TIMOR LOROSAE: TANTANGAN KEBIJAKAN BAGI SUATU BANGSA BARU Pendahuluan Timor Lorosae segera akan menjadi negara baru pertama pada abad ke-21 ini. Pada tanggal 30 Agustus 1999, dengan 98 persen pemilih yang hadir, 78,5 persen dari pemilih yang terdaftar me mberikan suara mereka untuk transisi kepada kemerdekaan, setelah 24 tahun pendudukan oleh Indonesia. Pelaksanaan hasil pemungutan suara ini seyogianya menjadi peristiwa yang patut untuk dirayakan. Tetapi rakyat Timor Lorosae justru terpaksa menyaksikan kelahiran negeri baru mereka dengan kepulan asap dan air mata ketika pengumuman hasil pemungutan suara diikuti oleh tindak kekerasan terencana yang menimbulkan kehancuran fisik dan teror manusia di seluruh wilayah ini. Diperkirakan lebih dari 75 persen pendud uk harus kehilangan tempat tinggal mereka dalam mingguminggu setelah pengumuman hasil pemungutan suara, dan hampir 70 persen infrastruktur fisik mengalami kerusakan atau tidak dapat difungsikan lagi. Pada tanggal 30 Agustus 2001, tepat dua tahun setelah pemungutan suara kemerdekaan, dilakukan pengambilan suara untuk memilih majelis konstituante yang dipercayakan untuk menyusun konsep undang-undang dasar dan yang mungkin menjadi parlemen pertama negeri ini. Otoritas transisi PBB, UNTAET, secara bertahap mengalihkan fungsifungsi pemerintahan kepada warga Timor sampai dilaksanakannya pemilihan. Dan, meskipun secara resmi masih bertanggung jawab atas pemerintahan di wilayah ini sampai terpilihnya seorang presiden yang diharapkan, Otoritas transisi PBB telah mengajukan suatu Kabinet berdasarkan hasil pemilihan anggota Majelis Konstituante. Jika dibandingkan dengan situasi lain dari resolusi paska konflik, transisi kepada kemerdekaan politik di Timor Lorosae telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan bebas dari masalah. Transisi kepada kemerdekaan ekonomi membutuhkan waktu yang jauh lebih lama. Timor Lorosae adalah salah satu daerah yang termiskin di Asia Tenggara, dengan masalahmasalah yang berat berupa buta huruf, salah gizi, malaria dan tuberkulosis. Menurut angka statistik resmi, harapan hidup pada tahun 1996 mencapai rata-rata 52 tahun, 10 tahun di bawah rata-rata nasional Indonesia; angka kematian bayi berada di antara yang tertinggi di dunia (135/1.000 pada tahun 1995). Tingkat kemiskinan pada tahun 2001 diperkirakan sebesar 40 persen. Timor Lorosae khususnya sangat miskin dalam bidang kemampuan teknik dan administratif. Selama empat setengah abad kolonisasi oleh Portugal dan dua setengah dekade pendudukan oleh Indonesia, orang-orang asing menduduki ha mpir semua posisi dengan tanggung jawab administratif atau dengan peluang ekonomi. Transisi dengan tindak kekerasan pada tahun 1975 dan 1999 disertai dengan kepergian sebagian besar pegawai trampil dan banyak pedagang, sehingga negeri baru ini sangat kekurangan tenaga-tenaga trampil yang dibutuhkan untuk pembangunan bangsa. Pada bulan Juli 2001, Timor Lorosae mengadakan kesepakatan dengan Australia mengenai pembagian sumber daya minyak dan gas bumi dari Laut Timor, dan
1
selanjutnya mengadakan perjanjian yang bersifat sementara mengenai rezim pajak dan investasi baru untuk mengembangkan ladang baru yang penting. Seandainya kesepakatan-kesepakatan ini diratifikasi, maka diharapkan Timor Lorosae akan menerima pendapatan tak terduga yang signifikan selama lebih dari 20 tahun yang dimulai pada pertengahan dekade ini. Tantangan yang dihadapi Timor Lorosae adalah bagaimana parahnya kemiskinan yang dibarengi dengan gentingnya kekurangan ketrampilan manajemen manusia dapat direkonsiliasikan dengan prospek yang kuat untuk arus kas tahunan yang besar dari kekayaan sumber daya alam negeri ini. Pemerintahan yang baru perlu memikirkan dan melaksanakan kebijakan untuk secara efektif mengurangi kemiskinan yang meluas dan keterbelakangan yang relatif dari bangsa baru ini dala m hal rendahnya tingkat pendidikan dan produktivitas. Pada waktu yang sama, upaya-upaya perlindungan kelembagaan perlu diberlakukan guna memastikan agar kekayaan minyak dan gas bumi tidak hilang akibat salah manajemen dan korupsi. Kebijakan untuk memenuhi kedua prioritas ini menjadi fokus dari laporan ini.
2
1.
JALAN YANG PENUH KESUKARAN MENUJU KEMERDEKAAN LATAR BELAKANG SEJARAH
1
Kemiskinan dan Lambatnya Pertumbuhan Hingga Abad ke-19 1.1 Pulau-Pulau Sunda Kecil (Nusa Tenggara) timur, termasuk Timor, selalu menjadi daerah-daerah termiskin di nusantara Indonesia. Kemiskinan Timor disebabkan oleh tanah yang tidak subur (tanah vulkanik di Jawa dan Bali jauh lebih subur) dan cuaca yang tidak teratur (karena angin musim dipengaruhi oleh daerah sekitar gurun pasir Australia). Satu-satunya produk yang berharga adalah kayu cendana, tetapi Belanda akhirnya menduduki pelabuhan utama, Kupang, dan daerah-daerah di mana banyak terdapat kayu cendana, di sebelah barat pulau ini. 1.2 Selama berabad-abad Timor Lorosae diperintah oleh para biarawan Dominican, misionaris yang sekaligus sebagai serdadu yang menjamin pertahanan negara dan kedaulatan Portugis secara resmi. Ekspornya yang utama adalah kayu cendana (yang semakin langka), lilin dan budak (ke perkebunan Belanda di pulau Jawa). Selama kampanye Napoleon, Inggris menduduki Hindia Belanda guna menghalangi intervensi Perancis, tetapi tidak mengganggu daerah milik Portugis di kawasan ini. Perekonomian Kopi 1.3 Pada akhir abad ke-19, dalam proses persaingan imperialis di antara bangsabangsa Eropa, Portugal kembali mempertimbangkan nilai dari wilayah-wilayahnya yang berada di luar negeri, dan membuat upaya-upaya yang signifikan untuk “mengamankan” Timor Lorosae dan mempromosikan hasil perkebunan yang dapat diekspor. Dengan menggunakan insentif fiskal dan mempromosikan pembentukan perusahaan-perusahaan komersial, beberapa perkebunan besar didirikan pada akhir abad ini, yang memperluas produksi kopi komersial dan kopi rakyat, suatu hasil perkebunan yang dengan cepat menjadi (dan sekarang masih tetap sebagai) produk ekspor yang utama 2 . Penduduk asli pedesaan kadangkala diharuskan membayar pajak secara natura (terutama kopi). Pajak meningkatkan produksi kopi, dan dengan demikian ekspor juga meningkat. 1.4 Pada tahun 1896, Timor mulai langsung melapor ke Lisbon (sebagai pengganti Goa atau Makao). Setelah kampanye militer “pengamanan”, bidang-bidang tanah yang luas dikonversikan menjadi perkebunan-perkebunan komersial. Keuangan negara di Timor selalu mengalami defisit dan subsidi tahunan yang dikirim dari Lisbon, yang 1
Sebagian besar pasal ini diperoleh dari Braga de Macedo, Braz dan Sousa Monteiro, Pembangunan nasional dan transisi ekonomi di bawah penyelenggaraan pemerintahan internasional: kasus Timor Lorosae, yang disajikan dalam Lokakarya Washington mengenai Timor Lorosae, tanggal 3-6 Agustus 2000. 2
Bagian kopi dalam total ekspor adalah antara 58 sampai 82 persen menurut Fortuna (1971, hal. 210).
3
kadang-kadang ditambah dengan subsidi dari Goa atau Makao, menjadi sangat penting bagi keseimbangan finansial koloni ini, maupun untuk menutup defisit perdagangan. 1.5 Sampai akhir masa kolonial, administrasi atas wilayah ini dilaksanakan melalui otoritas tradisional yang dipercayakan untuk menjaga ketertiban umum, meningkatkan pekerjaan umum dan memungut pajak. Tetapi sejarah Timor Portugis juga ditandai dengan terulangnya perang-perang suku dan pemberontakan terhadap pemerintah Dili. 1.6 Selama abad ke-20, perekonomian dikacaukan oleh beberapa huruhara (dan invasi Jepang). Subsidi dalam jumlah yang kecil dari Lisbon berarti bahwa rencana pembangunan tidak pernah terlaksana sepenuhnya. Pada akhir tahun 1960an dan awal tahun 1970an, pengeluaran negara bertambah, sehingga pendidikan dasar dapat diberikan secara merata dan jalan-jalan aspal yang pertama dapat dibangun3 . Eksplorasi sumber daya mineral ditingkatkan dan pelayanan penyuluhan di pedesaan dilaksanakan. 1.7 Setelah revolusinya pada tahun 1974, Portugal meninggalkan kerajaan kolonialnya dan dengan tergesa-gesa memberikan kemerdekaan kepada wilayahwilayahnya di luar negeri. Di daerah miliknya yang termiskin, setengah bagian barat Timor, suatu proses dekolonialisasi dimulai, di tengah-tengah keadaan yang sulit dengan tingkat penghasilan dan pendidikan sekolah yang rendah serta meratanya kelangkaan infrastruktur. 1.8 Dua partai politik utama muncul di Timor Lorosae, Uni Demokratis Timor (UDT) dan Asosiasi Sosial Demokratis Timor (ASDT), selain sebua h partai yang lebih kecil dengan hubungan yang kuat dengan Indonesia, Asosiasi Populer Demokratis Timor (APODETI). Pada tanggal 10 Agustus 1975, UDT melancarkan kup di Dili dan Portugal menahan pasukannya di barak-barak. Pertempuran pecah antara UDT dengan ASDT, dan ASDT berubah menjadi Fron Revolusioner untuk Kemerdekaan Timor Lorosae (Fretilin). Fretilin menguasai sebagian besar wilayah pada akhir bulan September, tetapi serangan ke perbatasan dengan Indonesia terus berlanjut selama bulan Oktober dan November. Pada tanggal 28 November 1975, Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor Lorosae; pada tanggal 7 Desember, Indonesia berinvasi ke Timor Lorosae. Indonesia dan Timor 1.9 Setelah kepergian Portugis pada tahun 1975, status hukum Timor Lorosae masih tetap berbeda dengan situasi de facto pendudukan dan penyerobotan oleh Indonesia. Meskipun Indonesia menganggap Timor Lorosae sebagai negara bagiannya yang ke-27, hal ini tidak pernah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, di mana Portuga l masih 3
Fortuna (1971) menyediakan data yang ekstensif mengenai Timor kolonial, termasuk indeks produksi fisik yang diperoleh berdasarkan rata-rata data produksi kopi, kopra, karet, lilin, kulit, sabun, ternak, beras, jagung, ubi, kacang-kacangan dan ubi kayu. Indeks yang terlalu sederhana ini, dengan basis 1950=100, mencatat nilai minimum 85 pada tahun 1952, nilai maksimum 250 pada tahun 1958 dan nilai sekitar 130 pada awal tahun 1960an. Fortuna juga menyajikan indeks pertumbuhan yang terdiri dari produk-produk yang sama dalam harga tahun 1950, yang disertai dengan perdagangan, pendapatan pemerintah, konstruksi, persediaan uang dan mobil-mobil yang beredar. Indeks mencapai nilai puncak 506 pada tahun 1959, dan turun menjadi 284 pada tahun 1962.
4
tetap menjadi “otoritas administratif”. Secara internasional, penyerobotan oleh Indonesia ini hanya diratifikasi oleh Australia. 1.10 Perlawanan oleh pihak Timor terus berlangsung secara aktif meskipun terjadi penangkapan para pemimpin secara berturut-turut dan di tengah-tengah ketidakpedulian internasional untuk sebagian besar dua dekade berikutnya. Dalam 24 tahun di bawah pemerintahan Indonesia dan perlawanan terhadapnya, hampir seperempat penduduk Timor dianggap telah berhenti berjuang dan bermigrasi secara paksa serta mengalami salah gizi dan gangguan kesehatan masyarakat lainnya. Pada tahun 1990an, dengan pembunuhan massal Santa Cruz dan pemberian Hadiah Perdamaian Nobel kepada dua orang pemimpin Timor Lorosae, tekanan internasional menjadi semakin kuat atas Indonesia agar membiarkan Timor Lorosae kembali menentukan nasibnya sendiri. Proses ini difasilitasi oleh fragmentasi internal rezim Suharto di Indonesia dan oleh konsolidasi berbagai partai kemerdekaan di Timor Lorosae di bawah wadah CNRT—Dewan Nasional Perlawanan Rakyat Timor. PENGANTAR K EMERDEKAAN Administrasi Transisi PBB 1.11 Pada bulan Mei 1999, dicapai kesepakatan melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa antara Portugal dengan Indonesia mengenai penyelenggaraan referendum yang akan menentukan dukunga n terhadap usul Indonesia untuk otonomi yang lebih luas di bawah negara Indonesia. Referendum ini diadakan pada bulan Agustus dan mayoritas rakyat Timor Lorosae menolak “otonomi” dan memilih kemerdekaan. 1.12 Pengumuman hasil referendum diikuti dengan meluasnya penjarahan, intimidasi dan pembunuhan, sehingga mendorong masyarakat internasional untuk menyelenggarakan suatu intervensi militer darurat di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa guna memastikan digantikannya angkatan bersenjata Indonesia dengan kekuatan militer internasional. Hal ini diikuti oleh pembentukan administrasi transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Timor Lorosae (UNTAET) pada bulan November 1999, yang diberikan kuasa yang luas untuk bertindak sebagai negara hukum selama transisi kepada kemerdekaan dan untuk membentuk lembaga- lembaga nasional. 1.13 Segera menjadi jelas bahwa Timor Lorosae berbeda dari situasi-situasi paska konflik yang lain. Missi Penilaian Gabungan (JAM) November 1999 menyatakan, dalam Makalah Latar Belakang Makroekonominya (Bank Dunia 1999a, halaman 2): “Timor Lorosae berbeda dari situasi-situasi paska konflik yang lain dalam salah satu aspek yang sangat penting. Tidak ada kebutuhan yang nyata akan pengamanan antara segmensegmen penduduk yang berbeda suku, budaya atau agama. Yang dibutuhkan—dalam jumlah yang besar karena penghancuran yang bersifat terencana, menyeluruh dan massal—adalah rekonstruksi. Agaknya, akan lebih berguna untuk menganggap masalah ini sebagai situasi paska bencana alam, di mana angin topan yang sangat hebat telah menghancurkan semua bangunan serta sebagian besar hasil panen dan menghapuskan semua catatan dan memori kelembagaan”. Laporan JAM akhir (Bank Dunia 1999b, halaman 1) juga menyatakan: “Keamanan merupakan prasyarat yang kritis bagi
5
rekonstruksi. Tetapi, Timor Lorosae beruntung karena telah menghindari situasi konflik dalam negeri yang menghancurkan, dan operasi keamanan hendaknya dijaga sampai pada tingkat yang diperlukan untuk memelihara ketertiban, seraya mengurangi distorsi ekonomi dan sosial sebagai akibat dari kehadiran militer berskala besar”. 1.14 Pertemuan pertama para donor untuk Timor Lorosae diadakan di Tokyo pada bulan Desember 1999. Kebutuhan pembiayaan untuk bantuan kemanusiaan dan tahap awal rekonstruksi dapat dengan memadai ditutupi oleh komitmen-komitmen donor. Suatu Dana Perwalian PBB dibentuk guna menutupi sebagian besar fungsi khusus administrasi pemerintahan (modal dan biaya-biaya yang terulang serta pembinaan kapasitas), suatu Dana Perwalian tersendiri yang diselenggarakan oleh Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia guna membiayai proyek-proyek rekonstruksi dan pembangunan, sedangkan biaya administratif UNTAET ditutupi oleh anggaran kontribusi yang dinilai. Pertama-tama, Otoritas Transisi mulai merekrut tenaga yang diperlukan untuk mengisi posisi dalam bidang administrasi, yang hampir semuanya orang asing mengingat tidak adanya orang Timor dengan ketrampilan yang diperlukan. 1.15 Saat itu juga, UNTAET membentuk struktur tandingan Timor, Dewan Konsultasi Nasional (NCC), dengan perwakilan dari kekuatan-kekuatan politik yang berbeda di wilayah ini. CNRT, suatu wadah pergerakan partai-partai pro-kemerdekaan yang memperoleh 79 persen suara yang dikeluarkan dalam pemungutan suara, mendapatkan 7 dari 14 posisi dalam NCC. Selama bulan-bulan awal amanat UNTAET, banyak posisi dalam administrasi transisi yang masih belum terisi walaupun upaya-upaya perekrutan terus berlangsung. Kemajuan untuk menyelesaikan permasalahan penduduk yang mendesak seperti perumahan dan pembangunan kembali sekolah berjalan sangat lambat dan ketidakpuasan semakin berkembang akibat kurangnya pengaruh lokal dalam pengambilan keputusan. Pada pertengahan tahun 2000, UNTAET merespons dengan menggantikan NCC dengan Dewan Nasional yang diorganisasi secara lebih formal. Dewan Nasional ini mulai berfungsi sebagai perintis bagi suatu parlemen nasional. Pada waktu yang sama, setengah dari posisi kementerian diisi oleh warga Timor dan suatu upaya yang lebih kuat dibuat untuk merekrut penduduk setempat untuk posisi-posisi dalam bidang administrasi. 1.16 Seraya waktu berlalu, tuntutan rakyat Timor untuk pemerintahan sendiri yang lebih cepat apalagi dengan penilaian PBB bahwa ancaman instabilitas domestik sudah rendah, mengarah kepada keputusan untuk mempercepat proses transisi. Maka, pemilihan untuk Majelis Konstituante (CA) ditetapkan pada akhir bulan Agustus 2001. Pemilihan ini mencatat tingginya angka kehadiran pemilih (91.3 persen), benar-benar bebas dari masalah dan menghasilkan kemenangan mayoritas bagi Fretilin, dengan 55 dari 88 kursi, yang diikuti oleh Partai Demokratis dengan 7 kursi dan Partai Sosial Demokratis serta ASDT masing- masing dengan 6 kursi. Ke 14 kursi lagi dibagi-bagikan di antara 8 partai yang lebih kecil dan satu kandidat independen. Berdasarkan hasil ini, SRSG mencalonkan suatu kabinet yang terdiri dari 10 orang Timor, dengan 6 orang dari Fretilin dan 4 orang independen. Belum lama ini CA telah merampungkan undang-undang dasar setelah suatu masa konsultasi. Pemilihan presiden ditetapkan pada tanggal 14 April 2002. Timor Lorosae telah menjadwalkan kemerdekaan penuhnya pada tanggal 20 Mei 2002
6
dan pada tanggal ini pula peranan PBB hanya bersifat sebagai bantuan dalam pemeliharaan perdamaian dan kegiatan pembangunan. 1.17 Transisi dari perusakan kepada terpilihnya Majelis Konstituante dalam dua tahun, tanpa konflik internal yang berarti, dapat dipandang sebagai contoh pelatihan manajemen politik. Namun dari perspektif ekonomi, kesulitan-kesulitan yang timbul selama transisi, khususnya dalam merekrut kandidat-kandidat Timor dengan ketrampilan teknik dan administratif yang dibutuhkan untuk menjalankan pemerintahan, tetap menjadi rintangan yang penting untuk diatasi oleh bangsa baru ini. Proses transisi itu sendiri sangat memerlukan sumber daya manusia Timor yang terbatas dengan mendorong migrasi ke kota-kota yang lebih besar dan menciptakan banyak lapangan kerja yang mungkin hilang akibat keberadaan staf asing PBB. Akibatnya, kenaikan upah yang disertai dengan tingkat ketrampilan yang rendah menyebabkan potensi output bangsa baru ini tidak dapat bersaing dan kalangan berwenang hanya memiliki sedikit margin untuk disesuaikan.
7