UNIVERSITAS INDONESIA
TELEVISI INDONESIA SEBAGAI INDUSTRI BUDAYA: MEMAHAMI FENOMENA GOYANG CAISAR
MAKALAH NON-SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Nurul Fadjrina 1006711201
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JURNALISME
DEPOK JANUARI 2014
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
PERNYATAAN ORISINALITAS
Makalah Non-Seminar ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
NPM
:1006711201
Tanggal
: 17 Januari2014
Nurul Fadjrina
Penulis
Q.Jurul Fadjrina)
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diaiukan oleh Nama
Nurul Fadjrina
NP]VI
1006711201
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Fakultas
llmu Sosial dan llmu Politik
Jenis Karya
Makalah Non-Seminar
Nanra Mata Kuliah
IndustriKreatif Media
.ludul Karya Ilmiah
Televisi Indonesia sebagai Industri Budaya: Memahami Fenomena Goyang Caisar
Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah dan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia
Dosen Mata
Kuliah : Industri Kreatif Media
fu\rfe',ilt^ar (Dr. Inaya Rakhmani)
Ditetapkan
di
: Depok
Tarrggal : l?
Januari2}l4
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
IIALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PI]RLIKASI TIIGAS AKHIR T]NTUK KBPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademil< Universitas Indonesia, saya yang berlanda tangan di bawah ini:
Nurul Fadjrina 1006711201 Jurnalisme Ilmu l(omunikasi Ihnu Sosial dan Ilmu Politik I(arya Ilmiah: Makalah Non-Seminar
Nama
NPM Program Studi Depaftemen Fakr"rltas
Jerris Karya
demi pengembangan ilmu pengetahuan, rnenyetujui untul< memberil
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (databa,se), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan pemilik Hak Cipta.
Demil
Dibuat
di
: Depok
Padatanggal : l? Januari2014
Y?nq noen'zaf-'rk+r"
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
T'ORMIJI,IR PERSETT]JUAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS Yang bertanda tangan di bawah ini: : Dr. lnaya Rakhmani Nama
NIPNUP
: 198208022410122402
Pernbimbing dari mahasiswa S1: Nama Nr-rrul Fadjrina t0067 t120t NPM F akr"r ltas Ilmu Sosial dari Ilmu Politik Program Studi I I rnur l(om unikasi/ Jurnal i sme Jr-Ldul Naskah Ringkas : Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa, dipelbaiki, dipertimbangkan dan dinyatahan dapat diunggah di Ul-ana (lib.ui.ac.idiunggah) dan (pilih salah satu dengan memberi) tand! silang:
M
Oapat dial<ses clan dipLrblikasikan di UI-ana (lib.ui.ac.id).
I
afun diproses diterbitkan
I
afun diterbitkan
pada Jurnal Prodi/Jr-rrlrsan/Fakr-rltas di UI.
pada prosiding seminar nasional pada Seminar
yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan
I
ntun diterbitkan
.
.
.
tahun
.
tahun
pada Jurnal Nasional, yaitu:
yang diprediksi akan dipublikasil
.
t]
Akan cJitulis clalam bahasa Inggris clan diterbitkan pacla prosiding Konf'erensi internasional yaitu: ,varrg diprediicsi akan
I
dipublikasikan pada bulan
.
. tahun
Naskah ringkas ini baik, dan akan diubah/digabung dengan hasil penelitiarr
lain dan ditulis clalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan ke Jurnal lnternasional, yaitu: dan ahan akan dipublikasikan pada
I
br-rlan
...... tahun
Ditunda publikasi onlinenya karena akan/sedang dalam proses paten/Hl{
Depok,l? Januari 2014
Pembimbing l(arya llmiah
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Televisi Indonesia sebagai Industri Budaya: Memahami Fenomena Goyang Caisar
Nurul Fadjrina
Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Makalah ini berupaya memahami tren replikasi dalam industri televisi Indonesia hari ini dengan mengambil kasus “Goyang Caisar”. “Goyang Caisar”, yang awalnya merupakan satu segmen dalam pogram Yuk Kita Sahur Trans TV, menampilkan para penonton, kru, dan pengisi acara menari bersama mengikuti koreografi yang dipimpin oleh Caisar Putra Aditya, dengan lagu-lagu dangdut sebagai musik latar pengiring „goyang‟ ini. Trans TV kemudian menayangkan siaran ulang Yuk Kita Sahur dalam Best Moments of YKS dan membuatnya menjadi acara tetap melalui Yuk Keep Smile dan YKS, sehingga “Goyang Caisar” pun dapat menyapa pemirsa televisi Indonesia setiap hari dalam seminggu. Dalam setiap acara tersebut, rating dan share yang diperoleh Trans TV terus tinggi. Kesuksesan “Goyang Caisar” ini lantas disusul dengan kemunculan beberapa „goyang‟ lain di acara-acara hiburan televisi Indonesia lainnya. Makalah ini akan berusaha menjelaskan bagaimana fenomena “Goyang Caisar” merupakan salah satu bentuk industri budaya (Adorno & Horkheimer, 2002) dengan praktik imitasi, komodifikasi, serta mass-deception atau pengelabuan massa.
Indonesian Television as Culture Industry: Understanding the Goyang Caisar Phenomenon
Abstract
This paper tries to understand the replication trend in Indonesian television industry today by taking the case of “Goyang Caisar” (Caisar‟s Moves). “Goyang Caisar”, which was initially one of the segments in the program Yuk Kita Sahur Trans TV, shows the program‟s audience, crew, and performers dancing together by following the choreography led by Caisar Putra Aditya, with dangdut songs as its background music. Trans TV then broadcasts the reruns of Yuk Kita Sahur in Best Moments of YKS, and then Yuk Keep Smile and YKS, thus making “Goyang Caisar” available in Indonesian television seven days a week. In each of those programs, Trans TV received a high and steady numbers of rating and share. This success of “Goyang Caisar” is then followed by the emergence of
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
other „dances‟ in Indonesian television. This paper argues that the phenomenon of “Goyang Caisar” is a manifestation of Indonesian television as a culture industry (Adorno & Horkheimer, 2002), especially on the practices of imitation, commodification, and mass-deception.
Keywords: Adorno, Goyang Caisar, culture industry, television, Yuk Kita Sahur, YKS
Pendahuluan
Televisi Politik dan Televisi Komersial Salah satu peristiwa bersejarah yang menandai perkembangan televisi Indonesia adalah tayangan perdana Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada hari peringatan kemerdekaan ke-XVII Negara Kesatuan Republik Indonesia, 17 Agustus 1962 (Sudibyo, 2004, h. 279). Pada saat itu, hal tersebut dinilai oleh sejumlah kalangan sebagai sebuah pameran unjuk prestise dari pemerintah Indonesia yang ingin menunjukkan kecanggihan pelaksanaan dan penayangan peristiwa internasional (Kitley, 2001, h. 84). Tiga tahun setelah TVRI berdiri, yaitu tahun 1965, Orde Lama jatuh dan digantikan oleh Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Kendati demikian, TVRI masih sarat dengan sistem birokratis pemerintah dengan maksud yang sama, yaitu sebagai medium propaganda (Panjaitan, 2006, h. 6). Oleh karena itu, terlihat bahwa sejak kelahirannya, TVRI yang berperan sentral dalam setiap kegiatan komunikasi pemilik pemerintah pada akhirnya lebih berperan sebagai alat propaganda pemerintah (Sudibyo, 2004, h. 98). Menurut Wuryanta (2012), reformasi politik yang kemudian dimulai pada tahun 1998 turut membawa dampak pada reformasi media. Reformasi media sendiri membawa arus liberalisasi penyiaran, yang menyerahkan media penyiaran, sebuah entitas industri sosial budaya, pada mekanisme pasar (Wuryanta, 2012). Perubahan sosial ini menyebabkan media yang tadinya hidup dalam era otoritarianisme menjadi media komersial, di mana semua dapat diizinkan dan didirikan hanya dengan kekuatan modal dan mekanisme pasar persaingan bebas (Sen, 2001; Mosco, 1996).
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 2
TVRI pun disusul oleh kemunculan stasiun-stasiun televisi swasta dengan sistem komersial. Menurut Armando (2011, h. 103), salah satu rangkaian yang mematangkan kebutuhan akan kelahiran televisi komersial adalah bagaimana media massa sendiri sudah semakin tampak sebagai ladang pencarian keuntungan yang sangat menjanjikan. Secara umum, komersialisasi penyiaran mendapat sambutan luas karena adanya ekspektasi akan peningkatan standar dan keberagaman acara yang diberikan. Namun, Kitley (2001, h. 268) juga menyatakan bahwa penonton yang dibangun sebagai konsumen oleh saluran komersial juga dilumpuhkan di saat bersamaan, sehingga penonton menjadi tergantung pada prioritas komersial para pemegang lisensi komersial. Tolok ukur keberhasilan media berpindah ke dalam hal pemasukan iklan. Muatan politik media pun diganti oleh muatan yang dibutuhkan terutama masyarakat kelas menengah kota dan dinilai lebih menguntungkan: hiburan, olahraga, informasi bisnis, gaya hidup, dan sebagainya (Armando, 2011, h. 102).
Yuk Kita Sahur, Yuk Keep Smile, YKS, dan “Goyang Caisar” Salah satu acara hiburan yang terdapat di pertelevisian Indonesia saat ini adalah variety show1 yang mengedepankan unsur komedi, seperti Yuk Kita Sahur, Yuk Keep Smile, dan YKS di Trans TV, Dahsyat di RCTI, Inbox di SCTV, serta Pesbukers dan Campur-Campur di ANTV. Fenomena “Goyang Caisar”, yang merupakan fokus makalah ini sendiri berawal mula dari salah satu program di atas, yaitu Yuk Kita Sahur. Yuk Kita Sahur merupakan siaran di waktu sahur saluran televisi Trans TV pada bulan Ramadan (Juli dan Agustus) tahun 2013 (Puspasari, 2013a). Menurut Andi, produser Yuk Kita Sahur, konsep acara Yuk Kita Sahur adalah “acara komedi, juga ada konsep besarnya tentang agama, akan ada gimmick, sketsa, dan untuk penonton di rumah bisa mengirimkan video joget” (Puspasari, 2013a). Video joget yang dimaksudkan di sini adalah rekaman pemirsa di rumah menari mengikuti koreografi “Goyang Caisar” yang biasa ditampilkan di Yuk Kita Sahur.
1
Menurut Naratama (2006), variety show adalah format acara televisi yang mengombinasikan berbagai format lainnya, seperti talk show, magazine show, kuis, game show, music concert, drama, dan komedi situasi. Variasi acara tersebut dipadukan dalam sebuah pertunjukan dalam bentuk siaran langsung maupun siaran rekaman (h. 109).
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 3
“Goyang Caisar” dipandu oleh Caisar Putra Aditya, yang menari di atas panggung dengan gerakan khas yang ia ciptakan sendiri, diiringi oleh lagu-lagu dangdut. Beberapa lagu dangdut yang paling sering dibawakan untuk mendampingi “Goyang Caisar” adalah “Buka Sithik Joss” atau “Buka Dikit Joss,” “Simalakama,” dan “Kereta Malam.” Setiap pengisi dan kru acara serta para penonton di studio Yuk Kita Sahur akan turut menari bersama mengikuti Caisar.
Gambar 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Potongan-potongan video acara Yuk Kita Sahur yang tayang pada 13 Agustus 2013 memperlihatkan “Goyang Caisar” dilakukan secara bersama-sama oleh pengisi acara, kru, dan penonton di studio. Diadaptasi dari myTRANS, 2013. Diakses Januari 16, 2013, dari http://www.mytrans.com/video/2013/08/16/1/71/328/13746/fenomena-joget-caisar.
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 4
„Goyang‟ bersama yang dipandu Caisar bukanlah satu-satunya koreografi yang dimiliki oleh acara Yuk Kita Sahur. Selain “Goyang Caisar” ada pula beberapa jenis tarian lain yang diciptakan oleh beberapa pemandu acara YKS, seperti“Goyang Oplosan” oleh Soimah 2 dan “Goyang Bang Jali” oleh Deni Cagur3. Masing-masing „goyang‟ diiringi oleh lagu dengan judul yang sesuai dengan namanya, yaitu “Oplosan” dan “Bang Jali”. Selama masa penayangannya, Yuk Kita Sahur menduduki peringkat tertinggi sebagai acara sahur yang paling banyak ditonton oleh masyarakat Indonesia (Rahman, 2013a). Episode terakhir Yuk Kita Sahur bahkan mendapat share sebesar empat puluh lebih dan menempati posisi kedua dari seluruh program (Rayendra, 2013b). Mengikuti logika bisnis, Trans TV kemudian menayangkan ulang siaran-siaran Yuk Kita Sahur dan mengemasnya sebagai Best Moments of YKS yang mengudara pada pagi hari pukul 07.30 WIB dan malam hari pukul 18.00 WIB (Rayendra, 2013a). Animo masyarakat dalam menonton siaran ulang ini ternyata masih tinggi, terlihat dari tayangan malam Best Moments of YKS pada Minggu 25 Agustus yang berada di peringkat dua dengan rating 3.7 dan share 16 (Rayendra, 2013a). Pada 31 Agustus 2013, Trans TV lantas membuat acara baru namun tetap sejenis, dengan pengisi acara dan konsep yang sama, bernama Yuk Keep Smile yang tayang dua kali dalam seminggu (Ichsan, 2013). Terakhir, sebulan kemudian, tepatnya 30 September 2013, Trans TV menambah acara yang serupa dengan nama YKS untuk tayang setiap Senin-Jumat (Puspasari, 2013b). Dengan demikian, “Goyang Caisar” pun siap menemani penonton televisi Indonesia setiap hari dalam seminggu di waktu prime time dengan durasi mencapai tiga jam (“Schedule” 2013). Selain tayangan televisi, produser YKS juga menyelenggarakan acara-acara di ruang terbuka publik. Bandung adalah daerah pertama yang dikunjungi oleh tim YKS untuk menggelar 2
Soimah Pancawati atau biasa dikenal dengan nama Soimah adalah seorang penyanyi dan sinden ternama yang mampu membawakan jenis musik campursari, hip hop, rap, dan pop Jawa. Ia pernah melakukan tur ke Amerika Serikat bersama Jogja Hip Hop Foundation. Soimah juga berperan menjadi presenter di beberapa acara televisi. Acara terbaru yang ia bawakan berjudul Show Imah, yang tayang di Trans TV (“profil Soimah”, t.t.). 3 Denny Wayhudi atau lebih dikenal dengan nama Deni Cagur adalah seorang komedian yang tergabung di dalam grup lawak Cagur. Namanya semakin dikenal karena kepiawannya sebagai presenter berbagai acara dengan ciri khasnya sendiri. Beberapa acara yang pernah dibawakannya antara lain Dahsyat dan Comedy Project (“profil Deni Cagur”, t.t.).
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 5
acara tersebut. Selama dua hari, tepatnya tanggal 26 dan 27 Oktober 2013, warga Bandung didatangi oleh bintang-bintang YKS di Lapangan Pussenif, Jl. WR Supratman. Sebelum acara dimulai, para bintang YKS juga mengadakan temu jumpa serta konvoi untuk menyapa warga Bandung (Puspasari, 2013c). Antusiasme warga Bandung ternyata luar biasa, lebih dari 15 ribu orang datang untuk menonton acara tersebut. Melihat ini, YKS pun ingin kembali mengulang kesuksesan dengan kembali menggelar acara serupa di Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat (Rahman, 2013b). Kesuksesan Yuk Kita Sahur, Best Moments of YKS, Yuk Keep Smile, dan YKS ini lah yang kini menimbulkan fenomena baru di tanah air. Hal tersebut tidak hanya terlihat dari tingginya rating dan share serta animo masyarakat di Bandung dan Jakarta seperti yang telah disebutkan di atas. Penelusuran di situs video YouTube juga menunjukkan bagaimana warga di Wamena, Papua, yang tidak dimonitor oleh Nielsen dan berada di ujung wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ikut melakukan “Goyang Caisar” (supex sk, 2013). Makalah ini berargumen bahwa fenomena “Goyang Caisar” adalah salah satu manifestasi televisi Indonesia sebagai industri budaya. Makalah ini akan berusaha menjelaskan bagaimana fenomena “Goyang Caisar” merupakan salah satu bentuk praktik industri budaya televisi Indonesia yang dapat berujung kepada mass-deception atau pengelabuan massa. Penjabaran tentang hal ini akan disinggung lebih lanjut melalui tinjauan teori dan pembahasan.
Tinjauan Teoritis
Culture Industry Istilah industri budaya atau culture industry pertama kali dikenalkan pada pertengahan abad ke19 oleh Theodor Adorno dan Marx Horkheimer dalam buku mereka yang berjudul Dialectic of Enlightenment. Adorno dan Horkheimer (2002) menggambarkan industri budaya seperti sebuah pabrik dengan ideologi bisnis, di mana produk-produk kebudayaan dibuat oleh para pemilik
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 6
„pabrik‟ yang tidak lagi berpura-pura mengakui bahwa karya-karya yang mereka hasilkan adalah bagian dari seni (h. 94). Praktik keseluruhan dari industri budaya secara gamblang menyalurkan motif pencarian keuntungan melalui bentuk-bentuk budaya (Adorno, 1975, h. 13). Produk-produk budaya di dalam industri dinilai berdasarkan nilai jual mereka dan digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan. Oleh Mosco (2009), hal ini disebut sebagai komodifikasi, yaitu proses transformasi dari benda-benda yang dinilai berdasarkan kegunaannya menjadi produk-produk yang dapat dipasarkan dan dinilai berdasarkan nilai tukarnya (h. 127). Industri budaya menjadikan setiap produk-produk kebudayaan sebagai komoditas yang menganut prinsip-prinsip dasar kapitalisme pasar (Ahmed, 2008, h. 80). Inovasi masih terus terjadi di dalam industri budaya, namun karakteristiknya cenderung sama dan serupa. Karya-karya yang dihasilkan tidak lebih dari reproduksi karya-karya sebelumnya. Apa yang dihasilkan oleh industri budaya saling identik, sehingga satu karya dapat menggantikan karya yang lain (Adorno & Horkheimer, 2002, h. 102). Dengan kata lain, imitasi menjadi sebuah hal yang mutlak di dalam industri budaya. Adorno (1975) berargumen bahwa kesadaran konsumen dalam mengonsumsi produkproduk industri budaya terbagi di antara rasa kegembiraan yang diresepkan oleh industri tersebut dan rasa keraguan yang tersembunyi akan manfaatnya (h. 16). Akibatnya, kalimat “the world wants to be deceived” atau “dunia ingin dikelabui” menjadi sangat tepat untuk menjelaskan keadaan ini. “It may also be supposed that the consciousness of the consumers themselves is split between the prescribed fun which is supplied to them by the culture industry and a not particularly well hidden doubt about its blessings. The phrase, the world wants to be deceived, has become truer than had ever been intended. People are not only, as the saying goes, falling for the swindle; if it guarantees them even the most fleeting gratification they desire a deception which is nonetheless transparent to them. They force their eyes shut and voice approval, in a kind of self-loathing, for what is meted out to them, knowing fully the purpose
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 7
for which it is manufactured. Without admitting it they sense that their lives would be completely intolerable as soon as they no longer clung to satisfactions which are none at all." (Adorno, 1975, h. 16) Di dalam industri budaya, orang-orang dianggap tetap akan terjerumus walau pun mengetahui tipuan yang ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan dalam tesis Adorno, massa dianggap pasif (Ahmed, 2008, h. 80). Mereka menerima pengelabuan yang terjadi atas mereka dan memaksakan diri untuk menikmati tipuan yang disajikan karena merasa tidak memiliki pilihan lain. Efek total dari industri budaya adalah anti-enlightenment atau anti-pencerahan (Adorno, 1975, h. 18). Adorno dan Horkheimer (2002) menyatakan yang terjadi adalah mass-deception atau pengelabuan massa, yang merupakan sarana penghambat dari pencerahan. Hal itu menghalangi pengembangan individu-individu yang otonom dan independen yang menilai dan memutuskan secara sadar untuk diri mereka sendiri (Adorno, 1975, h. 19). Tesis “industri budaya” dirasa penulis tepat untuk menjelaskan fenomena “Goyang Caisar” sebagai salah satu bukti televisi Indonesia sebagai industri budaya.
Metode Penelitian
Makalah ini menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui kajian pustaka, di antara lain buku-buku serta jurnal-jurnal ilmiah, yang menjelaskan tentang industri budaya. Kajian tersebut kemudian dikaitkan pada fenomena “Goyang Caisar” yang ditinjau melalui observasi online tentang “Goyang Caisar”. Menurut mesin pencari Google, terdapat sekitar 2,630,000 hasil yang berkaitan dengan kata kunci goyang caisar, terdiri dari video-video, tulisan blog, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa “Goyang Caisar” merupakan hal yang populer bagi masyarakat Indonesia. Penyajian data di dalam makalah ini bersifat deskriptif serta bertujuan untuk memberikan informasi mengenai fokus makalah mengenai “Goyang Caisar”. Analisis yang digunakan untuk
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 8
kepentingan makalah ini difokuskan pada artikel-artikel berita yang ada di situs-situs media online
“Goyang
Caisar”,
di
antaranya
detikHot
(hot.detik.com),
bintang
Online
(tabloidbintang.com), dan detikNews (news.detik.com). Situs-situs tersebut dipilih karena termasuk di dalam 500 situs terpopuler di Indonesia (“Top Sites in Indonesia”, t.t.), sehingga konsisten dengan popularitas “Goyang Caisar” di televisi. Hal ini juga memudahkan penulis untuk menemukan berita yang relevan dengan “Goyang Caisar”.
Pembahasan
Hampir setiap acara hiburan yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi tanah air kini memiliki sesi „goyang‟ bersama. Dahsyat, acara music variety show di RCTI mempunyai “Goyang Gaspol”. Inbox di SCTV, yang juga merupakan acara music variety show, mempunyai sebuah lagu pengiring yang sama dengan YKS walau dengan koreografi goyang yang berbeda, yaitu “Goyang Kereta Malam”. Campur-Campur, yang tayang di ANTV, mempunyai “Goyang Campur-Campur” (Rayendra, 2013b). Banyaknya acara-acara televisi hiburan Indonesia yang juga mengadopsi sesi „goyang‟ bersama menunjukkan bahwa imitasi dalam bentuk saling jiplak-menjiplak konten benar terjadi. Inovasi masih terlihat, karena koreografi yang ada di dalam “Goyang Oplosan”, “Goyang Bang Jali”, “Goyang Gaspol”, “Goyang Kereta Malam”, dan “Goyang Campur-Campur” tidak persis seperti “Goyang Caisar” dan berbeda satu sama lain. Walau begitu, karakteristik setiap „goyang‟ tetap sama. „Goyang‟ dilakukan secara bersama-sama antara pengisi serta kru acara dan penonton dengan iringan lagu-lagu bernuansa dangdut. Menurut Weintraub (2010), kemunculan televisi-televisi komersial pada era 1990-an memainkan peran dominan dalam menaikkan popularitas dangdut di tanah air. Penggemar dangdut memiliki akses lebih mudah kepada televisi dan hal ini disambut oleh stasiun-stasiun televisi swasta dengan menayangkan video musik, kuis, acara komedi, dan kontes dangdut (Weintraub, 2010, h. 152). Pasar dangdut pun diperluas dari pertunjukan-pertunjukan musik
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 9
langsung di daerah-daerah ke acara-acara yang juga tayang di televisi-televisi di rumah-rumah keluarga menengah ke atas, sehingga dangdut menjadi akrab di telinga beragam kalangan. “Goyang Caisar” yang selalu memakai iringan lagu dangdut pun berhasil sukses. Formula dangdut dan „goyang‟ bersama ini kemudian juga ditiru oleh para produser acara-acara televisi di atas. Para produser tersebut melihat perolehan rating dan share YKS yang tinggi sebagai statistik yang mewakilkan keadaan pasar. Bila dikaitkan dengan penjelasan Mosco (2009) mengenai komodifikasi, dapat dikatakan bahwa para produser acara-acara televisi di atas menganggap produk-produk yang mereka hasilkan beserta konten dangdut dan „goyang‟ bersama di dalamnya sebagai komoditas untuk dipasarkan. Imitasi pun dilakukan demi menambah daya tarik dan nilai jual acara-acara yang mereka produksi di mata pasar. Fenomena “Goyang Caisar” tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat sipil. Tentara Nasional Indonesia (TNI), alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, juga tidak luput dari demam tarian yang dipopulerkan acara Yuk Kita Sahur, Yuk Keep Smile, dan YKS ini. Pada 1 Desember 2013, sebanyak 6,429 prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) wilayah Surabaya beserta keluarganya melakukan “Goyang Caisar” untuk
meraih rekor MURI 4 di Dermaga
Koarmatim, Surabaya, Jawa Timur. Acara yang diadakan untuk memeriahkan peringatan Hari Armada itu dihadiri pula oleh Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono dan Wakil Kepala Staf AL Laksamana Madya TNI Hari Bowo (Nadhiroh, 2013).
4
Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) didirikan pada tahun 1990 sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat untuk menghimpun data dan menganugerahkan penghargaan terhadap prestasi superlatif karsa dan karya bangsa Indonesia demi menegakkan pilar-pilar semangat kebanggaan nasional, mengajak bangsa Indonesia mau dan mampu menghargai karsa dan karya superlatif warga bangsa Indonesia sendiri. (“Tentang MURI”, t.t.)
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 10
Gambar 7. Caisar Putra Aditya memandu “Goyang Caisar” di HUT TNI AL di Surabaya pada 1 Desember 2013. . Diadaptasi dari Suara Karya Online, oleh A. Z. Haq, 2013. Diakses Januari 16, 2014, dari http://www.suryaonline.co/images/armada-timur-bergetar-ribuan-prajurit-joget-caisar.
Gambar 8. TNI AL dan keluarga menari “Goyang Caisar” di Dermaga Koarmatim, Surabaya untuk merayakan Hari Armada pada 1 Desember 2013. Diadaptasi dari Suara Karya Online, oleh A. Z. Haq, 2013. Diakses Januari 16, 2014, dari http://www.suryaonline.co/images/armada-timur-bergetar-ribuan-prajurit-joget-caisar.
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 11
Padahal, bila dikritisi, sebenarnya tidak ada relevansi antara “Goyang Caisar” dengan peran, fungsi, dan tugas TNI. Peran TNI adalah sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara (“Peran, Fungsi dan Tugas,” t.t.). TNI juga memiliki fungsi sebagai alat pertahanan negara dan komponen utama sistem pertahanan negara yang menangkal dan menindak setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa, serta memulihkan kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan (“Peran, Fungsi dan Tugas,” t.t.). Tugas pokok TNI adalah untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (“Peran, Fungsi dan Tugas,” t.t.). Menilik latar belakang pertelevisian Indonesia yang pernah digunakan untuk kepentingan pemerintah, muncul argumentasi bahwa TNI memanfaatkan fenomena “Goyang Caisar” untuk mendapatkan popularitas dan dukungan dari masyarakat. Seneviratne (2012 dalam Rakhmani, 2013) turut mengatakan bahwa musik dangdut pernah berguna sebagai kendaraan politik demi menjangkau masyarakat pada akhir 1980-an. Weintraub (2010) menyebutkan kutipan terkait dangdut yang dikeluarkan oleh menteri Orde Baru, di antaranya “dengan dangdut kita sukseskan pembangunan” oleh Basofi Soedirman 5 (h. 152). Namun, pada musik dangdut tidak terbaca adanya naratif dominan sehingga mampu beradaptasi dengan realitas sosial baru yang kini lebih melibatkan motivasi komersial media ketimbang kepentingan politik rezim tertentu (Seneviratne 2012 dalam Rakhmani, 2013).
5
Basofi Soedirman adalah gubernur Jawa Timur ke-11. Ia terkenal gemar menyanyi dangdut dan pernah mengeluarkan album ciptaannya sendiri yang berjudulTak Semua Laki-Laki. Ia pernah menjadi Komandan Kodim Jember (1977-1978), Asisten Teritorial Kodam IV Brawijaya (1983-1984), Komandan Korem Baladhika Malang (1984-1986), dan Kasdam Kodam I Bukit Barisan (1986-1987). Ia pensiun dari keprajuritan pada usia 47 tahun dengan pangkat Mayjen karena memilih untuk bergabung dengan partai politik Golkar. Sebelum menjadi Gubernur Jawa Timur, ia pernah menjabat sebagai Ketua DPD Golkar DKI Jakarta, kemudian wakil gubernur DKI Jakarta bidang pemerintahan tahun 1987 (“Profil Basofi Soedirman”, t.t.)
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 12
Hal ini sesuai dengan argumen Adorno mengenai mass-deception atau pengelabuan massa. Masyarakat kembali dijadikan sebagai objek yang dinilai pasif dan dapat dikelabui. Masyarakat dikondisikan untuk memercayai bahwa TNI semata-mata menarikan “Goyang Caisar” demi memeriahkan Hari Armada. Fenomena “Goyang Caisar” yang diiringi lagu dangdut akhirnya menjadi salah satu bentuk pencitraan baru yang berkembang, baik karena kepentingan komersial maupun aparatur negara, dengan memanfaatkan bentuk industri budaya pada televisi Indonesia.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa industrialisasi budaya melekat pada pertelevisian Indonesia. Terdapat pola imitasi dan komodifikasi yang terlihat dari mewabahnya konten „goyang‟ bersama dengan iringan lagu-lagu dangdut di berbagai acara-acara televisi Indonesia. Hal ini dilakukan oleh para produser televisi untuk meningkatkan nilai jual acaranya. Namun, juga terlihat tindakan TNI yang memanfaatkan fenomena “Goyang Caisar” sebagai alat untuk meningkatkan popularitasnya di tengah masyarakat Indonesia. Efek yang terjadi adalah mass-deception atau pengelabuan massa, dengan masyarakat sebagai objeknya. Menurut Adorno dan Horkheimer (2002), industri budaya menghambat pencerahan. Apabila praktik industri budaya dalam televisi hiburan Indonesia terus dibiarkan berlanjut dan menguat, bukan tidak mungkin jika masyarakat Indonesia kemudian akan terjebak ke dalam pola pikir konformitas dan tidak dapat mandiri.
Saran
Signifikansi dari tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat agar menyadari praktik-praktik industri budaya yang terjadi di Indonesia melalui fenomena “Goyang
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 13
Caisar”. Studi selanjutnya yang dapat dilakukan sebaiknya meneliti bentuk-bentuk industri budaya lainnya yang mungkin ditemukan di televisi Indonesia untuk mencegah terjadinya efek total dari industri budaya, yaitu anti-enlightenment atau anti-pencerahan seperti yang dijabarkan oleh Adorno (1975).
Daftar Referensi
Adorno, T. W. (1975). Culture industry reconsidered. New German Critique, 12-19. Adorno, T. W., & Horkheimer, M. (2002). Dialectic of enlightenment: Philosophical fragments. California: Stanford University Press. Ahmed, S. S. (2008). Mass mentality, culture industry, fascism. Kritike, 2, 79-94. Armando, A. (2011). Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah kegagalan sistem televisi berjaringan di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Bentang. Ichsan, A. (2013, Agustus 30). Fenomena joget 'Yuk Keep Smile' kembali hadir di Trans TV. Diakses Januari 9, 2014, dari detikHot: http://hot.detik.com/movie/read/2013/08/30/170858/2345483/231/fenomena-joget--yukkeep-smile--kembali-hadir-di-trans-tv Kitley, P. (2001). Konstruksi budaya bangsa di layar kaca. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi. Mosco, V. (1996). The political economy of communication: rethinking and renewal. London: Sage Publications. Mosco, V. (2009). The political economy of communication(2nd ed.). London: SAGE Publications, Ltd. Nadhiroh, F. (2013, Desember 1). 6.429 Prajurit TNI AL Joged Caisar Raih Rekor MURI. Diakses Januari 18, 2014, dari detikNews:
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 14
http://news.detik.com/surabaya/read/2013/12/01/113102/2428811/475/6429-prajurit-tnial-joged-caisar-raih-rekor-muri Naratama. 2006. Menjadi sutradara televisi. Jakarta: Grasindo. Panjaitan, E. L. (2006). Matinya rating televisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Peran, Fungsi dan Tugas. (t.t.). Dalam. Official Website of Tentara Nasional Indonesia. Diakses Januari 16, 2014, dari http://www.tni.mil.id/pages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html Puspasari, D. (2013a, July 3). Sambut ramadan, Trans TV luncurkan 13 program unggulan seru. Diakses Januari 9, 2014, dari detikHot: http://hot.detik.com/movie/read/2013/07/03/180811/2291854/231/sambut-ramadan-transtv-luncurkan-13-program-unggulan-seru Puspasari, D. (2013b, September 30). 'Yuk Keep Smile' siap tayang setiap hari. Diakses Januari 9, 2014, dari detikHot: http://hot.detik.com/read/2013/09/30/203114/2373741/230/yukkeep-smile-siap-tayang-setiap-hari Puspasari, D. (2013c, Oktober 25). 'Yuk Keep Smile' roadshow ke Bandung akhir pekan ini. Diakses Januari 9, 2014, dari detikHot: http://hot.detik.com/movie/read/2013/10/25/194017/2395964/231/yuk-keep-smileroadshow-ke-bandung-akhir-pekan-ini Profil Basofi Soedirman. (t.t.). Dalam Tempo. Diakses Januari 21, 2014, dari http://tempo.co.id/ang/pro/1996/basofi_soedirman.htm Profil Deni Cagur. (t.t.) Dalam Jadwal TV. Diakses Januari 20, 2014, dari http://tvguide.co.id/celebrity/deni-cagur Profil Soimah. (t.t.). Dalam Jadwal TV. Diakses Januari 20, 2014, dari http://tvguide.co.id/celebrity/soimah Rahman, A. (2013a, Agustus 14). Raih rating tertinggi, momen menarik di Yuk Kita Sahur kembali ditayangkan. Diakses Januari 9, 2014, dari bintang Online:
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 15
www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/71379-raih-rating-tertinggi,-momenmenarik-di-yuk-kita-sahur-kembali-ditayangkan.html Rahman, A. (2013b, November 24). Bintang YKS gelar pawai keliling Jakarta. Diakses Januari 9, 2014, dari bintang Online: http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/77516bintang-YKS-gelar-pawai-keliling-jakarta.html Rakhmani, I. (2013, November 24). Siapakah sang „Imperialis‟ budaya? [Tinjauan buku Countering MTV Influence in Indonesia and Malaysia]. Kompas, h. 19. Rayendra, P. (2013a, Agustus 27). Tayang primetime, rerun Yuk Kita Sahur semakin 'menggila'. Diakses Januari 9, 2014, dari bintang Online: http://www.tabloidbintang.com/film-tvmusik/ulasan/71959-tayang-prime%20time,-rerun-yuk-kita-sahur-semakin-menggila.html Rayendra, P. (2013b, Desember 20). Catatan 2013: Tren program hiburan di TV, dari joget, saling bongkar aib, sampai hipnotis. Diakses Januari 9, 2014, dari bintang Online: http://www.tabloidbintang.com/extra/lensa/79192-catatan-2013-tren-program-hiburan-ditv,-dari-joget,-saling-bongkar-aib,-sampai-hipnotis.html Sen, K. (2001). Madonna on Sumba: Notes on an Indonesian film. Dalam A.K. Bagchi (Ed.), Identity, locality, and globalization: experiences of India and Indonesia (hh. 387-399), New Delhi: Indian Council for Social Science Research. Schedule. (2013). Dalam TRANSTV. Diakses Januari 16, 2014, dari http://www.transtv.co.id/index.php/schedule Sudibyo, A. (2004). Ekonomi Politik Penyiaran. Yogyakarta: LkiS. supex sk. (2013, Agustus 30). Kocak dan lucu video goyang caesar versi sk comunity in Wamena city (Papua) [Rekaman video]. Diakses Januari 16, 2014, dari http://www.youtube.com/watch?v=G6CaTcl24wc Tentang MURI. (t.t.). Dalam MURI. Diakses Januari 16, 2014, dari http://www.muri.org/tentangkami/
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 16
Top Sites in Indonesia. (t.t.). Dalam Alexa. Diakses Januari 20, 2014, dari http://www.alexa.com/topsites/countries/ID Weintraub, A. N. (2010). Dangdut stories: A social and musical history of Indonesia's most popular music. New York: Oxford University Press USA. Wuryanta, A. G. E. W. (2012). Televisi Jakarta di atas Indonesia: Diatur atau diakomodir? [Tinjauan buku Televisi Jakarta di Atas Indonesia]. Jurnal Komunikasi Indonesia, volume 1 no. 2, 139-142.
Televisi Indonesia ..., Nurul Fadjrina, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 17