The 2010 Greater Jakarta Transition to Adulthood Study Policy Brief No. 4
Telepon Selular, Internet, dan Sentuhan Media Hull, Anna Reimondos, dan Ariane Utomo Iwu Dwisetyani Utomo, Peter McDonald, Terence Dunia generasi muda (usia 20‐34 tahun) semakin dikuasai oleh transformasi pengaruh digital. Telepon selular dan dalam beberapa hal penggunaan intenet sudah menjadi kebutuhan sehari‐hari. Akses ke Facebook, blogs, Twitter, You Tube, dan penggunaan Google untuk memperoleh informasi sudah menyebar dengan cepatnya di kalangan kaum muda. Sebagian anak muda Indonesia menggunakan media elektronik untuk selalu berhubungan dengan teman‐temannya di seluruh dunia, memperbaharui informasi status pribadinya, mencari peluang pendidikan dan pekerjaan, membeli dan menjual produk secara online dan memasarkan produk untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Sebagian lainnya menggunakan internet untuk berpacaran dan mencari pasangan. Para pecandu digital tidak pernah meninggalkan rumah tanpa telepon selular dan menggunakan sebagian besar hari‐harinya untuk berhubungan dengan teman‐temannya melalui SMS.
berasal dari latar belakang keluarga kaya dimana jejaring sosial dapat meningkatkan modal sosial seseorang (Hargittai and Hinnant, 2008). Popularitas mengakses internet lewat telepon selular meningkat tajam di Jepang, dimana hampir semua warganya lebih suka mengakses internet lewat telepon selular daripada lewat komputer (Ishii, 2004).
Tujuan ringkasan kebijakan (policy brief) ini adalah untuk mengevaluasi bagaiamana kaum muda di Jakarta dan sekitarnya menggunakan telepon selular, internet, dan media lainnya. Maksudnya adalah mengevaluasi pola dan tujuan penggunaannya di kalangan kaum muda untuk diskusi kebijakan.
Telepon Selular
Survei “2010 Greater Jakarta Transition to Adulthood” dengan jumlah – reponden 3.006 – mengungkapkan bahwa 85 persen responden memiliki telepon selular. Kepemilikan telepon selular berhubungan erat dengan tingkat pendidikan; 60 persen responden yang
Kondisi ini dicerminkan oleh pengalaman rekan‐ rekannya di negara‐negara maju , khususnya mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan
1
kali dalam seminggu. Frekuensi penggunaan internet sangat berkaitan dengan jenis kelamin, usia, dan pendidikan (Figur 2, 3 and 4). Umumnya laki‐laki, mereka yang berusia awal sampai dengan pertengahan 20an, dan berpendidikan tinggi lebih sering menggunakan internet. Lebih dari setengah responden yang berpendidikan diploma, dan lebih dari duapertiga yang berpendidikan sarjana menggunakan intenet setiap hari dibandingkan kurang dari lima persen responden yang berpendidikan sekolah dasar atau kurang. Telepon selular merupakan alat yang paling umum digunakan untuk mengakses internet. Di kalangan pengguna internet, tiga tujuan yang paling umum adalah situs jejaring sosial, email, dan mencari informasi umum (Figur 5).
berpendidikan sekolah dasar atau kurang, memiliki telepon selular dibandingkan dengan lebih 97 persen mereka yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Di antara mereka yang memiliki telepon selular, sekitar 30 persen mengakses internet lewat telepon tersebut sekurang‐kurangnya seminggu sekali. Mereka yang berpendidikan lebih rendah secara signifikan lebih rendah pula frekuensinya dalam mengakses internet lewat telepon selular.
Internet Enam dari 10 responden tidak pernah mengakses internet. Di antara mereka yang pernah mengakses internet, sebagian besar (85%) sangat sering melakukannya, setiap hari atau beberapa
2
Analisis lebih lanjut dengan menggunakan model regresi logistik (logistic regression) mengkaji alasan penggunakan intenet. Analisis tersebut mengungkapkan hanya sedikit perbedan antara laki‐laki dan perempuan untuk alasan penggunaan internet. Perbedaan besar ada di antara kelompok umur dimana alasan yang berkaitan dengan mencari pendidikan dan pekerjaan lebih banyak dikemukan oleh responden muda (20‐24 tahun).
Dalam hal pendidikan, mereka yang ber‐ pendidikan lebih tinggi cenderung menggunakan internet untuk berbagai alasan, namun email merupakan alasan yang paling banyak. Kemungkinan sesorang yang berpendidikan tinggi menggunakan email dan meningkatkan pendapatan hampir 5 kali kemungkinan mereka yang berpendidikan sekolah menengah atas atau kurang untuk masing‐masing alasan tersebut. 3
Sebagaimana diduga, responden yang mengang‐ gur secara signifikan lebih banyak menggunakan internet untuk mencari pekerjaan dibandingkan pekerja tingkat menengah dan pelajar yang menggunakan internet lebih banyak untuk hal‐hal yang berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan pendapatan. Kami juga mengkaji apakah sentuhan media dan TV berhubungan dengan penggunaan internet. Hasilnya menunjukkan bahwa membaca koran berhubungan dengan penggunakan internet untuk memperoleh berita dan informasi, sedangkan sentuhan TV tidak ada hubungannnya dengan penggunaan internet.
kecuali di tempat kerja. Perbedaan tingkat pendidikan dalam hal akses internet terjadi secara konsisten di semua tempat tetapi perbedaan yang besar terutama di tempat kerja, rumah, dan penggunaan intenet melalui telepon selular (Tabel 1). Akses internet dan penggunaannya melalui telepon selular dan mereka yang sering mengakses internet dari rumah berhubungan erat dengan tujuan untuk mengakses jejaring sosial, mencari berita dan informasi, meningkatkan pendapatan, dan juga mencari informasi yang berkaitan dengan keagamaan.
Akses Internet
Sentuhan Media Cetak
Perempuan lebih kecil kemungkinannya menggunakan internet di rumah, rumah teman, dan warung internet. Di kalangan pengguna telepon selular, juga terdapat perbedaan gender dalam penggunaan telepon selular untuk mengakses internet, namun di kalangan pekerja tidak ada perbedaan gender yang signifikan dalam hal penggunaan internet di tempat kerja. Mereka yang berusia 20‐24 tahun secara jelas paling banyak menggunakan internet di semua tempat,
Kelihatannya koran bukanlah media yang populer bagi kaum muda karena hanya 18 persen laki‐laki dan 8 persen perempuan membaca koran setiap hari. Pola perbedaan gender, yang telah diduga sebelumnya, ditemukan pada majalah olahraga/ otomotif yang dibaca lebih banyak oleh laki‐laki dibandingkan perempuan yang lebih banyak membaca majalah wanita (Figur 6).
4
Sentuhan Tayangan TV
Semua Jenis Media
Secara statistik pola menonton TV berbeda antara laki‐laki dan perempuan. Umumnya, lebih banyak perempuan yang menonton tayangan opera sabun Indonesia (sinetron), infotainmen (gosip selebriti), dan program keagamaan setiap harinya. Satu pengecualian adalah tayangan dari Barat, dimana proporsi laki‐laki yang menontonnya lebih banyak dibandingkan perempuan. Tidak seperti tayangan‐ tayangan TV lainnya, pola menonton tayangan dokumenter dan realitas antara laki‐laki dan peremuan hampir sama (Figur 7).
Kajian lebih lanjut dilakukan untuk melihat apakah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan berhubungan dengan konsumsi berita dan isu‐isu terkini, informasi keagamaan, menonton program dari Barat, dan juga gosip selebriti dan musik pop dari kombinasi berbagai sumber media (membaca koran dan majalah, menyaksikan TV, dan mendengarkan radio). Hasilnya menunjukkan bahwa responden perempuan lebih sedikit membaca koran, 18 kali lipat lebih banyak membaca majalah wanita, enam kali lipat menonton gosip selebriti dan empat kali lipat menonton sinetron di TV. Responden yang berstatus pelajar/mahasiswa dua kali lipat kemungkinannya dibandingkan lainnya mendengarkan berita nasional, menonton film dokumenter dan isu‐isu terkini, membaca majalah olahraga, otomotof dan teknologi informasi dan mendengar musik pop. Mereka yang bukan pelajar/mahasiswa dan tidak bekerja lebih banyak menonton gosip selebriti dan sinetron di TV.
Sentuhan Berita dan Program Radio Figur 8 menunjukkan distribusi persentase responden menurut jenis kelamin dan sentuhan jenis program radio tertentu. Kelihatannya mendengar berita nasional lebih populer bagi generasi muda (46% laki‐laki dan 49% perempuan) daripada mendengarkan berita luar negeri (5.6% laki‐laki dan 3.3% perempuan).
5
6
dibandingkan tontonan TV. Dengan demikian, penyediaan infromasi pendidikan dan berita‐beita terkini lebih efektif melalui TV. Meskipun tayangan opera sabun dan gosip selebriti sangat menyenangkan, namun itu tidak akan memperbaiki masa depan mereka yang sedang menganggur dan tidak sekolah.
Diskusi untuk Kebijakan Mengakses dan menggunakan internet berhubungan erat dengan tingkat pendidikan, status pekerjaan, juga berhubungan erat dengan apakah responden mempunyai telepon selular yang dapat mengakses internet atau mempunyai akses internet di rumah. Responden yang mempunyai karakteristik di atas cenderung lebih banyak menggunakan internet untuk tujuan mengakses jejaring sosial, mencari informasi umum dan berita, dan meningkatkan pendapatan. Saat ini sekolah‐sekolah dasar negeri mempunyai akses dan penggunaan internet yang lebih terbatas dibandingkan sekolah‐sekolah dasar swasta elit. Pengadaan computer di sekolah‐ sekolah negeri akan membantu mempersempit kesenjangan antara anak‐anak dari keluarga kaya dan anak‐anak dari keluarga miskin. Pengadaan komputer ini akan meningkatkan hasil mutu modal manusia di masa depan dimana bentuk‐ bentuk komunikasi elektronik akan membudaya. Media cetak, terutama koran, tidak lagi populer
Referensi
Hargittai, E. and Hinnat A. 2008. “Digital inequality differences in young adults’ use ogf the internet”, Communication Research, Vol. 35/5, p. 602‐621.
Ishii, K. 2004. “Internet use via telepon selular in Japan”. Telecommunication Policy 28, p. 43‐58. (Judul naskah asli: “The 2010 Greater Jakarta Transition to Adulthood Study, Policy Brief No.4, Mobile Phone, Internet, and Media Exposure”. Diterjemahkan oleh Toto Purwanto).
7
yang berusia antara 20‐34 tahun yang tinggal di RT tersebut. Dari setiap RT yang terpilih, dipilih 11 responden dengan menggunakan sampel acak sederhana (simple random sampling). Dengan menerapkan metode sampling tersebut terpilih sebanyak 3.006 responden.
Tim Peneliti
Australian Demographic and Social Research Institute‐ Australian National University (ADSRI‐ANU): • Dr. Iwu Dwisetyani Utomo (Kepala/Peneliti Utama I) • Prof. Peter McDonald (Peneliti Utama II) • Prof. Terence Hull (Peneliti Utama III) • Anna Reimondos • Dr. Ariane Utomo
Dua daftar pertanyaan digunakan dalam penelitian ini. Daftar pertanyaan pertama ditanyakan pada responden dengan menggunakan teknik wawancara mendalam yang dilakukan oleh pewawancara yang sudah dilatih. Daftar pertanyaan pertama meliputi pertanyaan‐ pertanyaan tentang keadaan demografis dari responden dan juga tentang latar belakang orangtua responden dan suami/istri bagi responden yang sudah menikah. Dalam daftar pertanyaan yang pertama ini ditanyakan tentang: sejarah pendidikan, pekerjaan dan migrasi; pendapatan dan keadaan ekonomi; kondisi pekerjaan; tempat tinggal; hubungan dengan lawan jenis dan pernikahan, jumlah anak, KB dan aborsi; kesehatan fisik dan mental serta kebahagiaan; tingkah laku merokok dan mimum minuman keras; keimanan, serta afiliasi pada organisasi keagamaan dan organisasi politik; norma‐norma tentang gender, nilai anak dan pandangan‐pandangan terhadap keadaan dunia.
Pusat Penelitian Kesehatan‐Universitas Indonesia: • Dr. Sabarinah Prasetyo • Prof. Budi Utomo • Heru Suparno • Dadun • Yelda Fitria
Asian Research Institute‐National University of Singapore (ARI‐NUS): • Prof. Gavin Jones
Bila ada pertanyaan tentang policy brief ini dapat ditanyakan melalui e‐mail pada:
[email protected] atau
[email protected]
Untuk menjaga kerahasiaan responden, daftar pertanyaan kedua yang berisi pertanyaan‐pertanyaan yang lebih sensitif, diisi sendiri oleh responden. Daftar pertanyaan ini diberikan pada responden dalam amplop dan dikembalikan pada interviewer setelah responden selesai menuliskan jawabannya. Untuk daftar pertanyaan yang kedua ini pertanyaan‐ pertanyaan yang ditanyakan meliputi perilaku seksual, praktek‐praktek seks yang aman, pengetahuan tentang STDs/HIV/AIDS, akses pada pelayanan kesehatan reproduksi, dan pegunaan narkoba. Setelah survei selesai dilakukan, 100 responden dipilih secara random dan kemudian dilakukan wawancara yang mendalam terhadap responden yang terpilih tersebut.
Deskripsi Studi dan Survei Transisi Penduduk Usia Muda 2010 di JATABEK Penelitian tentang transisi penduduk usia muda (20‐34 tahun) ini dilakukan di JATABEK. Penelitian yang dibiayai oleh Australian Research Council, WHO, ADSRI‐ ANU dan ARI‐NUS, merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di Indonesia. Penarikan sampel dilakukan dalam dua tahap dengan metode gugus (cluster) dan dengan memakai metode probabilitas proporsional (probability proportional to size‐PPS). Pada tahap pertama, ditarik 60 kelurahan dengan menggunakan PPS. Pada tahapan kedua, dari setiap kelurahan yang sudah dipilih, 5 Rukun Tetangga dipilih dengan menggunakan sampel acak sistematis (systematic random sampling). Dari 300 RT yang terpilih kemudian dilakukan sensus dan pemetaan. Sensus rumah tangga tersebut dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang umur, jenis kelamin, status pernikahan dan hubungan dengan kepala rumah tangga. Sensus ini dilakukan untuk semua anggota keluarga. Dari hasil sensus ini diperoleh daftar dari semua calon responden
Berdasarkan hasil analisa peneltian ini akan dihasilkan sejumlah policy brief dan bila mendapatkan dana maka survei ini akan diulang setiap 3 tahun sekali selama 10 tahun dengan mewawancarai responden yang sama untuk mengikuti perubahan‐perubahan yang terjadi pada responden sehubungan dengan transisi kehidupannya dalam bidang karakteristik demografi responden, pendidikan dan karirnya.
Acknowledgement: Policy brief ini didanai oleh AusAID melalui Australian Development Research Award, Ford Foundation, ADSRI‐ANU dan BAPPENAS.
8