Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
THE PUBLIC SPHERE AS THE EDUCATION OF MULTICULTURALISM AWARENESS RUANG PUBLIK SEBAGAI PENDIDIKAN KESADARAN MULTIKULTURALISME Oleh : Yusar Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Email:
[email protected]
Abstract. This article was endeavor to describe the awareness multicultural education in the Chinese Lampion Festival in Kota Bandung since 2011 to 2013. The research was held with the longitudinal, qualitative, and adopt to the action research methods. The evidence was describe that the public sphere was success to build the communicative action between the native ethnics and the Chinese. By the public sphere, each ethnics perceived their cultural differences and appreciate as an equality. By this public sphere, the multiculturalism awareness was formed succesfully and reduce the ethnical stereotype between the native ethnics and the Chinese. This article conclude that the awareness multicultural education may be doing by creating the public spheres. Keywords: public sphere, education, multiculturalism Abstrak. Artikel ini menggambarkan pendidikan kesadaran multikulturalisme melalui perayaan Cap Go Meh. Etnis-etnis tempatan yang mengklaim sebagai pribumi memiliki stereotipe etnis yang kuat terhadap etnis Tionghoa. Penelitian telah dilakukan dengan paradigma kualitatif yang bersifat longitudinal mengadopsi pada metode action research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang publik yang dibangun antara etnis tempatan dengan etnis Tionghoa memunculkan tindakan komunikatif antar etnis. Melalui penciptaan ruang publik tersebut, kesadaran akan keberagaman muncul dari masing-masing etnis dan memadang bahwa budaya masing-masing berdiri setara dan muncul penghargaan atas masing-masing kebudayaan. Pemahaman multikulturalisme terbangun karena ruang publik yang diciptakan. Bagian penutup dijelaskan bahwa pendidikan kesadaran multikultur dapat ditempuh melalui penciptaan ruang-ruang publik. Kata kunci: ruang publik, pendidikan, multikulturalisme
dinyatakan sebagai sikap tertentu untuk
A. PENDAHULUAN Wacana
mengenai
hidup
mengakui keragaman dalam masyarakat
bersama pada masyarakat multikultural
(Juliawan, 2004: 35; dalam Supartiningsih,
seolah tak habis-habisnya untuk dikaji.
2012: 239). Meski demikian, kesadaran
Berbagai
pengakuan
pendapat
memberikan
konseptual,
dihasilkan
alternatif
masalah-masalah
sikap
untuk
pemecahan
multikultur.
Secara
multikulturalisme
dapat
terhadap
keberadaan
dan
kehadiran budaya lain cenderung pasang surut,
seiring
primordial
dan
dengan
tingginya
tajamnya
87 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
rasa
perbedaan
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
budaya. Anasir-anasir masyarakat pun
sumber-sumber daya yang dibutuhkan oleh
cenderung memaksakan standar budayanya
masyarakat luas. (Suryadinata, 2002).
terhadap budaya lain. Pemaksaan budaya tersebut
pada
muaranya
dapat
Perbedaan-perbedaan yang disebutkan di atas, yaitu identitas kultural, ras
menghasilkan konflik komunal antar suatu
ketubuhan,
masyarakat penyandang budaya dengan
ekonomi pada gilirannya menghasilkan
masyarakat penyandang budaya lain.
stereotipe etnis dari etnis
Sebuah bangsa multikultur seperti
sistem
religi,
terhadap etnis Tioghoa.
strata
tempatan
Prasangka dan
Indonesia memiliki potensi konflik yang
diskriminasi
besar. Konflik tersebut didasari oleh
terjadinya konflik antara etnis Tionghoa
perbedaan-perbedaan
dengan etnis tempatan di berbagai wilayah
identitas
cara
hidup
kelompok-kelompok
dan kultur.
tersebut
dan
di Indonesia.
menjadi
pemicu
Konflik tersebut dapat
Dalam perbedaan cara hidup dan identitas
meledak menjadi konflik komunal jika
kelompok-kelompok
tersebut,
sekat-sekat antara etnis Tionghoa dengan
sangat mungkin terjadi prasangka etnis
etnis tempatan tidak dibuka. Mengacu pada
yang dapat memicu pada terjadinya konflik
Yusar (2011), sejarah mencatat bahwa
komunal.
Suryadinata
terdapat lima kasus konflik komunal antara
(2002), perbedaan cara hidup dan identitas
etnis tempatan dengan etnis Tionghoa,
kelompok kultur yang paling mencuat
yakni:
Mengacu
kultur
pada
adalah antara etnis Tionghoa dengan etnis-
1. di Kudus, tahun 1918;
etnis tempatan. Terlebih dari sisi fisik
2. di Bandung, tahun 1963;
tubuh, etnis Tionghoa sangat berbeda
3. di Pontianak, tahun 1967;
dengan etnis-etnis tempatan. Demikian
4. di Makasar, tahun 1997; dan
pula dalam sistem religi Konfusian yang
5. di Jakarta serta Surakarta, tahun
jauh berbeda dengan masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Strata ekonomi
1998. Dalam
konflik
tersebut,
etnis
etnis Tionghoa berada di atas etnis-etnis
Tionghoa menjadi sasaran kekerasan etnis
lainnya di Indonesia.
Umumnya etnis
tempatan.
Sifat
Tionghoa bergerak di sektor perniagaan
perusakan
dan/atau
dan memiliki tempat yang strategis, yaitu
pemerkosaan,
pengusiran,
hingga
berada di pusat-pusat kota. Dengan letak
penghilangan
nyawa
secara
masif.
demikian, etnis Tionghoa dapat dipandang
Konflik-konflik
terjadi
dapat
sebagai penggerak ekonomi kota sekaligus
dipahami sebagai minimnya kesadaran
merupakan kekuatan kapitalisme lokal
kebangsaan yang multikultur. Minimnya
yang memiliki otonomi dan menguasai
kesadaran kebangsaan yang multikultur
kekerasannya pembakaran
yang
88 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
berupa aset,
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
merupakan
habitus
terejawantah
masyarakat
menjadi
yang
mengacu pada Habermas (1989) secara
praktik-praktik
implisit terjadi bangunan ruang publik
perilaku, termasuk di dalamnya stereotipe
yang
etnis.
kepentingan
Pendidikan
mencakup
kontradiksi
etnis
Tionghoa
antar dan
kesadaran
multikultur
kepentingan etnis-etnis tempatan di lain
melalui
serangkaian
pihak. Dalam ruang publik ini terdapat
tindakan nyata dalam masyarakat yang
serangkaian dialog yang setara yang
bersifat
atas
bertujuan untuk mengatasi perbedaan-
keragaman budaya beserta relativitasnya.
perbedaan dalam berbagai kepentingan dan
Pendidikan
pendapat
dapat
ditempuh
membuka
wawasan
secara
langsung
untuk
pribadi
antar
etnis
guna
kepentingan
umum
serta
membuka wawasan tersebut dilakukan
menemukan
dengan mengadopsi konsep ruang publik
mencapai konsensus bersama (Hardiman,
karya Jurgen Habermas. Ruang publik
2008).
menurut Habermas (1984) merupakan
perbedaan
manifestasi dari pendidikan kesadaran atas
dipertukarkan dalam serangkaian tindakan
perbedaan
komunikatif yang tidak berakhir hanya di
yang
sederajat,
meliputi
Penghargaan dan
ruang
budaya.
pemahaman multikultur. membuka
perbedaan-
kesederajatan
perbedaan yang bersifat individu maupun
Untuk
publik,
atas
tetapi
budaya
membentuk
kesadaran
Pemahaman multikultur merupakan
multikultur, rangkaian perayaan Cap Go
habitus baru yang hendak digagas dalam
Meh
kehidupan masyarakat multikultur. Habitus
merupakan
kesadaran
ajang
pendidikan
multikulturalisme
bagi
mengacu pada Bourdieu (1979: vii; dalam
masyarakat. Cap Go Meh bermakna
Harker et al, 2009: xix) merupakan hasil
sebagai penanda hari ke-lima belas dari
pembelajaran lewat pengasuhan, aktivitas
Tahun Baru Imlek. Umumnya di beberapa
bermain, dan juga pendidikan masyarakat
tempat di Indonesia, perayaan Cap Go
dalam arti luas. Pembelajaran tersebut
Meh
dan
terjadi dalam dialog-dialog yang secara
melibatkan banyak orang, baik dari etnis
halus, tidak disadari, dan tampil sebagai
Tionghoa maupun etnis-etnis tempatan,
hal yang wajar dalam interaksi manusia.
melakukan arak-arakan ta pe kong dengan
Dari dialog-dialog dalam ruang publik,
menggunakan
(joli)
seseorang menyerap informasi dari orang
utama.
lain, dan menambah pengetahuan yang
dilakukan
berkeliling
secara
tandu di
kolosal
khusus
jalan-jalan
Pembauran tersebut dapat meningkatkan
mengisi relung habitusnya.
kohesi sosial antar etnis (Yusar, 2011).
atau
Dalam
perayaan
Cap
Go
Meh,
perubahan
dalam
Penambahan habitus,
pada
gilirannya akan mengubah praktik-praktik
89 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
perilaku, baik yang bersifat individual
pertanyaan berikut:
maupun massal.
a. Bagaimana
Pendidikan kesadaran multikultural
bentuk
ruang
publik yang diciptakan untuk
melalui ruang publik pada hakikatnya
menjalankan
berlangsung atas dasar tindakan-tindakan
pendidikan multikultural.
komunikatif
yang
dinyatakan
oleh
proses
b. Bagaimana proses pendidikan
Habermas (1984; dalam Supartiningsih,
multikultural
2012: 240) sebagai pengembangan konsep
dalam ruang publik mengubah
rasionalitas kehidupan bersama. Dialog
habitus
rasional
masyarakat.
merupakan
salah
satu dasar
yang
dan
terjadi
praktik
terpenting untuk mewujudkan kehidupan bersama secara damai dengan segala keragaman
latar
budayanya
Tujuan
penelitian
menggambarkan
ini
adalah
terbangunnya
(Supartiningsih, 2012: 240). Dengan kata
pemahaman multikultur hasil ruang
lain, ruang publik merupakan sarana dialog
publik
rasional yang mendidik antar golongan untuk dapat bersama dan berdamai dengan berbagai latar belakang budaya yang
yang
deliberatif
diciptakan
antara
etnis
secara Tionghoa
dengan etnis-etnis tempatan. Dalam hal ini, ruang publik merupakan arena
berbeda. 1. Rumusan masalah Berdasar uraian pada bagian latar belakang di atas, ruang publik merupakan
pendidikan
kesadaran
multikultur,
khususnya antara etnis Tionghoa dan etnis-etnis tempatan.
sebuah ruang strategis guna menjalankan pendidikan kesadaran multikulturalisme pada masyarakat. Ruang publik yang di
2. Kajian Pustaka a. Ruang Publik
dalamnya terjadi pertukaran informasi
Konsep ruang publik dikenalkan
antar individu dan juga budaya dapat
oleh
memberi input bagi habitus setiap individu
teoretisi kritis Mahzab Frankfurt.
yang berada di dalamnya. Serangkaian
Habermas (1984; 1989; 2007; 2008)
input yang didapatkan dari dialog dalam
menyatakan
ruang publik dapat mengubah habitus
merupakan arena bagi warga negara
seseorang. Perubahan habitus tersebut pada
untuk
gilirannya dapat mengubah praktik-praktik
bertukar pikiran mengenai hubungan
perilaku sebelumnya. Dalam rumusan
bersama antara mereka. Habermas
masalah ini, dibatasi dalam pertanyaan-
(1984;
Jurgen
Habermas,
bahwa
berdiskusi,
1989;
ruang
seorang
publik
berdialog,
2007)
90 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
dan
menyatakan
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
bahwa ruang publik berbeda dengan
dan mengorganisasikan dirinya sendiri
negara dan berbeda dengan institusi
sebagai
ekonomi, tetapi merupakan tempat
(Kadarsih, 2008: 2).
untuk
hubungan-hubungan
berbeda-beda,
sekaligus
yang tempat
berdebat dan bermusyawarah.
pemilik
Lefebvre
opini
(2008)
publik
memandang
bahwa ruang adalah produk sosial yang dinamis dan dibentuk oleh
Individu secara privat bergabung
kelompok yang memiliki kontrol serta
untuk mendiskusikan hal-hal atau
dominasi atas kekuasaan. Habermas
permasalahan yang menjadi perhatian
(1984)
publik (Kadarsih, 2008: 1). Hal ini
publik disusun oleh kaum borjuis dan
memiliki makna bahwa dalam ruang
menggunakan kapital sebagai alat
publik,
pembentuk ruang publik tersebut.
terjadi
keterikatan
antara
menyatakan
bahwa
individu dengan publisitas, yakni
Lebih jauh,
penyampaian hal-hal yang berupa
mengenai
kepentingan
Penyampaian
menjadi dua, yakni ruang publik
tersebut dilakukan dalam bentuk-
borjuis dan ruang publik dalam
bentuk sah yang menjamin kebebasan
kerangka
berbicara dan kebebasan berserikat.
(Habermas, 2007).
umum.
pemikiran
ruang
ruang
Habermas
publik
terpilah
demokrasi
liberatif
Ruang publik menjadi ruang bagi
Konsensus dapat dicapai dalam
jenis interaksi diskursif yang spesifik
ruang publik dan mendapat legitimasi
dan terfokus pada suatu isu yang
yang
dianggap sebagai isu bersama.
dengan persetujuan yang rasional
Ruang interaksi
publik
sebagai
diskursif
pengertian
sebagai
kuat.
Konsensus
diperoleh
ruang
melalui partisipasi dan pertimbangan
memiliki
mendalam yang dianggap tepat oleh
tempat
untuk
semua pihak yang berkepentingan
diskusi-diskusi mengenai hal rasional
terhadap konsensus yang diambil
yang tidak terbatas pada masalah
tersebut
umum semata. Hasil dari diskusi
Konsensus ini dapat menggerakkan
merupakan opini publik yang menjadi
pihak-pihak yang berkepentingan dari
konsensus bagi kebaikan bersama
suatu proyek diskursif menjadi ranah
(Calhoun, 1993; dalam Kadarsih,
kerja.
2008:2). Dengan demikian, ruang
(Prasetyo,
Berkait
2012:
dengan
177).
kesadaran
publik dapat menjadi ruang mediasi
multikulturalisme, dalam ruang publik
antara masyarakat dengan negara.
dipandang perlu untuk membangun
Dalam hal ini publik mengatur dirinya
rasionalitas
komunikatif.
91 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Mengacu
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
pada Habermas (2007:255) bahwa
dimaksud bukanlah kegiatan belajar-
kedewasaan rasional sudah tertanam
mengajar, namun dengan mengacu
dalam tindakan bicara satu dengan
pada Bourdieu (1979) pendidikan
yang lain. Rasionalitas komunikasi
yang
adalah
pembentukan habitus dan reproduksi
tindakan
komunikasi
yang
antara
mendasari
dua
dimaksud
dalam
proses
subjek
perilaku yang bersifat halus, tidak
setingkat yang akan tercapai, bila
terasa, dan implisit dalam interaksi
mereka
keseharian.
saling
memahami
mengerti
(Habermas,
dan
2007:450-
Bourdieu (1979: viii), habitus
451). Rasionalitas komunikatif hanya
adalah suatu sistem disposisi yang
mungkin
bebas
berlangsung lama dan berubah-ubah
sederajat antara dua subjek. Dengan
yang berfungsi sebagai basis generatif
demikian
rasionalitas
komunikatif
bagi praktik-praktik yang terstruktur
memiliki
makna
menghargai
dan terpadu secara obyektif. Habitus
perbedaan
dan
mengakui
berada di bawah sadar manusia yang
kesederajatan.
Hal
sangat
membentuk perilaku atau kebiasaan,
dalam
hubungan
ini
berkesesuaian
dengan
hasil
pembelajaran
multikulturalisme sebagai ideologi,
pengalaman,
masyarakat
bermain, dan pertukaran informasi
mengalami
proses
pengasuhan,
melalui
pembelajaran menerima perbedaan
dari
dan
pendidikan di masyarakat dalam arti
mengakui
kesederajatannya
dengan individu atau budaya lain. b. Pendidikan
interaksi
aktivitas
luas. Artinya,
keseharian,
serta
habitus merupakan
produk historis setelah manusia lahir
Dalam kehidupannya, manusia
dan berinteraksi dengan masyarakat
tidak dapat dilepaskan dari proses
dalam ruang dan waktu tertentu, tidak
pendidikan. Pendidikan secara hukum
bersifat
formal
psikologis maupun biologis, namun
diatur
undangkan
dan
secara
diundanglegal
alamiah
baik
secara
yang
didapat dari pembelajaran masing-
bertujuan akhir untuk meningkatkan
masing individu atas dunia sosialnya.
kualitas hidup manusia. Namun di
(Harker et al, 2005).
luar pendidikan yang bersifat formal, pendidikan
juga
dalam
habitus juga memerlukan ranah atau
pranata dan interaksi keseharian antar
ruang sosial. Istilah ini mengacu pada
manusia (Macionis, 2012). Berkaitan
keseluruhan konsepsi tentang dunia
dengan
sosial. Dalam ruang sosial, seorang
topik,
berjalan
Merujuk pada Bourdieu (1979),
pendidikan
yang
92 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
individu
dengan
habitusnya
komunikasi
dalam
berhubungan dengan individu lain dan
interaksi
berbagai
menambah atau mengubah habitus
realitas
sosial
menghasilkan
yang
tindakan-tindakan
sesuai dengan ranah dan modal yang
yang
sebagaimana
merupakan
produk
sejarah
pada
manusia
gilirannya
dapat
mengubah
tatanan praktik.
dimilikinya (Harker et al, 2005: xx). Ranah,
antar
kehidupan
Merujuk pada Habermas (1984;
habitus
dalam Ritzer, 2012: 495-496)), input
yang
komunikasi yang dapat mengubah
diciptakan manusia sebagai arena
habitus
terdapat
interaksinya.
tindakan
dalam
tindakan-
komunikatif
yang
Aspek lainnya adalah modal
tersembunyi dan mendasari, "ada
(Bourdieu, 1979). Modal merupakan
yang tersembunyi" yaitu kekuatan dan
aspek yang tidak terpisahkan dalam
kekuasaan tidak menentukan argumen
konsep habitus dan ranah. Modal
mana
diartikan
terdapat
sebagai
kekuatan
yang
konsentrasi
beroperasi
dalam
yang
menang;
konsensus
kebenaran.
sebaliknya
atas
realitas
Konsensus
tersebut
ranah. Ranah dalam hal ini menuntut
diserap dalam habitus, baik secara
individu untuk memiliki modal-modal
individual maupun massa.
khusus agar dapat hidup dengan baik di dalamnya (Bourdieu, 1979).
di
Habitus dan modal dalam suatu ranah
menghasilkan
(Bourdieu, manusia
1984). yang
Konsensus tercipta secara teoritis dalam
komunikatif
wacana dan
tindakan
menambah
atau
praktik
mengubah habitus jika terdapat 4
Praktik-praktik
(empat) syarat kesahihan yang diakui
dalam
oleh pihak-pihak yang berinteraksi.
perilaku merupakan produk dari relasi
Pertama, ucapan-ucapan (verbal dan
antara habitus dan modal dengan
non
ranah.
101)
dipahami. Kedua, proposisi-proposisi
menyatakan rumus generatif dengan
yang diberikan oleh pembicara dapat
persamaan (Habitus x Modal) +
diterima
Ranah = Praktik. Suatu pengetahuan
pembicara selalu jujur dan tulus
baru
dalam
Bourdieu
diterima
tertampil
(1984:
oleh
manusia,
verbal)
pembicara
kebenarannya.
memberikan
dapat
Ketiga,
proposisi-
habitusnya dapat berubah. Perubahan
proposisinya dan dapat diandalkan.
dalam habitus dapat menyebabkan
Keempat, pembicara memiliki dasar
perubahan
normatif
dalam
praktik.
Oleh
karenanya, input-input informasi dan
untuk berbuat demikian
(Habermas, 1984; dalam Ritzer, 2012:
93 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
496).
merupakan
Pendidikan
kesadaran
multikulturalisme
pada
hakikatnya
kondisi
budaya
mendorong
melalui
tempat
tindakan
dengan
yang
majemuk.
Kondisi tersebut diasumsikan dapat
merupakan pengubahan dalam habitus serangkaian
masyarakat
terjadinya
toleransi,
masyarakat
berbagi
komunikatif untuk mengubah praktik
pengetahuan dan keyakinan yang
manusia sebelumnya. Penentangan-
dilakukan dalam ranah pertukaran
penentangan yang tersimpan dalam
kebudayaan atau perilaku keseharian,
habitus, berubah seiring diterimanya
serta
input-input
yang
kebudayaan lain di sekitarnya yang
menjelma menjadi konsensus untuk
mungkin berbeda. Dalam hal tersebut,
menerima
perbedaan
manusia mengalami pendidikan untuk
kesederajatan
menerima perbedaan dan sekaligus
komunikasi
berbagai
sekaligus
mengakui
antar budaya.
arena
dididik
c. Multikulturalisme Suparlan
untuk
dalam
2012:
241)
Pada
mengenali"
adalah
242).
ideologi
mengagungkan perbedaan kesederajatan.
menerima
standar
Pengakuan
yang dalam tersebut
tataran
praksis,
multikulturalisme merupakan "politik
menyatakan bahwa multikulturalisme sebuah
mempelajari
umum kebudayaan yang lebih luas.
(2002:1;
Supartiningsih,
untuk
(Supartiningsih,
Dalam
proses
2012:
mengenali
tersebut, masyarakat secara langsung mengalami
proses
pembelajaran
meliputi pengakuan secara individual
mengenali budaya-budaya di luar
maupun
dirinya, menerima kesederajatan, dan
masyarakat
penyandang
budaya. Supartiningsih (2012: 241)
mengakui
menyatakan bahwa dalam masyarakat
kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
multikultur,
Oleh
suatu
masyarakat
ketidaktunggalan
karenanya,
dalam
multikulturalisme
memiliki kebudayaan yang umum dan
selain sebagai ideologi, merupakan
di dalamnya terdapat mosaik-mosaik
proses education for recognition dan
kebudayaan
juga
yang
lebih
kecil.
Kebudayaan-kebudayaan kecil serupa
education
to
accept
the
differences.
itu, pada gilirannya mewujud menjadi
Permasalahan
kebudayaan masyarakat yang lebih
muncul
besar.
multikultural adalah perbedaan dari
Mengacu pada Liliweri (2005: 68-69),
masyarakat
multikultur
dalam
yang masyarakat
setiap kelompok budaya menganggap bahwa budaya mereka adalah yang
94 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
paling unggul, intoleran terhadap
diskursus, tidak terlibat lebih jauh
perbedaan, dan diskriminatif. Istilah
hingga
us versus them merupakan hal sering
yang
muncul ke permukaan. Merujuk pada
dipandang relevan dengan topik yang
Supartiningsih
diangkat
(2012)
paradigma
demikian memunculkan pelabelanpelabelan terhadap kelompok lain yang
mengarah
pada
mengintervensi diteliti.
masyarakat
Metode
tersebut
yang memiliki makna
pendidikan kesadaran multikultur. Pengumpulan
data
dilakukan
pandangan
melalui serangkaian observasi terlibat
negatif. Pandangan negatif tersebut
dalam konteks ruang publik hingga
mengkristal
prasangka,
perayaan Cap Go Meh Tahun 2011
intoleran, dan diskriminatif (Zubair,
hingga 2013. Penulis melibatkan diri
2005; dalam Supartiningsih, 2012:
secara penuh dan merekonstruksi hasil
242).
observasi
menjadi
d. Metode Penelitian
dan
merumuskannya
menjadi sebuah laopran penelitian.
Artikel ini disusun berdasarkan
Observasi terlibat secara langsung
penelitian mengenai Perayaan Cap Go
dianggap paling efektif dan strategis
Meh di Kota Bandung tahun 2011-
dalam
2013.
makna
Penelitian
yang
dilakukan
mengkonstruksikan yang
makna-
terkandung
dalam
berparadigma kualitatif dengan sifat
fenonema yang dikaji. Dalam tradisi
longitudinal yang mengadopsi metode
penelitian
action research. Mengacu pada Lippit
merupakan instrumen utama dalam
(1945; dalam Tripp, 2005) action
penelitian. Artikel ini merupakan
research bukanlah menindaklanjuti
susunan dari konstruksi pemikiran dan
hasil penelitian dalam bentuk aksi
tafsir
untuk
pengalaman
memecahkan
melainkan
masalah
menindaklanjuti
hasil
penelitian dengan penelitian baru
kualitatif,
peneliti
atas
peneliti
pengalaman-
sekelompok
manusia
yang teramati. Proses penelitian ini membentuk
untuk mendapatkan pemahaman yang
skema
lebih mendalam. Hal tersebut sejalan
fenomena perayaan Cap Go Meh
dengan
tahun 2011 hingga 2013 di Kota
tanggapan
Habermas
terhadap Skjervheim (1971: dalam
Whyte,
menerjemahkan
1989), pratice
167; yakni
Bandung.
dialektik,
bermula
Penelitian
mengobservasi
upaya
tahun
dari
2011
peredaman
sebagai
konflik antar etnis dengan hasil
interpretasi hermeneutik dan juga
peredaman konflik antar etnis dipicu
membatasi
oleh kuasa kapital etnis Tionghoa
peneliti
pada
tataran
95 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
yang didistribusikan kepada warga
Hokkian, dan Kongfu. Umumnya
setempat. Pada tahun 2012 peredaman
tempat asal etnis Tionghoa di Kota
konflik ditunjukkan dengan adanya
Bandung berasal dari daratan China
perilaku membangun ruang publik
sebelah selatan, yaitu di sekitar daerah
yang dialogis antar etnis Tionghoa
Guang Zhou, Hunan, dan Fujian. Dari
dengan etnis tempatan. Tahun 2013,
sekian banyak etnis Tionghoa, afiliasi
penelitian
dengan
agama yang dianut terbagi atas 2
mengobservasi kuasa kapital, ruang
bagian besar, yakni pemeluk protestan
publik yang tercipta, serta tindakan-
dan
tindakan komunikatif yang dilakukan
dan/atau Kong Hu Chu hanyalah
oleh anggota kelompok baik dari etnis
sebagian kecil dari etnis Tionghoa
Tionghoa
yang berada di Kota Bandung dan
diadakan
maupun
etnis-etnis
katholik.
tempatan. Dari lintasan penelitian
sebagian
tersebut
agama Islam.
diperoleh
terbangunnya
temuan
kesadaran
lainnya
Taoisme
memeluk
membuka
Kelenteng Dharma Ramsi, salah
sekat-sekat komunikasi antara etnis
satu dari sekian banyak kelenteng
Tionghoa
yang berada di Kota Bandung, terletak
dengan
etnis-etnis
tempatan.
Dari
terbangun
pengetahuan
penelitian
ini
mengenai
di
Gang
Cibadak.
ibu
Aisah
Kelenteng
Kelurahan
ini
didirikan
peredaman konflik komunal bersifat
tahun 1953, dan berada di lingkungan
ganda (multiple) yang dilakukan oleh
permukiman yang saat itu didominasi
etnis Tionghoa. Di sisi lain, terdapat
oleh etnis Sunda yang beragama
suatu
islam.
proses
memunculkan
pendidikan dan
yang
Selain
kelenteng
Dharma
meningkatkan
Ramsi, di lokasi tersebut, terdapat 6
pemahaman atas kemajemukan dan
kelenteng lain. Pada masa tersebut,
kesederajatan budaya dari masing-
hubungan antar etnis, yakni etnis
masing
Tionghoa
kelompok
etnis,
yakni
semakin menurunnya prasangka etnis.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Obyektif Etnis Tionghoa Di Kota Bandng Etnis Tionghoa yang bermukim
dengan
etnis
tempatan
relatif erat dengan jarak sosial yang dekat.
B.
kecil
Pemeluk
Di
antara
mereka
saling
mengenal terutama di karenakan para etnis Tionghoa menumpang hidup di tanah-tanah yang dimiliki oleh etnis tempatan, sebelum mereka mampu
di Kota Bandung terdiri dari berbagai
membeli
sub-sub etnis, yakni Hakka (Khek),
sendiri.
dan
mendirikan
96 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
rumah
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
Hingga tahun 1980an, hubungan
maka jumlah etnis Tionghoa melebihi
antara etnis Tionghoa dengan etnis
jumlah etnis Sunda yang bermukim di
tempatan sangat baik. Hal ini dapat
daerah tersebut.
digambarkan melalui refleksi masa
Pada masa kekinian, prasangka
kecil peneliti yang memiliki banyak
etnis di lokasi penelitian relatif kental.
teman sepermainan yang berasal dari
Etnis-etnis
etnis Tionghoa dan mengenal dengan
etnis Tionghoa sebagai kelompok
baik anggota keluarganya. Kehidupan
yang sombong, arogan, tidak mau
pertetanggaan antara etnis Tionghoa
mengenal
dengan
Jawa
merebut lahan hidup mereka karena
menunjukkan kohesi yang kuat, yakni
jumlahnya yang semakin bertambah.
kesamaan sebagai penduduk Gang Ibu
Prasangka
Aisah. Kohesi ini juga ditunjukkan
dapat
dalam perilaku negatif penduduk
termasuk di dalam pengajian warga
setempat, seperti berjudi atau minum
masyarakat setempat. Prasangka etnis
minuman keras. Dapat dikatakan,
tidak hanya berupa ucapan verbal,
etnis Tionghoa dan etnis tempatan
seperti istilah "cina", "chun kuo",
tidak memiliki sekat-sekat sosial dan
"babah", ataupun "akew". Gestur pun
terhubung
menunjukkan prasangka etnis, seperti
etnis
Sunda
dengan
dan
baik
dalam
aktivitas kesehariannya.
"pribumi"
warga,
dan
tersebut
didengar
memandang
terutama
hampir
ataupun
selalu dilihat,
gerakan tangan untuk menyipitkan
Seiring perkembangan waktu, di
mata (etnis Tionghoa memiliki ciri
lokasi penelitian terjadi pertumbuhan
mata yang sipit). Prasangka-prasangka
populasi
dan
tersebut memiliki makna kebencian
kedatangan "warga baru" beretnis
terhadap etnis Tionghoa. Di sisi lain,
Tionghoa,
Minang,
anggota dari etnis Tionghoa pun
wilayah Gang Ibu Aisah (dan Gang
memiliki prasangka etnis terhadap
Luna
etnis-etnis
etnis
yang
Tionghoa
Batak,
dan
terletak
bersebelahan
"pribumi".
Prasangka
dengannya) menjadi daerah yang
tersebut, meliputi sikap malas, tidak
heterogen
bisa dipercaya, anak-anaknya nakal,
karena
penduduk
baru.
Tionghoa
diperkirakan
banyaknya
Populasi
etnis
sebanding
dan jorok. Prasangka etnis tersebut membuat
hubungan
antara
etnis
dengan populasi etnis "pribumi", yang
Tionghoa dengan etnis-etnis tempatan
terdiri dari Sunda dan Jawa. Artinya,
bagaikan "minyak dalam air".
jika dilakukan perbandingan antara etnis Tionghoa dengan etnis Sunda,
2. Bentuk Ruang Publik Menjelang Tahun Baru Imlek
97 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
tahun 2011, kuasa kapital mulai
keterwakilan warga disediakan di area
bergerak.
memperlancar
bekas sungai yang ditutup oleh beton.
Go Meh, jemaah
Ruang tersebut dimanfaatkan untuk
Untuk
perayaan
Cap
kelenteng
berswadana
melebarkan
berdiskusi
antara
tempatan
pelapisan
pelaksana perayaan Cap Go Meh.
pada
permukaan
etnis
etnis
Gang Ibu Aisah dan melakukan beton
dengan
warga
Tionghoa
jalan. Upaya pelebaran jalan tersebut
Ruang publik dibentuk karena
adalah dengan menutup sungai/kali
muncul reaksi warga yang merasa
yang terletak di depan kelenteng.
terusik karena ritual keagamaan Kong
Kualitas
Hu
beton
dikontrol
dengan
Chu.
Keterusikan
warga
sangat ketat dengan maksud agar
disebabkan karena suara-suara dari
beton tahan lama dan tidak mudah
instrumen (tambur dan tamborin)
rusak. Lalu lintas di depan kelenteng
dalam ritual agama Kong Hu Chu
menjadi lebih leluasa, demikian pula
dianggap bising dan menjadi polusi
bau polutan dari sungai/kali dapat
suara. Reaksi tersebut tidak hanya
diminimalisir karena tertutup oleh
muncul dari etnis-etnis tempatan,
beton. Anak-anak warga setempat
sebagian besar etnis Tionghoa yang
menjadi
dapat
bermain di
jalan
tidak memeluk agama Kong Hu Chu
tersebut
tanpa
mengganggu
lalu-
pun
lintas.
Warga
bereaksi
menentang
memiliki
kebisingan yang diakibatkan oleh
kendaraan roda empat dapat memarkir
pihak kelenteng. Keterusikan warga
kendaraannya di tempat tersebut dan
tersebut dikarenakan mereka adalah
keamanannya diawasi oleh pihak
"penduduk baru" yang bermukim di
kelenteng serta petugas keamanan RW
lokasi
setempat.
sebelumnya,
Kuasa
yang
turut
kapital
sangat
penelitian. tidak
Pada pernah
masa ada
efektif
keterusikan warga akibat lantunan
dalam membentuk ruang publik. Para
suara dan musik yang mengiringi
etnis Tionghoa mengalirkan kapital
ritual
untuk
membentuk
etnis
Tionghoa.
Untuk
suatu
ruang
mengatasi keterusikan warga tersebut,
bagi
warga
untuk
jemaah
secara
terbuka
dengan
dengan pihak Dewan Kemakmuran
telah
Mesjid (DKM), tokoh gereja, dan
diperlebar melalui betonisasi. Meja
tokoh masyarakat untuk memberi
dan bangku dalam jumlah yang relatif
pemahaman
cukup
ritual" agama Kong Hu Chu. Warga
berkumpul berdialog
memanfaatkan
jalan
untuk
yang
menampung
kelenteng
berkoordinasi
mengenai
98 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
"kekhasan
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
diberikan kesempatan untuk masuk
Dalam
ruangan
publik
yang
dan melihat isi dan suasana kelenteng
tersedia ini terjadi tindakan-tindakan
Dharma Ramsi.
komunikatif.
Ruang depan
publik
disediakan
kelenteng
dan
di
bernuansa
Mengacu
pada
Habermas (1984: 360) ruang publik yang
disediakan
oleh
jemaah
informal. Di tempat ini setiap orang
kelenteng membentuk suatu jaringan
dapat saling berdialog dan memberi
yang mengkomunikasikan informasi
masukan kepada pihak penyelenggara
dan berbagai cara pandang dari warga
mengenai
perlu
masyarakat. Arus-arus informasi yang
diperbaiki. Dialog pada ruang publik
muncul dalam komunikasi warga
tersebut dilakukan sebelum Tahun
yang tertampil kemudian disaring dan
Baru
dipadatkan.
hal-hal
Imlek.
menyediakan
yang
Pihak
kelenteng meja
tersebut menjadi simpul-simpul opini
dengan
publik yang spesifik bergantung pada
hidangan lokal, seperti kopi, bajigur,
konteks yang sedang dibicarakan.
cakue, dan kacang yang mereka beli
Ruang
dari
berdasarkan
sederhana
bangku di
dan
Informasi-informasi
lengkapi
warga
sekitar.
penyelenggara,
Pihak
yakni
jemaah
publik
(1984),
yang
tersedia,
pemikiran
Habermas
memiliki
tujuan
untuk
kelenteng duduk bersama warga untuk
membentuk opini dan kehendak yang
berdialog atas kondisi yang dihadapi.
mewakili kepentingan umum. Dapat
Siapapun
dipahami bahwa pemikiran Habermas
disilahkan
duduk
dan
berbicara di tempat tersebut.
bersifat emansipatoris karena sifat
Dialog dalam ruang publik ini
teoretisi kritik yang lebih cenderung
tidak sekedar membicarakan teknis
menekankan
penyelenggaraan perayaan Cap Go
akademik emansipatoris dan praksis
Meh semata. Dialog antara etnis
(Bauman, 2010: 96).
tempatan
dengan
etnis
Tionghoa
meluas pada permasalahan warga masyarakat sekitar, seperti keamanan lingkungan,
memudarnya
pada
ranah-ranah
3. Pendidikan Multikultur, Perubahan Habitus, dan Praktik Masyarakat Keberadaan ruang publik tersebut
rasa
menjadikan kesempatan dialog antar
memiliki daerah, dan juga solidaritas
etnis menjadi lebih terbuka. Dialog
antar
yang
etnik.
Ruang
publik
ini
tercipta
merupakan
bentuk
diselenggarakan pada saat cuaca tidak
interaksi diskursif. Warga etnis-etnis
hujan dan berlangsung antara pukul
tempatan yang notabene mayoritas
20 hingga 22.30.
beragama
Islam
menyampaikan
99 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
pendapat-pendapat berupa singgungan
satunya pilihan adalah berniaga di
antara agama Islam dengan ajaran
pusat kota. Para etnis Tionghoa
Kong Hu Chu. Warga etnis tempatan
menyatakan pula ada keuntungan dari
meminta agar dalam pelaksanaan
diskriminasi tersebut, yakni dengan
perayaan
berniaga
Cap
Go
Meh
tetap
di
pusat
kota,
secara
memperhatikan standar budaya yang
langsung terdapat distribusi kapital
berlaku,
keberadaan
dari masyarakat yang mengumpul di
agama lain, dan menghormati waktu-
pusat kota. Etnis Tionghoa mendapat
waktu tertentu yang dianggap sakral.
berkah dari distribusi kapital tersebut,
Dari
yakni strata ekonominya lebih tinggi
menghormati
pihak
menyatakan
etnis
mereka
telah
daripada etnis-etnis tempatan. Warga
acara
yang
menanggapi hal tersebut sebagai suatu
spesifik, selalu ada penghentian acara
hal yang masuk akal. Pertukaran
saat kumandang azan selama sekitar 1
komoditas terjadi di area perkotaan;
jam. Pihak keagamaan dari DKM
dan di area itulah etnis Tionghoa
setempat pun menyatakan bahwa
bermukim dan menumpuk kapital dari
susunan perayaan Cap Go Meh telah
aliran distribusi kapital masyarakat.
menyusun
bahwa
Tionghoa,
rangkaian
berkoordinasi dengan pihak DKM. Interaksi
diskursif
Isu
publik
lainnya
adalah
mewujud
mengenai sarana dan prasarana. Pihak
menjadi dialog antar budaya dan
warga etnis tempatan menyatakan
kepercayaan.
bahwa
Pertukaran
informasi
kedatangan
massa
dalam
mengenai budaya dan kepercayaan
jumlah banyak untuk ikut serta dalam
antara etnis tempatan dengan etnis
perayaan Cap Go Meh, memerlukan
Tionghoa
kesadaran
sarana dan prasarana yang memadai.
Tionghoa
Masalah yang paling utama adalah
mereka
penampungan para partisipan dan
kesejarahan.
membuka Etnis-etnis
menyatakan
bahwa
mengalami
diskriminasi
yang
ketersediaan
air
bersih.
Bersama
panjang. Diskriminasi ini dimulai
dengan warga etnis tempatan, etnis
sejak tahun 1959, di saat etnis
Tionghoa
penyelenggara
Tionghoa
Cap
Meh,
terusir
dari
daerah
Go
perayaan
berembuk
untuk
perdesaan dan harus bermukim di
membangun fasilitas tersebut. Dengan
wilayah perkotaan. Hak-hak berpolitik
kuasa
etnis Tionghoa, pada tataran tertentu,
membangun WC umum bagi warga
dibatasi dan diperlakukan sebagai
dengan ketersediaan air artesis yang
warga negara yang berbeda. Satu-
memadai. Warga dapat memanfaatkan
kapital,
jemaah
100 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
kelenteng
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
air tersebut jika mereka mengalami
Pembukaan perayaan oleh gubernur
kekurangan air, terutama saat musim
dipandang sebagai langkah strategis,
kemarau.
yakni untuk meredam penentangan
Berkoordinasi
dengan
sebuah sekolah swasta di sekitar
dari
lokasi perayaan, para warga etnis
penyelenggara,
tempatan, penyelenggara perayaan,
membentangkan spanduk yang di
dan pihak sekolah bersepakat bahwa
dalamnya terdapat nama Gubernur
sekolah
Jawa Barat lengkap dengan gelar
tersebut
dijadikan
lokasi
golongan
penginapan para partisipan perayaan
keagamaan
Cap Go Meh.
sebagai
Dialog lainnya adalah upaya pembatasan penumpukan
Islam.
Pihak
pada
dan
H-2
gelar
bentuk
akademik
informasi
kepada
warga dan juga upaya meredam
manusia,
konflik. Nama depan dari Gubernur
terutama di depan Vihara Dharma
Jawa Barat mencerminkan nuansa
Ramsi. Untuk mengatasi hal tersebut,
islami,
dibuatkan
berhasil
panggung
khusus
bagi
sehingga
konflik
diminimalisir.
agama
Konsensus
warga yang ingin menikmati hiburan
tokoh pembuka perayaan Cap Go
musik dan lawak bernuansa Sunda,
Meh dilakukan pada tahun 2012,
juga menampilkan kesenian wayang
sejalan dengan program Bandung
golek.
penyelenggaran
sebagai kota pariwisata dan ekonomi
hiburan tersebut terpisah hanya sekitar
kreatif, pada tahun 2012, perayaan
30 meter dari kelenteng dan bertempat
Cap Go Meh dibuka oleh Menteri
di sebuah lahan kosong di Gang Luna.
Pariwisata
Tempat
dan
Ekonomi
Kreatif
Upaya mereduksi konflik antar
Kabinet Indonesia Bersatu II, yakni
etnis terjadi juga dalam ruang publik
Mari Elka Pangestu. Bagi warga di
tersebut. Berdasar masukan dari etnis
sekitar
tempatan,
kehadiran
para
penentangan dari kelompok Islam
merupakan
kebanggaan
garis keras, perayaan Cap Go Meh
yaitu daerahnya pernah didatangi
harus dibuka oleh tokoh yang dapat
secara langsung oleh tokoh-tokoh
diterima
terkemuka.
untuk
oleh
Konsensus
meredam
semua
yang
golongan.
dicapai
adalah
lokasi
penyelenggaraan, tokoh
tersebut tersendiri,
Serangkaian dialog yang tercipta
dipilihnya Gubernur Jawa Barat yang
dalam
notabene
perbendaharaan wawasan dari para
berasal
dari
partai
ruang
tempatan
publik
dan
menambah
berplatform Islam untuk membuka
etnis
perayaan Cap Go Meh Tahun 2011.
Tionghoa. Masing-masing menerima
101 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
juga
etnis
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
input informasi ke dalam habitus
hari;
masing-masing dan mengubah cara
C. KESIMPULAN DAN SARAN
pandang atas pihak lain. Prasangka
1.
etnis
yang
sebelumnya
menjadi
Simpulan Ruang publik merupakan sarana
habitus dan praktik berupa longgarnya
pendidikan
ikatan antara etnis tempatan dengan
menggugah kesadaran multikultural.
etnis
Melalui
Tionghoa
berubah
seiring
yang
ruang
strategis
publik
dalam
konsensus-
diterimanya input hasil dialog dalam
konsensus dalam masayarakat yang
ruang publik yang tersedia.
multikultur
Perubahan habitus dan praktik
menciptakan
tersebut menunjukkan bahwa:
bersama
a. terdapat kesadaran sekat
dicapai
kebaikan
dalam
kesederajatan.
guna
kehidupan
perbedaan
Keberadaan
dan ruang
komunikasi antara etnis
publik pada situasi sosial yang plural
Tionghoa
diperlukan untuk membentuk habitus
dengan
etnis
tempatan;
baru yakni kesadaran multikultur yang
b. terciptanya
kesadaran
mengakui
pentingnya interaksi yang diskursif dan dialogis; c. terjadinya prasangka
penurunan etnis
yang
perbedaan
dan
berada
dalam kesejajaran. 2.
Saran Berkait
dengan
masyarakat
kenyataan
Indonesia
yang
signifikan
disertai
multikultur, perlu digagas penciptaan
penurunan
prasangka
ruang-ruang publik dalam masyarakat
berdasar agama; d. terjadinya
terutama
peningkatan
plural.
yang Selain
memiliki itu,
dimensi
berkaca
dari
interaksi antar etnis yang
kebermanfaatan ruang publik pada
bersifat asosiatif;
masyarakat, secara formal, pendidikan
e. terciptanya
kesadaran
multikultural dapat dimasukkan ke
perbedaan standar budaya
dalam kurikulum pendidikan formal
antara etnis-etnis tempatan
sedari
dengan
generasi yang sadar akan pluralitas
etnis Tionghoa;
dan f.
dapat
dini
untuk
menciptakan
masyarakat.
terciptanya kesadaran akan
D. DAFTAR PUSTAKA
struktur budaya baku yang
___________.
(1984). Harvard
Distinction.
lebih besar yang dijadikan
Cambridge:
pedoman perilaku sehari-
Press.Bauman, Z. (2010). Towards A
102 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
University
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
14th
Critical Sociology: An Essay On
(2012).
Commonsense Emancipation. New
Upper Saddle River NJ: Pearson.
York: Routledge. __________.
(1989).
The
Structural The Public
Sphere. Cambridge, MA: MIT Press. (2007).
Edition.
Lefebvre. H. (2008). Space, Difference,
Transformation Of
__________.
Sociology
Ruang
Everyday
Life.
New
York:
Prasangka
Dan
Routledge. Liliweri. A. (2005).
Publik:
Konflik: Komunikasi Lintas Budaya
Sebuah Kajian Tentang Kategori
Masyarakat Multikultur. Yogyakarta:
Masyarakat
LKiS.
Borjuis. Yogyakarta:
Macionis, J.J. (2012). Sociology 14th
Kreasi Wacana. __________. (2008). Between Naturalism And Religion: Philosophical Essays. Cambridge: Polity Press.
Edition. Upper Saddle River NJ: Pearson. Prasetyo, A.G. (2012). Menuju Demokrasi
Bourdieu. J.F. (1979). Algeria 1960.
Rasional: Melacak Pemikiran Jurgen
Cambridge: Cambridge University
Habermas tentang Ruang Publik.
Press.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Habermas,
J.
(1984).
Communicattive
Theory
Action.
of
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial
Boston:
dan Ilmu Politik Universitas Gadjah
Beacon. Hardiman,
Mada. F.B.
Masyarakat Masyarakat,
(2008).
Menuju
Komunikatif:
Ilmu,
Politik
dan
Ritzer, G. (2012). Teori Sosiologi: Dari Sosiologi
Klasik
Sampai
Perkembangan Terakhir Postmodern
Postmodernisme Menurut Jurgen
Edisi
Habermas. Yogyakarta: Kanisius.
Pustaka Pelajar.
Kedelapan.
Yogyakarta:
Harker , R. Mahar, C. dan Wilkes, C.
Supartiningsih. (2012). Multikulturalisme
(2009). (Habitus X Modal) + Ranah
Dalam Perspektif Etika Diskursus
=
Jurgen
Praktik:
Pengantar
Paling
Habermas.
Prosiding
Komprehensif Kepada Pemikiran
Seminar Internasional Multikultural
Pierre
Dan
Bourdieu.
Yogyakarta:
Jalasutra
Globalisasi
2012.
Depok:
Universitas Indonesia.
Kadarsih, R. (2008). Demokrasi Dalam
Suryadinata, L. (2002). Negara dan Etnis
Ruang Publik: Sebuah Pemikiran
Tionghoa: Kasus Indonesia. Jakarta:
Ulang Untuk Media Massa Di
LP3ES
Indonesia. Dakwah. Vol IX No.1. Januari-Juni
2008Macionis.
J.J.
Tripp, D. (2005). Action Research: A Methodological
103 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme
Introduction.
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
Melbourne: University of Murdoch. Whyte, W.F. (1989). Advancing Scientific Knowledge Through Participatory Action Research. Sociological Forum, Vol. 4, No. 3 Sep., 1989. Yusar.
(2011).
Revivalisme
Ajaran
Konfusian Oleh Etnis Tionghoa di Kota
Bandung:
Studi
Sosiologi
Agama. Program Studi Sosiologi FISIP Unpad. Tidak diterbitkan
104 Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme