FISHING SEASON REVIEW BILIS / TERI (Stelopherus Spp) IN THE DISTRICT OF ASAM WATERS STRAIT MERANTI ISLANDS PROVINCE RIAU By Akbar Karim Nasution 1), Dr. T. Ersty Yulika Sari 2), Ir. Usman M.Si 2)
ABSTRACT Has conducted a study to determine the pattern of fishing season bilis (Stolephorus Spp.) in the waters of the Strait Asam Meranti Islands regency of Riau Province with method survey /direct observation, with use some formulas including average, variance, standard deviation, maximum value, minimum value and range. Based on the analysis, patterns bilis season in waters of the strait starts from the beginning of December to March and July to September and entered the peak months in January and August, the first transitional season in April-June and October-November switchover II. the catch is affected by the monsoon, season affected the West Wind and East Wind ongoing season, when the North and South Season (transitional season) bilis difficult to obtain due to the influence of big waves and temperature begin to warm water.
Key words: pattern wind season, the average catch, the fishing season bilis. 1. Students faculty of fisheries and marine science 2. Lecturer faculty of fisheries and marine science PENDAHULUAN Dalam UU RI No. 9/1985 dan UU RI no. 45/2009, Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selat Asam merupakan perairan yang ada di Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Perairan Selat Asam terletak antara Pulau Padang dan Pulau Merbau. Di perairan ini terdapat sungaisungai yang bermuara ke Selat Asam.
Banyak nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan pada perairan ini, terutama pada bagian pinggir perairan dengan menggunakan alat tangkap bersifat statis seperti gombang dan pengerih, ikan hasil tangkapan terbanyak pada daerah ini merupakan ikan bilis. Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara efisien, perlu dilengkapi dengan tersedianya informasi dan data tentang daerah penangkapan (fishing ground) serta musim penangkapan ikan yang baik. Hal ini juga berkaitan dengan keadaan lingkungan yang sesuai untuk kehidupan ikan di suatu perairan, seperti yang dijelaskan Lavestu
dan Hayes 1981 (dalam Hamid 2011) bahwa faktor lingkungan yang berperan aktif dalam menunjang kehidupan di dalam air antara lain faktor fisika, kimia dan biologi. Kondisi lingkungan yang stabil akan menentukan apakah kehidupan organisme yang ada di dalamnya dapat terus berlanjut, dan secara alami ikan akan memilih habitat yang sesuai dengan kondisi tubuhnya, untuk proses penangkapan ikan juga tidak terlepas dari pengaruh meteorologi, baik pola arus, angin dan musim. Seperti di ketahui bahwa daerah penangkapan ikan bilis (Stolephorus Spp.) banyak terdapat pada daerah Perairan Selat Asam, namun keberadaan ikan ini hanya ada di beberapa daerah tertentu saja pada Perairan tersebut. Peneliti tertarik mengkaji musim penangkapan dilihat dari beberapa parameter kualitas air (suhu, salinitas, kecerahan, arus dan gelombang). Semoga dapat membantu kelestarian populasi ikan serta efesiensi penangkapan ikan sesuai musim di Perairan Selat Asam. Faktor kebiasaan nelayan dalam melakukan proses penangkapan secara turun temurun dan termasuk diantaranya adalah nelayan di Perairan Selat Asam baik nelayan dari Pulau Merbau maupun dari Pulau Padang, kemudian adanya perbedaan hasil tangkapan di setiap pengoperasian penangkapan ikan serta penyebaran alat tangkap statis (khususnya gombang) di sekitar Selat Asam, diduga menjadi salah satu alasan kemungkinan terjadinya fluktuasi musiman ikan dengan fluktuasi hasil tangkapan di perairan tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian musim penangkapan ikan bilis (Stolephorus Spp) di
Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Dengan acuan mengetahui kondisi parameter lingkungan, data hasil tangkapan Perairan Selat Asam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui musim penangkapan ikan bilis (Stolephorus Spp.) ditinjau dari parameter lingkungan (fisika dan kimia) serta hasil tangkapan ikan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu informasi tentang musim penangkapan ikan bilis dan pengetahuan tentang kondisi perairan Selat Asam untuk pengembangan potensi perikanan, khususnya perikanan tangkap pada daerah ini dimasa mendatang. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 yang bertempat di Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Bahan penelitian ini DO-SCT, Botol hanyut, tali stopwatch, Secchi disk, Handrefraktometer, pH meter, sedangkan alat yang di gunakan anatara lain GPS, Kapal motor, Gombang, Kamera Digital, dan alat tulis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey yaitu dengan mengamati secara langsung daerah penangkapan dan melakukan pengukuran parameter lingkungan daerah penangkapan tersebut di perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey yaitu
Analisis data Parameter kualitas air ditabulasikan dalam bentuk tabel dan disajikan dalam bentuk grafik lalu dideskripsikan menggunakan beberapa ukuran pemusatan dan penyebaran data, antara lain nilai rata-rata, jarak (range), ragam (varian) dan kesalahan baku (standart deviasi).
sangat bergantung pada kondisi air, antara lain untuk kebutuhan respirasi, keseimbangan cairan tubuh, proses fisiologis serta ruang gerak. Untuk mengetahui kondisi air yang dibutuhkan ikan, maka diukur dengan parameter air antara lain, suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut kecepatan arus dan kecerahan disajikan dalam bentuk grafik. Parameter kualitas air diambil dari 10 stasiun, a. pH (Derajat Keasaman) Derajat keasaman menunjukkan kadar asam dan basa dalam perairan melalui konsentrasi hidrogen (H+). Pengukuran nilai derajat keasaman (pH) selama penelitian disajikan pada gambar 12
10,5 10,19,7
10
pH
dengan mengamati secara langsung daerah penangkapan dan melakukan pengukuran parameter lingkungan daerah penangkapan tersebut di perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Pengukuran parameter dan pengambilan sampel air dilakukan pada pukul 06.30 16.00 Wib, adapun pengukuran parameter perairan dilakukan pada setiap titik stasiun yang telah ditetapkan. Data yang berhasil diperoleh akan di gabungankan menjadi rata-rata per stasiun. Parameter yang diukur adalah pH (Derajat Keasaman), salinitas, DO (Oksigen Terlarut), suhu, Kecepatan Arus dan Kecerahan.
8 6
7,8
6,98 6,95
7,3 7,4
6,5 5,7
4 2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Stasiun
Hasil Ikan Bilis Selat Asam merupakan perairan yang ada di Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, provinsi Riau yang menghubungkan Pulau Padang dan Pulau Merbau, dan muara beberapa sungai dari bagian Pulau Padang maupun Pulau Merbau. Selain sebagai jalur perhubungan, perairan ini menjadi daerah pengoperasian beberapa jenis alat penangkapan ikan, khususnya alatalat penangkapan stasis seperti gombang. Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang baik merupakan faktor penentu kehidupan dalam air, dikarenakan seluruh kehidupan ikan
Ikan teri (Stolephorus spp.) merupakan salah satu ikan yang memiliki keistimewaan karena mulai dari kepala, daging sampai tulangnya dapat langsung dikonsumsi. Ikan teri (Stolephorus spp.) sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai lauk pauk makan seharihari karena mudah diperoleh dan dapat dimasak untuk berbagai menu. Ikan teri ini mempunyai arti yang besar dalam perdagangan Indonesia dan bernilai ekonomis. Ini membuktikan bahwa ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan jenis ikan kecil yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Ikan teri mempunyai morfologi tubuh berbentuk memanjang (fusiform) atau agak pipih (compresed). Ikan teri berukuran kecil, panjang tubuh sekitar 145 mm bahkan mencapai 5 cm, Ikan teri hidup di daerah pesisir laut. Dan pesisir laut adalah tempat hidup plankton yang merupakan organisme hanyut berasal dari sisasisa hewan dan tumbuhan laut. Plankton adalah makanan bagi mayoritas ikan laut. Karena tempat hidupnya di pesisir laut, maka banyak nelayan yang mencari ikan di daerah pesisir laut atau selat. Salah satu bagian pesisir laut ada yang disebut sebagai Estuaria. Estuaria adalah bagian pesisir laut yang merupakan tempat pertemuan antara air laut dan daratan. Di daerah ini dinamakan sebagai tempat dimana nelayan meletakkan jaringnya untuk menangkap ikan (fishing ground), dari hasil penelitian pada perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti dapat dilihat gambar ikan bilis sebagai berikut :
Gambar 2. Ikan Bilis Hasil Tangkapan Proses penangkapan ikan bilis biasanya dilakukan 3 kali dalam sehari saat musimnya, yaitu pada pukul 10:00 wib, 13:00 wib dan pukul 16:00, lalu melakukan setting untuk menangkap ikan pepai dengan cara menanmbah pemberat pada ujung kantong gombang pada saat setingg terakhir, menjelang pagi pukul 08:00 wib dilakukan pengambilan ikan dalam kantong gombang
dan pemberat pada kantong diangkat kembali, namun pada saat tidak musim ikan, penangkapan ikan bilis hanya dilakukan 2 kali, yaitu pada pukul 10:00 wib dan pukul 13:00 wib, namun untuk penangkapan ikan pepai tetap dilakukan sama seperti saat musim ikan bilis Alat Tangkap Pada perairan selat asam ini terdapat beberapa jenis alat tangkap ikan, yaitu Gill Net, Rawai, Gombang, Pengerih, Tramel Net, Bubu, Belat Empang, Songko/Langgen dan Pukat Pantai, namun untuk penangkapan ikan bilis, nelayan menggunakan alat tangkap statis, seperti gombang dan pengerih. Untuk melakukan penangkapan ikan bilis nelayan mengunakan alat tangkap gombang, yang di klasifikasikan kedalam Bagnets (ter masuk diantaranya gombang), alat tangkap ini dapat dikatakan alat tangkap pasif karna tidak mengejar target (ikan target penangkapan ikan). Nelayan biasanya mengoperasikan alat tangkap gombang mengikuti arah arus, namun pada saat setting malam nelayan akan menambahkan pemberat pada kantong agar saat arus pagi datang kantong tidak terbelit dan kantong tidak naik keatas perairan a. pH (Derajat Keasaman) Berdasarkan pengukuran di lapangan nilai pH pada masing-masing stasiun cukup jauh berbeda. Nilai pH pada masing-masing stasiun berkisar antara 5.7 sampai 10,5 ratarata 7.8, nilai ragam 2,667, standart deviasi 1.6 dan jarak 4.8 . Perbedaan ini mungkin di karenakan proses pasang surut air laut dan beberapa stasiun yang merupakan muara anak sungai, namun konsentrasi ini masih
berada dalam batas toleransi kehidupan ikan dilihat dari Adriman (2000), yang mengatakan bahwa nilai pH perairan yang berkisar antara 4,0-11,0 masih berada dalam batas toleransi kehidupan ikan. b. Salinitas Bila dilihat kisaran dari masing-masing stasiun, kondisi salinitas perairan didaerah penelitian terdapat perbedaan, kisaran 25 sampai 31 rata-rata 27.6, nilai ragam 4,233, standart deviasi 2.05, dan memiliki jarak 6, hal ini disebabkan pasang surut dan adanya muara anak sungai di beberapa titik station. c.
Oksigen terlarut (DO) Dari hasil yang di dapatkan oksigen terlarut pada perairan Selat Asam cukup tinggi salah satu faktor yang mempengaruhi pengadukan secara tidak langsung oleh alat transportasi air dan proses fotosintesis yang berjalan baik. Dan dari hasil pengukuran parameter kualitas air di Selat Asam berkisar 10,5 sampai 18,6, rata-rata 12,8, nilai ragam 7,547, standart deviasi 2,7, dan jarak 8,1. Kisaran ini baik mengacu pada Subarijanti (2005) yang menyatakan kandungan oksigen dalam air yang ideal adalah antara 3-7 ppm. Jika kandungan oksigen kurang dari 3 ppm, maka ikan maupun udang akan berada di permukaan air bahkan bagi udang yang sedang molting, jika oksigen 1-2 ppm, udang bisa mati, demikian pula jika oksigen terlalu tinggi, ikan maupun udang bisa mati karena terjadi emboli dalam darah d. Suhu Secara keseluruhan suhu perairan di lokasi penelitian tidak mengalami perbedaan yang mencolok dan masih mendukung untuk berjalannya aktifitas organisme perairan.Ini disebabkan karena jumlah panas yang
diterima dari sinar matahari merata disepanjang perairan. Namun sebagaimana yang dijelaskan Herunadi (dalam Farita, 2006) bahwa suhu air laut dipengaruhi oleh cuaca, kedalaman air, gelombang, waktu pengukuran, pergerakan konveksi, letak ketinggian dari muka laut (altitude), upwelling, musim, konvergensi, divergensi, dan kegiatan manusia di sekitar perairan tersebut serta besarya intensitas cahaya yang diterima perairan. Walaupun suhu yang diterima di perairan Selat Asam sangat tinggi, namun suhu tersebut baik untuk kehidupan ikan sebagaimana dijelaskan oleh (Romimohtarto, 2002) bahwa suhu yang berkisar antara 27°C - 32°C baik untuk kehidupan organisme perairan. Dari hasil pengukuran parameter kualitas air di perairan selat asam suhu perairan berkisar 29,2oc – 31,4oc, rata-rata 30.4, nilai ragam 0,460, standart deviasi 0,6 dan jarak 2,2. e. Kecepatan Arus Menurut Hutabarat dan Stewart (2008), arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada seluruh lautan di dunia. Arusarus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal-kapal. Dari hasil pengukuran parameter kualitas air di perairan selat asam Kecepatan arus perairan berkisar 0,01 sampai 0,18 m/s, nilai ragam 0,003, standart deviasi 0,05, dan jarak 0,17. f.
Kecerahan Seperti yang dinyatakan oleh Nybakken (1992), bahwa kecerahan perairan dipengaruhi oleh absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, padatan tersuspensi dan pemantulan cahaya oleh permukaan laut. Dan tingkat kecerahan pada
daerah penelitian cukup baik berkisar 54 sampai 82 cm nilai ragam 95,066, standart deviasi 9,750 dan jarak 28.
awal tahun, dan musim peralihan akhir tahun, kedua musim peralihan tersebut sering disebut musim pancaroba, ke empat
Variable
Stasiun Rata- Ragam Standart Minimum Maximum Range rata deviasi Suhu 10 2.2 30,43 0,460 0,678 29,2 31,4 Do 10 8.1 13,14 7,547 2,747 10,5 18,6 Kecerahan 10 28 66,8 95,066 9,750 54 82 k. Arus 10 0.17 0,055 0,003 0,057 0,01 0,18 Salinitas 10 6 27,7 4,233 2,057 25 31 pH 10 4.8 7,893 2,667 1,633 5,7 10,5 Tabel 1. Tabel Ragam dan Standart Deviasi Parameter Kualitas Air perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti
Ikan Bilis Ikan bilis (Stelophorus Spp) merupakan salah satu ikan hasil tangkapan yang cukup populer di perairan selat asam, komoditi ini biasanya hanya tertangkap di beberapa daerah tertentu saja pada perairan selat asam, ikan ini biasanya banyak ditemukan pada musim barat dan musim timur, namun cukup sulit diperoleh pada musim peralihan. selain itu ikan bilis juga pergerakannya ditentukan oleh arus karna termasuk ikan kecil yang pergerakannya dipengaruhi oleh arus dapat dilihat pengaruh musim penangkapannya diacu Wyrtki (1961). Musim Penangkapan Menurut (Nontji, 1987) berdasarkan arah utama angin yang bertiup pada suatu daerah, maka dikenal istilah musim barat dan msim timur. Berhubungan dengan musim penangkapan di Indonesia dikenal adanya empat musim yang sangat mempengaruhi kegiatan penangkapan, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan
musim tersebut berputar silih berganti secara periodik diatas wilayah Indonesia. Hasil penelitian ini menyimpulkan pola musim ikan bilis pada perairan Selat Asam dimulai dari awal Desember-Maret dan Juli-September dan memasuki bulan puncak pada Januari dan Agustus, lalu musim peralihan I pada bulan April-Juni dan peralihan II Oktober-November. para nelayan menyatakan hasil tangkapan sangat dipengaruhi oleh musim angin, masa musim-musim ikan banyak di perairan pada saat Musim Angin Barat dan Musim Angin Timur berlangsung, dan saat Musim Utara dan Selatan (musim peralihan) ikan bilis sulit untuk didapatkan di karenakan pengaruh gelombang yang mulai besar dan suhu air yang hangat dan penyebab air sakit menurut nelayan, cirri dari air sakit ini ditandai mulai Ubur-ubur serta hewanhewan kecil seperti Dapnia. Pengaruh angin ini dapat dilihat dari angim muson di Indonesia yang diacu dari Wyrtki (1961). a.
Angin Muson Barat
Pada musim Barat pusat tekanan udara tinggi berkembang diatas benua Asia dan pusat tekanan udara rendah terjadi diatas benua Australia sehingga angin berhembus dari Barat laut menuju Tenggara. Angin muson barat berhembus pada bulan Oktober - April, Mengakibatkan belahan bumi selatan khususnya Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari dari pada benua Asia. Akibatnya Australia bertemperatur tinggi dan bertekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya Asia yang mulai ditinggalkan matahari bertemperatur rendah dan tekanan udaranya tinggi (maksimum). Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari benua Asia ke benua Australia sebagai Angin Muson Barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan, menyebabkan banyak membawa uap air dan setelah sampai di kepulauan Indonesia turunlah hujan. b. Angin Muson Timur Pada musim Timur pusat tekanan udara rendah yang terjadi diatas Benua Asia dan pusat tekanan udara tinggi diatas Benua Australia menyebabkan angin behembus dari Tenggara menuju Barat Laut. Angin muson timur berhembus setiap bulan AprilOktober, ketika matahari mulai bergeser kebelahan bumi utara. Di belahan bumi utara khususnya benua Asia temperaturnya tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di benua Australia yang telah ditinggalkan matahari, temperaturnya rendah dan tekanan udara tinggi (maksimum). Terjadilah pergerakan angin dari benua Australia ke benua Asia melalui Indonesia sebagai Angin Muson Timur. Angin ini
tidak banyak menurunkan hujan, karena hanya melewati laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor, Laut Arafuru, dan bagian selatan Irian Jaya, serta Kepulauan Nusa Tenggara. c. Angin Muson Peralihan Periode Maret-Mei dikenal sebagai musim Peralihan I atau Muson pancaroba awal tahun, sedangkan periode September– November disebut musim peralihan II atau musim pancaroba akhir tahun. Pada musimmusim Peralihan, matahari bergerak melintasi khatulistiwa, sehingga angin menjadi lemah dan arahnya tidak menentu.
Total Tangkapan Bulanan (Ton)
90 80 70
85,5
85,5
66,5
66,5
60 50
47,5
47,5
40 30
28,5
28,5
23,75
20 14,25
10
14,25 6,65
0
Statistik hasil tangkapan hasil tangkapan ikan bilis
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau yang terdiri dari beberapa stasiun yang dijadikan sebagai daerah penangkapan ikan Bilis (Stolephorus Spp) ditinjau dari faktor fisika kimia perairan seperti pH, salinitas, suhu, Oksigen terlarut, kecerahan, kecepatan arus. Setelah dibandingkan dengan literatur yang ada dan dengan proses penghitungan menggunakan beberapa formula, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti cukup mendukung untuk keberadaan dari ikan bilis di perairan ini. Kemudian ditinjau dari hasil tangkapan melalui pengumpulan data baik wawancara maupun data sekunder dari Dinas Perikanan Kelautan, musim ikan bilis
Terdapat pada bulan January-Maret yang disebut musim Barat yang dipengaruhi oleh angin monsun Barat dan JulySeptember yang disebut sebagai musim Timur dan dipengaruhi angin monsun Timur, sedangkan musim sulit untuk penangkapan ikan bilis di mulai dari AprilJuny dan Oktober-Desember, yang disebut musim peralihan dan dipengaruhi oleh angin monsun Utara dan Selatan, hal ini dilihat dari pembandingan hasil tangkapan tiap bulan dengan rata-rata keseluruhan hasil tangkapan selama setahun. pengaruh kondisi perairan saat musim peralihan yang menyebabkan gelombang dan perairan yang kurang baik parameternya menyebabkan hasil tangkapan ikan bilis turun bahkan memiliki perbedaan yang cukup tinggi terhadap hasil tangkapan saat musim Barat
dan musim Timur yang kondisi perairannya lebih tenang hal ini di dukung oleh pernyataan oleh Wyrtki (1961) tentang angin muson. serta dapat disimpulkan terdapat fluktuasi musiman ikan terhadap fluktuasi hasil tangkapan di perairan Selat Asam. DAFTAR PUSTAKA Adriman. 2000. Kulitas Distribusi Spasial Karakteristik Fisika-Kimia Perairan Sungai Siak Sekitar Kota Pekanbaru. Lembaga Penelitian Universitas Riau. 32 hal (tidak diterbitkan). Ariffin. 2003. Dasar Klimatologi. Unit Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya; Malang Barus, T. A, 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan Dahuri, Rokhmin. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.Jakarta: Pradnya Paramita) Dahuri, R., 2003. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. LISPI. Jakarta. Hamid, A. 2011 studi parameter kimia perairan selat asam kecamatan merbau kabupaten kepulauan meranti provinsi riau Hutabarat, Sahala. 2001. Pengaruh Kondisi Oseanografi Terhadap Perubahan Iklim, Produktivitas dan Distribusi Biota Laut. Universitas Diponegoro
iCLEAN, 2007. pH.http://www.mysaltz.net. Diakses tanggal 26 Mei 2009. Karif, Indra Verdian, 2011.Variabilitas Suhu Permukaan Laut Di Laut Jawa Dari Citra Satelit Aqua Modis Dan Terra Modis.Skripsi. IPB: Bogor Kepmen NLH No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Kurniawan, Roni., M. Najib Habibie dan Suratno. 2011. Variasi Bulanan Gelombang Laut di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol.12, No.3.Desember 2011: 221-232. Jakarta Kusumah, Hadi. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di Perairan Cisadane.Bidang Dinamika Laut. Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI: Jakarta Rahardjo, Santoso dan Harpasis Slamet Sanusi. 1982. Oceanografi Perikanan 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Romimohtarto, K.Juwana, S.2005. Biologi Laut. Ilmu Tentang Bilogi Laut. Penerbit Djamban, Jakarta.540 hal. Saanin, H.1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Penerbit Binacipta.Bogor. 1 hal
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Ssatu Indikator Untuk Menetukan Kualitas Perairan. Jurnal
Oseana Volume XXX nomor 3.hal 21-26 Samskerta, I Putu., Huda Bachtiar dan Fitri Riandinis.2012.Perubahan Karakteristik Pola Arus Laut Bali Terkait Kejadian Enso.Balai Pantai Puslitbang. Sumber Daya Air: Bandung Sari, Ersti Yulika dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Meranti Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 22 Juni 2012 Sedena et al. (2001) Pengelolaan Kualitas Air. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.48 hal (tidak ditertibkan). Sumalono, Itto. 2012. Refraksi dan Difraksi Gelombang Laut di Daerah Dekat Pantai Pariaman. Universitas Andalas Subarijanti, H. U. 2005. Pemupukan dan Kesuburan Perairan. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. Sugiarto,
dkk (2003), Teknik Sampling, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tarigan, M. Salam. 2009. Aplikasi Satelit Aqua MODIS untuk Memprediksi Model Pemetaan Kecerahan Air Laut di Perairan Teluk Lada, Banten. Bidang Dinamika Laut Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta
Vedca, 2009.Teknologi Pengelolan Kualitas Air.http://sith.ttb.ac.id/d4.pdf