K-\.JIAN PENENTUAN URUTAN PRIORITAS PENANGANAN LAHAN KRITIS STUDI KASUS SUB SUB DAS CIMANUK HULU
TESIS MAGISTER
Oleh: R AGUS BUDI SANTOSA NIM: 25401015
BlDANG KHUSUS PENGEMBANGAN WILA YAH PROGRAl\1 STUD I PERENCANAAN WILA YAU DAN KOTA PROGRAM PASCA SARJANA INSITliT TEKNOLOGI BANIJUNG 2003
KAJIAN PENENTUAN URUTAN PRIORITAS
PENANGANAN LABAN KRITIS STUDI KASUS SUB SUB DAS CIMANUK HULU
GUS BUDI SANTOSA
: 25401015
Pembimbing
Ir. TETI ARMIATI ARGO, MES, PhD NIP.l31844774
..
u
KAJIAN PENENTUAN URUTAN PRIORITAS PENANGANAN LABAN KRITIS STUDI KASUS SUB SUB DAS CIMANUK HULU Oleh : R AGUS BUDI SANTOSA NIM : 25401015
Mengetahui/Menyetujui, Pembimbing
Ir. TETI ARMIATI ARGO, MES, PbD NIP. 131844774
caru~JD-w;ilayah
tut T
dan Kota ologi Bandung
NIP. 131844774
BIDANG KHUSUS PENGEMBANGAN WILAYAH PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA PROGRAM PASCA SARJANA INSITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2003
U1
At/an sa/aka thoriiqun yaltamis11 faihi 'ilmun sahhalallohu bihi thoriiqun Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu niscaya Alloh memudahkannya kejalan menuju surga (HR At Turmudzi)
Kupersembahkan untuk: lstriku Nurulita Christiana Mayasari Anakku Namira Salsabilla
IV
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis ini tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia di perpustakaan Institut Teknologi Bandung, terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau ringkasan hanya dapat dilakukan dengan seijin penulis atau harus disertai kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbemya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis ini, harus seijin Direktur Program Pasasatjana Institut Teknologi Bandung. Perpustakaan yang meminjamkan tesis ini untuk keperluan anggotanya diharapkan mengisi nama dan tandatangan peminjam serta tanggal penunJaman.
v
STUDY DETERMINATI ON OF SEQUENCE PRIORITY ON HANDLING THE CRITICAL LAND CASE STUDY SUB UPLAND CIMANUK WATERSHED
.
THESIS ABSTRACT
Submitted to the Graduate Program in Regional and Urban Planning in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Master in Regional and Urban Planning at The Bandung Institute of Technology by R AGUS BUDI SANTOSA NIM: 25401015
Supervisor Ir. TETI ARMIA TI ARGO, MES, PhD NIP. 131844774
SPECIAL AREA REGIONAL DEVELOPMENT REGIONAL AND URBAN PLANNING PROGRAM POSTGRADUATEPROG~
BANDUNG INSTITUTE OF TECHNOLOGY 2003 VI
ABSTRACT The greater critical land growth rate unable to meet balance to the ability of rehabilitating it. So, detennining sequence priority on handling of critical land is needed. Forestry Institution conduct it by pursuant to biophysical aspects namely Erosion Danger Level (TBE) to the watershed with erosion and sedimentation as a main problems. The objective of this research is to conduct sequence priority of handling the critical land, by a). identifying factors that should taken into consideration on making sequence priority of handling the critical Jand~ and b). conduct sequence priority of handling the critical land using the identified factors above. According to perception analysis (stakeholder analysis and Method), experts have a notion the importance of enhanced by social economic aspect using population pressure index and planning aspect using assigned conservation area and crops spatial
Df!lphi
adding spatial use.
The merger of three aspects above using geographical information system by ArcView release 3. I. Rank Sum method and Nonnalization of Scale are used to conduct sequence priority. Changing areas and location shifting were occur on new sequence priority which caused by adding two aspects above. Sequence priority change from 5 to 14.
Keywords : critical land, stakeholder analysis, geographical information system
Yll
Delphi
method,
KAJIAN PENENTU AN URUTAN PRIORITA S PENANGA NAN LAHAN KRITIS STUD I KASUS SUB SUB DAS CIMANUK HULU
ABSTRAK TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Pascasatjana strata II dalam bidang Perencanaan Wilayah dan Kota pada Institut Teknologi Bandung
oleh R AGUS BUDI SANTOSA NIM: 25401015
Pembimbing Ir. TETI ARMIA TI ARGO, MES, PhD NIP. 131844774
BIDANG KHUSUS PENGEMBA NGAN WILA YAH PROGRAM STUDI PERENCANA AN WILA YAH DAN KOTA PROGRAM PASCA SARJANA INSITUT TEKNOLOG I BANDUNG 2003
Vlll
ABSTRAK Laju pertumbuhan laban kritis yang semakin besar temyata tidak mampu diimbangi oleh kemampuan untuk merehabilitasinya. Untuk itu diperlukan suatu cara menentukan prioritas penanganan lahan kritis. Institusi kehutanan melakukannya berdasarkan Aspek Biofisik yakni dengan menggunakan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada DAS dengan permasalahan utamanya erosi dan sedimentasi. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan suatu urutan pnontas guna kepentingan penanganan lahan kritis di lokasi penelitian. Sasaran penelitian ini adaJah : a). Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan urutan prioritas, dan b). Menyusun urutan prioritas berdasarkan faktor-faktor yang teridentifikasi berbasis sistem infonnasi geografis Berdasarkan anaJisis persepsi ( melalui analisis stakeholder dan mcnggunakan metode Delphi) diperolch hasil bahwa para ahJi berpendapat perlunya ditambahkan aspek sosial ekonomi daJam bentuk indeks tekanan penduduk, dan aspek rencana penggunaan lahan dalam bentuk rencana fungsi kawasan Iindung & budidaya. Pengabungan ketiga faktor diatas menggunakan sistem informasi geografis dengan memakai software Arc View 3 .1. Agar dapat digabungkan masing-masing faktor dilakukan perangkingan dengan metode rank sum serta penormalan skala. Terjadi perubahan luasan dan pergeseran J.okasi urutan prioritas yang disebabkan oleh adanya penambahan aspek sosial ekonomi dan aspek rencana penggunaan lahan. Jumlah kelas prioritas berubah dari 5 kelas prioritas menjadi 14 kelas prioritas. Keywords : lahan kritis, analisis stakeholder, metode Delphi, sistem informasi geografis
IX
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat AJJoh SWT yang teJah melimpahkan rahmat dan berkatNya sejak penulis memulai hingga menyelesaikan pendidikan di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan tulus kepada : l.
Ibu lr. Teti Armiati Argo, MES, PhD, selaku dosen pembimbing yang dengan kemurahan hati selalu bersedia meluangkan waktunya;
2.
Bapak Ir. Widiarto, MCRP, PhD, selaku dosen wali yang telah menyemangati dan memberikan arahan;
3.
Bapak DR. Ir. Uton Rustan, MSc, dan Ir. Roos Akbar, MSc, PhD, selaku dosen pembahas dan penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempumaan tesis ini;
4.
Seluruh staf dosen pengajar di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, yang telah memberikan wawasan keilmuan & pengetahuan dan kapasitas pembelajaran;
5.
Bapak Ir. Iman Santo sa, MSc, Kepala Balai Pengukuhan Kawasan Rutan III Pontianak, beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi;
6.
Bapak Ir. Jajat Jatnika MSi, Kepala Balai PengeJoJaan DAS Cimanuk Citanduy beserta jajarannya yang telah berkcnan memberikan informasi data;
7.
Para ahli yang terlibat dalam penggunaan metode Delphi, atas kesempatan dan pendapat-pendapatnya;
8.
Keluarga besar Suyatno dan Nizami Elyuzar, membesarkan hati dan memberikan doa restunya;
9.
Istriku Nurulita semoga juga bisa segera lulus, anakku Namira cepatlah besar; X
yang
selalu
I 0 Ternanku lrendra Radjawali, Nindyo Cahyo Kurnolo dan Akhrnad Riqqi yang telah berkenan membagi ilmunya~
I I Segenap ternan-ternan PMPWK angkatan 200 I, terirnakasih atas bantuan dan kebersamaannya~ 12. Seluruh staf Tata Usaha dan Perpustakaan., terimakasih atas pinjaman infocus dan buku-bukunya~ 13. Segenap pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, saya ucapkan terimakasih.
Akhimya penulis berharap, tesis magister yang menggunakannya.
tnt
dapat bennanfaat bagi
Bandung;·November 2003 Penulis,
R.AGUSBUDISANTOSA
.
XI
DAFTARISI
Hal am an Halaman judul ..
Lembar Pengesahan
It
Pedoman Penggunaan Tesis
v
Thesis Abstract
Vl
...
Abstrak Tesis
Vlll
Kata Pengan!ar
X
..
Daftar lsi
XII
Daftar Tabel
XIV
Daftar Gambar
XV
BAB I
BAB II
BAB III
.
PENDAHULU..AN
I- 1
I.l.
Latar Belakang
I- I
1.2.
Perumusan Permasalahan
I-3
1.3.
Tujuan Penelitian
I-4
1.4.
Sasararf Penelitian
1-4
1.5.
Manfaat Penelitian
I-4
J.6.
Ruang Lingkup
I- 5
I.7.
Metodologi
1-5
1.8.
Sistimatika Pembahasan
I- 10
TINJAUAN PUSTAKA
II- I
II. 1.
Daerah Ali ran Sungai (0 AS) & Pengelolaan D AS
II- I
ll.2.
Analisis Persepsi
11-7
11.3
Sistem Infonnasi Geografis
II- 12
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUD I
Ill- I
XII
BAB IV
BAB V
III. I .
Kondisi Fisik Wilayah Penelitian
III- I
111.2.
Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian
III- 12
ANALISIS & PEMBAHASAN
IV- I
IV. I.
Analisis Persepsi
IV- I
A. Analisis Stakeholder
IV- I
B. Metode Delphi
IV-4
IV.2.
Penentuan Prioritas yang Dilakukan oleh BP-DAS
IV- I6
IVJ.
Penyusunan Urutan Prioritas dengan SIG
IV- I9
IV.4
Prioritas Versi BP-DAS dan Prioritas Versi Hasil Penelitian
IV- 27
KESIMPULAN DAN SARAN
V-I
V.I.
Kesimpulan
V-I
V.2.
Kelemahan Studi
V-2
V.3.
Saran Rekomendasi
V-2
Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
XIII
DAFTAR TABEL
Hal aman Tabel 2. I. Kelas Tingkat Bahaya Erosi
11-6
Tabel 2.2. Contoh Penggunaan rvtetode Rank Sum
II- 14
Tabel 3.1. Nama Desa, Kecamatan, Dan Luas Dala.Rl Sub DAS
III- 2
Tabel 3. 2. Data Luas Menurut Kelas Kelerengan Dan De sa
III- 3
Tabel3.3. Jenis Tanah & Kepekaan Terhadap Erosi
III- 5
Tabel 3.4. Luasan Untuk Tiap Jenis Tanah & Desa
Ill- 7
Tabel 3.5. Luasan Kedalaman EfektifTanah Per Desa
III- 8
Tabel3.6. Intensitas Curah Hujan Rata-Rata Tahunan 1990-1999
III- I 0
Tabel3.7 Luasan Tiap Penggunaan Lahan Per Desa
III- 11
Tabel3.8. Jumlah Pendudu~k & Rata-Rata Laju Pertumbuhan Tahunan
III- 12
Tabel3.9. Jumlah Penduduk Usia ProduktifYang Bekerja Tahun 2000
III- 13
Tabel4.1. Matriks Outline Posisi Stakeholder
IV -3
Tabel 4.2. Daftar Para Ahli
IV -4
Tabel4.3. Luasan Pada TiaJYUrutan Prioritas TBE
IV -17
Tabel4.4. Normalisasi Nilai Kelas TBE
IV -23
Tabel4.5. Normalisasi Nilai Kelas Tekanan Penduduk & Fungsi Kawasan
IV -23
Tabel4.6. Luasan Tiap Urutan Rangking Prioritas
IV- 25
I abel 4. 7. Pergeseran Luasan Menurut TBE Dan Hasil Penelitian
IV -28
Tabel4.8. Pergeseran Lokasi Prioritas di Desa Simpang
IV- 30
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal am an ::Jam bar J. J . Peta Orientasi Sub Sub DAS Cimanuk Hulu
I- 6
:Jambar 2. J. Tahapan Proses Metode Delphi
II- 12
3arnbar 3. J. Peta Kelerengan Sub Sub DAS Cimanuk Hulu
III- 4
3arnbar 3.2. Peta Jenis Tanah Sub Sub DAS Cimanuk Hulu
III- 6
:Jambar 3.3. Peta Kedalaman Tanah EfektifSub Sub DAS Cimanuk Hulu
III- 9
]arnbar 3.4. Peta Curah Hujan Rata-rata Tahunan
III- l 0
Jambar 4. I. Peta TBE Sub Sub DAS Cimanuk Hulu
IV- 17
:Jarnbar 4.2. Kerangka Analisis Multikriteria
IV- 21
:Jambar 4.3. Peta Urutan Rangking Prioritas Penanganan Lahan Kritis di ~ub Sub DAS Cimanuk Hulu
IV- 24
XV
BABIPENDAHULUAN
I. J. La tar Belakang
Pengelolaan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki ctn spesifik berdasarkan sumberdaya alam khususnya lahan dan air yang menjadi komponen penting dan mempunyai fungsi ganda dalam pemanfaatannya. Pertarmt dalam sistem keruangan berfungsi sebagai tempat manusia dan makhluq hidup lainnya hidup dan memelinara kelangsungan hidupnya. Kedua, dalam sistem produksi pertanian berfungsi sebagai salah satu faktor produksi yang penting dimana kualitas dan lokasi sumberdaya sangat menentukan tingkat keberhasilan pengelolaannya.
Karena itu,
strategi pengelolaan DAS
haruslah
.memperhatikan sifat sumberdaya dengan pemanfaatan yang sesuai dengan kemampuannya (Ambar 1999). Pendayagunaan
sumberdaya
alam
sebagai
pokok-pokok
kemakmuran rakyat harus dilakukan secara terencana, rasional, optimal dan
bertanggungjawab
dukungnya
dengan
serta
sesuat
memperhatikan
dengan
kemampuan
kelestarian
fungsi
daya dan
keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan (Sugandhy 1999). DAS merupakan suatu ekosistem yang kompleks dengan komponen utamanya adalah tanah, air, flora, fauna, serta manusia dengan semua aktivitasnya. Kerusakan ekosistem di suatu DAS terutama disebabkan oleh kegiatan manusia seperti penggundulan hutan, peladangan
berpindah,
pertanian
I-I -
lahan
kering
yang
tidak
memperhatikan
kaidah-kaidah
konservasi
tanah
dan
a1r,
serta
penggunaan pola sumberdaya lahan yang tidak tepat. Kerusakan ekosistem tersebut menyebabkan terganggunya kehidupan flora,. fauna dan terganggunya sistem tata air dan kualitas tanah yang pada gilirannya akan menyebabkan timbulnya kenaikan jumlah erosi. Jumlah erosi yang semakin bertambah menyebabkan terjadinya lahan kritis (Socmarwoto I 996). Berdasarkan tingkat kerusakannya, Departemen Kehutanan (Dephut) membagi DAS menjadi DAS Super Prioritas, DAS Prioritas, dan DAS Bukan Prioritas. Semakin prioritas, berarti semakin perlu dilakukan upaya penanganan untuk memulihkan kondisi DAS ke kondisi semula. Pada Pelita IV, Dephut menetapkan 36 DAS ..lt.mru-r~ ULU.lU.U.l.U.ll)U. A: ....... \U. ..,.., 4.-. D l ALU
U
ft . . f t . . . . ....
'""'ll''f'!hU.ll
_ . . , . .... .lH,il'U"fl
Prioritas
nAs Super Pn·on·tas • Namun .
lJ
pada Pelita V, berubah menjadi hanya 12 DAS Prioritas. Kemudian pada Pelita VII, urutan prioritas tersebut dikaji ulang, sehingga muncul urutan barn yang terd.iri dari 39 DAS Prioritas dimana 22 DAS diantaranya merupakan DAS Super Prioritas (Anonim 2000). Jumlah luasan lahan kritis pada tahun 1975 diprediksi sebesar 3.000.000 hektar dan pada talmo 2000 diprediksi menjadi 6.245.000
hektar. Laju pertambahan laban kritis di Indonesia cenderung semakin besar, sekitar 150.000 hektar per tahun pada tahun 1975, namun pada tahun 2000 mendekati 1.000.000 hektar per tahun. Padahal pertambahan kemampuan untuk menanganinya tidak secepat itu (Dephut 200 I). Oleh karena itu diperlukan penentuan urutan prioritas bagi penanganan kawasan Iahan kri-t-is -da!am setu DAS. Saat ini Departemen Kehutanan (Dephut) selaku departemen teknis telah melakukan upaya
I- 2 •
tersebut. Pada DAS dengan permasalahan utama 1 erosi dan sedimentasi. maka penentuan urutan prioritas berdasarkan prediksi tingkat bahaya erost. Semakin besar prediksi tingkat bahaya erosi maka semakin diprioritaskan.
I. 2. Perumusan Pennasalahan DAS Cimanuk merupakan salah satu dari 22 DAS Super Prioritas. Salah satu sebabnya adalah karena mempunyai laju erosi tertinggi di Indonesia2• Apabila hal ini dibiarkan akan mengakibatkan terjadinya pendangkalan didaerah hilimya. Disamping itu, laju erosi tinggi yang terjadi secara terns menerus akan menurunkan secara drastis kemampuan lahan karena kehilangan lapisan tanah bagian atas3. Prioritas penanganan akan terletak di daerah hulu DAS (onsite
cacthment area) karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS 4• Namun demikian, temyata Iuasan lahan kritis yang terletak didaerah hulu DAS juga masih sangat luas, dibandingkan dengan
1
Menwut Dephut ( 1998), pada dasamya permasalahan utama DAS dapat dibagi menjadi 3, yakni Erosi dan Sedimentasi; Hidrologi; dan Produk-tivitas Laban. 2 Berdasarkan sumber IOE UNPAD, SMEC dan P4 DPU dalam Anonim 2000, maka tingkat crosi yang tcrcatat di sungai Cimanuk adalah scbt..-sar 3,8 - 5,3 mrnltahlUl yang merupakan tingkat erosi rata-rata tertinggi dibandingkan sungai lainnya di IndonesiJ. 3 Dampok erosi tanah dapot diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : a. mcnurunnya produk-tivitas laban sciring dcngan kehilangan lapisan tanah bagian atas yang subur; dan b. tetjadi sedimcntasi di sungai yang dapat menyebabkan kerusa.kan salW"B.n :ian berJ,:urangnya kapasitas tampungan (Suhartanto 200 1) 4 Aktivitas (budidaya maupun konservasi) yang dilakukan di daernh hulu akan memberikan dampak tidak saja pada bagian hulu narmm juga akan memberikan dampak bagi dacrah hilimya (offiite area) dalam bcntuk pcrubahan tluktuasi debit dan trunspvr sed.imen serta material terlarut dalam system aliran air lainnya (Asdak 2002).
I- 3-
kemampuan untuk merehabilitasinya baik dari sisi jumlah sumber daya manusia maupun pembiayaan (Dephut 1998). Bahkan laju pertambahan lahan kritis tidak dapat diimbangi oleh laju pertambahan kemampuan untuk merehabilitasinya (Dephut 200 1). Oleh karena itu diperlukan suatu teknik menentukan urutan prioritas yang lebih lanjut.
I. 3. Tuj uan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah merumuskan suatu urutan prioritas guna kepentingan penanganan lahan kritis di lokasi penelitian.
I. 4. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan urutan prioritas b. Menyusun
urutan
prioritas
berdasarkan
faktor-faktor
yang
teridentifikasi berbasis sistem infonnasi geografis
I. 5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti
bagi
para institusi
perencana dan
khususnya instansi yang terkait
pengambil
kebijakan
dengan permasalahan penanganan
lahan kritis, seperti misalnya Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,
I-4-
Badan Perencana Pembangunan Perhutan~
Daera~
Kehutana~
Dinas
Perum
dlsb.
I. 6. Ruang Lingkup Ruang Iingkup penelitian kali ini adalah penentuan urutan prioritas penanganan Jahan kritis dengan studi kasus di Sub Sub DAS Cimanuk Hulu. Penentuan urutan prioritas penanganan berarti adalah cara
untuk
dibandingkan
menentukan yang
mana
lainnya
yang
tanpa
harus
lebih
membedakan
diprioritaskan
wujud
aktivitas
penanganannya~.
Definisi yang digunakan untuk lahan kritis adalah definisi yang dikeluarkan oleh Dephut. Menurut Dephut (2000), lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga Iahan tersebut .tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi 6 dan media tata air7.
5 Penanganan atas laban kritis itu sendiri pada dasamya dapat dibedakan mcnjadi 2 (dua) yakni sccara vegetatif dan secara sipil teknis. Vegetatif berarti upaya intervensi menggunakan vegetasi, bisa berupa penannman, pengayaan, dll. Sipil teknis bisa b:m~pa pembuatan teras, dam, dish. 6
Scbagai media produksi dalam bidang kebutanan berarti kemampuan suatu laban untuk menjadi medium tumbuh bagi vegetasi, artinya jika suatu lahan tidak lagi mempWlyai kemampuan mttuk menjadi medium twnbuh bagi vegetasi maka dikatagorikan sebagai lahan kritis. Bandingkan dcngan definisi menurut F AO (dalam Asdak 2002), dim:ma laban kritis adalab laban yang telab mcngalami penurunan produktivitas yang discbahk.m oleh hilangnya lapisan tanah bagian atas oleh erosi sehingga mengalami kerusaknn fisik, kimia dan biologi yang akhimya membahayakan fungsi hidro-orologis, produktivitas tanah, pemukiman dan kehidupan social. 1
Dicerminkan sebagai kemampuan mttuk menjadi bagian penting dalam siklus hidroorologis. Menurut Asdak 2002, siklus hicf.ro..<>rologis merupakan mata mntai yang menunjukkan perputaran gerakan air di permukaan bwni. Petjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke pennukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pemah berbenti. Tetapi kadang, air tertahan (berhcnti sementara) di sungai, danaulwaduk, dan didalam tanah, sehingga. dapat dimanfaatkan oleh manusia dan makhluq hidup lainnya. Ji.ka suatu laban tidak lagi dapat berfungsi sebagai ternpat pemberbentian sementara air
I- 5-
Penelitian kali ini menggunakan studi kasus Sub Sub DAS
Cimanuk dalam
Hul~
karena bagian hulu DAS merupakan bagian terpenting
perencanaan pengelolaan
DAS8 yang mempunyai fungsi
perlindungan. Sub Sub DAS Cimanuk Hulu merupakan bagian dari Sub DAS Cimanuk
Hulu~
dirnana Sub DAS Cimanuk Hulu merupakan
bagian dari DAS Cimanuk. Adapun peta orientasi wilayah studi dapat
dilihat dibawah ini :
,.......
........
s ,. •
11
» " ... ,. ~
Gambar 1.1. Peta Orientasi Sub Sub DAS Cimanuk Hulu Sumber : Data Digital BP-DAS Cimanuk Citanduy Studi kasus digunakan karena beragamnya karakterik DAS, yang menwrtut beragam pendekatan pula. Namun untuk DAS yang mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan penelitian ini yakni dengan baik. maka dikatakan sudah menjadi laban kritis. Hal ini ditandai dengan tingginya laju erosi dan sedimentasi, fluktuasi kekeringan dan banjir. 8 Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi 3 (tiga) bagian. yakni : Hulu, Tengah dan Hilir, dimana bagian hulu DAS merupakan bagian terpenting dalam perencanaan pengelolaan DAS karena adanya fungsi perlindungan.
I- 6-
laju erosi dan sedirnentasi yang sangat tinggi, rnaka penelitian ini dapat memberikan masukan. Secara administratif, Sub Sub DAS Cirnanuk Hulu terrnasuk kedalam Kabupaten Garut. Menurut Dephut, Sub Sub DAS Cimanuk Hulu terrnasuk kedalarn wilayah Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) Daerah
AJiran
Sungai
Cimanuk-Citanduy,
dimana
dalarn
pelaksanaannya dikelola oleh Badan Pengelolaan DAS (BP-DAS) Cimanuk-Citanduy.
I. 7. Metodologi a.
Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data penelitian dapat dibagi menjadi 2 bagian yakni
data primer dan data sekunder. Data primer adalah
wawancara kepada para ahli dalam penerapan metode /Jelphi. Sedangkan data sekunder terdiri dari 3 bagian, yakni : data untuk kepentingan pengidentifikasian stakeholder yang perlu dilibatkan data-data berupa peta dalam format digital dari BP-DAS Cimanuk Citanduy data pelengkap Iainnya
Bahwa perubahan guna lahan didaerah hulu ukan mernberikun dumpak tiduk suju ducruh hulu mclainkan juga daerah hilimya (Asdak 2002).
I-7-
b.
Analisa Data Analisa data terdiri dari 2 bagian yakni : Analisis Persepsi Analisis ini bertujuan untuk mencari ritasukkan/persepsi dari
para
pihak
yang
terkait
guna
penyelesaian
pennasalahan yang ada. Analisis ini terdiri dari 2 (dua) bagian yakni : I.
Menentukan para pihak (stakeholder) yang paling relevan Analisis Stakeholder digunakan untuk menentukan para pihak yang dianggap
paling relevan .dengan topik
penelitian. Berdasarkan Rietbergen (ed) 1998 dalam
Participation and Social Assesment, maka per definisi, stakeholder adalah orang perorang, kelompok, atau
institusi, yang akan terkena darnpak baik positif maupun negatif akibat adanya suatu intervensi (atau kegiatan), atau siapa saja yang dapat mempengaruhi (atau mempunyat peran) yang dapat berakibat pada hasil dari suatu intervensi (atau kegiatan). Setelah itu, masing-masing pihak yang terpilih akan diminta untuk rnengirirnkan wakilnya yang akan menjadi tenaga ahli yang merepresentasikan institusinya. Para ahli ini akan menjadi kelompok pakar yang kemudian akan diambil
pendapatnya
dengan
Delphi.
[- 8-
menggunakan
metode
2.
Merumuskan pendapat para ahli dengan menggunakan Metode Delphi Metode
Delphi
merupakan
suatu
teknik
membuat
keputusan yang dibuat oJeh suatu keJompok, dimana anggotanya terdiri dari para ahli atas masalah yang diputuskan. Pendapat para aWi ini akan saling ditukar satu sama lain, sehingga diperoleh suatu konvergensi pendapat atas suatu permasalahan. Menyusun
urutan
prioritas
penanganan
lahan
kritis
berdasarkan pendapat para aWi dengan menggunakan sistem infonnasi geografis (SIG) dengan mengunakan perangkat lunak Arc View 3.1 Dengan menggunakan sistem infonnasi geografis kita dapat menguraikan unsur-unsur yang terdapat di pennukaan bumi ke dalam bentuk layer9 atau coverage 10 data spasial. Dcngan layers ini pennukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan dalam bentuk nyata (real world tiga dimensi). Data-data secara otomatis dapat diturunkan oleh SIG tanpa keharusan
untuk
melakukan
interpretasi
secara manual.
9 Layer adalah I...-umpulan dari logika data tematik yang diterangkun dan disimpan pada database geografi. Layer mengorganisasi database menurut keadaan subyeknya, misalnya tanah, jalan, dlsb. Layer juga mencakup keseluruhan area geografi dari database (ESRI 1990 : Understanding· GIS).
I 0 Coverage adalah l-umpulan dari data yang berkaitan secara tematik yang dipertimbangkan scbagai satu unit, misalnya tanah, sungai, pcnggunaan lahan, dish. Coverage merupakan analog digital dari satu lembar peta yang membentuk unit dasar penyimpanan data. Pada coverage, feature peta disimpan sebagai teature primer, seperti arc, node, polygon, dan titik, serta feature sekunder seperti tic, cakupan, anotasi. Atrihut
I-9-
Dengan demikian SIG dengan mudah dapat menghasilkan peta~peta
tematik yang merupakan turunan dari peta-peta yang
lain dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya. Software yang digunakan adalah Arc View release 3.1.
r. 8. Sistimatika Pembahasan Setelah Bab I yang tertulis diatas, pembahasan tesis ini terbagi menjadi 4 Bab lainnya yakni : 13ab 2
Berisi tentang tinjauan pustaka. Hasil yang diharapkan ada adalah landasan teoritis tentang : daerah aliran sungai (DAS) dan prinsip pengelolaan DAS, analisis persepsi stakeholder yang berisi analisis
stakeholder dan metode Delphi, dan sistem informasi geografis. Bab 3
Gambaran Umum Wilayah Penelitian. Berisi deskripsi wilayah penelitian, yang terdiri dari kondisi fisik dan kondisi sosial ekononli. Kondisi fisik akan meliputi letak dan luas, topografi dan bentuk wilayah, jenis tanah, kedalaman efektif tanah, curah hujan, dlsb. Kondisi sosial ekonomi terutama tentang kependudukan dan mata pencaharian.
Bab 4
Hasil Analisis dan Pembahasan. Mengemukakan tentang bagaimana analisa yang dilakukan dan penjelasan atas basil analisis yang ada.
Bab 5
Kesimpulan
dan
Saran.
Kesimpulan
merupakan
upaya
mengintegrasikan argumen menjadi kesatuan yang berisi jawaban
pctu di~impun dan ditcrungkun sccuru tcrpisuh dalum tuhlc utrihut feuture (ESRI 1990 : UnJcrs1anding GIS).
I- 10-
atas pertanyaan penelitian atau pencapatan tujuan penelitian. Saran berisi implikasi atau rekomendasi tentang apa saja yang harus dilakukan selanjutnya.
I - 11 -
BAD ll TINJAUAN PUSTAKA
n. I.
Daerah Aliran Sungai (DAS) & Pengelolaan DAS DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik
dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke Iaut melalui sungai utama (Asdak 2002). DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri dari sumberdaya alam
(t~
air dan
vegetasi) dan sumberdaya manusia selaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut (Ambar I 999). Pada prinsipnya, DAS hanya mempunyai satu sungat utama ~ang
biasanya terdiri dari beberapa anak sungai. Masing-masing anak
sungai ini memperoleh air dari suatu luasan wilayah yang disebut Daerah Tangkapan Air (DTA) atau Water Catchment Area, dimana dalam satu DTA hanya mempunyai satu outlet (pintu keluar) menuju sungai utama dalam suatu DAS. Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yakni Hulu 1, Tengah2 dan Hilir.
1
Secara biogeofisik, daerah hulu dicirik.an oleh hal-hal sebagai berikut : merupakan daerah konservasi, mempm1yai kerapatan drainase lcbih tinsgi, merupakan daerah dt..-ngan kemiringan lereng besar (biasanya lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan (Asdak 2002). 2
Daerah tengah merupakan daerah tmnsisi dari daerah Hului dan Hilir (Asdalc 2002).
3
Daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut : merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daernh dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (biasanya l'llrang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengatwlln pemakaian air ditentukan oleh bongunan irigasi dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian (Asdak 2002).
II- I -
Pemanfaatan sumberdaya alam DAS mencenninkan pola perilaku. Keadaan sosial ekonomi dan tingkat pengelolaan sangat. berkaitan dengan kelembagaan atau tatanan institusionalnya ( Ambar 1999). Pengelolaan D AS merupakan upaya perencanaan pengelolaan untuk
menampung
seluruh
kepentingan
sektoral
dalam
rangka
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Anonim 1998). Pengelolaan DAS haruslah merupakan upaya integratif hulu-hilir dalam
satu
kesatuan manajemen untuk menjamin
keberlanjutan
sumberdaya alam dan manusianya (Asdak 2002). Baik atau buruknya pengelolaan DAS di bagian hulu akan tercermin pada ancaman banjir, keadaan aliran sungai pada musim kemarau (kekeringan), kandungan sedimen sungai pada bagian hilir, dlsb (Anonim 2000). Untuk kepentingan administrasi pengelolaan (Dephut 2000), maka kemudian dikenal istilah Satuan Wilayah Pengelolaan DAS · (SWP-DAS) yang dapat terdiri dari satu atau Jebih DAS, yang dapat dikelola sebagai satu kesatuan. Pada prinsipnya, pembentukan SWP D AS ditentukan oleh 2 ( dua) faktor utama yakni atas dasar Iuasan DAS yang mampu dikelola oleh satu kesatuan manajemen (menurut versi institusi kehutanan) dan atas dasar tingkat kepentingan untuk dikelola yang terdiri dari sub faktor tingkat kekritisan dari DAS itu sendiri, keterkaitan dengan sektor lain ( misalnya adanya infrastruktur strategis seperti waduk, pembangkit listrik, fungsi pengairan daerah sentra pertanian). Sebagai contohnya Pulau Jawa terbagi menjadi 5 SWP-DAS yakni SWP-DAS Citarum-Ciliwung, SWP-DAS Cimanuk-Citanduy, SWP-DAS Opak-Progo, SWP-DAS Bengawan Solo, dan SWP-DAS Brantas.
11-2-
Lebih lanjut menurut versi institusi kehutanan, didalam SWPDAS kemudian dibagi menjadi beberapa unit pengelolaan yang terdiri dari DAS/Sub DAS/Sub Sub DAS. Untuk SWP-DAS CimanukCitanduy, unit pengelolaan ini terbagi menjadi 3 (tiga) yakni Sub DAS Cimanuk Hulu, Sub DAS Cimanuk Hilir dan DAS Citanduy. Sub DAS Cimanuk Hulu, kemudian dibagi Iagi menjadi 5 (lima) Sub Sub DAS, yakni : a). Sub Sub DAS Cimanuk Hulu di Kabupaten Garut; b). Sub Sub DAS Ciwulan di Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya; c). Sub Sub DAS Ciherang-Citameng di Kabupaten
Garut~
d). Sub Sub
DAS Cimuara-Ciroyom-Cianten di Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung; dan e). Sub Sub DAS Cialing-Cimuja, di Kabupaten Sumedang. Hal ini sedikit berbeda pada institusi Iainnya. Sebagai contoh,
menurut Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Propinsi Jawa Barat nomor 3 tahun 2000 tentang Pengembangan dan Pengusahaan Sumber Air Jawa Barat, maka wilayah Jawa Barat (saat itu Banten masih masuk Jawa Barat) dapat dibagi rnenjadi 7 (tujuh) Satuan Wilayah Sungai (SWS) yakni : a). Satuan Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman; b). Satuan Wtlayah
Sungai
Cisadane-Ciliwung;
c).
Satuan Wilayah
Sungai
Citarum; d). Satuan Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, e). Satuan Wilayah Sungai
Citanduy~
f). Satuan Wilayah Sungai Ciwulan dan g).
Satuan Wilayah Sungai Cisadea-Cikuningan. Untuk mengidentifikasi laban kritis dalam wilayah DAS, sangat tergantung pada masalah utama yang dihadapi oleh suatu D AS. Menurut Dephut (1998), pada dasamya permasalahan polcolc DAS dapat dibagi menjadi 3, yakni Erosi dan Sedimentasi; Hidrologi; dan
II- 3-
Produktivitas Laban. Berdasarkan permasalaban pokoknya, maka cara peroleban areal laban kritis juga akan berbeda. Dengan demikian dalam pen~ntuan
urutan prioritas penanganan laban kritis juga akan tergantung
dari permasalahan pokok dari DAS itu sendiri 4 . Pengertian laban kritis yang digunakan adalah definisi yang dikeluarkan oleh institusi kehutanan. Menurut Depbut (2000), laban kritis adalab laban yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga laban tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi dan media tata air. Sebagai media produksi dalam bidang kehutanan berarti kemampuan suatu laban untuk menjadi medium tumbub bagi vegetasi, artinya jika suatu lahan tidak lagi mempunyai kemampuan untuk menjadi medium tumbub bagi vegetasi maka dikatagorikan sebagai laban kritis. Pendefinisian lahan kritis menurut institusi
kehut~
sejalan dengan definisi yang ·
dikeluarkan oleb FAO dalam Asdak (2002), dimana laban kritis adalah laban yang telah mengalami penurunan produktivitas yang disebabkan oleh hilangnya lapisan tanab bagian atas oleh erosi sehingga mengalami kerusakan
fisi~
kimia dan biologi yang akhimya membahayakan fungsi
hidro-orologi, produktivitas tanah, pemukiman dan kehidupan sosial. Pada definisi-definisi diatas, terdapat kesamaan falsafab yakni terletak pada keberadaan lapisan
lop soil
sebagai medium tumbub.
Sebagai contohnya, pada DAS dengan masalah utama Erosi dan Sedimentasi, maka penentuan wutan prioritas penanganan laban kritis menggtmakan acuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE), contohnya adalah DAS Cimanuk. Pada DAS dengan masalah utama hidrologi (misalnya banjir dan kekeringan) maka penentuan laban kritis menggtmalan perbandingan antara infiltrasi aktual dengan infiltrasi polensial, contohnya adalah DAS Citarwn. Sedangkan pada DAS dcngan masalah utama prodtd:tivitas laban, maka penentuan laban kritis menggW18kan kriteria Kelas Kemampuan Laban (K.KL), contohnya adalah DAS Progo. 4
11-4-
Bahwa produktivitas tanah dianggap berhubungan secara linear dengan keberadaan top soil (Asdak 2002). HaJ ini mengandung kelemahan, karena pada kenyataannya, pada laban yang sudah tidak mempunyai lagi top soil, masih ada kemungkinan menjadi laban produktif, misalnya apabila masih dapat digunakan untuk aktivitas yang produktif seperti
perikanan, pertambangan dll. Prediksi besamya erosi tanah
5
dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu kawasan (Arsyad I 989 dalam Anonim I 998). Untuk menduga erosi di suatu wilayah dapat diJakukan dengan rnenggunakan persarnaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikemukakan oleh Wishmeier dan Smith tahun 1978 (Asdak, 2002). Persamaan USLE tersebut adalah A= R . K . LS. CP 6 Departemen
Kehutanan
kemudian
mengembangkannya
menjadi suatu besaran yang disebut Tingkat Bahaya Erosi (TBE). Faktor-faktor yang diperlukan untuk mengetahui TBE adalah perkiraan erosi tahunan/ besarnya erosi (A) yang dikelaskan
7
dan kedalaman
tanah (Arsyad I989 dalam Anonirni998). Berdasarkan faktor perkiraan erosi tahunan dan kedalaman tanah, TBE dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel dibawah ini . .s Erosi tanah merupakan peristiwa hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian
tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat lain (Arsyad 1989 dalam Dephut 1998). · A = Kehilangan tanah atau banyaknya tana.h yang tererosi dalam ton!ha/tahun~ R = Indeks crosivitas hujan dan air larian (Mega Jouletha.mm/jam)~ K = Fak-tor erodibilitas tanah untuk horizon tanah tertentu (ton.ha.jam/ha.mcga joule.mm)~ LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng~ CP = Indeks pengelolaan tanaman dan konservasi tanah. 7 Terbagi menjadi 5 kdas, yakni dibawah 15 ton/ha/th kelas I, 15-60 kelas 11, 60-180 kelas III, 180-480 kelas IV, dan diatas 480 kclas V (SK Dirjcn RRL Dcphut No. 6
041/KptsN/1998).
II- 5-
Tabel 2. I. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Kelas Erosi Kedalaman tanah (em)
IV
v
R
m s
B
SB
R
s
B
SB
SB
Dangkal (30 - 60)
s
B
SB
SB
SB
Sangat dangkal (< 30)
B
SB
SB
SB
SB
I
II
Dalam (> 90)
SR
Sedang (60 - 90)
Sumber: SK Dirjen RRL Dephut No. 041/Kpts/V/1998 Keterangan : SR = Sangat Ringan; R = Ringan; S = Sedang; B Sangat Berat. Dalam
praktek
penyusunan
Rencana
= Berat·' SB = Teknik
Lapangan
RehabiJitasi Laban dan Konservasi Tanah (RTL-RLKT) yang dilakukan oleh Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) sesuai dengan SK Dirjen RRL Dephut No. 041/Kpts/VIl998, terdapat 3 implikasi yakni : a.
Kelas tingkat tingkat bahaya erosi (TBE) menjadi kelas prioritas dimana kelas TBE sangat berat menjadi prioritas 1, kelas TBE berat menjadi prioritas 2, kelas TBE sedang menjadi prioritas 3, kelas TBE ringan menjadi prioritas 4, kelas TBE sangat ringan menjadi prioritas 5.
b.
Urutan kelas prioritas juga mencerminkan tahapan pengusulan pelaksanaan
kegiatan
berdasarkan tahun
anggaran.
Sebagai
contohnya, jika RTL-RLKT tahun 2001-2005, maka target untuk tahun 200 I merupakan semua lokasi dengan kelas TBE sangat
II-6-
berat. Jika temyata luasan untuk kelas TBE sangat berat lebih kecil dari kemampuan kerja BP-DAS, maka sebagian kelas TBE berat akan dimasukkan. Jika temyata luasan untuk kelas TBE sangat berat lebih besar dari kemampuan kerja BP-DAS, maka sebagian akan dimasukkan untuk target pelaksanaan tahun berikutnya yakni tahun 2002. Untuk kepentingan pemberian data dan informasi bagi institusi
c.
diluar Departemen Kehutanan, maka kelas TBE ini kemudilln ditransformasikan menjadi persebaran laban kritis, dimana yang dimaksud dengan lahan kritis adalah kelas TBE sedang, berat dan sangat berat tanpa dibeda-bedakan. Artinya, lahan kritis dalam Peta Persebaran Lahan Kritis, sesungguhnya merupakan gabungan dari kelas TBE sedang, berat dan sangat berat.
ll. 2.
Analisis Penepsi Stakeholder Analisis
perseps1
Stakeholder
merupakan
pentahapan
penggunaan metode Analisis Stakeholder yang dilanjutkan dengan penggunaan Metode Delphi. Analisis Stakeholder digunakan untuk menentukan institusi mana saja yang perlu dilibatkan dalam metode Delphi.
Metode
Stakeholder
Delphi
tentang
digunakan
faktor-faktor
untuk apa
menjaring
sajakah
yang
persepst perJu
dipertimbangkan guna menentukan urutan prioritas penanganan lahan kritis di lokasi penelitian. Hal ini diperlukan mengingat belum adanya penelitian yang mengevaluasi penentuan prioritas yang dilakukan oleh BP-DAS yang menggunakan aspek biofisik semata.
II- 7-
Menurut Rietbergen ( 1998), paket analisis Stakeholder yang lengkap, mempunyai 3 (tiga) tujuan dasar , yakni : a). Untuk mengidentifikasi minat, kepentingan, peran dan pengaruh para pihak yang terkait dengan salah satu kegiatan; b). Untuk mengidentifikasi potensi institusi lokal dan proses-proses yang diperlukan untuk mengembangkannya; dan c). Untuk menyediakan dasar bagi penerapan strategi berpartisipasi bagi para pihak yang terkait dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Namun, pada penelitian kali ini, analisis .Stakeholder ditujukan hanya untuk membatasi institusi mana yang perlu dilibatkan dalarn :-angka penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis.
Masing-
masing institusi tersebut kemudian akan diminta untuk menyediakan tenaga ahli yang dapat merepresentasikan institusinya.
Stakeholder secara ringkas adalah para pihak yang terkait. Berd~arkan
Rietbergen ( 1998) dalam Participation and Social
Assesment, maka per definisi, Stakeholder adalah orang perorang,
kelompok, atau institusi, yang akan terkena dampak baik positif maupun negatif akibat adanya suatu intervensi (atau kegiatan ), atau siapa saja yang dapat mernpengaruhi (atau mempunyai peran) yang dapat berakibat pada basil dari suatu intervensi (atau kegiatan). Stakeholder umumnya dianggap lengkap apabila terdapat keterwakiJan
dari 3 (tiga) unsur yang
ad~
yakni unsur
unsur masyarakat.
11- 8-
pemerint~
unsur swasta dan
Tahapan yang dilakukan dalam analisis Stakeholder adalah: I.
Mengidentifikasi Stakeholder kunci. Pertanyaan yang digunakan adalah : a). Siapa yang berpotensi menjadi si penerima manfaat; b). Siapa yang akan memperoleh dampak secara Iuas; c). Apakah pendukung dan penolak telah teridentifikasi; dan d). Apa hubungan antar Stakeholder.
2.
Menilai minat Stakeholder dan dampak potensial kegiatan ini terhadap minat Stakeholder yang ada. Pertanyaan yang digunakan adalah : a). Apa harapan dari para Stakeholder terhadap kegiatan
ini; b). Keuntungan apa yang diharapkan oleh para Stakeholder; c). Sumberdaya ~takeholder;
apa
yang
dimiliki
dan
akan
digunakan
oleh
d). Apa konflik antara kegiatan ini dengan minat
Stakeholder. 3.
Menilai pengaruh dan kepentingan Stakeholder. Penilaian ini meliputi : a). Kekuatan dan status (secara politik, sosial dan ekonomi); b). Penguasaan terhadap sumberdaya yang strategis; c). Hubungan kekuatan antar Stakeholder; d). Kepentingan untuk menyukseskan kegiatan ini.
4.
Membuat outline posisi Stakeholder, yakni : minat, pengaruh dan kepentingan
Stakeholder.
Dengan
demikian,
outline
posisi
Stakeholder dapat dimatrikskan untuk meJihat siapa saja yang perlu dilibatkan dalam penelitian kali ini. Metode Delphi adalah suatu teknik membuat keputusan yang dibuat oleh suatu kelompok, dimana anggotanya terdiri dari para ahli atas masalah yang diputuskan. Karakteristik Delphi adalah metode
II- 9-
untuk menstrukturkan komunikasi dalam kelompok sehingga prosesnya menjadi
lebih efektif dengan
memperlakukan kelompok sebagai
individu. Menstrukturkan komunikasi dapat diartikan sangat luas, namun unsur yang harus ada adalah peluang untuk pelaksanaan umpan balik, kontribusi individu dan peluang bagi individu untuk merevisi jawabannya. (Linstone 1975). Proses penetapan keputusan menggunakan metode Delphi dimulai dengan melakukan identifikasi permasalahan yang dicari penyelesaiannya. Pennasalahan ini kemudian dijelaskan kepada para ahli yang diJibatkan dalam proses Delphi. Para ahli yang terlibat pada proses pembuatan keputusan ini akan berkomunikasi satu sarna lain dengan perantaraan 'moderator'. Sehingga dalam hal ini, penulis menjadi seorang moderator yang mengatur komunikasi para ahli. Setelah rnasing-masing ahli rnernahami perrnasalahan yang dibahas,
kemudian
masing-masing
ahli
memberikan
jawaban/rekomendasi secara independen sesuai dengan pendapatnya, yang kemudian dikumpulkan oleh moderator. Selanjutnya moderator a.kan mendistribusikan setiap pendapat dari seseorang ah1i kepada anggota ahli lainnya, sehingga semua anggota dapat mempelajari pendapat anggota lainnya. Pada tahap ini teJjadi proses tukar menukar infomtasi (sharing) antar anggota, tanpa ada 'tekanan' diantaranya. Atas dasar proses sharing ini, moderator meminta pendapat baru dari seluruh anggota ahli atas pendapat ahli Jain~ atau bahkan barangkali mereka merubah pendapat awalnya. Moderator kembali mengumpulkan pendapat pada iterasi kedua ini.
II- 10-
Pada tahap kedua ini, mungkin dapat ditetapkan suatu jawaban, seandainya sudah terdapat konsensus. JumJah iterasi sangat tergantung pada beberapa faktor, namun yang utamanya adalah terselesaikannya masalah yang dihadapi. Moderator dapat mengulang proses tukar menukar informasi ini sampai ditemukan konsensus. Pada beberapa penelitian, jumJah
iterasi
dianggap
cukup
apabila
telah
terjadi
konvergensi keputusan diantara para ahli (Jones dalam Linstone 1975). Lebih lanjut menurut Linstone ( 1975), adalah suatu kemustahilan menyatakan dengan penggunaan Delphi dapat menyelesaikan semua permasaJahan dengan tercapainya satu konsensus yang utuh. Adalah tugas desainer Delphi untuk mengelaborasi para ahli yang terlibat sehingga perbedaan pendapat alami para ahli dapat diminimalkan. Dengan menggunakan gabungan seni bertanya dan mengelompokkan . jawaban, maka perbedaan alami dapat direduksi. Pengelompokan jawaban secara sedehana dapat dikelompokkan menjadi : a). Setuju seluruhnya; b). Tidak setuju seluruhnya; c). Dominan setuju; d). Dorninan tidak setuju. Konvergensi jawaban menurut Jones dalam Linstone ( 1975), adalah fungsi dari tingkat kepakaran , pengalaman pakar, struktur pertanyaan, keragaman latar belakang budaya, jumlah iterasi dan limit waktu, dan kesungguhan dan kejujuran para peserta. Gambar dibawah ini menunjukkan tahap proses metode Delphi.
II-11-
--
-------OAFTAR
f---oo ANGGOTANill !----"'
-
UASALNf OISAMPAIKAH KESETIAP NIGGOTA AHI.I
SETIAPAHI.I ~
MEMBEAIUN JAWAJN4
MODERATOR~
PENOAPAT PARA AHI.I KEJIJOWI MENOISTAIBUSIKAH KESETIAP AHGGOTA AHLI
I--
-nJKAR IIENJKAR INFOR~I
OWITARA PARA
--
----------PARA NlU MEUBERIKAH PeNQAPAT ATAS PEHOAPAT AHU LAIPM'AILHGKINAHI.I MEMBEAIKAH~ 8ARU
AHI.I
-KOHSENSUS
~
r-K~ -~
Gambar 2.1. Tahapan Proses Metode Delphi Sumber : Suryadi (200 I)
II. 3.
Sistem lnfonnasi Geografis (SIG) S IG digunakan untuk menentukan urutan prioritas penanganan
lahan
kritis
dengan
menggunakan
faktor-faktor
yang
diperoleh
berdasarkan persepsi Stakeholder dalam penerapan metode Delphi. Definisi tentang SIG itu sendiri sangat banyak. Menurut Arortoff (1989), SIG merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi infonnasiintormasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan rnenganaJisis obyek-obyek. fenornena-fenornena dirnana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisa. Dengan demikian, SIG merupakan sistem berbasis komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data bereferensi geografis yakni : a). masukan, b).
keluar~
c). manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan data), d). analisis dan manipulasi data. Menurut Azis (1999), SIG adalah teknologi sistem informasi (teknologi
II- 12 -
berbasis komputer) yang digunakan untuk memproses, menyusun, menyimpa~
(yang
data spasial
memanipulasi dan menyajikan
disimpan dalam suatu basis data) untuk berbagai macam aplikasi. Saat ini banyak sekali aplikasi-aplikasi yang dapat ditangani oleh SIG seperti aplikasi SIG di bidang sumberdaya alam, bidang lingkungan, bidang pertanahan dan lain-lainnya. Aplikasi SIG di bidang sumberdaya alam, misalnya kehutanan, antara lain untuk perencanaan pemanenan hasil hutan, pergerakan satwa liar, dll. menggabungkan
Untuk
faktor
beberapa
yang
diduga
berpengaruh terhadap penentuan urutan prioritas penangan lahan kritis, menggunakan metode memberikan nilai dengan jalan perangkingan (rank sum) yang merupakan met ode yang paling sederhana dalam
menaksir kepentingan suatu kelas dalam suatu kriteria. Prosedur J}enilian kepentingan suatu kelas dalam suatu kriteria tersebut antara lain terdapat pada metode perangkingan, metode rating, metode perbandingan pairwise, dan trade-off analysis. Diantara metode-metode tersebut, met ode perangkingan (rank sum) adalah met ode yang paling sederhana (Malczweski, 1999). Caranya adalah mengatur kriteria kedalam suatu urutan dimana setiap kriteria yang dipertimbangkan diletakkan dalam urutan yang sesuru dengan pilihan. Urutan tersebut susunannya dapat terbalik,
= 3, kurang penting = 4, tidak penting = 5, atau sebaliknya tidak penting = I,
misalnya sangat penting nilainya
kurang penting
=
= I,
penting
=
2, cukup penting
2 dan seterusnya. Contoh penggunaan metode Rank
Sum dapat dijelaskan pada contoh dibawah ini :
II- 13 -
Pada penentuan lokasi pembuangan zat kimia terdapat 5 kriteria tempat pembuangan, yaitu (1) biaya, (2) jumlah penduduk, (3) kemungkinan adanya gempa, (4) aksesibilitas, (5) kedekatan dengan sumber air seperti terlihat pada Tabel 2.2 dibawah ini. Pada metode rank sum kriteria yang paling penting diberi nilai tertinggi. Pada contoh kriteria (4) merupakan kriteria yang paling penting, diberi nilai 5 dan kriteria
(3) merupakan kriteria paling tidak penting, diberi nilai I. Selanjutnya nila~
tiap kriteria dijumlahkan. Tbi22C a e onthP o enggunaan met ode RankSum Kriteria
Rangking
I
4
Nilai 2
2 3 4 5
2
4
5 I
I 5
_.L_
--l-
15
15
Sumbcr : Malczewski ( 1999)
II-14-
BAB ill GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
III. I. Kondisi Fisik Wilayah Penelitian a.
Letak & Luas
Penelitian kali ini mengambil lokasi di Sub Sub DAS Cimanuk Hulu yang secara geografis terletak di 07°30' -08°00' Lintang Selatan dan 107°30'-108°00' Bujur Timur. Sub Sub DAS Cimanuk Hulu yang merupakan bagian dari Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP-DAS) Cimanuk-Citanduy, yang dikelola oleh Balai Pengelolaan-Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) 1 Cimanuk-Citanduy. Pada SWP-DAS Cimanuk-Citanduy, unit pengelolaan ini terbagi menjadi 3 (tiga) yakni Sub DAS Cimanuk Hulu, Sub DAS Cimanuk Hilir, dan DAS Citanduy.
Sub DAS Cimanuk Hulu, kemudian dibagi
lagi menjadi 5 (lima) Sub Sub DAS, yakni : I.
Sub Sub DAS Cimanuk Hulu di Kabupaten Garut,
2.
Sub Sub DAS Ciwulan di Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya,
3.
Sub Sub DAS Ciherang-Citameng di Kabupaten Garut,
4.
Sub Sub DAS Cimuara-Ciroyom-Cianten di Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung,
5.
Sub Sub DAS Cialing-Cimuja, di Kabupaten Sumedang.
1 Kantor Balai ini merupakan Unit Pelaksana Teknis (UP1) vertikal Departemen Kehutanan dibawah Direktomt Jenderal Reh.abilitasi Lah.an dan Perhutarwn Sosial (RLPS).
III- I -
Sub Sub DAS Cimanuk Hulu kemudian dibagi lagi menjadi 8 (delapan) Daerah Tangkapan Air (DTA), yakni : a). DTA Cibarentok; b). DT A Cibeureum; c). DTA Cibeureum Leutik; d). DT A Cibuluh Gede; e). OTA Cicayur; f). DTA Ciparugpug; g). DTA Cihideung; dan h). DT A Sindangkeueung. Sub Sub DAS Cimanuk Hulu mempunyai luas 161.715 hektar, dan secara administatif termasuk kedalam Kabupaten Garut yang terbagi kedalam 5 Kecamatan dan 29 Desa, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. I. Nama Desa, Kecamatan, dan Luas dalam Sub DAS No.
Oesa
Kecamatan
luas (ha)
Cisurupan 1 ,262.22 Bayongbona 7,653.51 ClkaTang 3,356.07 3 Clbodas 4 Cidatar C lkaja ng 5,440.09 Bavongbona 6,902.03 5 Cigedug Cikajang 6 Cikandang 554.46 7 Clntanaaara Bayonabong 6,518.18 8 Cipaganti Cisurupan 8 588.23 1,047.32 9 C lpa ng ram a tan C ikajang 10 C iee ro C laurupa n 4,878.36 1 1 Cisurupan C isurupa n 4,772.69 12 Giriawas C ikaja ng 8,382.63 13 G irija ya C lkaja ng 9,076.21 14 K ram a twang i Clsurupan 8,154.23 15 M argamulya C ikajang 2,205.29 Cikajang 16 M ekarjaya 4,311.60 C ikajang 1 7 M ekarsari 1 ,432.86 18 Padasuka C ikajang 2,959.00 19 Pamalayan Claurupan 2,040.78 C lkajang 20 Slmpang 17,923.95 21 Sindangsari Bayongbona 4,995.03 Cisurupan 22 Sirnagalih 3 473.77 23 Sirnajaya Cisurupan 13,917.16 24 Sukahurip Bavonabong 5 661.25 25 S ukata ni Cisurupan 10,692.59 Clkajang 26 Sukawangl 5 975.06 27 Talagawanai Pakenjeng 1 ,486.05 28 Tambakbaya Cisurupan 2 962.27 29 Ta nju ngja ya B a n ja rw a n g i 5,091.47 Jumlah luas (ha} 161,714.36 .. S urn be r : Oa ta 0 tg ttal B P-0 AS Clm a nu k-C tta nduy 1 BaJewanai
2 Barusuda
III- 2-
Topografi & Bentuk Wilayah
b.
Wilayah penelitian ini mempunyai bentuk topografi yang beragam mulai dari datar, sampai bergunung. Dibagian utara dibatasi oleh kawasan Darajat Kamojang, dibagian timur oleh Gunung Cikuray, dan dibagian barat daya oleh Gunung Papandayan. Daerah terendah adalah 485 meter dpl dan yang tertinggi sebesar I. I I 9 meter dpl. Pembagian kelas
kelerengan
mengikuti
ketentuan
SK
l\1entan
nomor
837/Kpb/Um/Il/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung (dalam Anonim 2000). Adapun Iuasan untuk tiap kelas kelerengan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3 .2. Luasan Menurut Kelas Kelerengan dan Desa No.
Oesa
i 1 2 Barusuds '3 Cibodas 4 CidaW 5~ ... 6Ci 7 Cintanagara 8Cipaganti 9Ci 10 Cisero 11 In 12 GRiMas
Kecarrlllan l~n
Cikaiang 18ayorgbong
n
n
,r.............. I~
1~ IUllrlJiiY¥
14 Kr-.-..-,w
15
.......
16 17 Meat sari 18 PadaBuka 10 Pamalavan
Cisurupan CiluliM'Ia Cillai;q
Cikaiang Cikajq lQsur""""n
-·~·'WI 21 Sindangsari
I'll
22 s;,.._...,
Ciantpan
23 I~111)'8 24 Sulca ~. 25 Sukatanl 26 Sukavengi
Clsan4pan
28T
2,.499.01 850.65 1,i88.58 1,723.86 257.e6 1.840.00 616.25 1.432.86 2600.33 716.06
luas ha) untuk tia) kelas ........... ~n :..~% :.>25-40% Jo15-251Yo Jo8-151Yo 128.73 400.57 1,036.70 2,773.53 2,353.42 1,961.91 ~.n 81.40 1.222.81 1,674.&4 782.73 2222.03 175.54 2439.35 755.99 266.59 66.40 97.08 899.00 294.86 1 047.32 574.58 221.n 335.11 731iJ.76 1,935.60 468.02 546.82 1,078.00 2,518.42 2832.10 198.71 7153.84 1,090.27 2,283.86 an.10 2,190.38
1477.69 37.45 446.11
l WOIIYVI 'V""" IV
1,719.31 3,47l.n 1,559.34 2.619.26
Pakerjeng ln.. ... -n
29 T.-,.,. .....-... ...kmUh ~. (ha\
670.39 160.60 980.36
554.46 6,518.18 8588.23 1,047.32
506.13 971.60 171.55
4,878.36
1866.67
8,382.63
~.311.60
1,454.59
234.71
3'2.67
1,013.92
414.24
1,978.05
4,302.92
1,190.18 571.19 3.'!4
3,788.16 ~.83
1,432.86 2,959.00 2,Q.40.78 17,923.95 4,995.03 3,473.77 13,917.16 5,661.25 10692.59 6,976.06
1488.05
1486.05
1M6.30
3~.17
1i,661.76 12.16
3~.555.27
2,962.27 5091.47 161,714.36
2,962.27
54,131.<15 1i.274.16 Pefunta&e 33.<47 11.02 Surrber : Data Digial BP-OAS Cimanulc-Cilanduv
4,n2.69
2.217.66
1.176.78
6,430.23
~.440.09
6,902.03
365..29
661.34
1,253.80
1.262.22 7,653.51 3,356.07
9,076.21 8,154.23 2,205.29
1,847.56 3,632.87 1.393.42
Jumah (ha)
258.86 60n.43
13,085.33
5 034.152 Qltaiang
~0
321.22
4,838.62
~~.~
27 Ta
0-S% 732.92 819.47 1,394.16 3,484.51 1.242.07 378.92 2 798.40 1159.46
III- 3 -
24.<46
15,6<41.20 9.67
13,460.52 8.32
Klasifikasi kelerengan umumnya dinyatakan dengan persen bukan derajat kemiringan (inklinasi). Semakin besar nilai prosentasenya, maka semakin besar sudur kemiringannya. Secara umum, wilayah yang lebih datar mempunyai tingkat kemampuan untuk diusahakan yang lebih 2 besar dibandingkan wilayah yang lebih curam . Semakin curam maka
semakin besar pula kemungkinan untuk teJjadinya erosi. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa wilayah penelitian mempunyai tingkat 3 kelerengan agak curam sampai dengan sangat curatn sebesar 42,45%
yang berarti mempunyai kemungkinan terjadinya erosi yang cukup besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
-~· .
Gambar 3 .1. Peta Kelerengan Sub Sub D AS Cimanuk Hulu Sumber : Data Digital BP-DAS Cimanuk-Citanduy 2
Menurut Sampumo (1988), informasi mengenai kemiringan lereng suatu wilayah akan memberikan garnbaran kemarnpuan akan peruntukkannya. Kemiringan tanah menjadi fak1:or pembatas bagi pemanfaatan tanah terutama untuk kepentingan budidaya pertanian, yaitu menyangl'Ut aspek muda.h tidaknya d.iusahakan dan kemungkinan teijadinya erosi tanah. 3 penjumlahan 24,46% + 9,67% + 8,32%
III-4-
c.
Jenis Tanah
Pembagian jenis tanah juga menggunakan SK Mentan 83 7 ( dalam Anonim 2000) yang membagi jenis tanah menjadi 7 jenis yakni : latosol, podsolik, regosol, andosol, assosiasi aluvial & aluvial, renzina & litosol & regosol kelabu, latosol coklat& mediteran coklat & brown forest soil. Masing-masing jenis tanah mempunyai tingkat kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Indeks erodibilitas tanah biasanya digunakan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat kerentanan tanah terhadap erosi. Indeks erodibilitas tanah (atau sering disingkat K) merupakan estimasi perkiraan tanah yang hilang tahunan rata-rata dalam satuan ton/halsatuan Eho yang dihitung pada plot sepanjang 22, I meter dilahan kosong dan diolah sejajar dengan kelerengan maksimal 8% (Anonim 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor 1986 (dalam Anonim 2000), maka tingkat kerentanan terhadap erosi adalah sebagai berikut : Tbi33J "Tana h&K epe kaan t erhadap EfOSI a e .. ems -Nilai lndeks Kepekaan thd Jenis tanah erodibilitas eros• Latosol 0.106 Agak Peka latosol coklat& mediteran 0.180 Agak Peka coklat & brown forest soil Assosiasi aluvial & aluvial 0.215 Peka Regosol 0.260 Peka Renzina & litosol & regosol 0.265 Peka kelabu Andosol 0.320 Peka Podsolik 0.425 Sangat Peka Sumber: Puslittanah (1986) dalam Anonim (2000)
Ill - 5 -
Adapun persebarannya dapat dilihat dalam gambar peta dibawah tru :
.,.
.
~
.,. 7
Gambar 3 .2. Peta Jenis Tanah Sub Sub DAS Cimanuk Hulu Sumber : Data Digital BP-DAS Cimanuk-Citanduy Adapun luasan untuk tiap jenis tanah adalah sebagai berikut :
III-6-
Tabel 3.4. Jenis Tanah dan Kepekaan Terhadap Erosi ditiap Desa Jenia Tanah & Kepekaan terhadap Erosi
Aoal< Pelca Erosi
No
Desa
Kecemetan latoeol
1 Balewangi
2 Barusuda
Cisurupen Bayongbong
3 Cibodas
Cikajang
... Odatar
Cikajang
5'Cigedug 6 Cil
25 Sulcalani 26 l~j 27 Tal
Ba rur..,......'W Cilcajang Cteurupen
ClkaJana CI&Urupan Cisurupen Cikaiana Cikajang Clsurupan
Cit0j;tog ~ml
Clkaiana Ciaurupen 8a rut IWUUI 'W
80.48 4 162.54 2.360.71 ... 782.67 2,052.46 273.03 1674.W 334.98 1 046.63 3 829.84 3 367.22 6 401.47 3 907.00 3,972.78 1.582.20 1408.44 531.56 2259.n 1105.70 9988.89 166Hi0
.Medlteran Coklat
Alluvial
Cisurupan
Ba lt"'iel'" ..,.."
957.47 1 307.63 9 710.67
Regosol
Utosol & Regosol Kelabu
1 181.74 671.86 62.05 637.85 195.73 2 145.65
369.94 81.36
464.33 313.28
1164.40 1 560.91
, 639.72
310.71 665.24 285.13 289.65
1240.07
2 135.10 879.69
580.45 575.16
82.80 177.61 1806.55
1 301.51 3473.n 3 865.11
673.27
7 752.17
383.88 100.14 21.87
32.76
4,373.95 2.70
2 073.05 2 658.86 21 763.39 13.46
4.254.75 1486.05
26.«l
863.11
1426.16 75,900.62 46.97
6,010.00
Persentase ['lol .. SUmber. Data Dillllal BP-DAS C•manuk-Cilanduy
3.72
Jumlah {ha)
And0501 1 262.22 7,653.51 933.30 3,356.06 19.60 5 440.12 4,653.85 6,902.04 281.43 554.46 1 533.32 6 518.17 5 052.69 858830 1 046.63 61~.76 4,878.36 1 013.41 4 772.70 851.60 8 382.64 4,570.00 9,076.21 2,651.72 8 154.22 623.09 2.205.29 4,311.60 768.06 , 432.86 21.61 35.98 2 959.00 182.27 2,040.74 6,128.51 17 923.95 2 026.02 4,995.03 3 473.77 13 917.18 1342.43 3296.46 5 661.24 881.79 10 692.60 5 975.37 1665.99 146605 2Q6256 1006.44 5 091..48 42,974.44 161,714.36 26.57 2819.11
62.82
CisuruPan
28 Tambakbava Oauruoan 29 Tankinaiava Baniarwanai Jumlah (ha}
d.
~Ero9
10,631.96 6.57
Kedalaman Efektif Tanah
Yang dimaksud dengan kedalaman efektif tanah (atau biasa disebut kedalaman tanah saja) adalah kedalaman tanah dimana akar tanaman masih dapat dengan leluasa menembus dan mengambil unsur hara untuk hidup. Kedalaman efektif tanah berpengaruh terhadap perkembangan akar tanaman, serta dapat menyimpan air dan tersedianya unsur hara. Semakin tebal kedalaman efektif tanah maka semakin baik tanah tersebut untuk usaha budidaya pertanian (Puslittanah 1986 dalam Anonim 2000).
III- 7-
Kedalaman tanah dibagi menjadi 4 kelas, yakni : a). <30 em disebut sangat dangkal; b). >30-60 em disebut dangkal; c). >60-90 em disebut sedang; d). >90 em disebut dalam (Puslittanah I 986 dalam Anonim 2000). Data kedalaman efektif tanah dapat dilihat pada tabel dibawah tnt:
Tabel 3. 5. Luasan Kedalaman Efektif Tanah per Desa No.
Des a
Kecamatan
Kedalaman Efektif Tanah DangkaJ Sedang 60- DaJam >90
30-60 em
QOem
Cisurupan Bayongbong Cikajang Cikajang Bayongbong 5 Cigedug Cikajang 6 Cikandang Bayongbong 7 Cintanagara 665.41 2,560.89 Cisurupan 8 Cipaganti 9 Cipangramatan Cikajang Cisurupan 10 Cisero Cisurupan 11 Cisurupan 729.16 Cikajang Giriawas 12 245.87 Cikajang 13 Girijaya 218.01 1,058.72 Cisurupan 14 Kramatwangi Cikajang 15 Margamulya 2151.18 Cik2jng 18 Mekarjaya Cikajang 17 Mekarsari Cikajang 18 Padasuka Cisurupan 19 Pamalayan Cikajang 20 Simpang Bayongbong 21 Sindangsari Cisurupan 22 Sirnagalih 4,998.69 Cisurupan 2,801.32 23 Sirnajaya 24 S•Jkahurip Bayonabona 25 S•Jkatani Cisurupan 26 Sukawangi Cikajang Pakenjeng 27 Talagawangi Cisurupan 28 Tarrtbakbaya Banjarwangi 29 Tanjungjaya 2,623.18 6,420.93 11,631.50 Jumlah {ha) 3.97 Persentase {%) 7.19 .. Sumber : Data D1g1tal BP-DAS Cimanuk-Citanduy
1 Balewangi
2 Barusuda 3 Cibodas 4 Cidatar
III- 8-
JumJah (ha)
em 1,262.22 1,262.22 7,653.51 7,653.51 3,356.07 3,356.07 5,440.09 5,440.09 6,902.03 6 902.03 554.46 554.46 6,518.18 6,518.18 8,588.23 5,361.93 1,047.32 1,047.32 4,878.36 4,878.36 4,77269 4.77269 8,382.63 7,653.47 9,076.21 8,830.34 8,154.23 6,877.50 2,205.29 2,205.29 4,311.60 2,160.42 1,43286 1,432.86 2,959.00 2,959.00 2 040.78 2 040.78 17923.95 17.923.95 4,995.03 4,995.03 3,473.77 3,473.77 13,917.16 6117.15 5,661.25 5,661.25 10 692.59 10,692.59 5,975.06 5,975.06 1,486.05 1,486.05 2,962.27 2,962.27 5,091.47 2,468.29 143,661.93 161,714.36 88.84
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas wilayah penelitian memililci
kedalaman tanab yang
Sedangkan
klasifikasi
sangat
dalam yakni
dangkal
tidak
sebesar 88,84%. terdapat
diwilayah
penelitian. Untuk melihat persebarannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
7'7
7'S
Gambar 3 .3. Peta Kedalaman Tanah Efektif Sub Sub DAS Cimanuk Hulu Sumber : Data Digital BP-DAS Cimanuk-Citanduy
e.
Curah Hujan
Berdasarkan data pengamatan di stasiun pengamatan cuaca yang terletak di Bayongbong, maka dapat disajikan data dalam tabel dibawah lot :
III-9-
Tabel3.6. Intensitas Curah Hujan Rata-Rata Tahunan 1990-1999 No. Tahun
1
2 3
4 5 6 7 8
9 10
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
Curah Hujan Jumlah Hmax rata2 mrnlth Hari Hujan
1662 1507 1466
1663 1428 1420 1980 1495 2127 1756 1650.4
94
72
71 92 117 93 91 110
56
54
114 50
58 70 69 108 54
95 110 56
rata-rata Sumber : Dmsdap Garut
Adapun petanya dapat dilihat dibawah ini :
IV Oesa_pl.shp Erosivftas (r).shp
01850A
Gambar 3.4. Peta Curah Hujan Rata-rata Tahunan Sub Sub DAS Cimanuk Hulu Sumber : Data Digital BP-DAS Cimanuk-Citanduy
m -10-
f
Penggunaan Lahan
Menu rut Soemarwoto ( 1986), pengaruh paling besar terhadap erosi adalah cara manusia menggunakan lahannya. Ini tercermin melalui pola penggunaan lahan dan penggunaan vegetasinya. Adapun penggunaan lahan diwilayah penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3. 7. Luasan (ha) tiap Penggunaan Lahan per Desa Om
f'h
IW:aiiDI
HJzn Mdl
~
,.1'\.pri
1
2 EDtadl I~
:! Clboc8s ~ Odiltr
UK'Iiarg
r;t,_.. ..
"II
6t \.JIIIiii'U!I'g
[UIGiirg
.....__
lo. I Loa7"' VA-" V
ttur--.. IOsN:en t:.....W
·--
1C Qao
I~
t2 GriaMJs ..
.........
~
17 Mllagj 18 Paa&Jca
_
1S 1 ~,,_,...
21 1...,.,.__.
z ,.....
z: I~
_1. laJ;tuip 2! SJUiri
a: 19.~ ZJ T-.._... '11' 2!l T8l'j.rgl¥l
$1$
3l..o&
12147 1ED.48
378.92
57421 Q~
231.-42 1,327.Cli
1,001.47
45JZT
6\6<6
3B24 4!B.D1
51.32 184.18 107.15
~
ICIGijarg
~
2.~
~
1,410.77
3,00.94
197.46
9l73
.~ ~
2RJ.28
..._"
.
ICBnDin lo. llooUJ"' ...,.... y
'BlZl 7,633.B4
lu:oyuY.IJIW
in.:. .. ..-. ~~ r
-I"'V
tanan
2.~
E25
:!17.44
164.68 222.81 419.58 !Il13 217.83 1Zl:Ji 513.fl3
317.83
100.63
111.16
1.2l2.2?
151.:D
41881
~19
S(l)
~
$34
2.3B91
62.63 2i9D2
474.00 'Ml23
ali-44 ZD.2D 2£8.ID 11.EB
7,ffn51 :\:.tl\07 5.44103
3,Q13
ZD.38 1,:!57.33
1,.231.51
lfiJI..C
1,433.m 2,:5.41
oo.a; 2,2;054 2,311D2 1,E8:1.13
W1.16 ~
1,914.61 11ffi.44
9i71 Z/.19
a.roz.rn
151.00
4i10 107.41 25.lf3
!D4..f3 6,51818 8,$.23
1t9.29
sz.w
4,87B..:E
Z51:g
7.'IJ
4.m..OO
6197
8,:E2.63
ZJiCS 83.93
8,1542~
1~.9)
1,00.32
6,7tll3S
iW.44
2,m1.72 4K3
1,1/0.m
~ffi
215.03 195.33 100..00
2.412m
18.00 1,Z!l.14 141.:15 &llOO 1.CP9..00 273.00
6,193.5 3,842.m
521.41 14).29 152) Zl5.10 ~
2,481.£B 184.91 1&7'\
316.96 1,31J.al a!l!D
~711.91
341.93 5,674.65 2,4)1.fB
27201
:m.33
s:B.C%3 2,61731 177.19 1,m14
279.81
1,46ffi
o.se
3,75i81
.lrrtit1
744ZT
9.43
Inc:. .. ...,
ln.utJm
IRrn.ma1
1~
1,CB5.78 94111)
IOI$lJ
SiMti
3,221B2 1!m.25
fBl.OO
"'kt .. .--.
ln. .. .._..
~1
310.72 1,EBZ.m
1,CB1.-'S
79133
. . 1-4 ,, .. ,_'II' na .. ~ •&.
1~
1,~115
~
15~1\a
1,:1W.tn
l(ehn
ll.htll.. .... r..... ... Teg!fan 134.84 517.78
tn.. ......
11na~
1'0
HJzn
127.44 241.14 :E7.12
5'18.11
216.14
45.23 :55.64
tmm
Wl31. 2.:fi4.m 9:83)
E2B E14 1ffi.71 131.12 242.78 alUI5
ZZ.7l. ffiffi ffi21 7434 28.43
2,00.78 17,923.95
ni21 54.(1; 'KB4>
112.3}
3,.tfl3.T1 13,917.16
4.~CD
62.~
2!5.33 'Bl.71
41.23 123.!6
1Qa:l2.!ll
Q~
~.m
6154
5,975.00.
2,:fj1$
fB.$
5184
2,ffi2Il 5,001.47
5,1131~
1,4!1ill>
11-4.85 ·6~
3.91
9.~
1QilW 161,714.35 1.21
Dari tabel diatas, nampak bahwa wilayah penelitian didominasi oleh daerah tegalan (sebesar 30, 19%). Besarnya penutupan lahan berupa hutan, hutan muda dan belukar lebih diakibatkan adanya areal keija dari Perum Perhutani terutama di Desa Cipanganti, Sirnajaya, Kramatwangi,
III - 11 -
2.£mm
463.39
18.Ql 4,.(1)12 329!ll t87.6l :!).m7.82 15,79183 6,3(327 11 &1168 48,&111) 1Q5fi12 15.~00 .lnWt A!9BIDB! 71IIl 9.77 3..92 72J :fl19 9..64 t21B 9.nbl' .lla Clgbl Ef\OtS~a:xD 1 ...... , . . . . . . . "
2,2J.i21 4,311.00 1,432.ffi
61.07 78.01 12lil5
252.91
am
9,~2~
Cidatar. Cisurupan, Simpang, Girijaya Talagawangi dan dikaki gunung Cikuray yang terletak dibagian timur wilayah penelitian.
111.2. Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian a.
Kependudukan Dalam konteks penanganan lahan kritis, penduduk mempunyru
peranan yang sangat penting. Bagaimanapun penduduklah yang menenma dampak dari adanya lahan kritis secara langsung. Potensi penduduk sebagai subyek pembangunan dalam arti luas dapat kiranya dimanfaatkan untuk penanganan masalah lahan kritis ini. Tabel3 8 Jumlah Penduduk Tahun Ho. 1 2 3 4 5 6 7
199~
Dna
Ke~amalan
Belewengi Berusude Cibodas Cldeler Clgedug Cikend11ng Cinlenegara Clpagenll Cipangramalan Ctsero Cisurupan Gina was Girijaya Kramatwangl thrgamulya Mekarjaya Uekarsari
Clsurupan Beyongbong Cilte)ang Cikejeng Beyongbong Cikejeng Bayongbong Clsurupan Ciltajeng Clsurupan Cisurupan Clka)ang Cikajang Clsurupan Ciltajang Clkajang Cikajang Clka)l ng Cisurupan Clkajang Bayongbong Ctsurupan Cisurupen Bayongbong Cisurupen Cikljeng Pekenjeng Ctsurupan Banjarwengi
dan 2000
T•hun 1i9~
Tahun 2000
4,149 3,327 5,183 4.228 3,006 2,265 4,038 4.881 4.707 3.679 5,711 4.628 2.669 3.312 II 4,502 3.719 9 2 646 3.405 10 4.127 5.208 11 4.812 5.804 12 3.265 4.223 13 3,818 3.247 14 S.144 3.937 15 4,092 4,895 16 1 .U4 2,6311 11 5,372 4.422 18 PldiSUkl 4,266 5,122 19 Pamalayan 3,654 2.989 20 Slmpang 4,176 5,125 21 Sindengsari 4,613 5.639 22 Slrnegellll 4,628 3.869 23 Sirnajaye 4,016 3.243 24 Sukahurlp 2,747 3,474 25 Suketanl 4,955 6,051 28 Sukawangl 4,121 5,184 27 Talagewangl 3.423 2.725 28 Tambakbaya 3.127 4 016 29 Taniunpjeya 4,977 3,873 Jumlah 104 796 130,021 Sumber: Kareklenslllt Pendudult Tehun 1995 dan 2000 BPS Gan
Data kependudukan yang diambil menggunakan satuan wilayah administrasi terkecil berupa Desa. Tidak tersedia data dalam satuan Sub Sub DAS Cimanuk Hulu seperti wilayah penelitian.
III- 12-
Mata Pencaharian
b.
Data yang diambil berasaJ dari .Karakteristik Penduduk Kabupaten Garut tahun 2000 yang diterbitkan oleh BPS Kabupaten Garut Tahun 200 1 yang merupakan hasil pengolahan lanjutan terhadap Sensus Tahun
Penduduk
2000.
Definisi yang digunakan untuk "mata
pencaharian", "lapangan usaha" dan "bekerja" serta "usia produktif' menggunakan terminologi yang digunakan oleh BPS. Adapun jumlah usia produktif yang beketja menurut lapangan usaha dan wilayah administrasi Desa dapat dilihat pada tabel dibawah ini : . Ts h un 2000 Tabel 3 9 Jumah Penduduk Usia Produktif kea tas yang 8ekel]8
No.
Oesa
Kecamdan
1 Balewangi
Cisurupan
2 Barusuda 3 Cibodas
.
Cidalar
5 Cigedug
Bayongbong
4149 5,183
691 972
Cittajang
3,006
no
Cikajang
4,861 4 707 5,711
1142 1,008
3 312 4,502
977
Bayongbong
Cikajang 6 Cikandang Bayongbong 7 Cinlanaga ra Cisurupan 8 Cipaganti g Clpangramatan Cikajang Cisurupan 10 Cisero
Gtriawas
Cisurupan Cit(ajang
Girijaya
Cikajang
11 12 13 1-4 15 16 17 18 19
Cisurupan
Pamalayan
Cisurupan
20 21 22 23 2-4 25 26 27 28 29
Sknpang
Ctkajang
Sindangsari
Beyongbong
Margamulya
Clsurupan Cit(ajang
Mokarjaya
Cikajang
Mekarsari
Cikatang
Padasuka
Cikajlmg
Kcarmtv.angi
3,405
5208 5,804 4,223 3818 3,937 -4895 2,839 5,3n 5,122 3._654 5125 5,639
Simagalih
Cisurupan
~628
Simajaya
Cisurupan
Sulcahurip
Bayongbong
Sukatani
Cisurupan
Sulcav.angi
Citajang
Talagawangl
Pakenjeng
4016 3,47-4 6 051 5,164 3423 4016 4,vn 130,021
Tarmakbaya
Cisurupan
Tanjungjllya
Banjlfwangi
Jumlah
Persenta•
Persen thp
Lapangan Usaha
Populasi PendudtJI( Pertanian
956
lndustn 126 344 83 100 301 309 .84
886
94
988 1,258 1,020
163 302 283 351 97 121 125 101 236 177 64 297 385 308 91 85
989
954 861 1,081 684
1,351 1,069 1_,_029 1 203 1,613 1 029 829 699 1159 1,090 924 912 874 29028 -43.-45
Surrber : Sensus Penduduk 2000, BPS Garut
III- 13 -
483
350 42 255 302 6,039
9.0-4
Jasa
342 616 287 310 688
697 429 301 388 615 540 426 362 336
341 184 480 405 134 556 6-43 570 297 290 791 624 237
Lain-lain
Jumlah
597
1,756 2 800 1,782 2.286 2,623 2,848 2,153 1,no 1875 2,924 2,614 2,500 2,054 2,056 2,171 1,166 2,458 2,286 1,526 2,967 3,424 2 581 1,928 1,667 3 245 2 773 1,798 2 270 2,502 66,603
868
692 734 626 686 663 489 336
749 n1 734 641 738 624 197 391 635 299 911 743 674 711 593 812 709 595
5().4
599
645 13,038 19.52
681 18,698 27.99
Populasi
42.12 54.02
59.28 47.03 55.73 49.87
65.01 39.32 55.07 56.14 45.04 59.20
53.80 52.22 44.35 44.18 45.76 44.63 41.76 57.89
eo.n 55.77 48.01 47.99 53.63 53.70 52.53 56.52 50.27 51.44
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mata pencaharian yang paling banyak yakni sebesar 43,45% adalah dibidang pertanian, dengan demikian maka dapat digunakan rumusan Tekanan Penduduk (TP) unmk merepresentasikan karakteristik penduduk terhadap sumberdaya alamnya (Soemarwoto 1998). Menurut
Soemarwoto ( 1996),
disebutkan
bahwa indeks
tckanan penduduk adalah suatu indeks yang dimaksudkan untuk menghitung dampak
penduduk dilahan pertanian terhadap lahan
tersehut. Makin besar jumlah penduduk makin besar pula kebutuhan akan sumberdaya, sehingga tekanan terhadap sumberdaya juga semakin besar. Pada daerah dengan penduduk mayoritas bennatapencaharian dibidang pertanian, maka kenaikan tekanan terhadap sumberdaya ak.an meningkat sebanding dengan kenaikan jumlah penduduk. Salah satu pennasalahan kependudukan adalah ledakan jumlah penduduk akan mengakibatkan timbulnya permasalahan pemukiman, Iapangan kerja, pendidikan, pangan dan gizi, kesehatan dan mutu lingkungan. Dalam
Soemarwoto
( 1996),
dijelaskan
bahwa
tekanan
penduduk adalah komponen yang digunakan untuk menghitung dampak penduduk dilingkungan lahan pertanian yang juga terkait terhadap kesduruhan lahan tersebut. Semak:in besar jumlah penduduk mak.a semakin besar pula kebutuhan sumberdaya pertanian yang biasanya diikuti dengan peningkatan pemanfaatan sumberdaya yang cenderung dilakukan
secara
tidak:
bijaksana.
Kenaikan
tekanan
penduduk
mendorong penduduk untuk memperluas Iahan pertaniannya sampai di a!"eal lerenglbukit atau di tepi sungai bahkan membuka hutan tanpa memperhatikan aspek konservasi. Akibatnya adalah terjadinya kenaikan
III- 14-
laju
erost
setnng
dengan
naiknya
tekanan
penduduk.
Dengan
bertambahnya laju erosi, maka berakibat kesuburan tanah menuruR produksi pertanian menu run dan pendapatan petani juga menurun. Indeks tekanan penduduk dibedakan menjadi 2 (dua) katagori yakni : a.
TP
s
1, artinya lahan masih dapat menampung jumlah petani yang
ada. b.
TP > I, artinya telah terjadi tekanan penduduk, dimana jumlah petani sudah melebihi kapasitas tampung lahan dilokasi itu, yang salah satu akibatnya adalah meningkatnya laju erosi dan akhimya meningkatkan lahan kritis. Menurut Soemarwoto ( 1998), rumus tekanan penduduk secara
potensial mampu menjadi komponen esensial dan strategis dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam terpadu. Bahwa hasil interpretasi dari penggunaan rumus ini mampu menangkap karakteristik sosial ekonomi masyarakat ala~
petani dalam pemanfaatan sumberdaya
khususnya laban.
. III- I 5-
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
IV. l. a.
Analisis Persepsi
Analisis Stakeholder
Untuk menilai minat, pengaruh dan kepentingan stakeholder, digunakan
dasar
pembentukan
institusi
masing-masing.
Untuk
Perangkat Daerah Kabupaten Garut, akan menggunakan Peraturan Daerah (Perda) nomor 27 tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Perangkat Daerah dan Perda nomor 6 tahun 2002 tentang Perubahan atas Perda nomor 27 tahun 2000 tentang Pemben!ukan Organisasi
dan
Perangkat
Daerah.
Untuk
Lembaga
Swadaya
Masyarakat(LSM) yang mewakili masyarakat yaitu Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) pendekatannya akan menggunakan AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga). Untuk instansi pemerintah Pusat, dalam hal ini Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Cimanuk-Citanduy menggunakan Keputusan Menteri Kehutanan nomor 665/Kpts-II/2002 tentang Organisasi & Tata Ketja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Untuk Balai Pemantapan Kawasan Hutan menggunakan
Keputusan Menteri Kehutanan nomor 6 I 88/Kpts-II/2002 tentang Organisasi & Tata Ketja Balai Pemantapan Kawasan Hutan. Untuk Perum Perhutani rriewakili pihak swasta akan menggunakan dasar penugasannya yang terbaru yakni Peraturan Pemerintah (PP) nomor 30 tahun 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) tanggal II Juni 2003.
Disamping itu, juga ada pihak
IV- I-
perguruan tinggi, yang disamping sebagai pelaksanaan tugas dalam Tri Dhanna Perguruan Tinggi, juga karena perguruan tinggi merupakan salah satu sumber terpercaya yang merupakan pendapat ahli sesuai dengan bidang keahliannya. Dalam penelitian kali ini pihak perguruan tinggi
diwakili
Lembaga
oleh
Penelitian
Universitas
(LemLit)
Padjadjaran, karena kompetensinya dibidang hidroJogi dan pertanian. Adapun
hasilnya
penelusurannya
diwujudkan
dalam
Matriks
Identifikasi Stakeholder berdasarkan Minat, Kepentingan dan Pengaruh yang dapat dilihat pada Lampiran A. Setelah dibuat Matriks Identifikasi, maka dapat disusun outline posisi stakeholder
mapping), yang berisi kelompok stakeholder,
(.~takeholder
pengaruh dan kepentingan stakeholder, untuk melihat siapa saja yang perlu dilibatkan dalam penelitian kali ini. Berikut hasil matriks outline posisi .\·takeholder : . Tabel4.1 Matriks Outline Posisi . \"takeholder Pcnpub StoJlceho/Jer
Tidak betpengaruh
K Scdikil betlcpentingan
Tidal luh,x."lltiog;ul l.Dinal Bangwlan Pemukiman 2. Dinas Bw MargJ 3. Dilw Kcsc:batan 4. Dinas Pendidibn S. Dinas Pert.aaian
&
Tarwnao Pangan 6. Dinas Pacmabn 7. Dinal Perik.anan &. Ke\autan
8. Dina& Pc:rhublalpt 9. Dinas Prindag & PM
1o. DiNs Pasar
11. Dinas Koperaai, UKM
&BMf 12 Dinas Naker, Sostrans 13. Diuas Pariwiaatl & Kebudayaan 14. Dinu U1, Kebc:nih.ln &. Pc:rtmwwa 15. Dinas Kclwup Bcrenc.ana 16. Dina& Pendapatan daerah 17. Badan P~awas
IV- 2-
stalceholder &lbpenting.an
Sanpt bc:ri.:
Daerah Ill. Badm Pcmbenby.un J:>cu JQ. Badan l)llJatpeg 20. ~orlnfonnaa& Tclemabb 21 . Kantor Anip Dacrah 22. KM!tor PerpustMam Umum 23. Kantor kcpcndudubn & Capil 24. K.lnror SPPP 2S. Kantor Keebq &: ma.
,
Linmaa 26. Ksltor Olahr~ 1. Sckrc:tariat Dacrah 2. Kantor Ketahanan Paosan 3. BPKH 4. Kc:camatan S. Kcturahan
Sc:dikit bcrpcngaruh
1. Dinas Sumberdaya
Beqx.-ngaruh
Air &: Pettambangan 2. Dim111 Perkcbunan 3. Kantor pc:nyuluhan pc:rtanian & pembangunan I. Dinas K~hutanan 2.Bappc
SangJt berpcngaruh
S. Lcm1it Unpad 6. BP-DAS
Sumber: Hasil Analisis Dari matriks diatas, dapat dilihat bahwa terdapat empatbelas institusi yang terlibat baik dalam pengaruh maupun kepentingannya, yakni : Sekretariat Daerah, Kantor Ketahanan Pangan, BPKH, Kelurahan, Kecamatan, Dinas Sumberdaya Air & Pertambangan, Dinas Perkebunan, Kantor Penyuluhan Pertanian & Pernbangunan, Djnas Kehutanan, Bappeda, Perum Perhutani, DPKLTS, LemLit UNPAD, dan BP-DAS.
Karena
begitu
banyaknya
yang
terlibat
dan
adanya
keterbatasan dana,_ waktu dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti, maka hanya diambil
institusi yang sangat
berkepentingan dan
sangat
berpengaruh, yakni Dinas Kehutanan, Bappeda, Perum Perhutani, DPKL TS, LemLit UNP AD, dan BP-DAS.
IV- 3-
b.
Metode Delphi
Mctode Delphi digunakan untuk menjawab permasalahan faktor apa sajakah yang dipertimbangkan untuk menentukan prioritas penanganan lahan kritis. Para ahli yang terlibat merupakan representasi dari institusi yang terpilih pada analisis stakeholder yang telah dilakukan yakni : BAPPEDA, DINHUT, BP-DAS, PERHUTANI, DPKL TS, dan LEMLIT UNP AD. Penentuan siapa yang menjadi representasi institusi terpilih dilakukan oleh pimpinan (atau yang mewakili) institusi tersebut. Penunjukan tersebut dilakukan secara lisan tanpa adanya surat perintah tertulis. Adapun anggota para ahli adalah sebagai berikut : Tabel4.2 Daflar Para Ahli No.
Numa
Instansi
.labatan
I.
Ir. Dadan K. Mihardja
BP-DAS
Kepala Seksi Program DAS
2.
David Firdha, SH, M:M
BAPPEDA
Kepala Seksi Penelitian
3.
Ir. Suwama, MSc
DINHUT
Kepala Kehutanan
4.
lr. Oman Suherman, MP
PERHtiTANI
Reboisasi, Ajun & Rehabilitasi Perlindungan Hutan
5.
Ir. Asep Rahmat Sudrajat
DPKLTS
Dinas
Kepala Divisi Infonnasi & Komunikasi
Jr. Chay Asdak, MSc, PhD
6.
LEMLIT UNPAD
Sekretaris Lembaga
Kuesioner untuk iterasi pertama disusun dengan 5 (lima) pertanyaan. Untuk penyamaan vtst dan fokus langsung pada topik penelitia~
maka disusun template berupa suatu gambaran kondisi
existing. Penyusunan ini juga dimaksudkan untuk penghematan waktu
pengambilan pendapat para ahli. Adapun format template dapat dilihat
IV- 4-
pad a Lampi ran B. Daftar Pertanyaan yang digunakan pada kuesioner iterasi pertama dilihat pada Lampiran C. b. I. Jawaban Iterasi Pertama Jawaban atas pertanyaan pada iterasi pertama secara Jengkap dapat dilihat pada Lampiran D. Atas pertanyaan apakah Bapakllbu sudah mengetahui urutan prioritas penanganan lahan kritis yang dilakukan oleh BP-DAS, maka jawabannya dapat dikelompokkan sebagai berikut : I.
Sudah mengetahui, terdiri dari 5 ahli yakni ahli dari BP-DAS, ahli dari Dinhut, ahli dari Perhutani, ahli dari DPKL TS dan ahli dari Lemlit Unpad.
Bahwa penyusunan rencana urutan
prioritas
penanganan Jahan kritis yang dilakukan oleh BP-DAS, telah cukup dikenal terutama oleh institusi yang mempunyai hubungan kerja secara langsung yakni ahli dari Perhutani dan ahli dari Dinhut. Scdangkan ahli dari Lcmlit Unpad dan ahli dari DPKL TS mengetahui
penyusunan
rencana
tersebut
karena
alasan
pengetahuan, bukan hubungan kerja. 2.
Belum mengetahui, ada 1 ahli, yakni dari BAPPEDA.
Sedangkan jawaban-jawaban atas pertanyaan nomor 2 pada iterasi pertama dapat dikelompokkan sebagai berikut :
I.
Cukup Memadai, hanya dijawab oleh satu ahli yakni dari BP-DAS. Menurut
beliau,
pelaksanaan
penentuan
urutan
prioritas
penanganan lahan kritis tidak perlu dipermasalahkan lagi, karena sudah ada aturan hukumnya yang jelas yakni Keputusan Dirjen RLPS nomor 041/K.pts/V/1998 tentang Pendoman Penyusunaa
IV- 5-
Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai (RTL-RLKT DAS). Didalamnya memuat tentang bagaimana prosedur untuk melakukan penentuan urutan prioritas tersebut. 2.
Belum Memadai, adapun aspek yang perlu ditambahkan adalah: a.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut, Menurut pendapat ahli dari BAPPEDA setiap rencana sektoral sebaiknya mengacu pada rencana yang sifatnya regional, dalam hal ini rencana sektor kehutanan mengacu pada RTRW yang ada. Operasionalisasinya dapat menggunakan rencana peruntukan laban yang membagi kawasan menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Sedangkan menurut ahli dari Lemlit Unpad, setiap rencana sektoral merupakan bagian dari rencana regional dan ada tata urutannya.
b.
Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Menurut pendapat ahli dari Dinhut, faktor ini merupakan faktor yang menentukan tingkat kebutuhan dan keberhasilan proyek penanganan lahan kritis. Menurut ahli dari Perhutani sosial
ekonomi
khususnya
pada enclave1
diprioritaskan.
Menurut
ahli
DPKL TS,
aspek
seharusnya yang
menentukan
dari
mana
lokasi
harus
masyarakat yang
harus
diprioritaskan. Menurut ahli dari Lemlit Unpad kondisi sosia! ekonomi
masyarakat
hams
dipertimbangkan,
apalagi
1 Enclave adalah suatu kawasan desa yang dikelilingi dan atau berbatasan dengan kawasan hutan. Enclave juga berarti dikeluarkannya suatu areal dari dalam kawasan hutan karena alasan khusus (Vademel-um Kehutanan 1998).
IV- 6-
partisipasi
masyarakat
sekarang
1111
menjadi
salah
satu
indikator keberhasilan suatu proyek. Pada jawaban atas pertanyaan nomor 3, operasionalisasi faktor yang diusulkan adalah sebagai berikut : 1.
Faktor Sosial Ekonomi Menurut
ahli
dari
Dinhut,
bisa
menggunakan
pendekatan
kesejahteraan penduduk, misalnya Pra Sejahtera. Menurut ahli dari Perhutani, kalau menggunakan enclave, tinggal dikaji dimana s&ja letak enclave. Menurut ahli dari DPKLTS, bisa menggunakan IDT. Menurut ahli dari Lemlit Unpad, bisa menggunakan Daya Dukung Lingkungan, atau Indeks Tekanan Penduduk. 2.
Faktor Rencana Tata Ruang Menurut ahli dari Bappeda, menggunakan rencana peruntukan kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menurut ahli dari Dinhut, yang penting adalah informasi tentang rencana pembangunan wilayah. Menurut ahli dari Lemlit Unpad, bisa dengan
rencana
peruntukan
lahan
atau
konsep
wilayah
pertumbuhan, atau apa saja yang penting alasannya tepat. Dari jawaban atas pertanyaan nomor 4, jawaban para ahli dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1.
Tidak Tabu, dijawab oleh ah)i dari BP-DAS dan ahli dari Bappeda.
2.
Mengikuti kaidah dalam GIS, dijawab oleh ahli dari Perhutani dan ahli dari Lemlit Unpad.
IV- 7-
3.
Berdasarkan Operasi
Penjumlaha~
dijawab oleh ahli dari Dinhut,
ahli dari DPKL TS dan ahli dari Lemlit Unpad. 4.
Membuat tabel klasifikasi kelas, dijawab oleh ahli dari Dinhut.
Dari jawaban para ahli untuk pertanyaan nomor 5, bagaimana memberi bobot antar faktomya? Jawaban para ahli dapat dikelompokkan sebagai berikut : I.
Tidak Tahu, dijawab oleh ahli dari Bappeda, ahli dari Perhutani, dan ahli dari Lemlit Unpad
2.
Tahu, dijawab oleh ahli dari Dinhut dan ahli dari DPKL TS.
b.2. Analisis Iterasi Pertama Temyata penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis yang dilakukan oleh BP-DAS sudah cukup dikenal, terbukti hanya ahli dari Bappeda yang belum mengetahuinya. Dari jawaban-jawaban atas pertanyaan nomor 2 yang sudah dikelor.1pokkan, nampak bahwa mayoritas ahli berpendapat perlu adanya tambahan faktor dalam proses penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis. Faktor-faktor yang tersaring adalah Aspek Rencana Tata Ruang Wilayah dan Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat. Dari jawaban para ahli diatas, nampak bahwa perhatian terhadap keberadian masyarakat sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengelolaan lahan. Walaupun faktor penentu keberha3ilan pengelolaan lahan akan jadi berbeda dengan faktor penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis, namun secara umum, faktor sosial ekonomi masyarakat yang diusulkan oleh para ahli
IV- 8-
tetap merupakan aspek yang sangat penting. Bahkan menurut Kepala Dinas Kehutanan (Kadinhut) salah satu tanda bahwa aspek biofisik berupa penggunaan TBE untuk penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis itu kurang atau belum memadai adalah dengan maraknya perambahan
huta~
pencurian kayu, penyerobotan lahan, dlsb. Atau
dengan kata
Jai~·
indikasinya adalah keamanan kawasan hutan itu
'
sendiri. Aspek Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut2 diusulkan untuk dimasukkan. Peruntukan kawasan menjadi kawasan Iindung atau menjadi kawasan budidaya akan mempengaruhi tingkat kepentingan untuk penanganan lahan kritis tersebut. Pada lokasi penelitian yang terletak di bagian paling hulu dari DAS Cimanuk ini, kawasan yang sudah diperuntukkan menjadi kawasan lindung harus · dimantapkan3 yakni dengan memberikan prioritas penanganan lahan kritis pada kawasan lindung.
2
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gorut berisi : a). pengeloloan kawosan lindung dan kawasan budidaya; b). pengelolaan kawasan perdesaaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu, c). sistem kegiatan pembangunan dan sistcm permukiman pcrd~an dan perkotaan~ d). sistcm prasarana tmnsportasi, telekomunikasi, encrp.i, pcnp.airun, dan prasarana pt.."llgclolaan lingkungan~ c). pt.."llatagunaan tanah, pt.."llatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan swnber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dcngan sumher daya rnanu.otia dan sumlx."t' daya huatan (RTR WK (i<.~rut 2001). 3 Pemantapan kawasan lindung sesuai dengan fungsi masing-masing, baik untuk melindungi k.awasan bawahannya (fungsi hidrologis), melindungi kawasan setemrat, memberi perlindungan terhadap keanekaragaman flora dan fauna dan ekosisternnya, sene.~ mclindungi kawasan yang rawan terhadap bencana alam. Tujuan pemantapan kawasan lindung di Kabupaten Garut adalah untuk mernantapkan batas-batas kawasan yang berfungsi lindung, serta mengembalikan fungsi lindung kawasan-kawasan sesuai dengan tujuan perlindungannya. (R1RWK Garut 2001).
IV- 9-
Atas jawaban pertanyaan nomor 3, para ahli yang mengajukan usulan
penambahan
faktor
sudah
memiliki
gambaran
tentang
operasionalisasi faktor yang diusulkannya tersebut. Pertanyaan nomor 4 sifatnya sangat teknis, karena sudah menyangkut persoalan cara penggabungan faktor yang berpengaruh dan operasi yang dilakukan. Secara umum, mayoritas ahli menjawab bahwa faktor-faktor yang diusulkan dapat digabungkan dengan menggunakan operasr penjumlahan. Dalam SIG, penjumlahan tidak selalu berarti secara
fisik
layer yang ada
dijumlahkan,
tetapi
dengan jalan
dioverlaykan, dan yang dijumlahkan adalah data attrihut tahlenya. Bahwa penggabungan tiga faktor diatas akan memunculkan satu field barn yang berisi penjumlahan ketiga faktor diatas. Dari jawaban atas pertanyaan nomor 5 diatas, nampak bahwa sebagian besar ahli menjawab tidak tahu, bahkan menurut Lemlit Unpad, pemberian bobot antar variabel itu harus melalui kajian riset yang mendalam, dan merupakan riset yang serius karena untuk menggeneralisasikannya sangat berat dan sifatnya sangat kasuistis. Untuk ahli yang menjawab tahu, juga tidak secara spesifik memberikan bobot masing-masing variabelnya. Untuk mengeksplorasi lebih lanjut, maka disusunlah kuesioner untuk iterasi kedua yang format lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E, terutama untuk memperoleh pendapat para ahli atas pendapat ahli lain. Jawaban atas pertanyaan pertama tidak dimunculkan pada iterasi kedua, karena hanya bertujuan untuk mengetahui sampai sejauhmana rencana yang disusun oleh BP-DAS diketahui oleh pihak lain.
IV- 10-
b.3. Jawaban lterasi Kedua Pendapat para ahli ini merupakan iterasi kedua yang berisi pendapat atas jawaban pertanyaan nomor 2, 3, 4~ dan 5, pada iterasi pertama terdahulu, yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampi ran F. Atas pertanyaan nomor 2, bahwa rencana penentuan urutan prioritas penanganan laban kritis yang dilakukan oleh BP-DAS sudah memadai atau belum. Maka jawabannya adalah : Belum Memadai, dengan aspek yang perlu ditambahkan adalah : Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten
Garut.
Maka
pendapat
para
ahli
dapat
dikelompokkan menjadi : 1.
Tidak Setuju, yakni ahli dari BP-DAS. Menurut beliau penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis harus berdasar peraturan perundangan yang berlaku, yang dalam hal tm mengacu pada Kepdirjen RLPS.
2.
Setuju, yakni ahli dari Bappeda, ahli dari Dinhut, dan ahli dari DPKLTS.
3.
Dominan Setuju, yakni ahli dari Perhutani dan ahli dari Lemlit Unpad. Atas pertanyaan nomor 2, bahwa rencana penentuan urutan
prioritas penanganan laban kritis yang dilakukan oleh BP-DAS sudah memadai atau belum. Maka jawabannnya adalah : Belum Memadai, dengan aspek yang perlu ditambahkan adalah : Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat. Maka pendapat para ahli dapat dikelompokkan menjadi : I.
Setuju, yakni ahli dari Lemlit Unpad , ahli dari Bappeda, ahli dari Dinhut, ahli dari Perhutani dan ahli dari DPKL TS .
. IV- II -
2.
Dominan Setuju, yakni ahli dari BP-DAS. Dengan demikian, tanggapan para ahli atas jawaban-jawaban
pertanyaan nomor 2 pada iterasi I temyata telah dapat dinyatakan mencapai satu konsensus, dengan disetujuinya secara mayoritas penambahan faktor penentuan urutan prioritas penanganan Iahan kritis. Faktor yang perlu ditambahkan adalah faktor sosial ekonorni masyarakat dan faktor rencana tata ruang wilayah. Atas pertanyaan nomor 3 : Bagaimana operasionalisasi faktorfaktor yang Bapak/Ibu usu1kan? Temyata terjadi konsensus dengan operasionalisasi aspek sosial ekonomi masyarakat dengan menggunakan inrleks tekanan penduduk dimana pada Tp > 1 harus lebih diprioritaskan. Berikut adalah tanggapan para ahli : I.
Tidak Setuju, yakni ahli dari DPKLTS
2.
Setuju, yakni ahli dari BP-DAS dan ahli dari Dinhut.
3.
D0minan Setuju, yakni dari ahli dari Bappeda, ahli dari Perhutani dan ahli dari Lemlit Unpad. Sedangkan untuk aspek rencana tata ruang, maka konsensus
yang terjadi adalah penggunaan operasionalnya dengan menggunakan rencana peruntukan kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya dimana kawasan lindung harus lebih diprioritaskan. Adapun pengelompokkan tanggapan para ahli adalah sebagai berikut : '
1.
Setuju, yakni ahli dari BP-DAS, ahli dari Bappeda, ahli dari Perhutani dan ahli dari Dinhut.
2.
Dominan Setuju, yakni ahJi dari DPKL TS dan ahli dari Lemlit Unpad.
IV- 12-
Untuk tanggapan atas pertanyaan nomor 4 : Jika Bapak!Ibu berpendapat bahwa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan urutan prioritas penanganan Iahan kritis lebih dari I (satu) faktor, bagaimana menggabungkannya? Operasi apa yang dilakukan? Maka tanggapan mayoritas ahli adalah dengan cara menjumlahkannya. Hal ini disetujui oleh ahli dari Dinhut, ahli dari DPKLTS, dan ahli dari LemJit Unpad. Sedangkan menurut ahli dari Perhutani & ahli dari BP-DAS harus berkaitan dengan kaidah GIS, juga bermakna dominan setuju, walapun ahli dari Perhutani menyatakan masih harus ada upaya explorasi yang lebih lanjut. Untuk tanggapan para ahli atas jawaban atas pertanyaan nomor 5 : bagaimana memberi bobot antar faktornya? Maka terjadi konsensus bahwa semestinya terdapat penentuan bobot untuk merefleksikan · perbedaan pengruuh masing-masing faktornya. Namun para ahJi tidak berhasil untuk memperoleh konsensus mengenai berapa bobot yang harus diberikan untuk masing-masing faktor. b.4. Analisis Iterasi Kedua Dalam hal
faktor sosial ekonomi,
terdapat
konvergensi
pendapat digunakannya rumusan Tekanan Penduduk, yang dalam hal ini
sebenarnya
sudah
dilakukan
oleh
BP-DAS
namun
belum
dimasukkan secara langsung menjadi salah satu faktor penentu urutan prioritas. Jadi tinggal memasukkannya saja. Dalam hal faktor rencana penggunaan lahan, maka kawasan dibagi menjadi 2 (dua) yakni yang peruntukannya untuk kawasan dengan fungsi lindung dan untuk kawasan dengan fungsi budidaya.
IV- 13 -
Dalam hal penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis pada lokasi studi, maka kawasan dengan fungsi lindung akan lebih diprioritaskan dibandingkan kawasan budidaya sesuai dengan RTRW Kabupaten Garut mengenai fungsi dan tujuan pemantapan kawasan lindung. Sehingga dengan demikian terdapat 3 (tiga) faktor yang akan digunakan dalam penentuan penanganan lahan kritis, yakni : I.
Fllktor biofisik Faktor ini menggunakan indeks tingkat bahaya erosi (TBE). TBE mempunyai 5 kelas yakni kelas Sangat Berat, Berat, Sedang, Ringan~
dan Sangat Ringan. Prioritas disusun berdasarkan tingkat
bahaya erosinya, semakin berat maka akan semakin prioritas. Sehingga Prioritas I adalah kelas TBE sangat berat, prioritas 2 adalah kelas TBE berat, demikian dan seterusnya. 2.
Faktor sosial ekonomi Faktor ini didekati dengan menggunakan tekanan penduduk, dimana persamaan yang dikemukakan oleh Soemarwoto ( 1996) adalah sebagai berikut: TP =
FPo(I+r)t Zx ( 1- a ) x -------------L
Keterangan : · TP = Tekanan Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian Z = Lahan Iuas minimal setiap petani untuk dapat Hidup layak (luas lahan yang mampu memberikan hasil seberat 650 kg ekivalen beras per-tahun) dengan satuan ha/petani a = Prosen pendapatan petani di luar sektor pertanian
IV- 14-
F = Proporsi pet ani dalam populasi (pro sen) Po = Jumlah penduduk pada waktu t = 0 (orang) r = Tingkat pertumbuhan penduduk per tahun (prosen) t = Rentang waktu dalam tahun (5 atau IO tahun) L =Total luas Iahan pertanian (ha). Hasil perhitungan tersebut diintepretasikan sebagai berikut: TP :S I Laban masih dapat menampung Iebih banyak penduduk petani (tidak terjadi tekanan penduduk). TP > I Tekanan penduduk melebihi kapasitas laban, yang berakibat pada meningkatnya laju erosi dan laban kritis. Berdasarkan basil perhitungan yang telah dilakukan oleh BP-DAS (dapat dilihat pada Lamp iran G), dari jumlah 29 desa yang tercakup dalam Iokasi penelitian ini, maka sebanyak I7 Desa memiliki nilai TP diatas I. Artinya ke I 7 desa ini hams mendapat urutan prioritas yang lebih dibandingkan dengan ke 12 desa Iainnya. J.
Faktor rencana penggunaan lahan Faktor ini dioperasionalisasikan dengan menggunakan fungsi kawasan, yakni fungsi untuk kawasan lindung dan untuk kawasan budidaya. Pada Sub Sub DAS Cimanuk Hulu, fungsi kawasan untuk lindung akan mempunyai prioritas dibandingkan kawasan budidaya. Hal ini disebabkan wilayah penelitian yang terletak di daerah
yang
paling
hulu
dalam
DAS,
sehingga
fungsi
perlindungannya menjadi menonjol. Ketiga faktor diatas akan digabungkan untuk memperoleh urutan prioritas
penanganan lahan kritis. Aspek Biofisik akan
dioperasionalisasi dengan TBE, Aspek Rencana Penggunaan Lahan (Rencana Tata Ruang) menggunakan Rencana Fungsi Kawasan, dan Aspek Sosial Ekonomi menggunakan Indeks Tekanan Penduduk. Para
IV- 15-
ahli juga sepakat bahwa penentuan bobot untuk masing-masing faktornya hams dilakukan dengan penelitian tersendiri. Dengan demikian, maka proses pencarian pendapat dari para ahli berkenaan dengan permasalahan penentuan urutan prioritas penanganan laban kritis dapat dinyatakan selesai.
IV. 2.
Penentuan Urutan Prioritas yang Dilakukan oleh BP-DAS BP-DAS menggunakan SK Dirjen Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial (RLPS) nomor 141/Kpts/V/1998 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Teknik
Lapangan Rehabilitasi
Laban dan
Konservasi Tanah (R TL-RLKT), yang didalamnya terdapat tata cara penentuan urutan prioritas penanganan laban kritis. Tahapan yang dilakukan adalah pada dasamya dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni : a). Pendugaan Besarnya Erosi dan b). Pengkelasan Tingkat Bahaya Erosi (TBE). Adapun hasilnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
IV- 16-
N
Desa_pl.shp lnters_tbe.shp sangat ringan
D D ringan
8 :" -
sangat berat
7"7
Gambar 4.1. Peta Tingkat Bahaya Erosi Sub Sub DAS Cirnanuk Hulu Sumber : Data Digital BP-DAS Cimanuk-Citanduy Kelas TBE mencerminkan tingkatan prioritasnya. Adapun luas untuk: tiap prioritas dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel4.3. Luasan Pada Tiap Urutan Prioritas
Kelas TBE
1
Luas f!tt;tl 377,48
0,23
2
3.502,34
2, 17
3
13.644,54
8,44
4
27.193,61
16,82
5
116.996,62
72,35
Prioritas
Sangat Berat Berat Sedang Ringan Sangat R~mum Sumber : Data Digital BP-DAS
IV - 17-
%
Data yang lebih rinci terhadap tabel diatas dapat dilihat pada Lampiran H. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan selama ini oleh BP-DAS, hanya kelas TBE sangat berat, berat dan sedang saja yang dimasukkan kedalam usulan untuk diadakan kegiatan reboisasi dan rehabilitasinya. Luasan ini dibagi menjadi usulan dalam 5 tahun anggaran, dimana diusahakan masing-masing tahun mempunyai besaran luasan yang mendekati sama. Pada prakteknya yang digunakan hanyalah kelas sangat berat, berat dan sedang. Menurut ahli dari BP-
D AS terdapat 3 alasan mengapa hanya 3 kelas saja yang dimasukkan yakni: I.
biasanya kelas TBE ringan dan sangat ringan masih dibawah ambang batas tingkat laju eros1 yang masih dapat ditolerir
(tolerable soil erosio1l). Artinya masih dapat dibiarkan saja tanpa diberikan perlakuan khusus. Namun dari hasil penelusuran penulis, hal ini akan menjadi kritik tersendiri bagi BP-DAS mengingat temyata barn satu kali dilakukan ujicoba penghitungan tingkat erosi yang diperbolehkan pada lokasi Sub DAS Cimanuk Hulu tahun 1985. Seharusnya tiap penyusunan RTL-RLKT juga dilakukan penghitungan tingkat laju erosi yang masih diperbolehkan. 2.
berkaitan dengan kemampuan melaksanakan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi oleh BP-DAS maupun institusi Jain, daJam hal ini
4
Adalah besamya erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoh.."'llnsikan agar terpcliham suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertwnbuhan hmaman yang memungkinkan tercapainya rodul-tivitas yang tinggi secara berkelaJ1iutun (Arsyad 1989 dalam Manik 1991).
IV- 18-
Perum Perhutani, Dinas Kehutanan Kabupaten mapun pihak lain yang ditunjuk; Menurut
penulis,
dalam
era
kepedulian rnasyarakat terhadap
reformasi lingkung~
dan
meningkatnya
rnaka kemampuan
untuk melaksanakan reboisasi dan rehabilitasi dapat diperbesar dengan meningkatkan porsi keterlibatan masyarakat didalamnya. Sebagai contohnya adalah kegiatan penanaman pohon yang dilakukan oleh LSM DPKLTS di Gunung Punclut seluas 300 hektar pada akhir tahun 2002. Dengan kata lain, jika BP-DAS (atau Departemen Kehutanan dalam hal ini) bersedia memberi insentif misalnya dalam bentuk penyediaan bibit dan biaya pelaksanaan penanaman pohon, maka kemampuan untuk kegiatan reboisasi dan rehabilitasi akan sernakin membesar. 3.
selisih biaya kegiatan keproyekan antara usulan dengan target tahun lalu yang diperbolehkan adalah maksimal 10% . Hal ini berkaitan
dengan
kemampuan
pembiayaan
negara
( melalui
Departemen Kehutanan).
IV. 3.
Penyusunan Urutan Prioritas dengan Sistem Informasi
Geografis Berdasarkan hasil penelusuran dengan metode Delphi, maka faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan urutan prioritas penanganan laban· kritis yaitu :
1.
Aspek
Biofisik,
yang
dalam
operasionalisasinya
dengan
penggunaan tingkat bahaya erosi (TBE). Didalam TBE terdapat 5
IV- 19-
kelas yakni sangat berat, berat, sedang, ringan, dan sangat ringan. Menggunakan Layer dalam bentuk coverage tingkat bahaya crosi, berskala I : 100.000 yang dikeluarkan oleh BP-DAS CimanukCitanduy; Penggunaan 5 kelas TBE untuk penelitian kali ini, karena secara statistik, tidak dapat dibenarkan penggunaan hanya sebagian dari kelas yang ada (hanya 3 kelas saja yakni sangat berat, berat dan sedang dari 5 kelas yang ada). Menurut Kachigan (1986) pengambilan sebagian kelas untuk mewakili seluruh kelas yang ada tidak
diperbolehkan
karena
sebagian
kelas
tidak
dapat
merepresentasikan perilaku seluruh kelas yang ada. 2.
Aspek Sosial Ekonomi, yang dalam operasionalisasinya dengan penggunaan indeks tekanan penduduk (TP). Didalamnya terdapat 2 kelas yakni ada tekanan dan tidak ada tekanan. Menggunakan
Layer dalam bentuk coverage wilayah administrasi 100.000
hasil
digitasi
BP-DAS
yang
de~
berskala I
berasal dari
Peta
Administrasi Desa berskala 1 : I 00.000 yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Garut,
dengan penambahan pada data
attributte table1rya yang berisi skor indeks tekanan penduduk; 3.
Aspek
Rencana
operasionalisasinya
Penggunaan dengan
Lahan,
penggunaan
yang
peruntukan
dalam fungsi
kawasan. Didalamnya terdapat 2 kelas yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menggunakan Layer dalam bentuk coverage fungsi kawasan, berskala 1 : 100.000 hasil digitasi BP-DAS yang berasal dari Peta Rencana Penggunaan Lahan berskala I : I 00.000 yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Garut;
IV- 20-
Setidaknya terdapat 2 masalah yang ditengarai akan muncul yakni : a.
Dugaan tetjadinya pencacahan ganda (double counting) Temyata dalam proses penghitungan TBE oleh BP-DAS dan penentuan kawasan lindung oleh Bappeda terdapat duplikasi penggunaan parameter yakni : kelerengan laban (indeks panjang dan kemiringan lereng}, intensitas curah hujan rata-rata (indeks erosivitas hujan), dan kepekaan terhadap erosi (indeks erodibilitas tanah).
Berdasarkan
Malczweski
(1999),
disebutkan
bahwa
penggunaan layer yang sama diperbolehkan karena untuk sub tujuan
yang
berbeda.
Dalam
penelitian
tnt
penelusuran
subfaktomya adalah :
I
GOAL
t~AN PRIORITAS
OBJECTIVE 1 : TINGKAT BAHAYA EROS!
rrl
I ______ j .----- ,1 nl ~~~~~ INDEKS EROSIVITAS ,,,, HUJAN
OBJECTIVE 3 : INOEKS TEKANAN
fBJECTIVE 2 : NGSI KAWASAN
INDEKS EROSIVITAS HUJAN
.------ -.II : EROOIBILITAS TAN..:J I~ EROOIBILITAS TANAH I~
-;;<:_S=~·UJ L ;~~j
I
I
L___:~NDUOUK LUASLAHAN MINIMAL
PENOAPATAN LUAR PERTANIAN
·-·--· -· --
------~
JUMLAH PENOIJOUK
INDEKS PENGELOLAAN TANAMAN& KONSERVASI TANAH RENTANG WAKTU
LUASLAHAN PERTANIAN
Gambar 4.2. Kerangka Penelusuran Subfaktor Surnber·: Dimodifi kasi dari Malczweski (1999)
IV- 21 -
b.
Penggabungan tiga faktor yang mempunya1 jumlah kelas yang tidak sama Karena masing-masing kriteria mempunyai skala yang berlainan atau mempunyai jumlah kelas yang berbeda yakni untuk TBE terdiri dari 5 kelas, untuk fungsi kawasan mempunyai 2 kelas dan untuk tekanan penduduk mempunyai 2 kelas, maka menurut kaidah statistik, penggabungan secara langsung ketiga kriteria tersebut diatas baik menggunakan bobot ataupun tidak, tidak dapat dibenarkan (Kachigan 1986). Menurut Kachigan (1986), altematif yang dapat dilakukan ada 2 (dua) yakni : a.
menyamakan skala
b.
menggunakan bobot berpasangan (pair wi.\·e)
Dalam konteks pengerjaan dengan menggunakan ArcView, kedua hal tersebut dapat dilakukan. Namun, dari hasil pencarian pendapat para ahli, kemungkinan untuk menggunakan bobot berpasangan tidak mungkin dilakukan. Sehingga yang akan dipilih adalah dengan cara menyamakan skala. Prosedur
menyamakan
skala
atau
Juga
dikenaJ
dengan
menormalkan skala, adalah prosedur yang dilakukan dengan cara membagi nilai masing-masing kelas dengan jumlah dari nilai seluruh kelas. Sehingga untuk faktor TBE, maka skala yang sudah dinormalkan adalah sebagai berikut :
IV- 22-
Tabel 4 4. Normalisasi nilai kelas TBE Rang king
Nilai dim Kelas
Ringan
5 4
1 2
Sedang
3
3
Berat
2
4
Sangat Berat
1
5
Jumlah
15
15
Kelas Sangat Ringan
Nilai yang telah dinormalkan
1115 = 0.0667 2/15 = 0,1333 3/15 =0.2 4/15 = 0.2667 5/15 = 0.3333 1.0000
Sumber: Hasil Analisis
Dari tabel diatas, untuk kepentingan perhitungan lebih lanjut, maka nilai untuk kelas TBE = 0 tidak lagi menggunakan nilai = 5, tetapi sudah berubah menjadi = 0.33 33, demikian dan seterusnya untuk TBE
=
I sampai dengan TBE
= 4.
Untuk faktor tekanan penduduk
dan fungsi kawasan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel4.5. Nonnalisasi Nilai Kelas Tekanan Penduduk dan Fungsi Kawasan Kelas
Rangking
Nilai dalam Kelas
I
1
2
2/3 = 0.6667
2
2
I
1/3 = 0.3333
Jumlah
3
3
Nilai yang telah dinormalkan
Sumber : Hasil Analisis Sari tabel diatas, maka nilai kelas untuk TP > 1 akan diganti
0.6667 dan 'TP <1 akan diganti 0.3333. Demikian juga untuk fungsi kawasan dimana fungsi kawasan Iindung akan diganti
0.6667 dan fungsi kawasan budidaya 0.3333. Sehingga dengan demikian a.kan muncul20 kombinasi.
IV- 23-
Setelah data attribute tabel untuk: masing-masing theme ditambah dengan field baru yang memiliki nilai berdasarkan perhitungan diatas, maka operasi interseksi dapat dilakukan. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
............... ,...._ 1
2
s
•
r
'
s .:
T
8
•
111
11 i2 Q
u
-~· . '01"31!' BT
107"lS' BT
3~!!1iiiiiiii!o!!!!!!!!!!!!!!!!3iiiiiiiiiiiiiiia Kilomecws
Gambar 4.3. Peta Urutan Rangking Prioritas Sub Sub DAS Cimanuk Hulu Sumber : Hasil Analisis Data luasan untuk masing-masing urutan prioritas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
IV- 24-
Tabel4.6. Luasan (ha) tiap Urutan Rangking Prioritas
I
shape rank polygon polygon 14 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
polygon
18
hectares
percentage
2,408.04 2,568.82 2,368.53 25,128.47 346.51
22 !polygon 40 pollgon [polygon 5 998.06 30 [polygon 9,098.77 46 polygon 97 16,792.81 tpolyg_on 153 63,843.31 [polygon 30.97 2 polygon 96.23 6 11 !polygon 1,976.95 16 12 polygon 8,032.28 77 13 !polygon 92 28,024.61 14 !polygon 618 161,714.36 Jumlah Sumber : Hasil Analisis
1.49 1.59 1.46 15.54 0.21 0.62 5.63 10.38 39.48 0.02 0.06
1.22 4.97 17.33 100.00
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada penelitian kali ini, jumlah prioritas yang muncul adalah sebanyak. 14 kelas. Hal ini disebabkan oleh adanya 14 angka yang berbeda dari 20 kemungkinan yang muncul sebagai ak.ibat kombinasi penggabungan nilai kelas yang telah dinonnalkan pada ketiga fak.tor yang digunakan. Berkurangnya jumJah
keJas
prioritas
dari
kornbinasi
kernungkinan
yang ada
disebabkan oleh tidak adanya poligon yang memiliki kelas TBE sangat berat yang berada dikawasan lindung dan mempunyai tingkat indeks tekanan penduduk
~I.
Pada penelitian kali
ini jumlah kelas
prioritasnya tidak
disamakan dengan versi BP-DAS yakni 5 kelas prioritas, karena secara tcoritis tidak boleh dilakukan. Pcngkelasan dari J5 kemungkinan yang
ada menjadi 5, haruslah melalui penelitian Jebih Janjut, misalnya dengan menggunakan Metode Pengkelasan untuk E valuasi Lahan,
IV- 25-
dimana hal ini sangat sulit dilakukan karena membutuhkan uji coba di lapangan yang cukup lama. Schingga daJam pcnclirian kali ini, prioritas yang ada adalah sebanyak 14 kelas prioritas. Pada urutan prioritas yang baru, tercacat poligon terkecil adalah seluas 0,000519 hektar, pada rangking 13 yarig terletak di Desa Cisurupan dengan kelas TBE 1, TP 0,040776 dengan fungsi kawasan budidaya. Po ligon terluas tercatat seluas I 0. 403,712 hektar, pada rangking 4 yang terletak di Desa Simpang dengan kelas TBE 0, TP I ,005381 dengan fungsi kawasan budidaya. Kecilnya Juasan poligon
diatas, secara teoritis, memang tidak dapat digabung bergitu saja dengan poligon disebelahnya guna memperoleh poligon yang lebih luas. Karena dalam GIS, sekecil apapun entitas yang berwujud poligon, ia tetaplah poligon yang mandiri dalam arti mempunyai karakteristik yang berbeda dengan poJigon tetangganya. Ukuran terkecil unit spatial yang menggunakan hasil akhir penggabungan antara TBE, TP dan fungsi kawasan, disamping ntemberikan kemudahan juga berpotensi memberikan kesulitan yang
lain. Semestinya dilakukan penelitian Janjutan yang mampu menjawab pertanyaan seberapa besar luasan minimal poligon, untuk kepentingan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan. Karena kalau luasannya terlalu kecil dan lokasinya tersebar justru akan menyebabkan tingginya biaya pelaksa~
kesulitan pengawasan dan pemborosan waktu.
IV- 26-
IV. 4.
Prioritas Versi BP-DAS dan Prioritas Versi Hasil
Penelitian Jika dibandingkan dengan basil penentuan urutan prioritas penanganan lahan kritis yang dilakukan oleh BP-DAS CimanukCitanduy pada gambar 4.1 dengan basil penelitian pada gambar 4.3, maka persebaran urutan prioritas sangat berbeda. Bahwa penambahan aspek so sial ekonomi masyarakat (dengan indeks tekanan penduduk) dan aspek rencana tata ruang (dengan fungsi
kawasan) . telah
memberikan pengaruh yang nyata yang berupa :
a.
Perubahan Luasan Perubahan luasan ini terjadi karena adanya penambahan faktor yang digunakan untuk menentukan urutan rangking prioritasnya. Disamping itu, jumlah kelas prioritasnya juga bertambah dari 5 menjadi 14. Hal ini juga membawa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya karena menjadi lebih detail, sehingga pada praktek penyusunan usulan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi tahunan dapat menjadi lebih mudah. Adapun perubahan luasannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
IV- 27-
Tabel 4. 7 Perubahan Luasan Menurut BP-DAS dan Hasil Penelitian PfUOKIIA~
~KIOKIIA~
VERSI BP- VERSI HASIL PENELITIAN DAS
1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5
LUAS (ha)
PERSEN
346.510 30.970 2,408.040 998.060 11 96.230 2,568.820 2 9,098.770 7 1,976.950 12 2,368.530 3 8 16,792.810 8,032.280 13 25,128.470 4 63,843.310 9 14 28,024.610 161,714.360 5 10 1 6
LUAS (HA)
(%)
0.21 0.02 1.49 0.62 0.06 1.59 5.63 1.22 1.46 10.38 4.97 15.54 39.48 17.33 100.00
Sumber Hasil Analisis
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut : I.
Perubahan luasan Prioritas 1 versi BP-DAS Walapun dalam perhitungan BP-DAS menjadi urutan 1, namun dengan jika berada dilokasi dengan TP
~1
dan
dikawasan budidaya atau TP < 1 dan dikawasan Jindung, maka akan bergeser menjadi urutan 5. Jika berada pada lokasi dimana TP
Perubahan luasan Prioritas 2 versi BP-DAS Pergeseran Prioritas 2 versi BP-DAS menjadi rangking I teijadi pada kondisi lokasinya berada di TP 2: I dan dikawasan lindung. Sedangkan pergeseran menjadi urutan 6 terjadi pada
IV- 28-
kondisi Iokasinya berada di TP >I dan dikawasan budidaya atau TP
budidaya. 3.
Perubahan luasan Prioritas 3 versi BP-DAS Perubahan luasan Prioritas 3 versi BP-DAS menjadi rangking 2 tetjadi pada kondisi lokasinya berada di TP >I dan dikawasan lindung. Sedangkan pergeseran menjadi urutan 7 terjadi pada kondisi lokasinya berada di TP >I dan dikawasan budidaya atau TP < 1 dan dikawasan lindung. Pergeseran menjadi urutan I 2 terjadi pada kondisi lokasinya TP < 1 dan dikawasan budidaya.
4.
Perubahan luasan Prioritas 4 versi BP-DAS Perubahan luasan Prioritas 4 versi BP-DAS menjadi rangking 3 terjadi pada kondisi Iokasinya berada di TP >I dan dikawasan lindung. Sedangkan pergeseran menjadi urutan 8 tetjadi pada kondisi lokasinya berada di TP >I dan dikawasan budidaya atau TP < 1 dan dikawasan lindung. Pergeseran menjadi urutan 13 tetjadi pada kondisi lokasinya TP
5.
Perubahan luasan Prioritas 5 versi BP-DAS Perubahan ·Juasan Prioritas 5 versi BP-DAS menjadi rangking 4 terjadi pada kondisi lokasinya berada di TP >I dan
dikawasan lindung. Sedangkan pergeseran menjadi urutan 9 terjadi pada kondisi lokasinya berada di TP 2: I dan dikawasan
IV- 29-
budidaya atau TP < 1 dan dikawasan Iindung. Pergeseran menjadi urutan 14 terjadi pada kondisi Iokasinya TP < 1 dan dikawasan budidaya.
b.
Pergeseran Lokasi
Pergeseran Iokasi prioritas menurut untuk tiap Desa dapat dilihat pada Lampi ran I. Jika kita bandingkan antara Gam bar 4. 1. dan Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa secara umum, bagian barat daya Sub Sub DAS Cimanuk Hulu mengalami peningkatan prioritas, karena merupakan kawasan lindung dan desa-desanya relatif memiliki indeks tekanan penduduk diatas I. Untuk mempetjelas, diambil contoh Kasus Desa Simpang. Berikut tabel perbandingan pergeserannya. Tabel4.8. Pergeseran Lokasi Prioritas Di Desa Simpang Prioritas
Fungsi Kawasan
Tekanan Penduduk
2
Lindung
2.
2
3.
No.
Versi BPDAS
1.
Prioritas Versi Penelitian
Luas (ha)
Ada tekanan
I
1571.030
Budidaya
Ada tekanan
6
251.710
3
Lindung
Ada tekanan
2
1010.580
4.
3
Budidaya
Ada tekanan
7
0.680
5.
4
LindWlg
Ada tekanan
3
39.%0
6.
4
Budidaya
Ada tekanan
8
18.810
7.
5
Lindung
Ada tekanan
4
10849.760
8.
5
Budidaya
Ada tekanan
9
4181.390
Sumber : Data Digital BP-DAS Cimanuk Citanduy dan Hasil Analisis Dari tabel diatas, pada baris nomor 7. terdapat kondisi yang ekstrem dimana pada versi BP-DAS merupakan poligon dengan tingkat prioritas paling rendah yakni prioritas 5, namun karena terietak pada kawasan lindung dan Desa Simpang memiliki indeks tekanan penduduk
IV- 30-
diatas 1, maka poligon ini naik menjadi prioritas ke 4 menurut hasil peneJitian. Pola seperti kasus diatas terjadi karena ketiga faktor yang digunakan untuk menentukan urutan prioritas tidak mempunyai bobot yang berbeda-beda. Akibatnya pada faktor dengan jumlah kelas yang sedikit
akan
lebih
sensitif dengan
membuat
perbedaan
hasil
penjumlahan yang besar. Karena kelas TBE yang digunakan oleh BPDAS memiliki 5 kelas prioritas, maka faktor ini menjadi kurang sensitif dibandingkan faktor fungsi kawasan dan tekanan penduduk. Besarnya pengaruh nilai jika berada pada kawasan lindung dan adanya tekanan penduduk membuat kedua faktor ini menjadi dominan. Jika suatu poligon terletak pada kombinasi kedua keadaan diatas akan mengakibatkan poligon tersebut berada pada rangking prioritas yang tinggi, yakni berkisar pada rangking prioritas 1 sampai dengan 4. Adanya
tekanan
penduduk
merupakan
representasi
dari
aktivitas manusia terhadap sumberdaya alam. Jika suatu kawasan telah ditetapkan sebagai kawasan lindung, maka aktivitas manusia menjadi faktor yang dominan yang akan menentukan rangking prioritasnya. Diperlukan tahapan penelitian lanjutan guna menentukan proporsi bobot untuk masing-masing faktor yang digunakan.
IV- 31 -
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V. 1. l.
Kesimpulan Berdasarkan
pendapat
para
ahli
dalam
proses Delphi,
penggunaan aspek biofisik dengan tingkat bahaya erosi oleh BP-DAS dalam proses penentuan prioritas penanganan Iahan kritis yang selama ini
dilakuka~
dianggap belum memadai,
dan karenanya perlu ditambahkan faktor-faktor baru. Faktorfaktor yang harus dimasukkan dalam penentuan prioritas penanganan Iahan kritis ada 2 (dua) yakni : 1. Aspek Rencana Tata Ruang, menggunakan rencana fungsi kawasan 2. Aspek Sosial Ekonomi, menggunakan fonnulasi tekanan penduduk. 2.
Setelah dilakukan penambahan faktor tersebut diatas, teijadi perubahan kelas prioritas dari 5 kelas menjadi 14 kelas. Dan pada masing-masing kelas prioritas teijadi perubahan luas dan pergeseran lokasi.
3.
Penetapan kawasan menjadi kawasan lindung dan representasi aktivitas manusia yang mengakibatkan munculnya tekanan penduduk, akan menaikkan rangking prioritas.
v- 1 -
IV. 2. I.
Kelemahan Studi Definisi yang digunakan untuk lahan kritis adalah definisi yang dipakai oleh Departemen Kehutanan. Padahal departemen lainnya juga menggunakan istilah yang sat:na untuk kriteria yang lain, misalnya Departemen Pertanian. Mestinya ada kesamaan definisi untuk istilah yang sama.
2.
Cakupan jumlah para ahli dan jurnlah iterasi perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
IV. 3. I.
Saran rekomendasi Kepada instansi terkait utamanya BP-DAS, Perum Perhutani dan Dinas Kehutanan Kabupaten Garut, diharapkan agar mencoba penerapan hasil penelitan ini di Iapangan, untuk mengetahui efek penambahan aspek pertimbangan penentuan urutan prioritas dan mengetahui tingkat keberhasilannya.
2.
Penelitian lanjutan yang diharapkan muncul adalah untuk menjawab pertanyaan : a.
berapa besar luasan minimal poligon, dengan aspek yang perlu ditekankan adalah kajian efektivitas dan efisiensi pelaksanaan.
b.
berapa nilai bobot untuk masing-masing kriteria untuk mengetahui kombinasi terbaik.
c.
definisi kelas prioritas dan jumlah kelasnya, dengan metode evaluasi lahan.
v- 2-
Daftar Pustaka
Adibroto, Tusy Augustine, 200 I, Pendekatan Keterkaitan Ekologis Hulu-Hilir Dalam Penataan Ruang Wilayah Berkawasan Pesisir : Kawasan Pesisir Sebagai Elemen Penting Dalam Penataan Ruang Wilayah Berkelanjutan, Disertasi, ITB, Bandung. Ambar, Supriyo, 1999, Prinsip-prinsip Pengelolaan Daerah A/iran Sungai, Bahan Pelatihan Pengelolaan DAS Bagi Petugas BRLKT/Sub BRLKT se Indonesia, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Laban, Departemen Kehutanan, Jakarta. Anonim, 1998, Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehahilitasi dan Konservasi Tanah, Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Laban, Departemen Kehutanan, Jakarta. Anonim, 2000, Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah A/iran Sungai, Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tana~ Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan, Jakarta. Aronoff, Stan, 1989, Geographic Information ..\ystems: A Management Perspective, WDL Publications, Ottawa Canada. Asdak, Chay, 2002, Hidrologi dan Penge/o/aan Daerah A/iran Sungai, edisi kedua, Gadjahmada University Press, Yogyakarta. Azis, Lukman, Catalan Kuliah: Konsep Teknologi Informasi Spatial, Program Pascasrujana Geodesi, ITB, Bandung. Bappeda Garut, 2001, Rencana Tala Ruang dan Wilayah Kahupaten Gan1t Tahun 2001, Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Garut, Garut. BP-DAS, 2000, Model Rencana Telmik Lapangan Rehahilitasi Lahm1 dan Konservasi (RTL-RLKT) Sub DAS Cimam1k Hulu, Buku I (Naskah), BP-DAS Cimanuk-Citanduy, Bandung. BP-DAS, 2000, Model Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi (RTL-RLKT) Sub DAS Cimanuk Hulu, Buku II (Metode dan Teknik Pengumpulan Data), BP-DAS CirnanukCitanduy, Bandung.
- I -
Chrisman, Nicholas, I 997, Exploring Geographic Information Systems, John Wiley & Sons Inc, Toronto, Canada. Dephut, I998, Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air, Sekretariat Pengendali Bantuan Penghijuan dan Reboisasi Pusat, Departemen Kehutanan, Jakarta. Dephut, 2000, Rapat Kerja Departemen Kehutanan Tahun 2000, Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan, Jakarta, 452 hal. Dephut, 200 I, Rapat Kerja Teknis Direktorat Jenderal Rehahilitasi Lahan & Perhutanan Sosial Tahun 2001, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan & Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan, Jakarta. ESRI, I 992, Understanding GIS : The Arc/Info Method, Environmental Systems Research Institute (ESRI), Redland, USA. Ginting, Ngaloken, et all, I 998, Vademekum Kehutanan, Yayasan Wanabhakti, Jakarta. Linstone, Harold A (ed) et all, I975, The Delphi Method: Techniques and Applications, Addison-Wesley Publishing Company, London. Malczewski, Jacek, I 999, GIS And Multi Criteria Decision Analysis, John Wiley & Sons Inc, Toronto, Canada. Kachigan, Sam Kash, 1996, Statistical Analysis : An Interdisciplinary Introduction to Univariate & Multivariate Methods, Radius Press, New York. Prahasta, Eddy, 2002, Sislem lnformasi Geografis: Tutorial ArcView, CV Informatika, Bandung. Rietbergen, Jennifer and Deepa Narayan (ed), 1998, Participation and Sosial Assesment: Tools and Techniques, The World Bank, USA. Soemarwoto, 0., 1996, Ana/isis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soemarwoto, 0., I998, Komponen Esensial dalam Pengelolaan Terpadu Sumherdaya A/am, PPSDAL UNPAD-DEPHUT, Bandung. Sugandhy, Aca, 1999, Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
-2-
Suhartanto, 2000. ..\..tudi Perencanaan Pengelo/aan Lahan di Daerah A/iran Sungai Konto Kahupaten Malang Jawa Timur, Tesis Magister llmu Kehutanan, Program Pascasarjana, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. Suryadi, Kasdarsah, 2001, Sistem Pendukung Keputusan, hal 12 - 38, Program Magister Industri ITB, Bandung.
-3-
Lampiran A. Matrlks ldentifikasi Stakeholder Berdasarkan Interest, Kepentfngan & Pengaruh -
I
No
St:ol<eholder Groups
-~ -~-·----
I
i
i
Interest
I
Tingkat Pengaruh•
I £fftct
_l
1.
2.
3. i 4.
s.I
i
Sekretariat Daerah
! 1. i 2. ~ 3. Dinas Bangunan & I 1. Pemuklman l 2. I 3. i 4. Dinas Bina Marta I 1. : 2. : 3. i 4. Dinas Sumberdaya Air & i 1. Pertambangan i 2. ! 3. Dinas Kesehatan I 1. i 2. i 3.
j4. 6.
Dinas Pendidikan
: 1. ! 2. ~
7.
Dinas Pertanian Tanaman Panpn
3.
:4. : 1. i 2.
: 3.
: 4.
8.
Dinas Peternakan
j
1. 2.
i 3.
l 4. 9.
Dinas Perlkanan & Kelautan
11. I 2.
lI 3.
[4.
----------
--rlnlkat Kepentfn ~~n ... ___
1
j
pengkoordinasian, perumusan kebijakan pemerintah daerah; ... I . penyelenggaraan admlnistrasi pemerintah.an I . ' pengelolaan sumberda_ya aparatur keuangan, prasarana & sarana ~emerlntah daerah . I pelaksanaan tugas desentralisasl dlbidang bangunan & pemukinan . I perumusan kebljakan teknfs dibfdang bangunan & pemuklman . : pernberian perijinan a pelaksanaan petayanan umum . pernbinaan admlmtrasi UPTD a Caban; Oinas . pelaksanaan tusas desentralisasl dibidang blna marga . I perumusan kebijakan teknis dibidang blna marga . pernberian perijinan a petaksanaan pelayanan umum . pernbinaan admlnstrasi UPTD a Cabang Oinas : pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang SOAP + . I pernberian perijinan & pelaksanaan pelayanan umum . eernblnaan admlnstrasi UPTD & Cabans Dinas --- r-----!-------- - - - - - . pelaksanaan tugas desentralfsasi dfbidang kesehatan . perumusan kebljakan teknls dfbfdang kesehatan . pemberian perijinan a pelaksanaan pelayanan umum . II eernbinaan admlnstrasi UPTD CabanJ Dines ---------------r-- . petaksanaan tugas desentralisasf dfbidang pendidikan I . I perumusan kebijakan teknfs dfbidang pendidikan . i pernberian perijinan a pelaksanaan pelayanan umum . pernbinaan adminstrasi UPTD Cabans Dinas . pelaksanaan tusas desentralisasl dibidang PTP . perumusan kebijakan teknls dfbfdans PTP . pernberian perfjinan a pelaksanaan pelayanan umum . ~ernbinaan adminstrasi UPTD & Cabang Dinas . pelaksanaan tusas desentralisasl dibidang peternakan . perumusan kebijakan teknis dfbfdanj peternakan . pernberian perljinan & pelaksanaan pelayanan umum . pernbinaan admlnstrasi UPTD Cabang Dines . pelaksanaan tugas desentralisasf dfbidang perikanan & ketautan . perumusan kebijakan teknis dibfdang perikanan & kelautan . pernberian perijinan Et pelaksanaan pelayanan umum . pembinaan adminstrasl UPTD & Cabang Oinas I
2
I
2
I
I
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
I
I
a
I
a
a
i
1
I
,----------.Stakeholder Groups
No
Oinas Perkebman
10.
11.
j
Oinas Kehutanan
i
12.
: Oinas Pefhubungan : i
:
13.
i Oinas Pefindustrian, · Perdagangan & : Penanaman IJD
14.
15.
i Oinas Pasar
'
. Oinas Koperasi, Usaha ' Kecil Menengah & Baitul ! Mal w Tamwil i
16.
l Oinas Tenaga Kerja, 1
Sosial & Transmigrasi
I
17.
Oinas Partwfsata & Kebudayaan
I
18.
1
01nas Lfngkungan Hidup,
i Kebersihan & j
I
:
Pertamanan
Interest 1. pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang perkebunan 2. perumusan kebijakan teknis dibidang perkebunan 3. pemberian perijinan & pelaksanaan pelayanan umum 4. pembinaan admfnstrasl UPTO & Cabang Oinas 1. pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang kehutanan 2. perumusan kebijakan teknis dlbidang kehutanan 3. pemberian perijinan & petaksanaan pelayanan umum 4. pembinaan adminstrasf UPTO & Caban~ Oinas 1. pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang perhubungan 2. perumusan kebijakan teknis dibidang perhubungan 3. pemberian perijinan & pelaksanaan pelayanan umum 4. pembinaan admlnstrasl UPTD & Cabang Oinas 1. pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang perindag & penanaman modal 2. penmusan kebijakan teknis dibidang perlndag & penanaman modal 3. pemberian perijinan & pelaksanaan pelayanan umum 4. pembinaan admlnstrasl UPTD & Cabang Dinas 1. pelaksanaan togas desentralisasi dibfdang pasar 2. penmusan kebfjakan teknis dibidang pasar 3. pemberian perijinan & petaksanaan pelayanan umum 4. pembinaan admfnstrasf UPTO & Caban~ Oinas 1. pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang koperasl, UKM & BMT 2. penmusan kebijakan teknis dibidang koperasf, lJ<M & BMT 3. pemberian perijinan & petaksanaan pelayanan umum 4. ~inaan admfnstrasf UPTO & Cabang Oinas 1. pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang nakertransos 2. penmusan kebijakan teknis dibidang nakertransos 3. pemberian perijinan & pelaksanaan pelayanan umum 4. pembinaan admlnstrasf UPTO & Caban~ Oinas 1. pelaksanaan tugas 'desentralisasi dibidang parfwtsata & kebudayaan 2. pet'l.lllU58n kebijakan teknis dfbidang parfwisata & kebudayaan 3. pemberian perijinan & petaksanaan pelayanan umum 4. Pembinaan admfnstrasl UPTO & Caban~ Oinas 1. pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang LH, kebersihan & pettamanan 2. penmusan kebijakan teknis dibidang LH, kebersihan & pertamanan 3. pemberian perljinan & petaksanaan pelayanan umum 4. pembinaan admlnstrasf UPTO & Cabang Oinas
2
Effect
Tingkat Pengaruh
... ...
. .
... ... ... ...
TingkcitJ Kepentin ! gan i I I
3
3
4
;l
1
1
I I
.
. . . . . . . . .
.
. . . . . . . .
.
1
1
1
1
.
I i
I
_j I
1
1
I
1
1
!
1
1
1
1
.
. . . . . .
i
II
II
'
1
__ ____________ _ ,
Stakeholder Gro~s
No
; 19.
I I I
Di nas Kelual'il!l I Berencana I
120. I 01 nos Pendapatan Daerah
I
! I
; 21.
! Badan Pengawas Daerah I
I
·-----~~-=------
: 22.
i Badan Perencanaan
, Pembangunan Daerah
i 23.
! Badan Pemberdayaan ! Masyarakat Desa I
i
! Badan Kepegawaian, !
Pendiidkan & Latihan
! Daerah 25.
I Kantor lnformasi & Telematika
i
:
i
Interest
Effect
Kepentin
1
1
1
1
1
1
4
4
1
1
1
1
1
1
1. pelaksanaan tugas desentralisasf dibfdang keluarga berencana 2. perumusan kebijakan teknls dibfdan8 keluarp berencana 3. pemberian perfjinen & pelaksanaan pelayanan umum 4. pemblnaan adminstrasi l,M)TD & Cabans Dinas 1. pelaksanaan tugas desentrallsasl dibfdang pendapatan daerah 2. perumusan kebijakan teknls dibfdant keluarp pendapatan daerah 3. pemberien perfjinen & pelaksanaen pelayanan umum 4. mbfnaan adminstrasi l,M)TD & Caba Dines 1. membantu Bupati dalam penyelengeraan pemerlntahan bidang pengawasan c:laerah 2. perumusan kebijakan teknfs dibidan, pengawasan daerah 1. membantu Bupatf dalam penyelengaraan pemerlntahan bida119 perencanaan pembangunan daerah 2. perumusan kebijakan teknfs dibidang perenc:anaan pembangunan daerah 3. a anan nun an en elen araan merintahan daerah 1• membantu Bupati dalam penyelengaraan pemerfntahan bidang pemberdayaan masyarakat & desa 2. perumusan kebijakan teknts dfbidant pemberdayaan masyarakat & desa 3. Ia anan nun an en elen raan merfntahan daerah 1. membantu Bupatl dalam penyetengaraan pemerfntahan bidang kepegawaian & diktat daerah 2. perumusan kebijakan teknls dibfdang kepegawaian & diktat daerah 3. la anan nun an en elen araan merintahan daerah 1. membantu Bupati dalam penyetengaraan pemerfntahan bidang informasf & telematika 2. perumusan kebijakan teknts dibidang informasf & telematika 3. Ia anan nun an en elen araan merintahan daerah
Ti~kat
Tinskat Penjaruh
n
+ + +
:~2~6-.~~~K~a-n~to-r~A~~~~-p~D~a-er-ah~--~7 1.~m~em~ba~n=t~u~Bu~pa~t~l~d~al~a~m~pe~ny~e~len~g~ar~a~a~n~p~em~e~rt~nta~h~an~bf~d~a~ng--a~~~p-d7a-~-a~h---------+----~----------------4
; I
27.
Kantor Perpustakaan Umum
2. 3. 1. 2.
perumusan kebijakan teknfs dibidang arsip daerah Ia anan nun an en elen raan merlntahan daerah membantu Bupati dalam penyetengaraan pemertntahan bidang perpustakaan perumusan kebijakan teknts dibidang perpustakaan
1
1
1
1
2
3
-~~3·~~~~a~ana~n~~"~u~n~a~n~~e~n~el~e~n~~raa~n~~er~in~~~ha~n~da~e~rah~----~~--~~~--+-----+--------+-------; l ~--~~--~--~~--28. Kantor Penyuluhan 1. membantu Bupati dalam penyelengaraan
1
; Pertanian & l Pembangunan , 1
2. 3.
pemerintahan bidang penyuluhan pertanian & pembangunan perumusan kebijakan teknfs dibidang penyuluhan pertanian & pembangunan petayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah
3
+ +
i
I
i '
No
~
i
I
Stakeholder Groups Kantor Kepencludukan & Catatan Sipit
I
I
I 30.
Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
Interest
Effect
1. membantu Bupati dalam penyelengaraan pemerintahan bidang kependudukan & catatan s~ptt 2. perumusan kebijakan teknis dibidang kependudukan & catatan sipll I 3. pelayanan penunjang E._enyelen~saraan pemerintahan daerah 1. membantu Bupati dalam penyelengaraan pemerintahan bidang polisi pamong praja 2. perumusan kebtjakan teknis dibidana potisi pamong praja 3. pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah
I 131. I
Kantor Kesatuan Ban gsa ,1. & Llnmas 2.
: 3.
I
I
i
I Kantor Ketahanan Pangan
i 32.
l 3.
i
~ 34.
35.
Kantor Olahraga
I I
i Kecamatan
I
l ~
Kelurahan
I
36.
I I I
I I I I
I 1. J2.
L i Perum Perhutani I I
i
I I i
11. 2. II 3. i 1. ' I 2.
~
i
I 2. ! 1.
!
I I 2.
I
I !
3.
II
membantu Bupati dalam penyelengaraan pemerintahan bidang kesbang perumusan kebtjakan teknis dibidang kesbang & linmas pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah
a llnmas
membantu Bupati dalam penyelengaraan pemerintahan bidang ketahanan pangan perumusan kebtjakan teknis dibidang ketahanan pangan pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah membantu Bupati dalam penyelengaraan pemerintahan bidang olahraga perumusan kebijakan teknis dibidang olahraga pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah penyelenggaraan tugas pemerintahan sesuai dengan pelimpahan sebagian kewenangan dari &Jpati program, pemblnaan administrasi & rumah tangga penyelenggaraan tugas pemerintahan sesuai dengan pelimpahan sebagian kewenangan dari camat pen~unan program, pembfnaan administrasi & rumah tangga menyelenggarakan usaha dibfdang kehutanan yang menghasitkan barang ft jasa yang bermutu tinggi ft memadai guna memenuhl hajat hidup orang banyak & memupuk keuntungan menyetenggarakan pengelolaan hutan yang mel iputi kegiatan tata hutan, penyusunan rencana pengelolaan ootan, pemanfaatan hutan, rehablitasi & reklamasi hutan, perttndungan hutan atau konservasi alam yang tidak termasuk kewenangan pubtik atau pemerintahan um um. menyetennarakan pengelolaan ekosfstem sesuai karakteristik wilayah untuk mendapat manfaat optimal darf segl ekotogf, soslal, budaya dan ekonomibagl masyarakat sekitar dan perusahaan.
pen~unan
4
Tingkat Pen~aruh
.
Tingkat Kepentin gan
. . .
1
1
.
1
1
.
1
1
.
2
2
. .
1
1
2
2
2
2
4
4
. . . .
+
.
+
. +
. +
+
+
I
I
I
No
1:
I
I
Stakeholder Groups
;
Interest
i
! Effect
Tingkat Pengar\JI
1
Tin9f
l'-:::-:::---~-:o--~~:---L----~-----,---~...,-,--,.-------,-----~----=--·-------------- _j ___ --·- ·----------· ----- - .. ----~-1'1_ ___ . 1 37. Dewan Pemethati J1· mengabdi & memperjuangkan renovasi & rehabilitasi kerusakan hutan & lingkungan di j • Kehutanan & l ingkungan 1 tatar sund a , Tatar Sunda ! 2. membantu program pemerintah & menjadi mitra pemerintah dalam pelestarian & I +
i j
3.
i
I
lembaga Penelit1an 1 1. Universitas Padjadjaran l 2. r 3. Bala1 Pengelolaan 1. Oaerah Aliran Sungai : 2, Cimam.J< ·Citanduy i 3. 1
1
4.
! 5. Ba laf Peng~uhan Kawasan Hutan
4 4 pemeliharaan hutan a linskungan di tatar sunda 1 sebagai wahana partisipasf terhadap program-program renovasi, rehabilitasi, reboisasf, I + ~meliharaan dan pelestarian hutan & liniJ
~ 6. : 1. : 2. ! 3. ;
i 7.
I • ; 1
I
1
·
:
I
I
SUn1ber : Hastl Anallsls. Keterangan : •). 1 = ttdak berpengaruh (ttdak mempunyal nt\at posltlf
effect) l = sedlklt berpengaruh (ntlat posttf effect 1) 3 = berpengarlll (nlal posttf effect 2) 4 =sangat berpengaruh (ntlal positif effect 3 atau leblh)
L___
••). t = ttdak berkepenttngan (tldak mempunyal nllal postttf effect) 2 = sed1kJt berkepentlngan (nllal posttf effect t) 3 ., berkepentlngan (ntlal pastlf effect 2) 4 =sangat berkepentlngan (nita! p051tlf effect 3 aUiu
leblh)
5
Lampiran B. TEMPLATE KONDISI EXISTING
PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN LAHAN KRITIS Latar Belakang Laju pembentukan lahan kritis cenderung semakin besar, sedangkan ketersediaan sumber daya manusia dan dukungan financial cenderung terbatas. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menentukan prioritas penanganan lahan kritis. Kondisi existing (dilakukan oleh BP-DAS) Menggunakan aspek biofisik dengan metode penentuan Tingkat Bahaya
Erosi {TBE), dimana semakin besar tingkat bahaya erosinya maka akan
semakin diprioritaskan. Adapun hagan alirnya adalah sebagai berikut : MTAS UJAN
I
J
ERODIBILITAS TANAH l___., --
-------
LENGHT& SLOPE
INDEKS PENGELOLMN TANAMAN& KONSERVASI
I
I
---~-·-
I
TINGKAT BAHAYA EROS I
KcJas crosi merupakan pcngkclasan dari prediksi besarnya eros1
yang mungkin terjadi. Prediksi erosi ini menggunakan persamaan
Unil'ersal Soil Lo.s:s· Equation (USLE) yang dimukakan oleh Wishmeier
dan Smith tahun 1978. Persamaan U5LE tersebut ada.iah sebagai
berikui:
1
A= R . K . LS. CP Keterangan : A R K = LS
=
CP=
Kehilangan tanah atau banyaknya tanah yang tererosi dalam ton/haltahun lndeks erosivitas hujan dan air Jarian .(Mega Joule/ha . mm/jam) Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tanah tertentu (ton.ha.jam/ha. mega joule. mm) Indeks panjang dan kemiringan lereng Indeks pengelolaan tanaman & konservasi tanah
Kemud.ian kelas erosi dibuat berdasarkan SK Direktur Jenderal RRL Departemen Kehutanan
No. 04/Kpts/ VI I 998 tentang Pedoman
Penyusunan RTL Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah berikut ini : Nilailbesar erosi
Kelas Erosi
(tonlhalth)
< 15 15-60
II
60- 180
III
180-480
IV
>480
v
I
Berdasarkan SK yang sama, tingkat bahaya erosi dapat ditentukan
berdasarkan perkiraan erosi tahunan dan kedalaman tanah, sebagaimana tabel berikut : Kedalaman Tanah (em)
I
SR
Dalam ( > 90) Sedang (60- 90) Dangkal (30 - 60) Sangat dangkal (< 30)
R
s B
Kelas Erosi II III IV R s B s B SB B SB SB SB SB SB
Keterangan : SR = Sangat Ringan; R = Ringan; S = Sedang; B SB = Sangat Berat.
1
v SB SB SB
SB
= Berat;
Lampiran C. Format Kuesioner Iterasi Pertama
TOPIK : PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN LABAN KRITIS KUESIONER ITERASI I Kelompok
MASYARAKAT~E~ruNTAHAN~ERGURUAN
Stakeholder
TINGGI /SWASTA (pilih salah satu)
Nama lnstitusi Jabatan Kode Respond en Pertanyaan l : Apakah Bapak/Ibu mengetahui adanya pembuatan rencana prioritas penanganan laban kritis oleh BP-DAS? Jika ya,
tuliskan apa yang Bapak!Ibu ketahui tentang rencana tersebut. Jika tidak, silahkan membaca template dibelakang kuesioner ini.
I
Pertanyaan 2 : Menurut Bapak/Ibu apakah fuktor yang digunakan untuk menentukan rencana prioritas penanganan Jahan kritis oleh BP-DAS sudah cukup memadai? Jika sudah cukup memadai, sebutkan alasa.nnya. Jika belum memadai,
sebutkan faktor apa sajakah yang perlu
ditambahkan? Jelaskan apa alasannya?
Pertanyaan 3 : Jika jawaban Bapakllbu pada nomor 2 belum memadai, bagaimana operasionalisasi faktor-faktor yang Bapak/Ibu usulkan?
2
Pertanyaan 4 : Jika jawaban Bapak/Ibu pada nomor 2 belum memadai, bagaimana cara menggabungkannya?
Operasi apa yang dilakukan?
[Catatan : Dalant penelitian ini akan tnenggunakan ntetode Sisten1 Inforn1asi
Geografis
(SIG)
jika
terdapat
faki.or
yang
harus
ditambahkan.]
Pertanyaan 5 : Bagaimana memberi bobot antar faktornya?
Terimakasih ,
Agus Budi Santosa PM-PWK ITB - 2540 I015
3
Lampiran D. Jawaban Para Ahli Pooa Iterasi Pertama Pertanyaan 1. Apakah Bapakllbu mengetahui adanya pembuatan rcncana prioritas penanganan luhan kritis oleh BP-DAS? Jika ya, tuliskan apa yang kctahui tentang_ tencana terS
B~ak!Ibu
Jawaban
Ex-pert Ya BP-DAS
Tidak
Ya, dcngan mcnggunakan aspck biofisik
BAPPEDA
Tidak
DINffiJT
Ya, den_g_an TBE
PERHUTANI
Ya, TBE
DPKLTS
Ya, tapi sava tidak begitu ingat bagaimana canmya
LEMLIT UNPAD
Ya, hal itu sangat tergantung pada karakteristik wilayah DASnya. Untuk DAS Cimanuk mcstinya dcng_an ~itungan Tingkat Bahaya Erosi. Saya .Qikir sudah ada ~tunjuk tcknis tentan_g hal tersebut.
Pertanyaan 2. Menwut Bapakllbu, apakah tiuctor yang digunukan untuk menentukan rencana prioritus penanganan lahan kritis oleh BP-DAS sudah cukup memadai? Jika sudah cukup memadai, sebutkan alasarmya. Jika belum mernadai, sebutkan faktor apa sajakah yang perlu ditambnhkan? Jclaskan apa alasannya'?
Expert BP-DAS
Jawahan Cukup Memadai
Belum Memadai
Penyusunan rencana prioritas penanganan lahan kritis oleh BP-DAS, berdasarkan Surat Keputusan Ditjen RLPS nomor 041/Kpts/V/1998 tanggal 21 April 1998 ten tang Pedoman Penyusunan Rencana Lapangan Teknik Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah
1
Aliran Sungai (RTL-RLKT DAS), ynrig sampai saat ffil belwn diganti. Sehingga tidak perlu diQ_ennasalahkan lagi. BAPPEDA
Alangkah baiknya jika Perda nomor 14 7 tahun 2002 tentang Re\isi Reocana Tata Ruang Wilavah Kabupaten Garut dapat menjad1 acuan bagi penyusunannya. Karena bagaimana pun, sincrgi hanya akan muncul manakala ada kesamaan visi dan misi dalam membangu n Garut ini. Jangan lagi ego sektoral masih muncul saat ini. Ingat, yang mt.-njadi penguasa wilayah adalah Bupati kan?
Dll\1IUT
Aspek tentang kondisi dan potensi masyarakat yang tinggal di sckitar hutan harus dimasukkan. Karena tingkat kebutuhan akan adanya proyek penanganan laban kritis sangat ditentukan oleh kondisi dan potensi masyarakat. Berdasarka n pengalama n, maka aspek tnt JUga sangat menentukan ting.kat keberhasilan dari proyek m1. Semestinya Dephut menggunakan sistern Block Gram dimana daerah dapat menentukan sendiri dilokasi mana yang akan dilak.-ukan penghijauan. Aspek yang lain adalah Rcncana Regional terutama dalam konteks pembangunan wilayah. Bahwa penentuan prioritas penanganan lahan kritis ini harus sejalan dengan pembangun an wilayahnya. Sebetulnva Perhutani juga telah melakukan inventarisasi lahan kritis sebagimana dilakukan oleh BP-DAS. Dalam prakteknya, lokasi-lokasi yang telah didanai oleh Pusat (Dephut melalui BP-DAS) kita keluarkan. Sisanya menjadi tanggungja wab kita mulai dari pendanaan sampai pelaksanaan dan pcmeliharaan. Toh, dana dari Pusat per hektamya juga kecil, tidak cukup itu untuk pemeliharaan.
PERHUTANI
Tentang faktor yang perlu dipertimbangkan mungkin akan lebih baik kalau enclave (yakni suatu desa yang dikelilingi oleh kawasan hutan) diberi perlakuan khusus. Ya semacam prioritaslah. Kalau cara mengabungkannya ya biasa saja, jangan dipeisulitlah.
2
DPKLTS
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan renovasi dan rehabilitasi kerusakan hutan dan lingkungan, rnBka masyarakat jangan lagi menjadi obyek, tapi hams menjadi subyeknya. Oleh karena itu, maka bagaimana cara mencntukan prioritasnya harus ada konsultasi publik. Biarlah masyarakat yang menentukan mana vang harus diprioritaskan. Jangan asal t~down.
LEMLIT UNPAD
Harus dipahami terlebih dahulu bahwa penentuan prioritas penanganan lahan kritis itu sangat berbeda dengan pengananannya itu sendiri. Jadi proscsnya bisa saja terpisah. Kelemahan dalam pcnyusWlan prioritas pt...~mnganan lnhan kritis oleh BP-DAS saat ini adalah belum mengindahkan kclx.ndaan masyarakat disekitar proyek itu. Kataknnlah kondisi sosial ckonomi masyarakat itu hams lebih diperhatikan. Karakter masyarakat bisa sangat menentukan kebutuban akan adanya proyek itu. Apalagi sekarang emnya partisipasi masyarakat. Karena ini menjadi salah satu indikator penting untuk keberhasilan suatu proyek. Kalau hal mt diterapkan, maka akan ada p<..'Tgeseran orientasi dari Land Capability menjadi Land Suitab;/ity. lni penting menurut saya. Bahwa masyarakat sekarang sudah tidak lagi mengikuti kaidah Land Capability, contohnya di kawa!lan Lembang yantz menurut orang kehutanan tidak boleh tanam sayur, mercka malah tanam sa:-ur kan. Atau pctani di Subang ya yang padinya puso, mL'reka kan sudah diberi waming jangan tanam padi, ada potcnsi kekcringan, tapi ya tctap saja tanam padi. lni karena ada faktor internal pctani seperti kemampuan yang terbatas ya bisa jadi karena pengctahuan yang terbatas atau surnberdaya yang terbatas, atau bibit yang dia pWiya hanya itu, tapi biasanya sih modal. Kalau faktor eksternalnya, tarikan pasar. Pasar butuh komoditi tertt..'lltu, scperti sayuran dari Lembang misalnya. Disamping itu perhatian terhadap Rencana Regional, apakah itu Rcncana Wilayah Kabupaten atau Propinsi juga harus menjadi pertimbangan. Karena rencana sektoral merupakan bagian dari rencana yang sit1ttnya regional, harus ada tata urutannya. Tapi scbetulnva, hal vang lebih mendasar lagi adalah kesalahan Departcmcn
3
Kehutanan dalam mengambil definisi tentang laban kritis itu sendiri. Dimasa datang, mestinya ada kesepakatan antar departemen tentang apa itu lahan kritis. Jangan masing-masing instansi mengeluarkan definisi scndiri-sendiri. Ya seperti lahan kritis ini, Geologi (Geologi Tata Lingkungan Deptamben) punya juga istilah ini. Jangan lagi lahan kritis dikonotasikan dcngan ketidakmampuan untuk menjadi menjadi mediwn tumbuh. Toh, pada lahan yang sudah tidak ada top soilnya, masih bisa produktif dengan earn cara misalnya dijadikan kolam ikan. Jadi kritis lagi kan?
Pertanyaan 3. Jika jawaban Bapak!Ibu pada nomor 2 belum memadai, bagaimana o_perasionalisasi faktor-taktor yang Bapak/lbu usulkan? Jawaban nomor 2 : Belum Mernadai Expert Faktor Sosial Ekonomi Faktor Rt..'tlcana Tata Ruang BP-DAS BAPPEDA
-
-
Maksud saya, bisa S3J8 toh dcngan menggunakan rencana peruntukan lahan. Kan kita bagi itu jadi 2, lindung dan budidaya. Nah yang dikawasan lindung harus lcbih prioritas.
DINHUT
Opcrasionalisasinya untuk faktor sosial ekonomi bisa banyak sekali, tergantung kita mau pakai yang mana. Misalnya dengan pendekatan kesejahteraan penduduk, itu pakai Pra Sejahtera misalnya. Atau juga bisa pakai yang lairmya. Apa saja yang penting sesuai dengan kondisi dan datanya bisa didapatkan. Penting sekali itu data.
PERlillTANI
Ya gampang toh, tingg.al inventarisasi dimana letak enclave kemudian prioritaskan. Kalau mau lebih dalam, bisa dikaji dulu mana yang secara ekonomi paling terhelakang, nah jadikan Eioritas.
DPKLTS
Bisa mengg.unakan tin~at penghasilan masyarakat. Atau pakai indeks
4
Yang saya maksudkan adalah keterpaduan rencana sektoral dengan rencana pt.--mbangunan wilayah. Jadi ada infom1asi tentang pt..mbangunan wilayah yang dapat dijadikan acuan tmtuk rencana sektoral.
Inpres Desa Tertinggal (ID1). Kan kalau IDT dcsnnya miskin, rak-yatnya miskin bahaya lho. Nanti bisa-bisa mcreka merambah. Tapi ingat bcdakan antara lapar laban, lapar kayu dan lapar finansial. Lapar laban biasanya karena masyarakat butuh laban untuk bertani. Tapi ada juga karena disuruh pemodal untuk ketjasama menanam komoditas tertentu. Lapar kayu. biasanya jarang sekali terjadi. lni kan Cwna sedikit buat bangtm rumah misalnya. Lapar firumsial, ya karena masyarakat tidak punya penghasilan, sehingga harus tcbang kayu untuk dijadikan uanp;. Yang bahaya kalau ada beking pemodalnya.
LEMLIT UNPAD
Pada penganut land capability, mungkin bisa menggunakan teori daya duk.-ung lingkw1gan. Atau menggunakan konsepsinya Prof Otto, dL.'t1gan Indeks Tckanan Penduduk misalnya. Bisa JUga menggunakan pcndekatan land capability, walapun teori 1m masih sulit dlam pcnerapannya. Ya mung.kin. kita bisa fonnulasikan bagaimana operasionalisasinya.
Kalau tcntang hal 1111 yang paling mudah dcngan mcngg1makan rencanu pcruntukan lahun. Kalau ada datanya bisa dengan konscp wilayah prioritns. Atau apa saja yang pcnting adalah rcusnningnya.
Pertanyaan 4. Jika jawaban Bapakllbu pada nomor 2 bclum mcmadai, bagaimana caranya menggabungkan faktor-faktor yung Bapak/lbu usulkan? Operasi apa yang harus dilakukun?
Expert
Ja\\'ahan nomor 2 : Bclum Mernadai Faktor Sosial Ekonomi
Faktor Rencana Tata Ruung
BP-DAS BAPPEDA
Tcntang bagaimana mcnggabungkannya dcngan yang sudah dilnkukan kehutanan, kami ikut saja, yang pcnting, daerah harus dilibatkan sejak awal.
DINHUT
Setahu saya, kalau TBE itu kan pakai kelas-kelas, nah mestinya aspekaspek yang lain juga pakai kelas-kelas. Nantinya tinggal dilakukan penjumlahan saia.
PERI-JUTANI
Kalau nanti mau pakai GIS, hams hati-hati meng.2abungkannva. fiis.a
5
Kalau mau bagus pakai pengkelasun scperti TBE itu, hanya nantinya semacam 3 dimensi.
kacau semuanya. Ada kaidah yang harus dipenuhi.Kalau saya sih, ya pakai semacam pendefinisian kelas S8J8. Buat apa itu namanya, semacam evaluasi lahan. Jadi · dikelompokkan untuk masing-masing kelas kemudian dicaritahu batasan untuk masing-masing kelasnva. DPKLTS
Kalau menurut saya kan lOT itu ada yang dapat ada yang tidak, jadi bisa dibuat 2 kelas 1 Nah tinggal jwnlahkan dengan kclas TBE. Prakiis kan. Tapi IDT cari vang paling baru.
LEMLJT
Cara menggabungkannya harus ik-ut kaidah dalam GIS. Tapi biasanya ya dengan operasi peniumlahan.
UNPAD
Ini juga sama saja.
Pertanvaan 5. bagaimana memberi bobot antar faktornva? .fa waban
Expert BP-DAS
Tabu
Tidak Tahu
-
-
BAPPEDA DINlfUT I
Ir
Saya sih terscrah sajalah. Mestinya, untuk Garut, aspek sosial ckonomi itu menjadi pcrtimbangan utarna. Baru kemudian aspck yang lainnya bisa lhn--fi,~·.
PERHUTANI DPKLTS
Sava belum mendalami masalah itu, jadi saya pass saja. Saya pikir aspek masyarakat hams mendapat pors1 uta rna.
LEMLJT
Kalau tentang cara membcri bobot beberapa variable yang berpengaruh, harus melalui kajian yang mendalam. Itu riset serius. Karena untuk meng~eneralisasikamwa sangat berat. Bisa sangat kususitis. ·
UNPAD
6
Lampiran E. Form Iterasi 2 TOPIK : PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN LAHAN KRITIS KUESIONER ITERASI 2 Kelompok Stakeholder
MASY ARAKATIPEMERINT AHANIPERGURU AN TINGGI /SWASTA (pilih salah satu)
Nama Institusi Jabatan . Kode Responden
Atas pertanyaan : Menurut Bapakflbu apakah factor yang diguna.kan untuk menentukan rencana pnontas penanganan laban kritis oleh BP-DAS sudah cukup memadai? Jika sudah cukup memadai, sebutkan alasannya. Jika belum mernadai, sebutkan faktor apa sajakah yang perlu ditambahkan? Jelaskan apa alasannya? Jawabanjawabannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: Cukup Memarlai, hanya dijawab oleh satu ahli dari instansi BP-DAS. Menutut beliau, pelaksanaan penentuan prioritas penanganan laban kritis tidak perlu dipermasalahkan lagi, karena sudah ada aturan hukumnya yang jelas yakni Keputusan Dirjen RLPS nomor 041/K.pts/V/1998 tentang .Pendoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan
1
Rehabilitasi dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai (RTL-RLKT DAS). Didalamnya memuat tentang bagaimana prosedur untuk melakukan penentuan prioritas tersebut. Penda at Ba ak/Ibu :
Belum Memadai, adapun aspek yang perlu ditambahkan adalah : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut.
2
Menurut pendapat ahli dari Bappeka setiap rencana sektoral sebaiknya mengacu pada rencana yang sifatnya regional, dalam hal ini rencana sektor kehutanan mengacu pada RTRW yang ada. Operasionalisasinya dapat menggunakan rencana peruntukan laban yang membagi kawasan menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya, dimana kawasan lindung harus lebih diprioritaskan dibandingkan kawasan budidaya. Sedangkan menurut ahli dari Lemlit Unpad setiap rencana sektoral merupakan bagian dari rencana regional dan ada tata urutannya. Pendapat Bapakllbu :
Belurn
~1emadai,
adapun aspek yang perlu ditambahkan adalah : Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat.
3
Menurut pendapat ahli dari Dinhut, faktor ini merupakan faktor yang menentukan tingkat kebutuhan dan keberhasilan proyek ·penangan lahan kritis. Menurut ahli dari Perhutani aspek so sial ekonomi khususnya pada enclave 1 harus diprioritaskan. Menurut ahli dari DPKLTS, masyarakat seharusnya yang menentukan mana lokasi yang harus diprioritaskan. Menurut ahli dari Lemlit Unpad kondisi sosial ekonomi masyarakat harus dipertimbangkan, apalagi partisipasi masyarakat sekarang ini menjadi salah satu indikator keberhasilan suatu proyek.
1
Enclave adalah suatu kawasan desa yang. dikelilingi dan atau bcrbatasan dengan kawasan hutan. Enclave juga berarti dikeluarkannya suatu kawasan dari kawasan hutan karena alasan khusus (Vadcmekum Kehutanan 1998).
4
Atas pertanyaan : Bagaimana operasionalisasi faktor-faktor yang Bapak/lbu usulkan? Untuk fak1or Faktor Sosial Ekonomi, maka menurut Dinhut, bisa menggunakan pendekatan kesejahteraan penduduk, misalnya Pra Sejahtera. Menurut Perhutani, kalau menggunakan enclave, tinggal dikaji dimana saja Jetak enclave. !\-{enurut DPKLTS, bisa menggunakan IDT. 11enurut Lemlit Unpad, bisa menggunakan Daya Dukung Lingkungan, atau lndeks Tekanan Penduduk. Pendapat Bapak!Ibu :
5
Atas pertanyaan : Bagaimana opersionalisasi faktor-faktor yang Bapak?Ibu usulkan? Untuk Faktor Rencana Tata Ruang, maka menurut Bappeda, menggunakan rencana peruntukan kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menurut Dinhut, yang penting adalah informasi tentang rencana pembangunan wilayah. Menu rut Lemlit Unpad, bisa dengan rene ana peruntukan lahan atau konsep wit ayah prioritas, atau apa saja yang penting alasannya tepat. Pendapat Bapak/Ibu :
6
Atas pertanyaan: Jika Bapakllbu berpendapat bahwa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan prioritas penanganan lahan kritis lebih dari 1 (satu) faktor, bagaimana menggabungkannya? Operasi apa yang dilakukan? Tidak Tahu, Dijawab oleh BP-DAS dan Bappeda; Mengikuti kaidah daJam GIS, Dijawab oleh Perhutani dan Letnlit Unpad; Berdasarkan Operasi Penjumlahan, Dijawab oleh Dinhut, DPKLTS dan Lemlit Unpad; rvlembuat tabel klasisfikasi kelas, Dijawab oleh Dinhut Pendapat Bapakllbu :
7
Atas pertanyaan : bagaimana memberi bobot antar faktomya? Maka jawaban para ahli adalah sebagai berikut : Tidak Tahu Dijawab oleh Bappeda, Perhutani, dan Lemlit Unpad Tahu Dijawab oleh Dinhut dan DPKL TS. ~cndapat
Bapak!Ibu :
8
Lampiran F. Jawaban Iterasi 2
Atas pertanyaan : Menurut Bapak/Ibu apakah factor yang digunakan
untuk menentukan rencana prioritas penanganan iahan kritis oleh BPDAS sudah cukup memadai? Jika sudah cukup memadai, sebutkan
alasannya. Jika belum memadai, sebutkan faktor apa sajakah yang perlu ditambahkan? Jelaskan apa alasannya? Jawabanjawabannya dapat
dikelompokkan sebagai berikut : Cukup Memadai, hanya dijawab oleh satu ahli dari instansi BP-DAS.
MenunLt beliau, pelaksanaan penentuan prioritas penanganan lahan kritis tidak perfu dipermasafahkan fagi, karena sudah ada aturan hukumnya
yang
jelas
yakni
Keputusan
Ditjen
RLPS
nomor
041/KptsN/1998 tentang Pendoman Penyusunan Rencana Teknik
Lapangan Reh.abilitasi dan Konservasi Tan.ah Daerah Aliran Sungai (RTL-RLKT DAS). Didafamnya memuat tentang bagaimana prosedur untuk melakukan penentuan prioritas tersebut. Pendapat Bapak/Ibu : BP-DAS
-
BAPPEDA
Tidak setuju
DINHUT
Tidak setuju
PERHUTANI
Tidak setuju
DPKLTS
Tidak setuju
LEMLIT
Tidak setuju
UNPAD --
1
Belum
~femadai,
adapun aspek yang perlu ditantbahkan adaiah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut. ~1enurut
pendapat ahli dari Bappeka setiap rencana sek1:oral sebaiknya
menga.cu pada rcncana. yang sifatnya regional, dalam hal ini rencana sektor kehutanan mengacu pada RTR W yang ada. Operasionalisasinya
dapat menggunakan rencana peruntukan lahan yang membagi kawasan menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya dimana kawasan lindung
harus
lebih
diprioritaskan dibanding
kawasan
Sedangk:an menurut ahli dari Lemlit Unpad setiap rencana
budidaya. sektoral
merupakan bagian dari rencana regional dan ada tata urutannya. Pendapat Bapak/Ibu : BP-DAS
Tentang hal ini, mungkin saja, tetapi itu kewenangan
dari Departemen. Kita hanya pelaksana yang sekedar menjalankan perintah sesuai dengan petunjuk teknis maupun
petunjuk pelaksanaan yang sudah ada.
Selama itu tidak ada, tidak akan kita laksanakan BAPPEDA
Saya pikir pendapat Lemlit sama dengan pendapat
saya. Tidak perlu dipertentangkan. DINHUT
Saya setuju saja dengan pendapat dari Bappeda dan Unpad. Yang penting ada1ah keterpaduan, sin erg]
antar sektor dalam wadah rencana pembangunan wilayah. PERHUTANI
Mungkin harus ada kesepakatan Iintas departemen
dulu. K.arena setahu saya sudah ada tata guna hutan kesepakatan yang selalu tetap dan tidak berubah-
2
I ubah. Kawasan hutan itu ditata bat.as seeara permanen I jtho. Padahal kalau kawasan lindung dan budidaya I I daJam RTRW kan dinamis. Jadi titik temunya bagaimana? DPKLTS
Setuju sekali, terutama untuk peruntukan kawasan lindung harus tegas dan jelas. Sehingga harus lebih diprioritaskan ya.
LEMLIT
Pengertian
UNPAD
kawasan lindung dan kawasan budidaya adalah
rencana
regional
n1enjadi
peruntukan
pengertian yang sempit. Namun untuk tahap peitama bisa diterima. Rehm1 ~femada1, adapun aspek yang perlu ditambahkan adalal1 : Faktor So~ial
Ekonomi Masyarakat.
1\.1enurut pendapat ahli dari Dinhut faktor ini merupakan faktor yang menentukan tingkat kehutuhan dan keberhasilan proyek penangan lahan
kritis.
~1enurut
ahli dati Perhutani aspek so sial ekonomi khususnya
pada enclave harus diprioritaskan.
Menurut ahli dari DPKLTS,
tnasyarakat seharusnya yang tnenentukan n1ana lokasi yang harus diprioritaskan. Menurut ahli dari Lemlit Unpad kondisi sosial ekonomi
ma:Syarakat han.1s dipertimbangkan, apalagi partisipasi masyarakat sekarang ini menjadi salah satu indikator keoct ha~ihm suai.u ptuyck. Pendapat Bapak/Ibu : BP-DAS
Sebetulnya kehutanan juga sudah mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dengan mengguna.kan indeks
tekanan penduduknya Prof Otto, sesuai dengan SK
3
RLPS no:041/Kpts/V/1998, hanya faktor ini
I
bukan dijadikan faktor penentu prioritas penanganan
I
! Dirjen
I
Jahan kritis, melainkan hanya dijadikan rujukan atau sub faktor apabila dalam satu kelas prioritas
it;.i itye1i.e1
masih terlalu luas untuk ditangani dalam satu tahun anggaran.
salah
Jadi
mempertimbangkan
kalau faktor
kita sosial
dicap
tidak
ekonomi
masyarakat. Kalau perlu kita berikan data-datanya. Silahkan dibawa. BAPPEDA
Faktor ini mungkin perlu juga dimasukkan. Hanya saja akan menggunakan indikator apa. Ini yang jadi masalah. Selama ada dasar rujukannya, boleh saja. Tentang perhitungan yang sudah dilakukan oleh BPDAS, tidak ada salahnya kalau kita coba.
DINHUT
Menurut saya faktor ini sangat penting dalam konteks kabupaten
Garut.
Berdasarkan
pengalaman,
perambahana hutan dan kausus pencunan kayau adalah bukti dari tidak diperhitungkannya kondisi sosial ekonomi masyarakat. Yang saya herankan kenapa justru indeks tekanan penduduk yang sudah dihitung itu tidak dikedepankan. Salah besar itu. Mestinya tekanan pendududk menjadi drivemya. PERHUTANI
Pengertian sosial ekonomi masyarakat memang bisa sempit seperti penggunaan enclave, atau juga bisa sangat luas. Kalau mau ambil contohnya saya tidak keberatan menggunakan perhitungan yang sudah
4
I
I dilakukan oleh BP-DAS. DPKLTS
Tidak setuju
LEMLIT
Banyak cara untuk mengadopsi aspek sosial ekonomi
UNPAD
masyarakat~
Land
misa1nya dengan dengan sudut pandang
Capability
dikenal
dengan
teorema
Daya
Dukung Lingkungan. Ini muncul untuk menentang
rumusan Tekanan Penduduk yang dikeluarkan Prof Otto pad a tahun 1984. Tapi sudah direvisi pada iabun 1996 jadi masih relevan. Kalau mau lebih bagus
gunakan sudut pandang Land Suitability, dimana petani dimintai pendapat secara langsung. l'vfereka
Imaunya
bagaimana?
Apa
yang
harus
ditanam?
Dimana, dlsb. Intinya adalah bagaimana menjadikan masyarakat sebagai pusat pembangunan. Kearifan yang dimiliki oleh petani harus juga diperhatikan.
Kriteria dan indicator untuk faktor social ekonomi merupakan perwujudan dari pemahaman mengenat kritis secara sosial ekonomi bagi masyarakat terutama para
petan~
misalnya secara ekonomi lahan kritis
tersebut scpcrti apa. Atas pertanyaan : Bagaimana operasionalisasi faktor-faktor yang
Bapak/Ibu usulkan? Untuk faktor Faktor Sosial Ekonomi, rnaka menunat Dinhut, bisa mcnggunakan
Sejahtera.
pcndekatan
~1enurut
kcscjahtcraan
pcnduduk.
misalnya
Pra
Perhutani, kalau menggunakan enclave, tinggal
dikaji dimana saja letak enclal'e. Menu rut DPKL TS. bisa menggunakan
5
I
IDT. Menurut Lemlit Unpad, bisa menggunakan Daya Dukung Lingkungan, atau Indeks Tekanan Penduduk. Pendapat Bapak/Ibu :
BP-DAS
K.alau memang harus
mengguna~an
faktor sosial
ekonomi, saya menyarankan untuk menggunakan indeks
penduduk
tekanan
saja.
Kami
sudah
menerapkan pengambilan data untuk TP, dan hasilnya
cukup representatif. BAPPEDA
Metode apapun saya setuju, selama rnemang ada
alasan yang kuat, boleh-boleh saja. Silahkan dicoba dengan punya BP-DAS dulu. DINHUT
Mungkin bisa dicoba dulu dengan data yang sudah ada, data indeks tekanan penduduk versi BP-DAS, nanti kita lihat bagaimana hasilnya.
PERHUTANI
Pada pnnstpnya pengadopsian aspek
ini
sudah
loncatan kedepan. Jadi yang penting ada metode yang
I
bisa mewakilinya. DPKLTS
Saya yakin dengan IDT hasilnya akan bagus. Datanya toh sudah ada, tinggal pakai saja kan?
LEMLIT
Pengembangan metode bisa sangat beragam. Yang
UNPAD
harus diperhatikan adalah mengapa suatu metode tersehut dipilih. Apakah alasan yang mendasarinya sudah cukup valid atau belum? Ini yang lebih krusial.
Karena aspek sosial ekonomi itu sendiri sangat luas.
6
Atas pertanyaan : Bagaimana opersionalisasi faktor-faktor yang Bapak?Ibu usulkan? Untuk
Faktor Rencana Tata Ruang,
maka menurut Bappeda,
rnenggunakan rencana peruntukan kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya dimana kawasan Jindung harus lebih diprioritas.kan dihanding kawasan budidaya. Menurut Dinhut, yang penting adalah
infonnasi tentang rencana pembangunan wilayah. Unp~d.
~A~nurut
Lem!it
bis2. deng?.n rencana peruntukan lahan atau konsep wilayah
priorita.s, atau apa saja yang penting a{a_qnnya t~p~t. Pendapat Bapak/Ibu · BP-DAS
Setuju
BAPPEDA
Penggunaan rencana peruntukan kawasan sudah merupakan bukti bahwa Pemda setempat menjadi acuan bagi pembangunan sektoral. Jadi itu dulu. Tahapan selanjutnyan pasti akan ada. Bertahap.
DINHUT
Sebaiknya dicoba untuk mengetahui apakah mernang bisa diterapkan atau tidak.
PERHUTANI
Setuju
DPKLTS
Kita tunggu saja hasilnya.
LEMLlT
Yang paling penting adalah alasannya, bukan apa
UNPAD
yang akan digunakan.
At2.s.
p.~rt~11y2.an: Ji~2.
Bapa.lr./Ibu
berp~ndapat
bahwa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan prioritas penanga..11an
!~han
k.rit!s
lebih da.ri_ l (satu) faktor, bagaimana n1enggabungkannya? Operasi
yang dilakukan?
7
~p~
I.
Tidak Tahu, Dijawab oleh BP-DAS dan Bappeda;
2.
~fengikuti
kaidah dalam GIS, Dijawab oleh Perhutani dan Lenllit
Unpad; 3.
Berdasarkan Operasi Penjumlaha~ Dijawab oleh Dinhut, DPKL TS dan Lemlit Unpad;
4.
Men1buat tabel k.lasisfikasi kelas, Dijawab oleh Dinhut
Pendapat Bapak/Ibu : BP-DAS
Kalau penyusunannya menggunakan SIG, ya harus ikut kaidah bakunya.
BAPPEDA
Sudah terlalu teknis, Dinhut akan lebih tahu.
DINHUT
Akan lebih bagus kalau bisa sekalian menyw;nn t;:tbd klasifikasi kelas dengan penggunaan dasar teori evaluasi lahan. U sahakan ada proses pengecekan di lapangan untuk perbaikan modeL
PERHUT ANI
Operasi dalam GIS tidak terbatas pada penjumlahan saja, tetapi juga fungsi matematis Iainnya. Jadi perlu diexplore lebih lanjut.
DPKLTS
Sya ikut saja.
LEMLIT
Karakteristik
UNPAD
adalah mampu menarik perhatian peneliti lain untuk ikut
penelitian
meneliti.
Jadi
yang
biJa
baik,
penelitian
salahsatunya
ini
bisa
menimbulkan penelitian yang lain untuk perbaikan, maka sudah cukup bagus. Contohnya, adalah proses
penggabungan ketiga kriteria ini.
8
Atas pertanyaan : bagaimana memberi bobot antar faktomya? Maka jawaban para ahli adalah sebagai berikut : I.
Tidak Tahu Dijawab oleh Bappeda, Perhutani, dan Lemlit Unpad
2.
Tahu Dijawab oleh Dinhut dan DPKL TS.
Pendapat Bapak/Ibu : BP-DAS
Setuju.
BAPPEDA
Tidak tahu
DINHUT
Mesti ada pene1tian khusus tentang hal ini
PERHUTANI
Saya ikut saja.
DPKLTS
Idem. -
-·-~--~
- --·------ --------------- ----------
LEMLLT
Pemberian bobot tidak boleh sembarangan. Hasil
UNPAD
akhir
L
pene1itian
akan
sangat
dipengaruhi
pemberian bobot masing-masing kriterianya.
9
o1eh
JUfll unn GBrhi . e tunpm
No.
De sa
Tckmum Pend( ldtI k.
Kecamstan
I Dolewan,;:i 2 Barusuda
CisuruJXm
3 CiOOdas 4 Cidotar 5 CiRCd~ 6 Cikandana 7 CintanlUZam 8 Ci~
Cikaiana CilaUBilll Cikaiana Ba Cisuru{lltl
9 Cir.on~tan
Ci~antl
10 II 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Cisero Cisurupan Giria"as Girija\'8 Krarnatv.wlll.i Mat'R31tlUJ\a
Mekariava Meknrsari Padasuka Panmlav.m Simoana Sindangsari Si~ih
2J Sirnaia')-'8 24 Sukahurip 25 Subtani 26 SukawanRi 21 Tal 28 Taml:•ld)Q)_'Il
Bawu:>t...._,.~
Ba~VI~'I!!>
Cism~(Bll
Cisurupan C~)ggallg
Ci)ayang CisuruiBn Cikaianll. Cikniana Ci~ CibUan~
CistllliXUl CikaianR Ba~UJQ!,"bur~
Cisti'UIJln CisurulllJl Ba
ci_,._.
Cilcaiana Pnkeniet'Ul. CisuruiXI!l 29 Tan ~· ... Banlar\\o8ngi Stnnber: BP-DNi Ctmanuk-CJtanduy
Luas didalam %Pdpn Luas Jum Pdk Sub DAS{ha) La.han Min luar Pe1ani 1995 1,262.220 0.49 0.23 3,327 7,653.510 0.61 4,228 0.28 3356.070 1.06 0.57 2.265 5.4«>.090 0.64 0.31 4038 6.902.0.30 0.58 0.29 3~679 554.460 1.06 0.39 4 6.28 2,(#) 6.518.180 0.55 0.18 8.588.13Q 0.73 0.27 3 719 1.047.320 0.81 0.33 1 2.646 0.17. 4.878.36() 0.46 4.127 4.m.690 0.45 0.67 4.812 8.382.63Q 0.95 0.35 3265 9.076.:21() 1.03 0.36 3.247 8.154.23(1 0.52 0.22 3.144 2.205.290 1.72 0.55 4,092 4.311.600 0.96 0.33 I 984 I 432.860 0.66 1.04 4.,_422 2.959.000 1.12 0.38 4.266 2., 0¥.>. 780 0.71 0.25 2,989 0.62 17.92.l~5Q 4,176 0.51 4.995.0.30 0.62 0.33 4_,_613 3.473.170 3,(#) 0.51 0.39 13.917.16() 0.44 0.51 3,243 5.661.250 0.68 0.38 2,747 w,692.m 0.98 0.25 4955 5,975.000 0.97 0.39 4121 1.486.05() 1.14 0.21 2,725 2.962.270 0.68 0.48 3 127 5,091.47~ 1.07 0.64 3 873
Jum Pdk 2000 4.149 5.183 3.006 4.861 4.707 5. 71 I 3 312 4.502 3.405 5.208 5.804 4.223 3.818 3.937 4.895 2,639 5.372 5.122 3.654 5.125 5.6.39 4.628 4.016 3474 6.051 5,164 3.42.3 4.016 4.977
Jum •/o Peroni dim Waktu Peroni 1\'!JlUI asi 691 16.65 5 972 1.8.75 5 no 23.95 5 1,142 Z.l49 s 1.008 21.41 s )6.74 956 s 977 29.50 s 8..~ 19.68 5 988 29.02 s 1,258 24.16 5 1 020 17.57 5 989 23.42 5 954 24.99 5 861 21.87 5 I 081 22.08 5 684 25.92 5 1.351 25.15 s 1.069 20.87 5 1.029 28.16 5 1.203 23.47 5 1.673 'Z-J.67 s 1.029 22.23 5 829 20.64 5 699 20.12 5 1159 19.15 s 1.090 5 21.11 26.99 924 s 912 22.71 s 874 17.56 5
un'i
1-.;rtsmi an 970.42~
4 58<1.79~ 2.125.88.:
3 274.77~
TP 0.660)90 1.101597 0.851695 1.036..'24
4187.3~
1.1~
301.70C
1.226072 0.911().11 0.59.B29 0.918595 1.187338 0.392353 1.643840 1.514276 0.7197R8
t267~
1.793.017 15(1.321 3 032J2Ci 3422.272 6,694.65~
S.210.132 2 82(•.880 I 759.25( J 687.51() I 144.78_8 2 366.55(] 1 665.375 7.241.37CJ J 340.69,.) 3 290.64J 4 716,()8(5 3 618.72(] 6 872.41() 4 024.38() 252.91() 2816.~
4966.862
1.198888
1.306471 1.085().17 1.556797 0.759304 1.211324 :z.0412n 0.645404 0.606632 0.896243 1.820188 1.810421 1.145825 1.104095 0.637922
Lampiran H. DATA LUAS MENURUT PRIORITAS VERSI BP-OAS DAN HASIL PENELITIAN
DESA Cipaganti Mekarjaya Sirnajaya Simajaya T anjungjaya Girijaya Padasuka Simpang Sukatani Sukawangi Cibodas Cipaganti Giriawas Girijaya Margamulya Mekarjaya Padasuka Simpang Simajaya Sukatani Sukawangi Cibodas Simajaya Sukahurip Tanjungjay.a Girijaya Padasuka Simpang Sukatani Sukawangi Cibodas Cidatar Cigedug Cipaganti Cisero Cisurupan Giriawas Girijaya Kramatwangi Margamulya
KECAMATA N Cisurupan Cikajang Cisurupan Cisurupan Banjarwangi Cikajang Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Cikajang Cikajang Cikajang Cikajang Cikajang Cisurupan Cisurupan Cikajang Cikajang Cisurupan Bayongbong Banjarwangi Cikajang Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Cikajang Cikajang Bayongbong Cisurupan Cisurupan Cisurupan Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang
PRIORITAS
PRIURJTA
FUNGSI
S VERSI
TP
BP-DAS
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3
1 0.60 2 1.28 1 0.62 2 0.62 2 0.64 Jumlah 1 1.08 1 1.38 1 1.01 1 1.51 1 2.07 1 0.90 1 0.60 2 1.40 2 1.08 2 1.01 2 1.28 2 1.38 2 1.01 1 0.62 2 1.51 2 2.07 2 0.90 2 0.62 2 0.85 2 0.64 Jumlah 1 1.08 1 1.38 1 1.01 1 1.51 1 2.07 1 0.90 1 0.00 2 1.18 1 0.60 1 0.88 1 0.04 2 1.40 2 1.08 1 0.72 2 1.01
VERSI PENEUTIA 5 5 5 10 10
LUAS (HA)
317.850 6.900 21.760 30.160 0.810
377.480 1 1 1 1 1 6
6 6 6 6
6 6 6 6 6
6 11 11 11 11
570.900 6.510 1,571.030 246.610 12.990 65.840 49.490 107.950 123.670 8.080 129 710 104.280 251.710 99.740 8.690 48.900 16.840 36.180 12.200 31.010
3,502.330 2
2 2 2
2 7 7 7 7 7
7 7
7 7 7
394.440 96.970 1,010.580 1,046.120 20.710 645.220 5.010 744.620 1,002.020 38.890 236.050 21.230 311.850 1,316.540 147.920
PERSEN
0.21
0.02 0.23 1.49
0.62
0.06
2.17 1.59
5 63
Mekarjaya Padasuka Pamalayan Simpang Sirnajaya Sukawangi Talagawangi Balewangi Barusuda Cibodas Cintanagara Kramatwangi Sirnajaya Sukahurip Tanjungjaya
Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Cisurupan Cikajang Pakenjeng Cisurupan Bayongbong Cikajang Bayongbong Cisurupan Cisurupan Bayongbong Banjarwangi
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2
1.28 1.38 0.69 1.01 0.62 2.07 0.92 0.82 0.90 0.90 0.78 0.72 0.62 0.85 0.64
7 7 7 7 7 7 7 12 12 12 12 12 12 12 12
Jumlah Cigedug Giriawas Girijaya Simpang Sindangsari Sukatani Sukawangi Barusuda Cidatar Cigedug Cintanagara Cipaganti Cisero Cisurupan Giriawas Girijaya Kramatwangi Mekarjaya Padasuka Pamalayan Simpang Sindangsari Sirnajaya Sukahurip Sukatani Sukawangi Balewangi Barusuda Cidatar Cintanagara
Bayongbong Cikajang Cikajang Cikajang Bayongbong Cisurupan Cikajang Bayongbong Cikajang Bayongbong Bayongbong Cisurupan Cisurupan Cisurupan Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Bayongbong Cisurupan Bayongbong Cisurupan. Cikajang Cisurupan Bayongbong Cikajang Bayongbong
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1
1 2 2 2 2 2 2
1.18 1.40 1.08 1.01 1.40 1.51 2.07 0.90 0.00 1.18 0.78 0.60 0.88 0.04 1.40 1.08 0.72 1.28 1.38 0.69 1.01 1.40 0.62 0.85 1.51 2.07 0.82 0.90 0.00 0.78
3 3 3 3 3 3 3 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 13 13 13 13
1,112.000 64.900 20.970 0.680 3,154.350 23.930 252.590 2.420 628.800 104.950 0.060 108.730 55.650 3.670 1,072.670 13,644.540 169.970 31.090 777.000 39.960 281.130 1,028.910 40.470 153.580 186.040 2,033.970 937.820 341.410 62.650 990.810 792.430 1,205.450 1,356.860 2,155.570 27.710 355.920 18.810 839.400 4,667.240 347.210 319.450 0.480 83.330 2,300.550 40.800 182.050
1.22
8.44
1.46
10.38
4.97
Cisero Cisurupan Kramatwangi Sirnajaya Sukahurip Tanjungjaya Cigedug Cikandang Giriawas Girijaya Margamulya Padasuka Simpang Sindangsari Sukatani Sukawangi Barusuda Cibodas Cidatar Cigedug Cintanagara Cipaganti Cipangramatar Cisero Cisurupan Giriawas Girijaya Kramatwangi Margamulya Mekarjaya. Mekarsari Padasuka Pamalayan Simpang Sindangsari Simajaya Sukahurip Sukatani Sukawangi Talagawangi Tambakbaya Tanjungjaya Balewangi Barusuda Cibodas
Cisurupan Cisurupan Cisurupan Cisurupan Bayongbong Banjarwangi Bayongbong Cikajang Cikajang Cikajang Cikajang Cikajang Cikajang Bayongbong Cisurupan Cikajang Bayongbong Cikajang Cikajang Bayongbong Bayongbong Cisurupan Cikajang Cisurupan Cisurupan Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Cikajang Cikajang Cikajang Cisurupan Cikajang Bayongbong Cisurupan Bayongbong Cisurupan Cikajang Pakenjeng Cisurupan Banjarwangi Cisurupan Bayongbong Cikajang
4 4 4 4 4 4 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5
5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5
5 5
2 0.88 2 0.04 2 0.72 2 0.62 2 0.85 2 0.64 Jumlah 1 1.18 1 1.47 1 1.40 1 1.08 1 1.01 1 1.38 1 1.01 1 1.40 1 1.51 1 2.07 1 0.90 1 0.90 1 0.00 2 1.18 1 0.78 1 0.60 1 0.60 1 0.88 1 0.04 2 1.40 2 1.08 1 0.72 2 1.01 2 1.28 2 1.00 2 1.38 1 0.69 2 1.01 2 1.40 1 0.62 1 0.85 2 1.51 2 2.07 1 0.92 2 1.04 1 0.64 2 0.82 2 0.90 2 0.90
13 13 13 13 13 13
284.370 699.740 936.480 142.140 730.950 2,631.870
27,193.620 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 9
9 9 9 9 9 9
9 9
9 9 9 9
9 9 9 14 14 14
1,402.700 554.440 1,165.890 3,848.400 230.340 22.240 10,849.760 1,306.800 4,504.700 1,243.200 1,981.910 1,592.640 2,134.690 2,550.800 3,100.550 5,636.530 1,047.270 1,869.170 1,590.520 6,264.040 1,844.510 3,638.660 1,818.930 907.400 1,432.860 2,636.390 910.930 4,181.390 2,567.710 2,463.280 785.310 3,538.100 4,584.680 1,233.400 2,962.560 569.080 1,176.450 2,588.680 930.560
16.82 15.54
39.48
17.33
Cidatar Cintanagara Cipaganti Cisero Cisurupan Kramatwangi Pamalayan Sirnagalih Sirnajaya Sukahurip Tanjungjaya
Cikajang Bayongbong Cisurupan Cisurupan Cisurupan Cisurupan Cisurupan Cisurupan Cisurupan Bayongbong Banjarwangi
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
2 0.00 2 0.78 2 0.60 2 0.88 2 0.04 2 0.72 2 0.69 2 0.63 2 0.62 2 0.85 2 0.64 Jumlah
14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
3,073.580 2,297.720 1,240.680 2,623.260 1,255.580 796.960 752.760 3,473.770 3,246.670 3,781.910 786.030 116,998.390 161,714.360
LUAS {HA) DALAM SUB SUB DAS CIMANUK HULU Sumber : Data Digital BP-DAS C1manuk C1tanduy & Hasil Analisis Keterangan : TP >= 1; Ada Tekanan Pendu~uk Fungsi = 1; Kawasan Lindung TP< 1; Tidak Ada Tekanan Penduduk Fungsi = 2; Kawasan Budidaya
72.35 100.00
LAMPJRAN I. PERUBAHAN LOKASJ PRJORITAS MENURUT VERSIBP-DAS DAN HASIL PENELITIAN
OESA
NO.
1 Salewangi
t':~~~~~FUNGsll
KECAMATA N Cisurupan
31
!
4,
Bayongbong
0'
41
0f
8
153.580
'
5i
1
9
198 1. 91 0 'I
i
3i 4! 5i
2 2i 2j
0I o 0 O: 0!
31
1i 1;
12 1 13 14 6 7 9j 11,· 12
628.800. 2300.550j 2588.680/ 65.8401 645.22oj 1592.640 I 16.840! I 104.950j
I
,
I
1
Cikajang
3 Cibodas
-- 1-1
I
1262.200
2i 2! 2l 1
I 2 Barusuda
LUAS TIAP DESA(HA)
LUAS (HA)
VERSI
IPENELITIAN I
i
BP-DAS [
I
I t'KIUKII A:;
TP
si
2'1--1--;--- --
·
5i
:
2!
I
1
ol ol
3:
I
o! 0!
o:
2!'
2!
0!
1:
0
I
12 13
2.420 83.330
14
1176.450 7653.520
3356.050
I .~a-n-g----f-·----~j--·---~+-· --~L--------~-- 93 ~:~~-~r--s44£I.12o 4 1.cidatar·---+-c,..,.ik-a...,.. I
i
i
I I
I.:
4!
sj
o
1\
Oi 2! 41 o: 2! s! I II----=5+-:C:-:-ig_e_d:-u-g---+!=6-ay-o-ng-=b-o_n_g.........Ji---------4~---Tt-----;=tI
I' I
! I
;! ;!
1
4:
2:
6 Cikandang
Cikajang
i
5·!'
1i
7 Cintanagara
Bayongbong
!
4:'
1\
~i
rI 11---=+::::-:-:- ----c----+1~-:-------..!- .........._.~[__ .......?.L.... ____1; ----·-·- -I
1
i 1
'
5\
31 4)
I
1i
o~.' o; Oi
r
1: 2/ 2!
o
1
JJ---+-.,....-----~-----f-1_____5 L___~l (Cisurupan
8 Cipaganti
i i
I
I 1
!
1i
2l 3!
41
9 Cipan~~~~~~~~~~1~~9.. \Cisurupan 101Cisero
,
l
! !
1!
1
1
1 1
5/
1!
5\
2:
.. 5 [
1: 1i 1!
- - - ------l---- - - - - - - ..
+--- --- ··t·
3! 4!
I
1
si
1i
+-:C~is_u_ru_p_a_n
i
4t
2i
&-:1-:-1
---+-C.-tsu_ru_p_a_n_.....J;i-·-
I
~:
41
I O! o
...
~~
186.040\
13
2134.690\ 40.8001
14 3
3073.580: 169.970 !--6902.06 0
9
;I
1 ;~~:~~~~
8
2033.97o
I
I
~?50.8001
9 4 8
554.440! 937.8201
f
e
3100.4101
12
0.0601
~!I
_ 5
ol
s
o\
7,
o!
a'
Or
9 14
-----.. --------·-c554.440 6518.200
182.o5o!
2297.72~1________ _ 317.850!! 49.490 1002.02o! 341.4101 5636.530/ 1240.6801
8587.980
o\ o!'. ·- ... --- -9i-·---;fo47.-27ot-- To4f27o . . . 3a.89o:1· 4870.340 7\' O!
o;
o: Oi
~;
~+-
1
oi Oi o!
8,
gj 13
j
1
I
62.650: 1869.17oj 284 370'
2~;!.;}~~-~4772700
a!
990.B1oi
91 13! 141
1590.5201 699.740! 1255.58ol
1:! 5i 2 4! 2 51 ~1=2+-:G=w~ia_w_a_s----~c=i~ka-=~-an-g--~(r------4~,-----1~----1~------~3+,--~~3-1.~0~90~,.--~8382.630 1165.890 4 1 1 slI , i 107.9501 61 1 2 2i I 21.23oi 11 1 i.·
ol
I
I
31
21
I
1
I
1!
t1
-13jGirijaya -~ -- -.-=-ci_k_a_J_an_g______
I I, I
2[
1/
8j
792.4301
51
2)
11
91
6264.040:
1
s7o.9oo
r----------·-2r---- --11~~--rt1 I .
J
I
I
I'
'
i
17~Padasuka
4i
i
1
I'
~ -K-ramatWangi
i
I
'!'
Cisurupan
I !i ~
!
! 1
3:
1,
41 5i
1!
1\ 21 21I 2! 2:
2! 3:I 4l 5! ---3:-------~ 1 4,i
I
I
I
si
3i
1
I
1
/
41
I
1
2 2' 2\
ICikajang
!
s!
9076.220
394.440 _ooo 111 1 3848.400 41 1. 123.670 671 1i 311.850 11 1205.450 8i 1\ 1844.51 0 9i 11 0r-------7+---13_1_6-.5-4-0+-,--8-1-54-.-23-0-fl 1356.860 8 oi. 3638.660 9 o! 108.730 12 oj 936.4ao 13 1 oi 796.960 14) o! 2205.270 1
1,
2
3l
I
2959.000
I
96.970 22.240 II 104.280 64_9oo 21.110 81 1j 2; 4! 1 1 2636.390 9' 1, 21 5/ I 1 ·~~~~---!-----+·----+-----~-~~---~---=~=+--=~~~· 2040.580 20.970 7 O! 1! 3! jCisurupan 18 Pamalayan 1 355.920 8 01 1i 4! 910.930 9 o 1; 51 I 752.760 14 o! 2! s: -f~----fr----- ----1·-t---:15=7:-:-1""".0~30-::+--17=9:-::2~3""".9~20,...... ____TCikajang
I' I
~Sim-pang I
3i 5/ 2! 31
1' 1 2! 2:
11 1 11
i 1!
2i 4i 6 1
1 1 1 2 2 2
11 11 11 1! 1) 1)
2 3 4 6 7 8
i
1---- - -----2r------
I I
1
3J 4i
5\ 21 3;
41
--1 --- ~1-
-· ---~f
11 1! 1'
1 2 2 21 -- -
'oo !1
2 3
1 1
j o 0
4 5 1 2
1
o!
5' 4
5 51
-
1010.580 39.960 10849.760 251.71 0 0.680 18.810
~ ---4}~~~i~-+,·----49_9_5_0-40 4 8 9 14
5 -
a
1306.800 839.400, 2567.710
3473.'770 ----3473.770 ------21:?60 --T39H.f70
--
1
oj
9
99.740 3154.350 4667.240 2463.280
2 2
01
10
30.160
oi
11
36.180
71 8
o:I
12
ol
14
1
o)
8 9
21
0\
I
3:
i
41
I ----4151
Bayongbon91--
23 Sukahurip
5
1 i I
24 Sukatani
Cisurupan
--o)
---
I
I
4!
i
51
oi Oi oi
I
2j
1J
I
3i
3i
I
I
i
t-----=--:- ----- ------
or
1!
-
1 2 3
4!
I
I
2)
I
!
1:
6
4i
(
8
1
!
I
1 1
I
I
5!
I
25 Suka_w_a-ng~i------r--1C-ik-a--ja_n_g_ -~.' ----
1
5l
2! ----
3!
I
;i
iPakenjeng
5 5 1 2 3 4
Cisurupan Banjarwangi
5
4
-- fr-- ---- - ~~ 1. 2 1;
1 1 1 1 2 2 2
27 Tambakbaya 28 Tanjungjaya
11 12 13 14
II
II
26 Talagawangi
13
!
1~
1 1 1 11
2
1'
1 1 2
o'
1
0
2 2 2 2 2
0 0 0 0 0
o\
I
1i
3 4 6 7 8 9
55.6501 142.1401 3246.670 347.210 785.3101 12.2001 3.6701 730.950 1 3781.910 --·-. . 246.610 1046.1201 1028.910/ 4504.7001 I 8.690i 319.4501 3538.1001 12.990J 20.71011 40.470 1243.2001 48.900j 23.930) 0.480i 4584.680\ 252.59~1 18.000 2962.560 569.080
= =
-
10692.580
5975.360
1485.990 2962.560 5091.470
0.810 31.010 1072.670 2631.870 786.030 161,714.360 161,714.360
Sumber : Data Digital BP-DAS C1manuk Citanduy & Hasll Analisis TP 0 TIDAK ADA TEKANAN 1 LINDUNG FUNGSI Keterangan : 1 ADA TEKANAN 2 BUDIDAYA
= =
-
5661.250