PENERAPAN MODEL MULTILITERASI TRANSFORMASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAPUAN MEMBACA PEMAHAMAN PUISI
THE APPLICATION OF TRANSFORMATION MULTILITERACY MODELS TO IMPROVE POETRY READING COMPREHENSION ABILITY 1
Tri Setya Utami, 2Etty Rohayati, 3Susilowati
S1-Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pengetahuan, Universitas Pendidikan Indonesia Email:
[email protected]
1
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab 2
Tri Setya Utami, Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi
ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada kemampuan membaca pemahaman puisi peserta didik kelas V SD dengan menggunakan model multiliterasi transformasi. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya kemampuan membaca pemahaman puisi. Peserta didik masih belum bisa membedakan antara judul dengan tema, peserta didik belum bisa menentukan amanat dari puisi, dan peserta didik belum bisa menjelaskan isi atau makna puisi. Kondisi tersebut disebabkan oleh kurang bervariasinya model pembelajaran yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatan proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik dalam kemampuan membaca pemahaman puisi. Metode penelitian yang dipilih adalah penelitian tindakan kelas dengan desain Elliot yang dilaksanakan dalam tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Mekarsari. Instrumen yang digunakan adalah pedoman penilaian proses dan produk, lembar observasi, lembar wawancara, lembar catatan lapangan, dan gambar hasil dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh beberapa hasil yakni proses pembelajaran dan juga hasil pembelajaran membaca pemahaman puisi pada peserta didik kelas V sekolah dasar meningkat. Adapun rata-rata nilai proses yang diperoleh peserta didik pada siklus pertama adalah 57,64, rata-rata nilai proses peserta didik pada siklus kedua adalah 72,66, dan
rata-rata nilai proses peserta didik pada siklus ketiga adalah 84,18. Selain itu, rata-rata nilai produk yang diperoleh peserta didik pada siklus pertama adalah 58,84, rata-rata nilai produk yang diperoleh peserta didik pada siklus kedua adalah 76,51, dan rata-rata nilai produk yang diperoleh peserta didik pada siklus ketiga adalah 86,14. Penggunaan media yang bervariatif akan menambah minat peserta didik dalam mengikuti penelitian. Selain itu, produk yang dihasilkan dapat dikemas dalam media literasi yang beragam. Kata kunci: membaca pemahaman puisi, multilitersi transformasi, peserta didik sekolah dasar ABSTRACT This research focuses on poetry reading comprehension for elementary school’s fifth graders using transformation multiliteracy models. This research is undertaken based on students lack of poetic understanding, i.e. the students are having difficulties differentiating themes and titles, unable to withdraw the messages from poems, and confused when it comes to explaining the meaning of poems. What the students are lacking, is actually caused by less-varied learning models being used in classrooms. The goal of this research is to enhance the poetry learning process as well as the students’ performances. Research methods being used is classrom action research, based on Elliot design, carried out in three cycles, each of whom consists of three actions. This research took place in SDN Mekarsari. The
instruments used in this research are guidelines of assessment process, observation sheets, interview sheets, field note sheets, and image documentation. Based on the research that has been conducted, the results of learning process as well as the poetic comprehension among the fifth graders have increased. The average process value obtained by the students in the first cycle was 57.64, the average process value obtained in the second cycle was 72.66, and the average process value in the third cycle was 84.18. In addition, the average product value obtained by the students in the first cycle was 58.84, the average product value obtained in the second cycle was 76.51, and the average product value obtained in the third cycle was 86.14. Use varied media will increase the interest of students to participating in research. In addition, the resulting product can be packaged in variety of media literacy. Keyword : poetry reading comprehension, transformation multiliteracy, student of elementary school
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi informasi menyebabkan munculnya tuntutan baik lokal maupun global. Oleh karena itu masyarakat harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Keterampilan berbahasa merupakan salah satu penunjang agar masyarakat dapat menyesuaikan diri. Salah satu keterampilan berbahasa yang penting untuk dimiliki adalah keterampilan membaca. Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang bertujuan untuk menemukan dan mengolah informasi dengan cara menganalisis dan mensintesis guna
diaplikasikan di dalam kehidupan seharihari. Namun keterampilan membaca khususnya membaca pemahaman puisi di sekolah dasar masih sangat rendah. Berdasarkan hasil observasi, dari 29 orang peserta didik 28 orang tidak dapat menentukan tema puisi, 16 orang tidak dapat menjelaskan amanat puisi, dan 27 orang tidak dapat menjelaskan isi puisi. Hal tersebut disebabkan oleh komponen pembelajaran yang kurang menunjang. Materi ajar yang kurang bervariatif, model dan metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca khususnya puisi pun kurang inovatif. Hal ini menyebabkan peserta didik jenuh dan tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu pembelajaran puisi hanya terfokus pada kegiatan membaca ekspresif tanpa memperhatikan kegiatan membaca apresiatif. Pembelajaran hanya terfokus pada bagaimana penggunaan jeda, intonasi, dan mimik dalam pembacaan puisi. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menerapkan model multiliterasi transformasi dengan tujuan mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan membaca pemahaman puisi pada peserta didik di sekolah dasar. Oleh karena itu model multiliterasi transformasi ini diterapkan di dalam suatu penelitian tindakan kelas yang berjudul “Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi”. Istilah multiliterasi berasal dari istilah literasi yang berarti melek huruf atau keterampilan membaca dan menulis. Namun kemudian istilah literasi berkembang hingga mencakup empat keterampilan berbahasa. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H (2015) yang menyebutkan bahwa dalam perkembangannya literasi diartikan sebagai kemampuan dalam membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Istilah
Tri Setya Utami, Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi
literasi ini terus berkembang dan memiliki beragam penafsiran yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi, hingga pada akhirnya istilah literasi berubah menjadi multiliterasi. Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H (2015) memaparkan bahwa multiliterasi merupakan sebuah keterampilan yang didapat dengan mengoptimalkan berbagai macam cara guna memperoleh, mengidentifikasi, mengolah, memahami, dan mengkomunikasikan berbagai bentuk informasi sehingga seseorang mampu mengaplikasikan informasi yang diperolehnya guna memaksimalkan potensi dan bakat yang ada di dalam dirinya sehingga mampu mengikuti arus perkembangan zaman dan teknologi. Informasi yang diperoleh merupakan informasi yang berasal dari berbagai jenis teks, simbol, gambar, ataupun multimedia. Model multiliterasi transformasi ini berfokus pada kegiatan merubah atau mereproduksi suatu teks ke dalam genre lain. Abidin (2015) menyatakan bahwa model transformasi apabila dikaitkan dengan teks, maka akan terjadi pengubahan terhadap teks tersebut yang selanjutnya akan dihasilkan genre teks tertentu. Pengubahan ini tetap didasarkan pada isi teks sebelumnya. Adapun tahapan dari model multiliterasi transformasi ini adalah apersepsi, penyajian teks, analisis teks, pemaknaan teks, perancangan karya, transformasi karya, dan revisi, editing, publikasi. Keterampilan yang dibutuhkan apabila model transformasi dikaitkan dengan pembelajaran adalah keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Pada dasarnya keterampilan membaca dan menulis memiliki kaitan yang sangat erat. Hal ini sejalan dengan pendapat Zsigmond (2014) yang menyatakan bahwa keterampilan membaca dan menulis memiliki hubungan dimana dalam hal membaca,
kita mengasosiasikan gambar dan pikiran mengenai teks ke dalam memori, dan menemukan hubungan sebab akibat sehingga terbentuk suatu pemahaman terhadap teks. Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap teks tersebut, maka kegiatan selanjutnya adalah merubah pengetahuan (gambar dan pikiran tadi) melalui kegiatan menulis. Membaca merupakan kegiatan menterjemahkan suatu imbol yang berupa huruf. Menurut USAID (2014) membaca pemahaman merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pembaca dengan tujuan guna memperoleh informasi dari bacaan secara menyeluruh atau holistik. Pembelajaran membaca memiliki berapa tahapan yaitu kegiatan prabaca, kegiatan membaca, dan kegiatan pascabaca. Gilet dan Temple (dalam Somadayo, 2011) mengungkapkan bahwa membaca pemahaman melibatkan tiga hal yakni pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki pembaca, pengetahuan mengenai struktur dari suatu bacaan, dan kemampuan pembaca dalam menemukan makna. Apresiasi sastra merupakan kegiatan bergaul dengan karya sastra baik secara langsung maupun tidak langsung. Apresiasi langsung dapat dilakukan dengan membaca, melihat, atau mendengarkan suatu karya sastra. Apresiasi tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari teori sastra, sejarah ataupun latar belakang dari terciptanya suatu karya sastra, bahkan bisa dengan cara mempelajari perjalanan hidup seorang sastrawan. Gove (dalam Aminuddin, 2014) yang menguraikan bahwa apresiasi sastra memiliki arti yang lebih luas, dimana pembaca sastra berkenalan dengan karya sastra melalui kepekaan batinnya dan juga perasaannya sehingga terjadinya pemahaman dan adanya pengakuan terhadap unsur keindahan yang pengarang ungkapkan.
Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra. Puisi dapat memberikan pemahaman lebih daripada sekedar apa yang tertulis. Maka dapat dipahami bahwa puisi merupakan bentuk sastra yang padat kata dan luas makna. Meskipun dengan sedikitnya kata yang ada, puisi mampu membangkitkan analogi dan tafsiran makna yang sangat luas. Nurgiyantoro (2005) yang mengungkapkan mengenai bahasa yang digunakan dalam puisi itu padat dimana kata yang digunakan pun sedikit. Puisi pun memiliki unsur-unsur pembangun puisi yang dibagi ke dalam dua hal yaitu unsur isi dan unsur bentuk. Unsur isi mencakup aspek gagasan atau ide dan emosi, sedangkan unsur bentuk meliputi aspek kebahasaan dan tipografi. Selain puisi, genre sastra lainnya yang juga sama menariknya untuk dipelajari adalah prosa fiksi. Cerpen merupakan salah satu yang termasuk ke dalam prosa fiksi. Cerpen atau cerita pendek merupakan karya yang hanya memiliki permasalahan tunggal dan biasanya permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang kerap terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Senada dengan pendapat tersebut, Sayuti (2007) mengungkapkan bahwa cerpen didasarkan pada insiden tunggal. Cerpen memiliki unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur instrinsik cerpen terdiri dari tema, alur, tokoh dan penokohan, latar (setting), sudut pandang (point of view), dan amanat. Unsur ekstrinsik merupakan unsur pembangun dari luar cerpen tersebut, budaya yang berkembang pada saat pembuatan cerpen tersebut, kepercayaan pengarang, atau latar belakang pengarang.
METODE Peneliti menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Desain penelitian tindakan kelas yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
desain penelitian model John Elliot. Desain penelitian model John Elliot ini merupakan desain penelitian yang terdiri dari tiga siklus dan setiap siklusnya terdiri dari tiga tindakan, maka secara keseluruhan akan ada sembilan tindakan yang dilaksanakan oleh peneliti. Menurut Abidin (2011), penelitian tindakan kelas digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi di dalam kelas. Permasalahan ini diselesaikan dengan menerapkan langkah-langkah perbaikan yang tentunya dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Peneliti melaksanakan langkah pertama yaitu ide awal dimana peneliti menentukan metode penelitian dan objek penelitian yang akan digunakan. Setelah metode dan objek penelitian ditentukan maka peneliti akan menemukan dan menganalisis masalah yang ada berdasarkan objek penelitian tersebut. Tahap selanjutnya yang peneliti lakukan adalah tahap perencanaan umum pertama, dimana pada tahap ini peneliti membuat dan menyusun perencanaan mengenai tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus satu. Kemudian setelah perencanaan dirasa matang, maka peneliti akan melaksanakan tindakan berupa pembelajaran pada siklus satu. Pada siklus satu ini pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan masalah yang ada dan tentunya disesuaikan juga dengan perencanaan yang sudah dibuat. Setelah melaksanakan tindakantindakan pada siklus satu, peneliti melakukan monitoring terhadap pelaksanaan siklus satu dan juga mengamati efek yang ada atau ditimbulkan di siklus satu. Dalam tahap ini peneliti harus mampu mengidentifikasi hal-hal yang dirasa menjadi penghambat dalam proses pembelajaran sehingga nantinya dapat diketahui juga kegagalan-kegagalan yang ada di siklus satu. Kegagalan-kegagalan tersebut akan dijelaskan pada tahap berikutnya yaitu tahap penjelasan
Tri Setya Utami, Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi
kegagalan implementasi. Kegagalan pada implementasi siklus satu ini dijadikan acuan untuk perbaikan di siklus selanjutnya. Pada tindakan I kegiatan yang akan dilaksanakn oleh peserta didik adalah menuliskan hal yang diketahui berkaitan dengan isi puisi, menuliskan pertanyaan pemandu, membaca puisi, menganalisis unsur-unsur puisi (tema, rasa, nada, dan amanat), dan menjelaskan isi dari puisi. Pada tindakan II peserta didik akan merancang karya dengan membuat draf karangan kemudian akan dikembangkan peserta didik ke dalam bentuk cerpen. Pada tindakan III peserta didik akan merevisi cerpen yang telah dibuat kemudian peserta didik akan membuat pop-up book. Partisipan dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VB SD Negeri Mekarsari dengan jumlah peserta didik sebanyak 29 orang. Laki-laki 21 orang dan perempuan 8 orang. Instrumen yang digunakan peneliti adalah penilaian yang terdiri dari penilaian proses dan penilaian hasil, lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Penilaian proses menggunakan skoring rubrik dengan skor 4, 3, 2, 1. Indikator yang digunakan pada penilaian proses adalah menuliskan lima hal yang diketahui berkaitan dengan isi puisi, menuliskan empat pertanyaan pemandu berkaitan dengan isi puisi, menganalisis 4 unsur puisi (tema, rasa, nada, dan amanat), menjelaskan isi puisi, membuat draf karangan, dan merevisi karangan. Adapun indikator yang digunakan dalam penilaian proses adalah kesesuaian isi cerpen dengan isi puisi, kejelasan isi cerpen, tampilan karya, dan tata bahasa yang digunakan. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik kuantitatif, teknik kualitatif, dan teknik triangulasi. Teknik kuantitatif adalah teknik analisis data yang berkaitan dengan angka, teknik kuantitatif
dilaksanakan pada data yang diperoleh dari lembar kerja proses dan produk yang dihasilkan oleh peserta didik. Teknik kualitatif adalah teknik analisis data yang berupa deskripsi, dilaksanakan pada data yang berasal dari lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Teknik triangulasi adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggabungkan teknik kualitatif dan teknik kuantitatif. Adapun teknik triangulasi yang dilakukan oleh peneliti adalah teknik triangulasi metode pengumpulan data dimana peneliti membandingkan data yang diperoleh melalui beragam metode yang digunakan, namun sumber data tetap sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan model penelitian yang digunakan, penelitian ini dilaksanakan dengan tiga kali siklus yang masingmasing siklus terdiri dari tiga tindakan. penelitian siklus I tindakan I diikuti oleh 27 orang, tindakan II diikuti oleh 29 orang dan tindakan III diikuti oleh 29 orang. Dua orang yang tidak hadir pada tindakan I mengikuti pembelajaran diluar jadwal penelitian. Hal ini dimaksudkan agar data dapat terkumpul dengan lengkap. Pada siklus I tindakan I, peneliti menemukan beberapa permasalahan diantaranya pada kegiatan tanya jawab peserta didik menjawab pertanyaan secara serempak, hal ini menyebabkan kegiatan tanya jawab menjadi kurang kondusif. Peneliti akhirnya meminta peserta didik untuk mengangkat tangannya terlebih dahulu sebelum berbicara. Selain itu, pada kegiatan mengerjakan LKP dan LKK peserta didik masih kebingungan. Hal tersebut terjadi karena peserta didik kurang memperhatikan ketika peneliti menjelaskan. Upaya yang peneliti lakukan adalah peneliti menjelaskan kembali prosedur pengerjaan dan meminta peserta didik untuk memperhatikan peneliti. Pada pengerjaan
LKK, peserta didik kebingungan membedakan unsur rasa dan unsur nada. Oleh karena itu, peneliti memberikan contoh dan menuliskannya di papan tulis dengan tujuan hal tersebut dapat memberikan gambaran bagi peserta didik dalam menemukan unsur-unsur puisi tersebut. Peserta didik belum mampu menjelaskan isi puisi dengan tepat, peserta didik terkesan menyalin karena peserta didik menuliskan kembali larik puisi ke dalam kolom menjelaskan isi puisi. Peneliti pun melakukan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap isi puisi. Pengerjaan LKP dan LKK memakan waktu yang cukup lama dan tidak sesuai dengan waktu yang diberikan oleh peneliti. Akhirnya, peneliti pun memberikan tambahan waktu pengerjaan. Pada siklus I tindakan II, kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta didik adalah membuat draf karangan dan mengembangkan draf karangan. Selama kegiatan ini dilaksanakan, peneliti menemukan peserta didik yang menuliskan karangan secara utuh pada LKP membuat draf karangan, seharusnya peserta didik hanya menuliskan gagasan pokok setiap paragrafnya saja. Peneliti pun terus memberikan bimbingan dan meminta peserta didik memperbaiki draf karangannya. Selanjutnya pada kegiatan mengembangkan draf karangan peserta didik kurang memperhatikan ejaan dan belum memahami mengenai paragraf. Kekurangan pada kegiatan mengembangkan draf karangan ini diperbaiki pada tindakan selanjutnya yaitu pada kegiatan merevisi karangan. Peneliti memberikan tanda atau catatan pada karangan yang dihasilkan oleh peserta didik. Pada siklus I tindakan III, peserta didik merevisi karangan dan juga membuat pop-up book. Ketika peneliti menjelaskan prosedur pembelajaran, peserta didik banyak yang mengeluh, peserta didik tidak mau memperbaiki
karangan yang sudah dibuatnya. Peneliti pun memberikan motivasi kepada peserta didik untuk memperbaiki karangan tersebut. Pada pembuatan pop-up book peneliti tidak banyak menjelaskan prosedur pengerjaan karena peserta didik sudah pernah membuat pop-up book. Siklus II dilaksanakan dengan beberapa perbaikan yang disesuaikan dengan masalah yang muncul pada siklus I. Namun meskipun demikian masih ada beberapa kelemahan yang peneliti temukan diantaranya pada siklus II tindakan I peserta didik masih ada yang menuliskan larik puisi yang dibacanya ke dalam kolom menjelaskan isi puisi. Dalam menyikapi hal ini peneliti terus memberikan arahan kepada peserta didik untuk menjelaskan isi puisi menggunakan kata-kata sendiri dan sesuai dengan pemahaman sendiri. Peneliti pun akhirnya melakukan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai isi puisi. Pada siklus II tindakan II, peserta didik membuat draf karangan, namun pada saat kegiatan membuat draf karangan dilaksanakan kelas mulai tidak terkondisikan karena banyak peserta didik yang berkumpul mengelilingi peneliti hanya untuk menunjukkan pekerjaannya. Pada akhirnya peneliti mengumpulkan LKP peserta didik dan memeriksa satu-persatu, kemudian peneliti memanggil peserta didik yang bersangkutan. Peneliti meminta peserta didik lainnya untuk duduk di tempatnya masing-masing. Pada pengembangan draf karangan peserta didik mulai memahami cara pembuatan paragraf namun ejaan masih belum diperhatikan. Pada siklus II tindakan III ketika merevisi karangan peserta didik sudah mulai mau mengikuti saran dari peneliti namun belum semua. Peserta didik masih ada yang mengeluh dengan berbagai alasan tidak mau memperbaiki karangannya sesuai dengan apa yang peneliti sarankan. Dalam hal ini peneliti
Tri Setya Utami, Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi
hanya memperingatkan peserta didik apabila tidak dibetulkan berarti peserta didik mengambil resiko nilai yang didapatnya akan kecil. Siklus II tindakan I diikuti oleh 29 orang peserta didik, siklus II tindakan II diikuti oleh 27 orang peserta didik, dan siklus II tindakan III diikuti oleh 26 orang. Siklus III ini diikuti oleh 28 orang peserta didik. Satu orang tidak mengikuti penelitian dari tindakan I sampai dengan III dengan alasan kesehatan. Siklus III terlaksana dengan sangat baik. Pada tindakan I peserta didik sudah bisa mengerjakan LKP dan LKK dengan tepat waktu. Selain itu peserta didik sudah mampu menjelaskan isi puisi. Pada tindakan II peserta didik dapat membuat draf karangan dengan baik dan kondusif. Dalam pengembangan draf karangan peserta didik masih kurang memperhatikan ejaan. Peneliti terus membimbing peserta didik dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya pada tindakan III ketike merevisi karangan peserta didik masih mengeluh, namun peserta didik tetap merevisi karangannya sesuai dengan saran peneliti. Tahap apersepsi dalam model multiliterasi transformasi dilaksanakan pada tindakan I dengan cara peneliti peserta didik diminta untuk menuliskan hal yang diketahuinya berkaitan dengan isi puisi dan menuliskan pertanyaan pemandu berkaitan dengan isi puisi. Pada kegiatan menuliskan hal yang diketahui, peserta didik dituntut untuk dapat menggali pengetahuan awalnya yang tentunya harus sesuai dengan topik atau isi puisi yang akan dibaca. Pengetahuan awal ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses membaca pemahaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat Abidin (2012a) yang menyatakan bahwa skemata merupakan faktor penentu dari keberhasilan membaca pemahaman. Skemata merupakan pengetahuan awal yang diperoleh dari pengalaman pembaca di
kehidupan sehari-harinya. Selanjutnya kegiatan menuliskan pertanyaan pemandu dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik. Kegiatan menuliskan apa yang diketahui dan kegiatan menuliskan pertanyaan pemandu ini merupakan tahap prabaca. Burke (dalam Abidin, 2015) memaparkan bahwa aktivitas prabaca yang dapat dilakukan peserta didik diantaranya adalah menggali skemata dan membuat pertanyaan yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas. Lebih lanjut McLaughlin dan Allen (dalam Rahim, 2009) menyebutkan bahwa ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman diantaranya adalah dengan mengaktifkan latar belakang pengetahuan. Maksudnya kegiatan mengaktifkan latar belakang pengetahuan disini adalah pembaca diajak untuk menggali pengalamannya atau pengetahuan awalnya yang berkaitan dengan topik yang akan dibaca. Selain itu strategi lainnya adalah dengan membuat pertanyaan pemandu yang digunakan untuk memandu pembaca dalam menemukan informasi yang dibutuhkan. Selanjutnya peneliti menjelaskan mengenai materi puisi. Setelah itu peneliti menyajikan teks puisi yang harus dibaca oleh peserta didik. Puisi yang digunakan pada penelitian ini merupakan puisi karya Y.P.B Wiratmoko. Puisi yang digunakan ini memiliki tema musibah atau bencana alam. Pada tindakan I puisi yang digunakan berjudul “Badai”, pada tindakan II puisi yang digunakan berjudul “Tragedi Gunung Merapi”, dan pada tindakan III puisi yang digunakan berjudul “Akibat Ulah Manusia”. Peneliti kemudian membagi peserta didik ke dalam kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari dua sampai tiga orang. Selanjutnya peneliti melaksanakan tahap analisis teks dan pemaknaan teks. Pada tahap ini peserta didik akan menguraikan unsur yang membangun
puisi dan kemudian dimaknai berdasarkan hasil analisis yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada kegiatan ini peneliti memberikan pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik secara kelompok. Pertanyaan ini berhubungan dengan unsur-unsur yang terkandung di dalam puisi diantaranya tema, rasa, nada, dan amanat. Selain itu peserta didik diminta untuk menceritakan isi puisi. Menurut Abidin (2012a) indikator ketercapaian membaca pemahaman salah satunya adalah menjawab dimana peserta didik harus mampu menjawab pertanyaan mengenai teks yang telah dibacanya. Selain itu, indikator lainnya adalah mempertimbangkan dimana peserta didik harus mampu menetapkan pesan yang terkandung di dalam puisi. Setelah kegiatan ini dilaksanakan, peneliti bersama peserta didik membahas hasil pekerjaan peserta didik yang berhubungan dengan tahap analisis dan pemaknaan teks. Lebih lanjut McLaughlin dan Allen (dalam Rahim, 2009) memaparkan bahwa strategi untuk meningkatkan membaca pemahaman adalah dengan cara analisis dan sintesis gagasan penting. Maksudnya untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan maka pembaca harus menguraikan informasi-informasi yang ada di dalam bacaan yang kemudian diolah dan dipadukan dengan pengalaman atau pengetahuan awal pembaca. Tahap perancangan karya dan transformasi karya dilaksanakan pada tindakan II. Perancangan karya dilaksanakan dengan cara peserta didik diminta untuk membuat draf karangan. Setelah kegiatan pembuatan draf karangan selesai, peneliti membagikan media berupa kertas duplek yang akan digunakan peserta didik dalam kegiatan mentrasformasi karya. Selanjutnya peneliti meminta peserta didik untuk mengembangkan draf karangan yang telah dibuatnya ke dalam bentuk cerpen. Pengubahan teks puisi ke dalam bentuk
cerpen ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik terhadap bacaan. Hal ini senada dengan Abidin (2012a) yang menyebutkan bahwa indikator lainnya yang dapat mengukur pemahaman peserta didik terhadap suatu bacaan adalah mengubah dimana peserta didik melakukan pengolahan informasi sehingga peserta didik mampu membentuk wacana yang baru. Tindakan III pada setiap siklusnya dilaksanakan dengan kegiatan merevisi karangan yang telah dibuat oleh peserta didik pada tindakan II. Selain itu pada tindakan III ini peserta didik akan membuat pop-up book yang tentunya berhubungan dengan isi puisi yang dibacanya. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memotivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran bahasa. USAID (2014) memaparkan bahwa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa khususnya membaca dan menulis, peserta didik membutuhkan media yang baik. Penggunaan media yang baik ini akan meningkatkan kemampuan dan motivasi peserta didik dalam menyusun gambaran yang runtut. Hasil dari penelitian yang telah peneliti laksanakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Pemerolehan Nilai Proses dan Nilai Produk No
Siklus I
Proses Produk
57,64 58,84
Siklus II 72,66 76,51
Siklus III 84,18 86,14
Proses pembelajaran yang telah dilaksanakan mengalami peningkatan. Peningkatan proses ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh peserta didik. Ratarata nilai proses peserta didik pada siklus I sampai dengan siklus III mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata proses membaca pemahaman puisi dengan menggunakan model mulitiliterasi
Tri Setya Utami, Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi
transformasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
4 2
100 80 60 40 20 0 Rata-rata Nilai Proses
0 Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Menuliskan hal yang diketahui
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Menuliskan pertanyaan pemandu (jumlah pertanyaan)
57.64
72.66
84.18
Menganalisis unsur-unsur puisi
Gambar 1.1 Grafik Peningkatan Rata-rata Nilai Proses Membaca Pemahaman Puisi
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai proses yang diperoleh peserta didik pada siklus I adalah 57,64, rata-rata nilai proses yang diperoleh peserta didik pada siklus II adalah 72,66, dan rata-rata nilai proses yang diperoleh peserta didik pada siklus III adalah 84,18. Data tersebut menunjukan peningkatan yang terjadi pada pembelajaran dari mulai siklus I sampai dengan siklus III. Peningkatan ini tidak terlepas dari pemerolehan skor setiap indikatornya yang juga ikut meningkat pada setiap siklusnya. Pemerolehan rata-rata skor pada setiap indikator yang diperoleh oleh peserta didik dalam proses membaca pemahaman puisi dapat digambarkan pada gambar di bawah ini.
Menuliskan pertanyaan pemandu (ketepatan pertanyaan)
Menjelaskan isi puisi Membuat draf karangan Merevisi karangan
Gambar 1.2 Grafik Rata-rata Skor Setiap Indikator Proses Membaca Pemahaman Puisi
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor pada setiap indikator yang diperoleh peserta didik dalam proses membaca pemahaman puisi mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi pada enam dari tujuh indikator yang ada. Pada indikator menuliskan hal yang diketahui berkaitan dengan isi puisi, peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 0,9 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,44. Hal ini terjadi karena peserta didik mulai aktif dalam menggali pengetahuan awalnya. Pada indikator menuliskan pertanyaan pemandu (jumlah pertanyaan, peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 0,62 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,64. Pada indikator menuliskan pertanyaan pemandu (ketepatan dalam membuat pertanyaan, peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 0,62 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,76. Pada tindakan I kegiatan prabaca ini peningkatan yang paling besar terjadi pada indikator menuliskan pertanyaan pemandu. Peningkatan ini terjadi karena peserta didik membuat pertanyaan dengan memperhatikan kata
tanya yang digunakan dan juga tanda tanya. Hal ini menyebabkan pemerolehan skor peserta didik menjadi meningkat. Selanjutnya indikator menganalisis unsur-unsur puisi juga mengalami peningkatan, peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 0,69 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,4. Pada indikator ini peserta didik sudah mulai mampu menentukan unsur-unsur-unsur puisi yang terkandung di dalam puisi yang dibacanya. Pada indikator menjelaskan isi puisi, peningkatan yang terjadi pada siklus I ke siklus II sebesar 1 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,38. Peningkatan yang paling besar adalah peningkatan yang terjadi pada indikator menjelaskan isi puisi. Hal ini terjadi dikarenakan peserta didik mulai mampu menjelaskan isi puisi menggunakan bahasanya sendiri. Peserta didik tidak lagi menuliskan larik puisi yang dibacanya. Pada kegiatan membuat draf karangan, peningkatan yang terjadi pada siklus I ke siklus II sebesar 0,37 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,11. Pada kegiatan menulis draf karangan ini awalnya peserta didik menuliskan semua karangannya namun setelah diberikan penjelasan peserta didik memperbaiki draf karangannya dan hanya menuliskan gagasan pokoknya saja. Peserta didik mulai terampil dalam membuat draf karangan. Selanjutnya pada indikator merevisi karangan pada siklus I ke siklus II tidak terjadi peningkatan, peserta didik mengeluh karena harus memperbaiki karangan yang dibuatnya sehingga peserta didik tidak melakukan kegiatan revisi dengan maksimal. Pada siklus II ke siklus III terjadi peningkatan sebesar 0,49. Peningkatan ini terjadi karena peserta didik mulai termotivasi ingin mendapatkan nilai yang sempurna dan kemudian mau memperbaiki karangannya.
Sejalan dengan peningkatan proses pembelajaran membaca pemahaman puisi ini, hasil belajar dalam pembelajaran membaca pemahaman puisi menggunakan model multiliterasi transformasi di kelas VB SD Negeri Mekersari juga ikut meningkat. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai produk yang diperoleh oleh peserta didik dari siklus I sampai dengan siklus III. Peningkatan rata-rata nilai produk membaca pemahaman puisi ini dapat dilihat melalui gambar di bawah ini. 100 80 60 40 20 0
Siklu s1
Siklu s2
Siklu s3
Rata-rata Nilai 58.84 Produk
76.51
86.14
Gambar 1.3 Grafik Peningkatan Rata-rata Nilai Produk Membaca Pemahaman Puisi
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai produk yang diperoleh peserta didik pada siklus I adalah 58,84, nilai rata-rata produk yang diperoleh peserta didik pada siklus II adalah 76,51, dan nilai rata-rata produk yang diperoleh peserta didik pada siklus III adalah 86,14. Data tersebut menunjukan bahwa nilai rata-rata produk membaca pemahaman puisi menggunakan model multiliterasi transformasi mengalami peningkatan. Hal ini juga ditunjang oleh peningkatan skor pada setiap indikatornya. Peningkatan rata-rata skor pada setiap indikator penilaian produk dapat dilihat dari gambar di bawah ini.
Tri Setya Utami, Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi
5 4 3 2 1 0 Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Kesesuaian isi karangan dengan isi puisi Kejelasan isi Tampilan Karya Tata bahasa
Gambar 1.4 Rata-rata Skor pada Setiap Indikator Produk Membaca Pemahaman Puisi
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa dari siklus I sampai dengan siklus III rata-rata skor setiap indikatornya mengalami peningkatan. Pada indikator kesesuaian isi karangan dengan isi puisi, rata-rata skor peserta didik pada siklus I adalah 3,07, ratarata skor peserta didik pada siklus II adalah 3,79, dan rata-rata skor peserta didik pada siklus III adalah 3,91. Peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 0,72 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,21. Indikator selanjutnya yaitu indikator kejelasan isi. Pada indikator ini rata-rata pemerolehan skor peserta didik pada siklus I adalah 2,28, rata-rata skor peserta didik pada siklus II adalah 3,31, dan rata-rata skor peserta didik pada siklus III adalah 3,74. Peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 1,03 dan peningkatan dari siklus II ke siklus III sebesar 0,43. Indikator ketiga adalah tampilan karya, pada indikator ini rata-rata skor peserta didik pada siklus I adalah 1,90, rata-rata skor peserta didik pada siklus II adalah 2,59, dan rata-rata skor peserta didik pada siklus III adalah 3,04. Peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 0,69 dan peningkatan skor dari siklus II ke siklus III sebesar 0,45. Indikator terakhir adalah tata bahasa, pada indikator ini rata-rata
pemerolehan skor pada siklus I adalah 2,17, rata-rata pemerolehan skor pada siklus II adalah 2,64, dan rata-rata pemerolehan skor pada siklus III adalah 3,09. Peningkatan skor yang terjadi dari siklus I ke siklus II sebesar 0,47 dan peningkatan skor yang terjadi dari siklus II ke siklus III sebesar 0,45. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dapat dipahami bahwa model multiliterasi transformasi mampu meningkatan kemampuan membaca pemahaman puisi baik dari segi proses maupun hasil. Model multiliterasi transformasi ini cocok digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman puisi karena dalam pelaksanaannya model ini berkaitan dengan kegiatan analisis dan sintesis informasi. Hal ini senada dengan pendapat Abidin (2015) yang memaparkan bahwa untuk mendapatkan pemahaman dari kegiatan membaca maka diperlukan kegiatan analisis dan sintesis informasi yang dikaitakan dengan pengalaman pembaca. Dalam pelaksanaan model multiliterasi transformasi ini pengalaman pembaca dijadikan dasar untuk memahami teks yang akan dibaca. Kemudian sebelum mengubah suatu genre teks maka peserta didik harus mampu menguraikan informasi yang terkandung di dalam teks yang dibacanya. Kegiatan analisis ini berhubungan dengan kegiatan pemaknaan teks puisi, dimana peserta didik harus menemukan tema, rasa, nada, dan juga amanat yang terkandung di dalam puisi. Setelah itu untuk memaknai teks puisi dan kemudian mengubah teks yang dibaca menjadi suatu genre yang baru tentunya harus dilakukan kegiatan sintesis informasi. Disamping keberhasilankeberhasilan yang telah dicapai oleh peneliti, penelitian ini juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut adalah, peserta didik masih belum memahami unsur nada di dalam puisi, untuk itu peserta didik harus terus dilatih
untuk menemukan unsur nada yang ada di dalam puisi. Selain itu, peserta didik masih belum mampu membuat karangan menggunakan ejaan yang baik dan benar, penempatan titik koma dan juga huruf kapital masih kurang diperhatikan. Peserta didik hendaknya dibiasakan untuk menggunakan ejaan yang baik dan benar, diperlukan bimbingan guru secara intensif dalam kegiatan pembelajaran. Melatih peserta didik dalam menggunakan ejaan yang baik dan benar tidak harus selalu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia saja, melainkan di dalam pembelajaran lain ketika melibatkan keterampilan menulis peserta didik harus dibimbing untuk menulis menggunakan ejaan yang baik dan benar. Peserta didik dalam mengubah teks puisi menjadi cerpen masih terpaku pada teks puisi, peserta didik kurang elaboratif dalam membuat karangan. Oleh karena itu, untuk memancing daya imajinasi peserta didik dalam pembelajaran selanjutnya penggunaan video yang berhubungan dengan isi puisi nampaknya dapat memberikan pengetahuan yang lebih. Hal ini senada dengan USAID (2014) yang memaparkan bahwa penggunaan panca indra mendorong terciptanya ide yang dapat dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam pembuatan pop-up book peserta didik terlihat bosan, oleh karena itu alangkah lebih baik apabila produk yang dijadikan sebagai media dalam pembuatan cerpen ini lebih bervariatif. Media literasi yang dapat digunakan antara lain mini book, kalender literasi, zigzag book, dan lainlain. Hal ini diperkuat oleh USAID (2014) yang menyebutkan bahwa media yang lebih bervariasi dapat membantu peserta didk dalam menuangkan ide dan imajinasinya. KESIMPULAN Peningkatan proses pembelajaran menggunakan model multiliterasi transformasi ini dapat dilihat dari nilai
proses yang diperoleh peserta didik selama penelitian ini dilaksanakan. Nilai proses ini terbagi menjadi nilai proses siklus 1, nilai proses siklus 2, dan nilai proses siklus 3. Pada siklus 1 rata-rata nilai proses peserta didik adalah 57,64, pada siklus 2 rata-rata nilai proses peserta didik adalah 72,66, dan pada siklus 3 rata-rata nilai proses peserta didik adalah 84,18. Peningkatan rata-rata nilai proses ini didasarkan pada peningkatan skor pada setiap indikator penilaian proses. Adapun indikator penilaian proses ini adalah menuliskan lima hal yang diketahui berkaitan dengan isi puisi, menuliskan empat pertanyaan pemandu berkaitan dengan isi puisi (jumlah pertanyaan), menuliskan empat pertanyaan pemandu berkaitan dengan isi puisi (ketepatan dalam membuat pertanyaan), menganalisis unsur-unsur puisi, menjelaskan isi puisi, membuat draf karangan, dan merevisi karangan. Hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran membaca menggunakan model multiliterasi transformasi mengalami peningkatan. Peningkatan ini dapat dilihat dari nilai produk yang diperoleh peserta didik. Sama halnya dengan nilai proses, nilai produk ini juga dapat dirincikan menjadi nilai produk siklus 1, nilai produk siklus 2 dan nilai produk siklus 3. Rata-rata nilai produk yang diperoleh peserta didik pada siklus 1 adalah 58,84, rata-rata nilai produk yang diperoleh peserta didik pada siklus 2 adalah 76,51, dan rata-rata nilai produk yang diperoleh peserta didik pada siklus 3 adalah 86,14. Peningkatan ini terjadi karena skor setiap indikatornya juga ikut meningkat. Indikator yang digunakan dalam penilaian produk ini adalah kesesuaian isi prosa dengan isi puisi, kejelasan isi, tampilan karya, dan tata bahasa.
Tri Setya Utami, Penerapan Model Multiliterasi Transformasi untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Puisi
REFERENSI Abidin, Y. (2011). Penelitian Pendidikan dalam Gamitan Pendidikan Dasar dan PAUD. Bandung: Rizqi PRESS. Abidin,
Y. (2012a). Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan` Karakter. Bandung: Refika Aditama.
Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H. (2015). Pembelajaran Multiliterasi dalam Konteks Pendidikan Multiliterasi, Integratif, dan Berdiferensiasi. Bandung: Rizqi PRESS. Abidin,
Y. (2015). Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad Ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama.
Aminuddin. (2014). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nurgiyantoro, B. (2005). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Rahim, F. (2009). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sayuti, S. A. (2007). Cerita Rekaan. Yogyakarta: Universitas Terbuka. Somadayo, S. (2011). Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogyakarta: Graha Ilmu.
USAID. (2014). Pembelajaran Literasi Kelas Awal di LPTK. Jakarta: USAID
Zsigmond, I. (2015). Writing Strategies for Fostering Reading Comprehension. Procedia Social and Behavioral Sciences, 180, 1698–1703. http://doi.org/10.1016/j.sbspr o.2015.05.073.