Teknologi dan Instalasi Subsea
oleh Ato Suyanto
Buku Pintar ini diterbitkan untuk pembelajaran masyarakat minyak dan gas Indonesia. Dilarang menyadur, memperbanyak dan menyebarkannya untuk tujuan komersial.
E Eddiissii 11 U Unnttuukk B Buukkuu P Piinnttaarr M Miiggaass IInnddoonneessiiaa 22000088
Daftar Isi 1. Pendahuluan
3
2. Jenis Pengembangan Proyek Subsea 2.1 Tieback ke FPSO 2.2 Tieback ke Fixed Platform 2.3 Tieback ke Onshore
5 5 7 8
3. Sistem Produksi Subsea 3.1 Tree 3.2 Konfigurasi Sumur 3.3 Flowline dan Jumper 3.4 Manifold 3.5 Sistem Koneksi 3.6 Pipeline 3.7 FTA 3.8 Riser
10 10 12 14 14 15 18 21 21
4. Teknologi Pemrosesan Subsea 4.1 Multiphase boosting/Pumping 4.2 Separasi 4.3 Gas Boosting/Compression 4.4 Teknologi Flow Metering 4.5 Flow Metering Subsea 4.6 Sistem Pemrosesan Subsea
26 27 30 32 33 35 36
5. Sistem Kontrol Produksi Subsea 5.1 Jenis-jenis Kontrol Subsea 5.2 Subsea Control Module 5.3 SUTU dan SDU 5.4 Umbilical 5.5 Flying Leads 5.6 TUTU dan Peralatan di Sekitarnya 5.5 Sistem Penunjang Kontrol
41 41 43 44 45 45 46 46
6. Operasional Subsea 6.1 Diving 6.2 Jenis ROV 6.3 Komponen Sistem ROV 6.4 Peralatan (Tooling) 6.5 AUV
47 47 49 50 51 52
7. Singkatan dan Akronim
55
8. Referensi
57
2/57
X
Pendahuluan
Subsea adalah istilah yang digunakan untuk mengacu kepada peralatan, teknologi, dan metoda yang dipakai untuk mengexplorasi, mengebor, pengembangan dan operasi sebuah lapangan migas yang berada di bawah permukaan air. Bisa untuk daerah yang dangkal (shallow) atau laut dalam (deepwater). Ada banyak alasan mengapa instalasi subsea yang dipilih untuk memproduksi miyak dan gas, antara lain: • Memungkinkan untuk mengeksploatasi ladang minyak yang marginal • Memungkinkan untuk memproduksi dari laut yang lebih dalam • Kapasitasnya lebih fleksibel untuk dikembangkan secara bertahap atau menambah umur lapangan • Adanya pembatasan yang berhubungan dengan lingkungan hidup atau estetika Disamping sisi yang menguntungkan di atas, ada pula sisi yang lain yang perlu diperhatikan: • Instalasi subsea lebih kompleks • Perlu reliabilitas yang tinggi • Beberapa teknologi masih dalam tahap pengembangan, belum terbukti. Ada dua faktor yang menentukan dalam pengembangan subsea ini, yaitu kondisi pengembangan: lokasi geografik (kedalaman), infrastruktur terdekat dan topografi. Faktor ini yang akan menentukan besarnya kapital yang akan diperlukan. Yang kedua adalah karakteristik operasi: karakteristik reservoir, proses yang dibutuhkan, karakteristik aliran, karakteristik fluida, dst. Faktor ini akan lebih menentukan besarnya biaya operasi yang dibutuhkan. Diperkirakan 5-10% cadangan minyak dunia berada di bawah laut dan saat ini diperkirakan sekitar 30% dari produksi total migas berasal dari lepas pantai. Maka pengembangan subsea menjadi salah satu teknologi alternatif yang menarik mengingat cadangan di darat mulai menipis. Trend pengembangan subsea/deepwater ini bisa dilihat dari proyeksi produksi dari tabel berikut.
Tabel 1. Proyeksi produksi deepwater Teknologi subsea sangat berhubungan erat dengan laut dalam (deepwater) meskipun di tempat tertentu subsea dikembangkan di laut yang dangkal juga. Untuk laut dalam teknologi ini berkembang pesat di Gulf of Mexico (GOM), Amerika Serikat dengan equity acreage sekitar 52,000 km2, Pantai Timur Amerika Selatan (310,000 km2), Eropa (106,000 km2), Afrika Barat (315,000 km2), Asia (71,000 km2) dan Australia (35,000 km2).
3/57
Perusahaan-perusahaan minyak dan gas yang sekarang aktif mengembangkan teknolgi subsea dan deepwater ini terlihat pada tabel berikut dilihat dari sudut pandang jumlah sumurnya pada 2005.
Tabel 2. Operator teknologi subsea Pengembangan subsea dimulai di lapangan minyak Gaviota milik Chevron di lepas pantai California pada 1962. Sekarang tempat terdalam yang sudah dikembangkan adalah Toledo di Teluk Mexico (3050 meter). Tabel berikut adalah gambaran singkat mengenai kedalaman dari berbagai proyek di seluruh dunia.
Tabel 3. Trend kedalaman air dalam proyek deepwater/subsea
4/57
Y
Jenis Pengembangan Proyek Subsea
Seperti halnya proses pruduksi pada lapangan produksi migas pada umumnya, dalam instalasi subsea produksi dari masing-masing sumur juga dikumpulkan dengan sistem manifold untuk dikirim ke stasiun pengumpul. Sesuai dengan kebutuhan, instalasi juga bisa dilengkapi dengan fasilitas test sumur, sumur injeksi, proses separasi, metering dan sebagainya. Perbedaan yang paling mencolok dengan sistem topside misalnya, adalah sistem kontrolnya. Lapangan subsea secara umum dikontrol dan dimonitor dari stasiun pengumpul. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa pengembangan lapangan dengan teknologi subsea mempunyai fleksibilitas yang lebih besar daripada topside. Hal ini bisa dilihat dari bererapa macam stasiun pengumpul sebagai penerima produksi. Menghubungkan fasilitas subsea ke stasiun pengumpul biasa disebut tieback. Tieback terpenting dari beberapa pengembangan subsea di seluruh dunia adalah ke FPSO (Floating Production, Storage and Offloading), ke fixed platform dan ke onshore.
2.1 Tieback ke FPSO Yang dimaksud dengan FPSO di sini adalah bukan saja yang berbentuk kapal, tapi juga SPAR, TLP dan yang mengambang lainnya. Tieback jenis ini umum dilakukan di laut dalam yang jauh dari onshore dan fasilitas yang sudah ada. Opsi ini juga memungkinkan untuk mengelola lapangan produksi yang berumur relatif pendek. Karena FPSO bisa detempatkan dimana saja, jarak tieback umumnya relatif pendek. Beberapa contoh pengembangan yang menggunakan opsi ini: Schiehallion Schiehallion berlokasi di West of Shetland, North Sea dan dioperasikan sejak 1998 oleh BP. Di kedalaman 400m, fasilitas Schiehallion terdiri dari 21 sumur produksi, 21 sumur water injection dan 1 sumur untuk gas disposal dari 4 drill centers. Sumur-sumur ini dihubungkan ke 8 production manifolds, 6 water injection manifolds, 1 gas injection manifold. Disamping itu juga terpasang 36 FTA’s, 85 km pipeline, 4 km flexible jumpers, 14 flexible risers, 16.7 km control umbilicals, 2 dynamic umbilicals, 5.9 km of control jumpers, 25 control structures, 146 DMaC connections, 126 connections jenis lain, 14 Suction Anchors, 25 Km of Mooring Lines. Tidak mempunyai SBM. Gambar 1. Lapangan West of Shetland Greater Plutonio Greater Plutonio berlokasi 120km dari Angola, dioperasikan oleh BP sejak 2007 dengan kedalaman bervariasi dari 1200m sampai 1500m. Fasilitas subseanya meliputi 43 sumur (20
5/57
sumur produksi, 22 water injection dan 1 sumur gas injection). Ekspektasi produksinya sekitar 220,000 bph maksimum. Untuk menunjang operasinya, 10 manifold, 110km umbilical dan 42km rigid pipeline, 54km rigid water injection line, 12km gas injection line dan 22km rigid service line terpasang. Gretare Plutunio mempunyai satu Buoyed Tower Riser dan ekspor produksinya lewat SBM. Gambar 2. Greater Plutonio Girassol Girassol berlokasi 210 km dari Angola, dioperasikan oleh Total sejak 2001 dengan kedalaman air bervariasi dari 1350m ke 1450m. Lapangan ini mempunyai cadangan 725 juta barrel. Fasilitas subseanya meliputi 40 sumur: 23 sumur produksi, 14 sumur water-injection dan 3 sumur gas-injection, 45km flowlines, 29km injection line, 70km umbilical dan 3 riser tower. Girassol memproduksi sekitar 250,000 bph minyak mentah.
Gambar 3. Skematik fasilitas subsea Girassol Anasuria Anasuria FPSO dioperasikan oleh Shell sejak 1996. FPSO ini menerima produksi dari 10 sumur dari lapangan Teal, Teal South dan Guillemot. Lapangan-lapangan ini terletak 175km sebelah timur Aberdeen, North Sea dengan kedalaman rata-rata lapangan sekitar 90m. Dari tiap-tiap lapangan, produksi minyak dan gas dikumpulkan di manifold, sebelum dikirim ke Anasuria FPSO. Skematik dari lapangan ini digambarkan sebagai berikut.
6/57
Gambar 4. Anasuria FPSO dengan lapangan Teal, Teal South dan Guillemot
2.2 Tieback ke Fixed Platform Ada dua jenis pengembangan: tieback ke fixed platform yang sudah ada atau yang baru. Di bawah ini beberapa contoh fasilitas yang sudah berproduksi. Mensa GoM Mensa dimaksudkan untuk mengembangkan lapangan gas alam di Gulf of Mexico yang berlokasi 225km sebelah tenggara New Orleans dengan kedalaman air sekitar 1600m. Fasilitas subsea-nya meliputi 4 sumur (3 dalam tahap awal) yang dikontrol dengan sistem elektro-hidrolik, 1 manifold yang dilengkapi dengan retrievable pig receiver, 8 km flowline dari tiap sumur ke manifold, 102 km pipa tieback from manifold to West Delta 143 platform produksi. Mensa berproduksi sekitar 300mmscf/h sejak 1998, milik dan dioperasikan oleh Shell.
Gambar 5. Lapangan Mensa
7/57
ETAP ETAP (Eastern Trough Area Project) adalah sebuah pengembangan terintegrasi dari 9 cadangan reservoir yang berbeda, kepemilikan yang berbeda dan dioperasikan oleh perusahaan yang berbeda pula: 6 lapangan dioperasikan oleh BP, dan 3 lapangan lainnya oleh Shell. ETAP diakui sebagai salah satu dari pengembangan proyek terbesar di Laut Utara selama 15 tahun terakhir. ETAP sudah beroperasi sejak 1998 dengan jumlah produksi sekitar 210,000 bpd minyak dan 360juta scfd gas. Kedalam rata-rata di ETAP adalah 85m. Gambar 6. Lapangan ETAP ETAP berlokasi 240 km sebelah Timur lepas pantai Aberdeen di Central North Sea (CNS). Cadangan gabungan dari seluruh reservoir adalah 400 juta barel minyak, 35 juta barel gas alam cair dan 1.1 Tcf gas.
2.3 Tieback ke Onshore Ormen Lange Lapangan Ormen Lange adalah lapangan gas terbesar kedua di Norwegia dengan perkiraan cadangan sebesar 8.5Tcf. Lapangan ini terletak 120km di lepas pantai sebelah barat Norwegia, di bagian atas ‘lembah’ Storegga dengan kedalaman bervariasi dari 700 hingga 1100m. Fasilitas subseanya untuk pengembangan tahap awal terdiri dari 2 template produksi dengan 8 sumur produksi pada tiap-tiap template-nya. Masing-masing template akan dihubungkan dengan 2 pipeline, 1 MEG supply line dan 1 umbilical untuk sistem kontrol ke onshore. Sebuah crossover antara 2 template ini akan dipasang untuk MEG line dan umbilical. Di masa mendatang, rencananya akan ditambah lagi dengan 2 buah template untuk 6-slot sumur produksi masing-masing. Fasilitas subseanya juga dipasang slot untuk pemasangan (tie-in) fasilitas subsea compression di masa datang.
Gambar 7. Ormen Lange (berikut rencana pengembangan masa depan)
8/57
Pagerungan Pagerungan mempunyai cadangan gas sebesar 1000bcf dan berlokasi di blok Kangean sebelah timur Madura. Ditemukan pada 1985 dan dikembangkan pada 1994 oleh ARCO. Fasilitas subsea Pagerungan meliputi 7 sumur produksi gas (5 di PGC dan 2 di PGA/E, plus 7 sumur PGB di onshore) dengan jaringan flowline, umbilical dan PLEM. Sumur-sumur yang di PGC disambungkan ke onshore lewat 20” pipa gas sedangkan produksi dari PGE dikirim lewat pipa gas tersendiri, masing-masing berukuran 10”. Jarak tieback dari PGC adalah 14km. Sejak 1994, produksi dari PGA, PGB dan PGE mencapai 300juta scfh. Pada 1996, PGC mulai beroperasi dan produksi dari semua sumur mencapai plateau 350juta scfh. Pagerungan termasuk fasilitas subsea yang dipasang di laut dangkal (sekitar 15m). Export line ke Jawa Timur lewat 28” EJGP pipeline.
PGC 4
.. . PGC 3
..
Pagerungan Base Processing Plant Communications Centre Accommodation Clinic Facilities Airstrip Jetty
PAG 5
PGC 1
PGC 2
14 km x 20”
.
PGE 1
SIDULANG BESAR
PAGERUNGAN KECIL
Depth
PGE 2
3.2 km x 10”
Control Umbilical Gas Pipeline Condensate Pipeline 0
2.6 km x 16” 3
KMS
.
3.7 km x10”
PAGERUNGAN BESAR
11 km
0 - 10 m 10 - 50 m 50 - 100 m
SPM
EJGP Export Pipeline
Gambar 8. Lapangan Pagerungan
9/57
Z
Sistem Produksi Subsea
Beberapa kali disebutkan di atas mengenai nama-nama komponen dari fasilitas produksi subsea. Di bab berikut ini masing-masing fasilitas tersebut akan dijelaskan satu per satu mengenai jenis-jenis yang ada, fungsinya, kelebihan dan kekurangannya dan sebagainya. Secara umum fasilitas subsea akan mengalirkan produksinya dari dalam tanah lewat sumur. Pada bagian atas sumur ini biasa dipasang tree untuk pengoperasian sumur tersebut. Dari beberapa sumur, aliran hasil produksi dikumpulkan jadi satu oleh manifold untuk dikirim ke tempat proses dan penyimpanan selanjutnya yang biasanya mengapung, berdiri di atas struktur tetap atau berada di darat. Untuk menghubungkan tree di sumur dengan manifold, kita butuh jumper atau flowline. Untuk tieback yang panjang, pipeline akan dibutuhkan untuk menghubungkan manifold dengan fasilitas penerima. Di kedua ujung pipeline ini, biasanya akan dipasang FTA (Flow Termination Assembly) atau PLET (Pipeline End Termination) untuk memungkinkan koneksi dengan riser atau jumper dari jarak jauh. Ada berbagai macam teknologi koneksi yang biasa dipakai sesuai dengan kondisi lapangan. Di ujung hilir pipeline, kalau fasilitas penerimanya masih di lepas pantai, maka riser akan dibutuhkan untuk menghubungkan aliran dari dasar laut ke atas air. Secara umum, gambaran fasilitas subsea ini adalah seperti berikut.
Gambar 9. Skema fasilitas subsea
3.1 Tree Fungsinya tree adalah untuk mengontrol aliran produksi dari sumur melalui beberapa valve dan choke, ke manifold atau tempat lain. Bila lapangan migas berada di lepas pantai, untuk memproduksinya kita mempunyai dua alternatif dalam menetukan lokasi tree ini: di dasar laut (wet tree) atau diatas air yaitu di fixed platform atau di atas fasilitas mengapung (dry tree). Ada banyak faktor dalam penentuan lokasi ini, tapi yang paling menentukan adalah karakter reservoirnya. Bilamana intervensi sumur akan banyak dibutuhkan, maka akan lebih ekonomis bila tree diletakkan di atas air. Untuk selanjutnya yang akan dibahas adalah wet tree saja, mengingat wet tree adalah teknologi yang lebih banyak dipakai.
10/57
Fungsi tree ini tidak hanya untuk mengalirkan hasil produksi dari perut bumi, tapi juga untuk mengalirkan sesuatu kembali ke reservoir untuk berbagai keperluan, misalnya bila produksi gas tidak terlalu ekonomis untuk diproduksi dan kalau dibakar akan mengganggu lingkungan, maka biasanya gas tersebut akan diinjeksi kembali ke bumi lewat sumur gas injection. Atau bila kita ingin menjaga supaya tekanan reservoir tidak menurun dengan tajam, biasanya kita butuh injeksi air dengan tekanan tertentu. Atau mungkin kita semata-mata tidak ingin merusak lingkungan dengan membuang air sisa produksi ke laut lepas. Dalam hal ini kita akan butuh sumur water injection untuk mengirim air ke dalam reservoir. Dalam perkembangan awal, konfigurasi tree subsea menyontek langsung teknologi dari topside. Maka konfigurasinya juga biasa disebut Conventional Tree. Tree ini mempunyai dua saluran dalam badannya, yaitu saluran dari string produksi dan dari annulus, maka tree ini juga biasa disebut Dual Bore Tree. Nama lainnya untuk tree ini adalah Vertical Tree dan VXT. Tree dengan konfigurasi ini menyulitkan pekerjaan intervensi sumur mengingat ada beberapa valve pada bore produksinya. Pada pertengahan 1990 perusahaan pembikin tree ini memproduksi jenis baru dengan memindahkan katup ke samping. VetcoGray menyebut konfigurasi ini dengan Spool Tree, tapi secara umum biasa disebut Horizontal Tree. Nama linnya adalah HXT dan Drill Through Tree. Pada dual bore tree, letak tubing ada di bawah tree, jadi untuk megangkat tubing tree harus dibongkar dan dipindahkan dulu sedangkan horizontal tree meletakkan tubing-nya di dalam tree, jadi pengangkatan tubing tidak perlu membongkar tree. Sebaliknya, jika tree perlu diganti, maka untuk horizontal tree seluruh tubing harus diangkat ke atas sedangkan dual bore tree tidak perlu. Ukuran tubing maksimum untuk horizontal tree juga lebih besar daripada dual bore tree, yaitu 7 inci dibanding 5 inci diameter. Untuk lapangan yang berproduksi besar, hal ini menguntungkan mengingat jumlah tree yang diperlukan akan lebih sedikit. Lubang annulus yang lebih kecil dari horizontal tree ini membatasi jenis pekerjaan workover dibanding dengan dual bore. Berat tree ini kira-kita 70ton.
Gambar 10. Dual Bore Vertical Tree dan Horizontal/Spool Tree
Sebenarnya ada satu jenis tree yang lain yaitu Through Flowline Tree. Tree jenis ini tidak membutuhkan kapal untuk pekerjaan workover-nya. Cuma biaya intervensinya jadi lumayan besar mengingat workover dilakukan dari platform atau FPSO. Tree jenis ini sudah banyak dilupakan orang. Manufacturer tree saat ini adalah FMC, Vetco, Cameron, Kværner dan Drillquip.
11/57
3.2 Konfigurasi Sumur Konfigurasi sumur adalah bentuk perangkaian sumur-sumur dalam satu drill centre atau lapangan subsea. Di bawah ini dijelaskan jenis-jenis konfigurasi tersebut. Single satellite Pada konfigurasi ini, masing-masing sumur dihubungkan langsung ke fasilitas penerima. Sangat cocok untuk lapangan kecil atau lapangan besar dengan jumlah sumur yang sedikit. Relaibilitasnya tinggi karena tidak ada fasilitas tambahan yang lain dari sumur sampai penerima. Walaupun sederhana, biaya kapital yang dibutuhkan cukup tinggi terutama kalau jarak tieback-nya panjang sekali. Konfigurasi ini tidak memungkinkan untuk pengembangan lapangan. Contoh dari konfigurasi ini adalah lapangan satelit King yang dihubungkan ke Marlin TLP.
Gambar 11. single satellite
Cluster Konfigurasi cluster sebenarnya dikembangkan untuk mengurangi resiko kejatuhan benda pada saat intervensi. Pada konfigurasi ini, sumur-sumur terletak disekeliling manifold yang dihubungkan dengan jumper/flowline dan flying leads untuk kontrol sistem. Sistem ini sangat cocok dengan intervensi jarak jauh dengan ROV. Ilustrasi dari sistem ini adalah seperti berikut.
Gambar 12. Konfigurasi cluster Kekurangan dari sistem ini adalah tingginya kapital untuk pengembangan proyek yang besar dengan jumlah sumur yang banyak. Biaya workover/intervension juga relatif lebih tinggi karena rig harus berpindah-pindah tempat. Pigging hanya bisa dilakukan sampai manifold saja.
12/57
Template Konfigurasi template merupakan teknologi yang pertama-tama dipakai dalam pengembangan subsea sejak diperkenankannya pengeboran beberapa sumur dari lokasi yang sama. Dalam sistem ini beberapa sumur dipasang dalam satu struktur dan manifold terintegrasi di dalamnya. Dengan sistem ini, jumper/flowline dan flying leads dari sumur ke manifold tidak diperlukan lagi. Ilustrasi dari sistem ini adalah seperti berikut.
Gambar 13. Konfigurasi template Sistem ini akan lebih ekonomis untuk pengembangan dengan jumlah sumur yang banyak dan pada saat workover/well intervension. Keuntungan lainnya, pipelinenya bisa dipig sampai sumur. Kekurangannya, hanya cocok untuk reservoir yang kompak atau berpemeabilitas tinggi. Kapital yang dibutuhkan juga tinggi serta lebih rumitnya akses untuk ROV. Karena bentuknya yang besar, sistem ini juga lebih beresiko untuk kejatuhan benda pada saat intervensi. Juga semua sumur harus dimatikan dulu sementara ketika salah satu sumur sedang diintervensi. Daisy Chain Dalam konfigurasi ini, flowline menghubungkan semua sumur dan tree-nya mempunyai kontrol aliran untuk dua flowline.
Gambar 14. Konfigurasi daisy chain Konfigurasi daisy chain mempunyai layout yang lebih fleksibel dan jumper/flowline yang memungkinkan untuk di-pig dan juga flowline-nya jadi mempunyai redundansi yaitu jika ada flowline yang butuh perbaikan atau pergantian, tidak ada sumur yang harus dimatikan. Konfigurasi ini juga mempunyai fleksibiltas yang tinggi untuk penambahan sumur.
13/57
Juga, flowline yang disambungkan ke manifold jadi lebih sedikit sehingga manifold yang dibutuhkan menjadi lebih kompak. Kekurangannya, ukuran flowline-nya harus lebih besar karena harus mengakomodasi produksi dari banyak sumur. Juga, sistem menjadi lebih kompleks dibanding template atau cluster.
3.3 Flowlines dan Jumper Dalam tulisan ini, flowline dimaksudkan sebagai pipa, baik rigid atau flexible, yang menghubungkan sumur ke manifold, atau dari sumur ke sumur (dalam konfigurasi Daisy Chain). Jumper adalah spool yang pendek sekali (juga bisa rigid atau fleksibel) sehinggga bisa dipasang dalam satu kali angkatan ke dasar laut. Jumper bisa dipakai untuk pengganti flowline atau untuk menyambungkan manifold ke PLET/PLEM. Flowline mempunyai komposisi yang persis sama dengan jumper, yaitu spool dengan dua buah konektor di tiap sisinya.
Gambar 15. Flowline dan Jumper
3.4 Manifold Manifold subsea merupakan interface antara pipeline atau riser, flowline/jumper dan sumur. Manifold mempunyai fungsi mengumpulkan hasil produksi dari masing-masing sumur untuk didistribusikan ke tempat selanjutnya. Manifold juga mendistribusikan chemical, kontrol fluida, suplay electrik dan hidrolik.
Gambar 16. Contoh piping di dalam integral manifold: gaslift (merah), produksi (hijau) dan welltest (ungu)
14/57
Manifold subsea juga biasanya mempunyai fasilitas untuk pigging (pigging loop atau pig diverter). Pigging loop ini memungkinkan pipeline dan riser untuk dipig tanpa fasilitas subsea pig launcher/receiver. Fasilitas test, gas lift dan water injection juga secara umum melewati manifold yang sama. Kadang-kadang manifold ini dilengkapi dengan multiphase flowmeter yang bisa dipakai untuk welltest setiap sumur dan/atau untuk total produksi. Secara lokasi, manifold ini ada dua jenis: template manifold dan cluster manifold, lihat juga konfigurasi sumur. Pada template manifold, manifold letaknya jadi satu dengan sumur sedangkan lokasi cluster manifold ada diluar lokasi sumur. Secara struktur, juga ada dua jenis yaitu : integral manifold yang merupakan satu struktur yang menyatu dan retrievable manifold yang terdiri dari beberapa modul yang bisa diambil lagi ke atas air secara terpisah. Dari manifold ini, pengiriman ke stasiun penerima bisa lewat pipeline atau langsung ke riser. Metode instalasi manifold terbagi kedalam dua: konvensional untuk kedalaman laut sampai 1000m dan non-konvensional untuk kedalaman laut lebih dari 1000m. Metode konvensional adalah metode pengangkatan biasa dengan satu crane dari anchor handler atau barge dengan memakai wire rope atau dari drilling rig dengan menggunakan drilling riser. Metode non-konvensional mengenal sheave dan pendular installation. Kedua metode tersebut menggunakan dua kapal.
Gambar 17. Petrobras P52 Manifold yang hampir semua komponennya retrievable. Struktur manifold harus men-support dan melindungi semua jaringan pipa di dalamnya, valve dan alat-alat lain juga struktur ini harus menyediakan fasilitas untuk sea-fastening, seperti pile, suction anchor atau skirt.
3.5 Sistem Koneksi Untuk menghubungkan antar pipeline dan flowline/jumper dengan fasilitas lainnya di bawah air adalah dengan koneksi flange, collet, clamp dan dalam sekala yang lebih kecil mandrel. Pemasangannya bisa dilakukan oleh diver atau secara jarak jauh (remote) oleh ROV. Ada perbedaan yang mendasar dengan aktifitas yang sama di atas air dalam hal penanganan (material handling), pemotongan, pengepasan, dsb. Selain kalau pemasangan dengan diver, kita perlu pendekatan yang berbeda.
15/57
Gambar 18. Koneksi vertikal (atas) dan horisontal (bawah) Dilihat dari orientasi porch, kita mengenal koneksi vertikal dan horisontal. Gambar di atas ini untuk memberikan ilustrasi dari kedua orientasi ini. Tabel di bawah ini akan mencantumkan perbedaan-perbedaan dari keduanya. Isu Area yang tersedia di bawah laut Pigging dan eksansi pipa Penangan
Horisontal Memerlukan area yang luas
Akses ROV
Tidak ada isu karena pipa sudah mendatar Pemasangan dan pencabutan kembali tidak perlu mengangkat seluruh sistem sambungan Tidak ada isu
Connection tool Waktu pemasangan Struktur PLET
Cukup satu set Lambat Lebih kecil
Lokasi yang banyak menggunakannya
UK, Norwegia
Vertikal Bisa diaplikasikan di area yang sempit Diperlukan lengkungan sebesar 5D untuk keperluan pigging Seluruh sistem sambungan harus diangkat dan diturunkan bersama-sama. Struktur yang menonjol secara vertikal akan menghalangi akses Dua set per spool dibutuhkan Cepat Lebih besar sebagai penyangga flowline/pipeline GOM, Brazil
Tabel 4. Karakteristik dari perbedaan orientasi Untuk memasang konektor, baik diver ataupun memakai ROV, ada tiga fasa yang biasanya memerlukan alat yang berbeda: penarikan pipa (pull-in), pengepasan (alignment) dan pengencangan (connection).
16/57
Flange Koneksi flange bisa dilakukan baik dengan cara diving ataupun jarak jauh (remote) dengan ROV. Gambar 19. Brutus Kelebihan teknik ini adalah koneksi yang kuat, efisien secara struktural dan biasa digunakan untuk kondisi yang berat. Koneksi flange juga relatif lebih mudah untuk diinsulasi dibandingkan dengan jenis
koneksi lain yang berbentuk ‘janggal’. Ada dua jenis produk flange ini: standar(API/ANSI) dan flange kompak. Contoh flange kompak adalah SPO dari Vector, ReFlange dari Oceaneering dan Desflex dari Destec. Koneksi flange oleh diver hanya bisa dilakukan sampai kedalaman tertentu saja. Untuk laut yang lebih dalam, alternatifnya adalah memakai ROV/ROT. Ada beberapa teknologi siap pakai seperti Brutus dari Sonsub dan Matis dari Stolt (sekarang Acergy). Brutus bisa dipakai untuk koneksi baik pipa rigid maupun fleksibel tapi hanya bisa dipakai untuk koneksi horisontal saja mencakup flange standar API, ANSI dan compact flange. Brutus bisa bekerja untuk pipa berukuran sampai dengan 24 inci diameter di kedalaman 3000m. MATIS (Modular Advanced Tie-In System) dirancang untuk bisa beroperasi untuk koneksi horisontal dan vertikal. Matis bisa dipakai untuk flange dengan standard API dan ANSI, bisa dipakai sampai dengan ukuran pipa 36 inci diameter. Gambar20. Matis Untuk laut dalam (sampai kedalaman 3000m) ada Deep Matis. Cuma ukuran pipa maksimum yang bisa disambung 12 inci.
Collet Konektor jenis ini adalah alternatif yang paling mahal dan kompleks dibanding yang lainnya. Konektor collet terdiri dari ‘jari-jari’ yang dengan kuat akan memegang hub lawannya (lihat gambar) dengan bantuan tekanan hidrolik dan drive ring, jari-jari tersebut akan dikunci. Konektor ini bisa dipakai untuk pipa yang rigid atau fleksibel juga untuk konfigurasi vertikal atau horisontal. Konektor ini banyak dipakai di seluruh dunia. Waktu koneksinya cukup singkat. Gambar 21. Konektor Collet dari Cameron Ada dua jenis collet: integral dan non-integral. Collet integral mempunyai
17/57
penggerak sendiri dalam badanya sehingga bentuknya lebih besar. Collet non-integral karena harus digerakan dari luar, bentuknya jadi lebih kecil. Untuk melakukan penyambungan dengan konektor ini, ada beberapa sistem yang bisa dipakai. FMC memproduksi KC Connector. Oilstates HydroTec juga memproduksinya dengan merek dagang Collet Connector dan Cameron memproduksi CVC. Secara umum, maksimum diameter pipa yang bisa memakai teknologi ini adalah 42 inci sampai kedalaman sekitar 1600m. Clamp Konektor clamp ini cukup kompak dan banyak digunakan untuk penyambungan di laut dalam. Teknologi ini memakai dua buah hub dari masing-masing sisinya lalu disatukan oleh modul berengsel dengan satu, dua atau empat buah baut. Di antara dua hub ini, sebuah ring seal diperlukan untuk gasket. Konektor ini yang paling ringan di antara yang lainnya dan perlu waktu penyambungan yang singkat juga. Beberapa jenis bisa mengakomodasi kesalahan ukur sampai kira-kira 50. Contoh produk yang ada di pasar adalah Grayloc dari Oceaneering, GSR dari VetcoGray, Techlok/Optima dari Vector, G-Range dari Destec, dan sebagainya.
Gambar 22. Konektor clamp Untuk memasang clamp beberapa alat ROV tersedia di pasaran, contohnya DMaC dari Intec, RAC dari Big Inch, BBRTS dari Kvaerner dan UTIS dari FMC. Mandrel Konektor mandrel banyak digunakan untuk koneksi di sekitar sumur, seperti menyambungkan drilling riser ke BOP stack dan subsea completion juga banyak digunakan untuk riser. Dalam skala yang lebih kecil mulai dipakai untuk menyambungkan flowline. VetcoGray dan Drill-Quip adalah perusahaan yang memproduksi konektor mandrel. Gambar 23. Konektor Mandrel
3.6 Pipeline Pipeline dimaksudkan disini adalah pipeline untuk tieback saja, yaitu dari manifold atau sumur ke stasiun penerima baik itu FPSO, fixed platform atau di onshore, jadi bukan pipeline untuk export. Pembedaan ini penting karena di beberapa tempat, kedua pipeline ini diatur oleh peraturan (code) yang berbeda. Tergantung dari cara pembikinannya, ada beberapa jenis pipa seperti:
18/57
• seamless (S) • high-frequency welded pipes (HFW) • submerged-arc welded longitudinal seam (SAWL) • submerged-arc welded helical seam (SAWH) atau spiral welded Adapun jenis-jenis materialnya adalah sebagai berikut: 1. Low carbon steel Baja yang mengandung kadar karbon kurang dari 0.29% adalah baja mild yang mempunyai tensile strength yang relatif rendah jadi cocok untuk dibikin pipa. Carbon Equivalent (CE) adalah sebuah metoda untuk mengukur hardness dan weldability maksimum berdasarkan komposisi kimia dari baja tersebut. Kalau memakai ukuran ini, CE dari total komponen dari baja yang akan dipakai untuk pipa harus dibawah 0.43%. 2. Corrosion Resistant Alloy (CRA) CRA bisa dibagi kedalam stainless steel, chrome based alloy, nickel based alloy, titanium dan aluminum. 3. Clad Pipa clad adalah kombinasi dari pipa baja berkadar karbon rendah untuk lapisan luar dan CRA untuk lapisan dalam. Tujuannya adalah untuk menekan tingginya biaya CRA. CRA dipasang di lapisan dalam maksudnya untuk menahan korosi dari fluida yang dialirkan sedangkan carbon steel di luar untuk menjamin integritas struktur. Hal yang harus diperhatikan adalah pada saat pengelasan CRA ke carbon steel karena ada resiko hydrogen induced cracking (HIC) mengingat material yang dilas berbeda jenis. 4. Flexible Pipa flexible mempunyai beberapa lapisan plastik dan beberapa lapisan baja. Setiap lapisan tidak terikat (unbonded) dengan lapisan lainnya, sehingga bisa bergerak dengan bebas yang menjadikan pipa menjadi fleksibel. Pipa flexible banyak dipakai untuk flowline dan jumper mengingat ukuran flexible masih terbatas mengingat kemampuan burst dan collaps resinstant-nya. Juga karena flexible mempunyai sifat dinamik yang kuat, material jenis ini cocok untuk riser di FPSO. Secara konstuksi, ada dua jenis riser fleksibel: bonded dan unbonded. Untuk memasang pipa di dasar laut ada 4 teknik yang umum dipakai seperti dijelaskan di bawah ini. 1. Reel lay Semua pipa dilas di darat dan digulung sampai ukurannya komplit atau sudah mencapai maksimum kapasitas reelnya. Tidak semua coating bisa dipakai seperti concrete dan beberapa coating yang kaku. Tebalnya pipa ditentukan oleh kebutuhan minimum untuk menghindari ovalisation dan diameter reel atau carousel. Pipa juga menjadi sangat sensitif terhadap perubahan properti. Bisa dipakai pada kedalaman 100 sampai 1000 meter. Kecepatan pasang sekitar 14 km per hari. Tabel di bawah ini menampilkan beberapa kapal untuk reel lay. Kapal Jenis spooling Kapasitas spooling Maks OD pipa Skandi Navica Reel horisontal 2500 te 18” Global Hercules Carousel vertikal 6350 te 18” CSO Deep Blue Dual reel horisontal 2 x 2500 te 18” Helix Express Dual reel horisontal 2 x 1500 te 12” Seven Ocean (S7) Reel horisontal 3500 te 16” Tabel 5. Beberapa jenis kapal atau barge reel lay
19/57
Yang perlu diperhatikan dalam teknik reel lay adalah ovalisation, residual stress, Bauschinger effect dan fatigue. 2. Towing Ada 4 jenis tow berdasarkan posisi pipa terhadap dasar laut: bottom tow, off-bottom tow, controlled depth tow and surface tow. Selain bottom tow, diperlukan minimal dua buah kapal, satu di depan dan satu di belakang. Dalam controlled depth tow, kecepatan kapal harus disesuaikan dengan kedalaman pipa yang diinginkan pada saat towing. Dalam towing lay, semua fabrikasi dikerjakan di onshore termasuk pemasangan anode dan coating di sambungan. Menarik buat lapangan yang terletak tidak terlalu jauh dari pantai. Juga cocok untuk aplikasi PIP dan pipe bundle.
3. J-Lay Pengelasan dilakukan hanya oleh satu section jadi lebih lambat dari S-lay dan untuk mempercepat proses, teknik pengelasan yang lebih canggih seperti friction welding, electron beam welding atau laser welding digunakan. Pipa yang akan dipasang mempunyai sudut yang mendekati vertikal sehingga tidak butuh tensioner. Teknik ini sangat cocok untuk instalasi di laut dalam. Beda dengan S-lay, J-lay tidak membutuhkan stinger. Kecepatan pasang sekitar 1-1.5 km per hari. Ukuran pipa maksimum yang bisa diinstal adalah 32” OD (Saipem S-7000). 4. S-Lay Pipeline difabrikasi di atas kapal untuk dengan satu, dua atau tiga joints. Membutuhkan stinger untuk mengontrol bending bagian atas dan tensioner untuk mengontrol bagian bawah. Laut yang lebih dalam membutuhkan stinger yang lebih panjang dan tensioner yang lebih kuat. S-lay laut dangkal hanya bisa dipakai sampai kedalaman sekitar 300m saja. Untuk yang lebih dalam lagi, DP S-lay bisa dipakai sampai kedalaman 700m. Kecepatan pasang sekitar 4 - 5 km per hari. Ukuran pipa maksimum yang bisa diinstal adalah 60” OD (Allseas Solitair).
20/57
3.7 FTA Ada beberapa jenis FTA (Flowline Termination Assembly) untuk menyambung pipeline dengan fasilitas lainnya, yaitu PLET, PLEM dan Riser Base. PLET (Pipeline End Termination, gambar kiri) adalah sebuah perangkat keras yang dipasang dikedua ujung pipeline dan dilengkapi dengan porch untuk sistem koneksi tertentu sehingga memungkinkan untuk dihubungkan dengan fasilitas subsea lainnya seperti manifold atau riser end termination (RET). Beberapa PLET ada yang dilengkapi dengan valve untuk mengisolasi aliran sewaktu-waktu diperlukan. PLET di-anchor ke dasar laut bisa dengan gravity base atau struktur yang di-pile tapi mempunyai rail/sled untuk memungkinkan pipa berekspansi. FTA yang mempunyai hub porch lebih dari satu sehingga bisa mengakomodasi beberapa sambungan disebut PLEM (Pipeline End Manifold, gambar kanan). Riser Base (gambar tengah) adalah termination assembly untuk pipeline dan riser yang merupakan modul tersendiri. Riser base ini harus dipasang tersendiri sehingga butuh dua konektor untuk menghubungkan riser dan pipeline.
Gambar 24. PLET, riser base dan PLEM
3.8 Riser Secara material, hanya ada dua jenis riser: rigid dan flexible. Karakteristik dari kedua jenis material ini akan menentukan dalam pemilihan konfigurasi. Adapun karakeristik dari flexible adalah respons dinamik yang bagus (bisa lebih bebas bergerak), minimum bending radius (MBR) yang kecil, instalasi yang lebih mudah, koneksi di topside lebih sederhana, dan lebih tahan terhadap kelelahan metal (fatigue). Kekurangannya adalah harganya mahal, lebih dibatasi oleh kedalaman (collaps depth) dan ukuran (batasan ukuran tergantung dari kemampuan manufakturnya). Adapun, karakteristik dari rigid pipe adalah biayanya murah (sekitar setengahnya harga flexible, ukuran pipa yang lebih besar, collaps depth yang lebih dalam dan lebih ringan di dalam air. Tetapi koneksi topside buat rigid kurang toleran sama gerakan. Selain ditentukan oleh karakteristik umum materialnya, untuk menentukan konfigurasi riser mana yang cocok untuk dipakai, akan tergantung dari faktor-faktor ini: • Kedalaman air • Cuaca • Antisipasi gerakan vessel (offset) • Lokasi turret berikut gerakannya • Beban ekstrim dan daya turret • Jumlah riser, layout lapangan, footprint • Tanah dan topografi dasar laut • Usia (design life) yang diharapkan
21/57
• Kebutuhan flow assurance (insulasi, PIP, dan sebagainya) Terutama untuk konfigurasi hybrid seperti yang akan dijelaskan di bawah, selain monobore riser, pada komponen rigid risernya juga dikenal bundle (baik eksternal maupun internal) juga PIP (Pipe In Pipe), seperti digambarkan di bawah ini.
Gambar 25. Pipe bundle dan PIP Konfigurasi riser tersebut dijelaskan di bawah ini. Rigid riser. • Fixed (clamped) riser Riser ini sudah dipasang bersama jacket struktur dengan menggunakan clamp. Riser konvensional ini banyak dijumpai di fixed dan compliant tower (CT) platform. • J-Tube Riser (JTR) Yang diinstal terlebih dahulu disini adalah oversize conduit. Risernya yang merupakan perpanjangan dari pipeline, akan dipasang didalam tube ini dengan ditarik dari atas. J-tube mempunyai radius bending yang lebih besar dari fixed riser. Riser ini dipasang pada fixed dan CT platform. • Barefoot Catenary Riser (BCR) Mirip JTR, riser isi merupakan perpanjangan dari pipeline. Bedanya di sini tidak disediakan conduit. Mirip riser konvensional, riser ini digantung oleh beberapa clamp yang sudah dipasang bersama jacket. Bedanya terletak pada radius bend-nya. Riser ini membentuk catenary semata-mata karena gaya gravitasi. Riser ini mudah untuk diinstal dan juga bisa dipakai untuk pipe bundle dan PIP. Sayangnya tiap kaki platform cuma bisa mengakomodasi satu atau dua riser saja. Riser ini juga dipasang pada fixed dan CT platform. • Top Tension Riser (TTR) Untuk floating platform, riser rigid bisa dipasang dengan ”mengikat” riser base dengan dasar laut dan ujung atas ditarik oleh riser tensioner di floating platform. Riser tensioner ini bisa merupakan hidrolik, pneumatik atau pegas mekanik. Riser tensioner ini penting untuk mengakomodasi gerakan relatif antara floating platform dan riser yang stasioner. Ujung atas riser ini dilengkapi dengan surface valve assembly yang menghubungkan riser ini dengan piping yang ada di topside. TTR bisa terdiri dari satu riser saja atau bundle dari beberapa riser. • Vertical production Riser (VPR) VPR terdiri dari beberapa riser vertikal yang menghubung sumur
22/57
subsea dibawah floating platform untuk keperluan dry tree. Seperti TTR, VPR juga ditarik oleh riser tensioner pada bagian atasnya, juga VPR ini mempunyai modul modul aircan yang bisa dikombinasikan dengan riser tensioner tadi. Kelebihan riser ini adalah semua bobotnya dibebankan ke aircan. Konfigurasi ini juga dipakai untuk PIP atau pipe bundle. • Steel catenary riser (SCR) Riser ini dari bentuk konfigurasinya mirip fixed catenary, bedanya bagian atasnya adalah stasiun floating dan tidak diclamp, melainkan digantung melalui SCR receptacle atau I-tube. Biayanya murah karena memakai teknologi sederhana. Tidak cocok untuk turret, kecuali kalau keadaan lingkungannya lebih tenang. Beban di turret akan tinggi karena itu lokasi turret harus di tengah kapal. PIP dan pipe bundle bisa memakai jenis ini untuk risernya. Sangat sensitif buat fatigue terutama di sekitar tempat gantungan dan sekitar lokasi touchdown. Flexible riser Konfigurasi riser flexible ada bermacam-macam dan beberapa merupakan propietary kontraktor pemasangnya. Tapi konfigurasi-konfigurasi ini hanya cocok untuk kedalaman sampai sekitar 600m. Untuk yang lebih dalam lagi, riser rigid atau hybrid yang lebih cocok. Pada ujung bagian atas flexible riser, untuk menghindari bending melebihi MBR, umumnya dipasang bend stiffener sebelumriser masuk ke dalam I-tube. Kekurangan yang lain, flexible mempunyai masalah dengan gas permeability di lapisan plastiknya. Di bawah ini ada beberapa contoh dari konfigurasi riser flexibel. • Flexible catenary riser atau free hanging (1) • Lazy wave riser (2) • Steep wave riser (3) • Pliant wave riser (4) • Steep-S (5) • Lazy-S, Pliant-S (6) • Chinese lantern (7) • Fixed-S (8)
Gambar 26. Konfigurasi riser fleksibel
23/57
Sama halnya dengan SCR, Flexible Catenary Riser (FCR) merupakan perpanjangan dari pipeline. Bentuk catenary-nya juga hampir sama. Juga sama dengan SCR, FCR mudah untuk dipasang (dan dilepas kembali). Tidak ada masalah dengan gerakan kapal. Lazy Wave Riser (LWR) adalah pengembangan dari FCR yaitu dengan menambahkan beberapa buoyancy modul pada bagian bawar riser sehingga membentuk gelombang. Kelebihan dari konfigurasi ini adalah beban ke floating platform lebih kecil karena dibantu oleh buoyancy modul dan juga offset platform bisa lebih luas karena riser lebih panjang. Gerakan heave platform pun bisa lebih bebas. Kekurangannya adalah butuh layout yang luas. Bila terbatas, konfigurasi Steep Wave Riser (SWR) lebih menarik. Konfigurasi Pliant Wave adalah propietary Technip, dikembangkan sebagai hybrid dari LWR dan SWR dengan mengambil keuntungan dary LWR ditambah dengan sifat dinamis dari SWR. Pada bagian bawah riser beberapa buyancy modul dipasang dan riser ditarik ke dasar laut melalui tether yang diikat ke clump weight atau pile. Sama dengan SWR, konfigurasi Steep-S menarik bila seabed yang tersedia terbatas. Konfigurasinya seperti FCR, hanya pada bagian bawar riser dipasang sebuah mid-water arch yang mengapung dan ditarik ke clump wight lewat sebuah tali (tether). Chinese Lantern cocok untuk tie-back ke floating platform kalau akses vertikal dari platform ke template atau fasilitas subsea yang lain tidak dibutuhkan. Response dinamiknya sangat bagus. Cuma konfigurasi ini hanya cocok untuk perairan yang tenang. Hybrid Yang dimaksud dengan hybrid di sini adalah pemakaian riser rigid dan flexible secara bersama dalam satu konfigurasi. • Buoyed Tower Riser (BTR) BTR adalah multiple rigid riser bundle yang berdiri secara vertikal di atas riser base yang di-pile ke dasar laut. Pada bagian lebih atasnya, riser disuport oleh kombinasi antara modul bouyancy yang terdistribusi sepanjang riser dan sebuah modul buoyancy besar di ujung atas riser. Dengan konfigurasi ini, seluruh beban riser ditopang oleh daya apungnya sendiri. Juga, dengan pemakaian konsep bundle, resiko riser untuk clash jadi lebih kecil atau tidak ada karena jumlah riser jadi jauh lebih sedikit. Sintetik foam yang jadi bahan buoyancy, juga berfungsi sebagai insulasi thermal. Dalam bundle biasanya dipasang service line, yang bisa dipakai untuk menginjeksi air panas atau gas untuk menghindari aliran slugging. Riser ini juga mempunyai karakter dinamik yang bagus dan fatigue life yang panjang. Kekurangannya adalah riser ini kurang memiliki fleksibiltas terhadap perkembangan lapangan jadi kapasitas riser harus ditentukan pada saat proyek dimulai. Juga harus dirancang secara hati-hati karena setiap riser dengan konfigurasi ini unik. • Tension Leg Riser (TLR) TLR terdiri dari dua atau lebih SCR yang digantung dari sebuah submerged buoy besar, serta dua atau lebih flexible jumper yang panjang yang dihubungkan dari ujung atas SCR ke fasilitas penerima yang ada di floating platform. Submerged buoy tadi berlokasi dekat dengan floating platform dan di-pile ke dasar laut dengan menggunakan tendon. Sebenarnya secara konfigurasi TLR sama dengan Lazy S buat flexible riser, bedanya bagian bawah TLR terbuat dari rigid.
24/57
•
TLR diprakarsai oleh Mobil Oil pada tahun 1990-an. Dengan konfigurasi ini, sebagian besar dari bobot riser ditopang oleh submerged buoy sedangkan gerakan dari floating platform diabsorb oleh flexible sehingga hampir tidak ada pengaruhnya ke rigid SCR. Kekurangannya adalah riser ini lebih mahal dari yang lainnya, sehubungan dengan pemasangan buoy dan tendonnya. Free Standing Riser (FSR) Subsea 7 dan 2H Offshore mengembangkan teknologi riser baru yang bermerk dagang SLOR (Single Line Offset Riser) untuk pipa rigid normal dan COR (Concentric Offset Riser) untuk PIP. Konfigurasi ini mirip dengan BTR, bedanya SLOR dan COR hanya untuk satu individual riser saja. Riser ini berdiri vertikal di atas pile dan buoyancy-nya menggunakan aircan. Untuk mengakomodasi jumlah riser yang banyak, beberapa SLOR atau COR dipasang secara berbaris (lihat gambar). Untuk menghindari tabrakan antar riser, di atas setiap aircan dipasang buoyant truss beam sehingga riser-riser tersebut bergerak bersama-sama.
25/57
[
Teknologi Pemrosesan Subsea
Pemrosesan secara subsea (subsea processing) adalah sistem subsea tambahan terhadap fasilitas standar yang sudah ada untuk meningkatkan nilai ekonomi suatu lapangan. Pada saat ini teknologi yang diasosiasikan kedalam subsea processing dan mendapat banyak perhatian adalah tiga area berikut: 1. Multiphase boosting/pumping 2. Proses separasi, termasuk didalamnya gas-liquid dan liquid-liquid 3. Wet gas boosting/compression Adapula sistem gabungan dari ketiga hal di atas, dan disamping itu juga ada teknologi penunjang lainnya yang ikut dikembangkan seperti multiphase metering subsea, trasformator subsea, dan sebagainya. Dengan semakin banyaknya pengembangan subsea, pemrosesan subsea ini semakin penting mengingat : - Memungkinkan pengembangan lapangan dengan tieback yang jauh. Jarak tieback sangat ditentukan oleh besarnya tekanan (drive) suatu reservoir, dan isuisu terkait flow assurance-nya. Fasilitas pemrosesan subsea mampu menambah jarak tieback ini dengan memberikan tekanan tambahan. Separasi subsea bisa digunakan untuk memisahkan free water and solids, yang mana kemungkinan akan munculnya hydrat dan erosi (salah satu masalah flow assurance dan integrity) akan bisa dikurangi. - Meningkatkan nilai ekonomi yang lapangan yang sudah ada. Dengan fasilitas separasi subsea, efisiensi infrastruktur yang ada akan dimaksimalkan dengan menjaga fasilitas produksi selalu berproduksi secara ekonomis. Mengalirkan air dan solid di dalam infrastruktur akan mengurangi kapasitas yang ada dan mengurangi efisiensi produksi. Juga dengan berkurangnya tekanan operasi dan back pressure, maka cadangan yang recoverable juga akan bertambah. - Meningkatkan fleksibilitas pengembangan proyek dan toleran terhadap ketidakpastian. Dengan menambahkan fasilitas pemrosesan subsea, suatu lapangan bisa dikembangkan secara bertahap disesuaikan dengan kapasitas dari fasilitas penerima (host) dan budget yang tersedia. Juga dengan naiknya nilai ekonomi suatu cadangan, maka pengembangannya akan lebih fleksibel. - Mempercepat produksi dan memperpanjang plateau. Fasilitas pemrosesan subsea bisa digunakan untuk mempercepat profil produksi dan menambah cash flow aset. ‘Tail’ dari profil produksi yang biasanya muncul bisa dieliminasi dengan menjaga aliran produksi tetap konstan selama umur produksinya. - Menyederhanakan fasilitas di topside. Dengan memindahkan beberapa fasilitas ke dasar laut, maka fasilitas proses di topside akan lebih sederhana dan akan lebih bisa menampung fasilitas tambahan bila diperlukan. - Mempromosikan tieback ke onshore. Target utama dari sistem pemrosesan subsea adalah menghilangkan sama sekali fasilitas di atas air. Dengan memindahkan semua fasilitas yang diperlukan ke dasar laut hasil produksi bisa dikirim langsung ke konsumen. Hal ini memungkinkan untuk mengembangkan daerah artika yang lautnya selalu tertutup es, mengurangi biaya capex dan opex dan lebih sedikit memerlukan tenaga kerja manusia yang selalu terekspos dengan bahaya.
26/57
4.1 Multiphase Boosting/Pumping Tekanan reservoir sumur minyak akan mengalami penurunan dalam usia produktifnya. Solusinya, sumur ini bisa dipasang ESP untuk menaikan tekanannya sehingga produksi tetap mengalir ke stasiun penerima. Sayangnya umur ESP tidak lama, hanya sampai 2-3 tahun, sedangkan biaya intervensi subsea sangatlah mahal. Masalah yang kedua, kapasitas ESP terbatas oleh ukuran lubang sumur. Maka untuk mengatasi masalah ini, dikembangkan multiphase pump. Lokasinya bisa diintegrasikan dengan manifold atau pada template yang terpisah. Secara umum, pompa (atau kompresor) selalu dikategorikan ke dalam dua kelas: positive displacement (PD) dan non-positive displacement (non-PD). Pompa PD bekerja dengan memindahkan fisik volume fluida secara konstan dari sisi suction ke sisi discharge dalam satu putaran. Ada tiga jenis pompa PD yaitu pompa cavity, twin screw dan reciprocating. Pompa non-PD (juga dikenal sebagai pompa hydrodynamics) bekerja dengan mempercepat laju fluida dan mengubah penmabhana laju ini kedalam penambahan tekanan di sisi discharge. Dua jenis pompa non-PD buat subsea yaitu pompa helico-axial dan centrufugal. Karena karakter yang berbeda dari pompa PD dan non-PD ini, perlu pertimbangan yang seksama dalam pemiliham jenis mana yang cocok untuk suatu lapangan. Pada saat ini ada dua jenis pompa untuk aplikasi multiphase di subsea: helico-axial dan twin screw. Helico-axial cocok untuk pemompaan berdebit besar dan fraksi volume gas yang sedang. Sedangkan twi screw cocok untuk aliran berfraksi volue gas tinggi. Pompa helico-axial adalah pompan non-PD yang mempunyai beberapa stage, tiap stage terdiri dari sebuah helical impeller diikuti oleh fixed difusser. Kinerja pompa ini bisa disamakan dengan pompa centrifugal yaitu tekanan keluar akan berkurang bila debit bertambah.
Gambar 27. Impeller/diffuser pada pompa helico-axial Sedangkan twin screw adalah pompa PD yang menggunakan dua helical berbetuk skrup yang berlawanan yang membuat rongga. Secara teoritis, pompa ini akan memberi debit yang sama dengan berapapun tekanan yang keluar.
Gambar 28. Twin screw Pompa helico-axial dikembangkan oleh Framo sedang twin screw oleh AkerKvaerver dan Bournemann. Sistem pemompaan multifasa pertama kali dipasang secara subsea di lapangan Draugen (Shell Norwegia)
27/57
Adapun teknologi penggerak dari peralatan boosting ini adalah gas filled motor, liquid filled motor dan water/hydraulic turbine. Motor penggerak yang diisi gas bekerja lebih efisien dan dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada motor berisi liquid/oil. Kekurangannya tidak selalu bisa dipakai untuk aplikasi di laut dalam. Water turbine bisa memakai tekanan dari air buat injeksi sumur atau disuplay secara tersendiri dari topside. Beberapa contoh dari multiphase boosting ini adalah sebagai berikut. J Ray McDermott C-FAST C-FAST (Combined Filtration And Seawater Treatment) adalah sebuah konsep pemompaan subsea yang dikembangkan oleh Mentor Subsea (untuk J Ray McDermott) dan CAPCIS. Idenya adalah untuk memenuhi kebutuhan injeksi air ke reservoir tanpa memasang pipeline dan peralatan lain di topside. Jadi sistem ini memakai air laut sebagai bahan dasarnya dengan memfilternya terlebih dahulu. Jenis pompa yang dipakai untuk C-FAST adalah centrifugal. Pompa dengan daya 2MW ini sanggup mengirim 30000bph air.
Framo ELSMUBS ELSMUBS (Electrical Subsea Multiphase Boosting Station) adalah pompa helico-axial multiphase yang bertenaga listrik. Unit ini berkapasitas 70,000bpd dengan tekanan diferensial sebesar 500psi. Dengan daya sebesar 840kW, pompa ini bisa berputar sampai 5000rpm. Gas yang ikut dalam aliran bisa sampai 100%. ELSMUBS pertama kali dipasang pada 1996. Lufeng, Topacio, Ceiba, Schiehallion. Gambar 29. Framo ELSMUBS
AkerKvaerner LiquidBooster Liquid Booster adalah pompa multistage centrifugal bermotor listrik yang unit subseanya dirancang berdasarkan unit yang sudah beroperasi di topside. Pompa ini cocok untuk pompa WI baik air laut ataupun air formasi dan juga untuk minyak. Pompa ini dirancang untuk kedalaman 3000m dengan kapasitas sebesar 150,000bph dengan head sebesar 2300m. Rating tekanannya adalah 5000psi dengan daya 2.5MW. Gambar 30. LiquidBooster Maksimum gas yang boleh terbawa oleh liquid sekitar 5% dan telah dites dengan liquid yang berkandungan
28/57
solid sampai 200gr/m3. Unit buat aplikasi subseanya sudah ditest pada 2005 dan siap untuk dipakai. Subsea 7 FlowServe Pada 2004, Subsea 7 bekerjasama dengan FlowServe untuk mengembangkan pompa twinscrew multiphase dengan target aplikasi minyak berat dan laut dalam. Dari hasil tes, prototype pompa ini bisa memompa sampai dengan tekanan 2000psi. Unit pompa ini masih dalam tahap pengembangan. Gambar 31. Pompa FlowServe AkerKvaerner MultiBooster MultiBooster adalah pompa twin screw multifasa dari AkerKverner yang dirancang untuk kedalaman 3000m dengan motor elektrik dari jenis oil filled. Pompanya sendiri dari Bornemann. Unit pertama pompa ini dipasang di lapangan Lyell pada 2005 di kedalaman 140m. Pompa ini berhasil mengalirkan 180,000bph pada tekanan 260psig. Gambar 32. AkerKvaerner MultiBooster Pada 2007, dua unit berikutnya dipasang di lapangan King (BP) dan dianggap sebagai pemasangan pompa subsea terdalam (1700m) dengan tieback terjauh (15 dan 17 mil) ke Marlin TLP. Spesifikasi pompa untuk King adalah dirancang untuk kedalaman 3000m dengan kapasitas 60,000 bph pada 1800rpm, tekanan diferensial yang dihasilkan 725psi. Pompa yang berdaya 1MW bisa berputar dengan kecepatan 800-1800rpm. Adapun gas yang bisa ikut dalam aliran sebesar 70%. Framo SMUBS SMUBS (Subsea Multiphase Boosting Station) adalah pompa yang pertama kali diaplikasikan untuk subsea. Seperti ELSMUBS, pompa ini dari jenis helico-axial hanya penggeraknya adalah water turbine. Dipasang di Draugen (Shell, 1994) dan ETAP(BP, 1999). Sistem pompa ini tidak memerlukan minyak pelumas dan memakai air sebagai gantinya. Gambar 33. Framo SMUBS
29/57
4.2 Separasi Seperti halnya di topside, pemisahan di subsea pun mengenal beberapa teknologi disesuaikan dengan keperluan dan kondisi proses. Ada beberapa teknologi yang dikembangkan antara lain: Gravitasi Sistem pemisahan secara konvensional ini menggunakan baik tank horisontal maupun vertikal dengan cara mendiamkan beberapa saat. Gas, liquid dan solid bisa dipisahkan dengan cara ini. Tank yang horisontal cocok untuk pemisahan GVF rendah sedangkan yang vertikal buat fluida dengan GVF tinggi. Cyclone Teknik ini mengalirkan fluida yang akan dipisahkan secara berputar di dinding tank. Gas dan liquid yang sudah terpisah akan mengalir ke arah yang berlawanan keluar dari tank. Teknik ini butuh tekanan yang tinggi dan akan terjadi penurunan tekan yang signifikan sesudahnya. Contoh yang memakai teknologi ini adalah CySep dari AkerKvaerner. CySep adalah sistem separasi cyclon yang modular jadi beberapa modul bisa digabung untuk mendapatkan kapasitas yang lebih besar. CySep juga bisa bekerja untuk separasi 3 fasa. CDS dari FMC adalah contoh yang lain untuk separator jenis ini. Gambar 34. Separator Cyclone Supersonic cyclone Bekerja seperti Cyclone, bedanya pada inlet separator dipasangi ‘Laval Nozel’ untuk mempercepat aliran samapai kecepatan supersonic. Temperatur dan tekanan akan turun sehingga terbentuk pengabutan yang akan dipisahkan pada bagian cyclone-nya. Hanya cocok untuk gas dehydration saja dan sensitif terhadap erosi bila aliran mengandung solid. Gambar 35. Cupersonic Cyclone
Contoh yang memakai teknologi ini adalah Twister. Twister adalah separator dua fasa (liquid-gas) berupa modul yang bisa digabung untuk mendapatkan kapasitas yang lebih besar. Gabungan modul bisa sampai 6 untuk mendapatkan kapasitas sampai 600 MMscfh. Untuk aplikasi subsea, FMC dan Twister BV baru dalam tahap mengembangkannya.
Centrifuge Pemisahan terjadi dengan memutar tank separator. Seperti pada cyclone, gas akan terpisah dari liquid ketika aliran berputar di dinding tank. Butuh tenaga dari luar untuk meutar tanknya. Gambar 36. Separator centrifuge
30/57
Contoh dari teknologi ini adalah Framo CeSep yang masih dalam tahap pengembangan. CeSep adalah separator 3 fasa yang mampu memisahkan 75000 bph liquid dengan kadar air 35%-95% dan GVF sampai dengan 50%.
Coalescer Memaksa kabut dari aliran gas untuk mengembun dan membentuk butiran yang lebih besar pada kepingan-kepingan yang dipasang didalam tank. Kepingan embun yang cukup besar akan jatuh ke dasar tank secara gravitasi. Waktu tinggal yang lama (sekitar 20 menit) dibutuhkan untuk teknik pemisahan ini. Gambar 37. Separator coalescer Contoh teknologi ini adalah CTC (Compact Tubular Coalescer) hasil JIP dari beberapa perurahaan migas, SINTEF dan AkerKvaerner. Latar belakang pengembangan ini adalah untuk memperbaiki kinerja dari hydrocyclon. Baru dalam tahap pengetesan lapangan.
Electrostatic coalescer Sama seperti teknik coalescer tapi kepingan-kepingan yang ada dalam tank disuplay aliran listrik. Dengan adanya aliran listrik, terbentuknya embun akan semakin cepat. Lebih efisien dari teknik coalescer. Contoh dari separator ini adalah CEC (Compact Electrostatic Coalescer) dari AkerKverner. CEC memiliki kapasitas sampai 220,000 bph dan bekerja dengan baik sampai kadar air 25% walaupun dirancang untuk bisa sampai 100%. Gas dalam aliran bisa sampai GVF 20%. Aplikasi subseanya baru sampai pada tahap pengetesan.
Gambar 38. Separator electrostatic
31/57
4.3 Gas Boosting/Compression Diantara tiga area pemrosesan subsea yang disebutkan di depan, teknologi kompresor subsea masih butuh pematangan yang ekstensif. Hal ini diperkirakan karena teknologi pengkompresian gas adalah yang paling kompleks dan membawanya ke subsea butuh penyederhanaan secara menyeluruh untuk menjamin reliabilitas selama umur operasionalnya. Meskipun demikian, pengembangan yang signifikan untuk mengaplikasikan teknologi ini di subsea sedang berjalan karena industri melihat potensial dari benefitnya. Seperti pemompaan multifasa, penambahan tekanan gas di dasar laut akan menambah nilai ekonomi dari lapangan tersebut. Contohnya sebut saja Ormen Lange, tanpa penambahan tekanan produksinya akan menurun dengan cepat pada 2015 dan akan berhenti pada 2029. Penambahan tekanan akan menambah umurnya sampai 2035. Saat ini teknologi kompresor untuk aplikasi subsea secara umum memakai dua pendekatan, yaitu: Mengadopsi teknologi kompresor konvensional yang dioperasikan di topside, juga disebut sebagai dry-gas compression. Fokus dari pendekatan ini adalah penyederhanaan proses dari komponen tambahan (pre-process, pendingin, anti surge, dsb) dengan menjaga kinerja kompresor tetap tidak terganggu oleh perubahan-perubahan dari kondisi operasional. Mengadopsi teknologi yang sama dengan pompa multifasa subsea, disebut wet-gas compression. Karena memang dirancang untuk multifasa, teknologi ini tidak memerlukan banyak komponen tambahan seperti kompresor konvensional. Misalnya, kecepatan kompresor bisa dirubah dengan menggunakan VSD, jadi sistem ini tidak membutuhkan fasilitas anti surge. Juga liquid yang ikut ’mengalir’ kedalam sistem bisa menjadi pendingin dari gas yang terkompres, jadi sistem ini juga tidak membutuhkan unit pendingin. Kekurangannya teknologi ini masih mempunyai efisiensi yang relatif lebih kecil. Di bawah ini ada beberapa contoh sistem kompresor dari masing-masing yang disebutkan di atas. AkerKvaerner GasBooster GasBooster adalah sebuah sistem dari AkerKvaerner yang terdiri dari unit kompresor centrifugal yang digerakan oleh motor listrik. Sistem ini memakai sistem pendingin minyak dan memakai Scrubber dan pompa LiquidBooster sebagai tambahan prosesnya. Juga digunakan VSD untuk motor penggerak kompresor dan pompa dan power supply berikut asesorinya. Gambar 39. GasBooster Dirancang untuk kedalaman sampai dengan 1500m. Unit kompresornya mampu mengalirkan gas dengan GVF diatas 90%. Dikembangkan bersama GE/Nuovo Pignone sejak tahun 90-an (Blue-C) dan teknologi ini sekarang sudah siap untuk dipasang. Ada beberapa seri dari sistem ini tergantung kapasitasnya. GasBooster 12MW adalah kandidat untuk dipasang di Asgaard dan Ormen Lange.
32/57
Framo WGC WGC (Wet Gas Compressor) adalah kompresor contra-rotating centrifugal yang juga digerakan oleh 2 buah motor listrik yang berputar berlawanan. Framo mengembangkan beberapa unit kompresor dengan kapasitas yang berbeda. Kecepatan putar sistem ini adalah 4500rpm lebih kecil dibandingkan dengan sistem konvesional tetapi akan mengurangi resiko erosi. Dalam kompresor ini tidak terdapat difuser, jadi bentuknya lebih kompak. Meskipun dirancang untuk mengalirkan gas basah dengan GVF 95%100% namun sistem masih toleran sampai 100% liquid (slug). Seperti disebutkan di atas, sistem ini tidak membutuhkan anti-surge. Sistem ini masih dalam tahap pengembangan. Karena efisiensi kompresor ini lebih kecil, jadi untuk kapasitas yang sama dengan yang lain, akan butuh daya yang lebih besar.
Gambar 40. Framo WGC GE Blue-C Blue-C adalah kompresor centrifugal vertikal yang digerakan oleh sebuah 12.5-MW motor listrik gas-filled. Kecepatan putar maksimum unit ini adalah 12500rpm. Kompresor ini menggunakan active magnetic bearing sehingga tidak membutuhkan minyak pelumas. Motor penggerak dihubungkan langsung dengan unit kompresor dan ’dibungkus’ jadi satu dengan seal hermetik jadi sistem tidak memerlukan lagi sistem dry-seal gas. Kompresor mempunyai toleransi yang terbatas terhadap solid (dibawah 40 micron) dan liquid (dibawah 50ppm), jadi sebuah scrubber dan pompa dibutuhkan. GVF untuk aliran gasnya tidak bisa kurang dari 98%. Gambar 41. BLUE-C kompresor
4.4 Teknologi Flow Metering Ada tiga kategori alat untuk pengukuran aliran berdasarkan rasio dari masing-masing fasanya: • Pengukur aliran gas basah (1-5% liquid) • Pengukur minyak dalam air (100-5ppm) • Pengukur aliran multifasa (multiphase metering), diluar dari yang dua di atas. Adapun teknologi yang dipakai untuk pengukuran ada berbagai jenis seperti berikut.
33/57
•
Perbedaan tekanan Dengan alat ini, tekanan sebelum dan sesudah suatu halangan diukur. Termasuk kedalam teknologi ini adalah orifice plate, venturi, extended venturi dan V-cone. • Ultrasonic Alat ini mengukur waktu yang digunakan oleh gelombang ultrasonic yang ditembakan melalui fluida yang diukur. • Passive acoustic Alat ini mengukur suara yang dikeluarkan dari suatu aliran yang melalui halangan/obstruksi dan diterjemahkan menjadi komposisi dan kecepatan fluida. • Pattern recognition Memadukan beberapa pembacaan (temperatur, tekanan, akustik, dsb) pada beberapa titik ukur dan menterjemahkannya menjadi komposisi dan kecepatan fluida. • Tomography Alat ini merekam ’gambar’ dari fluida yang diukur secara visual dalam suatu waktu. Akurasinya akan menurun jika dalam aliran terjadi perbedaan kecepatan antara gas dan liquid yang signifikan. Sebagian besar dari alat ukur yang disebutkan di atas tidak bisa menentukan komposisi aliran. Tidak akan bermasalah jika digunakan untuk mengukur salah satu fasa dari fluida tapi untuk pemakaian dalam aliran multifasa, ada alat lain yang harus digunakan untuk menentukan komposisi dari aliran tersebut. Alat-alat ukur di bawah ini bisa menentukan proporsi masing-masing fasa. • Gamma absorption Mengukur densitas fluida suatu aliran dengan mengukur jumlah radiasi sinar gamma yang diserap oleh fluida tersebut. Sinar dengan kekuatan yang berbeda akan diserap secara berbeda pula oleh minyak, air dan gas sehingga hampir semua alat ini mempunyai dua level energi, satu untuk membedakan gas dan liquid, satu untuk membedakan air dan minyak. • Direct electrical property Properti elektrik aliran fluida akan diukur oleh elektroda. Konduktansi/impedansi akan diukur untuk aliran dengan kadar air yang tinggi dan kapasitansi untuk kadar air yang rendah. Hasil pengukuran lalu dikalibrasikan dengan properti masing-masing fasa sehingga komposisi fluida bisa dihitung. Akurasi akan terpengaruh bila kadar air dala aliran tidak stabil. • Microwave Gelombang mikro ditembakan ke dalam aliran untuk mengukur sifat dielektrik fluida. Dengan mengkalibrasikan properti fluida dengan dielektrik yang terukur, maka komposisi aliran bisa dihitung. Alat ini cocok untuk mengukur kandungan air dalam fluida. • Photo acoustics Sinar IR dan UV berkekuatan tinggi yang diarahkan kedalam fluida yang mengalir akan mengakibatkan fluida tersebut menjadi panas dan mengembang sehingga menimbulkan gelombang tekanan yang bisa dideteksi oleh detektor ultrasonic. Kandungan minyak dalam aliran akan menghasilkan gelombang tertentu yang bisa dihitung kadarnya. Alat ini butuh jendela kaca yang harus selalu dibersihkan untuk menjaga keakurasiannya. • Fluorescence Salah satu sifat dari minyak adalah memantulkan sinar bila diterangi oleh photon dalam frequensi tertentu. Laser atau sinar UV bisa ditembakan kedalam aliran dan hasil pantulannya diukur untuk mengetahui kadar aromatik dalam aliran fluida.
34/57
•
•
Ultrasonic Ketika gelombang ultrasonic ditembakan ke arah fluida yang mengalir, detektor akan mengukur bahwa gelombang ini ditransmisikan atau dipantulkan oleh komposisi yang lain dalam aliran dan hasil akhirnya bisa diterjemahkan menjadi komposisi dari aliran tersebut. Alat ini cocok buat mengukur komposisi minyak dalam air. Electromagnetic resonance Alat baru dengan menggunakan gelombang radio untuk mengukur resonansi elektromagnetik dari aliran dan mengetahui sifat dieletrik aliran. Cara kerja selanjutnya mirip dengan microwave.
4.5 Flow Metering Subsea Beberapa contoh dari berbagai sistem yang sedang atau telah dikembangkan. • Abbon Flow Mater AFM berbasis passive acoustic dan sudah menjalani test dengan berbagai fraksi gas dan liquid. Rencananya akan diaplikasikan di subsea pada kedalaman 1000m. Jangkauan operasional alat ini adalah GVF 0-100%, WLR 0-100% dengan debit 150100000 bph. Alat ini tidak menggunakan komponen intrusif dan penurunan tekanannya hanya sekitar 15psi. • Aker Kvaerner DUET DUET (DUal Energy Transmission) menggunakan dua komponen penting: - dual energy gamma densitometer (sensor DUET) - single energy gamma densitometer (sensor densitas) Aliran diarahkan ke atas dan meter dipasang pada rangkaian ’blind tee’. Aliran fluida pertama-tama melewati sensor densitas untuk mengukur densitas komposisi fluida kemudian melewati sensor DUET untuk menentukan fraksi gas, minyak dan air. Gambar 42. DUET Flow Meter Kecepatan alir kemudian dihitung dari korelasi silang dari sensor densitas dan DUET. Kecepatan gas dan liquid juga dihitung dari korelasi silang kecepatan dan densitas komposisi fluida. Meter kemudian memberikan debit gas, debit liquid dan kadar air (watercut). Alat ini tidak menggunakan komponen interusif termasuk kedua sensor di atas dan dirancang untuk kedalaman 1000m dan 3000m, GVF 5-85%, watercut 0-100% dan kecepatan aliran 2-30 m/det. •
Framo PhaseWatcher Vx Framo bersama Schlumberger mengembangkan PhaseWatcher Vx yang menggunakan dual-energy gamma detector dan venturi dengan sensor temperatur dan tekanan. Sinar gamma digunakan untuk mengukur konsentrasi dari masing-masing fasa dan ventury untuk mengukur debit. PhaseWatcher bisa bekerja untuk jangkauan baik GVF maupun WLR dari 0% sampai 100%.
Gambar 43. Framo PhaseWatcher Vx
35/57
ROXAR Roxar mengembangkan dua jenis metering untuk subsea berdasarkan kebutuhan industri yaitu untuk gas basah dam multifasa sedangkan teknologi yang dikembangkan diadopsi dari yang sudah dipakai untuk topside. Didasari kebutuhan intervensinya, ada dua model yang dikembangkan Roxar yaitu Subsea Retrievable Canister (dengan merek dagang MPFM SRC). MPFM SRC adalah unit independen dengan filosofi ’fully retrievable’. Artinya alat ini bisa diganti kapan saja tanpa mengganggu proses produksi. Model yang kedua adalah Choke Bridge Version (merek dagang MPFM CBV). Unit ini dimaksudkan untuk dipasang sebagai komponen tetap dari sebuah modul. Untuk mengambil alat ini, kita harus mengangkat keseluruhan modul (lihat juga gambar dari kedua model tersebut). Untuk teknologi pengukurannya, Roxar menggunakan single-energy gamma ray densitometer untuk pengukuran fraksi gas, minyak dan air dan korelasi silang dari induktansi dana kapasitansi dikombinasikan dengan venturi untuk pengukuran debit dan kadar air. Arah dari aliran adalah vertikal keatas. Jangkauan komposisi fluida untuk alat ini adalah 0-95% GVF, 0-100% WLR, 1.5-35 m/det kecepatan aliran. Alat ini dirancang untuk bisa bekerja sampai kedalaman 3000m dengan tekanan sampai 10000psi dan temperatur sampai 1500 C .
Gambar 44. Roxar MPFM CBV (kiri) dan MPFM SRC (kanan)
4.5 Sistem Pemrosesan Subsea Di bawah ini ada beberapa contoh sistem pemrosesan subsea uang lebih komplek. • SUBSIS SUBSIS (Subsea Separation and Injection System) dikembangkan oleh sebuah konsorsium di bawah pimpinan ABB untuk Troll Pilot Project pada 2001. Lapangan Troll, berada di perairan Norwegia, berkedalaman 340m dan SUBSIS di-tieback ke Troll C dengan jarak 3.5km. Sistem ini terdiri dari satu stage Separator horisontal berkapasitas 60,000bph (liquid-liquid dengan teknik gravitasi), yang memisahkan dan menginjeksi 36,000bpd (pada 15ppm kadar minyak) kembali ke reservoir. Satu unit pompa berdaya 1.6MW disuplay oleh Framo dengan tekanan differential 1400psi. Level air dalam separator diukur oleh dua buah sistem yang terpisah yaitu sebuah multipoint nucleonic device dan inductance measuring coils. Level air ini dikontrol dengan meng-adjust kecepatan pompa re-injection lewat variable speed drive yang dipasang di surface. Hasil pemisahan gas dan minyak digabungkan lagi dan dikirim tanpa dipompa dulu. Sampling kualitas air yang diinjeksi kembali dilakukan oleh ROV secara periodik. Semua peralatan tersebut diinstal dalam satu struktur dan skema proses SUBSIS ini seperti berikut.
36/57
Gambar 45. SUBSIS untuk Troll Pilot • SSBI Tujuan utama pengembangan SSBI (Subsea Separation, Boosting and Injection) di lapangan Tordis dengan kedalaman 200m adalah untuk meningkatkan produksi dengan menurunkan tekanan di sumur (well head pressure). Proyek Tordis IOR (Increase Oil Recovery) ini mempunyai target 49%-55% tambahan recovery atau sekitar 35 juta barel. Tujuan lainnya adalah menurunkan energi yang dibutuhkan di fasilitas topside dengan membuang air secara subsea. Juga untuk menaikan kapasitas aliran dengan penerapan multiphase boosting. Secara lingkungan, proyek ini juga bertujuan untuk tidak membuang air dan pasir ke laut tapi dengan menginjeksi kembali ke formasi. SSBI sistem ini terdiri dari Separator horisontal dengan inlet CDS berkapasitas 200,000 bph. Dari inlet CDS ini sebagian besar gas di-bypass. Air dipisahkan dari minyak di dalam separator. Air yang keluar dari separator, tekanannya di-boosting oleh pompa Water Injection (WI) dan dikirim ke sumur injeksi lewat Pipeline Inline Manifold (PLIM). Pasir yang terakumulasi di dasar separator, secara periodik di-knock out dan dipisahkan dari air yang terbawa oleh Slurry Desander, air yang terpisah dialirkan ke inletnya pompa WI. Pasir dari Desander (sekitar 50-500kg per hari) secara periodik dikirim ke PLIM bersama air dari pompa WI. Gas dari CDS digabungkan lagi dengan minyak dan dipompa ke stasiun penerima (Gullfaks C platform) dengan Multiphase Pump.
Gambar 46. SBSI di lapangan Tordis PLIM dipasang untuk membelokan aliran dari manifold yang sudah ada ke sistem SSBI dulu sebelum dikirim ke Gullfaks.
37/57
Sumur water injection dibikin dari tree yang sederhana yang memungkinkan aliran air ke reservoir non-hydrocarbon. TORDIS IOR mulai beropersai pada 2007.
Gambar 47. Komponen SSBI • CoSWaSS CoSWaSS (Configurable Subsea Water Separation System) adalah sebuah pengembangan dari joint industry project (JIP) yang didanai oleh BP, Amerada Hess, ExxonMobil, Statoil, Chevron, Agip, Saga dan Elf. Teknik pemisahannya berdasarkan gravitasi dengan separator vertikal yang menggunakan inlet yang berbentuk cyclon untuk memperbaiki kinerja pemisahan gas-liquidnya serta inclined plate vane packs untuk memisahkan minyak dan air. Level air dalam separator diukur oleh multipoint nucleonic system. Level ini kemudian dikontrol dengan merubah kecepatan dari water injection pump. Tidak seperti SUBSIS, CoSWaSS menggunakan variable speed drive yang dipasang di subsea. Sistem ini masih dalam tahap pengembangan. VASPS VASPS (Vertical Annular Separation and Pumping System) dimaksudkan untuk memperpanjang umur suatu lapangan serta memperbaiki profil produksi dan recovery dari sumur-sumur subsea-nya. Target utama penggunaan VASPS adalah mengurangi back pressure ke dalam sumur dan mengeficienkan transport fluida dengan mengeliminasi slugging pada aliran. Pengembangan teknologi didanai oleh Agip, ExxonMobil, Petrobras, BP dan Conoco. VASPS terdiri dua fasa separator (gas/liquid) vertikal dan sistem pemompaan diinstal di dalam sebuah dummy well dengan kedalaman 60m. Sistem ini dirancang untuk 10,000 bph liquid dan 3.5 Mscfph gas. Aliran multifasa dari sumur-sumur memasuki sistem dari atas separator. Fluida akan dialirkan ke arah bawah ke dasar separator melalui alur spiral tangensial. Dengan alur seperti ini kinerja pemisahan liquid-gas akan lebih tinggi karena menggunakan gara centrifugal. Sepanjang alur spiral ini, gas akan terpisah dan melewati lubang-lubang kedalam Inner Gas Annulus yang kemudian mengalir ke Gas Expansion Chamber sebelum keluar dari sistem lewat outlet gasnya. Sedangkan liquidnya akan terus mengalir ke bawah dan dikumpulkan dalam Liquid Sump di dasar separator. Dari Liquid Sump liquid akan dipompa keluar oleh sebuah ESP lewat Liquid Discharge Tubing. Variable speed drive untuk ESP ini dipasang di •
38/57
atas stasiun penerima. Level liquid dimonitor dengan sensor radar (microwave) yang bisa dipasang ulang oleh ROV. Untuk kontrolnya digunakan kecepatan ESP atau bukaan choke yang ada di sumur atau kombinasi keduanya.
Gambar 48. Sistem pemrosesan subsea VASPS Protype sistem ini diinstal di lapangan Marimba kepunyaan Petrobras dengan kedalaman 400m. AlphaPRIME AlphaPRIME adalah sistem pemrosesan subsea yang di kembangkan oleh AlphaThames (subsidiary SAAB) dengan pendekatan yang cukup unik untuk rancangannya yaitu fleksibilitas. Komponen dari sistem ini memakai sistem modular (dengan nama SystemModule) yang insert retriveable sehingga selama berproduksi, komponen sistem bisa dirubah-rubah disesuaikan dengan kebutuhan lapangan dan kinerja reservoir. Sytem-Module bisa memuat unit separasi, pompa, kompresor, multiphase metering, kontrol, power distribution, dan sebagainya. Setiap modul adalah self contained, jadi membawa sistem kontrol sendiri dengan sistem koneksi yang minimum untuk menjaga reliabilitasnya. Juga sistem ini menggunakan dua modul sehingga setiap pergantian modul, produksi tidak terhenti.
39/57
Sistem ini baru dalam dalam pengembangan dan akan dicoba di salah satu lapangan Shell dalam waktu dekat ini.
Gambar 49. System-Module dan sistem AlphaPrime
40/57
\
Sistem Kontrol Produksi Subsea
Yang dimaksud dengan kontrol di sini adalah mengatur, mengoperasikan, mengukur dan memonitor. Ada beberapa aktifitas di bawah air yang membutuhkan sistem kontrol seperti pada saat well completion/intervention dan pada saat produksi. Yang akan dibahas di bawah ini adalah sistem kontrol pada saat produksi. Adapun peralatan yang dikontrol tidak berbeda jauh dengan sistem produksi di atas air. Peralatan ini meliputi SSIV, valve yang ada di tree, choke, kerangan yang ada di manifold, peralatan proses (kalau ada), dan sebagainya. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis sistem kontrol yang biasa dipakai di bawah air. Dalam menentukan jenis mana yang cocok, ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan, seperti umur instalasi, jarak, waktu respons, kontrol fluida (berbasis minyak atau air), dst.
5.1 Jenis-jenis Sistem Kontrol Subsea Direct Hydraulic (DH) DH adalah sistem yang pertama kali diaplikasikan dan paling sederhana. Sistem ini mirip dengan sistem untuk topside hanya diperpanjang ke subsea lewat umbilical. Dalam sistem ini, hydraulic power dikirim secara langsung oleh HPU di topside ke masing-masing aktuator valve melalui umbilical. Setiap valve mempunyai power line tersendiri, oleh karena itu ukuran umbilicalnya besar tapi setiap valve jadinya bisa dioperasikan tersendiri. Sistem ini hanya cocok untuk jarak dekat (sekitar 5 km) dan fasilitas subsea yang sederhana karena responsnya lambat. Maka dari itu, sistem ini tidak bisa digunakan untuk aplikasi deepwater. Karena sederhana dan peralatan penting ada di topside, sistem ini mempunyai kehandalan yang tinggi namun sistem ini tidak mempunyai kemampuan untuk memonitor langsung karena tidak adanya sistem kelistrikan. Status buka/tutup valve bisa dimonitor lewat suplay hidrolik atau dari return line-nya. Biaya untuk sistem ini memang relatif lebih rendah dari yang lain. Gambar 50. Skema kontrol Direct Hydraulic Piloted Hydraulic (PH) Berbeda dengan DH, PH hanya mempunyai satu power hydraulic dari HPU yang disambungkan ke subsea accumulator. Accumulator ini biasanya dipasang pada tree. Instruksi dari topside dilakukan lewat control line yang dikirim ke pilot valve yang berada di Subsea Control Module (SCM). Pilot valve inilah yang akan membuka dan menutup sambungan power hydraulic dari accumulator ke masing-masing valve. Masing-masing pilot valve ini mempunyai control line ke topside jadi setiap valve bisa dikontrol tersendiri. Gambar 51. Skema kontrol Piloted Hydraulic Dengan sistem ini ukuran umbilical jadi lebih kecil karena hanya punya satu power hydraulic line sama beberapa control line yang ukurannya lebih kecil. Responsnya lebih cepat dari DH karena
41/57
power disuplay dari accumulator tapi masih dibatasi oleh volume control line jadi jarak kontrol yang terjangkau hanya bisa sekitar 15 km. Seperti DH, PH sangat handal dan sederhana namun sistem ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk memonitor langsung. Sekarang sistem kotrol ini sudah jarang diaplikasikan.
Sequential Piloted Hydraulic (SPH) Sistem kontrol ini mempunyai konfigurasi yang hampir sama dengan PH. Bedanya control line dari topside ke pilot valve dikurangi karena beberapa pilot valve mendapat instruksi dari satu control line. Urutan pengoperasioan dari pilot valve tersebut dilakukan dengan membedakan tekanan suplay-nya. Berbeda dengan DH dan PH, dengan SPH valve jadi tidak bisa dikontrol tersendiri. Ukuran umbilical juga tidak terlalu beda signifikan dengan PH karena yang dikurangi hanya control line. Kecepatan respons, kehandalan dan sebagainya hamir sama dengan PH.
Gambar 52. Skema kontrol Sequential Piloted Hydraulic Electro Hydraulic (EH) Sistem kontrol ini juga hampir sama dengan PH, bedanya EH memakai listrik untuk kontrolnya. Pilot valve hidrolik digantikan oleh solenoid valve supaya bisa berkomunikasi secara elektrik. Solenoid valve dan accumulator biasanya diitegrasikan dalam control pod. Keuntungan dari EH dibanding PH adalah secara teoritis jangkauan kontrol jadi tidak terbatas karena respons listrik jauh lebih cepat dari hidrolik, valve juga jadi lebih cepat bereaksi dan ukuran umbilical jadi relatif lebih kecil. Yang paling penting dari EH adalah monitoring jadi bisa dilakukan karena adanya sambungan listrik. Beberapa sensor yang diperlukan (tekanan, temperatur, debit, dan sebagainya) biasanya dipasang di lokasi yang diinginkan. Kekurangannya adalah biaya keseluruhan sistem ini lebih mahal dan kehandalannya jadi berkurang. Meskipun demikian, sistem ini banyak diaplikasikan. Gambar 53. Skema kontrol Electro Hydraulic Multiplexed Electrohydraulic (MUX) Sistem ini hampir sama dengan EH, bedanya jumlah control line lebih sedikit dengan mengambil keuntungan dari teknologi multiplex. Dengan MUX, beberapa sumur bisa dikontrol melalui satu umbilical sederhana yang dihubungkan dengan sebuah Subsea Distribution Unit (SDU). Dari SDU ini, sambungan ke masing-masing sumur dan SCM bisa dilakukan lewat flying lead. Bedanya lagi dengan EH, komunikasi dari komponen dasar laut dengan panel kontrol yang ada di topside dilakukan secara digital jadi MUX butuh modem sebagai konsequensinya. Sistem ini akan memberi respons yang bagus sampai jarak 50 km. Batasannya adalah kemampuan sistem untuk mensuplay hidrolik untuk jarak yang jauh. Dengan respons yang
42/57
cepat dan kapasitas data untuk komunikasi yang besar memungkinkan MUX sangat cocok untuk digunakan di proyek yang kompleks dengan populasi sumur yang banyak. Kebutuhan kabel listrik untuk MUX hanya 2 pasang saja, 1 pasang buat power supply dan 1 pasang lagi buat communication line. Tapi biasanya ada 4 pasang yang dipasang untuk kebutuhan redundansi. Hal ini membuat biaya awal umbilical jadi lebih murah. Cuma sistem ini membutuhkan peralatan elektronik yang banyak baik di subsea maupun di topside. Peralatan elektronika di subsea dikumpulkan di dalam modul tersendiri yang biasa disebut SEM (Subsea Electronics Module). Peralatan elektronika untuk topside akan dibahas bersama TUTU. Meskipun hal ini semua membuat teknologi ini memerlukan biaya yang tinggi, hampir semua pengembangan subsea/deepwater aat ini memakai teknologi ini. All Electric Meskipun MUX sudah hampir memenuhi semua kebutuhan, baik dari segi respons maupun komunikasi data, tapi masih ada beberapa hal yang masih dirasa kurang seperti suplay hydraulic power masih dirasakan terlalu pendek meskipun bisa sampai 50km, isu lingkungan dengan adanya fluida hidrolik bertekanan dan terutama kehandalannya karena ada dua sistem. Secara konfigurasi, all electric hampir sama dengan MUX, bedanya hanya hydraulic power suplaynya diganti dengan tenaga listrik. Tetu saja semua aktuator valve-nya diganti dengan motor listrik. Sistem all electric yang mengabaikan semua suplai hidrolik dan menggantikannya dengan elektrik membuat sistem kontrol menjadi lebih sederhana. Biaya kapital dan operasional dari sistem ini juga akan lebih murah karenanya. Teknologi ini baru dalam tahap percobaan jadi belum banyak tersedia di industri tapi Cameron dan FMC sudah mulai menyuplai tree dengan teknologi ini. Sebagai ringkasan dari uraian di atas, tabel di bawah ini memberikan gambaran singkatnya. Sistem Kontrol Direct Hydraulic Piloted Hydraulic Sequenced Hydraulic Direct ElectroHydraulic Multiplexed Electrohyd. All electric
Komplek sitas
Respons Power Signal
Umbilical Diameter Jangkauan
Rendah
Lambat
Lambat
Besar
Pendek
Sedang ke rendah
Cepat
Lambat
Sedang ke besar
Sedang
Sedang
Cepat
Lambat
Kecil
Sedang
Sedang
Cepat
Sangat cepat
Sedang
Panjang
Tinggi
Cepat
Kecil
Panjang
Sedang
Cepat
Kecil
Panjang
Sangat cepat Sangat cepat
Aplikasi Single satellite, lapangan kecil Satellite, lapangan kecil Satellite, lapangan kecil Lapangan sedang Lapangan kompleks Lapangan kompleks
Tabel 6. Ringkasan berbagai sistem kontrol subsea
5.2 Subsea Control Module Subsea control module (SCM) mengatur sejumlah komponen (terutama valve) yang ada di sumur atau manifold. SCM juga mengumpulkan dan mengirim data dari semua sensor yang ada di sumur, tree dan manifold dan mengirimnya ke MCS di topside. Sensor ini terdiri dari berbagai macam jenis mulai dari yang sederhana seperti untuk suhu dan tekanan, sampai yang kompleks seperti multiphase flow metering. Sensor-sensor ini ada
43/57
yang menggunakan sistem analog tapi ada juga yang sudah memakai sistem digital tergantung dari kontrol sistem yang digunakan.. Komponen elektronika yang disimpan di dalam SEM (Subsea Electronic Module) juga dipasang di dalam SCM. Peralatan hidrolik penting lainnya juga seperti Accumulator, Directional Control Valve (DCV), filter, dsb juga dipasang dalam SCM. Manifold SCM mengontrol semua komponen (valve) yang ada di manifold. Baik SCM manifold maupun tree biasanya (ROV) retrievable, jadi bisa diambil sewaktuwaktu kalau butuh perbaikan. SCM tree biasanya disambungkan ke SDU (Subsea Distribution Unit) dengan jumper yang biasa desebut flying leads.
Gambar 54. Contoh berbagai bentuk SCM dan lokasinya di tree
5.3 SUTU dan SDU Subsea Umbilical Termination Unit (SUTU), ada juga yang menyebutnya SUTA (Subsea Umbilical Termination Assembly) adalah modul untuk menyambung umbilical dari MCS ke SDU (Subsea Distribution Unit) atau ke flying leads untuk sumur. Tergantung kedalaman laut, SUTU bisa mempunyai jenis interface koneksi untuk ROV atau untuk diver. Di lapangan yang lebih kompleks, main umbilical dari MCS biasanya dikirim dulu ke SDU sebelum didistribusikan ke masing-masing drill centre atau cluster lewat in-field umbilical (static umbilical) yang diujungnya masing-masing dipasang SUTU. Dari SUTU terakhir inilah distribusi untuk hidrolik, listrik, injeksi kimia, dan sebagainya biasa dilakukan lewat flying lead (lihat gambar di bawah ini).
Umbilical Termination Assembly
Electrical Hydraulic/ Chemical Umbilical
Manifold
Subsea Tree Subsea Control Module
Hydraulic Flying lead
Electrical Flying Lead
Gambar 55. SUTU/SUTA
5.4 Umbilical
44/57
Umbilical digunakan untuk menyuplai tenaga listrik dan hidrolik ke katup subsea, menerima signal dari sensor dan mengirim chemical buat penanganan sumur dan fasilitas lainnya. Secara kontruksi, umbilical terdiri dari hydraulic line yang bisa terbuat dari thermoplastic dan steel tube, electrical line buat power dan signal (bisa twisted pair, quad atau triad), fiber optic buat data, filler, sheating dan armor. Thermoplastic harganya relatif lebih murah, banyak pilihan, sangat fleksibel jadi memudahkan penanganya dan butuh carrousel yang lebih kecil, sangat kuat, mudah diperbaiki jika terjadi kerusakan dan sudah menjadi stardar industri. Kekurangannya adalah methanol dalam plastik bisa permeasi, terbatasnya kompatibilitas terhadap bahan kimia tertentu membuat pemilihan injeksi kimia jadi lebih sempit, stabilitas jangka panjang dan bisa collaps oleh tekanan eksternal. Steel meskipun lebih kaku jadi membutuhkan carrousel yang lebih besar pada saat instalasi tapi mempunyai reliabilitas yang lebih tinggi, juga steel mempunyai kompatibilitas terhadap hampir semua bahan kimia, tidak ada isu permeasi, tahan terhadap tekanan eksternal dan stabil dalam jangka panjang. Kekurangannya adalah lebih mahal dan tidak terlalu kuat buat tekanan tinggi. Berdasarkan lokasinya, dikenal ada dua nama untuk umbilical yaitu dynamic umbilical untuk umbilical yang dipasang antara TUTU dan dasar laut, dan static umbilical yang dipasang didasar laut saja. Secara struktur bedanya ada di armour layer, dynamic umbilical biasanya mempunyai 4 lapis armour sedang static hanya 2 lapis saja.
Outer Sheath Armour Layers Inner Sheath
Fillers Tube Electric Cable Fibre Optic Cable Electric Cable
Gambar 56. Umbilical
5.5 Flying Leads Kalau dianalogikan dengan sistem produksi, flying lead adalah semacam flowline yang mengdistribusikan sistem kontrol dari komponen yang lebih besar (bisa SUTU/SUTA atau SDU) ke masing-masing tree. Dalam pemasangannya, sambungan hidrolik dan sambungan elektriknya bisa dalam satu umbilical kecil atau secara terpisah.
Gambar 57. Flying lead hidrolik dan listrik, berikut skema pemasangannya pada SCM
5.6 TUTU dan Peralatan di Sekitarnya
45/57
Topside Umbilical Termination Unit ini berlokasi di atas FPSO, fixed platform atau di darat tergantung jenis tieback-nya. TUTU adalah sistem terminasi dari kontrol umbilical ke HPU (Hydraulic Power Unit), EPU (Electrical Power Unit) dan MCS (Master Control Station) dan TUTU-lah tempat dimana spec break antara umbilical design code dan code untuk fasilitas topside berada. Platform PCS & ESD System
Pump control panel UPS Chemical Injection Skid PC Methanol Injection Skid
MCS
Chemical Electrical Cables
Methanol HPU TUTU Fluid
Hydraulic
Tank
Umbilical
Gambar 58. Skema TUTU dan komponen subsea kontrol yang lainnya HPU adalah sumber energi utama untuk penggerak valve di fasilitas subsea karena sampai saat ini energi hidrolik masih dianggap lebih baik daripada energi listrik sehubungan dengan sederhananya rancangan penggerak valve pada tree dan manifold dan bisa disimpan dengan lebih efisien daripada listrik. Umumnya ada dua jenis sumber HPU ini: LP dengan tekanan sekitar 200 bar dan HP dengan tekanan lebih dari 450 bar. HP diperlukan untuk mensuplai tenaga ke SSIV. EPU adalah sumber energi buat sensor, komunikasi data dan buat peralatan elektronik lainnya. Kebanyakan dari EPU ini menggunakan sistem AC, hanya beberapa saja yang menggunakan sistem DC. MCS adalah komputer untuk berinteraksi antara operator kontrol sistem dengan peralatan fasilitas subsea. Hardware-nya berbasis personal computer atau PLC, tergantung dari preferensi pengguna. Instruksi, monitor data, dan sebagainya dilakukan lewat MCS ini.
5.7 Sistem Subsea yang Lainnya Disamping jaringan untuk proses produksi dan sistem kontrol, biasanya ada lagi jaringan sistem tambahan yaitu injeksi bahan kimia (chemical injection). Injeksi kimia dimaksudkan untuk flow assurance (mengontrol hydrat, wax, emulsi, sacle inhibitor dan kadang-kadang air panas) juga untuk integrity (anti korosi). Meskipun sistem kontrol sudah sepenuhnya ’all electric’, sistem ini tidak (belum) bisa tergantikan, jadi masih ada suplay ’hidrolik’ ke dasar laut. Untuk distribusinya ada dua metode: surface distribution dan subsea distribution. Surface distribution membutuhkan lebih banyak saluran di umbilicalnya jadi biaya initial umbilicalnya tinggi. Tapi biaya ini dikompensasi oleh rendahnya biaya kontol modul di subsea karena tidak membutuhkan flow control di subsea. Reliabilitasnya lebih tinggi dari subsea distribution dan sudah menjadi standar industri.
46/57
]
Operasional Subsea
Dalam kegiatan survey, inspeksi, konstruksi dan intervensi bawah air, kita tidak bisa lepas dari kegiatan diving dan ROV. Beberapa tahun terakhir ini, AUV juga mulai muncul secara komersial untuk (terutama) pekerjaan survey. Di bawah ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan tersebut.
6.1 Diving Diving yang dimaksud di sini adalah commercial diving untuk membedakannya dari recreational diving. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat hal-hal terpenting yang berhubungan dengan diving. Dalam operasi penyelaman, efek-efek fisik berikut ini harus diperhatikan: • Tekanan Pada tekanan parsial 1.6 bar absolut, oksigen menjadi toksik dan membahayakan diver. Dengan kadar 78%pada tekanan 6 bar absolut (50m kedalaman) nitrogen menjadi narkosis. • Pengaturan suhu Berbeda dengan udara, air adalah penghantar panas yang baik jadi suhu tubuh diver sangat dipengaruhi sekali oleh temperatur air di sekitarnya. Sedangkan di banyak tempat dan di kedalaman, temperatur airnya sangat dingin. • Distorsi penglihatan Penetrasi cahaya kedalam air akan semakin berkurang di tempat yang semakin dalam. Juga penglihatan akan dipengaruhi oleh turbidity (pantulan dari partikel dalam air). Maka, meskipun diver membawa lampu, distorsi penglihatan tetap ada. • Disorientasi Karena kurangnya visualisasi dan tidak adanya horison, maka diver akan cepat berdisorientasi di dalam air. • Kekuatan dari sekitarnya seperti arus, ombak, dsb. Dari efek-efek di atas, masalah tekanan adalah hal terpenting karena mempunyai efek fisiologis yang serius seperti narkotik efek dari nitrogen, keracunan oksigen dan sakit dekompresi. Teknik Diving Dalam diving komersial, ada tiga jenis teknik diving dikenal: • Surface supplied air. Dalam teknik ini diver bernafas dengan udara yang dikompres dan dikirim dari atas air. Mengacu pada IMCA D014, teknik ini boleh digunakan sampai kedalaman sekitar 50m saja. Cuma kalau mengingat batasan dekompresi, sebenarnya bottom time dari teknik ini hanya praktis sampai kedalaman sekitar 30m saja. Untuk turun ke dalam air, teknik ini mengenal beberapa cara, yaitu. Akses turun Tangga Basket Platform
Keterangan Sampai ketinggian 3 meter dari permukaan air, atau biasanya dipakai untuk akses alternatif Diperlukan mulai dari ketinggian 3 meter atau lebih Alterntif untuk ketinggian mulai 12 meter (diving dari rig atau platform) Tabel 7. Akses turun diver
47/57
• Suface supplied mixed gas Sama halnya dengan surface supplied air, teknik mixed gas juga mempunyai batasan kedalaman, yaitu untuk nitrox 50m dan untuk heliox 70m. Waktu dekompressi adalah waktu untuk menunggu gas nitrogen keluar semua dari tissue dalam tubuh diver. Selama tekanan parsial oksigen masih dibawah 1.6 bar, oksigen masih belum toksik. Hal ini memungkinkan untuk menambah komposisi oksigen dalam gas supply-nya. Untuk memperpendek waktu dekompresi (atau memperpanjang bottom time dengan waktu dekompresi yang sama), udara untuk bernafas diganti dengan gas campuran dengan perbandingan yang bervariasi dari 25% sampai 50% oksigen. Ada beberapa mixed gas yang biasa dipakai, yaitu Nitrox (nitrogen dan oksigen), Trimix (nitrogen, helium dan oksigen) dan Heliox (helium dan oksigen). Batasan kedalaman juga dibatasi oleh nitrogen. Dengan kadar 78% nitrogen dalam udara, pada tekanan 6 bar absolut, nitrogen akan mengakibatkan narkosis, gejalanya seperti orang mabuk. Maka dari itu, untuk bisa menyelam di tempat yang lebih dalam dari 50m (6 bar), nitrogen perlu diganti dengan helium (Heliox). Kekurangan heliox ini adalah mengingat partikelnya yang lebih kecil, mengakibatkan waktu dekompresi yang lebih lama. • Saturation diving Seperti diketahui, waktu dekompresi akan bertambah dengan bertambahnya bottom time. Namun hukum ini berlaku sampai kadar gas yang perlu dikeluarkan dari dalam tissue atau darah manusia sudah jenuh. Setelah jenuh (saturated), waktu dekompresi mencapai maksimum dan tidak akan bertambah lagi. Dari sinilah teknik saturation diving diperkenalkan. Dengan teknik ini, bottom time diver tidak dibatasi lagi dan biasanya mereka bisa bekerja dalam air sampai 3 jam atau 4 jam untuk 6 dan 8 jam bell run. Dengan teknik ini diver harus tinggal dalam ruangan (chamber) bertekanan yang sama dengan tekanan di kedalaman kerjanya (storage depth). Bisa dipakai untuk kedalaman dari sekitar 20m sampai 200m di North Sea tapi di tempat lain bisa dipakai sampai ke 450m. Sistem saturation diving terdiri dari komponene sebagai berikut: - Diving bell atau SCC (submerged compression chamber) - Bell handling and dive control - Kompleks DDC (deck decompression chamber) - Chamber control - Life support equipment - HRC (Hyperbaric Rescue Chamber)
Gambar 59. Peralatan di sistem saturation diving
48/57
Operasional Diving Hampir semua pekerjaan yang dilakukan di onshore atau topside bisa dilakukan dengan diving, seperti menyambungkan koneksi flange, mengelas, metrology, inspeksi, konstruksi dan sebagainya. Bedanya pada operasional diving yang bekerja hanya dua orang, dengan satu orang stand-by. Biaya operasional diving jauh lebih besar kalau dibanding ROV. Mengingat hal ini dan juga terutama masalah keselamatan, di beberapa tempat ROV lebih disukai daripada diving.
6.2 Jenis ROV ROV (Remotely Operated Vehicle) adalah nama yang umum dipakai untuk kendaraan bawah air tak berawak dan dioperasikan dari atas air (kapal atau platform) lewat umbilical tether. Pengembangan ROV dimulai oleh US Navy pada 1960 yang dimaksudkan untuk penyelamatan di laut dalam atau mengambil obyek dari dasar laut. Dalam industri migas, ROV ini digunakan untuk observasi, survey, inspeksi, konstruksi, intervensi dan penggalian dan penguburan (trenching and burial). Dalam melakukan tugasnya, ROV tertentu dengan peralatan tertentu hanya bisa melakukan pekerjaan tertentu saja. Kalau mengacu ke IMCA R-004 Code of Practice for the Safe and Efficient Use of Remotely Operated Vehicles, ROV diklasifikasikan sebagai berikut.
Class 1 - Observation ROV ini bentuknya kecil yang dilengkapi dengan hanya kamera/lampu dan sonar. Khususnya dimaksudkan untuk observasi saja, meskipun memungkinkan untuk memasang satu sensor tambahan (seperti peralatan CP), atau video camera tambahan.
Gambar 60. ROV Class 1 - Observation
Class II - Observation ROVs dengan Payload ROV ini sama dengan yang di atas tapi juga dilengkapi dengan tambahan beberapa sensor (CP, UT, dsb). Juga ada tambahan lengan robot (manipulator) untuk melakukan beberapa tugas. Syaratnya ROV ini tidak boleh kehilangan fungsi utamanya ketika dua fungsi (baik sensor dan/atau manipulator) digunakan.
Gambar 61. ROV Class II
49/57
Class III - Workclass ROV ini berbadan cukup besar untuk membawa sensor-sensor tambahan dan manipulator. ROV Class III juga umumnya mempunyai kemampuan ‘multiplexing’ yang memungkinkan sensor tambahan dan alat lainnya bisa bekerja tanpa berhubungan dengan ROV pilot melalui umbilical (baik baik listrik maupun hidrolik). ROV ini umumnya lebih besar dan lebih kuat dibanding dengan ROV Class I and II, dengan fungsi yang lebih banyak.
Gambar 62. ROV Class III
Class IV - Towed dan Bottom-Crawling Towed ROV ini ditarik dari atas air oleh kapal atau kabel penarik (winch). Meskipun ROV ini tidak mempunyai kemampuan bergerak maju (propulsif) tapi mempunyai kemampuan manuver. ROV yang bottom-crawling biasanya menggunakan roda atau kaki untuk bergerak di dasar laut, tapi ada juga yang punya kemampuan berenang ROV ini umumnya berbadan besar dan berat dan dirancang untuk melakukan tugastugas yang spesifik seperti mengubur kabel atau pipeline.
Gambar 63. ROV Class IV
Class V - Prototype atau Development ROV Semua ROV yang sedang dikembangkan dan baru diaanggap sebagai prototype dimasukkan ke dalam kategori ini. ROV yang punya tugas khusus dan tidak bisa dimasukkan ke dalam salah satu kategori di atas juga dimasukkan ke dalam Class V.
6.3 Komponen Sistem ROV Dalam operasinya, ROV harus ditunjang oleh beberapa peralatan lain sehingga pekerjaan bisa dilakukan dengan aman dan mempunyai realibilitas tinggi. Peralatan tersebut dijelaskan satu per satu di bawah ini.
50/57
•
•
•
•
•
Kendaraan (vehicle) Untuk menjadikan dirinya sebagai kendaraan (vehicle), ROV membutuhkan suatu rangka (frame) yang terbuat dari alumunium atau plastik fiber, buoyancy modul yang bisa dirubah-rubah daya angkatnya disesuaikan dengan daya (payload) yang dibutuhkan, beberapa buah thruster, kamera (still dan video), manipulator, tooling (beberapa akan dijelaskan di bawah), pod elektronik dan telemetry, lampo sorot, junction box untuk umbilical, peralatan navigasi dan peralatan komunikasi. Tether management system (TMS) dengan sistem garage atau tophat. Garage dimaksudkan untuk ROV kecil sedangkan tophat untuk yang besar. Slipring digunakan untuk memungkinkan TMS berputar, dan soft tether cable (kabel listrik, kabel hidrolik, kabel sensor, telemetri, video) memungkinkan ROV untuk melakukan ekskursi dengan jarak sesuai keperluan. Surface Control Unit (SCU) yang terdiri dari monitor, dimmer lampu, video overlay (untuk heading, kedalaman, altitude, tilt, date/time, free text, TMS bailout, CP probe reding, putaran ROV counter), kontrol otomatis kedalaman dan arah, serta joystick untuk kemudi. Launch and Recovery System (LARS). Ada 4 jenis metode LARS yaitu outboard crane, A-frame, moonpool dengan cursor rail guide dan cursor wire guide. Sistem LARS dilengkapi dengan HPU, winch, lift umbilical, sheave, dan lock latch. Power Ditribution Unit.
6.4 Peralatan (Tooling) Peralatan yang menyertai ROV dalam bekerja untuk melalukan tugas tertentu terdiri dari berbagai macam dan masih terus dikembangkan. Jenis yang umum dipakai adalah kamera, peralatan NDT, sensor akustik dan tracking, peralatan kebersihan, station keeping/alat attachment dan peralatan kerja (work tool). Peralatan untuk NDT yang umumnya dibawa adalah CP Probe (lihat gambar), alat ukur ketebalan (UT), Magnetic Particle Inspection (MPI), Eddy Current System, ACFM, Flooded Member Detection (FMD), pengukur marine growth, dan sebagainya. Gelombang radio yang dipergunakan di atas air tidak bekerja di bawah air, oleh karena itu untuk mengetahui posisi ROV, sensor hydroacoustic-lah yang digunakan. Beberapa jenis sistem akustik: Super Short Base Line (SSBL), Short Base Line (SBL) atau Long Base Line (LBL). Adapun peralatan survey yang banyak dipergunakan adalah sonar scanning, sonar profiling, bathymetric, dan pipe tracker. Side scan sonar dan sub-bottom profiler juga banyak digunakan. Gambar 64. ROV dengan pipetracker Adapun peralatan kebersihan (cleaning tool) di ROV biasanya digunakan adalah water jet, wire brush dan disk cleaning tool.
51/57
Gambar 65. Water jet cleaning tool Untuk ROV Work Class sebelum melakukan pekerjaan tertentu, perlu untuk menempelkan badannya terlebih dahulu ke permukaan fasilitas subsea yang dikenal dengan docking. Setelah docking, ROV mempunyai landasan yang kuat untuk dan akurat. Gambar 66. Docking probe Ada berbagai macam work tool yang biasa digunakan untuk konstruksi dan intervensi subsea. Perlatan ini ada yang ditempel langsung ke rangka ROV ada juga yang punya rangka tersendiri dan ditempelkan di bawah rangka ROV. Contoh di bawah ini berbagai macam peralatan yang dipakai. Gambar yang pertama adalah contoh alat yang mempunyai rangka sendiri.
Gambar 67. Production sampling tool, torque tool dan valve actuator
6.3 AUV AUV bisa merupakan singkatan dari Autonomous Underwater Vehicle atau Automated Underwater Vehicle. AUV bercikal bakal dari dunia militer yang dirancang untuk kepentingan pencarian ranjau. AUV bertenaga batere atau fuel cell dan kebanyakan harus diprogram sebelumnya untuk melakukan misi tertentu dan hasilnya di-download secara real time atau sesudahnya. Meskipun dalam industri migas, misi AUV ini hampir sama dengan ROV, tapi ada beberapa keuntungan yang bisa dicapai seperti: • AUV tidak mempunyai umbilical seperti ROV. Oleh karena itu dalam operasinya, selain tidak memerlukan kapal bantu juga bisa jauh lebih dalam dari ROV (sampai 6000m). • Lebih handal untuk mengikuti alur belokan, lingkaran dan perubahan kedalaman. • Kecepatan kerja yang lebih tinggi, sampai 4 knot. • Mempunyai jangkauan yang lebih jauh. • Kualitas data survey yang lebih tinggi karena AUV melayang dalam jarak yang lebih dekat dengan dasar laut. • Mempunyai alternatif tempat peluncuran lebih banyak: pantai, platform, kapal atau FPSO. Dalam misinya, AUV dilengkapi dengan sonar untuk melihat ke depan, side-scan sonar, digital camera (still dan video), profiler arus (ADCP), alat komunikasi dengan kapal/base, sub bottom profiler, CP probe, sensor untuk navigasi (LBL, SBL) termasuk kecepatan, pipeline tracker (akustik atau magnetik), swath bathymetri sonar, echosounder, sensor untuk turbidity, CTD dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini adalah contoh skematik peralatan yang ada di AUV.
52/57
Gambar 68. Peta peralatan yang dipasang di AUV Dalam industri minyak dan gas, AUV digunakan untuk: • inspeksi pipeline, umbilical, flowline (bisa di bawah es) • survey kebocoran • hydrografik survey • pekerjaan intervensi ringan Beberapa model AUV ini dirancang secara modular yaitu masing-masing modul dipasang peralatan untuk misi tersendiri. Maksudnya adalah untuk membatasi beban yang dibawa untuk sebuah misi. Hal ini penting terutama untuk menghemat waktu operasi (endurance) dan menjaga reliabilitas karena menghindari sistem yang kompleks. Di bawah ini ada beberapa contoh AUV, baik yang sudah beroperasi secara komersial maupun yang masih dalam tahap penelitian. Catatan: spesifikasi yang ditampilkan adalah besaran yang tipikal saja karena beberapa model mempunyai serangkaian seri yang berbeda. Geosub Teknologi Geosub adalah pengembangan dari program Autosub AUV di Southampton Oceanography Centre yang dimulai sejak 1996. Pada 2001, Subsea 7 mengambilalihnya secara komersial untuk jangka waktu 10 tahun. Geosub dimaksudkan untuk dikomersialkan di pasar minyak dan gas dan kabel bawah laut. Saat ini Geosub sedang dikembangkan bekerja sama dengan Heriot-Watt University, Edinburgh. Geosub menggunakan teknologi navigasi lebih modern dibanding AUV lainnya yaitu AutoTracker. Dengan teknologi ini, Geosub tidak perlu untuk diprogram terlebih dahulu sebelum melakukan misi tapi mampu untuk mendeteksi route yang ada secara langsung dan setelah itu jarak optimal dengan obyek yang sedang disurvey dipertahankan. Kalau di tengah misi menemukan suatu anomali, AUV ini bisa merubah rencana misi semula dengan melakukan survey yang lebih detail di sekitar anomali tersebut. Jadi Geosub mampu ber-autonomous secara penuh. Spesifikasi: Diameter: 0.9 m Panjang: 6.82 m Bobot di udara: 2400 kg Kedalaman maksimum: 3000 m Waktu operasi: 30 - 60 jam Kecepatan: 4 knots
53/57
Hugin Hugin dikembangkan oleh Kongsberg Maritime dan Norwegian Defence Research Estabishment. Hugin merupakan AUV yang sudah banyak beroperasi secara komersial. Pekerjaan yang paling terkenal dari AUV ini adalah survey untuk pipa Aasgard dan pemetaan dasar laut di lapangan Ormen Lange, Norwegia. AUV ini juga dirancang secara modular untuk survey dasar laut, pemetaan ranjau (MCM/REA), oceanografi, riset perikanan. Spesifikasi: Diameter: 1m Panjang: 5.35m Bobot di udara: 1400 kg Maksimum kedalaman: 3000 m. Waktu operasi/jangkauan: 60 hours/ 440km. Kecepatan: 4 knots Remus REMUS (Remote Environmental Monitoring UnitS) dirancang dalam program kerja sama antara Naval Oceanographic Office, Office of Naval Research, dan Woods Hole di Amerika Serikat. Tapi secara komersial, Remus dipasarkan oleh Hydroid. AUV ini banyak digunakan untuk keperluan penelitian bawar laut baik sipil maupun militer. Spesifikasi: Diameter: 0.7 m Panjang: 3.84 m Bobot di udara: 862 kg Kedalaman maksimum: 6000 m Maksimum waktu operasi: 22 jam Kecepatan jelajah: 5 knots
54/57
^
Singkatan dan Akronim
ACDP AUV Bcf BPH/bph CE CP CRA CTD DMaC DP EJGP EPU ESP FPSO FTA GVF GOM GOR HP HPU ID IMCA LARS LBL LP MBR MCM MCS MEG Migas MMscfh NDT OD PD PIP PLC PLEM PLET REA RET ROV ROT SBL SCFH SCM SDU SEM
Accoustic Doppler Current Profiling Autonomous Underwater Vehicle Billion cubic feet Barel per hari dari bpd (barrels per day) Carbon Equivalent Cathodic Protection Corrosion Resistant Alloy Conductivity, Temperature, Density sensor Diverless Maintained Cluster Dynamic Positioning EastJava Gas Pipeline Electrical Power Unit Electrical Submersible Pump Floating Production, Storage and Offloading. Flow Termination Assembly Gas Void Fraction Gulf of mexico Gas Oil Ratio High Pressure Hydraulics Power Unit Inner Diameter Institute of Marine Contractors Association Launching And Recovery System Long Base Line Low Pressure Minimum Bending Radius Maine Counter Measure Master Control Station Monoethylene Glycol Minyak dan gas Juta feet kubik (standar) per hari dari MMscfd (million standard cubic feet per day) Non-Destructive Testing Outer Diameter Positive Displacement Pipe in pipe Programmable Logic Controller Pipeline End Manifold Pipeline End Termination Rapid Environment Assessment Riser End Termination Remotely Operated Vehicle Remotely Operated Tool Short Base Line Standard cubic feet per hari Subsea Control Module Subsea Distribution Unit Subsea Electronic Module
55/57
SSBL SSIV SUTU Tcf TLP TTR TUTU USBL UT UV VSD WI WLR
Super Short Base Line Subsea Isolation Valve Subsea Umbilical Termination Unit Trillion cubic feet Tension Led Platform Top Tension Riser Topside Umbilical Termination Unit Ultra Short Base Line Ultrasonic Test Ultra Violet Variable Speed Drive Water Injection Water Liquid Ratio
56/57
_ 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Referensi
Introduction to Subsea Sector, Shell EPE Subsea Production Systems, VetcoGray Controls, AkerKvaerner Subsea Ltd Subsea Control Systems, FMC DUCO Umbilicals, Technip Flexible Pipes and Umbilicals, BP Subsea Wellheads and Trees, Cameron Subsea Systems Manifolds and SLEDS, FMC Remote Subsea Intervention, Subsea 7 GlobalOffshore Prospects, Douglas-Westwood Analysis and Guidelines for Deepwater Risers, Carl Langner and Associates, PRCI Inc. Separation Technology for Oil/Water, AkerKvaerner Process Systems Processing Solutions, AkerKvaerner Compact Subsea SeparationSystem with Integrated Sand Handling, OTC 16412 Subsea Gas Compression - Challenges and Solutions, OTC 17399 The Professional Diver’s Handbook Situs-situs internet tentang subsea Catatan pribadi
57/57