kaki terluka. Tangan Si Raksasa yang sangat besar sudah hampir menggapai Timun Emas. Akhirnya, Timun Emas mengeluarkan penangkalnya yang ketiga, yaitu garam. Garam tersebut ditaburkan di sepanjang jalan yang telah ia lewati. Keajaiban terjadi lagi. Garam ditaburkan berubah menjadi lautan luas. Si Raksasa pun harus berenang untuk mengejar Timun Emas. Dengan susah payah, Si Raksasa pun tiba di tepian. Ia mulai kelelahan. Napasnya terengah-engah. Tapi, ia tetap berusaha mengejar Timun Emas.
Timun Emas
3
Sekarang, hanya tersisa satu penangkal lagi, yaitu terasi. Terasi itu ditaburkan Timun Emas di jalan yang telah dilaluinya. Kini, jalanan itu berubah menjadi lautan lumpur hitam. Si Raksasa yang sudah kehabisan tenaga akhirnya terjebak di lumpur hitam itu. Dengan tenaga yang tersisa, Si Raksasa berusaha keluar dari lumpur tersebut. Semakin banyak ia bergerak, semakin ia terisap masuk ke dalam lumpur hitam yang ternyata adalah lumpur hidup. Akhirnya, Si Raksasa itu mati tenggelam. Timun Emas pun kembali ke rumahnya. Kedua orang tuanya sangat bahagia melihat Timun Emas datang dengan selamat. Kini, Timun Emas dan orang tuanya hidup dengan tenang dan bahagia.
Timun Emas
5
2
Cerita Rakyat Bangka
Si Manan dan Si Beku
Pada zaman dahulu, semua hewan dapat berbicara seperti manusia. Di sebuah hutan, hiduplah seekor kerbau betina tua yang akan melahirkan. Berkat kehendak Dewata, si Kerbau melahirkan bayi manusia kembar. Kedua anaknya itu diberi nama Si Manan dan Si Beku. Semakin lama kedua anak si Kerbau bertambah besar. Kini kedua anak itu sudah berumur belasan tahun. Pada suatu hari, mereka kedatangan si Macan. Si Macan hendak menagih janji kepada si Kerbau. Si Manan dan Si Beku tahu bahwa si Macan hendak memangsa ibunya. Untuk itu, mereka membohongi si Macan. “Ibuku sedang ke telaga,” kata Si Manan dan Si Beku bersamaan. Si Macan pun pergi ke telaga, tetapi ternyata si Kerbau tidak ada di sana. Berhari-hari si Kerbau bersembunyi, tetapi si Macan tetap mencarinya. Suatu ketika, si Macan menemukan persembunyian si Kerbau. Tanpa banyak bicara, si Macan langsung menerkam si Kerbau. Matilah si Kerbau seketika. Pada saat yang bersamaan, Si Manan dan Si Beku hendak pergi ke tempat persembunyian ibunya. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan si Macan yang sedang membawa paha kerbau. Mereka tahu bahwa paha itu paha ibunya. Mereka sangat ketakutan dan lari meninggalkan hutan. Akhirnya, Si Manan dan Si Beku tiba di sebuah sungai besar. Mereka terhalang oleh sungai itu. Namun, tidak jauh dari situ ada seorang nenek yang hendak mengambil air. Si Manan meminjam guci milik nenek itu. Dengan guci itu, mereka berenang ke seberang sungai. Sampai di seberang, hari sudah gelap. Karena sejak
6
pagi belum makan, kini keduanya merasakan lapar. Untuk menghilangkan rasa laparnya, mereka duduk di bawah pohon besar dan memukuli pohon itu kuat-kuat. Tak jauh dari tempat itu, ada sebuah pondok. Di pondok itu hidup seorang kakek tua. Kakek itu heran sekali sebab malam-malam seperti ini ada orang membelah kayu. la segera berjalan ke arah suara kayu yang dipukuli itu. Dari kejauhan, kakek itu melihat ada dua orang sedang memukuli kayu. Setelah dekat, ia bertanya, “Hai, Anak muda. Mengapa malam-malam begini engkau memukuli kayu? Ayo, singgahlah ke rumahku.” Si Manan dan Si Beku setuju, lalu mengikuti kakek itu. Sesampainya di pondok, Si Manan menceritakan siapa dirinya. Malam itu keduanya menginap di rumah Kakek. Pagi-pagi ketika fajar menyingsing, Si Manan dan Si Beku berpamitan hendak melanjutkan perjalanan. Kakek itu memberikan bekal kepada mereka berupa pedang gerantang kepada Si Manan dan rotan sejengkal kepada Si Beku. “Pedang ini akan menyerang musuh tanpa diayunkan dan rotan sejengkal bila dilemparkan kepada musuh akan memanjang. Kemudian, rotan sejengkal akan mengikat musuh sehingga musuh itu tak bisa bergerak lagi,” kata Kakek menjelaskan manfaat dari kedua benda itu. Setelah menerima pedang gerantang dan rotan sejengkal, mereka segera meninggalkan pondok untuk melanjutkan perjalanan. Sudah jauh mereka meninggalkan pondok. Kini mereka sampai di pinggir pantai. Mereka terus menyusuri pantai. Suatu ketika, dari kejauhan mereka melihat sebuah rumah di tepi pantai. Mereka semakin mempercepat langkahnya. Ternyata rumah itu sepi sekali. Berkali-kali Si Manan mengetuk pintu, tetapi tak ada yang menyahut. Si Beku mencoba lewat pintu belakang. Ternyata pintunya terbuka, tetapi rumah itu kosong tanpa ada orang yang menempati. Mereka masuk ke dalam. Betapa kaget mereka karena di dalam bilik itu ada seorang pemuda yang terikat seluruh tubuhnya. Cepat-cepat Si Manan dan Si Beku melepaskannya. Pemuda itu kelihatan lemah dan bicaranya kurang jelas. Itu menandakan bahwa pemuda itu sudah beberapa hari disekap. Lalu, Si Manan bertanya, “Siapakah Saudara? Mengapa Saudara diikat di sini?” “Saya putra raja di kerajaan ini. Saya disekap oleh naga kepala tujuh dan pada malam bulan purnama nanti saya akan dijadikan makanannya,” kata pemuda itu.
Si Manan dan Si Beku
7