PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebronidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrichidae), Cryptolestes sp. (Coleoptera: Laemopholidae) TERHADAP FOSFIN DAN KERAGAAN RELATIF STRAIN RESISTEN
LISTIKA MINARTI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ii
ABSTRAK
LISTIKA MINARTI. Pengujian Resistensi Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebronidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrichidae), Cryptolestes sp. (Coleoptera: Laemopholidae) terhadap Fosfin dan Keragaan Relatif Strain Resisten. Dibimbing oleh IDHAM SAKTI HARAHAP. Fosfin merupakan salah satu jenis fumigan yang dibuat secara khusus untuk mengendalikan serangga hama gudang. Penggunaan fosfin yang terus-menerus dan cara aplikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap fumigan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat resistensi T. castaneum, R. dominica dan Cryptoletes sp. terhadap fosfin, serta keragaan relatif strain resisten dari beberapa lokasi di Pulau Jawa. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP dari bulan April sampai November 2011. Serangga yang digunakan untuk pengujian resistensi adalah serangga yang dikumpulkan dari beberapa lokasi seperti: Probolinggo, Indramayu, Semarang, Ciamis, Surakarta, dan Klaten. Sedangkan untuk pengujian keragaan relatif, serangga yang resisten disilangkan dengan serangga yang rentan dari SEAMEO BIOTROP. Pengujian resistensi dilaksanakan sesuai metode FAO (1980) menggunakan 7 tingkat konsentrasi fosfin yaitu 0.000, 0.010, 0.015, 0.020, 0.030, dan 0.040 mg/l dengan ulangan sebanyak 2 kali. Jumlah serangga uji setiap ulangan adalah 50 ekor. Perlakuan fumigasi dilakukan pada stoples kaca bervolume 2 l dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam, setelah itu serangga dipindahkan kedalam stoples kaca lainnya dengan diberi pakan dan diamati mortalitasnya setelah 14 hari fumigasi. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas dan fekunditas serangga uji. Data pengujian mortalitas serangga uji dianalisis dengan Analisis Probit dengan menggunakan program POLO-PC untuk mendapatkan nilai LD50 dan LD99.9 dari masing-masing lokasi. Nilai LD99.9 serangga uji tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai LD99.9 serangga yang rentan dari BIOTROP, hal ini sesuai dengan metode FAO (1980) untuk mengetahui tingkat resistensi serangga uji dari masing-masing lokasi. Jika hasil pengujian dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam terdeteksi resisten, maka dilakukan pengujian lanjut dengan pemaparan gas fosfin selama 48 jam. Dari tiga sampel serangga yang diuji, R. dominica merupakan serangga uji yang tingkat resistensinya lebih tinggi terhadap fosfin dibandingkan dengan T. castaneum. Sedangkan Cryptolestes sp. tidak menunjukkan terjadinya resistensi. Faktor resistensi (RF) berkisar antara 1 – 15.5 kali. Selain itu juga, pengujian keragaan relatif strain resisten menunjukkan bahwa resistensi dapat menurunkan keperidian atau fekunditas serangga itu sendiri. Persilangan antara strain resisten dengan strain rentan dapat menurunkan tingkat resistensi di generasi berikutnya. Kata kunci : T. castaneum, R. dominica, Cryptolestes sp., Resistensi, LD50, LD99.9.
iii
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebronidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrichidae), Cryptolestes sp. (Coleoptera: Laemopholidae) TERHADAP FOSFIN DAN KERAGAAN RELATIF STRAIN RESISTEN
LISTIKA MINARTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iv
Judul
: Pengujian Resistensi Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebronidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrichidae), Cryptolestes sp. (Coleoptera: Laemopholidae) terhadap Fosfin dan Keragaan Relatif Strain Resisten.
Nama Mahasiswa
: Listika Minarti
NRP
: A34070071
Disetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si NIP. 19591022 198503 1 002
Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sawah, Kecamatan Kampar Utara, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada tanggal 22 Agustus 1989. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari keluarga Bapak Anwar dan Ibu Murni. Penulis memiliki dua orang abang yang bernama Yudi Istira Hendra Yana, dan Iwan Hermawan, dan memiliki dua orang adik bernama Eni Deswita dan Fahmi Husnan. Penulis lulus dari SDN 021 Sawah pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke Sekolah MTs Desa Sawah dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama melanjutkan ke SPP-SPMA N Riau dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemerintahan Provinsi Riau dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) Divisi Public Relation periode 2010/2011, Bendahara umum Himpunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Kampar (HIKAPEMAKA) Bogor periode 2008/2009 dan 2009/2010. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya, Seminar Pertanian Nasional “Pemuda, Mahasiswa, dan Teknoligi Pertanian dalam Mengatasi Krisis Pangan” pada tahun 2008, Seminar Nasional dan penanaman “Save Mangrove for Our Earth” pada tahun 2011, Seminar “Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Mendukung Pembangunan yang Berkelanjutan” pada tahun 2011, dan mengikuti Pelatihan “Pengelolaan Hama Gudang Terpadu” pada tahun 2011. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman pada semester genap tahun ajaran 2009/2010.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan hanya untuk Allah SWT atas seluruh berkah rahmat dan karunia Nya yang telah diberikan kepada seluruh manusia dan shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengujian Resistensi Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebronidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrichidae), Cryptolestes sp. (Coleoptera: Laemopholidae) terhadap Fosfin dan Keragaan Relatif Strain Resisten”. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si. sebagai dosen pembimbing dan Drs. Sunjaya serta Ir. Sri Widayanti sebagai pembimbing di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP yang telah memberikan pengetahuan, pengarahan, dukungan, dan bimbingan sejak awal hingga akhir penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan pendidikan selama di IPB. Terima kasih kepada Dr. Ir. Giyanto, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar Fakultas Pertanian dan laboran Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama menyelesaikan pendidikan di Fakultas Pertanian IPB. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih untuk Ibunda Murni dan Ayahanda Anwar tercinta, Atuk, Abang, dan Adik untuk dukungan, do’a, kasih dan sayang yang selalu diberikan hingga menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Mas Heri Yanto dan Bapak Mukhtar atas bantuan kerjasama dan dukungan moril di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP hingga menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada teman-teman DPT 44: Jessica Valindria, Lutfi Afifah, Irma Utami Siagian, Kurniatus Ziyadah dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kebersamaan, semangat, persahabatan dan dukungannya selama kuliah. Terima kasih kepada teman dan sahabat yang sekaligus telah menjadi keluarga di Bogor: Winda Puspita Sari, Indah Permatasari, Tika Sri Aminah, Gabby Elfanda Mumpunie, Nurul Inayah, Tifanny Sukmawati, Fatma Silviani, Christine Mahardika, Ita Utami Aidid, Alfia Ainur Azizih, Eva Arifah, Asia atas kebersamaan dan kenangan indah selama ini. Terima kasih kepada Keluarga Pelajar Mahasiswa Kampar Bogor: Mardiyanto, Elmilia Alda, Yeni Elvia, Frensi Firma, Adly Firma atas kebersamaan selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi penulisan yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya. Bogor, Januari 2012 Listika Minarti
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xi
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................
1
Tujuan ......................................................................................................
2
Manfaat Penelitian ...................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
Tribolium castaneum (Herbst) .................................................................
4
Rhyzopertha dominica (Fabricius) ..........................................................
5
Cryptolestes spp. .....................................................................................
7
Pemilihan Fosfin sebagai Fumigan .........................................................
8
Fumigasi dengan fosfin ...........................................................................
10
Karakteristik Fosfin .................................................................................
10
Formulasi dan Bentuk Fosfin ..................................................................
11
BAHAN DAN METODE ..........................................................................
13
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................
13
Bahan dan Alat ........................................................................................
13
Metode Penelitian ....................................................................................
13
Pemeliharaan Serangga Uji .................................................................
13
Persiapan Pengujian .............................................................................
14
Pelaksanaan Fumigasi ..........................................................................
16
Pengujian Resistensi ............................................................................
18
Pengujian Keragaan Relatif .................................................................
18
Analisis Data ...........................................................................................
19
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
20
Pengujian Resistensi ................................................................................
20
Pengujian Keragaan Relatif Strain Resisten ............................................
22
viii
Faktor Resistensi ..................................................................................
22
Fekunditas Serangga Uji ......................................................................
26
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
29
Kesimpulan ..............................................................................................
29
Saran ........................................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
30
LAMPIRAN ...............................................................................................
33
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Deskripsi fumigan fosfin ...............................................................
11
Tabel 2 Bentuk formulasi dan kandungan bahan aktif Fosfin ...................
12
Tabel 3 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) T. castaneum dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam .
20
Tabel 4 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) R. dominica dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam .
21
Tabel 5 Nilai LD50 , LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) T. castaneum (F1 dan F2) dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam ................................................................................
23
Tabel 6 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi R. dominica (F1 dan F2) dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam............................................................................................
24
Tabel 7 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi Cryptolestes sp. (F1 dan F2) dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam ................................................................................
25
Tabel 8 Faktor resistensi dan fekunditas/keperidian serangga T.castaneum, R. dominica, dan Cryptolestes sp.pada keturunan F1 dan F2 selama 14 hari ...........................................................................................
27
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Imago T. castaneum .................................................................
5
Gambar 2 Imago R. dominica ....................................................................
6
Gambar 3 Imago Cryptolestes spp. ............................................................
8
Gambar 4 Alat penghasil gas fosfin ...........................................................
14
Gambar 5 Cincin paralon tempat menyimpan serangga dan magnet pengaduk; (a) tampak atas, (b) tampak samping ......................
15
Gambar 6 Stoples berisi serangga uji yang telah ditutup rapat dengan plastisin; (a) stoples berisi serangga uji, (b) stoples yang telah ditutup dengan plastisin ............................................................
16
Gambar 7 Karet penutup lubang stoples tempat menginjeksikan gas fosfin; (a) karet penutup stoples, (b) tutup stoples yang ditutup dengan plastisin ........................................................................
16
Gambar 8 Aplikasi gas fosfin ke dalam stoples dengan menggunakan alat suntik; (a) pengambilan gas fosfin. (b) penyuntikan gas fosfin kedalam stoples ..............................................................
17
Gambar 9 Alat pengaduk magnetik............................................................
17
Gambar 10 Inkubasi serangga uji setelah aplikasi .....................................
18
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam. .
34
Lampiran 2 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Indramayu) dengan Pengamatan 20 jam ....
35
Lampiran 3 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T.castaneum terhadap Fosfin (Biotrop) dengan Pengamatan 20 jam .........
36
Lampiran 4 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam ................................................................
37
Lampiran 5 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Biotrop Vs Indramayu) dengan Pengamatan 20 jam ................................................................
38
Lampiran 6 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Biotrop Vs Semarang) dengan Pengamatan 20 jam ................................................................
39
Lampiran 7 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T.castaneum (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam ................................................................
40
Lampiran 8 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Indramayu) dengan Pengamatan 20 jam ................................................................
41
Lampiran 9 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Semarang) dengan Pengamatan 20 jam ....................................................................................
42
Lampiran 10 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam ..
43
Lampiran 11 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Ciamis) dengan Pengamatan 20 jam ..........
44
xii
Lampiran 12 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Biotrop) dengan Pengamatan 20 jam .........
45
Lampiran 13 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam ................................................................
46
Lampiran 14 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Biotrop Vs Ciamis) dengan Pengamatan 20 jam ....................................................................................
47
Lampiran 15 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam ................................................................
48
Lampiran 16 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Ciamis) dengan Pengamatan 20 jam ....................................................................................
49
Lampiran 17 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi Cryptolestes sp. terhadap Fosfin (Biotrop) dengan Pengamatan 20 jam .........
50
Lampiran 18 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi Cryptolestes sp. terhadap Fosfin (Biotrop Vs Klaten) dengan Pengamatan 20 jam ....................................................................................
51
Lampiran 19 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi Cryptolestes sp. terhadap Fosfin (Biotrop Vs Surakarta) dengan Pengamatan 20 jam. ...................................................................................
52
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pascapanen yang sangat penting. Selama dalam masa penyimpanan, komoditas pangan dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh serangan serangga hama. Besarnya kerusakan dan kehilangan pada komoditas pangan yang disimpan di negara berkembang dapat mencapai lebih dari 20% (Phillips & Thorne 2010). Jenis hama gudang yang dapat merusak bahan pangan yang disimpan di antaranya adalah Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebrionidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrichidae), dan Cryptolestes sp. (Coleoptera: Laemophloeidae). Ketiga jenis hama gudang ini memberikan kontribusi terhadap kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Saat ini upaya pengendalian populasi hama gudang masih bertumpu pada fumigasi dan penyemprotan insektisida kontak, karena cukup mudah dan hasilnya cepat diketahui. Fumigan yang efektif untuk mengendalikan hama gudang adalah metil bromida (CH3Br) dan fosfin (PH3). Kedua jenis fumigan ini dapat digunakan secara bergiliran untuk memperlambat munculnya resistensi pada hama gudang. Namun sejak Montreal Protocol diberlakukan pada tahun 1995 penggunaan metil bromida dibatasi karena mengandung bahan kimia yang reaktif, merubah sifat dari unsur-unsur beberapa bahan yang biasanya difumigasi, selain itu juga berbahaya karena beracun dan dapat merusak lapisan ozon. Saat ini satu-satunya fumigan yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama gudang adalah gas fosfin (ACIAR 1998). Fumigasi adalah suatu tindakan atau perlakuan terhadap hama pada komoditas dengan menggunakan senyawa kimia tertentu, di ruang kedap udara, pada suhu, dan tekanan tertentu. Selain mempunyai dampak positif, fumigasi juga menyebabkan permasalahan yang cukup serius, yaitu terjadinya resistensi hama terhadap fumigasi (ACIAR 1998). Keberhasilan pelaksanaan fumigasi ditentukan oleh berbagai faktor antara lain oleh dosis dan lama fumigasi (exposure period) (TDRI 1985, Daglish 2004).
2
Menurut Hole et.al. (1976), fumigasi dengan menggunakan fosfin dosis rendah dan waktu perlakuan lebih lama akan lebih efektif dibandingkan dengan dosis fosfin yang tinggi dengan lama perlakuan yang singkat. Penentuan dosis fosfin bergantung pada berbagai faktor antara lain kondisi lingkungan, penyimpanan, lama perlakuan serta jenis serangga utama yang dikendalikan (TDRI 1983). Menurut Heseltine (1973), terdapat perbedaan kerentanan terhadap fosfin yang besar di antara berbagai jenis serangga, sehingga sulit untuk menentukan tingkat dosis yang mampu mengendalikan berbagai jenis serangga sekaligus. Menurut Lorini & Collins (2003) penggunaan fosfin yang terus-menerus dalam waktu yang lama dapat memicu timbulnya resistensi hama. Hasil penelitian antara BULOG dan TDRI (Tropical Development Research Institute) telah menunjukkan indikasi adanya resistensi hama gudang seperti T. castaneum, R. dominica, Cryptolestes sp, dan serangga lainnya terhadap fosfin (Sidik & Pranata 1988). Resistensi serangga terhadap fosfin telah menjadi masalah di Australia, Cina, India, dan Brasil (Pimentel et.al. 2006). Pada awalnya resistensi dilaporkan pada tingkat rendah, tetapi pada pertengahan tahun 1990 beberapa strain serangga di beberapa negara berkembang menjadi resistensi tingkat tinggi (Su et.al. 2008). Permasalahan yang tejadi di negara lain dimana resistensi yang tinggi terhadap fosfin timbul pada sejumlah spesies hama sebagai akibat dari cara fumigasi yang tidak tepat. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian resistensi terhadap populasi hama gudang.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat resistensi T. castaneum, R. dominica dan Cryptolestes sp. terhadap fosfin, serta keragaan relatif strain resisten dari beberapa lokasi di Pulau Jawa.
3
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang terjadinya resistensi T. castaneum, R. dominica, dan Cryptolestes sp. terhadap fosfin di Pulau Jawa, yang mencakup tingkat resistensi dan keragaan relatif dari strain yang resisten.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tribolium castaneum (Herbst) Serangga T. castaneum termasuk ordo Coleoptera dan famili Tenebronidae. Serangga
ini
mengalami
metamorfosis
sempurna
(holometabola)
yaitu
perkembangannya melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Serangga ini merupakan hama sekunder yang bersifat kosmopolitan dan termasuk external feeder pada tepung dan serealia lain (Haines 1991). Menurut Munro (1966) dan Ress (2004), Tribolium spp. merupakan serangga yang paling banyak terdapat pada penyimpanan serealia. Tribolium castaneum merupakan salah satu spesies serangga hama penting di daerah tropika. Serangga ini merupakan hama yang paling banyak ditemukan di gudang penyimpanan biji-bijian serealia, khususnya pada produk olahan seperti tepung dan beras giling. Bahan pangan yang terserang berat biasanya tercemar oleh benzokuinon (ekskresi T. castaneum) sehingga tidak layak untuk dikonsumsi (Sunjaya & Widayanti 2006). Tribolium castaneum dikenal sebagai kumbang tepung (rust red flour beetle). Kumbang ini bertubuh pipih dan berwarna merah karat dengan panjang tubuh 2,3 - 4,4 mm. Lama perkembangan serangga ini sangat bervariasi, antara lain bergantung pada suhu, kelembaban, dan jenis makanan. Pada kondisi optimum yakni suhu 35 0C dan kelembaban 75%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa mencapai 20 hari (Haines 1991). Kumbang betina meletakkan telur di antara butiran tepung, secara acak. Telur menempel pada tepung dan dilindungi oleh partikel – pertikel tepung. Kumbang betina dapat meletakkan telur sampai dengan 1000 telur selama masa hidupnya (Ress 2004). Larva dan imago memakan bahan makanan yang sama. Larva serangga ini bertipe elateriform dan aktif bergerak mencari makan. Panjang larva T. castaneum sekitar 10 mm (Ress 2004). Selama masa pertumbuhannya larva mengalami pergantian kulit sebanyak 6 - 11 kali. Menjelang masa berkepompong larva akan naik ke permukaan bahan pangan yang diserang (Mangoendihardjo 1984). Pupa dapat ditemukan di antara komoditas yang diserang tanpa dilindungi kokon. Fase
5
telur dan pupa relatif singkat, lebih dari 60% dari siklus hidupnya dihabiskan sebagai larva (Ress 2004). Kumbang ini mampu bertahan hidup pada bahan pangan dengan kadar air rendah dan terutama menimbulkan kerusakan pada serealia yang telah digiling, namun perkembanganbiakannya tidak cepat pada serealia yang berkadar air rendah, masih utuh dan bebas dari serpihan (Haines 1991).
Gambar 1 Imago T. castaneum Pengendalian serangga T. castaneum yang sering dilakukan di gudang penyimpanan beras yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi.
Rhyzopertha dominica (Fabricius) Serangga R. dominica termasuk ordo Coleoptera dan famili Bostrychidae. Serangga
ini
mengalami
metamorfosis
sempurna
(holometabola)
yaitu
perkembangannya melalui fase telur, larva, pupa, dan imago (Haines 1991). Serangga ini termasuk hama primer dan banyak ditemukan di daerah tropika dan subtropika, namun daerah hangat lebih disukai. Rhyzopertha dominica dapat menyerang serealia yang masih utuh. Selain menyerang serealia, serangga ini juga dapat menyerang gaplek (Sunjaya & Widayanti 2006). Tanda serangan R. dominica pada gabah adalah adanya serbuk gerek yang ditemukan di sekitar gabah tersebut dan kumbang yang terbang dari tumpukan gabah tersebut menuju ke arah cahaya. Selain itu, material yang diserang menjadi berlubang-lubang dan menghasilkan banyak serbuk atau tepung hasil gerekan.
6
Serangan kumbang ini dapat meningkatkan temperatur sehingga memicu pertumbuhan cendawan (Harahap 2009). Rhyzopertha dominica dikenal sebagai kumbang bubuk gabah (lesser grain borer). Kumbang ini banyak ditemukan pada penyimpanan gabah. Fase larva dan imago memakan bahan yang sama. Serangga dewasa melubangi biji-bijian dan membuat lubang yang bentuk nya tidak beraturan sehingga menghasilkan bubuk dalam jumlah yang banyak. Imago berbentuk silindris, panjang 2 - 3 mm, dan berwarna coklat gelap sampai hitam, tepi elitra paralel, kepala menekuk ke bawah; tidak terlihat dari arah dorsal, antena capitate dengan tiga ruas terakhir membentuk bendolan, pada sisi depan pronotum terdapat barisan duri-duri halus (Harahap 2009). Telur diletakkan pada celah-celah di permukaan biji. Larva
dan pupa
terdapat di dalam biji. Fase larva lebih cepat berkembang pada biji-bijian yang masih utuh daripada tepung. Larva kumbang ini berwarna putih sampai kuning pucat. Larva kumbang ini berbentuk seperti huruf C (seperti larva kumbang penggerek batang). Pupa R. dominica berukuran hampir 2 mm, berwarna putih sampai hijau pucat (Munro 1966). Kondisi optimum untuk perkembangannya adalah pada suhu 34 0C dan kelembaban 70%. Pada suhu 25 0C imago betina dapat bertelur rata-rata 244 butir dan 418 butir pada suhu 34 0C (Sunjaya & Widayanti 2006). Pada kondisi lingkungan yang mendukung perkembangannya adalah tempat penyimpanan yang tertutup dengan bebijian yang ditimbun dalam jumlah banyak untuk waktu yang lama. Kumbang ini menyukai tempat yang berada di bagian bawah tumpukan bahan simpanan (Vardeman et.al 2007).
Gambar 2 Imago R. dominica
7
Pengendalian serangga R. dominica yang sering dilakukan di gudang penyimpanan yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi.
Cryptolestes spp. Serangga ini bersifat kosmopolitan, banyak ditemukan di daerah tropika. Kumbang Cryptolestes spp. termasuk hama sekunder, banyak ditemukan dan dapat menyerang produk biji-bijian yang berminyak (oilseed cake), serealia, kacang tanah, tepung serealia, dan gaplek. Komoditi yang diserang Cryptolestes ferrugineus menjadi berlubang-lubang (Sunjaya & Widayanti 2006). Serangga ini berukuran kecil (1,5 - 2 mm), berbentuk pipih, berwarna coklat terang, panjang toraks dan kepala hampir separuh daripada panjang tubuh, tipe antena filiform dan panjang. Antena serangga betina lebih pendek daripada jantan. Spesies kumbang ini hanya dapat dibedakan dari alat kelaminnya melalui pembedahan. Fase larva dapat memakan bagian lembaga (germ) dari biji-bijian sehingga dapat mengurangi persentase perkecambahan, menyebabkan susut berat, nutrisi dan susut kualitas. Pada kondisi optimum, yakni suhu 33
0
C dan
kelembaban 70%, lama perkembangan C. ferrugineus dari telur hingga dewasa adalah 23 hari. C. pussilus (Schonherr) lebih menyukai kelembaban lebih tinggi daripada C. ferrugineus, yaitu pada suhu 33 0C dan kelembapan 80%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa 27 - 30 hari. Imago betina dapat bertelur rata-rata 200 butir dan diletakkan di antara komoditas (Sunjaya & Widayanti 2006).
8
Gambar 3 Imago Cryptolestes spp. Pengendalian serangga Cryptolestes spp. yang sering dilakukan di gudang penyimpanan yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi.
Pemilihan Fosfin sebagai Fumigan Fumigasi adalah suatu tindakan perlakuan terhadap suatu komoditi dengan menggunakan fumigan tertentu, didalam ruang kedap udara, pada suhu dan tekanan tertentu. Fumigan yang efektif untuk mengendalikan hama gudang adalah metil
bromida
(CH3Br)
dan
fosfin
(PH3).
Sejarah
manajemen
hama
mengungkapkan bahwa awal penggunaan metil bromida (CH3Br) sebagai fumigan dilaporkan oleh Le Goupil (1932), Jones (1938), Brown (1954), Lindgren et.al (1954)., Monro dkk., (1961) dan Howe & Lubang (1966). Fosfin sebagai fumigan pertama kali digunakan pada tahun 1934 (Freyberg 1935) dan dilakukan pengembangan formulasi baru, yaitu tablet aluminium fosfida di Jerman pada tahun 1953 (Mordkovich 2004). Metil bromida merupakan salah satu fumigan yang dipakai secara luas di seluruh dunia untuk mengendalikan organisme pengganggu (hama), khususnya di bidang pertanian. Penggunaan metil bromida di bidang pertanian, di gudang penyimpanan (pascapanen) serta untuk keperluan karantina dan prapengapalan (Quarantine and Pre-shipment, QPS) diperkirakan mencapai 97% dari total metil
9
bromida yang diproduksi. Metil bromida termasuk salah satu bahan perusak lapisan ozon (Hidayat 2009). Sejak Montreal Protocol diberlakukan, fumigan dengan metil bromida tidak boleh digunakan lagi, kecuali untuk keperluan karantina dan prapengapalan karena belum ada alternatif penggantinya yang layak secara teknis dan ekonomis. Fumigasi dengan metil bromida dapat mengakibatkan kerusakan atau penurunan kualitas komoditas yang difumigasi. Selain itu, banyak negara mempersyaratkan fumigasi dengan fosfin karena fosfin tidak banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya kerusakan pada lapisan ozon. Perlakuan fumigasi dengan fosfin merupakan salah satu alternatif pengganti metil bromida yang umum digunakan dalam tindakan perlakuan fumigasi (DEPTAN 2007). Umumnya fosfin digunakan dalam bentuk formulasi padat seperti aluminium fosfida dan magnesium fosfida. Suhu dan kelembaban tertentu diperlukan agar fosfin dapat menguap. Fosfin dalam bentuk formulasi magnesium fosfida dapat melepaskan fosfin lebih cepat dan dapat digunakan pada temperatur lebih rendah, misal 5 0C. Dalam perkembangannya fosfin juga diformulasikan dalam bentuk gas cair. Di Indonesia pernah dicoba penggunaan fosfin dalam formulasi gas cair, yaitu EcoFume. Hasil percobaan ini cukup baik, namun dirasa teknik ini agak sulit untuk dilakukan karena membutuhkan alat-alat tertentu, relatif mahal, dan ketersediaaannya terbatas. Oleh karena itu penggunaan fosfin dalam formulasi padat merupakan pilihan yang paling baik untuk saat ini. Selain mudah didapatkan juga mudah diaplikasikan digudang penyimpanan (Hidayat & Halid 2009). Perlakuan dengan fosfin secara berulang-ulang relatif tidak meninggalkan residu pada komoditas. Sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius, batas residu untuk inorganic fosfin yang diperbolehkan pada biji-bijian belum diolah 0,1 mg/kg, dan 0,01 mg/kg pada biji-bijian yang telah diolah. Fumigasi dengan menggunakan fosfin harus memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimianya, serta dalam aplikasinya membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metil bromida. Untuk itu, yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan fumigasi dengan fosfin adalah ketersedian waktu yang cukup untuk pelaksanaan fumigasi, kandungan air komoditas yang akan difumigasi, jenis komoditas, dan jenis
10
organisme pengganggu tumbuhan yang menjadi sasaran fumigasi (DEPTAN 2007). Fumigasi dengan fosfin Fumigasi dengan fosfin dapat dilaksanakan pada biji-bijian yang ditumpuk dalam bentuk curah (bulk storage) maupun pada tumpukan kemasan yang berisi biji-bijian (bagged stack stapel). Fosfin akan sangat efektif sebagai fumigan bila diaplikasikan dengan menggunakan fosfin dosis rendah dalam waktu fumigasi panjang. Periode pemaparan (exposure periode) sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu minimum untuk fumigasi fosfin adalah 15 0C dan pada suhu dibawah 20 0C waktu fumigasi yang direkomendasikan adalah 16 hari. Bahkan di daerah tropik yang bersuhu tinggi waktu fumigasi tidak boleh kurang dari 5 hari. Bila fumigasi dapat dilakukan selama tidak kurang dari 7 hari maka kemungkinan terjadinya kegagalan fumigasi dapat dikurangi. Peralatan untuk mengukur konsentrasi fosfin baik dalam tumpukan maupun pada ruangan di sekitarnya untuk mengetahui apakah terjadi kebocoran pada sungkup fumigasi, yang banyak digunakan adalah detektor gas (misalnya “drager tubes”) dan alat pengukur fosfin elektronik (“electronic meter”). Dengan “drager tubes” konsentrasi gas fosfin dapat diukur dengan cepat dan mudah. Sedangkan “electronic meter” yang dilengkapi
dengan sensor elektrochemical dapat
menunda konsentrasi gas secara langsung dengan kisaran 0 – 2000 ppm dan ditampilkan secara digital. Fumigasi dapat dikatakan berhasil apabila konsentrasi fosfin tidak dibawah 150 ppm pada akhir hari ke lima fumigasi atau tidak dibawah 100 ppm pada akhir hari ke tujuh (WFP, 2003).
Karakteristik Fosfin Fosfin memiliki nama kimia hidrogen fosfida dengan rumus kimia PH3 deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 1. Pemilihan fosfin sebagai fumigan untuk produk makanan, olahan, biji-bijian dan sereal yang sensitif terhadap metil bromida, karena : (a) merupakan senyawa yang sangat toksik dan memiliki penetrasi yang baik serta seragam, (b) tidak memiliki efek aroma, warna, dan cita rasa terhadap komoditas yang difumigasi, (c) penyerapan oleh produk rendah.
11
Tabel 1 Deskripsi fumigan fosfin No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
12. 13.
Deskripsi Rumus Kimia Bau Titik Didih Titik Lebur Berat Molekul Gravity khusus a. Gas (Udara = 1) b. Liquid (Air 40C = 1) Panas Penguapan Titik Ledakan Kelarutan dalam Air Rekomendasi WHO/FAO a. Biji-bijian yang belum diolah b. Biji-bijian yang telah diolah Efek pada serangga a. Telur b. Larva c. Pupa d. Dewasa Efek pada Lingkungan Waktu pemaparan (Exposure time)
14.
Faktor konversi (g/m3 ke ppm)
7. 8. 9. 10.
11.
Fosfin PH3 Karbit/Bawang Putih 87.40C 133.50C 34.04 g/mol 1.2140 0.746-90 102.6 cal/g 1.79% diudara Sangat larut 0.1 ppm 0.01 ppm Syaraf dan Pernafasan Lambat Cepat Lambat Cepat Tidak ada Minimal 5× 24 jam atau sesuai spesifikasi produk 730
Sumber: Departemen Pertanian, 2007
Di dalam aplikasinya, pelaksanaan fumigasi dengan fosfin selain harus memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimia fosfin di atas, harus diperhatikan juga sifat fosfin sebagai berikut : (a) pada konsentrasi di atas 1.8% volume di udara atau 25 g/m3 pada tekanan udara normal mudah meledak, (b) pada temperatur di atas 1000C (2120F) mudah terbakar dengan sendirinya, (c) mudah meledak bila terkena air, (d) bereaksi dengan tembaga/logam mulia atau bahan-bahan yang terbuat dari tembaga/logam mulia dan menyebabkan korosi pada temperatur dan kelembaban yang relatif tinggi.
Formulasi dan Bentuk Fosfin Gas fosfin umumnya di formulasikan dalam bentuk alumunium fosfida (AlP) dan magnesium fosfida (Mg3P2). Pengeluaran gas fosfin dari formulasi tablet dan pelet berlangsung melalui reaksi kimia sebagai berikut :
12
1. AlP + 3H2O Alumunium + Uap air Fosfida
Al (OH)3 + PH3 Alumunium + Fosfin hidroksida
2. Mg3P2 + 6H2O Magnesium Uap air Fosfida
3Mg (OH) 2 + 2PH3 Magnesium + Fosfin hidroksida
Proses perubahan gas fosfin terjadi apabila alumunium fosfida atau magnesium fosfida bereraksi dengan uap air di udara. Pada proses tersebut selain gas fosfin dihasilkan juga senyawa alumunium hidroksida atau magnesium hidroksida. Senyawa-senyawa ini bersifat limbah dalam fumigan fosfin. Pada senyawa alumunium fosfida atau magnesium fosfida ditambahkan bahan pelapis untuk memperlambat terjadinya pelepasan gas dan untuk mencegah terjadinya akumulasi konsentrasi yang tinggi di udara yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran. Bahan pelapis yang digunakan adalah lilin parafin dan lapisan matric plastic. Pada umumnya senyawa alumunium fosfida atau magnesium fosfida mulai bereaksi setelah 2 – 4 jam dan dekomposisi sempurna akan terjadi setelah 72 jam pada temperatur dan kelembaban yang sesuai. Pada temperatur dan kelembaban yang lebih rendah dekomposisi akan lebih lama sekitar 120 jam. Bentuk formulasi Fosfin antara lain dapat berupa pelet, tablet, plate, dan bags dengan jumlah kandungan fosfin yang berbeda-beda, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Bentuk formulasi dan kandungan bahan aktif Fosfin Bentuk formulasi Pelet Tablet Plate Bags Strips
Berat per satuan formulasi 0.6 gram 3.0 gram 117.0 gram 34.0 gram 2340.0 gram
Sumber : Departemen Pertanian, 2007
Berat bahan aktif (fosfin) per satuan formulasi 0.2 gram 1.0 gram 33.0 gram 11.3 gram 660.0 gram
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP (Southesast Asian Regional Center for Tropical Biology), Jl. Raya Tajur Km 6, Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai November 2011.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium fosfida (AlP) dalam bentuk pelet, asam sulfat (H2SO4) 10%, akuades, dedak, sorgum, jagung pecah, dan kain kasa. Serangga uji yang digunakan adalah serangga yang dikumpulkan dari berbagai lokasi seperti: Probolinggo, Indramayu, Semarang, Ciamis, Surakarta dan Klaten. Alat yang digunakan adalah seperangkat alat pengujian fumigasi di laboratorium, stoples bervolume dua liter dengan kasa kawat sebagai alat penyangga didalamnya. Stoples ini merupakan modifikasi dari desikator yang digunakan dalam metode FAO (1980). Cincin paralon yang beralas dan bertutup kain kasa sebagai wadah serangga uji, plastisin untuk mencegah kebocoran gas fosfin, alat suntik (syringe), alat monitor fosfin, alat magnetic stirrer, dan alat penunjang lainnya.
Metode Penelitian Pemeliharaan Serangga Uji Serangga uji yang dikumpulkan dari berbagai lokasi, yaitu dari Semarang, Probolinggo, Indramayu, Ciamis, Klaten, dan Surakarta dikembangbiakan di laboratorium
Entomologi
SEAMEO
BIOTROP.
Tribolium
castaneum
dikembangbiakan pada dedak, R. dominica pada sorgum, dan Cryptolestes sp. pada jagung pecah. Keturunan F1 serangga tersebut digunakan sebagai serangga uji untuk menilai resistensinya terhadap fosfin. Dalam pengujian resistensi, semua serangga hasil koleksi tersebut dibandingkan dengan strain rentan dari koleksi
14
Biotrop. Sedangkan pengujian untuk keragaan relatif strain resisten terhadap fosfin, masing-masing spesies serangga uji dilakukan persilangan antara strain yang telah dipastikan resisten terhadap fosfin dan strain yang rentan dari laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP. Strain resisten diperoleh dari hasil pengujian resistensi tahun 2010. Tribolium castaneum yang resisten berasal dari lokasi Probolinggo, Indramayu, dan Semarang, R. dominica berasal dari lokasi Probolinggo dan Ciamis, dan Cryptolestes sp. berasal dari lokasi Klaten dan Surakarta. Sebanyak 100 ekor imago dari masing-masing spesies serangga yang disilangkan dimasukkan ke dalam stoples kaca berisi makanan serangga tersebut. Empat belas hari kemudian, semua imago dikeluarkan dari stoples kaca dan dipindahkan ke stoples kaca yang baru untuk disilangkan kembali di wadah stoples baru. Hal ini dilakukan sampai ke stoples yang ketiga. Setelah imago dari stoples ketiga dikeluarkan, serangga dibiarkan berkembangbiak hingga muncul imago. Metode yang sama dilakukan untuk mendapatkan keturunan F2. Masingmasing persilangan yang dibiakkan tanpa melalui seleksi. Pemeliharaan serangga tersebut di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP pada suhu kamar dan RH 75%. Persiapan Pengujian Fosfin yang digunakan pada pengujian berasal dari aluminium fosfida yang berbentuk pelet. Pelet tersebut di ubah menjadi gas fosfin dengan menggunakan alat penghasil fosfin (apparatus for generating phosphine) sesuai dengan metode FAO (1975) (Gambar 4).
Gambar 4 Alat penghasil gas fosfin
15
Stoples kaca yang digunakan untuk fumigasi dilengkapi dengan kawat kasa yang digantung ditengah-tengah stoples, sebagai tempat untuk meletakkan serangga uji. Pada bagian dasar stoples diletakkan magnetic bar (batangan magnetik) yang berfungsi sebagai pengaduk agar gas fosfin dapat tersebar merata di dalam stoples. Serangga uji sebanyak 50 ekor dimasukkan ke dalam cincin paralon (diameter 2,5 cm dan tinggi 2,5 cm) yang telah diberi alas dan tutup dengan kain kasa halus. Cincin paralon berisi serangga uji tersebut diletakkan di atas kawat kasa yang sudah dipasang pada bagian tengah stoples. Setiap perlakuan (stoples) terdiri dari 2 buah cincin paralon yang berisi masing-masing 50 ekor serangga uji.
a
b
Gambar 5 Cincin paralon tempat menyimpan serangga dan magnet pengaduk; (a) tampak atas, (b) tampak samping Stoples berisi serangga uji ditutup rapat dan di antara tutup stoples dengan dinding luar stoples direkatkan dengan menggunakan plastisin untuk mencegah kebocoran gas fosfin. Tutup stoples diberi lubang kecil, kemudian lubang tersebut diberi sumbat karet (rubber stopper) dan pada pinggir karet tersebut juga diberi plastisin untuk mencegah kebocoran gas fosfin. Sumbat karet tersebut berfungsi sebagai tempat untuk menyuntikkan gas fosfin ke dalam stoples.
16
a
b
Gambar 6 Stoples berisi serangga uji yang telah ditutup rapat dengan plastisin; (a) stoples berisi serangga uji, (b) stoples yang telah ditutup dengan plastisin
a
b
Gambar 7 Karet penutup lubang stoples tempat menginjeksikan gas fosfin; (a) karet penutup stoples, (b) tutup stoples yang ditutup dengan plastisin
Pelaksanaan Fumigasi Perlakuan fumigasi dilakukan pada stoples berisi serangga uji yang telah ditutup rapat dan direkat dengan plastisin. Gas fosfin yang diperoleh menggunakan metode FAO (1980) dengan konsentrasi 0.000; 0.010; 0.015; 0.020; 0.025; 0.030; dan 0.040 mg/l, kemudian disuntikkan ke dalam stoples kaca dengan menggunakan syringe.
17
a
b
Gambar 8 Aplikasi gas fosfin ke dalam stoples dengan menggunakan alat suntik; (a) pengambilan gas fosfin. (b) penyuntikan gas fosfin kedalam stoples
Setelah penyuntikan gas fosfin, karet tersebut ditutup kembali dengan menggunakan plastisin. Stoples yang telah difumigasi fosfin kemudian diaduk selama 2 menit dengan menggunakan alat pengaduk magnetik (magnetic stirrer) agar gas tersebut tersebar merata keseluruh bagian dalam stoples.
Gambar 9 Alat pengaduk magnetik
18
Pengujian Resistensi Proses fumigasi dilakukan selama 20 jam. Kemudian serangga uji yang berada dalam stoples kaca tersebut di keluarkan dari stoples dan dipindahkan ke dalam stoples baru dengan diberi sedikit beras sebagai pakan serangga sampai saat pengamatan tiba. Pengamatan mortalitas serangga uji dilakukan 14 hari setelah pengujian. Jika ada indikasi resisten maka dilakukan pengujian lanjutan yaitu dengan perlakuan fumigasi selama 48 jam. Pengujian lanjutan ini bertujuan untuk mengkonfirmasi terjadinya resistensi pada serangga uji.
Gambar 10 Inkubasi serangga uji setelah aplikasi
Pengujian Keragaan Relatif Pengujian keragaan relatif dilakukan dengan membandingkan dua karakter biologi, yaitu tingkat resistensi dan keperidian dari strain resisten terhadap strain rentan. Keperidian imago betina dihitung selama 14 hari dimulai sejak saat imago F1 dan F2 muncul pada masing-masing stoples. Strain rentan berasal dari laboratarium Entomologi SEAMEO BIOTROP, sedangkan strain resisten berasal dari Probolinggo, Indramayu, Semarang, Ciamis, Klaten, dan Surakarta.
19
Analisis Data Data mortalitas serangga uji dianalisis dengan Analisis Probit dengan menggunakan program POLO-PC untuk mendapatkan nilai LD50 dan LD99.9 dari masing-masing contoh serangga uji. Nilai LD50 dan LD99.9 tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai LD99.9 strain rentan dari Biotrop untuk mengetahui tingkat resistensi masing-masing contoh serangga uji. Faktor resisten (RF = Resistence Factor) dihitung dengan menggunakan rumus : RF = Nilai LD99.9 serangga uji / nilai LD99.9 serangga yang rentan (FAO 1980). Jika nilai LD99.9 contoh serangga uji yang diperoleh lebih besar dari nilai LD99.9 serangga yang rentan (FAO 1980) maka dikatakan bahwa serangga uji tersebut resisten (nilai RF-nya > 1). Untuk itu perlu dilakukan konfirmasi tentang sifat resistensi tersebut dengan melakukan pengujian lanjutan. Pengujian dilakukan dengan memperpanjang waktu fumigasi menjadi 48 jam. Hal ini sesuai dengan standar metode pengujian resistensi yang tercantum dalam FAO Method No. 16 (1980).
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Resistensi Hasil pengujian resistensi menunjukkan bahwa dari tiga spesies serangga yang diuji, dua spesies menunjukkan resistensinya terhadap fosfin dengan faktor resistensi (RF) yang bervariasi, berkisar antara 1 kali sampai 15.5 kali yaitu T. castaneum, dan R. dominica, sedangkan spesies yang ketiga, yaitu Cryptolestes sp. tidak menunjukkan resistensinya terhadap fosfin (Tabel 3 – 7). Tabel 3 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) T. castaneum dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam.
Lokasi Probolinggo Indramayu Semarang Biotrop, Bogor
20 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... 0.006 0.099 0.020 0.115 0.021 0.259 0.009 0.029
Faktor Resistensi (RF)** 3.4 kali 3.9 kali 8.9 kali -
48 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... 0.004 0.219 0.024 0.340 0.004 0.131 -
Faktor Resistensi (RF)** Konfirmasi 7.5 kali 11.7 kali 4.5 kali -
Resisten Resisten Resisten Tidak resisten
Keteranga : RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi) = Tidak dilakukan pengujian
Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut, terlihat bahwa nilai faktor resistensi (RF) sampel hasil pengujian T. castaneum dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam lebih besar dari satu, yang mempunyai arti bahwa serangga yang berasal dari tiga lokasi (Probolinggo, Indramayu, dan Semarang) menunjukkan sifat resistensinya terhadap fosfin, dengan faktor resistensi berkisar antara 3.4 sampai dengan 8.9 kali. Resistensi terendah terhadap fosfin terdapat pada sampel yang berasal dari Probolinggo dengan faktor resistensi 3.4 kali, sedangkan resistensi tertinggi berasal dari Semarang dengan faktor resistensi 8.9 kali. Sampel serangga uji yang telah diduga resisten terhadap fosfin tersebut kemudian dilakukan pengujian dengan pemaparan gas fosfin selama 48 jam untuk memastikan resistensinya. Pada pemaparan gas fosfin selama 48 jam terlihat bahwa serangga yang berasal dari Probolinggo, Indramayu, dan Semarang telah terjadi resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensinya (RF) lebih besar dari satu. Hal ini
21
diduga bahwa serangga T. castaneum yang terdeteksi resisten terhadap fosfin tersebut karena lebih sering terpapar oleh gas fosfin. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian BULOG dan SEAMEO BIOTROP (2010) yang dilakukan di laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP, pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa T. castaneum yang berasal dari Indramayu dengan faktor resistensi 1.1 kali, dan serangga yang berasal dari Probolinggo dengan faktor resistensi sebanyak 1.3 kali. Demikian juga hasil penelitian Pimentel et.al (2006) menunjukkan terjadinya resistensi fosfin di sepuluh populasi T. castaneum dari negara bagian Goias, Mato Grasso, Minas Gerais, dan Sao Paulo. Di Brazil menurut Pimentel et.al (2010) dari 19 sampel serangga T. castaneum yang diuji, 14 sampel yang menunjukkan resistensi yang tinggi dan 5 sampel serangga yang tidak terjadi resistensi. Athie and Mills (2005) juga melaporkan terjadinya resistensi T. castaneum terhadap fosfin sebanyak sepuluh dari dua belas sampel yang diuji. Tabel 4 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) R. dominica dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam. 20 jam Fakor 48 jam Fakor fumigasi Resistensi Fumigasi Resistensi Lokasi (RF)** (RF)** Konfirmasi LD50 LD99.9 LD50 LD99.9 ......mg/l...... ......mg/l...... Probolinggo 0.023 0.155 15.5 kali 0.003 0.177 17.7 kali Resistensi Ciamis 0.023 0.139 13.9 kali 0.022 0.195 19.5 kali Resisten Biotrop, 0.059 0.001 Tidak Bogor resisten Keterangan : RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi) = Tidak dilakukan pengujian
Nilai LD50 dan LD99.9 R. dominica yang berasal dari Probolinggo, dan Ciamis pada pemaparan gas fosfin selama 20 jam dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai LD99.9 dari beberapa lokasi tersebut berturut-turut dari nilai yang terendah ke nilai tertinggi adalah Probolinggo 0.155 mg/l dan Ciamis 0.292 mg/l. Berdasarkan perbandingan nilai LD99.9 serangga uji dengan nilai LD99.9 serangga yang rentan dapat dikatakan bahwa R. dominica dari sampel probolinggo dan Ciamis telah menunjukkan terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai LD99.9 nya lebih tinggi daripada nilai LD99.9 strain rentan dari Biotrop. Sampel serangga uji yang telah diduga resisten terhadap fosfin tersebut kemudian dilakukan pengujian dengan pemaparan gas fosfin selama 48 jam untuk memastikan resistensinya.
22
Pada pemaparan gas fosfin selama 48 jam tersebut menunjukkan hasil bahwa serangga yang berasal dari Probolinggo dan Ciamis terjadi resistensi terhadap fosfin, dengan faktor resistensi 17.7 kali dan 19.5 kali. Song et.al (2011) melaporkan dari 16 strain serangga R. dominica, ada lima strain yang tingkat resistensinya rendah, enam strain yang tingkat resistensinya sedang, dan lima strain yang tingkat resistensinya tinggi. Demikian juga menurut hasil penelitian Athie dan Mills (2005) yaitu adanya resistensi sembilan dari sepuluh sampel serangga R. dominica. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya resistensi terhadap fumigan di antaranya adalah frekuensi aplikasi fumigasi dan perpindahan bahan komoditi pangan (Georghiou 1972). Data pengujian resistensi terhadap fosfin menunjukkan bahwa resistensi R. dominica lebih tinggi daripada serangga T. castaneum. Hal ini ditunjukkan oleh nilai faktor resistensi (RF) yang lebih tinggi. Hasil pengujian ini hampir sama dengan pengujian BULOG dan SEAMEO BIOTROP (2010), yang melaporkan bahwa serangga R. dominica menunjukkan tingkat resistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan serangga T. castaneum.
Pengujian Keragaan Relatif Strain Resisten Pengujian keragaan relatif dilakukan terhadap strain resisten dibandingkan dengan strain rentan dan hasil silangan antara strain resisten dengan strain rentan. Peubah yang diamati adalah faktor resistensi dan fekunditas dari strain yang diuji. Faktor Resistensi Nilai faktor resistensi T. castaneum dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam, menunjukkan bahwa hasil persilangan (Cross breeding) antara strain rentan dari Biotrop dengan strain resisten dari Probolinggo, Indramayu, dan Semarang, umumnya terjadi penurunan nilai faktor resistensi (RF) pada serangga hasil persilangan dibandingkan dengan serangga induknya yang resisten hasil dari serangga itu sendiri (Inbreeding), kecuali pada generasi F2 hasil persilangan antara strain Biotrop dengan Semarang. Penurunan nilai faktor resistensi (RF) serangga hasil persilangan antara serangga yang rentan dengan serangga yang resisten dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai faktor resistensi (RF) T. castaneum
23
generasi 1 hasil persilangan dari strain rentan dengan strain resisten dari beberapa lokasi tersebut berturut-turut dari nilai terendah ke nilai tertinggi adalah Biotrop x Semarang 2.4 kali, Biotrop x Probolinggo 2.7 kali, dan Biotrop x Indramayu 3.5 kali. Sedangkan T. castaneum generasi 2 nilai faktor resistesnsinya dari nilai terendah ke nilai tertinggi adalah Biotrop x Indramayu 1.2 kali, Biotrop x Probolinggo 1.9 kali, dan Biotrop x Semarang 4.3 kali. Tabel 5 Nilai LD50 , LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) T. castaneum (F1 dan F2) dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam. Lokasi
Probolinggo Indramayu Semarang Biotrop, Bogor Generasi I (F1) Biotrop x Probolinggo Biotrop x Indramayu Biotrop x Semarang Generasi 2 (F2) Biotrop x Probolinggo Biotrop x Indramayu Biotrop x Semarang
20 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... 0.006 0.099 0.020 0.115 0.021 0.259 0.009 0.029
Faktor Resistensi (RF)** 3.4 kali 3.9 kali 8.9 kali -
48 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... 0.004 0.219 0.024 0.340 0.004 0.131 -
Faktor Resistensi (RF)**
Konfirmasi
7.5 kali 11.7 kali 4.5 kali -
Resisten Resisten Resisten Tidak resisten
0.025
0.080
2.76 kali
0.005
0.038
1.3 kali
Resisten
0.020
0.102
3.5 kali
0.006
0.022
0.76 kali
0.017
0.070
2.4 kali
0.006
0.021
0.7 kali
Tidak resistensi Tidak resistensi
0.014
0.055
1.9 kali
-
-
-
0.012
0.035
1.2 kali
-
-
-
0.017
0.125
4.3 kali
-
-
-
Diduga resisten Diduga resisten Diduga resisten
Keteranga : RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi) = Tidak dilakukan pengujian
Pada pemaparan gas fosfin selama 48 jam tersebut terlihat bahwa serangga generasi 1 hasil persilangan antara strain rentan dengan strain yang resisten yang berasal dari Biotrop dengan Probolinggo telah terdeteksi terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensi (RF) lebih dari satu, sedangkan serangga hasil silangan antara Biotrop dengan Indramayu dan Biotrop dengan Semarang tidak terdetaksi terjadi resistensi terhadap fosfin karena nilai faktor resistensi (RF) kurang dari satu. T. castaneum generasi 2 tidak dapat dipastikan terjadinya resistensi terhadap fosfin karena tidak dilakukan pengujian dengan
24
pemaparan gas fosfin selama 48 jam, hal ini terjadi dikarenakan oleh keterbatasan serangga uji dan keterbatasan waktu penelitian. Hasil pengujian R. dominica dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam, menunjukkan hasil yang sama dengan T. castaneum, yaitu terjadinya penurunan nilai faktor resistensi (RF) terhadap serangga hasil persilangan dibandingkan dengan serangga induknya yang resisten (Tabel 6). Rhyzopertha dominica generasi 1 memiliki nilai faktor resistensi (RF) dari hasil persilangan strain rentan dengan strain resisten dari lokasi Biotrop x Probolinggo adalah 10.3 kali dan Biotrop x Ciamis 13.2 kali. Sedangkan generasi 2 nilai faktor resistensi (RF) nya adalah Biotrop x Probolinggo 8.8 kali dan Biotrop x Ciamis 13.4 kali. Hal ini diduga bahwa serangga R. dominica telah terdeteksi terjadinya resistensi terhadap fosfin, sehingga dilakukan pengujian lanjutan dengan pemaparan gas fosfin selama 48 jam. Tabel 6 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi R. dominica (F1 dan F2) dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam.
Probolinggo
20 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... 0.023 0.155
Ciamis
0.023
Biotrop 0.059 Generasi I (F1) Biotrop X 0.023 Probolinggo Biotrop X 0.025 Ciamis Generasi 2 (F2) Biotrop X 0.020 Probolinggo Biotrop x 0.022 Ciamis
Lokasi
Faktor Resistensi (RF)** 15.5 kali
48 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... 0.003 0.177
0.139
13.9 kali
0.022
0.001
-
0.103 0.132
Faktor Resistensi (RF)**
Konfirmasi
17.7 kali
Resistensi
0.195
19.5 kali
Resisten
-
-
-
Resisten
10.3 kali
0.010
0.050
5.0 kali
Resisten
13.2 kali
0.020
0.167
16.7 kali
Resistensi
0.088
8.8 kali
-
-
-
0.134
13.4 kali
-
-
-
Diduga resisten Diduga resisten
Keterangan: RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi) = Tidak dilakukan pengujian
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai faktor resistensi (RF) dari serangga hasil persilangan lebih besar dari satu, sehingga R. dominica dapat dipastikan telah terjadi resistensi terhadap fosfin. Menurut hasil penelitian Collin
25
et.al (2000) tidak ada keseimbangan kebugaran yang jelas terkait dengan strain yang rentan dengan strain yang resisten. Hal ini menunjukkan bahwa strain yang resisten akan menghasilkan keturunan yang resisten dan sebaliknya. Persilangan antara serangga yang resisten dengan serangga yang rentan menghasilkan keturunan yang resisten kuat dan strain resisten lemah. Hanya dari mayoritas serangga yang rentan akan dapat mengurangi tingkat resistensi pada populasi resisten. Athie and Mills (2005) melaporkan bahwa dari dua gen yang memiliki sifat resisten terhadap fosfin, gen heterozigot memiliki sifat resistensi yang lebih rendah daripada gen homozigot. Resistensi Cryptolestes sp. yang berasal dari lokasi Klaten dan Surakarta terhadap fosfin tidak dilakukan pengujian, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan serangga uji. Data pengujian resistensi pada Tabel 7 didapat dari pengujian resistensi tahun 2010 di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP. Nilai LD50 dan LD99.9 serangga uji Cryptolestes sp. dari strain hasil persilangan antara Biotrop dengan Klaten, Biotrop dengan Surakarta, dan strain Biotrop itu sendiri dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi Cryptolestes sp. (F1 dan F2) dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam. Lokasi
Klaten Surakarta Biotrop Generasi I (F1) Biotrop X Klaten Biotrop X Surakarta Generasi 2 (F2) Biotrop x Klaten
20 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... 0.005 0.227 0.017 0.140 0.014 0.048
Faktor Resistensi (RF)** 4.7 kali 2.9 kali 0.96 kali
48 jam fumigasi LD50 LD99.9 ......mg/l...... -
Faktor Resistensi (RF)** -
Resisten Resisten Tidak resisten
Tidak resisten Tidak resisten
0.019
0.049
1 kali
-
-
-
0.016
0.046
0.95 kali
-
-
-
-
-
-
-
-
Konfirmasi
-
Tidak resisten
Keterangan: RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi) = Tidak dilakukan pengujian
Berdasarkan perbandingan nilai LD99.9 serangga uji dengan nilai LD99.9 serangga yang rentan dapat dikatakan bahwa Cryptolestes sp. generasi 1 dari
26
strain hasil persilangan antara Biotrop dengan Klaten tidak ditemukan terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensinya 1 kali. Sedangkan strain serangga hasil persilangan antara Biotrop dengan Surakarta, tidak menunjukkan terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensi (RF) serangga tersebut kurang dari satu. Generasi 2 Cryptolestes sp. tidak memiliki nilai LD50 dan LD99.9, karena serangga yang diuji menunjukkan nilai mortalitas hampir 100%, sehingga waktu dianalisis dengan probit tidak muncul nilai LD50 dan LD99.9.
Meskipun demikian, Athie dan Mills (2005) juga
melaporkan adanya resistensi Cryptolestes sp. di Brazil. Fekunditas Serangga Uji Pertumbuhan populasi serangga hama gudang dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar dari populasi serangga tersebut. Faktor dalam, seperti keperidian atau kemampuan bertelur dan siklus hidup, dapat menentukan kecepatan berkembangbiak suatu jenis serangga. Semakin tinggi keperidian dan semakin singkat siklus hidup, pertumbuhan populasi serangga tersebut akan semakin cepat (Harahap 2009). Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan populasi serangga adalah makanan, suhu, dan kelembaban. Berdasarkan hasil pengujian untuk ketiga sampel serangga uji yang berasal dari beberapa lokasi tersebut, terlihat bahwa nilai fekunditasnya berbeda-beda dari keturunan F1 sampai keturunan F2. Urutan nilai fekunditas serangga uji dari yang terendah sampai yang tertinggi dari keturunan F1 adalah T. castaneum, Cryptolestes sp, dan R. dominica. Sedangkan urutan populasi terendah pada keturunan F2 adalah T. castaneum, R. dominica, dan Cryptolestes sp. (Tabel 8). Keragaan relatif pada serangga adalah perimbangan antara satu faktor biologi dengan faktor biologi lainnya, dalam hal ini jika suatu populasi serangga berubah menjadi resistensi terhadap insektisida atau fumigan maka ada faktor biologi lain yang dikorbankan. Dalam hal ini faktor biologi tersebut adalah keperidian atau jumlah keturunan yang dapat dihasilkan oleh seekor imago betina. Berdasarkan data pada Tabel 8, secara umum dapat dikatakan bahwa nilai faktor resistensi dari ketiga jenis serangga yang diuji mengalami penurunan antara serangga itu sendiri dengan hasil persilangan strain rentan dengan strain yang resisten. Perhitungan fekunditas atau keperidian serangga uji hanya dilakukan
27
pada serangga yang disilangkan antara strain yang rentan dengan strain yang resisten. Populasi imago yang tertinggi dari serangga uji T. castaneum untuk keturunan F1 berasal dari persilangan antara Biotrop dengan Probolinggo sebanyak 1591 ekor, sedangkan keturunan F2 berasal dari persilangan antara Biotrop dengan Semarang sebanyak 1041ekor. Tabel 8 Faktor resistensi dan fekunditas/keperidian serangga T.castaneum, R. dominica, dan Cryptolestes sp.pada keturunan F1 dan F2 selama 14 hari. Faktor resistensi (RF)**
Populasi imago serangga uji (ekor)
Jenis serangga
Lokasi
Tribolium castaneum
Probolinggo
3.4 kali
F1 -
F2 -
Indramayu
3.9 kali
-
-
Semarang
8.9 kali
-
-
Biotrop
0.7 kali
-
-
Biotrop x Probolinggo
2.7 kali
1591
556
Biotrop x Indramayu Biotrop x Semarang Probolinggo Ciamis Biotrop Biotrop x Probolinggo
3.5 kali 2.4 kali 15.1 kali 13.9 kali 0.3 kali 10.3 kali
1391 1141 3456
729 1041 1985
Biotrop x Ciamis Klaten
13.2 kali 4.7 kali
3708 -
3197 -
Surakarta
2.9 kali
-
-
Biotrop
0.96 kali
-
-
2571 2344
3996 3848
Rhyzopertha dominica
Cryptolestes sp
Biotrop x Klaten 1 kali Biotrop x Surakarta 0.95 kali Keterangan: RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi) = Tidak dilakukan pengujian
Jika dikaitkan antara hasil pengujian resistensi serangga F1 T. castaneum hasil persilangan dari strain rentan (Biotrop) dan strain resisten yang berasal dari Probolinggo, Indramayu, dan Semarang maupun serangga R. dominica hasil persilangan strain rentan (Biotrop) dan strain resisten yang berasal dari Pobolinggo dan Ciamis, maka terlihat bahwa serangga hasil persilangan masih resisten terhadap fosfin. Sebagai akibat dari resistensi ini maka terjadi penurunan fekunditas atau keperidian serangga-serangga tersebut pada keturunan F1 dibandingkan dengan F2 nya, sehingga populasi keturunan F2 lebih rendah dibandingkan dengan populasi keturunan F1. Sedangkan serangga uji Cryptolestes
28
sp. mengalami penambahan populasi dari keturunan F1 ke keturunan F2. Hal ini terjadi karena serangga Cryptolestes sp tidak terdeteksi terjadinya resistensi terhadap fosfin. Resistensi pada serangga hama gudang sering dikaitkan dengan faktor dari berbagai kebugaran, seperti laju perubahan intrinsik (White dan Bell, 1990), perubahan peningkatan populasi, frekunditas dan tingkat reproduksi serangga hama gudang (Arnaud dan Haubruge, 2002). Fragoso et.al (2005) mendeteksi bahwa populasi serangga yang resisten menunjukkan tingkat penurunan fekunditas, karena memiliki kelemahan dalam reproduksi.
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dari tiga spesies serangga uji, T. castaneum dan R. dominica terdeteksi resisten terhadap fosfin, sedangkan Cryptolestes sp. tidak terdeteksi resisten terhadap fosfin. Rhyzopertha dominica merupakan serangga uji yang tingkat resistensinya lebih tinggi terhadap fosfin daripada T. castaneum. Dengan nilai faktor resistensi (RF) berkisar antara 1 sampai dengan 15.5 kali. Selain itu, pengujian keragaan relatif strain resisten menunjukkan bahwa resistensi dapat menurunkan keperidian atau fekunditas serangga itu sendiri, dan hasil persilangan antara strain rentan dengan strain resisten (cross breeding) dapat menurunkan nilai faktor resistensi (RF).
Saran Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya resistensi dari dua jenis serangga hama gudang yang diuji terhadap fosfin. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap contoh serangga uji dari lokasi lain di Indonesia dan juga terhadap spesies serangga hama gudang yang lain. Hal ini sangat penting dilakukan sehingga dapat dibuat peta resistensi serangga hama gudang di Indonesia.
30
DAFTAR PUSTAKA
Australian Centre for International Agricultural Research. 1998. Petunjuk fumigasi biji-bijian regional ASEAN. (Buku 1. Dasar dan petunjuk umum). Canberra : ACIAR. Arnaud L dan Haubruge E. 2002. Insecticide resistance enhances male reproductive success in a beetle. Evalution. 56: 2435-2444. Athie I and K A Mills. 2005. Resistance to phosphine in stored-grain insect pests in Brazil. Brazilian Journal of Food Technology. 8(2): 143-147. BULOG dan SEAMEO BIOTROP. 2010. Pengujian Resistensi Hama Gudang terhadap Fosfin dari Beberapa Gudang Beras Perum Bulog. Bogor. Collins PJ, Daglish GJ, Nayak MK, Ebert PR, Schlipalius D, Chen W, Pavic H, Lambkin TM, Kopittke R, and Bridgeman BW. 2000. Combating resistance to phosphine in Australia. Controlled Atmosphere and Fumigation in Stored Product. Pp. 593-607. Daglish GJ. 2004. Effect of exposure period on degree of dominance of phosphine resistance in adults of Rhizopertha dominica (Coleoptera: Bostrychidae) and Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae). Pest Management. 60 (8): 822-6. Departemen Pertanian. 2007. Manual Fumigasi Fosfin untuk Perlakuan Karantina Tumbuhan. Jakarta: Departemen Pertanian RI. FAO.
1975. Recommended methods for the detection and measurement of resistence of agricultural pests to peticides. Tentative method for adults of some major pest species of stored cereals, with methyl bromide and phosphine. FAO Plant Prot Bull 23: 12-24.
. 1980. Recommended methods for measurement of pest resistance to pesticides. Method for adults of some major pest species of stored cereals, with methyl bromide and phosphine. FAO plant production and protection paper 21: 91-102 Fragoso DB, Guedes RNC, Peternelli LA. 2005. Developmental rates and population growth of insecticide resistant and susceptible population of Sitophilus zeamais. J. Stored Product. Res. 41: 271-281. Georghiou G P. 1972. The evolution of resistance to pesticides. Annu Rev Ecol Syst 3: 133-168. Haines CP. 1991. Insect and Arachnids of Tropical Stored Product : Their Biology and Identification (A Training Manual). Natural Resources Insitute. United Kigdom. 246p.
31
Harahap I. 2009. Ekologi serangga hama gudang. Di dalam Prijono D, Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. Bogor: KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. hlm 53-55. Haubruge E, Arnaud A. 2001. Fitness consequences malathion specific resistance in red flour beetle (Coleoptera; Tenebronidae) and selection for resistance in the absence of malathion. Journal of Economic Entomology 94, 552-557. Heseltine HK. 1973. A guide to fumigation with phosphine in the tropics. Trop Stored Prod Inf 24: 25-35. Hidayat P. 2009. Menuju penghapusan penggunaan metil bromida di pergunangan Indonesia. Di dalam Prijono D, Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. Bogor: KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. hlm 11-19. Hole BD, Bell CH, Mills KA, and Goodship G. 1967. The toxicity of phosphin to all developmental stages of thirteen species of stored product beetles. J Stored Prod Res 12: 235-244. LeOra software. software.
1987.
POLO-PC User’s Guide. Petaluma (CA):
LeOra
Lorini I, Collins PJ. 2003. Resistance to phosphine in Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrychedea) collected from wheat storages in Brazil. Pest Resistance to Pesticide and Control Measure. P: 319-323. Mangoendiharjo S. 1984. Hama-hama Pasca panen. Proyek Pengembangan Kemampuan. Jakarta: Departemen Pertanian. Munro JW. 1966. Pest of stored products. Hutchinson of London. The Rentokil Library. Mordkovich, Ya. B. 2004. Resistance of stored products pests to aluminium phosphide. Zashchita-i- Karantin Rastenii, 12: 43-44. Phillips TW, Thorne JE. 2010. Biorational approaches to managing storedproduct insect. Annu Rev Entomol, 55: 275-397. Pimentel MAG, Faroni LRD’A, Guedes RNC, Neto AP, and Garcia FM. 2006. Phosphine resistance, respiration rate and fitness consequences in Tribolium castaneum (Hrbst.) (Coleoptera: tenebronidae). Pp. 344-351, In: Lorini I et.al (eds), Proc. Of 9th Int Conf. Stored- Product Protection, Sao Paulo, 1518 October 2006. . 2010. Spread of phosphine resistance among Brazilian populations of three species of stored product insects. Neotropical Entomolagy. Ress D. 2004. Insect of Stored Products. Collingwood.
Australia:
CSIRO Publishing
32
Sidik M, Pranata RI. 1988. The current problems of storage pests in Indonesia. BIOTROP. Spec. Publ. No. 23: 55-56. Su XH, Wang P, and Zhang H. 2011. Phosphine resistance in Rhyzopertha dominica (Fabricius) (Coleoptera: Bostrichidae) from different geographical population in China. African Journal of Biotechnology, 10(48): 9911-9917. . 2008. Resistance and genetic differentiation of Rhyzopertha dominica to phosphine among defferent geographical populations in China: a preliminary study. Proceeding of the 8th International Conference on Controlled Atmosphere and Fumigation in Stored Product. China. p: 605609. Sunjaya dan Widayanti S. 2006. Pengenalan serangga hama gudang. Di dalam Prijono D, Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. Bogor : KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. hlm 3951. Tropical Development research Institute. 1983. Food storage manual. Word Food Programme. FOA & TDRI. England. 263 pp. . 1985. Fumigation and insecticide use. Training notes Tropical Development and Research Institute. United Kingdom. 83 pp. Vardeman EA, Campbell JF, Arthur FH, Nechole JR. 2007. Behaviour of female Rhyzopertha dominica (Coleoptera: Bostrichidae) in a mono-layer of wheat treated with diatomaceous earth. Journal of Stored Products Research. 43: 297-301. White, Bell RJ. 1990. Relative fitness of a malathion resistant strain of Cryptolestes ferrugineus (Coleoptera: Cucujidae) when development and oviposition coccur in malathion treated and untreated wheat kernels. J. Stored Product. Res. 26: 23-37. World Food Programme. 2003. Food Storage Manual WFP. Rome
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam.
DTCPRO SLOPE
parameter 4.1967033 1.8643547
standard error .79907258 .45912006
Variance-Covariance matrix DTCPRO DTCPRO .6385170 SLOPE .3645099 chi-square
1.3992
t ratio 5.2519677 4.0607129
SLOPE .3645099 .2107912
degrees of freedom
4
heterogeneity
.35
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.16408 g(.95)=.23297 g(.99)=.40237 Effective Doses LD10
DTCPRO
dose .00115
LD25
DTCPRO
.00244
LD50
DTCPRO
.00561
LD75
DTCPRO
.01291
LD90
DTCPRO
.02731
LD95
DTCPRO
.04278
LD99
DTCPRO
.09926
LD**
DTCPRO
9.2736
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00017 .00261 .00060 .00447 .00239 .00820 .00917 .01571 .02240 .03868 .03211 .07894 .05981 .31753 1.5380 639.87
0.95 .00008 .00290 .00036 .00485 .00176 .00864 .00820 .01623 .02168 .04337 .03085 .09823 .05594 .48628 1.2189 3065.6
0.99 .00001 .00348 .00007 .00555 .00066 .00943 .00587 .01728 .02037 .06120 .02874 .19470 .04991 1.87504 .82432 .44610E+06
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (PROBOLINGGO) DTCPRO subjects 300 controls 50 log(L)=-121.6 slope=1.864+-.459 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.35 g=.233 LD10=.001 limits: .000 to .003 LD25=.002 limits: .000 to .005 LD50=.006 limits: .002 to .009
35
Lampiran 2 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Indramayu) dengan Pengamatan 20 jam.
DTCIDMY SLOPE
parameter 5.1840779 3.0478695
standard error .69828836 .41426804
Variance-Covariance matrix DTCIDMY DTCIDMY .4876066 SLOPE .2875070
chi-square
2.1159
t ratio 7.4239786 7.3572403
SLOPE .2875070 .1716180
degrees of freedom
4
heterogeneity
.53
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.04998 g(.95)=.07097 g(.99)=.12258 Effective Doses LD10
DTCIDMY
dose .00756
LD25
DTCIDMY
.01196
LD50
DTCIDMY
.01991
LD75
DTCIDMY
.03314
LD90
DTCIDMY
.05243
LD95
DTCIDMY
.06899
LD99
DTCIDMY
.11545
LD**
DTCIDMY
1.85226
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00552 .00930 .00983 .01371 .01797 .02192 .02937 .03922 .04346 .06960 .05464 .09866 .08364 .19053 .81413 6.74783
0.95 .00509 .00960 .00936 .01401 .01759 .02234 .02879 .04088 .04221 .07484 .05271 .10819 .07962 .21699 .71880 9.45468
0.99 .00422 .01017 .00837 .01459 .01679 .02322 .02774 .04491 .04004 .08851 .04943 .13403 .07294 .29369 .57641 20.77478
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (INDRAMAYU) DTCIDMY subjects 300 controls 50 log(L)=-177.6 slope=3.048+-.414 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.53 g=.071 LD10=.008 limits: .005 to .010 LD25=.012 limits: .009 to .014 LD50=.020 limits: .018 to .022
36
Lampiran 3 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T.castaneum terhadap Fosfin (Biotrop) dengan Pengamatan 20 jam.
DTCBIO SLOPE
parameter 9.2807464 4.5320293
standard error 1.3699066 .74107259
Variance-Covariance matrix DTCBIO DTCBIO 1.876644 SLOPE 1.011637
chi-square
3.8306
t ratio 6.7747294 6.1154998
SLOPE 1.011637 .5491886
degrees of freedom
4
heterogeneity
.96
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.07234 g(.95)=.10271 g(.99)=.17741 Effective Doses LD10
DTCBIO
dose .00467
LD25
DTCBIO
.00636
LD50
DTCBIO
.00896
LD75
DTCBIO
.01262
LD90
DTCBIO
.01718
LD95
DTCBIO
.02066
LD99
DTCBIO
.02921
LD**
DTCBIO
.18884
limit lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00304 .00602 .00462 .00771 .00729 .01023 .01123 .01389 .01557 .01948 .01839 .02456 .02457 .03878 .10870 .49018
0.95 .00270 .00625 .00422 .00794 .00689 .01044 .01092 .01415 .01530 .02009 .01804 .02570 .02393 .04192 .10030 .64105
0.99 .00201 .00667 .00340 .00836 .00603 .01085 .01026 .01467 .01478 .02155 .01742 .02864 .02284 .05069 .08714 1.24244
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (BIOTROP) DTCBIO subjects 300 controls 50 log(L)=-75.59 slope=4.532+-.741 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.96 g=.103 LD10=.005 limits: .003 to .006 LD25=.006 limits: .004 to .008 LD50=.009 limits: .007 to .010
37
Lampiran 4 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam.
DTCBPRO SLOPE
parameter 7.3121115 4.5460302
standard error .82884915 .50537899
t ratio 8.8220053 8.9952893
Variance-Covariance matrix DTCBPRO .6869909 .4167864
DTCBPRO SLOPE
SLOPE .4167864 .2554079
Chi-squared goodness of fit test chi-square 4.6296
degrees of freedom
4
heterogeneity 1.1574
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.06501 g(.95)=.11026 g(.99)=.30321 Effective Doses LD10
DTCBPRO
dose .01287
LD25
DTCBPRO
.01751
LD50
DTCBPRO
.02463
LD75
DTCBPRO
.03467
LD90
DTCBPRO
.04715
LD95
DTCBPRO
.05667
LD99
DTCBPRO
.08003
LD**
DTCBPRO
.51448
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .01021 .01494 .01512 .01948 .02236 .02734 .03077 .04126 .03989 .06144 .04640 .07829 .06142 .12378 .27286 1.49139
0.95 .00923 .01549 .01424 .02004 .02168 .02837 .02985 .04441 .03833 .06902 .04428 .09037 .05777 .15048 .23617 2.41239
0.99 .00583 .01692 .01102 .02164 .01959 .03246 .02761 .06140 .03483 .11767 .03962 .17540 .05008 .37377 .16939 23.05979
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs PROBOLINGGO) DTCBPRO subjects 300 controls 50 log(L)=-151.5 slope=4.546+-.505 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=1.16 g=.110 LD10=.013 limits: .009 to .015 LD25=.018 limits: .014 to .020 LD50=.025 limits: .022 to .028
38
Lampiran 5 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Biotrop Vs Indramayu) dengan Pengamatan 20 jam.
DTCBIDMY SLOPE
parameter 5.5504505 3.2484608
standard error .71325223 .42265977
Variance-Covariance matrix DTCBIDMY DTCBIDMY .5087287 SLOPE .2996616
chi-square
2.1737
t ratio 7.7818901 7.6857583
SLOPE .2996616 .1786413
degrees of freedom
4
heterogeneity
.54
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.04580 g(.95)=.06503 g(.99)=.11232 Effective Doses LD10
DTCBIDMY
dose .00789
LD25
DTCBIDMY
.01213
LD50
DTCBIDMY
.01956
LD75
DTCBIDMY
.03155
LD90
DTCBIDMY
.04851
LD99
DTCBIDMY
.10174
LD**
DTCBIDMY
1.37527
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00593 .00955 .01012 .01378 .01774 .02142 .02824 .03664 .04096 .06226 .07613 .15820 .65507 4.31331
0.95 .00551 .00984 .00968 .01407 .01737 .02180 .02773 .03799 .03988 .06630 .07280 .17708 .58485 5.78541
0.99 .00467 .01039 .00875 .01462 .01663 .02259 .02678 .04119 .03800 .07654 .06720 .22958 .47803 11.39845
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs INDRAMAYU) DTCBIDMY subjects 300 controls 50 log(L)=-173.9 slope=3.248+-.423 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.54 g=.065 LD10=.008 limits: .006 to .010 LD25=.012 limits: .010 to .014 LD50=.020 limits: .017 to .022
39
Lampiran 6 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum terhadap Fosfin (Biotrop Vs Semarang) dengan Pengamatan 20 jam.
DTCBSMRG SLOPE
parameter 6.6571348 3.7395584
standard error .75789922 .44260763
Variance-Covariance matrix DTCBSMRG DTCBSMRG .5744112 SLOPE .3335145 chi-square
2.9967
t ratio 8.7836676 8.4489243
SLOPE .3335145 .1959015
degrees of freedom
4
heterogeneity
.75
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.03790 g(.95)=.05381 g(.99)=.09295 Effective Doses LD10
DTCBSMRG
dose .00754
LD25
DTCBSMRG
.01095
LD50
DTCBSMRG
.01659
LD75
DTCBSMRG
.02513
LD90
DTCBSMRG
.03652
LD95
DTCBSMRG
.04567
LD99
DTCBSMRG
.06949
LD**
DTCBSMRG
.66723
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00586 .00898 .00924 .01239 .01503 .01805 .02303 .02794 .03222 .04343 .03909 .05699 .05589 .09536 .37440 1.56856
0.95 .00551 .00923 .00887 .01264 .01471 .01833 .02267 .02861 .03157 .04528 .03813 .06015 .05400 .10312 .34217 1.94078
0.99 .00480 .00971 .00809 .01312 .01404 .01889 .02200 .03012 .03040 .04970 .03644 .06791 .05076 .12299 .29121 3.14219
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs SEMARANG) DTCBSMRG subjects 300 controls 50 log(L)=-156.9 slope=3.740+-.443 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.75 g=.054 LD10=.008 limits: .006 to .009 LD25=.011 limits: .009 to .013 LD50=.017 limits: .015 to .018
40
Lampiran 7 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T.castaneum (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam
DRDBPROF SLOPE
parameter 7.2446265 3.8934607
standard error .84367712 .48206234
Variance-Covariance matrix DRDBPROF DRDBPROF .7117911 SLOPE .4045974
chi-square 12.103
t ratio 8.5869657 8.0766748
SLOPE .4045974 .2323841
degrees of freedom
4
heterogeneity 3.0259
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.21081 g(.95)=.35757 g(.99)=.98327 We will use only the probabilities for which g is less than 0.5 Effective Doses LD10
DRDBPROF
dose .00646
LD25
DRDBPROF
.00925
LD50
DRDBPROF
.01378
LD75
DRDBPROF
.02054
LD90
DRDBPROF
.02941
LD95
DRDBPROF
.03645
LD99
DRDBPROF
.05455
LD**
DRDBPROF
.47899
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00259 .00927 .00495 .01206 .00982 .01670 .01697 .02654 .02353 .04754 .02779 .06940 .03729 .14364 .16903 7.79966
0.95 .00132 .00997 .00316 .01277 .00793 .01762 .01587 .03049 .02234 .06622 .02623 .11012 .03456 .29304 .13861 63.26186
0.99
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs PROBOLINGGO) DRDBPROF subjects 300 controls 50 log(L)=-140.3 slope=3.893+-.482 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=3.03 g=.358 LD10=.006 limits: .001 to .010 LD25=.009 limits: .003 to .013 LD50=.014 limits: .008 to .018
41
Lampiran 8 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Indramayu) dengan Pengamatan 20 jam
DTCBIDMY SLOPE
parameter 9.7512791 5.1010308
standard error 1.1150280 .61695978
Variance-Covariance matrix DTCBIDMY DTCBIDMY 1.243287 SLOPE .6851936
chi-square 5.6047
t ratio 8.7453221 8.2680118
SLOPE .6851936 .3806394
degrees of freedom
4
heterogeneity 1.4012
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.09315 g(.95)=.15800 g(.99)=.43449 Effective Doses LD10
DTCBIDMY
dose .00687
LD25
DTCBIDMY
.00904
LD50
DTCBIDMY
.01226
LD75
DTCBIDMY
.01662
LD90
DTCBIDMY
.02186
LD95
DTCBIDMY
.02575
LD99
DTCBIDMY
.03503
LD**
DTCBIDMY
.18391
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00465 .00856 .00683 .01067 .01031 .01383 .01481 .01883 .01924 .02653 .02212 .03313 .02837 .05090 .10279 .54452
0.95 .00384 .00899 .00597 .01109 .00955 .01428 .01426 .01972 .01861 .02896 .02132 .03732 .02705 .06110 .09056 .93725
0.99 .00130 .01010 .00283 .01219 .00647 .01565 .01240 .02397 .01704 .04596 .01947 .07184 .02418 .17171 .06817 21.46182
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs INDRAMAYU) DTCBIDMY subjects 300 controls 50 log(L)=-103.1 slope=5.101+-.617 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=1.40 g=.158 LD10=.007 limits: .004 to .009 LD25=.009 limits: .006 to .011 LD50=.012 limits: .010 to .014
42
Lampiran 9 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi T. castaneum (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Semarang) dengan Pengamatan 20 jam.
DTCBSMRG SLOPE
parameter 4.7356252 2.6690892
standard error .69014295 .40555306
Variance-Covariance matrix DTCBSMRG DTCBSMRG .4762973 SLOPE .2781484
chi-square
3.6483
t ratio 6.8618033 6.5813564
SLOPE .2781484 .1644733
degrees of freedom
4
heterogeneity
.91
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.06246 g(.95)=.08869 g(.99)=.15318 Effective Doses LD10
DTCBSMRG
dose .00557
LD25
DTCBSMRG
.00940
LD50
DTCBSMRG
.01682
LD75
DTCBSMRG
.03009
LD90
DTCBSMRG
.05080
LD95
DTCBSMRG
.06950
LD99
DTCBSMRG
.12512
LD**
DTCBSMRG
2.97653
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00355 .00735 .00706 .01129 .01467 .01879 .02649 .03601 .04128 .07062 .05336 .10662 .08591 .23210 1.09338 15.74399
0.95 .00314 .00766 .00654 .01161 .01421 .01917 .02594 .03767 .03999 .07711 .05128 .11964 .08123 .27444 .94293 24.79173
0.99 .00235 .00825 .00546 .01222 .01323 .01995 .02493 .04184 .03778 .09509 .04777 .15766 .07358 .41039 .72697 73.97813
PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs SEMARANG) DTCBSMRG subjects 300 controls 50 log(L)=-179.4 slope=2.669+-.406 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.91 g=.089 LD10=.006 limits: .003 to .008 LD25=.009 limits: .007 to .012 LD50=.017 limits: .014 to .019
43
Lampiran 10 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam.
DRDPRO SLOPE
parameter 4.5852129 2.7870009
standard error .69040427 .41206669
Variance-Covariance matrix DRDPRO DRDPRO .4766581 SLOPE .2827488 chi-square
2.5384
t ratio 6.6413449 6.7634704
SLOPE .2827488 .1697990
degrees of freedom
4
heterogeneity
.63
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.05914 g(.95)=.08398 g(.99)=.14504 Effective Doses LD10
DRDPRO
dose .00785
LD25
DRDPRO
.01297
LD50
DRDPRO
.02264
LD75
DRDPRO
.03952
LD90
DRDPRO
.06526
LD95
DRDPRO
.08810
LD99
DRDPRO
.15470
LD**
DRDPRO
3.21838
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00555 .00978 .01059 .01488 .02039 .02528 .03397 .04959 .05156 .09489 .06590 .14052 .10411 .29443 1.20411 16.13575
0.95 .00507 .01011 .01006 .01522 .01996 .02589 .03317 .05259 .04975 .10482 .06308 .15919 .09811 .34994 1.04032 24.91719
0.99 .00407 .01073 .00892 .01585 .01911 .02723 .03176 .06035 .04667 .13273 .05837 .21419 .08835 .52820 .80419 70.33260
PENGUJIAN RESISTENSI Rhyzopertha dominica TERHADAP FOSFIN (PROBOLINGGO) DRDPRO subjects 300 controls 50 log(L)=-182.5 slope=2.787+-.412 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.63 g=.084 LD10=.008 limits: .005 to .010 LD25=.013 limits: .010 to .015 LD50=.023 limits: .020 to .026
44
Lampiran 11 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Ciamis) dengan Pengamatan 20 jam.
DRDCMS SLOPE
parameter 4.8753646 2.9851841
standard error .69839720 .41783556
Variance-Covariance matrix DRDCMS DRDCMS .4877586 SLOPE .2900369
chi-square
2.2163
t ratio 6.9807907 7.1443992
SLOPE .2900369 .1745866
degrees of freedom
4
heterogeneity
.55
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.05301 g(.95)=.07526 g(.99)=.12999 Effective Doses LD10
DRDCMS
dose .00866
LD25
DRDCMS
.01383
LD50
DRDCMS
.02327
LD75
DRDCMS
.03915
LD90
DRDCMS
.06253
LD95
DRDCMS
.08276
LD99
DRDCMS
.13999
LD**
DRDCMS
2.38089
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00643 .01052 .01161 .01566 .02110 .02585 .03399 .04815 .05038 .08733 .06351 .12520 .09778 .24682 .98497 9.73198
0.95 .00595 .01084 .01112 .01598 .02070 .02644 .03323 .05074 .04873 .09525 .06099 .13951 .09260 .28645 .86242 14.10871
0.99 .00497 .01144 .01006 .01659 .01990 .02774 .03189 .05726 .04592 .11667 .05676 .17975 .08407 .40628 .68183 33.79105
PENGUJIAN RESISTENSI Rhyzopertha dominica TERHADAP FOSFIN (CIAMIS) DRDCMS subjects 300 controls 50 log(L)=-178.7 slope=2.985+-.418 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.55 g=.075 LD10=.009 limits: .006 to .011 LD25=.014 limits: .011 to .016 LD50=.023 limits: .021 to .026
45
Lampiran 12 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Biotrop) dengan Pengamatan 20 jam.
DRDBIO SLOPE
parameter -1.3562809 -1.1068726
standard error .65087457 .38923001
Variance-Covariance matrix DRDBIO DRDBIO .4236377 SLOPE .2515944
chi-square 24.090
t ratio -2.0837822 -2.8437494
SLOPE .2515944 .1515000
degrees of freedom
4
Index of significance for potency estimation: g(.90)=3.3846 g(.95)=5.7409
Effective Doses LD10 LD25 LD50 LD75 LD90 LD95 LD99 LD**
DRDBIO DRDBIO DRDBIO DRDBIO DRDBIO DRDBIO DRDBIO DRDBIO
dose .85602 .24212 .05952 .01463 .00414 .00194 .00047 .00000
limits
0.90
heterogeneity 6.0226
g(.99)=15.787
0.95
0.99
PENGUJIAN RESISTENSI Rhyzopertha dominica TERHADAP FOSFIN (BIOTROP) DRDBIO subjects 300 controls 50 log(L)=-182.4 slope=-1.107+-.389 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=6.02 g=5.741
46
Lampiran 13 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam.
DRDBPRO2 SLOPE
parameter 5.7973893 3.5242514
standard error .73210869 .43860805
Variance-Covariance matrix DRDBPRO2 DRDBPRO2 .5359831 SLOPE .3192517
chi-square
1.5287
t ratio 7.9187550 8.0350815
SLOPE .3192517 .1923770
degrees of freedom
4
heterogeneity
.38
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.04191 g(.95)=.05950 g(.99)=.10277 Effective Doses LD10
DRDBPRO2
dose .00980
LD25
DRDBPRO2
.01458
LD50
DRDBPRO2
.02265
LD75
DRDBPRO2
.03519
LD90
DRDBPRO2
.05232
LD95
DRDBPRO2
.06633
LD99
DRDBPRO2
.10354
LD**
DRDBPRO2
1.14154
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00781 .01147 .01267 .01618 .02080 .02473 .03145 .04104 .04427 .06672 .05412 .08958 .07864 .15615 .58052 3.17219
0.95 .00738 .01176 .01225 .01647 .02045 .02519 .03087 .04259 .04311 .07088 .05242 .09658 .07535 .17316 .52302 4.10874
0.99 .00650 .01231 .01137 .01702 .01976 .02615 .02983 .04627 .04110 .08129 .04949 .11460 .06979 .21924 .43420 7.42356
PENGUJIAN RESISTENSI Rhyzopertha dominica TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs PROBOLIN DRDBPRO2 subjects 300 controls 50 log(L)=-170.1 slope=3.524+-.439 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.38 g=.059 LD10=.010 limits: .007 to .012 LD25=.015 limits: .012 to .016 LD50=.023 limits: .020 to .025
47
Lampiran 14 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica terhadap Fosfin (Biotrop Vs Ciamis) dengan Pengamatan 20 jam.
DRDBCMS2 SLOPE
parameter 5.1189683 3.1812272
standard error .71437533 .42955147
Variance-Covariance matrix DRDBCMS2 DRDBCMS2 .5103321 SLOPE .3050341
chi-square
1.8489
t ratio 7.1656566 7.4059278
SLOPE .3050341 .1845145
degrees of freedom
4
heterogeneity
.46
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.04933 g(.95)=.07004 g(.99)=.12097 Effective Doses LD10
DRDBCMS2
dose .00973
LD25
DRDBCMS2
.01510
LD50
DRDBCMS2
.02460
LD75
DRDBCMS2
.04008
LD90
DRDBCMS2
.06219
LD95
DRDBCMS2
.08090
LD99
DRDBCMS2
.13248
LD**
DRDBCMS2
1.89211
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00752 .01156 .01298 .01687 .02242 .02727 .03495 .04885 .05066 .08496 .06304 .11871 .09476 .22293 .84002 6.75933
0.95 .00704 .01187 .01251 .01719 .02203 .02789 .03420 .05134 .04907 .09203 .06067 .13105 .09003 .25511 .74266 9.41520
0.99 .00605 .01247 .01151 .01779 .02126 .02927 .03285 .05751 .04635 .11077 .05665 .16486 .08219 .34907 .59693 20.38015
PENGUJIAN RESISTENSI Rhyzopertha dominica TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs CIAMIS) DRDBCMS2 subjects 300 controls 50 log(L)=-174.3 slope=3.181+-.430 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.46 g=.070 LD10=.010 limits: .007 to .012 LD25=.015 limits: .013 to .017 LD50=.025 limits: .022 to .028
48
Lampiran 15 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Probolinggo) dengan Pengamatan 20 jam.
DRDPROF2 SLOPE
parameter 6.2070670 3.6758220
standard error .74266529 .44136056
Variance-Covariance matrix DRDPROF2 DRDPROF2 .5515517 SLOPE .3259160
chi-square
1.8364
t ratio 8.3578256 8.3283881
SLOPE .3259160 .1947991
degrees of freedom
4
heterogeneity
.46
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.03901 g(.95)=.05538 g(.99)=.09566 Effective Doses LD10
DRDPROF2
dose .00918
LD25
DRDPROF2
.01342
LD50
DRDPROF2
.02048
LD75
DRDPROF2
.03125
LD90
DRDPROF2
.04571
LD95
DRDPROF2
.05739
LD99
DRDPROF2
.08795
LD**
DRDPROF2
.87835
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00733 .01074 .01162 .01494 .01881 .02223 .02830 .03562 .03946 .05636 .04792 .07451 .06877 .12625 .47322 2.20556
0.95 .00693 .01101 .01123 .01521 .01849 .02260 .02782 .03673 .03854 .05932 .04657 .07947 .06617 .13812 .42987 2.77702
0.99 .00612 .01153 .01040 .01572 .01783 .02335 .02696 .03931 .03692 .06656 .04423 .09191 .06173 .16928 .36198 4.68460
PENGUJIAN RESISTENSI Rhyzopertha dominica TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs PROBOLIN DRDPROF2 subjects 300 controls 50 log(L)=-167.3 slope=3.676+-.441 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.46 g=.055 LD10=.009 limits: .007 to .011 LD25=.013 limits: .011 to .015 LD50=.020 limits: .018 to .023
49
Lampiran 16 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi R. dominica (F2) terhadap Fosfin (Biotrop Vs Ciamis) dengan Pengamatan 20 jam.
DRDBCMSF SLOPE
parameter 4.9013091 2.9535130
standard error .69501864 .41424911
Variance-Covariance matrix DRDBCMSF DRDBCMSF .4830509 SLOPE .2861490 chi-square
2.3017
t ratio 7.0520541 7.1297993
SLOPE .2861490 .1716023
degrees of freedom
4
heterogeneity
.58
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.05322 g(.95)=.07557 g(.99)=.13052 Effective Doses LD10
DRDBCMSF
dose .00807
LD25
DRDBCMSF
.01295
LD50
DRDBCMSF
.02190
LD75
DRDBCMSF
.03706
LD90
DRDBCMSF
.05949
LD95
DRDBCMSF
.07896
LD99
DRDBCMSF
.13433
LD**
DRDBCMSF
2.35502
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00589 .00989 .01072 .01476 .01981 .02426 .03234 .04515 .04819 .08233 .06091 .11849 .09421 .23534 .97216 9.67278
0.95 .00543 .01021 .01023 .01508 .01941 .02479 .03164 .04745 .04665 .08959 .05854 .13175 .08928 .27270 .85098 14.04473
0.99 .00448 .01081 .00918 .01568 .01861 .02592 .03039 .05322 .04401 .10913 .05455 .16893 .08115 .38542 .67248 33.77715
PENGUJIAN RESISTENSI Rhyzopertha dominica TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs CIAMIS) DRDBCMSF subjects 300 controls 50 log(L)=-179.8 slope=2.954+-.414 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=.58 g=.076 LD10=.008 limits: .005 to .010 LD25=.013 limits: .010 to .015 LD50=.022 limits: .019 to .025
50
Lampiran 17 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi Cryptolestes sp. terhadap Fosfin (Biotrop) dengan Pengamatan 20 jam.
DCRYBIO SLOPE
parameter 7.9967285 4.3136459
standard error .88945427 .50585557
Variance-Covariance matrix DCRYBIO DCRYBIO .7911289 SLOPE .4477290
chi-square 12.428
t ratio 8.9906011 8.5274260
SLOPE .4477290 .2558899
degrees of freedom
4
heterogeneity 3.1070
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.19418 g(.95)=.32937 g(.99)=.90572 We will use only the probabilities for which g is less than 0.5 Effective Doses LD10
DCRYBIO
dose .00706
LD25
DCRYBIO
.00977
LD50
DCRYBIO
.01400
LD75
DCRYBIO
.02007
LD90
DCRYBIO
.02775
LD95
DCRYBIO
.03369
LD99
DCRYBIO
.04847
LD**
DCRYBIO
.34444
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00329 .00972 .00577 .01239 .01043 .01674 .01679 .02542 .02260 .04222 .02632 .05865 .03448 .11045 .13752 3.59802
0.95 .00194 .01038 .00405 .01306 .00879 .01762 .01579 .02871 .02152 .05537 .02494 .08518 .03216 .19546 .11513 18.92501
0.99
PENGUJIAN RESISTENSI Cryptolestes spp. TERHADAP FOSFIN (BIOTROP) DCRYBIO subjects 300 controls 50 log(L)=-132.9 slope=4.314+-.506 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=3.11 g=.329 LD10=.007 limits: .002 to .010 LD25=.010 limits: .004 to .013 LD50=.014 limits: .009 to .018
51
Lampiran 18 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi Cryptolestes sp. terhadap Fosfin (Biotrop Vs Klaten) dengan Pengamatan 20 jam.
DCRYBKTN SLOPE
parameter 9.4473659 5.4728699
standard error .92523326 .54338206
Variance-Covariance matrix DCRYBKTN DCRYBKTN .8560566 SLOPE .5004866
chi-square 5.8129
t ratio 10.210794 10.071864
SLOPE .5004866 .2952641
degrees of freedom
4
heterogeneity 1.4532
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.06511 g(.95)=.11043 g(.99)=.30367 Effective Doses LD10
DCRYBKTN
dose .01096
LD25
DCRYBKTN
.01414
LD50
DCRYBKTN
.01878
LD75
DCRYBKTN
.02495
LD90
DCRYBKTN
.03221
LD95
DCRYBKTN
.03753
LD99
DCRYBKTN
.04999
LD**
DCRYBKTN
.23448
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00865 .01274 .01202 .01584 .01691 .02066 .02259 .02837 .02833 .03908 .03222 .04765 .04080 .06949 .14140 .54714
0.95 .00781 .01321 .01123 .01631 .01629 .02128 .02198 .02985 .02744 .04246 .03106 .05289 .03890 .08045 .12600 .80219
0.99 .00488 .01444 .00834 .01760 .01415 .02343 .02032 .03685 .02533 .06156 .02841 .08515 .03477 .15853 .09659 4.83359
PENGUJIAN RESISTENSI Cryptolestes sp. TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs KLATEN) DCRYBKTN subjects 300 controls 50 log(L)=-132.5 slope=5.473+-.543 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=1.45 g=.110 LD10=.011 limits: .008 to .013 LD25=.014 limits: .011 to .016 LD50=.019 limits: .016 to .021
52
Lampiran 19 Hasil Analisis Probit Pengujian Resistensi Cryptolestes sp. terhadap Fosfin (Biotrop Vs Surakarta) dengan Pengamatan 20 jam.
DCRYBSKT SLOPE
parameter 9.0004269 5.0152220
standard error .89316926 .51341125
Variance-Covariance matrix DCRYBSKT DCRYBSKT .7977513 SLOPE .4562922
chi-square 13.649
t ratio 10.076956 9.7684303
SLOPE .4562922 .2635911
degrees of freedom
4
heterogeneity 3.4123
Index of significance for potency estimation: g(.90)=.16252 g(.95)=.27566 g(.99)=.75802 We will use only the probabilities for which g is less than 0.5 Effective Doses LD10
DCRYBSKT
dose .00891
LD25
DCRYBSKT
.01177
LD50
DCRYBSKT
.01605
LD75
DCRYBSKT
.02187
LD90
DCRYBSKT
.02890
LD95
DCRYBSKT
.03415
LD99
DCRYBSKT
.04669
LD**
DCRYBSKT
.25219
limits lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper lower upper
0.90 .00521 .01147 .00814 .01427 .01291 .01884 .01863 .02736 .02390 .04149 .02731 .05407 .03465 .08997 .11775 1.48645
0.95 .00375 .01211 .00656 .01494 .01161 .01983 .01772 .03057 .02284 .05120 .02598 .07134 .03254 .13512 .10112 4.57966
0.99
PENGUJIAN RESISTENSI Cryptolestes sp TERHADAP FOSFIN (BIOTROP Vs SURAKARTA) DCRYBSKT subjects 300 controls 50 log(L)=-129.0 slope=5.015+-.513 nat.resp.=.000+-.000 heterogeneity=3.41 g=.276 LD10=.009 limits: .004 to .012 LD25=.012 limits: .007 to .015 LD50=.016 limits: .012 to .020