LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Iman Ramdhan
Nim
: 01400 – 046
Fakultas/Jurusan
: Teknologi Industri/Teknik Elektro
Peminatan
: Teknik Telekomunikasi
Judul Tugas Akhir
: “Pemancar dan Penerima Radio Amplitido Modulation (AM) Pada Frekuensi 5 MHz”
Menyatakan bahwa tugas akhir ini hasil karya sendiri dan bukan publikasi yang pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.
Jakarta, Agustus, 2007
(Iman Ramdhan)
iii
ABSTRAK
Berbagai sistem komunikasi telah banyak digunakan, salah satunya adalah radio pemancar dan penerima gelombang pendek yang bekerja pada band high frequency (HF) atau sering disebut radio gelombang pendek, dalam hal ini radio pemancar dan penerima yang dirancang menggunakan modulasi amplitude (AM). System modulasi amplitude merupakan system pemodulasian yang paling awal digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi antar titik. Karena modulasi amplitude cukup sederhana dan masih mampu untuk ditingkatkan kemampuannya. Pada tugas akhir ini membahas tentang perancangan modul pemancar dan penerima radio amplitude modulation (AM) pada frekwensi 5 MHz. Ditugas akhir ini dirancang rangkaian pemancar dan penerima yang bisa dipergunakan untuk praktek pendamping perkuliahan Elektronika Telekomunikasi. Beberapa parameter penting bisa divariasikan agar dapat mengetahui efek yang diakibatkan. Rangkaian dibuat perblok-blok bagian dari pemancar dan penerima agar dapat memudahkan untuk menganalisa dari sebuah pemancar dan penerima.
iv
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan anugrah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Laporan tugas akhir ini berjudul “ Pemancar dan penerima radio amplitodo modulation (AM) pada frekuensi 5 MHz”, disusun guna memenuhi persyaratan dalam menempuh pendidikan kesarjanaan strata-1 (S1) dijurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana. Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Orang tua yang terhormat, nenek, kakak-kakak ku yang telah memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir 2. Bapak Dr.Ing. Mudrik Alaydrus selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan Tugas Akhir. 3. Bapak Yudhi Gunardi, MT, sebagai Koordinator Tugas Akhir. 4. Bapak Ir. Budi Yanto H M.Sc, sebagai ketua jurusan Teknik Elektro. 5. Dosen-dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 6. Rekan-rekan mahasiswa elektro, khususnya Agung Purnomo cST, Mariodona ST, Adhidarma ST, dan rekan-rekan elektro angkatan 2000,
v
yang telah memberikan dukungan, bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir. Penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam penyusunan Tugas Akhir ini dengan
kemampuan yang ada, keterbatasan waktu serta pengetahuan yang
terbatas. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan di sana-sini, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, besar harapan penulis agar kiranya Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta menjadi bahan untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
Jakarta, Agustus 2007
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………. ii LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………….iii ABSTRAK ……………………………………………………………………….. iv KATA PENGANTAR …………………………………………………………….v DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. vii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. x DAFTAR TABEL………………………………………………………………….xii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………1 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………1 1.2 Tujuan Penulisan …………………………………………………….2 1.3 Batasan Masalah ……………………………………………………. 2 1.4 Metode Perancangan …………………………………………………3 BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………………….4 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Radio ……………………………………...4 2.1.1 Gelombang Radio …………………………………………………5 2.1.2 Pembagian Gelombang …………………………………………...6 2.1.3 Propagasi Gelombang …………………………………………….7 2.2 Osilator ……………………………………………………………...11 2.2.1 Osilator LC ……………………………………………………..12 2.3 Modulator …………………………………………………………..15
vii
2.3.1 Modulasi Amplitudo ……………………………………………16 2.3.2 Indeks Modulasi ………………………………………………...19 2.3.3 Spektrum AM …………………………………………………..21 2.3.4 Single Side Band ……………………………………………….23 2.4 Penguat Daya ………………………………………………………24 2.4.1 Kelas-kelas Operasi …………………………………………...24 2.4.2 Operasi Kelas A ……………………………………………….25 2.5 Rangkaian Pencampur (Mixer) …………………………………….27 2.6 Penerima Radio Superheterodyne ………………………………….28 2.7 Pembiasan Transistor .……………………………………………...30 2.7.1 Karakteristik Transistor ………………………………………..33 BAB III DESAIN PEMANCAR DAN PENERIMA ………………………………36 3.1 Diagram Blok Rangkaian ………………………………………….36 3.2 Perancangan Pemancar …………………………………………….37 3.2.1 Osilator ………………………………………………………..37 3.2.2 Modulator ……………………………………………………..41 3.2.3 Penguat Daya ………………………………………………….44 3.3 Perancangan Penerima …………………………………………….51 3.3.1 Osilator ………………………………………………………..51 3.3.2 Mixer ………………………………………………………….52 3.3.3 Demodulator ………………………………………………….53 BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA ………………………………55 4.1 Pengukuran Rangkaian Pemancar ………………………………..55
viii
4.1.1 Pengukuran Transistor ………………………………………..55 4.1.2 Osilator ……………………………………………………….57 4.1.3 Modulator Amplitudo ………………………………………...58 4.1.4 Penguat Daya Sinyal Termodulasi …………………………....59 4.2 Pengukuran Rangkaian Penerima ………………………………...60 4.2.1 Lokal Osilator ………………………………………………..60 4.2.2 Mixer ………………………………………………………....61 4.2.3 Demodulator …………………………………………………63 BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………………64 DAFTAR PUSTAKA
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting, karena dengan berkomunikasi manusia dapat saling bertukar informasi satu dengan lainnya. Salah satu komunikasi yang paling sering digunakan adalah melalui media udara (wireless). Pada tugas akhir ini penulis mencoba untuk mendesain sebuah pemancar dan penerima radio amplitude modulation (AM) yang bekerja pada frekuensi 5 MHz. pemilihan frekuensi tersebut dipertimbangkan karena keterbatasan kemampuan pembacaan alat ukur yang tersedia di laboratorium teknik elektro. Pada pemancar dan penerima ini dibuat per blok-blok bagian dari sebuah pemancar dan penerima agar dapat memudahkan untuk menganalisanya dan juga untuk mengetahui tahapan proses pengiriman sinyal informasi. Alat pemancar dan penerima ini menggunakan transistor sebagai komponen dasarnya, juga terdapat komponen resistor dan kapasitor. Juga beberapa komponen variable, variable resistor dan variable kapasitor yang bertujuan untuk mengetahui efek yang dihasilkan dengan adanya komponenkomponen variable tersebut. Pada bab-bab selanjutnya akan dibahas mengenai dasar-dasar blok rangkaian pemancar dan penerima, perancangan dan analisa pemancar dan penerima berikut hasil pengukurannya.
1
1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah: Merancang pemancar dan penerima radio AM.
1.3 Batasan Masalah Dalam tugas akhir ini permasalahan yang akan dibahas, menitik beratkan pada perancangan pemancar dan penerima yang bekerja pada frekuensi 5 MHz yang terdiri dari rangkaian osilator, modulator, penguat daya, dan mixer. Pembahasan dibahas berdasarkan hasil perancangan dan teori yang mendukung.
1.4 Metode Penulisan Untuk mengumpulkan bahan-bahan dalam menyusun tugas akhir ini, dilakukan beberapa langkah, yaitu: a. Studi kepustakaan Dengan mempelajari buku-buku referensi yang berhubungan dengan topic penulisan tugas akhir ini, juga dapat melihat tugas akhir yang memiliki topic yang sama. b. Studi lapangan .
2
1.5 Sistematika Penulisan BAB I
Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori Menjelaskan mengenai dasar sistem komunikasi radio, dasar-dasar transistor, dasar-dasar rangkaian yang digunakan dalam perancangan alat yaitu osilator, modulator, penguat daya
BAB III
Perancangan Alat Pada bab ini penulis menguraikan mengenai perancangan alat secara keseluruhan yang terdiri dari blok-blok rangkaian yang terdapat pada pemancar dan penerima
BAB IV
Pengukuran dan analisa Dalam bab ini menguraikan mengenai pengukuran alat per blok-blok bagian pemancar dan penerima serta tampilan sinyal yang dihasilkan dari blok-blok rangkaian tersebut.
BAB V
Penutup Pada bab ini menguraikan kesimpulan dari penulisan tugas akhir.
3
BAB II LANDASAN TEORI
Untuk memahami cara kerja dari modul pemancar dan penerima pada tugas akhir ini, diperlukan pengertian dari beberapa teori dasar yang berhubungan dan mendukung modul pemancar dan penerima ini. Berikut akan dijelaskan teori dasar dari komponen tersebut.
2.1 Dasar Sistem Komunikasi Radio Tujuan dari suatu sistem komunikasi adalah mengirimkan sinyal informasi melalui sebuah channel komunikasi dimana posisi dari transmitter dengan receiver mempunyai tempat yang terpisah. Sinyal-sinyal informasi disini di dalam ilmu komunikasi dinamakan sinyal-sinyal baseband (baseband signals). Sinyal baseband ini mempunyai lebar pita frekuensi yang mewakili sinyal-sinyal asli dan merupakan sumber dari pada informasi. Tujuan dari channel komunikasi adalah untuk menggeser range frekuensi baseband ke dalam frekuensi lain yang digunakan untuk pengiriman informasi, dan pada receiver sinyal yang telah digeser tersebut dikembalikan dengan cara menggeser kembali ke frekuensi asal seperti keadaan sebelum digeser. Sebagai contoh, suatu sistem radio bekerja pada frekuensi 5 MHz, dimana sinyal baseband berada pada range frekuensi audio, sehingga sinyal baseband tersebut bergeser pada frekuensi yang berada pada frekuensi radio tersebut. Pergeseran frekuensi ini dilakukan dengan suatu proses modulasi, dimana parameter dari sinyal carrier berubah-ubah menurut perubahan sinyal pemodulasi (sinyal informasi). Secara umum bentuk dari sinyal carrier
4
adalah gelombang sunusoidal sedangkan sinyal informasi yang berupa suara adalah gelombang kontinyu. Sinyal baseband ini disebut sebagai gelombang pemodulasi sedangkan hasil dari proses modulasi disebut sebagai gelombang yang dimodulasi. Pada dasarnya sistem komunikasi radio merupakan salah satu bagian dari sistem telekomunikasi. Komunikasi radio dapat diartikan sebagai salah satu metode penyampaian informasi melalui udara berupa gelombang elektromagnetik dari suatu pemancar ke penerima dengan udara sebagai media transmisinya. Komunikasi ini, dimaksudkan untuk mencapai jarak yang jauh dan pada saat saluran komunikasi secara fisik (menggunakan kabel) tidak dapat menjangkaunya.
2.1.1 Gelombang Radio Gelombang radio yang dipancarkan dari antenapemancar berjalan melaui atmosfer sebagai pemmpatan dan pembiasan garis-garis gaya listrik. Panjang gelombang dari puncak kepuncak atau dari lembah kelembah di sebut “panjang gelombang”. Gelombang radio berjalan dari antenna dengan kecepatan 3 × 10 8 m/det sama dengan kecepatan cahaya, dengan kata lain gelombang radio berjalan sejauh 7,5 kali keliling bumi dalam satu detik.
5
Bentuk gelombang dari A ke C yang berulang-ulang dengan sendirinya disebut cycle, banyaknya cycle tiap detik disebut frekuensi. Frekuensi satuannya dalam Hertz, biasanya disingkat dengan Hertz. Jika panjang gelombang = lamdha (λ) (meter), kecepatan = v (m/det), Frekuensi = f (Hz). Hubungan antara kecepatan, panjang gelombang dan frekuensi radio dituliskan pada persamaan 2.1 : C=λ×f
(2.1)
Dengan : C = kecepatan gelombang λ = panjang gelombang f = frekuensi gelombang Gelombang yang berfrekuensi rendah mempunyai lamdha yang lebih panjang dan gelombang yang berfrekuensi tinggi mempunyai lamdha lebih pendek.
2.1.2 Pembagian Gelombang Pembagian gelombang radio dapat dibagi berdasarkan panjang gelombang dan cara perambatannya : a. Gelombang panjang umumnya dikenal dengan nama long wave, jenis ini panjang gelombang nya antara 1000 s/d 2000 meter, frekuensi yang dipakai adalah150 s/d 300 KHz. b. Gelombang menengah umumnya dikenal dengan nama middle wave, jenis ini panjang gelombang nya antara 150 s/d 600 meter, frekuensi yang dipakai adalah 500 s/d 2000 KHz.
6
c. Gelombang pendek umumnya dikenal dengan nama short wave, jenis ini panjang gelombang nya antara 10 s/d 60 meter, frekuensi yang dipakai adalah 5 s/d 30 MHz. d. Gelombang pendek ultra, jenis ini panjang gelombangnya antara 1 s/d 10 meter, frekuensi yang dipakai 30 s/d 300 MHz.
Tabel 2.1 Panjang Gelombang dan frekuensi gelombang Pembawa Nama
Frekuensi
Panjang Gelombang
Very Low Frekuency
(VLF)
< 30 KHz
> 10 Km
Low Frekuency
(LF)
30 – 300 KHz
1 – 10 Km
Medium Frekuency
(MF)
300 – 3000 KHz
100 – 1000 m
High Frekuency
(HF)
3 – 30 MHz
10 – 100 m
Very High Frekuency
(VHF)
30 – 300 MHz
1 – 10 m
Ultra High Frekuency
(UHF)
300 – 3000 MHz
10 – 100 cm
Super High Frekuency
(SHF)
3 – 30 GHz
1 – 10 cm
30 – 300 GHz
1 – 10 mm
Extremely High Frekuency (EHF)
2.1.3 Propagasi Gelombang Propagasi atau perambatan gelombang adalah proses perambatan gelombang – gelombang elektromagnetik yang membawa sinyal informasi dari antenna pemancar ke antenna penerima. Sinyal atau gelombang radio dapat merambat melaui bermacam-macam lintasan. Dilihat dari cara perambatannya, maka gelombang radio dapat dibedakan dari cara perambatannya.
7
a. Propagasi gelombang tanah •
Gelombang langsung
•
Gelombang pantulan tanah
•
Gelombang permukaan tanah
b. Propagasi Ionosfer Gelombang langsung yaitu gelombang yang perambatannya lurus dari antenna pemancar ke antenna penerima melalui ruang bebas tanpa penghalang dan tidak akan dipantulkan oleh lapisan ionosfer. Oleh Karena itu sebelum gelombang ini lurus meninggalkan bumi, harus ditangkap dahulu oleh repeater untuk diteruskan ke penerima. Frekuensi yang digunakan adalah VHF (Very High Frekuenscy) keatas. Gelombang pantulan tanah yaitu gelombang yang perambatannya dipantulkan ketanah dari antenna pemancar sebelum sampai ke penerima.
Gambar 2.2 Gelombang langsung dan gelombang pantulan tanah
8
Gelombang permukan tanah yaitu gelombang yang merambat dari antenna pemancar ke antena penerima melalui permukaan bumi, perambatannya sejajar dengan permukaan tanah, ini disebabkan oleh pengaruh gaya tarik bumi. Misalnya untuk gelombang dengan frekuensi yang rendah yaitu VLF, LF, dan MF.
Gambar 2.3 Gelombang permukaan tanah
Propagasi ionosfer yaitu gelombang yang perambatannya memanfaatkan lapisan ionosfer untuk memantulkan gelombang. Lapisan ini terletak 50 – 500 km diatas permukaan bumi. Lapisan ini terbentuk karena adanya radiasi sinar matahari. Perbedaan derajad ionisasi pada lapisan ini menghasilkan pembaian ionosfer kedalam beberapa lapisan. •
Lapisan D (50 – 90 km)
•
Lapisan E (90 – 145 km)
•
Lapisan F (160 – 400 km)
9
Gambar 2.4 Lapisan ionosfer
Gambar 2.5 Frekuensi yang dipantulkan ionosfer
10
2.2 Osilator Osilator merupakan rangkaian yang menghasilkan getaran atau sinyal listrik secara periodic dengan besar amplitude gelombang keluaran konstan. Bila pada suatu rangkaian penguat diberikan rangkaian umpan balik positif, maka penguatan loop tertutup akan naik sampai pada tingkat kritis dimana frekuensi tidak lagi tergantung pada sinyal input dengan kata lain rangkaian akan berhenti dalam penguatan dan mulai berosilasi. Pada gambar 2.12.a menunjukan sumber tegangan ac yang menggerakan terminal masukan penguat. Tegangan keluaran yang telah dikuatkan adalah: V out = AV in
(2.2)
Tegangan ini akan menggerakan rangkaian umpan balik yang biasanya berupa rangkaian resonansi. Oleh karena itu, kita memperoleh umpan balik maksimum pada satu frekuensi. Pada gambar 2.12.a , tegangan umpan balik yang dikembalikan pada titik x adalah V f = AB V in
(2.3)
Jika pergeseran fase yang melalui penguat dan rangkaian umpan balik adalah 0°, AB V in akan sefasa dengan V in . Anggap bahwa kita menghubungkan titik x dengan titik y dan secara simultan membuang sumber tegangan V in . kemudian tegangan umpan balik AB V in mendorong masukan penguat, seperti terlihat pada gambar 2.12.b Yang terjadi dengan tegangan keluaran bila AB kurang dari 1, AB V in akan lebih kecil dari pada V in dan sinyal keluaran akan melemah seperti terlihat pada gambar 2.12.c. akan tetapi jika AB lebih besar dari 1, ABV
11
in
akan lebih
besar daripada V in dan keluaran akan semakin besar (gambar 2.12.d). Jika AB sama dengan 1, AB V in akan sama dengan V in dan tegangan keluaran adalah gelombang sinus steady seperti gambar 2.12.e . Pada beberapa osilator penguatan kalang adalah lebih besar daripada 1 saat power pertama kali dinyalakan. Tegangan awal yang kecil diberikan pada terminal masukan, dan kemudian tegangan keluaran membesar, seperti terlihat pada gambar 2.12.d. Setelah tegangan keluaran mencapai nilai tertentu, AB secara otomatis berubah menjadi 1, dan nilai puncak kepuncak menjadi konstan.
(c)
(d)
(e)
Gambar 2.6 (a) Tegangan umpan balik dikembalikan ke titik x; (b) menghubungkan titik x dan y; (c) osilasi melemah; (d) osilasi menguat; (e) osilasi pada amplitude tetap
2.2.1 Osilator LC Salah satu cara untuk menghasilkan osilasi frekuensi tinggi adalah dengan osilator LC, rangkaian yang dapat digunakan untuk frekuensi diantara 1 dan 500
12
MHz. kisaran frekuensi ini di luar f unity penguat operasional. Hal ini yang menyebabkan mengapa transistor bipolar atau FET digunakan pada penguat. Dengan penguat dan rangkaian tangki LC, kita dapat mengumpan balik sinyal dengan amplitude dan fase yang benar untuk membuat osilasi. Analisis dan perancangan osilator frekuensi tinggi cukup sulit karena pada frekuensi tinggi, kapasitansi stray dan induktansi lead akan menjadi masalahyang penting untuk menentukan frekuensi osilasi, fraksi umpan balik, daya keluaran, dan kuantitas ac lainnya. •
Osilator Colpitts Gambar 2.7 menunjukan osilator colpitts. Bias pembagi tegangan
mengatur titik operasi yang tak bergerak. Penghambat RF akan mempunyai reaktansi induktif yang sangat tinggi, sehinggga terhubung terbuka untuk sinyal ac. Rangkaian mempunyai perolehan tegangan frekuensi rendah r c / r 'e , ketika r c adalah hambatan kolektor ac. Karena hambatan RF terhubung buka untuk sinyal ac, hambatan ac ini mempunyai nilai maksimum pada saat resonansi. Salah satu cara untuk mengenali osilator colpitts adalah dengan pembagi tegangan kapasitif yang dibentuk dari C 1 dan C 2 . Ini akan menghasilkan tegangan umpan balik yang diperlukan untuk osilasi. Pada osilator jenis lain, tegangan umpan balik dihasilkan oleh transformator, pembagi tegangan induktif, dan sebagainya.
13
+ Vcc
PENGHAMBAT RF R1
V OUT
C1 C2
L R2
RE
CE
C2
Gambar 2.7 Osilator Colpitts V out
Vf
C1
loop L C2
Gambar 2.8 Rangkaian ekuivalen dari osilator Colpitts Sebagian besar osilator LC menggunakan rangkaian tangki dengan Q lebih besar dari pada 10. Oleh karena itu, kita dapat menghitung frekuensi resonansi sebagai berikut: fr =
1
(2.4)
2π LC
Kapasitansi yang digunakan pada persamaan 2.4 adalah kapasitansi ekuivalen yang melalui arus sirkulasi lewat. Pada rangkaian tangki colpitts gambar 2.8, arus sirkulasi mengalir melalui C 1 yang berseri dengan C 2 . sehingga, kapasitansi ekuivalen adalah sebagai berikut:
14
C=
C1 × C 2 C1 + C 2
(2.5)
Kondisi awal yang diperlukan untuk beberapa osilator adalah AB > 1 pada resonansi rangkaian tangki. Hal ini ekuivalen dengan A> 1/B. Pada gambar 2.8, tegangan keluaran terletak pada C 1 dan tegangan umpan balik terdapat pada C 2 . Fraksi umpan balik pada tipe osilatror ini dirumuskan dengan: B=
C1 C2
(2.6)
Untuk memulai Osilasi, perolehan tegangan minimum adalah: A min B =
C2 C1
(2.7)
2.3 Modulator Tujuan dari modulasi adalah untuk memindahkan posisi spectrum dari sinyal informasi, dari pita spectrum yang rendah (base band) ke pita spectrum yang jauh lebih tinggi (band pass). Hal ini dilakukan pada transmisi data tanpa kabel (dengan antenna), yang mana dengan membesarnya frekuensi informasi yang dikirim, maka dimensi antenna yang digunakan akan mengecil. Contoh: data 1 berfrekuensi f 1 = 3 KHz → panjang gelombangnya λ1 =
3 × 10 8 = 100 km 3 × 10 3
data 2 berfrekuensi f 2 = 300 MHz → panjang gelombangnya λ2 =
3 × 10 8 =1m 3 × 10 8
15
Radiasi gelombang elektromagnetika akan berlangsung dengan efisien, jika ukuran antenanya sebanding dengan panjang gelombang. Dengan contoh diatas, transmisi data 1 menjadi problematic, sedangkan pada data 2 lebih mudah untuk ditransmisikan. Kegunaan lain dari modulasi adalah, dengannya dimungkinkan proses pengiriman data/informasi melalui satu media yang sama secara bersamaan.Proses modulasi terjadi dengan melakukan variasi pada salah satu besaran karakteristik dari sinyal pembawa (yang berfrekuensi tinggi) seirama dengan sinyal data ( yang berfrekuensi rendah). Sinyal pembawa yang telah dimodulasikan ini disebut sinyal termodulasi. Sinyal data disebut juga sinyal pemodulasi. Alat dimana proses modulasi ini terjadi disebut juga modulator.
2.3.1 Modulasi Amplitudo Definisi modulasi amplitudo secara umum adalah, suatu penumpangan sinyal informasi (sinyal pemodulasi) kepada sinyal pembawa (carrier), sehingga amplitude bentuk tegangan gelombang pembawa berubah-ubah sebanding dengan tegangan yang memodulasi, yaitu sinyal informasi. Maksud dilakukannya modulasi ini adalah, untuk memindahkan frekuensi, biasanya dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi. Pemindahan ini dimaksudkan agar suatu sinyal dapat dikrimkan ke jarak jauh, dimana sinyal informasi ditumpangkan pada suatu sinyal pembawa yang mempunyai frekuensi jauh lebih tinggi dari pada sinyal yang dibawa tersebut. Gelombang pembawa selalu berbentuk sinusoida. Ada beberapa parameter yang terdapat dalam sinyal AM yang harus diperhatikan. Yang pertama adalah sebuah frekuensi pembawa (frequency carrier / fc) yang merupakan frekuensi yang akan membawa sinyal informasi yang
16
frekuensinya lebih besar dari pada frekuensi sinyal informasi. Kedua, adalah sinyal informasi (frekuensi audio / fm) yang akan ditumpangkan pada frekuensi pembawa. Ketiga, adalah frekuensi sisi yang lebih tinggi (Upper Side Band Frequency / USB), frekuensi ini adalah berasal dari penjumlahan antara frekuensi pembawa dengan frekuensi informasi. Yang keempat, adalah frekuensi sisi yang lebih rendah (Lower Side Band / LSB) yang berasal dari pengurangan frekuensi pembawa dengan frekuensi informasi. Yang kelima, adalah besarnya ukuran modulasi atau indeks modulasi, ini menunjukan seberapa besar sinyal AM itu akan dimudulasi dengan penunjkan didalam persen.
17
Gambar 2.9 Proses modulasi AM
18
Dari gambar 2.6.a. terlihat sinyal pembawa yang mempunyai frekuensi lebih tinggi dibandingkan dengan sinyal informasi, dan gambar 2.6.b. adalah sinyal informasinya, selanjutnya gambar 2.6.c. adalah gelombang amplitude modulasi. Dari gambar 2.6 terlihat bahwa amplitudo gelombang pembawa berubahubah sesuai dengan perubahan bentuk gelombang sinyal informasi, sehingga terdapat dua buah sisi bentuk gelombang informasi yang terdapat pada gelombang pembawa yaitu sisi bagian atas yang biasa disebut upper side band (USB) dan sisi bagian bawah yang biasa disebut lower side band (LSB). Dalam kasus sebuah sinyal modulasi periodic, seperti diperlihatkan gambar 2.6 di atas, tegangan maksimum dan minimum gelombang termodulasi mudah di identifikasi. Dengan suatu sinyal non perioik, seperti bentuk gelombang pembicaraan . kuantitasnya akan berubah dan karenanya indeks modulasinya juga akan berubah. Yang penting adalah indeks modulasi jangan diperbolehkan lebih besar dari satu. Jika indeks modulasi melebihi satu, puncak negative bentuk gelombang modulasi tergunting (clipped).
2.3.2 Indeks modulasi Amplitudo sinyal AM merupakan kombinasi dari amplitudo sinyal carrier dengan amplitude sinyal informasi. Banyaknya perubahan amplitude sinyal carrier tergantung pada banyaknya amplitudo dari sinyal informasi. Perubahan ini diekspresikan sebagai ratio amplitude sinyal informasi maksimum terhadap amplitude sinyal carrier, dengan persamaan matematis sebagai berikut: m=
E m max Ec
(2.8)
19
dimana : m = indeks modulasi E m = tegangan maksimum dari sinyal informasi E c = tegangan maksimum dari sinyal pembawa Bila sinyal informasi dalam bentuk persamaan gelombang kontinyu, maka harga indeks modulasi : m=
Em Ec
(2.9)
Sebagai contoh gambaran indeks modulasi m adalah prosentase dari perbandingan amplitude sinyal informasi dengan amplitude sinyal carrier bila dikalikan dengan 100%. Bila m = 0,8 bererti amplitude carrier perubahannya naik turun sebesar 80%, bila m = 1 berarti perubahannyta 100%. Gambar di bawah ini menampilkan perubahan amplitude sinyal carrier dengan m<1, m=0, m=1, dan m>1, sedangkan syarat besarnya indeks modulasi yang memenuhi adalah 0<m≤1 . m<1
m =1
m=0 m>1
Gambar 2.10 Macam-macam perubahan amplitudo sinyal
20
2.3.3
Spektrum AM Spektrum menggambarkan kondisi dari suatu sinyal dalam domain
frekuensi. Disini dapat dilihat besaran besaran yang dimiliki oleh sinyal yang berupa daya sinyal, bandwidth sinyal, serta sinyal-sinyal yang berdekatan. Domain Waktu (time domain) + Amplitudo (dalam Volt) 0
Time (dalam dt) -
Gambar 2.11 Sinyal dalam domain waktu
0 dB Domain Frekuensi (frequency domain)
f = 80Hz Frekuensi (dalam Hz)
Gambar 2.12 Daya dalam domain frekuensi Sebagai contoh sinyal sinus dan cosinus mempunyai single spectrum seperti terlihat pada gambar 2.12, sedangkan sinyal-sinyal non sinusoidal akan mempunyai
banyak
spectrum
frekuensi
harmonisasi.
21
yang
merupakan
sinyal-sinyal
Sebagai contoh, pada gambar diatas merupakan sebuah sinyal carrier dalam time domain dan dalam frekuensi domain dengan T = 1/80 dt, sehingga mempunyai frekuensi sebesar f= 80Hz disini mempuyai spectrum yang terdiri dari single komponen dengan frekuensi 80 Hz. Bila sinyal carrier tersebut digunakan untuk membawa sinyal informasi dengan frekuensi 10 Hz menggunakan teknik modulasi amplitude dengan indeks modulasi 50%, maka akan mempunyai bentuk gelombang dan spectrum sinyal termodulasi amplitude seperti terlihat pada gambar 2.13.
Bentuk gelombang sinyal AM Amplitudo (dalam Volt) 0
Time (dalam dt)
0 dB/dBm
f = 80Hz (carrier)
Bentuk Spektrum AM
Amplitudo (dalam dB atau dBm)
f = (80-10)Hz (LSB)
f = (80+10)Hz (USB)
Frekuensi (dalam Hz)
Gambar 2.13 Bentuk gelombang dan spektrum sinyal termodulasi amplitudo
22
Pada sinyal termodulasi amplitudo mempunyai spectrum yang sederhana dimana pada contoh diatas trdiri dari sinyal carrier dengan frekuensi 80Hz dan sinyal pemodulasi (informasi) dengan frekuensi 10Hz, maka akan menghasilkan spectrum sinyal AM yang tersiri dari sinyal carrier, lower side band (LSB), dan upper side band (USB) dimana kedua sinyal side band tersebut mempunyai frekuensi 70 Hz(LSB) dan 90 Hz (USB). Dari bentuk spectrum ini dapat diketahui besarnya bandwidth yang digunakan oleh sinyal termodulasi amplitudo, yaitu sebesar 70Hz – 90 Hz sama dengan 10 Hz atau dapat juga menggunakan rumus: Bandwidth (BW) = 2 × f m
(2.10)
dimana: f m = frekuensi dari sinyal informasi
2.3.4
Single Side Band (SSB) Prinsip dasar dari sistem single side band adalah sangat sederhana yaitu
diambil dari sistem modulasi amplitudo, hanya dengan menambahkan komponen band pass filter sehingga sinyal output yang diperoleh berupa salah satu side band seperti gambar 2.14 Sinyal AM
Informasi
Band Pass Filter (BPF LSB/USB)
Amplitude Modulator
Gambar 2.14 Blok diagram pemancar SSB
23
Output SSB
Band Pass Filter disini berfungsi sebagai penyeleksi sinyal yang akan dipancarkan, dalam hal ini diambil sinyal LSB atau USB sehingga hanya satu sinyal saja yang dipancarkan, oleh karena itu dinamakan transmitter single side band (SSB).
2.4 Penguat Daya Ada cara lain untuk menggolongkan penguat. Sebagai contoh, kita dapat menggambarkan berdasarkan kelas operasinya, penggandengan antar tingkat, atau jangkauan frekuensinya.
2.4.1
Kelas-Kelas Operasi Pada operasi kelas A dari penguat, transistor bekerja dalam bagian aktif
sepanjang waktu. Ini menunjukan bahwa arus kolektor mengalir sepanjang 360° dari siklus, seperti diperlihatkan pada gambar 2.15.a . Dengan penguat kelas A, perancang biasanya meletakan titik Q di sekitar pertengahan garis beban. Dengan cara seperti ini, sinyal dapat berayun melalui jangkauan (range) maksimum yang mungkin tanpa saturation (membuat jenuh) atau memotong transistor, yang akan mengubah sinyal. Berbeda pada operasi kelas B, pada operasi ini arus kolektor mengalir hanya sepanjang setengah siklus (180°), seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.15.b . Untuk memperoleh operasi jenis ini, perancang meletakan titik Q pada cut off. Kemudian, hanya setengah yang positif dari tegangan basis AC dapat menghasilkan arus kolektor. Ini mengurangi panas yang teruang dalam transistor daya.
24
Pada operasi kelas C, arus kolektor mengalir sepanjang kurang dari 180° dari siklus AC, seperti diperlihatkan pada gambar 2.15.c. Dengan operasi kelas C, hanya sebagian dari setengah siklus yang positif dari tegangan basis AC menghasilkan arus kolektor. Sebagai hasilnya, kita memperoleh pulsa singkat dari arus kolektor seperti gambar 2.15.c.
2.15 Arus kolektor (a) Kelas A; (b) Kelas B; (c) Kelas C
2.4.2 Operasi Kelas A +Vcc R1
RC
RL V OUT
R2
RE
(a)
25
(b) Gambar 2.16 Penguat kelas A Penguat pada gambar 2.16 adalah penguat kelas A sepanjang sinyal keluaran tidak terpotong. Dengan penguat jenis ini arus kolektor mengalir sepanjang siklus. Dengan kata lain, tidak ada pemotongan sinyal keluaran selama siklus. •
Bati Daya
Selain bati tegangan, penguat memiliki bati daya, yang ditentukan dengan rumus: G= •
Pout Pin
(2.11)
Daya Keluaran
Jika kita mengukur tegangan keluaran dari gambar 2.16.a dalam rms volt, daya keluaran diperoleh dengan: P out =
Vout
2
(2.12)
RL
26
Biasanya, kita mengukur tegangan keluaran dalam puncak ke puncak tegangan dengan osiloskop. Dalam kasus ini, persamaan yang lebih cocok digunakan untuk 2
v daya keluaran adalah: P out = out 8RL
( 2.13)
Faktor 8 dalam penyebut muncul karena Vpp = 2√2 v rms , jika mengkuadratkan 2√2, maka akan memperoleh 8.
2.5 Rangkaian Pencampur (Mixer)
Mixer berfungsi untuk mencampur dua buah sinyal untuk menghasilkan suatu frekuensi jumlah ataupun frekuensi selisih. Penerima superhiterodin pertama kali menggunakan suatu tingkat pencampur untuk mengubah sinyal RF yang dating menjadi frekuensi antara lebih rendah (intermediate). Setiap alat tidak linear dapat berperan sebagai pencampur, sifat tidak linear diperlukan untuk menghasilkan frekuensi-frekuensi yang tidak ada pada masukan. Beberapa tipe mixer tersedia dalam bentuk unit paket, dengan masukan yang berlabel RF (Radio Frekuensi) dan LO (Local Osilator), dan keluarannya berlabel IF (Intermediate Frekuensi)
Gambar 2.17 Blok diagram mixer
27
Biasanya, dalam pencampur penerima, hanya komponen keluaran frekuensi selisih saja yang diinginkan, sehingga frekuensi-frekuensi asli, harmonicharmoniknya, dan jumlahnya harus dihilangkan, dengan cara difilter atau cara lainnya.
2.6 Penerima Radio Superheterodyne
Superheterodyne adalah percampuran dua frekuensi yang berbeda sehingga menghasilkan sebuah frekuensi baru. Sebuah sistem modulasi amplitude merupakan suatu proses heterodyne, karena pada modulasi amplitude ini sinyal informasi dicampur dengan sinyal carrier sehingga menghasilkan suatu sinyal sideband. Penerima superheterodyne berfungsi untuk untuk memisahkan sinyal yang diterima berupa sinyal hasil pencampurantadi, sehingga hanya diperoleh sinyal informasi yang diinginkan. Blok diagram dari penerima superheterodyne:
Gambar 2.18 Blok diagram penerima superheterodyne
Pada receiver konvensional diperlukan sebuah mixer (pencampur frekuensi) dan rangkaian local osilator. Rangkaian lokal osilator ini fungsinya sebagai tuning (pemilih) frekuensi, oleh karena itu rangkaian ini harus dapat menghasilkan semua frekuensi yang digunakan pada pemancar AM. Sebagai
28
contoh, bila ingin menerima siaran televisi, berarti rangkaian osilator harus dapat menghasilkan frekuensi 235 MHz. Kemudian untuk mendapatkan sinyal informasi diperlukan rangkaian band-pass filter yang bekerja pada frekuensi tengah 235MHz, dimana rangkaian band-pass filter ini sudah tergabung pada bagian demodulator. Selanjutnya bagian amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal output dari band-pass filter yang berupa sinyal informasi. Pengaturan output dari rangkaian osilator ini yang dinamakan proses tuning. Berikut ini tabel frekuensi receiver AM dan FM yang mana terdiri dari range carrier radio frekuensi (RF), frekuensi intermediate IF (fIF = fLO - fRF) dan bandwidth IF. Tabel 2.2 Frekuensi-frekuensi pada receivr AM dan FM Radio AM
Radio FM
Range carrier RF
0,535 – 1,605 MHz
88 – 108 MHz
Frekuensi
0,455 MHz
10,7 MHz
10 KHz
200 KHz
intermediate IF Bandwidth IF
29
2.7
Pembiasan Transistor
Gambar 2.19 menunjukan rangkaian bias yang paling banyak digunakan. Rangkaian basis mengandung sebuah pembagi tegangan (R 1 dan R 2 ).
+ VCC +
+
R1
RC
-
-
+ R2
RE
-
Gambar 2.19 Bias pembagi tegangan
Pada setiap rangkaian bias pembagi tegangan yang dirancang dengan baik, besar arus basis jauh lebih kecil dari pada arus yang melalui pembagi tegangan. Karena arus basis memiliki efek yang dapat diabaikan pada pembagi tegangan, kita dapat membuka hubungan diantara pembagi tegangan dan basis untuk memperoleh rangkaian ekuivalen seperti pada gambar 2.20 .
30
VCC R1 VBB R2
Gambar 2.20 Tegangan basis
V BB =
R2 VCC R1 + R2
(2.14)
Setelah menghitung V BB analisa berikutnya adalah sebagai berikut: •
Kurangi 0,7 V untuk memperoleh tegangan emitter (gunakan 0,3 V untuk germanium).
Gambar 2.21 Tegangan emitter
V •
E
= V BB - V BE
(2.15)
Bagi resistansi emitter untuk memperoleh arus emitter. + VCC
+ VBB +
VE -
Gambar 2.22 Arus emitter
31
IE = •
VE RE
(2.16)
Anggaplah bahwa arus kolektor kira-kira sama dengan arus emitter. IC
IB
IE
Gambar 2.23 Arus kolektor
IC ≈IE •
(2.17)
Hitung tegangan kolektor yang menuju ground dengan mengurangi tegangan pada resistor kolektor dari tegangan sumber kolektor. + VC
RC + VCC IC
+ VBB
Gambar 2.24 Tegangan Kolektor
V C = V CC - I C R C
(2.18)
32
•
Hitung tegangan kolektor-emiter dengan mengurangi tegangan emitter dari tegangan kolektor
Gambar 2.25 Tegangan kolektor emitter
V CE = V C - V E
2.7.1
(2.19)
Karakteristik Transistor
Untuk memperkenalkan karakteristik transistor bipolar digunakan rangkaian emitter bersama (CE), yang mana kaki emitter dimiliki oleh gerbang input dan gerbang output. Gerbang basis-emiter adalah gerbang masukan (input port) dan gerbang kolekter-emiter (CE) adalah gerbang keluaran (output port). Jika kita berikan suatu tegangan tertentu V BE pada gerbang basis-emiter, maka akan mengalir arus I B , yang mempunyai karakteristik seperti pada komponen dioda (karena 2 pn junction yang dimilikinya). I B yang mengalir sebagai fungsi dati tegangan V BE dikatakan sebagai karakteristik masukan dari transistor.
33
Gambar 2.26 Karakteristik transistror
Pada gambar di atas, tegangan V BE harus melewati nilai ambang tertentu agar mengalir arus basis I B , jika diamati karakteristik keluaran dari transistor, maka didapati gambar sebelah kanan diatas. Jika diandaikan ada arus basis yang mengalir, jika diandaikan ada arus basis yang mengalir, jika tegangan V CE diperbesar dari nol, maka arus kolektor I C akan membesar secara linear, sampai pada batas tertentu, transistor akan mengalami saturasi, perbesaran V CE tidak akan memperbesar I C lagi (perbesaran tidak signifikan). Dalam keadaan saturasi , I C membesar hanya jika I B diperbesar. Karakteristik keluran transistor diatas digambarkan sebagai kumpulan beberapa kurva, dimana arus basis sebagai parameternya, digambar tersebut terlihat I C (besarannya dalam miliampere) lebih besar dari I B (beasrannya dalam microampere), sehingga didapatkan penguatan arus, sebagai berikut:
34
β=
IC IB
(2.20)
pengunaan transitor bipolar sebagai penguat sinyal lemah terjadi jika bentuk sinyal keluaran merupakan replica dari sinyal masukan. Hal ini hanya akan terjadi jika tegangan yang diletakan pada V BE selalu lebih besar dari nilai ambang V BE , sehingga kita bekerja pada bagian linear dari karakteristik masukan.
35
36
BAB III DESAIN PEMANCAR DAN PENERIMA
Sistem lengkap dari perancangan alat ini terdiri dari dua bagian, yaitu pemancar dan penerima. Pada pemancar terdiri atas beberapa blok rangkaian, diantaranya osilator, modulator, dan penguat daya. Pada penerima terdiri dari osilator, mixer, dan demodulator. Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan alat, mulai dari blok diagram secara keseluruhan serta cara kerja dari setiap blok pada pemancar dan penerima.
3.1
Diagram Blok Rangkaian
36
3.2
Perancangan Pemancar
3.2.1
Osilator Osilator disini merupakan rangkaian yang dipakai untuk membangkitkan
sinyal listrik dengan frekuensi tinggi (sinyal carrier) dan bekerja pada frekuensi tinggi yaitu pada frekuensi 5 MHz. Pada rangkaian osilator ini penulis menggunakan osilator colpitts. Untuk pengesetan titik kerjanya digunakan variable resistor.
VCC R1A L1
R1
TR 1
R2
C3 R3
L2
C2
C1 C4
Gambar 3.2 Osilator Colpitts Penulis merancang osilator ini mampu bekerja dalam berbagai kesesuaian. Untuk pengesetan titik kerja dari transistor digunakan komponen – komponen dengan harga R1 = 220Ω, R1A = variabel resistor, R2 = 1000Ω, dan R3 = 1000Ω, Vcc = 15 Volt.
37
Gambar 3.3 Penyetelen titik kerja transistor pada osilator
Vb =
R2 1000 Vcc = × 15 = 12,295Volt R1 + R2 1220
Ve = Vb − Vbe = 12,295 − 0,7 = 11,595Volt
Ie =
Ve 11,6 = = 11,6mA Re 1000
I c = I e = 11,6mA
Iq =
Vbe 0,7 = = 0,7mA R2 10 3
Ib =
Vcc R + R2 15 1220 − Vbe × 1 = − 0,7 × = 68mA − 3,9mA = 64,1mA R1 R1 R2 220 220000
Vc = Vcc − I c Rc = 15Volt Vce = Vc − Ve = 15 − 11,96 = 3,04Volt
38
r 'e =
25mV = 2,09Ω Ie
X c = jωL1 = j 2π 5.10 6.10 −6 = j 31,4Ω
C3
R1//R2 L2
C4
Gambar 3.3 Rangkaian ekuivalen dari osilator colpitts Untuk membentuk osilator sinusoidal, kita menggunakan penguat dan umpan balik positif. Idenya adalah dengan menngunakan isyarat umpan balikpada sinyal keluaran, jika sinyal umpan balik cukup besar dan mempunyai fase yang benar, akan menyebabkan adanya sinyal keluaran meskipun tidak ada sinyal masukan eksternal. Dibawah ini adalah analisa rangkaian pada saat mulai berosilasi.
39
Gambar 3.4 Rangkaian pengganti osilator saat mulai berosilasi Frekuensi yang dihasilkan dari rangkaian ini dengan nilai L2 = 1 µH dan C3 = 1nF dan C4 = 10 nF adalah sebesar dan menggunakan analisa analog pada osilator Hartley maka didapatkan :
H =−
Cs =
fo =
C 4 10 = = 10 C3 1
C1 × C 2 10 × 1 = = 0,9nF C1 + C 2 10 + 1
1 2π L2 C s
=
0,1592 1 × 10 −6 × 9 × 10 −10
=
0,1592 1,592.10 7 = = 5,3MHz ≈ 5 MHz 3 3 × 10 −8
Syarat terjadinya osilasi adalah sebagai berikut dengan nilai S yang didapatkan dari hasil pengukuran dan dibahas lebih lanjut pada BAB IV
H=
C4 1 1 > = = 0,182 C3 SRc 0,175 × 31,4
Dan dengan dipilihnya C4 = 10 nF dan C3 = 1 nF maka syarat diatas terpenuhi dan rangkaian ini akan bekerja dengan frekuensi osilator sebesar 5 MHz.
40
3.2.2
Modulator Bagian modulator ini berfungsi untuk menumpangkan sinyal informasi
kepada sinyal pembawa yang dihasilkan dari osilator. Inputannya atau sinyal informasinya berupa sinyal audio yang dihasilkan dari auidio generator. Modulator ini
dirancang dengan menggunakan variable resistor pada posisi penyetelan titik
kerja yang berfungsi untuk memvariasikan lebar bandwidth yang masuk. Hargaharga dari variable resistor ditiadakan dahulu.
Vcc Ic R1
Ib Vce
IQ
R2
Vbe
RC
Gambar 3.5 Penyetelan titik kerja transistor pada modulator
41
. Gambar 3.6 Rangkaian modulator Untuk penyetelan titik kerja transistor memakai komponen dengan harga R1A = Variable resistor, R1 = 220Ω, R2 = 1000Ω , R3 = 10000Ω, R4 = 1000Ω, dan Vcc = 15 Volt.
Vb =
R2 1000 Vcc = × 15 = 0,819 × 15 = 12,95Volt R1 + R2 1220
Ve = Vb − Vbe = 12,295 − 0,7 = 11,595Volt
Ie =
Ve 11,6 = = 11,6mA Re 1000
42
I c = I e = 11,6mA
Iq =
Vbe 0,7 = = 0,7mA R2 10 3
Ib =
Vcc R + R2 − Vbe 1 = 68mA − 3,88mA = 64,1mA R1 R1 R2
Vc = Vcc − I c Rc = 15Volt Vce = Vc − Ve = 15 − 11,6 = 3,4Volt r 'e =
25mV = 2,09Ω Ie
Untuk menyaring frekuensi masukan dari osilator dengan frekuensi sebesar 5 MHz, maka digunakan komponen dengan harga L1= 1μH dan C = 1 nF
f =
1 2π LC
=
1 6,28 1 × 10 −6 × 1 × 10 −9
=
1 = 5,035MHz ≈ 5MHz 1,98 × 10 −7
Syarat besarnya index modulasi yang memenuhi adalah 0 < m ≤ 1. Dan dengan Vosc = 3 V, maka VLF harus antara 0 < VLF ≤ 3 V agar dapat memenuhi syarat terjadinya modulasi yang baik.. V AM (t ) = {VC + VLF (t )} sin( 2πf C t + θ ) dimana : VLF = persamaan sinyal informasi VAM = persamaan sinyal termodulasi amplitudo VC = amplitudo sinyal carrier
43
Seandainya kita menggunakan C = 10 nF dan R = 10 KΩ, maka lebar pita frekuensinya sebesar: Q P = ω C CR = 6,28 × 5.10 6 ×1.10 −8 × 10.10 3 = 3140 Hz
3.2.3
Penguat Daya Gambar dibawah ini adalah sebuah penguat emitter bersama (common
emitter-CE) rangkaian ini paling banyak digunakan dalam rangkaian-rangkaian linear. Sinyal akan dikuatkan, dari gambar diketahui sinyal masukan adalah Vin dan sinyal keluaran adalah Vout. Kapasitor-kapasitor penggandeng atau kapasitor kopling berfungsi untuk dapat mengirimkan sinyal input dan mempunyai pengaruh membatasi respon frekuensi dari rangkaian secara keseluruhan. Untuk frekuensi yang relative lebih rendah (seperti jangkauan audio), nilai kapasitansi yang relative tinggi merupakan suatu keharusan. apasitor memiliki reaktansi kapasitif, yaitu Xc → 0 apabila frekuensi kerja yang digunakan sangat besar, itu berarti kapasitor short (AC short). Dan Xc → ∞ apabila frekuensi sangat kecil (→ 0), itu berarti kapasitor hubung terbuka (DC open).
44
VCC 3
R1
C2
RC
L1
Osilator TR 3
Rg
Vout
C1 Viin AC 100 mV
R2
C3
RE
Gambar 3.7 Penguat Daya
Ukuran kapasitor pegandengtergantung pada frekuensi terendah dari sinyal yang harus digandeng. Kita akan menggunakan aturan berikut ini untuk frekuensi masuk terndah pada penguat: Xc≤0,1×R
45
Aturan ini mengatakan bahwa reaktansi kapasitif dari kapasitor penggandeng harus jauh lebih rendah atau sama dengan sepersepuluh harga resistansi total, dengan memenuhi aturan 10:1 ini berarti bahwa pada frekuensi terendah arus bolak-balik akan jauh lebih rendah dari satu persen. Dari gambar diatas akan dirancang sebuah tahapan transistor untuk jangkauan 20 Hz sampai 20000 Hz. Bila kapasitor penggandeng masukan melihat resistansi seri total (R = Z out + Z in ) sebesar 2 KΩ, maka pada frekuensi terendah, yaitu 20 Hz, Xc harus lebih kecil daripada atau sama dengan 2KΩ. Selanjutnya dari rumus Xc = 1/2πfC, maka harga C dapat dicari: C = 1/ 2π (20Hz)(2KΩ) = 3,9 μF Harga ini adalah harga kapasitansi minimum yang dibutuhkan untuk gandengan kaku. Dalam prakteknya akan digunakan 10μF. Maka dapat kita ketahui batas-batas frekuensinya : fc =
1 1 = 8 Hz = 2 × 3,14 × 2000 × 10μF 2πRC
fh = 10 fc = 80 Hz Frekuensi diatas 80 Hz kapasitor dapat mengirimkan sinyal AC. Untuk menentukan titik kerja adalah dengan cara menganalisa rangkaian secara DC dengan bantuan dari harga R1 dan R2. Vdc = 10 V, R1 = 10 KΩ, R2 = 2,2 KΩ, Rc = 2,2 KΩ, L1 = 1μH, C2 = 1nf, dan Rc = 1 KΩ. Dengan adanya sumber DC ini arus tidak mengalir dari sumber AC karena kapasitor mendecouple sinyal AC sehingga rangkaian menjadi hubungan terbuka.
46
R1
RC
Vcc
R2
RE
Gambar 3.8 Penyetelan titik kerja transistor pada penguat daya Vb =
R2 2,2 x Vcc = x 10 R1 + R2 10 + 2,2
= 1,8 V Ve = Vb – Vbe = 1,8 – 0,7 = 1,1 V Ie =
Ve 1,1 = 3 = 1,1 mA Re 10
Ic ≅ Ie → Ic = 1,1 mA Vc = Vcc – Ic×Rc = 10 – 1,1 ×2200 = 10 – 2,42 = 7,58 Volt
47
Vce = Vc – Ve = 7,58 – 1,1 = 6,48 V Ic sat =
Vcc − Ve 8,9 = = 4mA 2200 Rc
Jika rangkaian mendapatkan sumber AC, maka kapasitor berfungsi sebagai kopling pada frekuensi kerja yang telah ditentukan. Karena impedansinya dianggap sangat kecil sesuai dengan frekuensi kerja yang digunakan. Dan dengan rangkaian pengganti yang telah disederhanakan sebagai berikut, maka didapat :
48
Rg R1//R2
r`e
AC 100 mV
Vin
ic
Gambar 3.9 Rangkaian ac ekuivalen penguat daya
r`e =
25mV = 22,73 Ω Ie
R1//R2 =
10.2,2 = 1,8 KΩ 10 + 2,2
rc = 1 KΩ
49
RC
Vout
Dan dengan β = 100 Jika input audio generator kita berikan sebesar Vg = 1,7 V ig =
ib =
Vg Rs + R1 // R2
=
1,7 = 6,07 mA 1000 + 1800
R1 // R2 1800 × ig = × 6,0710-3 = 3,72 mA R1 // R2 + βr `e 1800 + 1136,5
vb (Vin) = ib×βr`e = 3,72×10-3×1136,5 = 4,22V ic = βib = 50×3,72×10-3 = 0,186 A Vc (Vout) = ic.rc = 0,186×1000 = 186 V Av = -
Vout 186 == - 44,08 Vin 4,22 Dapat kita ketahui dari perhitungan diatas bahwa penguatan rangkaian ini
sebesar – 44,08 yang berasal dari perbandingan Vout dan Vin. Atau yang dapat kita ketahui langsung dari perbandingan rc (tahanan kolektor pada analisa AC) dan r`e (tahanan emitter pada analisa AC). Tanda minus menunjukkan bahwa terjadi pembalikan fasa dari sinyal input dalam rangkaian penguat diatas. Penguatan Daya: AP = Av×β = 44,08×100 = 4408
50
3.3
Perancangan Penerima
3.3.1
Osilator Pada rangkaian penerima menggunakan osilator local yang berfungsi untuk
menurunkan frekuensi yang diterima, agar selisihnya itu untuk masukan rangkaian mixer. Osilator yang dipakai menggunakan rangkaian osilator colpitts. Osilator dirancang agar frekuensinya tidak lebih besar dari keluaran pada rangkaian pemancar.
VCC R1A L1
R1
TR 1
R2
C3 R3
L2
C2
C1 C4
Gambar 3.10 Osilator Colpitt Pada rangkaian osilator colpitts diatas dirancang untuk menghasilkan frekuensi sebesar 2,5 MHz, agar dapat dijadikan input pada rangkaian mixer dan output yang diinginkan yaitu selisih dari 5 MHz – 2,5 MHz yaitu sebesar 2,5 MHz,
51
Harga dari C3 = 10 nF dan C4 = 10 nF serta L2 = 1 μH maka besarnya frekuensi yang dihasilkan: Cs =
C 3 × C 4 10nF × 10nF = = 5nF C 3 + C 4 10nF + 10nF
f LO =
3.3.2
1 2π LC s
=
1 −6
6,28 1 × 10 .5 × 10
−9
=
0,1592 = 2,25MHz ≈ 2,5Mhz 7,071 × 10 −8
Mixer Rangkaian mixer dibawah ini dilakukan untuk menentukan titik kerja dilihat
dari nilai R1 dan R2. sinyal RF yang datang berfrekuensi 5 MHz dan frekuensi IF yang diinginkan adalah 2,25 MHz.
Ga Gambar 3.11 Mixer
52
Jika dinginkan rangkaian ini bekerja dengan IB = 1 µA, IC = 10 mA, VBE = 0,7 V dan VCE = 3 V. Maka kita dapat menghitung nilai dari R1 dan R2 sebagai berikut : Vcc = R2 ( I b + I c + Vce )
R2 =
Vcc − Vce 4−3 = = 100Ω −6 Ib + Ic 1.10 + 10.10 −3
Vce = R1 I b + Vbe
R1 =
Vce − Vbe 3 − 0,7 = = 2,3.10 6 Ω −6 Ib 1.10 Dan nilai dari C2 = 1 nF dan L2 = 10 µH maka akan terjadi frekuensi osilasi
sebesar f =
1 2π LC s
=
1 −6
6,28 10 × 10 .5 × 10
−10
=
0,1592 = 2,25MHz 7,07 × 10 −8
3.3.3 Demodulator Disini penulis mencoba merancang demodulasi dengan menggunakan dioda, yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.12 Demodulator
53
Dioda digunakan untuk menyearahkan sinyal yang datang dari rangkaian mixer. Sinyal positif diteruskan dan sinyal negatif akan ditahan dan rangkaian R1 dan C1 berfungsi sebagai low pass filter yaitu pengisian dan pengosongan tegangan sesuai dengan indeks modulasi dan frekuensi informasi yang ingin disaring. Modulator di design untuk sinyal low frequency yang mempunyai bandwidth sebesar 10 KHz, yang datang dari mixer dengan frekuensi antara (IF) sebesar 2,25 MHz. Sinyal pemancar ini dimodulasikan dengan indeks m = 80% (0,8). Tahanan beban (R3) pada demodulator sebesar 10 KΩ. Dengan R3 = 10 KΩ maka R1 = 0,5×R3 = 5 KΩ. Tetapi karena nilai ini tidak ada di pasaran elektronika maka dirangkaian digunakan R1 = 5,6 KΩ. Kapasitor C1 di dapatkan sebesar
1− m2 0,6 C1 = = = 2,13nF 2πf LF max mR1 6,28.10.10 3.0,8.5,6.10 3 R2 dan C2 dipilih sebagai low pass filter (LPF), karena frekuensi antaranya sebesar 2,25 MHz, maka kita bisa pilih frekuensi batasnya untuk LPF sebesar 20 KHz. Sehingga jika R2 = 1,5KΩ maka R2 =
1 1 1 ⇒ C2 = = = 3,21 × 10 −11 = 3,2 pF ωC C2 ω C R2 6,28 × 2,25 × 10 6.2,2.10 3
54
BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA
4.1 Pengukuran Rangkaian Pemancar Pengukuran dari bagian pemancar ini untuk membuktikan apakah alat yang dibuat dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Alat ukur yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran pada alat ini adalah: 1. Osiloskop 2. Power supply 3. Digital multimeter 4. Audio generator
4.1.1
Pengukuran Transistor Dilakukan pengukuran pada transistor guna untuk mendapatkan nilai-nilai
yang diperlukan dalam perhitungan karena tidak terdapat dalam lembar data sheet.
Gambar 4.1 Rangkaian pengukuran transistor
41
Pengukuran bertujuan untuk mendapatkan nilai S (kelandaian grafik dari transistor), dari transistor yang dipergunakan yaitu BC 549
Tabel 4.1 Hasil pengukuran dari transistor BC 549 Input Vbe (mV)
Out Vce (mV)
Out Ice (mA)
0
1900
0
100
2500
0
200
2200
0
300
2000
0
400
1100
0
500
25.3
0
600
0
0
700
0.2
0.1
800
4
0.7
900
26
5
1000
60
1.9
Dipilih Vcc antara 0,2 - 4 volt karena dalam perhitungan didapatkan hasil Vcc = 3,4 Volt, Sehingga didapatkan nilai S sebagai berikut: S BC 549 =
0,7 − 0,1 0,6 = = 0,158 4 − 0,2 3,8
42
4.1.2 Osilator Pada blok bagian osilator ini menggunakan osilator colpitts, dengan tambahan variable kapasitor yang dipararelkan pada C3 bertujuan untuk melihat efek yang dihasilkan oleh sebuah varco. Pengukuran rangkaian osilator ini diberikan sumber DC 20 volt, kapasitor yang dipergunakan dengan harga C3 = 1 nF dan C4 = 10 nF. Tampilan hasil pengukuran tampak sebagai berikut:
Gambar 4.2 Tampilan sinyal carrier pada osiloskop Posisi selektor tegangan berada pada 1 V/DIV dan selector waktu pada 1 µs/DIV. Vout = 5,8 x 1 = 5,8 Vpp Vout =
0.5Vpp 2
= 2,05Volt
T = 0,2 x 1 µs =0,2µs fc =
1 1 = = 5MHz T 0,0000002
43
Dari tampilan sinyal pada osiloskop menunjukan rancangan blok osilator bekerja sesuai yang diharapkan. Frekuensi sebesar 5 MHz dengan amplitude sebesar 2,9 Vpp. Pada bab III frekuensi osilator sebesar 5,3 MHz , perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor seorang pengamat, faktor tolerransi dari komponen – komponen yang dipakai , dan dapat pula disebabkan oleh faktor alat ukur osiloskop.
4.1.3
Modulator Amplitudo Pada rangkaian modulator ini diberikan supply daya DC sebesar 16 Volt dan
mampergunakan kapasitor seharga 1 nF dan inductor sebesar 1 μH untuk menyaring frekuensi sebesar 5 MHz. untuk menjaga kualitas informasi, output dari audio generator sebesar 2 Vpp pada frekuensi 10 KHz.
Gambar 4.3 Tampilan sinyal AM pada osiloskop
44
Pada pengukuran blok rangkaian modulator ini posisi selektor tegangan berada pada 1 V/DIV dan selektor waktu pada 10 ms/DIV. Dan hasil dari pengukuran blok rangkaian ini sebagai berikut Vout = 2,2 x 0,2 = 0,44 Vpp Vout =
0,5Vpp 2
= 0,155V
Sinyal carrier di campur dengan sinyal informasi dari audio generator dengan frekuensi 10 KHz , tampak sinyal termodulasi AM pada osiloskop. Apabila kita rubah frekuensi dari audio generator (sinyal informasi) dapat terlihat pula terjadinya pergeseran frekuensi pada osiloskop.
4.1.4
Penguat Daya Sinyal Termodulasi Pada blok rangkaian penguat daya ini diberikan sumber daya DC sebesar 16
Volt dan inputannya merupakan keluaran dari modulator. Hasil pengukuranya sebagai berikut:
Gambar 4.4 Tampilan sinyal AM pada penguat daya
45
Vout = 4,4 x 0,5 = 2,2Vpp Vout =
A=
0,5Vpp 2
= 0,78V
Vout 0,788 = = 5,08V Vin 0,155
Penguatan dari hasil pengukuran diatas terjadi penguatan sebesar 5,08 kali. Penguat daya ini dikatakan berhasil atau berdungsi sebagaimana mestinya walaupun penguatannya tergolong kecil.
4.2
Pengukuran Rangkaian Penerima
Pengukuran dari bagian penerima ini untuk membuktikan apakah alat yang dibuat berfungsi seperti yang diharapkan.
4.2.1
Lokal Osilator Blok rangkaian dari local osilator ini menggunakan osilator colpitts, dirancang
untuk menghasilkan frekuensi antara (IF) sebesar 2,25 MHz. Dengan diberikan sumber daya DC sebesar 20 volt, selector tegangan pada posisi 2V/DIV dan selector waktu pada posisi 1μs/DIV. gambar tampilanya sebagai berikut
46
Gambar 4.4 Tampilan sinyal carrier local osilator pada osiloskop
Vout = 7,2 × 1 = 7,2 Vpp Vout =
0.5Vpp 2
= 2,54Volt
T = 0,45 x 1 µS = 0,45 µs fc =
1 1 = = 2,22 MHz T 0,00000045 Pada perhitungan bab III didapatkan frekuensi sebesar 2,25 MHz, terjadi
perbedaan yang tidak terlalu jauh antara perhitungan rancangan dan hasil pengamatan.
4.2.2
Mixer Pada blok rangkaian dirancang untuk menghasilkan frekuensi selisih dari blok rangkaian osilator pada pemancar dan blok rangkaian local osilator pada rangkaian penerima. Tampilan gambarnya seperti gambar dibawah ini:
47
Gambar 4.4 Tampilan Sinyal pada mixer
Posisi Selektor switch pada tegangan adalah 10 mV/DIV dan waktu adalah 50ms/DIV, maka didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut: V = 2 × 10 = 20 mVpp
Vouteff =
0,5Vpp 2
= 7,07 mV
Frekuensi carrier akan berubah jika posisi dari selector waktunya diubah pula. Rangkaian mixer ini menunjukan bahwa rangkaianmixer ini berkerja sesuai yang diinginkan penulis.
48
4.2.3 Demodulator Pada blok rangkaian demodulator ini didesain untuk menampilkan kembali sinyal informasi yang dalam hal ini adalah sinyal keluaran dari audio generator. Tetapi pada sinyal keluaran demodulator ini sinyal masih diselubungi , hal ini tidak sesuai dengan harapan penulis
49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Penulis mencoba untuk menarik beberapa kesimpulkan dari hasil perancangan
dan pengamatan ditunjang oleh teori yang ada. Pertama untuk menghasilkan rangkaian perlu di tinjau dahulu apakah komponen – komponen yang digunakan dapat saling berinteraksi satu sama lain, karena kalau tidak kita tidak akan menghasilkan rangkaian yang sesuai dengan harapan. Yang artinya pemilihan komponen harus tepat dengan apa yang akan di buat. Kedua jika kita memilih suatu komponen yang tidak dilengkapi dengan data sheet maka didalam perancangan akan dilakukan pengukuran – pengukuran untuk nantinya dipergunakan sebagai perhitungan dan perbandingan antara perancangan dan hasil yang di dapat.
5.2
Saran Dari hasil yang deibuat oleh penulis masih terdapat beberapa parameter yang
belum dapat difungsikan sebagaimana harapan penulis, seperti penggunaan variabel kapasitor (Varco) yang seharusnya dapat dibuat fungsi osilator untuk melihat terjadinya pergeseren frekuensi yang dihasilkan. Mungkin jika frekuensi kerjanya dinaikkan varco tersebut dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
52
DAFTAR PUSTAKA
Albert Paul Malvino,PH.D., E.E., Prinsip-Prinsip Elektronika, Salemba Teknika Jakarta,2003. Dennis Roddy and John coolen, Electronic Comunication 4 th edition, Lakehead University, Ontario. Drs. Daryanto, Pengetahuan Praktis Teknik Radio, Bumi Aksara Jakarta, 2004. Dr.Ing. Mudrik Alaydrus, ModuL mata kuliah Elektronika Telekomunikasi, Jakarta, 2004 Data sheet transistor BC 109 Data sheet transistor BC 549