Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08
Issn: 2442-2509
TERAPI TESTOTERON DAN LH (Luteinizing Hormone) MENINGKATKAN JUMLAH SEL LEYDIG MENCIT (Mus musculus) YANG MENURUN AKIBAT PAPARAN ASAP ROKOK
I Gede Widhiantara, I Wayan Rosiana Program Studi Biologi, FIKST, Universitas Dhyana Pura Email:
[email protected]
Abstract This study aimed to determine the effect of cigarette smoke on the number of Leydig cells of mice and testosterone and LH in increasing back Leydig cell number decreased as a result of exposure to cigarette smoke. This study is a randomized experimental design pretest-posttest control group design. The sample in this study were adult male mice strain Balb-C age 2-3 months with a weight range of 20-25 grams, 54 mice were divided into three groups: control group of 18 mice (smoke and sterile distilled water therapy), 18 heads mice treated group 1 (smoke and Intramuscular testosterone therapy) and 18 mice treated group 2 (smoke and LH therapy intramuscularly). Before treatment, 6 animals were taken from each group for the pre-test to manufacture microscopic preparations and Pemeclearesticular Leydig cell number. The remaining 12 tails are used for post-test1 treated with cigarette smoke for 35 days and post-test 2 whowerereatedfor30days.The results showed a decrease in the number of Leydig cells was significantly (p <0.05) in the group given a smoke. Once given testosterone and LH showed an increase in the number of Leydig cells significantly compared to the control group were treated with sterile distilled water (P <0.05). Increasing the number of Leydig cells in the group treated with higher LH be compared to the group treated with testosterone (P <0.05). From these results it can be concluded that exposure to cigarette smoke may reduce the number of Leydig cells of mice ddan this state can be restored by testosterone and LH. Keywords: Luteinizing Hormone, hormon testosteron
PENDAHULUAN Meski banyak orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, kebiasaan merokok tidak pernah surut bahkan meluas dan tampaknya merupakan perilaku yang masih ditolerir oleh masyarakat. Bahkan menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar ketiga setelah China dan India. Diperkirakan saat ini sekitar 65 juta penduduk Indonesia atau sekitar 28 % orang Indonesia menjadi perokok (Anonim, 2008). Dalam proses merokok terjadi reaksi pirolisa yang terjadi akibat pemanasan dan keabsenan oksigen sehingga mengakibatkan pecahnnya struktur kimia rokok menjadi senyawa kimia lainnya (Bindar, 2000). Reaksi pirolisa berlangsung pada temperatur yang lebih rendah dari 8000C di bagian dalam rokok. Ciri khas reaksi ini adalah menghasilkan ribuan senyawa kimia yang strukturnya sangat kompleks. Dari ribuan senyawa kimia rokok produk pirolisa, sekitar 100 senyawa dilaporkan bersifat toksik dan mempunyai kemampuan 1
Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08
Issn: 2442-2509
berdifusi dalam darah seperti bahan karsinogen, tar, nikotin, nitrosamine, karbon-monoksida, senyawa PAH (Polinuclear Aromatik Hidrogen), fenol, karbonil, klorin dioksan, dan furan (Rodgman and Perfetti, 2009). Saat ini, lebih dari 70.000 penelitian ilmiah telah menunjukkan hubungan yang positif antara kebiasaan merokok dan terjadinya berbagai penyakit pada jantung, pembuluh darah, sistem pernafasan dan sistem reproduksi (Fowles and Bates, 2000). Beberapa penelitian mengenai gangguan reproduksi pada perokok didapatkan terjadinya penurunan produksi sperma, perubahan morfologi dan motilitas sperma (Trummer et al., 2002). Percobaan pada anjing yang dipapar asap rokok menye-babkan adanya faktor resiko berkembangnya arteriosklerosis pada arteri penis dan arteri pudendal internal sehingga terjadi hambatan aliran darah ke penis yang menyebabkan disfungsi ereksi (Ledda, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Rajpurkar, et al., (2000) tentang paparan asap rokok pada tikus 90 menit setiap hari selama 70 hari didapatkan terjadinya kerusakan dan berkurangnya diameter lumen tubulus seminiferus testis. Penelitian oleh Lin et al., (2007) ditemukan bahwa kebiasaan merokok pada pria juga menurunkan sekresi hormon testosteron. Hormon testeosteron dihasilkan oleh sel Leydig melalui proses yang disebut steroidogenesis. Steroidogenesis dalam sel Leydig dapat dihambat oleh nikotin dan kotinin sehingga terjadi penurunan sekresi hormon testosteron (English et al., 2001; Mendelson et al., 2003). Pengaruh nikotin dalam asap rokok terhadap indeks sel sertoli pada hewan coba tikus dilaporkan oleh Ahmadnia et al., (2007), didapatkan bahwa terjadi penurunan indeks sel sertoli yang terpapar asap rokok selama 10 minggu. Namun pada penelitian tersebut belum dilakukan evaluasi terhadap jumlah sel Leydig. Sel Leydig adalah sel yang berbentuk polyhedral dengan ukuran diameter 15 hingga 20µm. Sitoplasma dari sel Leydig merupakan tempat berlangsungnya steroidogenesis. Pada testis, sel Leydig terletak di ruang antara tubulus seminiferus satu dengan tubulus seminiferus yang lainnya. Sel Leydig merupakan sel yang sangat peka terhadap senyawa kimia toksik dan radikal bebas (Colon, 2007). Hormon lain yang sangat berperan untuk menstimulasi fungsi fisiologis sel Leydig adalah Luteinizing Hormone (LH). berkaitan dengan berkurangnya jumlah sel Leydig atau gangguan feed back mechanism pada poroshipotalamushipofisetestis (Pangkahila, 2007). Penelitian mengenai hambatan sekresi LH pada pria perokok ditemukan bahwa nikotin dalam asap rokok meng-hambat kerja bagian medial basal hipotalamus (Funabashi et al., 2005). Hal ini menimbulkan kurangnya stimulasi LH pada sel Leydig yang akhirnya menurunkan sekresi hormon testosteron pada pria perokok (Olayaki et al., 2008). Fungsi utama LH adalah menstimulasi sel Leydig untuk memproduksi hormon testoseron. Pada pria tua terjadi perubahan fisiologis hormonal, dimana produksi hormon testosteron menurun sebaliknya sekresi LH meningkat. Dimana hal ini Penurunan hormon testosteron menye-babkan berbagai keluhan pada lakilaki. Keluhan dan perubahan fisik serta psikis seperti terjadinya osteoporosis, 2
Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08
Issn: 2442-2509
berkurangnya massa otot, menurunnya libido, dan hilangnya mood disebabkan karena menurunnnya kadar testosteron pada usia tua. Penuaan juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya jumlah sel Leydig penghasil testosteron (Chen and Zirkin, 2000; Pangkahila, 2007). Untuk mengatasi hal ini para ahli mengembangkan beberapa terapi sulih hormon. Seperti terapi sulih testosteron dan LH.Peraparat sulih testosetron dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, suntikan, aplikasi nasal, inplan, dan trans-dermal (Eckardstein and Neischlag, 2002). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi hormon testosteron serta LH dalam meningkatkan jumlah sel Leydig mnecit yang bmenurun akibat paparan asap rokok. Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pengaruh terapi hormon testosteron serta LH dalam meningkatkan jumlah sel Leydig mencit yang turun akibat paparan asapa rokok serta memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kebiasaan merokok bersifat sangat merugikan khususnya pada organ reproduksi yaitu menurunkan sel Leydig pada testis dimana hal tersebut dapat dicegah dengan penghentian merokok dan terapi hormon testosteron atau LH.
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan randomizedbpretest - posttest control group design (Cohen et al., 2007). Subyek dari penelitian ini adalah mencit jantan dewasa, strain Balb-C, sehat, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram dilakukan aklima-tisasi selama tiga hari di tempat penelitian untuk penyesuaian dengan lingkungan. Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini didasarkan pada rumus Pocock (2007). Dalam hal ini, pada masing-masing kelompok terdapat 6 ekor mencit ditambahkan 1 ekor untuk cadangan.Seluruhnya diperlukan 57 ekor mencit jantan. Mencit-mencit dikelompokkan secara random menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok kontrol, kelompok terapi testosteron yang selanjutnya disebut kelompok perlakuan 1, dan kelompok terapi LH yang selanjutnya disebut kelompok perlakuan2. Kemudian dima-sukkan dalam tiga buah kandang kelompok dengan ukuran 35 cm X20 cm X 10 cm (kandang pemeliharaan). Untuk kandang tempat pemaparan asap rokok disediakan enam buah kandang dengan ukuran 40 cm X 20 cm X 25 cm. Kandang tersebut terbuat dari kardus dengan tutup kawat jaring 1 cm yang dibungkus plastik. Kandang dilubangi pada bagian samping untuk memasukkan rokok dan satu lagi sebagai ventilasi. Supaya asap rokok tetap stabil maka rokok dihubungkan dengan selang aerator yang memiliki diameter sesuai diameter rokok. Pada minggu pertama, mencit telah dipisahkan masing-masing ke dalam 3 buah kandang dan diberi nama kelompok kontrol, perlakuan 1 (kelompok terapi testosteron) dan perlakuan 2 (kelompok terapi LH). Sebelum diberi paparan 3
Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08
Issn: 2442-2509
asap rokok 6 (enam) ekor mencit dari masing-masing kelompok dibedah untuk pemeriksaan histopatologi awal (pretest). Kemudian sisa mencit (12 ekor) pada masing-masing kelompok diberi paparan asap rokok selama 35 hari. Pada hari ke-36, 6 ekor mencit pada masing-masing kelompok dibedah untuk pemeriksaan histopatologi (posttest 1). Selanjutnya mencit-mencit pada kelom-pok kontrol diberikan aquabidest steril, pada kelompok perla-kuan 1 diberi terapi testos-teron dosis 0,65 mg/20 g berat badan mencit dan pada kelompok perlakuan 2 diberi terapi LH dosis 13 IU/20 g berat ba-dan mencit secara intramuskular pada ba-gian otot paha (bicep femoris) selama 30 hari. Pada hari ke-66, sisa mencit (6 ekor pada masing-masing kelompok) dibedah untuk dibuat sediaan histologi untuk pemeriksaan histopatologi pada posttest 2. Sediaan histopatologi diker-jakan di Laboratorium Patologi Balai Penyelidik Penyakit Veteriner (BPPV) Denpasar. Data yang diperoleh pada pene-litian ini dianalisis secara analisis deskriptif, uji normalitas memakai test Shapirowilk, uji homogenitas, uji komparabilitas. Karena data berdistribusi normal maka urutan pengu-jiannya yaitu uji homogenitas data yang dipakai Levene’s test dan uji anova digunakan untuk mengetahui efek pemberian terapi testosteron serta LH. Analisis data menggunakan tingkat kepercayaan 95 % atau dinya-takan ber-beda bila p < 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari penelitian ini didapatkan bahwa terjadi penurunan jumlah rerata sel Leydig pada ketiga kelompok yang menerima perlakuan paparan asap rokok (posttest 1) dan terjadi peningkatan kembali pada kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 yang diberikan terapi hormon testosteron maupun LH (posttest 2). Jumlah rerata sel Leydig ± SD Kelompok
Pretest
Posttest 1
Posttest 2
Kontrol
101,58 ± 22,13
52,00 ± 7,07
50,08 ± 6,90
Perlakuan 1
104,25 ± 18,76
52,08 ± 8,10
97,25 ± 8,11
Perlakuan 2
100,33 ± 11,80
47,16 ± 4,13
138,50 ± 7,09
Tabel 1. Jumlah rata-rata Sel Leydig tiap kelompok Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,073 dan nilai p = 0,930. Hal ini berarti bahwa pada semua kelompok pretest jumlah sel Leydig tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05) ditunjukkan pada Tabel 3. Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah sel Leydig antar kelompok sesudah diberikan perlakuan hormon (posttest 2). Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova pada ketiga kelompok posttest 2 menunjukkan bahwa nilai F = 215,065 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa jumlah sel Leydigberbeda secara bermakna (p<0,05) ditunjukkan pada Tabel 4. Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol dilakukan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD).
4
Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08 Kelompok Kontrol dan Perlakuan 1 Kontrol dan Perlakuan 2 Perlakuan 1 dan Perlakuan 2
Beda Rerata
p
47,16
0,000
88,14
0,000
41,25
0,000
Issn: 2442-2509
Interpretasi Meningkat bermakna Meningkat bermakna Meningkat bermakna
Tabel 2. Hasil Analisis Komparasi sel Leydig Sesudah Perlakuan Hormon (Posttest 2) antar Kelompok. Hasil uji paired t-test dari data sel Leydig pretest-posttest 1 kelompok kontrol berbeda secara bermakna (p < 0,05) (Tabel 5) sedangkan pada posttest 1– posttest 2 kelompok kontrol tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05) pada Tabel 6. Hasil ini menunjukkan terjadi penurunan jumlah sel Leydig pada posttest 1 dan tidak terjadi peningkatan jumlah sel Leydig pada posttest 2. Pada kelompok perlakuan 1 hasil uji paired T-test pretest – posttest 1 diperoleh hasil yang berbeda secara bermakna (p<0,05) (Tabel 7) dan pada posttest 1 – posttest 2 juga berbeda secara bermakna (p<0,05) pada Tabel 8. Pada posttest 2 terjadi peningkatan jumlah sel Leydig. Hasil analisa uji paired Ttest Pada kelompok perlakuan 2 pretest-posttest 1 menunjukkan hasil yang berbeda secara bermakna (p<0,05) (Tabel 9) dan begitu pula pada posttest 1 – posttest 2 (Tabel 10). Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan ana-lisis data, mencit jantan yang diberikan perlakuan paparan asap rokok 3 jam per hari selama 35 hari menunjukkan terjadinya penurunan jumlah sel Leydig setelah dipe-riksa secara histopatologi (Tabel 1). Terjadi degenerasi sel Leydig oleh pengaruh agen-agen kimia toksik yang terdapat pada asap rokok yang diberikan secara kontinyu dalam waktu yang cukup lama. Kerusakan sel-sel yang terdapat pada organ reproduksi pria (testis) tidak hanya disebabkan nikotin pada asap rokok. Karena di dalam asap rokok masih terkandung bahan-bahan kimia lain yang berbahaya. Asap rokok yang juga meru-pakan sumber radikal bebas dapat mengaki-batkan kerusakan sel secara umum dengan tiga cara yaitu peroksidasi komponen lipid dari membran sel dan sitosol, yang menyebabkan serangkaian reduksi asam lemak (otokatalisis) yang berakibat kerusakan membran dan organel sel, merusak DNA yang mengakibatkan mutasi DNA bahkan kematian sel, dan modifikasi protein teroksidasi, karena terbentuknya cross linking protein melalui mediator sulfhidril atas beberapa asam amino labil seperti sistein, metionin, lisin dan histidin (Eberhardt, 2001; Kumar et al., 2003). Menurut Chen dan Zirkin (2009) penurunan jumlah sel Leydig pada testis dapat dipengaruhi oleh bertambahnya umur, dimana semakin tua secara histologis sel Leydig banyak menampakkan struktur yang abnormal begitu pula dengan jumlahnya yang juga semakin berkurang. Dengan menghirup asap rokok baik itu secara aktif maupun pasif, akan diikuti oleh absorpsi substansi pada asap tersebut oleh pembuluh darah di paru-paru, dan beredar pada sirkulasi darah dan memungkinkan terjadinya pengendapan 5
Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08
Issn: 2442-2509
dari substansi toksik tersebut pada plasma seminal melaui berbagai cara seperti difusi dan transfor aktif. Yang pada akhirnya substansi tersebut menginduksi terjadinya kematian sel (apop-tosis) seperti yang terjadi pada sel Leydig.(Trummer, et al., 2002). Terjadinya penurunan jumlah sel Leydig pada mencit jantan yang menerima perlakuan paparan asap rokok akan menyebabkan terjadinya penurunan sekresi hormon testosteron secara umum dan secara langsung akan menghambat proses spermatogenesis. Jika keadaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama maka akan menimbulkan dampak infertilitas dan terhambatnya aktivitas reproduksi. Pada pria yang mengalami penurunan sekresi testosteron menyebabkan beragam keluhan berkaitan dengan sistem reproduksi maupun yang tidak terkait reproduksi misalnya terhambatnya pembentukan sperma, penurunan gairah seksual, gangguan ereksi, menurunnya massa tulang dan otot, hingga perasaan depresi (Pangkahila, 2007). Pemberian terapi hormon testosteron pada kelompok perlakuan 1 bertujuan untuk memulihkan kembali jumlah sel Leydig mencit yang telah terpapar asap rokok selama 35 hari. Hasil penelitian menunjukkan setelah diberikan terapi hormon testosteron dengan dosis 0,65 mg/20g berat mencit, tampak jumlah sel Leydig kembali meningkat dengan jumlah lebih tinggi dari kelompok kontrol. Hal yang sama terjadi pada kelompok perlakuan 2 yang diberikan terapi hormon LH dengan dosis 13 IU/20 g berat mencit selama 30 hari (Tabel 1; Tabel 2). Dengan meningkatnya kuantitas sel Leydig fungsional menunjukkan bahwa testosteron mempunyai efek regeneratif dan.tentunya secara langsung akan meningkatkan sekresi hormon testosteron yang tadinya menurun. Hormon androgen khususnya testoseteron memiliki peran sangat penting dalam proses perkembangan organ genetalia serta maturasi sel Leydig. Testosteron membantu mengaktifkan enzim-enzim steroidogenesis seperti P450c17 dan 17β-Hydroxysteroid dehydro-genase (17β-HSD) yang menunjang aktifitas diferensiasi sel Leydig. Peran testosteron dalam diferensiasi dan perkembangan sel Leydig secara umum yaitu; menstimulasi diferensiasi dan perkembangan sel-sel progenitor hingga menjadi sel Leydig dewasa, menjaga proses perkembangan morfologi sel Leydig muda menjadi sel Leydig dewasa, menstimulasi pergerakan sel Leydig dewasa ke tengah-tengah ruang interstisial, dan menghambat diferensiasi sel-sel prekusor untuk menjaga jumlah sel Leydig dewasa tetap konstan (Mendis-Handagama and Ariyaratne, 2001). Hormon LH juga mempunyai efek regeneratif yaitu mampu menstimulasi diferensiasi dan proliferasi sel Leydig. LH membantu mengaktifkan beberapa enzim seperti 3β-HSD, cytochrome P450scc dan P450c17yang esensial bagi aktifitas pem-belahan dan proliferasi sel Leydig muda(Mendis-Handagamaand Ariyaratne, 2001). Pembentukan sel Leydig begitu juga sel Sertoli merupakan tahapan pertama dari perkembangan gonad indeferen dan maskulinisasi dari fetus.Tahapan ini merupakan periode yang kritis dalam perkembangan fungsi organ reproduksi.Maskulinisasi dan fertilitas pada pria tergantung diferensiasi dan perkembangan sel sertoli maupun sel Leydig.Pada masa pubertas peran dari 6
Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08
Issn: 2442-2509
kontrol hormonal sangat penting dalam perkem-bangan struktur serta fungsi organ reproduksi.Gonadotrophin merupakan hormon yang penting dalam regulasi aktivitas sel Leydig. Apabila dibandingkan antara jumlah sel Leydig pada post-test 2 kelompok perlakuan 1 dengan post-test 2 kelompok perlakuan 2 nampak ada perbedaan rerata jumlah sel Leydig di antara kedua ke-lompok tersebut. Nilai rerata sel Leydig pada post-test 2 kelompok 2 memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan rerata sel Leydig pada post-test 2 kelompok 1. Sehingga nampak bahwa pemberian terapi LH lebih efektif dalam meningkatkan jumlah sel Leydig.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Paparan asap rokok dapat menurunkan jumlah sel Leydig.Terapi hormon testosteron dengan dosis 0,65 mg/20 g berat badan mencit dapat meningkatkan kembali jumlah sel Leydig mencit yang menurun akibat paparan asap rokok.Terapi hormon LH dengan dosis 13 IU/20 g berat badan mencit dapat meningkatkan kembali jumlah sel Leydig mencit yang menurun akibat paparan asap rokok.Terapi hormon LH dengan dosis 13 IU/20 g berat badan mencit meningkatkan jumlah sel Leydig mencit yang menúrun akibat paparan asap rokok lebih tinggi dibandingkan dengan terapi hormon testosteron dengan dosis 0,65 mg / 20 g berat badan mencit. DAFTAR PUSTAKA Ahmadnia, H. Ghanbari, M. Moradi, M. R. Khaje-Dalouee, M. (2007).Effect of Cigarette Smoke on Spermatogenesis in Rats.Journal Urology;4:159-63. Anonim, (2008). WHO Report on Tobacco Epidemic 2008. Available at: http://www.who.int/entity/tobacco/mpower/mpower_report_full_2008.pdf accessed: 27 Juni 2010. Bindar, Y. (2000). Ekonomi, Rokok, dan Konsekuensinya. Jurusan Teknik Kimia. ITB. Available from: http://-www. .com/il/nalapralaya/rokok/html. Accessed: 12 Januari 2009. Chen, H. Ge, R. and Zirkin, B. R. (2009). Leydig Cell: From Stem Cell to Aging. Journal of Molucular Cell Endocrinal. 306(1-2): 9-16. Cohen, L. Manion, and L.Morrison, K. (2007).Research Methods in Education.Routledge.Taylor and Francis Group. New York. Colon, E. (2007). Autocrine and Paracrine Regulation of Leydig Cells Survival in The Postnatal Testis. Karolinka Institutet. Stockholm. Eberhardt, M.K. (2001). Reaction of Reactive Oxygen Metabolites with Important Biomolecules, in : Reactive Oxygen Metabolites. Chemistry and Medical Consequences.CRC Press. London. Eckardstein, S. V. and Nieschlag, E. (2002). Treatment of Male Hypogonadism With Testosterone Undecanoate Injected at Extended Intervals of 12 Weeks: A Phase II Study. Journal of Andrology, Vol. 23, No. 3 7
Jurnal virgin, Jilid 1, Nomor 1, Januari 2015, hlm.01-08
Issn: 2442-2509
English, K. M. Pugh, P. J. Scutt, N. E. Channer, K. S. and Jones, T. H. (2001). Effect of Cigarette Smoking on Levels of Bioavalable Testosterone in Healthy Men.Clinical Science.no. 100. pp 661-665. Fowles, J., and Bates, M. (2000). The Cemical Contituents in Cigarettes and Cigarette Smoke: Priorities for Harm Reduction.pidemology and Toxicology Grou. ESR: Kenepuru science Center. Porirua. New Zealand. Funabashi, T. Sano, A. Mitsushima, D. and Kimura, F. (2005). Nicotine Inhibits Pulsatile Luteinizing hormone secretion in Human Males But Not in Human Females, and Tolerance to this Nicotine Effect is Lost Within One week of Quitting Smoking. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 90(7):3908-3913. Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L.(2003). Robbins Basic Pathology, In : Cellular Injury Adaptation, and Death. WB.Saunders. Philadelphia. Ledda A. (2000). Cigarette Smoking, Hypertension and Erectile Dysfunction.Current Medical Ressearch and Opinion. Lin. H. Chen, M. and Wang, P. 2007. Nicotine Decreases Testosterone Production and Leydig Cell Viability Through Cdk5 Hyperactivation. Journal Biology of Reproduction 77, 179-c–180. Mendelson, J. H. Scholar, M. B. Mutschler, N. H. Jaszyna-Gasior, M. Goletiani, N. V., Siegel, A. J. and Mello, N. K. (2003). Effects of Intravenous Cocaine and Cigarette Smoking on Luteinizing Hormone, Testosterone, and Prolactin in Men. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics 307:339-348. Mendis-Handagama, S. M. C. L. and Ariyaratne H. B. S. (2001).Differen-tiation of the Adult Leydig Cell Popu-lation in the Postnatal Testis. Journal Biology of Reproduction 65, 660–671. Olayaki, L. A. Edeoja, E. O. Jimoh, O. R. Ghazal, O. K. Olawepo, A. Jimoh, A G.Rodgman, A. and Perfetti, T. A. 2009. The Chemical Components of Tobacco and Tobacco Smoke.CRC Press.Taylor and Francis Group. USA. Pangkahila, W. 2007.Anti-Aging Medi-cine.Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Pocock, S.J. 2007. The Size of Clinical Trial.In : Clinical Trials a Practical Approach. John Wiley & Sons. New York. Rajpurkar, A. Jiang, Y. Dhabuwala, C. B. Dunbar, J. C. and Li, H. 2002. Cigarette Smoking Induces Apoptosis In Rat Tes-tis. J Environ Pathol Toxicol Oncol.;21:243-8. Trummer, H. Habermann, H. Haas, J. and Pummer, K. 2002. The Impact of Cigarette Smoking on Human Semen parameters and hormones. Human Reproduction Vol.17.no 6. pp 1554-1559.
8