Veterina Medika
Vol. 9, No. 3, Nopember 2016
Pengaruh Pemberian Beta Karoten terhadap Persentase Jumlah Fetus Mencit (Mus musculus) Hidup yang diberi Paparan Asap Rokok Kretek The Influence of Beta Carotene to Live Fetus Percentage in Mice (Mus musculus) That Exposured by Cigarette Smoke Celica Alqurratu Rizqi1, Mas’ud Hariadi2, Sunaryo Hadi Warsito2 Mahasiswa PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga 2 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
1
Kampus C Unair, Jalan Mulyorejo, Surabaya-60115 Telp. 031-5992785, Fax. 031-5993015 Email:
[email protected] Abstract This research was conducted to observe the aplication of different doses of beta carotene toward live fetus percentage in mice (Mus musculus) that exposured by cigarrete smoke. Cigarrete smoke exposured during pregnancy can increase the levels of Reactive Oxygen Species (ROS) that disrupts the physiological maternal pregnancy and embryonic development. Beta carotene was able to reduce levels of ROS which act as antioxidants. This research was used 20 female matured mice and 20 male matured mice. Female mice were divided randomly into five groups and each got four repetitions. Each group was used different dose. First group was negative control and used soya oil, second group was positive control and used soya oil and one cigarette, third group was used beta carotene 32,5 IU / 20 g BW in soya oil and one cigarrete, fourth group was used beta carotene 65 IU / 20 g BW in soya oil and one cigarrete, fifth group was used beta carotene 130 IU / 20 g BW in soya oil and one cigarrete. The experiment given per-orally of beta carotene and exposured cigarette smoke 6 – 15 pregnancy days. The data were analyzed using ANOVA and Duncan test. The result showed that aplication of beta caroten was significantly different for live fetus in mice (P<0.05). Based on the research, the conclusion was that the oral administration of beta carotene can maintain live fetus percentage in pregnant mice (Mus musculus) that exposured by cigarette smoke. Keywords: Beta carotene, live fetus percentage, cigarrete smoke, ROS. Pendahuluan Negara Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbanyak di dunia setelah Cina dan India. Saat ini diperkirakan sebanyak 65 juta orang merokok setiap harinya di Indonesia. Kenyataan ini dipertegas oleh temuan Global Adult Tobacco Survey bahwa
sebanyak 61,4 juta orang dewasa di Indonesia sampai saat ini memiliki kebiasaan merokok. Sebanyak 67,4% diantaranya adalah laki-laki. Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia menyatakan bahwa saat ini jumlah perokok Indonesia sudah
15
Celica Alqurratu Rizqi, Mas’ud H., Sunaryo Hadi W. Pengaruh Pemberian Beta Karoten....
semakin meningkat, bahkan 12,7% telah meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan perilaku merokok (Riskesdas, 2013). Merokok masih merupakan salah satu kebiasaan masyarakat yang sulit untuk dihindari karena dalam rokok terkandung zat yang dapat menyebabkan ketergantungan, seperti: nikotin, tar, formaldehid, amonia, logam kadmium, d i c h l o ro d i p h e n y l t r i c h l o ro e t h a n e (DDT), polonium, hidrogen sianida dan polycyclicaromatic hydrocarbons (PAHs) (Kleemann et al., 2008). Studi kasus di Jepang pada tahun 2006 membuktikan bahwa dampak dari rokok tidak hanya pada perokok namun juga pada lingkungan sekitarnya. Studi tersebut mengkaji tentang hewan kesayangan seperti anjing yang tinggal bersama majikan seorang perokok aktif. Studi kasus membuktikan bahwa 75% hewan kesayangan tersebut mengalami infertilitas. Kasus infertilitas ini dapat dilihat dari viabilitas, morfologi dan motilitas sperma. Kualitas sperma yang kurang bagus tidak akan mampu menembus membran sel telur sehingga bisa dikatakan sperma tersebut infertil (Nakada et al., 2006). Amasha dan Jaredah (2012) menyatakan 88,9% asap rokok berbahaya bagi janin. Dampak merokok pasif bagi janin dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan, congenital neonatal malformation, letak janin sungsang, hipoksia, berat badan lahir rendah dan bayi lahir mati. Lingkungan asap rokokdapat menyebabkan timbulnya berbagai jenis penyakit pada perokok aktif maupunperokok pasif (Ahsan dkk., 2009). Asap rokok merupakan polutan penyumbang radikal bebas terbesar diantara polutan lainnya. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia yang banyak memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Kandungan asap rokok yang berbahaya tersebut seperti: nikotin,
16
karbon monoksida, akrolein, hidrokarbon polisiklik dan N-nitrosamin (Moritsugu, 2006). Produksi radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh dapat memicu terbentuknya stres oksidatif. Stres oksidatif dapat dilihat dengan melakukan pengukuran langsung agen oksidatif seperti produksi Reactive Oxygen Species (ROS) oleh sel darah perifer atau dengan efek stres oksidatif pada target molekul (produk lipid peroksida dan protein teroksidasi) dan respon kapasitas antioksidan dalam plasma. Reactive Oxygen Species (ROS) di dalam tubuh cenderung bereaksi dengan jaringan sehingga menimbulkan reaksi berantai yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Afonso and Champy, 2007 ; Agarwal et al., 2005). Stres oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup dan optimal ke dalam tubuh, sebab antioksidan merupakan senyawa yang dapat meredam dampak negatif radikal bebas antara lain dengan menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memberikan salah satu elektron atomnya. Saat molekul radikal bebas menarik elektron dari molekul antioksidan, radikal bebas tersebut menjadi stabil dan tidak berbahaya bagi sel tubuh (Denisov and Afanas’ev, 2005). Pakar kesehatan percaya bahwa stres sel dapat dikendalikan dengan mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan, misalnya vitamin A, vitamin E, vitamin C, tumbuhan hijau yang mengandung polifenol, buahbuahan, sayuran, seng dan selenium. Dalam penelitian ini menggunakan beta karoten sebagai antioksidan yang tergolong dalam senyawa antioksidan non enzimatis yang larut dalam lemak (Winarsi, 2007). Asupan beta karoten atau karotenoid lainnya dari suplemen maupun makanan tidak menyebabkan toksisitas akut dibanding dengan vitamin A, dosis alternatif yang aman dikonsumsi
Veterina Medika
mencapai 25.000 IU untuk konsumsi sehari-hari selama kehamilan (Bendich, 1988). Kelebihan antioksidan beta karoten dibanding dengan yang lain adalah karena beta karoten mempunyai peranan dalam menangkap radikal bebas peroksil yang disebabkan asap rokok di dalam jaringan, beta karoten juga mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil lalu menetralkannya (Esvandiary dkk., 2007). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beta karoten terhadap persentase jumlah fetus mencit (Mus musculus) hidup yang diberi paparan asap rokok kretek. Metode Penelitian Tempat Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian beta karoten terhadap persentase jumlah fetus mencit (Mus musculus) hidup yang dipapar asap rokok kretek dilakukan di Unit Hewan Coba dan laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit berukuran (23 cm x 17 cm x 9,5 cm), kandang perlakuan paparan asap rokok berukuran (31 cm x 19 cm x 22 cm) dengan satu lubang untuk memasukkan rokok ke dalam kandang dan lubang lainnya untuk aliran udara. Pangkal rokok dihubungkan dengan aerator melalui selang dengan diameter sama dengan diameter rokok agar rokok tetap menyala selama perlakuan (Keumalasari dkk., 2008), gelas ukur 100 ml, mortir, gunting, aluminium foil, botol 125 ml, disposable syringe dengan jarum tumpul (sonde), masker, sarung tangan karet, tempat pakan, tempat minum dan alat dokumentasi.
Vol. 9, No. 3, Nopember 2016
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beta karoten dalam bentuk softgel, rokok kretek berkomposisi tar 38 mg dan nikotin 2,2 mg (Keumalasari dkk., 2008), hormon PMSG dan hCG, minyak kedelai sebagai pengencer, pakan pelet dan air mineral untuk minum. Pembuatan Dosis Beta Karoten Satu softgel beta karoten yang mengandung 25.000 IU diambil isinya dan dituang ke dalam mortir untuk diencerkan dengan minyak kedelai. Beta karoten yang sudah diencerkan dibagi ke dalam tiga dosis berbeda, yaitu P1 adalah setengah dari dosis normal 32,5 IU, P2 adalah dosis normal 65 IU dan P3 adalah dua kali dari dosis normal 130 IU. Persiapan Hewan Coba Hewan coba mencit betina dan jantan strain Balb/c fertil yang sudah dewasa kelamin sebanyak 20 ekor dibagi menjadi lima kelompok perlakuan (K-, K+, P1, P2 dan P3) dan masing-masing kelompok mendapat empat ulangan. Sebelum perlakuan, hewan coba akan diadaptasi selama satu minggu. Kandang mencit terbuat dari wadah plastik dengan alas serutan kayu dan tutup kandang terbuat dari anyaman kawat yang kuat, tahan gigitan dan tidak mudah rusak. Kandang ditempatkan diruangan yang tenang, cukup cahaya, dengan suhu dan kelembaban yang sesuai. Kandang dijaga kebersihannya dan alas serut kayu diganti tiga hari sekali. Penyerentakan Birahi Penyerentakan birahi menggunakan hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan human Chorionic Gonadotropin (hCG). Dosis PMSG 5 IU dan hCG 5 IU dua hari kemudian, setelah itu mencit dikawinkan dan 17 jam kemudian dilakukan identifikasi vagina untuk menemukan adanya sumbat vagina. Betina yang positif
17
Celica Alqurratu Rizqi, Mas’ud H., Sunaryo Hadi W. Pengaruh Pemberian Beta Karoten....
dipisahkan dari jantan dan dihitung umur kehamilan satu hari (Widjiati dkk, 2011). Perkawinan Hewan Coba Mencit dikawinkan dengan cara dikumpulkan dengan satu mencit jantan dalam satu kandang (monomatting). Mencit betina yang sudah kawin dapat diketahui dengan memeriksa sumbat vagina pada 17 jam setelah penyuntikan hormon human Chorionic Gonadotropin. Kopulasi dianggap telah terjadi apabila terdapat sumbat vagina. Pengamatan Jumlah Fetus Induk mencit yang sudah memasuki usia kebuntingan hari ke-18, maka akan dilakukan dislokasi servikal. Setelah dipastikan hewan tersebut mati kemudian dilakukan pembedahan laparotomi untuk mengetahui jumlah fetus dalam uterus. Hasil dan Pembahasan Analisis rerata persentase jumlah fetus hidup kelompok kontrol positif menunjukkan hasil yang signifikan (P<0,05) bila dibandingkan dengan kelompok K- (100%), P1 (100%) dan P2 (100%) tetapi tidak berbeda nyata dengan P3 (77%). Kelompok K+ (55%) merupakan kelompok dengan rerata persentase jumlah fetus hidup paling rendah di antara semua kelompok. Penurunan jumlah fetus hidup dalam satu periode kebuntingan dapat disebabkan karena tingginya kadar ROS akibat paparan asap rokok, sehingga menyebabkan keadaan stres oksidatif dan menimbulkan masalah kebuntingan seperti disfungsi dan apoptosis plasenta. Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan salah satu sinyal penyebab apoptosis (Deshpande et al., 2000). Plasenta yang mengalami apoptosis menurunkan sekresi progesteron yang diperlukan untuk pemeliharaan kebuntingan. Pengaruh hormon
18
progesteron pada sistem reproduksi akan mengakibatkan endometrium menebal dan uterus berkembang sebagai persiapan uterus untuk menampung dan memberi makan embrio serta pembentukan plasenta bila terjadi kebuntingan (Ismudiono dkk., 2010). Progesteron akan dipertahankan mulai dari fertilisasi sampai dengan terbentuknya plasenta pada saat implantasi (Wiknjosastro, 2005). Sehingga hormon progesteron ini sangat penting untuk memelihara kebuntingan. Penurunan jumlah fetus juga disebabkan karena adanya kegagalan perkembangan embrio mencit yang memungkinkan terjadinya kematian embrio dini (early embrio death). Kematian embrio dini mengakibatkan tidak terjadinya implantasi embrio, apabila masih terjadi implantasi maka akan diikuti oleh resorbsi embrio yaitu proses penyerapan embrio oleh dinding uterus. Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kematian embrio dini pada mencit adalah kualitas spermatozoa, gangguan alat kelamin betina, faktor keseimbangan hormonal, faktor pakan dan faktor lingkungan (Hardjopranjoto, 1995). Kandungan asap rokok yaitu nikotin juga dapat merusak fungsi vaskular uterus, sehingga akan menyebabkan resistensi pembuluh darah meningkat dan menurunkan aliran darah ke uterus (Xiao et al., 2007). Pada kelompok P1 dan P2 yang diberi beta karoten kemudian dipapar asap rokok menunjukkan rerata jumlah fetus yang sama dengan kelompok kontrol negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa beta karoten yang diberikan secara bersamaan dengan paparan asap rokok mampu mengurangi kerusakan oksidatif dan gangguan kadar enzim antioksidan pada embrio. Sesuai dengan pernyataan Chunmei et al. (2013) dalam penelitiannya tentang efek beta karoten pada embrio tikus yang diinduksi nikotin. Mereka menyatakan bahwa antioksidan dari beta karoten dapat mencegah gangguan kelainan bahkan kematian
Veterina Medika
pada embrio yang diinduksi nikotin. Mereka juga berpendapat bahwa beta karoten yang diperoleh dalam makanan dapat secara efektif melawan efek buruk dari nikotin dan secara efektif melindungi embrio selama organogenesis akibat induksi nikotin pada paparan asap rokok. Mekanisme perlindungan antioksidan beta karoten dalam menurunkan stres oksidatif akibat paparan asap rokok adalah dengan memutus reaksi berantai peroksidasi lipid tak jenuh dalam otak dan jaringan lainnya, sehingga kandungan nikotin yang dapat menyebabkan Reactive Oxygen Spescies (ROS) dalam asap rokok tidak mampu meningkatkan kadar MDA dan menurunkan aktivitas SOD pada embrio (Chunmei et al., 2013), selain itu kandungan beta karoten juga berpotensi untuk meredam aktifitas singlet oksigen yang memicu terbentuknya radikal bebas. Beta karoten juga dapat bereaksi dengan radikal peroksil yang merupakan zat oksidan dari asap rokok dengan membentuk radikal karotenoid peroksil yang kemudian menjadi karotenoid peroksida (Muchtadi, 2000). Pada penelitian ini dosis 32,5 IU / 20 g BB dan 65 IU / 20 g BB dapat secara efektif mempertahankan jumlah fetus hidup akibat paparan asap rokok dibandingkan pada dosis 130 IU / 20 g BB. Pada penelitian ini ditemukan adanya tapak resorbsi (sisa jaringan embrio berupa gumpalan merah yang tertanam pada uterus) pada kelompok P3 sebanyak dua dan K+ sebanyak lima. Hal tersebut disebabkan karena pada masa organogenesis tidak terdapat lagi sifat totipotensi sel, sehingga sel tidak dapat memperbaiki kerusakan dan tidak terjadi perkembangan selanjutnya. Akibatnya fetus mencit mati dan hanya terbentuk gumpalan merah (Marusin, 2011). Adanya tapak resorbsi juga disebabkan karena nikotin yang terkandung dalam asap rokok dapat menembus plasenta akibat tingginya tingkat cotinine (produk antara yang pasti ada di dalam tubuh perokok
Vol. 9, No. 3, Nopember 2016
dan jumlahnya dapat menunjukkan banyaknya nikotin yang dihisap oleh seseorang) dalam amnion fetus mencit yang dipapar asap rokok (Jauniaux et al., 1999). Resorbsi pada kelompok P3 dikarenakan karotenoid dalam jumlah atau konsentrasi yang tinggi di dalam tubuh justru akan meningkatkan produksi MDA (Palozza, 1998). Selain itu juga ditemukan induk mencit yang mengalami abortus pada kelompok kontrol positif yang diberi perlakuan minyak kedelai dan paparan asap rokok. Tembakau, alkohol, kafein, radiasi, kontrasepsi, toksin lingkungan adalah beberapa zat yang dapat memicu terjadinya abortus. Ketika terjadi fertilisasi maka akan terbentuk zigot yang berkembang menjadi embrio. Embrio akan menempel (implantasi) ke dalam endometrium. Kekokohan dinding endometrium ini akan dipelihara oleh hormon progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum, sehingga konsentrasi progesteron akan meningkat pada masa kebuntingan. Hal ini untuk memelihara kelangsungan perkembangan embrio di dalam uterus. Kadar progesteron yang rendah pada masa kebuntingan dapat mengakibatkan abortus. Defisiensi hormon tersebut akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan berperan dalam peristiwa kematian janin (Cunningham, 2005). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian George (2006) bahwa merokok telah dikaitkan dengan abortus spontan dalam beberapa studi kasus yang dilakukan di negara Swedia. Hasil studi kasus tersebut menunjukkan resiko abortus spontan akan meningkat pada perokok aktif. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pemberian beta karoten terhadap persentase jumlah fetus mencit (Mus musculus) hidup yang diberi paparan asap rokok kretek, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian berbagai
19
Celica Alqurratu Rizqi, Mas’ud H., Sunaryo Hadi W. Pengaruh Pemberian Beta Karoten....
dosis beta karoten terhadap paparan asap rokok dapat mempertahankan jumlah fetus hidup. Daftar Pustaka Afonso, V. and R. Champy. 2007. Reactive Oxygen Species and Superoxide Dismutases : Role in Joint Diseases. Science direct. 74: 324-329. Agarwal, A., S. Gupta and R. K. Sharma. 2005. Role of Oxidative Stress in Female Reproduction. Reproductive Biology and Endocrinology. 3 (28). Ahsan, A., S. W. Wiyono dan W. Wibisana. 2009. Dampak Tembakau dan Pengendaliannya di Indonesia. Lembaga Demografi FEUI. Jakarta. 4-80. Amasha, H. A. dan M. S. Jaredah. 2012. Effect of Active and Passive Smoking During Pregnancy on its Outcomes. J. Health Science. 6(2). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta. Bendich A. 1988. The safety of ß-carotene. Nutr Cancer. 11: 207-214. Chunmei, L., J. M. Yon, A.Y. Jung, J.G. Lee, K.Y. Jung, B.J. Lee, Y.W. Yun and S.Y. Nam. 2013. Antiteratogenic Effects of β-Carotene in Cultured Mouse Embryos Exposed to Nicotine. Evid. B. Comp. and Alt. Med. 1-11. Cunninghm, F. G., Casey, M. Brian, S. Jodi, C. D. Wells, D. D. Mc. Intire, B. William and K. J. Levono. 2005. Subclinical Hypothyroidsm and Pregnancy Outcomes. Obstetrics
20
and Gynecology. 105(2): 239– 245. Denisov, E.T. and I. B. Afanas’ev. 2005. Oxidation and Antioxidants in Organic Chemistry and Biology. CRC Press Taylor and Francis Group. USA. 975. Deshpande, S. S., P. Angkeow, J. Huang, M. Ozaki and K. Irani. 2000. Rac1 Inhibits TNF-α-Induced Endothelial Cell Apoptosis: Dual Regulation by Reactive Oxygen Species. The FASEB. 14: 17051714. Esvandiary, J., M. Utami dan Y. Wijoyo. 2007. Efek Analgetik dan Efek Anti Inflamasi Beta karoten Pada Mencit. J. Penelitian. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. George, L., F. Granath, A. L. Johansson, G. Anneren and S. Cnattingius. 2006. Environmental Tobacco Smoke and Risk of Spontaneous Abortion. Epidemiology. 17(5): 500–5. Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press. Surabaya. Ismudiono, P. Srianto, H. Anwar, S. P. Madyawati, A. Samik dan E. Safitri. 2010. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya. Jauniaux, E., B. Gulbis and G. Acharya. 1999. Maternal Tobacco Exposure and Cotinine Levels in Fetal Fluids in the First Half of Pregnancy. Obstet Gynecol. 93(1): 25-29. Keumalasari, D., Sunarti, K. Eriani. 2008. Pengaruh Asap Rokok terhadap Fetus Mencit (Mus musculus) DYJ Prenatal. J. Natural. 8(1): 10-24.
Veterina Medika
Kleemann, R., S. Zadelaar and R. Kooistra. 2008. Cytokines and Atherosclerosis : A Comprehensive Review of Studies in Mice. Cardiovascular Research. 79: 360-376. Marusin, N., A. Almahdy dan H. Fitri. 2011. Uji Aktivitas Vitamin A Terhadap Efek Teratogen Warfarin pada Fetus Mencit Putih. J. Science dan Teknologi Farmasi. Medan. 617-629. Muchtadi, D. 2000. Sayur‐ Sayuran,Sumber Serat dan Antioksidan Mencegah Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Moritsugu, K. P. The 2006 Report of the Surgeon General: The Health Consequences of Involuntary Exposure to Tobacco Smoke. American J. Prev. Med. 32(6): 542-543. Nakada, K., A. Sato., K. Yoshida and T. Morita. 2006. Male Infertility. 103(41): 15148-15153. Palozza, P. 1998. Prooxidant Actions of Carotenoids in Biologic Systems. Nutr. Rev. 56(9): 257265. Widjiati, A.W. Ratri. dan M. Z. Arifin. 2011. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Krioprotektan Propanediol pada Proses Vitrifikasi terhadap Viabilitas Embrio Mencit Pasca Thawing. Veterinaria medika. 4(2). Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas : Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta. 281 hlm. Winkjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Ina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 45-54.
Vol. 9, No. 3, Nopember 2016
Xiao D., X. Huang, S. Yang and L. Zhang. 2007. Direct Effect of Nicotin on Contractility of the Uterine Artery in Pregnance. J. of Pharmacol and Exsperient Therapeutics. 322: 180-185.
21
Celica Alqurratu Rizqi, Mas’ud H., Sunaryo Hadi W. Pengaruh Pemberian Beta Karoten....
22