The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
TEORI KONSUMSI ISLAM DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT INDONESIA Oleh : Hikmah Endraswati, SE, M. Si1 Latar Belakang Konsumsi merupakan kajian penting dalam perekonomian nasional karena merupakan komponen pokok pengeluaran agregat dan apa yang tidak dikonsumsi atau apa yang ditabung digunakan untuk investasi. Perilaku konsumsi dan investasi adalah kunci untuk mengerti pertumbuhan ekonomi dan siklus usaha. Perekonomian Indonesia pada tahun 2009 masih memiliki tingkat pertumbuhan positif yaitu sekitar 4%. Karena didukung oleh tingkat konsumsi dalam negeri yang cukup signifikan dan perkembangan pasar keuangan derivatif yang belum berkembang maksimal. Rizal B Prasetiyo (2008) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia lebih digerakkan oleh permintaan domestik yang didominasi konsumsi dan investasi. Resesi AS tidak akan terlalu berpengaruh karena paling besar ekspor kita hanya 26% PDB dan sebagian besar yaitu 60% hasil produksi dikonsumsi oleh masyarakat sendiri. Macquarie Securities (2008) menyebutkan bahwa bursa di Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia plus Hongkong mengalami bullish tahun 2008. Karena perekonomian yang bagus dengan trend penurunan suku bunga, tingkat konsumsi yang meningkat, dan pembangunan infrastruktur. Penjelasan tersebut menggarisbawahi peran konsumsi sangat penting karena bagian dari agregat demand dan pendapatan nasional. Hal ini tidak berarti kita menginginkan masyarakat konsumtif. Makalah ini lebih menekankan arti penting konsumsi Islam yaitu dengan mengadopsi prinsip-prinsip konsumsi Islam. Sistematika Teori Konsumsi Islam dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Indonesia 1. Latar Belakang 2. Pembahasan a. Pengertian Konsumsi b. Konsumsi dalam Ekonomi Konvensional : Fungsi Konsumsi, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi, dan Perilaku Konsumen c. Konsumsi dalam Ekonomi Islam : Prinsip Konsumsi dalam Islam, Teori Konsumsi Islam, Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah, Hubungan Terbalik Saving Ratio dengan Final Spending d. Pola Konsumsi Rumah Tangga Indonesia e. Kaitan Teori Konsumsi Islam dengan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Indonesia 3. Kesimpulan Pembahasan a.
b.
Pengertian Konsumsi Menurut Samuelson (2000) konsumsi adalah kegiatan menghabiskan utility (nilai guna) barang dan jasa. Barang meliputi barang tahan lama dan barang tidak tahan lama. Barang konsumsi menurut kebutuhannya yaitu : kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tertier. Konsumsi dalam Ekonomi Konvensional Konsumsi dalam ekonomi konvensional dirumuskan dalam persamaan pendapatan. Menurut Samuelson (2000), Y = C + S, di mana Y = Pendapatan, C = Konsumsi, S = Saving (Tabungan), sehingga S = Y – C. 1. Fungsi Konsumsi Fungsi konsumsi adalah hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan pendapatan disposabel. Titik pada garis konsumsi yang memotong garis 45 derajat menunjukkan jumlah pendapatan disposabel yang impas.
Im
Tabunga
Gambar 1 Fungsi Konsumsi
Fungsi
Y
1
Dosen STAIN Salatiga
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Besar kecilnya konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan disposabel, pendapatan permanen, kekayaan dan faktor-faktor lainnya seperti harapan pada prospek ekonomi yang akan datang dan faktor sosial. 3. Perilaku Konsumen a. Perilaku konsumen menurut principle of diminishing marginal utility dalam Hukum Gossen I dan Hukum Gossen II. b. Memaksimumkan kepuasan, artinya konsumen dapat menentukan preferensi dan pilihannya pada berbagai macam produk yang ada. c. Pengambilan keputusan konsumen, keputusan dibatasi fungsi utilitas dan pendapatan. d. Jeremy Bentham dalam Introduction to the Principles of Morals and Legislation menyatakan bahwa dalam melakukan pilihan, konsumen mendasarkan pada completeness, transitivity, dan continuity. c.
Konsumsi dalam Ekonomi Islam Sifat barang konsumsi menurut Al Ghazali dan Al Shatibi (Zarqa, 1976) dalam Islam adalah At-Tayyibat dan Ar-Rizq. Prinsip konsumsi dalam Islam adalah prinsip keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Monzer Kahf (1981) mengembangkan pemikiran tentang Teori Konsumsi Islam dengan membuat asumsi : Islam dilaksanakan oleh masyarakat, zakat hukumnya wajib, tidak ada riba, mudharabah wujud dalam perekonomian, dan pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan. Konsep Islam yang dijelaskan oleh Hadits Rasulullah SAW yang maknanya adalah, “Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang kamu infakkan.” Maka, Y = (C + Infak) + S, atau Y = FS + S, di mana FS (Final Spending) = C + Infak Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah Asumsi : Praktek riba menjadi tradisi dan zakat wajib dibayarkan. Kasus 1, Budget line (BL) YY menunjukkan keadaan orang tidak mau memakan riba berarti Yt = Yt + riba di mana riba = 0, sehingga Yt+1 = Yt. BL tersebut menunjukkan Yt adalah pendapatan setelah zakat. Titik optimal terjadi pada persinggungan BL dengan indifference curve (IC) yaitu titik R, di mana C + Infak = FS. Kasus 2, BL YY menunjukkan keadaan di mana orang memakan riba, sehingga Yt = Yt + riba, di mana riba > 0, sehingga Yt + 1 > Yt dan orang tidak mengeluarkan zakat atas hartanya, yaitu zakat atas kenaikan hartanya karena riba. Titik optimal terjadi pada persinggungan BL dengan IC yaitu titik R’, di mana tingkat konsumsi dan infaknya sebesar FS. Kasus 2 menghasilkan tingkat FS yang lebih kecil. Jadi dengan riba, terjadi penurunan FS. Kemungkinan terjadi penurunan pada infak. Karena orang cenderung mempertahankan C. Sehingga, infak = f (riba), yaitu semakin besar riba, maka akan semakin kecil infak. Kasus 3, BL YY menunjukkan keadaan di mana orang tidak makan riba, sehingga Yt = Yt + riba, di mana riba = 0, sehingga Yt + 1 = Yt dan orang harus mengeluarkan zakat atas hartanya, dalam hal pendapatan periode pertama yang disimpan saja. Apabila ia tidak melakukan konsumsi dan infak pada periode pertama (FSt = 0), maka Yt + 1 – (Ct + Infak) = St. Zakat dikeluarkan sebesar zSt, di mana z adalah zakat rate. Titik optimal terjadi pada persinggungan BL dengan IC yaitu titik R”, di mana C + Infak = FS. Kasus 3 memiliki tingkat IC lebih rendah karena orang tidak riba tetapi membayar zakat.
Gambar 2 Hubungan Riba dan Sedekah
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
1. Y’
2. R’
3.
Tidak membayar zakat dan tidak ada riba, pendapatan = YY Tidak membayar zakat dan ada riba, pendapatan = YY’ Membayar zakat dan tidak ada riba, pendapatan = YY”
Y
Y” R R”
Y Pada tingkat pendapatan tertentu, FS kasus 3 lebih besar, logikanya ada empat pilihan yaitu mempertahankan konsumsinya, meningkatkan konsumsinya, meningkatkan infaknya dan kombinasi dari ketiga alternatif tersebut di atas. Pendapatan dan Final Spending Final Spending FS FS FS
Gambar 3 Pendapatan dan FS
Pendapatan
Hubungan Terbalik Saving Ratio dengan Final Spending Untuk melihat hubungan antara S dan FS, kita akan menggunakan dua periode, di mana total FS adalah FSt 1 + FSt2, di mana FSt 1 = Y – S dan FSt2 = S – Sz. Karena yang digunakan adalah pola konsumsi dua periode, maka pendapatan diasumsikan hanya muncul pada periode pertama, dan tidak muncul pada periode kedua. Karena itu FSt2 tidak ditemui Yt +1. Pada FSt2 adalah tabungan yang dibentuk pada periode pertama (S) yang harus dikeluarkan dahulu zakatnya sebesar Sz. Karena S = sY, maka FS = (Y – S) + (S – zS), maka FS = (Y – sY)+(sY – zsY) = Y(1 – zs). Berdasarkan persamaan tersebut, ada hubungan terbalik antara saving ratio dengan FS. Semakin besar saving, maka akan semakin besar zakat yang dibayarkan, dan jika tidak ada tambahan pendapatan, maka Z 1 > Z2 > Z3 karena s1 > s2 > s3 sehingga hartanya akan habis dimakan zakat. Karena itu IC menunjukkan I1 < I2 < I3. Zakat adalah instrumen yang memberikan disinsentif untuk menelantarkan harta. Dengan asumsi FS adalah barang normal, maka FS akan semakin besar dengan semakin kecilnya saving ratio.
Gambar 4 Final Spending t1 dan t2
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
FSt 2 I
I I
FSt1 Logika penentuan pilihan rasional konsumsi dalam Islam meliputi halal dan berkah. d.
Pola Konsumsi Rumah Tangga Indonesia Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga. Proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk makanan mengindikasikan berpenghasilan rendah. Contoh : Tabel 1 Distribusi Rumah Tangga Menurut Pola Konsumsi Rumah Tangga, 2000 & 2004 No 1 2 3 4
Pola Konsumsi Pengeluaran untuk Makanan Pengeluaran untuk Perumahan Pengeluaran untuk Pendidikan Pengeluaran untuk Kesehatan Total Pengeluaran Sumber: Susenas 2000 & 2004
2000 63,38% 18,42% 3,68% 4,52% Rp. 383,690
2004 65,54% 15,93% 3,57% 4,77% Rp. 514,913
e.
Kaitan antara Teori Konsumsi Islam dengan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Indonesia Komponen infak merupakan ciri dalam teori konsumsi Islam. Infak memiliki implikasi jangka pendek dan jangka panjang yaitu : 1. Jangka Pendek, komponen infak akan mendorong kegiatan konsumsi masyarakat berpendapatan rendah, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhannya. Kalau konsumsi bertambah, maka agregat demand, agregat supply dan pendapatan nasional akan meningkat. 2. Jangka Panjang, komponen infak akan mendorong peningkatan kegiatan produksi dan akumulasi modal di sektor riil apabila infak disalurkan pada kegiatan produktif untuk menghasilkan barang dan jasa, misalnya melalui pembiayaan Al Qardhul Hasan. Tabel 2 Komposisi Pembiayaan yang Disalurkan Bank Syariah dan UUS (Sumber : BI) Akad 2005 2006 2007 2008 2009 Musyarakah 1,898 4,062 5,578 6,205 5,877 Mudharabah Murabahah Al Qard
3,124 9,487 125
2,335 12,624 250
4,406 16,553 540
7,411 22,486 959
8,347 23,001 1,090
Dengan demikian, teori konsumsi Islam jelas memberikan kontribusi penting bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia. Komponen infak yang tinggi selain bermanfaat bagi orang lain, juga bermanfaat bagi orang itu sendiri karena dengan meningkatkan infak, maka zakat atas hartanya akan semakin kecil atau bahkan tidak membayar zakat karena nisabnya belum terpenuhi. Prinsip-prinsip teori konsumsi Islam memiliki implikasi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia yaitu melalui prinsip keadilan, kesederhanaan, kemurahan hati dan moralitas. Prinsip keadilan, menawarkan pembiayaan al Qardhul Hasan bagi orang yang tidak mampu untuk meminjam di bank syariah. Dengan pembiayaan ini, akan dapat digunakan untuk membuka usaha dan menyerap tenaga kerja. Kesederhanaan yaitu tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi dan lebih menonjolkan komponen infak.
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
Kemurahan hati akan mendorong untuk berbagi dengan orang lain. Moralitas membuat kita mensyukuri apa yang Allah berikan. Kesimpulan Perbedaan konsumsi konvensional dengan konsumsi Islam adalah adanya infak dan lima prinsip konsumsi Islam yaitu keadilan, kesederhanaan, kebersihan, kemurahan hati, dan moralitas. Komponen infak memberi dampak positif bagi diri sendiri yaitu mendapat pahala dan sebagai pengurang zakat yang harus dibayarkan dan memberi dampak jangka pendek yaitu dengan meningkatkan agregat demand. Komponen infak memberi dampak positif bagi orang lain dan dalam jangka panjang meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya melalui penyaluran pembiayaan produktif Al Qardhul Hasan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali, On Economic Issues and Some Ethico-Juristic Matters Having Implications For Economic Behaviour Iqbal., Munawar, 1990, Zakah, Moderation, and Agregat Consumption in an Islamic Economics, JKAU, Islamic Economics, Vol. 2 Kahf., Monzer, 1984, The Islamic Economy : An Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System, Journal Res Islamic Economics, Vol I No2 Karim., Adiwarman Azwar, 2001, Islamic Microeconomics, IIIT, Jakarta Samuelson., Paul, Nordhaus., William D, 2000, Macroeconomics, John Willey & Sons, New York Sudjiyono., Budi, 2008, Prospek Ekonomi Indonesia Pasca Krisis Financial, Elex, Jakarta ………….., Pola Konsumsi Rumah Tangga 2004, BPS, Jakarta .................., Data Bank Indonesia April 2009, Jakarta
Surakarta, 2-5 November 2009