Teknik Pengenalan Wajah Dengan Algoritma PCA Berbasis Seleksi Eigenvector Dwi Achti Noviatur Rahmah Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111
Abstrak - Pelacakan dan pengenalan wajah manusia merupakan salah satu bidang yang cukup berkembang dewasa ini, dimana aplikasi dapat diterapkan dalam bidang keamanan (security system) seperti ijin akses masuk ruangan, pengawasan lokasi (surveillance), maupun pencarian identitas individu pada database kepolisian. Pada tugas akhir ini, pembuatan sistem pengenalan wajah dilakukan dengan menggunakan algoritma PCA (Principal Component Analysis). PCA adalah salah satu algoritma yang digunakan untuk pengenalan berdasarkan appearance based. PCA ini juga merupakan algoritma reduksi dimensi yang mampu menghasilkan komponen-komponen wajah yaitu eigenface. Pemilihan atau seleksi eigenvector dilakukan untuk mengetahui eigenvector mana yang sesuai dengan kandungan informasi yang lebih tinggi. Hasil yang diperoleh pada tugas akhir ini antara lain laju pengenalan tanpa penggunaan preprocessing untuk database att_face adalah 72%82,67%. Untuk database YaleB laju pengenalannya adalah 80,67%-95,33%. Penggunaan pre-processing dapat meningkatkan laju pengenalan, yaitu dengan pre-processing lognormal pada database YaleB dapat meningkatkan laju pengenalan jauh lebih baik, menjadi 88% - 95,33%. Untuk metode seleksi eigenvector yang terbaik, digunakan metode seleksi remove first eigenvector. Metode ini dapat bekerja baik pada penggunaan database YaleB maupun att_face. Kata kunci : PCA, appearance based, pre-processing, eigenface, seleksi eigenvektor.
Algorima PCA dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dengan algoritma PCA dapat mengurangi dimensi ruang fitur, dimana dapat diperoleh fitur gambar berdimensi kecil dari intensitas gambar secara langsung. Penggunaan metode seleksi eigenvecor dimaksudkan untuk memaksimalkan pemilihan eigenvector mana yang sesuai yaitu memiliki kandungan informasi yang lebih tinggi, serta dapat mengeliminasi sisanya. Pada tugas akhir ini juga dilakukan pre-processing yaitu penggunaan histogram equalization dan remapping, dimana keduanya berfungsi untuk menormalisasi citracitra dengan pencahayaan yang berbeda. II. TEORI PENUNJANG 2.1
Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah suatu masalah pada pengenalan pola visual. Dimana dalam suatu wajah yang direpresentasikan menjadi suatu citra tiga dimensi (3D) terdapat didalamnya variasi tingkat kecerahan, pencahayaan, pose, ekspresi dan lain-lain yang kemudian dilakukan proses identifikasi berdasarkan informasi citra dua dimensinya (2D). Suatu parameter terdekat yang digunakan untuk proses pengenalan wajah ini salah satunya yaitu melalui pencarian lokasi fitur khusus (Local fitur-based) dari citra, seperti mata, hidung dan mulut, yang kemudian dilakukan perhitungan jarak antar fiturnya. Metode lain untuk pengenalan wajah dapat dilakukan dengan membandingkan citra yang telah diproyeksikan menjadi level grayscale menjadi citra yang memiliki dimensi rendah, metode ini biasa disebut dengan metode eigenfaces (Holistic fitur-based). 2.2
I. PENDAHULUAN Dewasa ini, teknologi pengenalan wajah merupakan salah satu bidang yang cukup berkembang. Aplikasi dari teknologi ini diantaranya diterapkan untuk sistem keamanan (security system). Pengenalan wajah merupakan identifikasi personal yang didasarkan dari geometrik atau fitur statistik yang di dapat dari citra wajah. Teknologi dari sistem pengenalan wajah ini sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu proses identifikasi dan verifikasi. Dalam dunia nyata, teknik pengenalan wajah dipengerahui oleh beberapa antara lain faktor intrapersonal, yaitu perbedaan tingkat pencahayaan, posisi, ekspresi wajah, serta aksesoris wajah seperti kacamata.
Histogram Equalization Histogram Equalization merupakan suatu proses transformasi distribusi harga-harga intensitas pixel pada citra I(x,y) menjadi distribusi harga intensitas pixel yang merata (uniform), sehingga memperbaiki kekontrasan citra secara keseluruhan. Secara umum, Histogram Equalization dapat didefinisikan sebagai ni berikut, jika probabilitas p(i) = N . Yaitu histogram dari I(x.y) pada kehadiran suatu pixel dengan gray level i, dimana i = 0, 1,..., k-1 dan ni merupakan jumlah pixel pada I(x,y) dengan harga gray level i. Maka mapping dari suatu harga intensitas dinyatakan , i menjadi inew.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
1
∑
∑
k =1 ni = p(i) (1) i =0 N Persamaan 1 mendefinisikan bahwa suatu mapping dari harga-harga intensitas pixel original, yaitu dari 0-255 menuju domain 0-1. Oleh Karena itu untuk menghasilkan harga pixel pada domain original, harga inew harus di skala ulang.
inew =
k −1
i =0
2.3
Histogram Remapping Pada teknik histogram, histogram remapping merupakan proses untuk penataan kembali histogram yang telah ada. Pada histogram remapping, distribusi target tidak hanya terbatas pada distrubusi uniform saja melainkan juga dapat berupa distribusi normal, lognormal, atau distribusi-distribusi yang lain. Hal umum pertama yang dilakukan pada teknik histogram remapping ini adalah trnsformasi hargaharga intensitas pixel dari citra dengan transformasi rank. Transformasi rank sendiri adalah prosedur dengan histogram equalization yang me-render histogram citra sedemikian rupa sehingga hasil merupakan pendekatan dari distribusi normal. Sehingga harga pixel pada citra wajah yang berdimensi N, I(x,y) akan diganti dengan indeks (atau rank) R. Pixel-pixel pada citra akan diurutkan dari bawah ke atas. Sebagai contoh, harga pixel yang paling negatif akan dinyatakan sebagai rangking 1 sedang untuk yang paling positif memiliki rangking N. Secara umum prosedur ini sama dengan dengan histogram equalization, hanya saja berbeda pada cara pemetaan (mapping) ke domain yang baru dan perhitungan harga dari intensitas pixel yang baru. Ketika rank dari setiap pixel citra telah ditentukan, maka fungsi mapping umum untuk distribusi target f(x) dapat dihitung menggunakan persamaan 2 : t N − R + 0,5 = f ( x)dx (2) x = −∞ N Dengan melihat persamaan 2, harga t harus ditentukan. Sisi kanan pada persamaan 2 merupakan fungsi distribusi kumulatif (CDF) dari target, sedang sisi kiri persamaan merupakan harga skalar. Jika CDF merupakan F(x) dan skalar pada bagian kiri adalah u, maka harga t dapat ditentukan dengan menghitung persamaan 3, dengan F-1 merupakan fungsi invers dari CDF. (3) t = F-1 (u)
∫
2.4
Metode PCA PCA adalah ekstrasi fitur klasik., serta algotitma reduksi dimensi. Ide dasar dari algoritma PCA ini adalah menentukan komponen-komponen atau dimensi-dimensi dimana koleksi dari semua citra-citra diharapkan memperoleh distribusi energi maksimal pada komponen-komponen tersebut. Maka dimensidimensi yang berkontribusi tersebutlah yang dipertahankan dan sisanya dihilangkan untuk tahap pemrosesan berikutnya. PCA digunakan untuk mendapatkan vektor-vektor atau disebut juga sebagai principal component yang dapat memberikan informasi tentang variance maksimum database wajah. Setiap
principal component merupakan representasi dari suatu kombinasi linier dari semua citra-citra wajah training yang sudah dikurangi oleh mean citra. Gabungan citra wajah-wajah inilah yang dinamakan eigenface. Eigenface-eigenface ini adalah merupakan fitur dari suatu citra wajah yang akan dikenali. Jika didefinikan suatu matrik A, dengan x merupakan eigenvector serta λ adalah eigenvalue, maka untuk mendapatkan eigenvector dan eigenvalue dapat menggunaan persamaan umum dari PCA yaitu persamaan 4. Eigenvector yang diperoleh merupakan eigenface. Ax = λx (4) ( A − λI )x = 0 2.5
Metode Seleksi Eigenvector Dalam suatu database citra wajah, dipengaruhi oleh perbedaan pada tingkat pencahayaaan, ekspresi wajah, posisi, aksesori seperti kacamata serta perubahan-perubahan lainnya. Sehingga pemilihan atau seleksi eigenvector dilakukan untuk mengetahui eigenvector mana yang sesuai dengan kandungan informasi yang lebih tinggi. Karena dengan melihat pada citra wajah yang memiliki eigenvector yang spesifik, dimungkinkan dapat diketahui fitur apa yang terkandung pada citra wajah melalui eigenvector tersebut. Seleksi eigenvector terdapat beberapa macam metode, antara lain dengan removing the last eigenvector serta removing the first eigenvector. Contoh dari eigenvector yang spesifik dari wajah dapat dilihat pada Gambar 1. 2.5.1
Removing the last eigenvector Ide awal dari adanya metode-metode seleksi eigenvector dengan nilai eigenvalue yang tinggi yaitu karena eigenvalue menampilkan jumlah perbedaan dari eigenvector tertentu. Dengan melakukan seleksi melalui eigenvector dengan nilai eigenvalue yang tinggi, satu dimensi yang menonjol akan terpilih dari database citra wajah. Ketika eigenvector disusun dari nilai tertinggi hingga yang terendah dari jumlah perbedaan yang dapat ditemukan dari citra dengan tiap eigenvectornya, maka eigenvector yang terakhir merupakan eigenvector yang memiliki jumlah variasi perbedaan yang paling sedikit. Terkadang timbul asumsi, eigenvector yang terakhir merupakan suatu noise. Dalam tugas akhir ini metode removing the last eigenvector yang digunakan adalah dengan menghilangkan 40% eigenvector yang terakhir, metode ini merupakan heuristic threshold yang dipilih berdasarkan pengalaman. 2.5.2
Removing the first eigenvector Dapat terjadi kemungkinan bahwa eigenvector yang pertama dengan kandungan informasi, tidak sesuai untuk proses identifikasi/klaisfikasi suatu citra, seperti dalam kasus faktor pencahayaan.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
2
Merupakan proyeksi citra training eigenvektor, dengan k = 1, 2, 3, ... M’.
III. PERANCANGAN SISTEM
Pada perencanaan algoritma, dilakukan dengan proyeksi pada PCA. Proses pengenalan wajah menggunakan database YaleB. Untuk perencanaan perangkat lunak, digunakan Matlab versi 7.5 untuk implementasi sistem. Blok sistem secara umum dapat dilihat pada Gambar 2, sedang untuk tampilan awal perencanaan lunak dapat dilihat pada Gambar 3. Berikut akan dijelaskan proyeksi PCA dalam pengenalan wajah. Proses Training 1. Langkah 1. Membuat database citra wajah Didefinisikan suatu matrik citra I dengan ukuran (Nx X Ny) dikonversikan ke suatu vektor citra Γ dengan ukuran (N x 1) dengan N = (Nx x Ny), merupakan matrik citra yang dibentuk dengan menggabungkan setiap kolom pada citra menjadi satu. Vektor-vektor citra Γ yang berukuran (N x Mt) pixel. Citra I : (Nx x Ny) pixel (5)
Training Set Γ = [Γ1, Γ2, ... ΓMt ]
(6)
2. Langkah 2. Menghitung mean dari citra wajah Mt 1 Γ Mean Face Ψ = (7) i =1 i Mt Matrik dari mean ini berukuran (N x 1) pixel. 3. Langkah 3. Menghitung perbedaan citra dengan tiap citra dalam database Mean subtracted image Φ = Γ – Ψ (8) Vektor dari mean subtracted image ini memiliki matrik berukuran (N x Mt) pixel. Untuk Matrik A yang disebut dengan Difference Matrix, memiliki ukuran (N x Mt) pixel. (9) Difference Matrix A= [Φ1, Φ2 ... ΦMt]
∑
4.
Langkah 4. Menghitung matrik kovarian. T
Covariance Matrix P = A. A =
∑
Mt
Φ ΦT i =0 i i
(10)
Matrik kovarian ini adalah berukuran (N x N). Tahap Reduksi Dimensi Tahap reduksi dilakukan karena pada tahap sebelumnya, matrik kovarian yang didapat berukuran (N x N) sehingga sulit untuk dilakukan perhitungan karena ukuran matriknya yang terlalu besar. Untuk itu perhitungan matrik kovarian dilakukan melalui matrik (Mt x Mt), dengan Mt merupakan jumlah dari citra-citra wajah. Tahap Klasifikasi Dalam algoritma PCA, untuk proses klarifikasi tidak menggunakan semua eigenface dari citra training (Mt), hanya menggunakan eigenface yang signifikan (M’) saja. Langkah selanjutnya citra training kemudian diproyeksikan pada ruang eigenface, kemudian ditentukan bobot (weight) dari setiap eigenvektornya. Bobot ini merupakan dot product dari setiap citra dengan eigenvektornya. - Proyeksi (11) ω = υ T ⋅ Φ = υ T ⋅ (Γ − Ψ ) k
k
- Matrik bobot
]T
setiap
(12)
Merupakan representasi citra training dalam ruang eigenface, berukuran (M’ x 1). Di dalam tahapan ini, citra dibentuk dari matrik-matrik bobot pada ruang eigenface dan secara sederhana citra-citra tersebut seperti memiliki hargaharga pixel pada ruang citra. Setiap citra yang direpresentasikan berasal dari citra yang berukuran (Nx x Ny) pada ruang citra, setelah dilakukan pemrosesan maka citra tersebut diwakili oleh suatu vektor berukuran (N’ x 1) pada ruang eigenface. Proyek citra tes Untuk proses klarifikasi, suatu citra baru atau citra tes harus diproyeksikan ke dalam ruang eigenface. Berikut algoritmanya. - Didefinisikan vektor citra tes, ΓT (N x 1). Lalu vektor citra tes ΓT ini dikurangi dengan mean dari citra training. Matrik ini berukuran (Nx1). (13) Φ T = ΓT − Ψ
- Kemudian setelah itu dilakukan proyeksi terhadap citra tes (14) ω k = υ kT ⋅ Φ T = υ kT ⋅ (ΓT − Ψ ) Matrik dari selisih vektor citra tes dan mean dari citra training ini berukuran (N x 1). - Mencari matrik bobot dari citra tes T (15) ⎡ ⎤ Ω T = ⎢ω1 , ω 2 , ω 3 ,...., ω ' ⎥ M' ⎦ ⎣ Matrik bobot dari citra tes ini merupakan representasi dari cirta tes pada ruang eigenface dengan ukuran (M’x1). - Proses rekonstruksi (16) Γf =υ ⋅Ω + Ψ = Φ f + Ψ Proses rekonstruksi kembali bertujuan untuk mengembalikan ke wajah aslinya. Matrik vektor rekonstruksi ini berukuran (N x 1). Setelah melewati proses-proses di atas maka vektor citra tes akan dibandingkan dengan citra dalam database. Konsep Similarity Cara umum yang digunakan untuk memperoleh tingkat kesamaan antar dua citra wajah yaitu dengan menghitung jarak antar dua citra tersebut dalam ruang wajah serta mencari tingkat kesamaannya. Pada tugas akhir, untuk proses pengenalan wajah digunakan pengukuran jarak dengan metode jarak Euclidean. Jarak Euclidean antara dua titik adalah panjang sisi miring dari sebuah segitiga siku-siku. Dengan x adalah citra training, dan y adalah citra tes. Dimana x = (x1, x2, x3, … xn) serta y = (y1, y2, y3, … yn).
k
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
[
Ω = ω1 , ω 2 , ω 3 ,...., ω M '
untuk
3
δi = x − y
2
=
∑
m
i =1
(x i − y i )2
(17)
Distance threshold Didefinisikan sebagai jarak maksimum yang diijinkan dari setiap kelas wajah, merupakan jarak antar kelas yang terjauh. (18) θ = maks Ω − Ω
(
Ψi
Ψj
)
Ukuran Jarak Dalam algoritma PCA, dalam proses klasifikasi menjamin bahwa vektor-vektor wajah yang dihasilkan harus jatuh berada di sekitar citra-citra rekontruksinya. Sebaliknya, untuk vektor-vektor bukan wajah haruslah jatuh diluar citra-citra rekontruksinya. Sehingga untuk itu, didefinisikan suatu persamaan ukuran jarak. dimana merupakan pengurangan jarak antara citra yang sudah dikurangi dengan mean (mean subtracted image) dan citra rekontruksinya.
ε 2 = Φ−Φ f
2
(19)
Dari persamaan similirity serta ukuran jarak diatas, diperoleh dua variabel δ i serta ε , maka aturan untuk pengenalan citranya sebagai berikut : a. b. c.
Jika ε > θ , maka citra tes bukan suatu wajah, tidak tergantung pada nilai dari δ i . Jika ε < θ , untuk semua i , δ i < θ , maka citra tes tersebut adalah wajah yang tidak diketahui. Jika ε < θ , dan untuk salah satu i , δ i < θ , maka citra tes tersebut merupakan anggota dari kelas kei. IV. PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM
Dalam perancangan sistem pengenalan wajah ini, terdapat dua macam masukan citra, yaitu citra training dan tes. Kedua citra ini akan dilakukan pengujian dengan pre-processing serta tanpa preprocessing. Kemudian hasil dari citra-citra ini diproyeksikan dengan algoritma PCA. Proyeksi PCA citra training dilakukan untuk pembentukan eigenface, dan untuk citra tes dilakukan untuk proyeksi fitur ke eigenspace. Pada tahap klasifikasi, dilakukan perbandingan antara citra tes dengan citra training yang berasal pada database dengan pengukuran jarak serta nilai threshold tertentu. Hasil dari proses ini terbagi menjadi tiga kategori, yaitu citra wajah dikenali, citra wajah tidak dikenali dalam database dan citra kategori bukan wajah. Blok sistem pengujian citra dan proses klasifikasi dapat dilihat pada Gambar 4. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali, meliputi pengujian dengan kondisi normal (menggunakan seluruh eigenvector), menggunakan metode remove last eigenvector (remove 10%, 40% dan 50% last eigenvector) dan terakhir menggunakan metode remove first eigenvector.
4.1 Pengujian Dengan Pre-processing Pengujian pre-processing dalam tugas akhir ini meliputi penggunaan histogram equalization dan histogram remapping. Histogram remapping disini meliputi histogram normal dan lognormal. 4.1.1
Pengujian Citra Training Untuk pengujian citra training dengan menggunakan pre-processing, hasil yang diperoleh adalah tingkat pengenalannya sebesar 100%. Yaitu, sistem mampu menguji citra-citra dirinya sendiri dalam database. 4.1.2
Pengujian Citra Tes Berdasarkan semua data pengujian dengan preprocessing, terdapat dua macam kesalahan dalam identifikasi. Kesalahan-kesalahan tersebut berupa citra tes masuk dalam kategori bukan citra dalam database serta citra tes dikenali sebagai citra training milik individu lain dalam database. Metode remove first eigenvector, secara umum menghasilkan laju pengenalan yang lebih baik bila dibanding dengan metode remove last eigenvector. Metode ini digunakan untuk mengatasi faktor pencahayaan. Ini dapat dijelaskan jika dilihat dari seluruh eigenface yang diperoleh, eigenface pertama memperlihatkan informasi fitur yang disebabkan karena efek pencahayaan. Jika eigenface yang pertama ini dihilangkan maka sistem pengenalan akan tidak dipengaruhi lagi oleh efek pencahayaan. Maka metode remove first eigenvector ini cocok digunakan untuk sistem pengenalan wajah yang dipengaruhi oleh efek pencahayaan. Untuk analisa penggunaan pre-processing, diperoleh hasil bahwa jika menggunakan preprocessing histogram lognormal , secara umum laju pengenalannya lebih baik bila dibandingkan dengan menggunakan pre-processing histogram yang lain. Laju pengenalan terhadap penambahan pre-processing ini menjadi 84% - 95,33%. Perbandingan laju pengenalan pada citra tes terhadap penggunaan pre-processing dapat dilihat di Gambar 5.
4.2 Pengujian Tanpa Pre-processing Dalam pengujian sistem tanpa pre-processing, sistem langsung dilakukan pengujian untuk masing-masing metode seleksi eigenvector. 4.2.1
Pengujian Citra Training Pengujian citra training hasil yang diperoleh adalah tingkat pengenalannya juga sebesar 100%. Yang berarti sistem mampu menguji citra-citra dirinya sendiri dalam database. 4.2.2
Pengujian Citra Training Pengujian citra training hasil yang diperoleh adalah tingkat pengenalannya juga sebesar 100%. Yang berarti sistem mampu menguji citra-citra dirinya sendiri dalam database. Dari hasil pengujian citra tes dapat disimpulkan beberapa hal. Yang pertama, dari kelima
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
4
pengujian siatem yang dilakukan bahwa untuk metode remove first eigenvector menghasilkan laju pengenalan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode remove last eigenvector, yaitu sebesar 95,33 % untuk database YaleB. Laju pengenalan citra tes pada database YaleB tanpa pre-processing dapat dilihat pada Gambar 6.
Database YaleB 95.00% 90.00%
Histogram Equalization
85.00%
Histogram Normal
80.00%
Histogram Lognormal
st fir ve
50 %
mo
re
s t la
mo re
mo re
ve
ve
la
la
s t
s t
10 %
rm No
ve mo re
Gambar 1 Contoh eigenvector spesifik dari citra wajah
40 %
75.00%
al
L aju P e n ge n alan
100.00%
Metode Seleksi Eigenvektor
Gambar 5 Grafik perbandingan laju pengenalan database YaleB dengan pre-processing 4.2.3
Pengujian Citra Tes Sama halnya dengan pengujian citra tes dengan pre-processing, penguijan citra tes tanpa pre-processing juga menghasilkan dua macam kesalahan dalam identifikasi. Kesalahan-kesalahan yang terjadi antara lain, citra tes masuk dalam kategori bukan citra dalam database serta citra tes dikenali sebagai citra training milik individu lain dalam database. Dari hasil pengujian citra tes dapat disimpulkan beberapa hal. Yang pertama, dari kelima pengujian siatem yang dilakukan bahwa untuk metode remove first eigenvector menghasilkan laju pengenalan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode remove last eigenvector, yaitu sebesar 95,33 % untuk database YaleB. Laju pengenalan citra tes pada database YaleB tanpa pre-processing dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 2 Blok sistem secara umum
Gambar 3 Tampilan awal GUI
Gambar 5 Laju pengenalan database YaleB tanpa preprocessing
Gambar 4 Blok sistem pengujian citra dan proses klasifikasi
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
5
Database YaleB L a ju P e n g e n a la n
100.00% 95.00% 90.00%
Histogram Equalization Histogram Normal Histogram Lognormal Tanpa Pre‐processing
85.00% 80.00% 75.00%
st
re
mo
ve
fir
%
% r em
ov
e l
ast
5 0
4 0 e l
ov r em
r em
ov
e l
ast
ast
No
1 0
%
rm
al
70.00%
Metode Seleksi Eigenvektor
Gambar 6 Grafik perbandingan laju pengenalan database YaleB dengan pre-processing dan tanpa preprocessing Tetapi jika dilihat secara umum, nilai laju pengenalan yang dihasilkan sistem tanpa pre-processing tidak jauh lebih baik bila dibandingkan dengan sistem yang dengan pre-processing. Sehingga dapat disimpulkan, penggunaan pre-processing pada sistem dapat meningkat laju pengenalan wajah. Grafik perbandingan laju pengenalan database YaleB dengan pre-processing dan tanpa pre-processing dapat dilihat pada Gambar 6.
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
adalah menggunakan database citra training lebih dari 1 citra wajah untuk tiap individu yang berbeda. Kemudian saran lain yaitu melakukan normalisasi pada citra wajah dengan menghilangkan latar belakang pada citra, sehingga pada citra wajah hanya mengandung informasi wajah saja. Saran berikutnya yaitu melakukan pengenalan wajah menggunakan metode seleksi eigenvector yang lain, diantaranya metode seleksi remove last eigenvector dengan menghitung stretch dan menggunakan metode Like-Image Difference.
Akurasi pengenalan wajah menggunakan algoritma PCA dengan seleksi eigenvector terhadap perubahan faktor intrapersonal berupa faktor perbedaan posisi kepala, ekspresi serta aksesoris wajah, dengan menggunakan database att_face adalah 72 % - 82,67 %. Sedangkan akurasi pengenalan wajah menggunakan algoritma PCA dengan seleksi eigenvector terhadap perubahan faktor intrapersonal, berupa perbedaan faktor pencahayaan dengan penggunaan database YaleB adalah 80,67 % - 95,33 %. Proses normalisasi atau pre-processing dapat menigkatkan laju pengenalan. Pre-processing yang digunakan yaitu histogram lognormal. Penggunaan histogram lognormal pada database YaleB dapat meningkatkan laju pengenalan menjadi 88 % 95,33 %. Untuk metode seleksi eigenvector yang terbaik dalam teknik pengenalan wajah dengan menggunakan algoritma PCA ini, digunakan metode seleksi remove first eigenvector. Metode ini dapat bekerja baik pada penggunaan database YaleB maupun att_face.
5.2 Saran
Untuk kelanjutan penelitian dengan hasil yang lebih baik, saran yang dapat diajukan oleh penulis
DAFTAR PUSTAKA
[1].
Chengjun Liu, and Harry Wechsler, “Gabor Feature Based Classification Using the Enhanced Fisher Linear Discriminant Model for Face Recognition”, IEEE Transaction on Image Processing, vol. 11, No. 4, April 2002 [2]. M. Turk and A. Pentland., “Face recognition using eigenfaces”, Proc. IEEE Conf. On Computer Vision and Pattern Recognition (1991), 586–591 [3]. Kevin Bonsor and Ryan Jhonson. “How Facial Recognition Systems WorkHow Facial Recognition Systems Work. Liu, and Harry Wechsler, [4]. Chengjun “Independent Component Analysis of Gabor Features for Face Recognition”, IEEE Transactions on Neural Networks, vol. 14, No. 4, July 2003 [5]. Ming-Hsuan Yang, David J. Kriegman, Narendra Ahuja. Detecting Faces in Images: A Survey. IEEE Trans. Pattern Analysis and Machine Intelligence, vol. 24, no. 1, pp. 34–58, Jan 2002 [6]. Peter N, Belhumeur, Joao P. Hespanha, and David J, Kriegman, “Eigenface vs. Fisherfaces : Recognition Using Class Specific Linier Projection”, IEEE Transactions on pattern analysis and machine intelligence, vol. 19, No. 7, Agustus 2002 [7]. Wendy S. Yambor Bruce A. Draper J. Ross Beveridge, ” Analyzing PCA-based Face Recognition Algorithms: Eigenvector Selection and Distance Measures”, July 1, 2000 [8]. Stan Z. Li Anil K. Jain, “Handbook of Face Recognition”, Springer. [9]. Richard Szeliski, “Computer Vision, Algorithms and Applications”, Springer. [10]. Vitomir ˇStruc, Janez ˇZibert, Nikola PaveˇSi´C, “Histogram Remapping as a Preprocessing Step for Robust Face Recognition”, Issue 3, Volume 6, March 2009. [11]. David Zhang, Xiaoyuan Jing, Jian Yang, “Biometric Image Discrimination Technologies“, 2006 [12]. Hendra Kusuma, Wirawan, “Appearance-based Face Recognition dengan menggunakan
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
6
PrincipalComponent Analysis (PCA) dan Nearest Mean Classifier”, Java Journal of Electrical & Electronic Engineering, vol. 6, no. 1, April 2008 [13]. Wendy S. Yambor Bruce A. Draper J. Ross Beveridge, ” Analyzing PCA-based Face Recognition Algorithms: Eigenvector Selection and Distance Measures”, July 1, 2000 RIWAYAT PENULIS Dwi Achti Noviatur Rahmah, lahir di Surabaya pada tanggal 20 November 1987, merupakan putri kedua dari pasangan Bapak Achmad Syafrudin dan Ibu Suharti. Melanjutkan pendidikan di SLTP YPM I Taman, Sidoarjo hingga selesai pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Surabaya dan lulus tahun 2005. Dilanjutkan dengan menempuh studi di Diploma 3 Jurusan Teknik Telekomunikasi, di PENS ITS melalui ujian seleksi masuk Diploma pada tahun yang sama. Kemudian penulis melanjutkan studi Lintas Jalur di Jurusan Teknik Elektro ITS, bidang Studi TMM pada tahun 2008. Pada bulan Januari 2011, penulis mengikuti seminar dan ujian penelitian di bidang studi TMM, Jurusan Teknik Elektro, ITS Surabaya sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
7