Normalisasi Iluminasi Citra Wajah Dengan Menggunakan Varian Retinex Dan Histogram Remapping Pada Pengenalan Wajah Berbasis Eigenspace Rita Dwi Handayani Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111
Abstract – Akurasi pengenalan wajah tergantung pada banyak faktor, seberapa baik input gambar mempunyai kompensasi terhadap iluminasi merupakan salah satu yang paling berpengaruh secara signifikan. Citra wajah yang merupakan input gambar pada sistem pengenalan wajah terkadang mempunyai variasi iluminasi yang disebabkan perbedaan posisi sumber cahaya dan intensitas cahaya, karena itu dibutuhkan pemprosesan awal yang menjadikan citra wajah tersebut menjadi citra yang ternormalisasi sehingga tahan terhadap perubahan iluminasi. Penelitian ini akan difokuskan pada normalisasi iluminasi citra wajah terhadap kondisi iluminasi yang bervariasi sehingga nilai akurasi pada proses pengenalan wajah dapat mencapai nilai maksimal. Metode normalisasi yang digunakan adalah varian Retinex yaitu Single Scale Retinex (SSR), Multi Scale Retinex (MSR) dan Histogram Remapping meliputi Histogram Equalization, Normal Distribution Mapping, Lognormal Distribution Mapping, Exponential Distribution Mapping dan penggabungan kedua metoda normalisasi tersebut. Untuk selanjutnya hasil normalisasi iluminasi tersebut akan menjadi citra masukan pada teknik pengenalan yang dalam tugas akhir ini menggunakan pengenalan wajah berbasis Eigenspace PCA. Hasil yang diperoleh menunjukkan proses normalisasi iluminasi sangat berperan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan dalam identifikasi citra. Normalisasi Iluminasi menggunakan Retinex dapat miningkatkan laju pengenalan sebesar 45%, sedangkan penggabungan Retinex dan Histogram Remapping dapat meningkatkan laju pengenalan sebesar 63.3% dengan metoda normalisasi terbaik adalah penggabungan Multi Scale Retinex dengan Lognormal Distribution Mapping Kata kunci: Pengenalan wajah, Retinex, Histogram Remapping, Eigenspace I. PENDAHULUAN Dewasa ini teknologi pengenalan wajah sebagai sistem biometrik semakin berkembang dan banyak diaplikasikan. Untuk penerapan sistem tersebut
tidaklah mudah, karena dalam proses pengenalan wajah terdapat beberapa faktor derau dari kualitas citra wajah digital yang tertangkap sebagai masukan sistem pengenalan wajah. Iluminasi adalah salah satu yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas citra. Karena itu dibutuhkan suatu metoda untuk normalisasi pengaruh variasi iluminasi. Metoda yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah pemrosesan awal (preprocessing) pada citra-citra wajah dengan berbagai iluminasi yang berbada menjadi citra ternormalisasi terhadap iluminasi pada sistem pengenalan wajah. Sehingga akurasi pengenalan wajah tidak tergantung pada variasi pencahayaan, dengan demikian teknik pemprosesan awal merupakan bagian penting dari sebuah sistem pengenalan wajah, yang memiliki dampak besar terhadap kinerja dan ketahanan dari sistem pengenalan [1]. II. TEORI PENUNJANG 2.1 Retinex Retinex digunakan untuk memperbaiki kualitas citra digital yang berhubungan dengan pencahayaan yaitu dengan mempertahankan color constancy. Color constancy adalah keteguhan subjektif dari fitur persepsi warna yang memastikan bahwa warna yang dirasakan objek tetap relatif konstan dalam berbagai kondisi pencahayaan. Ketika dynamic range melebihi dynamic range medium, penglihatan terhadap warna dan detail akan cenderung lebih lemah dari gambar sesungguhnya. Color constancy merupakan rasio antara nilai terbesar hingga terkecil dari jumlah intensitas cahaya. Dynamic range compression dilakukan untuk memperbaiki situasi ini dengan memetakan input dynamic range besar ke output dynamic range yang relatif kecil. Bersaman dengan itu, warna terekam akan sebanding dengan perubahan iluminasi. Color constancy dimaksudkan untuk memproduksi warna yang terlihat sama terhadap perbedaan kondisi penglihatan dan iluminasi. Retinex merupakan algoritma perbaikan gambar yang menyediakan high level dynamic range compression dan color constancy.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
1
Gambar 1 Sistem Retinex Gambar 1 menunjukan metoda Retinex terbagi menjadi dua tahap secara umum,yaitu estimasi dan normalisasi iluminasi. Pada tahap 1 iluminasi di estimasi diperhalus terhadap citra input. Penghalusan dilakukan terhadap piksel yang memiliki illumination homogen. Setelah tahap estimasi iluminasi, dilakukan normalisasi dengan mengambil perbedaan logaritmik dari citra input dengan estimasi iluminasi. 2.2 Varian Retinex Pengembangan tentang Retinex banyak dilakukan setiap taunnya. Beberapa pengembangan dari Retinex yaitu Single Scale Retinex (SSR) dan Multi Scale Retinex (MSR) Versi dari Land yang dikenal sebagai Single Scale Retinex(SSR) adalah didefinisikan dengan (x,y) pada gambar dengan persamaan 1. 1 Dimana Ri(x,y) adalah Retinex output dan Ii(x,y) adalah distribusi gambar dalam spektral band ith. Dimana terdapat tiga spektral band-channel merah, hijau dan biru dalam image colour. Dalam persamaan 1, simbol merepresentasikan operator konvolusi dan F(x,y) adalah fungsi gaussian yang diberikan oleh persamaan 2. 2 dan c adalah konstanta Dimana gaussian umumnya digunakan untuk merepresentasikan standar deviasi, berhubungan dengan sudut visual dalam pengamatan langsung yang ditentukan melalui eksperimen[2]. Konstanta gaussian c direferensikan sebagai skala pada SSR. Kecilnya nilai c memberikan dynamic range compression yang sangat baik tetapi mempunyai nilai warna yang tidak terlalu baik, dikarenakan greying pada gambar merupakan area warna uniform. Sebaliknya, pada scale besar menyediakan warna yang lebih baik pada nilai dynamic range compression. Nilai K didefinisikan dengan persamaan 3
3
Sampai tahap ini Retinex Single Scale hanya akan memberikan reproduksi tone dan kompresi dynamic range pada skala tertentu dalam gambar. Gambar hanya memiliki salah satu karakteristik penting. Jadi, untuk mengatasi keterbatasan ini, superposisi pada perbedaan skala pada besaran tertentu akan memecahkan masalah ini seperti yang ditunjukkan pada persamaan 4, dimana N adalah jumlah skala dan RMSRi adalah skala yang berbeda dari Single Scale Retinex. ωn adalah bobot masing-masing Single Scale Retinex dengan nilai yang sama[3]. Persamaan untuk Multi Scare Retinex ditunjukkan pada persamaan 4 dan 5. 4 5 Dengan nilai scale yang digunakan adalah 7,15 dan 21 mengacu pada referensi [5]. 2.3
Histogram Equalization (HE) Histogram Equalization merupakan suatu metode penyesuaian kontras dengan menggunakan histogram dari citra. Histogram Equalization dapat memberbaiki tampilan visual dari gambar. Puncak histogram gambar yang diperlebar dan titik minimum dari histogram diperkecil Ini dimaksudkan agar penyebaran nilai tiap piksel pada tiap citra tidak terlalu berbeda jauh. Secara umum Histogram Equalization adalah teknik yang terdiri dari pengaturan grayscale pada gambar sehingga histogram gray level pada citra input di mappingkan pada histogram uniform. Teknik Histogram Equalization didasarkan pada transformasi menggunakan histogram citra secara keseluruhan. Secara umum, Histogram Equalization menyebabkan dynamic range mengalami peregangan dengan distribusi kepadatan dari citra dibuat sama sehingga kontras citra ditingkatkan. Histogram Equalization dapat didefinisikan sebagai berikut, jika probabilitas (yaitu histogram dari I(x,y) pada kehadiran suatu piksel dengan grey level i, dimana i 0, 1, ..., k-1 dan ni merupakan jumlah piksel pada I(x,y) dengan harga grey level i. Maka mapping dari suatu harga intensitas, i menjadi inew dinyatakan dalam persamaan 6. 6
Persamaan 6, mendefinisikan suatu mapping dari harga-harga intensitas piksel original (0-255) menuju domain [0-1]. Sehingga untuk memperoleh harga piksel pada domain original, harga inew harus diskala ulang.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
2
2.4
Histogram Remapping Ketika tranformasi distribusi intensitas piksel dari citra wajah dilakukan ke bentuk uniform (histogram equalization), menunjukan peningkatan kontras dan noise. Dalam beberapa teknik distribusi, bukan hanya distribusi uniform yang dapat dijadikan target distribusi, tetapi histogram dapat direpresentasikan pada arbitrary, seperti normal, lognormal, the exponential atau distribusi lainya yang biasa disebut dengan histogram remapping [2]. Langkah umum untuk setiap teknik histogram mapping adalah transformasi nilai intensitas piksel dari citra yang diberikan melaui rank transform. Rank transform pada dasarnya adalah prosedur histogram equalization yang membuat tranformasi historram asli sehingga dihasilkan histogram mendekati distribusi uniform. Setiap nilai piksel dalam gambar N dimensi I(x,y) diganti dengan indeks(rank) piksel R. sebagai contoh nilai paling negatif diberi peringkat 1 dan yang paling positif diberi nilai N. Langkah tersebut sama dengan Histogram Equalization, perbedaan hanya terletak pada perbedaan jalur baru. Nilai Intensitas piksel mapping dihitung dan dalam domain yang akan dipetakan. Setelah R peringkat setiap piksel gambar ditentukan,fungsi pemetaan umum untuk mencocokkan target distribusi f (x) dapat dihitung dari persamaan 7.
2.4.2 Lognormal Distribution Mapping Distribusi yang akan dijelskan berikutnya adalah distribusi log normal. Density function diberikan pada persaman 10.
Dimana parameter µ dan σ>0 menggambarkan bentuk dari distribusi. Unuk uji coba digunakan dua nilai σ (0.2 dan 0.7). 2.4.3 Exponential distribution mapping Mapping distribusi eksponensial didefinisikan pada persamaan 11.
dpat
11
Dimana merupakan parameter dari distribusi yang sering disebut dengan rate parameter. di set 1 maka gambaran transformasi histogram dapat dilihat pada Gambar 2
7
(a)
(b)
Tujuan dari persamaan terbuat adalah menemukan nilai t, bagian kanan merupakan target cumulative distribution function (CDF) dimana bagian kiri merupakan nilai skala. Jika kita menandakan CDF dengan F (x) dan skalar di sebelah kiri dengan u, maka nilai t dipetakan ditemukan oleh komputasi ekspresi persamaan 8.
(b)
(c)
10
8
(e)
(f)
2.4.1 Normal Distribution Mapping Distribusi normal dengan lengkungan normal diberikan dengan persamaan 9. (g)
9
Dimana µ merupakan mean dan σ>0 merupakan stamdar deviasi, Ketika menerapkan teknik pemetaan histogram pada distribusi normal, kitaharus memilih dua parameter, yaitu µ dan σ. Kita akan rescale nilai piksel dipetakan ke dalam interval 8-bit (Untuk tujuan visualisasi), pilihan µ tidak mempengaruhi hasil pemetaan, kita lakukan, namun set ke 0, untuk σ dan di sisi lain, kita pilih nilai 1, sehingga target distribusi yang digunakan pada percobaan disajikan adalah standar distribusi normal.
Gambar 2 Proses normalisasi (a). citra tanpa normalisasi, (b). SSR, (c).MSR, (d).SSR+HE, (e). SSR+DNorm, (f).SSR+DLogn dan (g).SSR+DExp 2.5 Pengenalan Wajah PCA Metode yang merupakan proyeksi reduksi dimensi input yang berupa citra wajah yang dikenali dengan melakukan analisis holistik. Pendekatan Eigenspace based memperkirakan vector face (gambar wajah) dengan vektor fitur dimensi yang lebih rendah. Algoritma PCA diawali dengan perhitungan zeromain
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
3
Gambar 3 Bagan proses sistem secara keseluruhan 3. Citra yang digunakan yaitu pengurangan himpunan citra latih dengan : main seluruh citra. Diteruskan dengan perhitungan 20 citra latih, 400 citra test matrix kovarian untuk mendapatkan nilai eigen vektor dan eigen value untuk selanjutnya citra latih ditransformasikan ke ruang eigen. Tahap klasifikasi atau pencocokan yang dilakukan dengan membandingkan citra latih dengan citra test pada ruang eigen tersebut. Perhitungan Jarak pun dilakuakn untuk menghitung perbedaan dua vektor citra yang dibandingkan dengan menggunakan jarak Euclidian dengan persamaan : Gambar 4. Blok diagram sistem
12
III. PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perancangan Sistem Sistem yang dirancang ini terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu proyeksi PCA dan proses pengenalan sebagai media uji atas metoda ketahanan pemprosesan awal yang dilakukan. Diagram blok sistem secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk pengujian dari optimasi pemprosesan awal maka hasil atau output dari pemprosesan awal akan dilanjutkan pada sistem pengenalan wajah. Sistem pengenalan wajah yang dirancang menjadi 2 bagian yaitu proses pelatihan dan proses pengenalan. Proses pelatihan akan menghasilkan parameterparameter nilai dan fitur yang nantinya nilai dan fitur tersebut akan digunakan sebagai pembanding pada bagian pengenalan (klasifikasi) [4]. Dalam tahap inilah citra masukan akan diklasifikasikan sebagai citra wajah dikenali yang berarti wajah merupakan citra training, citra wajah tidak dikenali dan citra bukan wajah. Bagan proses sistem keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3. Citra wajah yang digunakan dalam sistem ini adalah sebagai berikut : 1. Sumber basis data : YaleB Face 2. Format Citra : Grayscale JPG
Citra tes didistribusikan ke 4 subset berbeda sesuai dengan ekstremitas dalam pencahayaan, contoh citra wajah tiap dubset ditunjukkan oleh Gambar 5. Pembagian subset bertujuan untuk melihat pengaruh pemprosesan awal mengenai normalisasi iluminasi terhadap pengaruh ekstremitas cahaya. Pengelompokan subset berdasarkan ekstremitas iluminasi pada citra yang dilakukan secara subjektif yang akan di hitung secara kuantitatif untuk mengetahui range pengelompokkan. IV. ANALISA DAN PENGUJIAN 4.1
Pengujian Data Citra Subset Perhitungan kuantitatif dilakukan untuk penghitungan rata-rata kemiripan tiap subset . Kemiripan citra diketahui dengan pencarian standar deviasi dari citra test dan citra base line yang terdapat pada citra latih. Perhitungan standar deviasi dilakukan dengan persamaan 12.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
13
4
pengaruh ektrimitas pada citra wajah maka recognition rate sistem menunjukkan semakin kecil.
Gambar 5 Citra test (dari atas-ke bawah-baris): subset 1, subset 2, subset 3 dan subset 4. Ii merupakan citra tes dan I merupakan citra yang dijadikan base line. Dengan (x,y) adalah nilai pada histogram citra Dari perhitungan didapat rata-rata nilai standar deviasi setiap subset yang ditunjukkan oleh Tabel 1 Tabel 1 Nilai rata-rata standar deviasi setiap subset No Subset Nilai rata-rata standar deviasi 73.38193 Subset 1 1 104.8559 Subset 2 2 146.7096 Subset 3 3 271.8434 Subset 4 4 Nilai rata rata dari standar deviasi pada Tabel 1 menunjukkan perbedaan range pada setiap subset. Nilai tersebut menunjukan semakin kecilnya nilai standar deviasi makan citra memiliki kemiripan yang semakin besar. Pemilihan citra subset secara subjektif tersebut dapat mewakili tingkat ekstrimitas dari citra. 4.2 Pengujian Single Scale Retinex Untuk mengetahui kinerja dari proses normalisasi iluminasi yang dilakukan oleh Retinex, Histogram Remapping maupun gabungan kedua algoritma tersebut maka hasil analisa merupakan hasil hasil dari proses pengenalan pada sistem pengenalan wajah dari citra ternormalisasi. Hasil pengujian dari sistem pengenalan dengan salah satu varian Retinex yaitu Single Scale Retinex dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan nilai c pada SSR didapat dari hasil uji coba pada nilai scale yang bervariasi untuk mendapatkan recognition maksimum. Grafik nilai skala dengan recognition rate ditunjukkan pada Gambar 6. Dengan parameter pada Histogram Remapping mengacu pada ref [2]. Dari gambar perbandingan setiap metoda pada beberapa subset pada Gambar 7. Dengan menggunakan metoda Single Scale Retinex recognition rate dari keseluruhan mencapai 48%, sedanggan dengan pemprosesan awal menggunakan Histogram remapping recognition rate meningkat 33,6% dan ketika penggabungan dilakukan maka kenaikan mencapai 63.5%. Peggabungan dari kedua metoda ternyata evektif dalam kenahanan sistem terhadap pengaruh iluminasi. Semakin besar
Gambar 6. Nilai c pada SSR terhadap recognition rate Tabel 2 Recognition rate hasil pengujian pengenalan wajah dengan proses normalisasi iluminasi SSR dan histogram remapping N o
Metoda Normalisasi Iluminasi Tanpa Normalisasi SSR HE HE+SSR DNorm DNorm+SS R Dlogn Dlogn+SSR Eks Eks+SSR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Recognition rate (%) Subse Subse Subse t2 t3 t4
87 99 96 99 97
67 93 81 90 86
20 61 62 80 60
18 33 31 63 28
96 98 100 94 87
87 85 88 88 83
80 56 82 59 67
52 18 63 52 64
Gambar 7 Recognition Rate Secara Keseluruhan 3.3
Pengujian Multi Scale Retinex Pengujian dilakukan juga pada salah satu varian lain dari Retinex yaitu Multi Scale Retinex. Metoda pengujian dilakukan serupa dengna pengujian sebelumnya. Ketahanan sistem diujikan pada sistem pengenalan wajah berbasis PCA. Data hasil pengujian MSR dapat dilihat pada Tabel 3
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
Subse t1
5
Perbandingan keandalan MSR terhadap metoda lain yang telah dilakukan sebelumnya digambarkan pada grafik Gambar 8. Dapat dilihat pada gambar tesebut, metoda tunggal (tanpa penggabungan) recognition rate MSR tidak sebaik Tabel 3 Recognition rate hasil pengetesan sistem pengenalan wajah dengan proses normalisasi iluminasi modifikasi MSR N o
Metoda Normalisasi Iluminasi MSR MSR+HE MSR+DNor m MSR+DLogn MSR+DExp
1 2 3 4 5
Subse t1 98 99 97 100 85
Recognition rate (%) Subse Subse Subse t2 t3 t4 90 58 26 87 81 65 89 93 80
83 85 67
59 58 75
Gambar 8. Recognition rate pada penggabungan SSR dan MSR dengan Histogram Remapping SSR. Hal tersebut berbeda ketika MSR digabungkan dengan metoda Histogram Remapping khususnya DNorm. Hasil recognition rate dari MSR sedikit memiliki peningkatan meskipun sangat kecil dibanding SSR. Kinerja sistem normalisasi iluminasi paling baik pada setiap subset secara keseluruhan ditunjukkan oleh Tabel 4.6 Tabel 4.6 Kinerja sistem terbaik keseluruhan pada setiap subset No Subset Metoda Recognition Normalisasi rate (%) 1
Subset 1
2
Subset 2
3
Subset 3
4
Subset 4
MSR dan Lognormal Distribution Mapping MSR dan Lognormal Distribution Mapping MSR dan Lognormal Distribution Mapping MSR dan Exponensial Distribution Mapping
100% 93% 85% 75%
Metoda terbaik tiap subset merupakan metoda penggabungan dengan MSR ini menunjukan
ketahanan MSR ketika digabungkan dengan beberapa metoda remapping dalam pengaruh iluminasi. V. PENUTUP 5.1
Kesimpulan Kesimpulan mengenai kinerja sistem dapat diambil, yaitu: 1. Normalisasi iluminasi pada pemprosesan awal sangat berperan penting dalam mengidentifikasi suatu citra masukan system pengenalan wajah. 2. Perbedaan ekstrimitas cahaya pada citra wajah sangat menentukan pengaruh dari sistem normalisasi iluminasi. 3. Metoda Retinex meningkatkan laju pengenalan rata-rata sebesar 45% dari laju pengenalan citra asli (sebelum dilakukannya normalisasi Retinex). 4. Metoda Histogram remapping dapat menaikkan laju pengenalan sebesar 33,4%. 5. Penggabungan varian Retinex dengan Histogram Remapping memberikan peningkatan laju pengenalan 63,6% (seluruh subset) terhadap citra asli. Dengan metoda penggabungan terbaik MSR dan Lognormal Distribution Mapping untuk subset 1, 2 dan 3, MSR dan Exponential Distribution Mapping untuk subset 4. 5.2 1.
2. 3.
Saran Saran-saran yang dapat diberikan antara lain : Pengelompokan subset untuk citra test dapat diperbanyak dan dihitung secara kuantitatif lebih dahulu untuk mendapatkan hasil signifikan san spesifik. Jumlah citra latih yang diberikan pada saat perencanaan sistem harus mampu mewakili nilai pada setiap kelas. Pengkajian metoda varian Retinex lain seperti Adaptive Single Scale dan Adaptive Multiscale Retinex yang digabung dengan histogram remapping distribusi lain.
DAFTAR PUSTAKA [1] D. Martin, R.Maulin Ghandi, B. Jisnu, “Image Normalization for Illumination Compensation in Facial Image”, McGilll University 2004 [2] Struc V, Zibert J and Pavesic N, “Histogram Remapping as a Preprocessing Step for Robust Face Recognition”. Information Science and Aplications 2009. [3] J. Daniel, A Glenn and Rahman Zia-ur. “Multiscale Retinex for Color Image Enhacemen”t. NASA Langley Reseacrh Center. Virginia [4] Ruiz Javaier, and Nevarrete,P. “Eigenspacebased Face recognition”, de Chile university 2007 [5] Struc V, “INface : AToolbox for Illumination Inveriant Face Recognition”.Universiti of Ljubljana 2009 RIWAYAT PENULIS
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
6
Penulis bernama lengkap Rita Dwi Handayani, dilahirkan di Bandung pada tanggal 21 Mei 1987 merupakan anak kedua dari dua bersaudara. pada tahun 2005 di Jurusan Elektronika Politeknik Negeri Bandung , dan lulus pada tahun 2008. Setelah itu pada tahun 2008 melanjutkan studi S1 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya jurusan Teknik Elektro bidang studi Teknik Telekomunikasi dan Multimedia.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
7