TEKNIK DRAINASE
PRO-AIR
Oleh:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA.
Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan
UNIVERSITAS GADJAH MADA Yogyakarta, 2011
Teknik Drainase Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 1
Pro-Air Oleh: Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA
1. Pendahuluan a. Deskripsi 1).Asal kata: 2). Terminology: 3). Beda drainase dgn drainasi 4). Konsekuensi perubahan ttg lahan
b.Infrastruktur 1).Depkimpraswil dalam CBUIM (2002) lebih jelas mendefinisikannya sbb: Prasarana dan Sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 2
2). Komponen infrastruktur Dari kedua belas komponen dapat dikelompokkan kedalam tujuh group infrastruktur (Suripin, 2004): Kelompok keairan, meliputi air bersih, sanitasi, darinase-drainasi, irrigasi dan pengendalian banjir, didalamnya termasukInfrastructur air perkotaan. Kelompok jalan meliputi jalan raya, jalan kota dan jembatan. Kelompok sarana transportasi meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta api, pelabuhan dan pelabuhan udara. Kelompok pengolahan limbah meliputi sistem manajemen limbah padat. Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka (outdoor
sports) Kelompok energi meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas. Kelompok telekomunikasi. 3). Infrastruktur Air Perkotaan
Urban water supply system Sistem air bersih adalah suata satu kesatuan penyediaan air bersih yang mencakup pengadaan (aquisition) pengolahan (treatment), mengalirkan (delivery), distribusi (distribution) ke pengguna baik domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial.
Urban waste water system Sistem air limbah perkotaan adalah suatu sistem yang mengumpulkan ( collecting), mengalirkan (delivery), mengolah (treatment) dan membuang (disposal) dari buangan air limbah baik dari domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial. jumlah air kotor adalah mendekti jumlah air bersih ysng telah dikonsumsi.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 3
Water irrigation system Sistem air irrigasi adalah mulai dari penangkap (intake), mengalirkan (delivery), membagi (distribution), menggenangi sawah. Saluran drainasi makin kehilir makin kecil dimensinya karena debit air yang dialirkan kemakain kecil kehilir. Berbeda dengan saluran drainase atau drainasi yang semakin kehilir semakin besar dimensinya karena debit air semakin bertambah. Persoalan lain adalah elevasi saluran irigasi lebih tinggi dari lahan sekitar dan sebaliknya saluran drainase/i selalu lebih rendah dari lahan sekitar.
Drainase Perkotaan Kata drainase berasal dari drainage (ing, fra) yang secara umum berarti ’mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air’. Hampir semua kotakota di negara maju terutama yang intensitas hujannya rendah pada umumnya Urban
Drainage System nya menyangkut sekaligus yaitu penaganan air hujan dan air limbah sekaligus. Artinya saluran air limbah dan saluran air hujan cukup satu tanpa dipisahkan hingga pada saat hujan sering terjadi bahwa air dari treatment plant yang belum sempurna terdekomposisi bahan organiknya telah terdorong keluar masuk kebadan air akibat tambahan air hujan, yang biasanya bila hujan terjadi terlalu lebat.
2. Urbaniasi Terjadinya genangan
a. Luas bidang infiltrasi berkurang b. Temporary storage (tajuk) hilang c. Sponge system (mulch) hilang
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 4
URBANIZATION
POPULATION DENSITY INCREASES
WATERBORNE WASTE INCREASES
BUILDING DENSITY INCREASES
WATER DEMAND RISES
IMPERVIOUS AREA INCREASES
WATER RESOURCES PROBLEMS
STORMWATER QUALITY DETERIORATES
RECEIVING WATER QUALITY DETERIORATES
POLLUTION CONTROL PROBLEMS
GROUNDWATER RECHARGE REDUCES
BASEFLOW REDUCES
DRAINAGE SYSTEM MODIFIED
URBAN CLIMATE CHANGES RUNOFF VOLUME INCREASES
FLOW VELOCITY INCREASES
PEAK RUNOFF RATE INCREASES
LAG TIME & TIME BASE REDUCE
FLOOD CONTROL PROBLEMS
Gambar 1. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi (Prince, lecture note)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 5
U
R
B
A
N
I
Z
A
T
I
O
N
Population Density Increases
Water Demand Rises
Building Density Increases
Vegetation Coverage Decreases
Wind Current Changes
Waterborne Waste Rises
Water Resources Decreases
Impervious Area Increases
Drainage System Modified
Energy Demand Increases
Storm water Quality Deteriorates
Groundwater Recharge Reduces
Receiving Water Quality Deteriorates
Base Flow Reduces
POLLUTION CONTROL PROBLEMS
GROUND WATER CONTROL PROBLEMS
P R O–W A T E R MAZHAB (Recharge System)
Runoff Volume Increases
Peak Runoff Rate Increases
Flow Velocity Increases
Lag Time & Time Base Reduce
FLOOD CONTROL PROBLEMS
URBAN CLIMATE CHANGE PROBLEMS
C O N–W A T E R MAZHAB (Channel System)
Gambar 2. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan alternative solusi (Sunjoto, 2007)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 6
3. Mashab dalam ilmu drainase a. Con-Water Mazhab (Mashab Nafi-Air)
Con-Water Mashab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan membuang
air secepatnya secara gravitasi kedaerah lebih rendah atau dengan pompa bila topografi tak memungkinkan. Pada umumnya dilaksanakan dengan parit, sungai dan akhirnya ke laut dan cara ini telah dilaksanakan dan mendominasi sejak zaman Romawi sampai saat ini. Kajian utama adalah menetapkan arah aliran dan menghitung dimensi bangunan-bangunan tersebut diatas terutama dimensi saluran. Mashab ini juga disebut dengan Channel System. 1). Terbentuknya Alamiah : sungai Buatan: selokan
(Natural Drainage) (Artificial Drainage)
2). Letak Bangunan Drainase Permukaan (Surface Drainage) :Permukiman, jalan, lapangan terbang Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage) :Lapangan sepak bola, taman, lapangan olah raga lainnya 3). Fungsi Satu Fungsi (Single purpose) Banyak Fungsi (Multi Purpose) 4). Konstruksi Saluran Terbuka Saluran Tertutup 5). Cross Section Persegi Trapesium Lingkaran 6). Cara Pelaksanaan
On Site Pre Fabricated
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 7
b. Pro-Water Mazhab (Mashab Pro-Air)
Pro-Water Mazhab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan meresapkan air
hujan kedalam tanah disekitar permukiman secara individual maupun komunal yang baru dikembangkan mulai tahun 1980 an ketika masalah lingkungan hidup menjadi perhatian global dengan di mulainya era sustainable development (Usul Wakil Swedia pada 28 Mei 1968 di PBB; Pada 5-16 Juni 1972 diadakan United Nation Confrerence on the Human Environment di Stockholm; Pada 3 -14 Juni 1992 Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro; Pada 2002 di adakan KTT Rio + 10 di Johanesburg; Pada Desember 2007 di Indonesia yaitu Bali Roadmap). Bangunannya berupa Sumur Peresapan Air Hujan, Parit Peresapan Air Hujan maupun Taman Peresapan Air Hujan. Mashab ini juga disebut dengan Recharge System.
1). Terbentuknya Buatan (Artificial Drainage) 2). Letak Bangunan Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage) 3). Fungsi Satu Fungsi (Single purpose) hanya merespkan air Drainase Permukaan (Surface Drainage) dan tidak dijadikan satu dengan resapan air limbah 4). Konstruksi Tertutup Terbuka 5). Bentuk Sumur Resapan Parit Resapan Taman Resapan 6). Cara Pelaksanaan
On Site (pasangan batu) Pre Fabricated (buis beton)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 8
c. Model Imbangan Air menurut Sunjoto (1989): Kebutuhan air domestik diperhitungkan sebesar 100 l/kpt/h, yaitu rerata dari kebutuhan air perkotaan/urban 200 l/kpt/h dan kebutuhan air pedesaan/rural 60 l/kpt/h dengan penduduk urban sebesar 30% dan rural 70%. Data (riil): Curah hujan: 2.580 Evapotranspirasi: 1.250 Kebutuhan air domestik: 100 Koefisien limpasan permukaan: 0,95 Kebutuhan penutupan bangunan: 50 Rendemen: 60
mm/th)** mm/th)** l/kpt/h m2/kpt)* %
Note: )* Penulis )** Departemen Pekerjaan Umum (1984) 1). Kebutuhan air domestik Vka = 1.000.000x0,10x365 =
36,50.106
m3/thn
37,90.106
m3/thn
2). Air terbuang Vat = 1.000.000x0,95x50x0,60x(2,58-1,25) =
Kesimpulan dari perhitungan tersebut adalah Vka
≈
Vat atau:
Volume air terbuang akibat sistem drainase konvensional adalah setara dengan jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air domestik.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 9
4. Data Dalam Perencanaan a. Genangan Lokasi Luas Lama Frekuensi Tinggi Kerugian b. Topography Arah buangan Aspek hydrolika Lokasi bangunan Arah aliran air tanah c. Tataguna lahan
Building coverage ratio/BCR ingat bukan Benefit Cost Ratio Batas persil Kepemilikan Nilai asset
d. Sifat Tanah Jenis tanah Kekuatan tanah Permeabilitas e. Master plan/RTRW = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/desa.. Kesesuaian rencana f. Prasarana dan utilitas Pemanfaatan bangunan eksisting g. Demography Penyesuaian dengan kerapatan > C = koefisien runoff h. Kelembagaan Pemeliharaan dan biaya operasional Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 10
i. Perundanagan Implementasi system yang tepat j. Persepsi masyarakat Partisipasi k. Sosial ekonomi Penyesuaian konstruksi l. Kesehatan lingkungan Aspek konstruksi m. Material tersedia Pilihan konstruksi n. Hidrologi
Time of concentration of precipitation (channel system) Dominant duration of precipitation (recharge system) Intensity Duration Curve (IDC)
o. Biaya Skala prioritas
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 11
5. Benefit Recharge System 1. Secara Fisik a. Memperkecil puncak hydrograph di hilir > Retarding basin b. Reduksi dimensi jaringan Dimensi saluran drainase dpt direduksi Bila perlu = nol Memperlebar jalan lingkungan c. Mencegah banjir lokal. > Genangan local dapat diresapkan d. Memperkecil konsentrasi pencemaran Volume air tanah meningkat maka konsentrasi pencemaran menjadi semakin encer:
C C Cs Cp Qs Qp
QsCs QpCp Qs Qp
(1)
: Konsentrasi air final : Konsentrasi air hujan : Konsentrasi air tercemar : Debit air hujan : Debit air tercemar
Dengan kata lain untuk daerah payau sistem ini akan meperbaiki kualitas air tanah.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 12
e. Mempertahankan tinggi muka air tanah. 1). Mempertahankan tinggi muka air tanah. Konversi dari hutan ke permukiman
mulch
a
c b
2). Mengembalikan tinggi muka air tanah Konversi lahan kritis menjadi kawasan pemukiman.
c a a b c
b
: muka air tanah asli : muka air tanah tanpa recharge system : muka air tanah dengan recharge system
Gambar 3. Skema hubungan konversi lahan dengan muka air tanah
MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI LINGKUNGAN. Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 13
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 14
f. Mencegah intrusi air laut. Badon Ghyben (1888) & Herzberg (1901) membangun teori keseimbangan air tawar dan air asin di pantai berpasir. h u j a n
Permukaan tanah Permukaan air tanah h
hf
Permukaan air laut
hs Air tawar (f) Batas air asin dengan air tawar A air asin
Gambar 4. Skema tampang suatu pulau dengan tanah homogen dan isotropis. Tekanan hidrostatis dititik A adalah pA: pA = ρs g hs pA = ρ f g hf
(2) (3)
Persamaan (2) = (3) maka:
Pada umumnya untuk: Air laut ρs = 1,025 t/m3 Air tawar
ρf = 1,000 t/m3
} -> (4) maka ∆h = 1/40. hs
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 15
Setiap peningkatan tinggi muka air tanah tawar satu unit akan menambah ketebalan cadangan air tawar dibawahnya sebesar 40 unit.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 16
g. Mencegah land subsidence and sinkhole Akibat eksploitasi air tanah tanpa imbuhan yang seimbang maka rongga pori akan kosong dan tanah akan mampat maka terjadi amblesan karena air adalah uncmpressible sedangkan udara compressible material. h. Konservasi air Curah hujan rerata Evapotranspirasi 20 % x 1,25 Luas Daerah Kebutuhan atap Rendemen Jumlah pddk th 2000 Kebutuhan air
: 2,58 m/th : 0,25 m/th (sistem resapan) : 132.187,00 .106 m2 : 50 m2/kpt : 60 % :128.292.000 kpt : 523,5 m3/kpt/th
Volume air yang dikonservasi oleh sistem peresapan : Vol
= 0,60
50
128292000
(2,58 - 0,25) =
8.967,610 .106 m3/th
Aliran mantap (AM) untuk pulau Jawa adalah: Tanpa resapan (AMtr) Dengan resapan (AMdr)
= (43.952,177 + 8.967,610) .106 m3/th = 52.919,787 .106 m3/th
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 17
Maka kontribusi sistem peresapan dalam mengurangi defisit air di pulau Jawa dan Madura adalah sebesar: 152,98 - 126,91 = 26,07 % sedangkan defisit yang lain harus ditanggulangi dengan teknik-teknik lainnya. Tabel 1. Perhitungan Air Tersedia di pulau Jawa dan Madura No
Pulau
LD
CH
ET
CHE
APT
AM
JP
AT
m2
m/th
m/th
m/th
m3/th
m3/th
Kpt
m3/kpt/th
-
-
0
1
2
3
4
5
6
-
-
-
-
-
3-4
2x5
1
Jawa & Madura (1985)
132.187 x106
2,58
1,25
1,33
175.809 x106
43.952 x106
91,269 x106
481,57
2
Jawa & Madura (1993)
132.187 x106
2,58
1,25
1,33
175.809 x106
43.952 x106
109,443 x106
401,30
3
Jawa & Madura (2000)
132.187 x106
2,58
1,25
1,33
175.809 x106
43.952 x106
128,292 x106
342,2
7
25-35% x6
8
-
9
7:8
Sumber:Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1984)
2. Sosial Budaya a. Melestarikan teknik tradisional b. Membangun asas ‘mensejahterakan pihak lain’ c. Membendung keresahan Note: halaman rumah tanpa outlet, genangan daerah rendah, daerah hilir yang kebanjiran.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 18
6. Formulasi Recharge System Recharge system adalah suatu bangunan teknis yang direncanakan untuk meresapkan air hujan (surface runoff) kedalam tanah. Recharge system ada tiga macam yaitu Recharge Well, Recharge Trench dan
Recharge Yard atau Rain Garden).
a. Recharge Well 1). Litbang Pemukiman PU (1990) a). Dinding sumur porus Volume air masuk Vol i Volume air keluar lewat dasar Vol od Volume air keluar lewat samping Volos Volume tampungan Vol t Keseimbangan menjadi:
= AIT = As T K = PHTK = As H
Vol t = Vol i - ( Vol od + Vol os ) Maka:
b). Dinding sumur kedap air
dengan: H I
: tinggi muka air dalam sumur (m) : intensitas hujan (m/j) 2
A
: luas atap (m )
As
: luas tampang sumur (m )
P K T
2
: keliling sumur (m) : koefisien permeabilitas tanah (m/j) : durasi hujan/pengaliran (j)
Comment: Bila A = 0 harga H < 0 Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 19
2). HMTL-ITB (1990) Dengan konsep V. Breen (distribusi hujan 90 %), dan konsep Horton (natural infiltration 30 %), maka:
dengan: H A d p R24j 0,70 0,90 1/6
: tinggi muka air dalam sumur (m) 2
: luas atap (m ) : diameter sumur (0,80 s/d 1,40 m) : faktor perkolasi (mnt/cm) : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr) : limpsan prmkaan yg hrs diresapkan (Horton) : angka distribusi hujan (V. Breen) : factor konversi dr 24 jam ke 4 jam (V. Breen)
P
Ep R I
= 70 %
= 30 %
Gambar 5. Skema keseimbangan air di permukaan tanah secara natural (Horton)
Comment: Bila A = 0 harga H < 0 Tak memenuhi asas analisis dimensi 3). Konversi dimensi parameter. (a). Faktor perkolasi vs permeabilitas tanah
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 20
(b). Curah hujan harian vs Intensitas hujan (1). Mononobe
dengan R tc I
: : curah hujan terbesar harian (mm) : time travel (j) : intensitas hujan (mm/j)
(2). Hasper (1951) (a). Bila durasi hujan < 2 jam
(b). Bila durasi hujan
dengan: R24j I T
2 < T < 19 jam
: crh hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr) : intensitas hujan (m3/s/km2) : durasi hujan (mnt)
Note:
(c). Tinggi hujan harian rerata. Hubungan antara tinggi hujan harian rerata (SNI 03 2453-2002) dengan intensitas hujan adalah sbb:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 21
3). Sunjoto a). Koefisien permeabilitas tanah (Forchheimer, 1930). Forchheimer membuat percobaan dengan auger hole dan lubang diberi casing kemudian dituang air dan dihitung dan atas dasar formula ini dikembangkan oleh Sunjoto: Qi=0 G XXX
dt
dh
t1
h1 t
h t2
h2
Qo=FKh Gambar 6. Skema aliran dalam lubang bor (Forhheimer, 1930)
Persamaan (14) = (15) maka: dengan As = π R2 maka dengan cara integrasi didapat:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 22
dengan: K R F t1
: koefisien permeabilitas tanah (m/j) : radius sumur (m) : faktor geometrik (m) F = 4 R (Forchheimer, 1930) : waktu awal pengukuran (j)
t2 h1
: waktu akhir pengukuran (j)
h2
: tinggi muka air akhir pengukuran (m)
As
: luas tampang sumur (m2 , As = π R2)
: tinggi muka air awal pengukuran (m)
Formula (16) adalah untuk menghitung Koefisien permeabilitas tanah (K) menurut Forchheimer (1930), bila diketahui perubahan tinggi muka air fungsi waktu dalam bore hole dengan debit Q = 0 (air dituang dalam sekejap) b). Dimensi sumur Sunjoto (1988) membangun formula ini dengan asas: 1). Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sama dengan Q. Hal ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu durasi hujan akan ada debit dari atap yang masuk kedalam sumur. 2). Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien permeabilitas fungsi ketinggian air dalam sumur Qo = F K h (Forchheimer, 1930). 3). Formula unsteady flow condition ini menjadi sama dengan formula Forchheimer (1930) bedanya adalah yang terakhir ini adalah steady flow condition. Bila waktu tak terhingga maka formula Sunjoto akan sama menjadi steady flow condition dan formulanya akan sama persis dengan formula Forhheimer (1930)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 23
Qi = Q G XXX
dt
dh
H
t2
h2 t
Y
h t1
h1 X
Qo=FKh
Gambar 7. Skema aliran dalam sumur (Sunjoto, 1988)
3). Penurunan Formula Volume air tampungan dalam sumur (17) sama dengan selisih volume air masuk dikurangi volume air meresap (18) maka:
Persamaan (17) = (18) diselesaikan dengan cara integrasi:
bila As = π R2 maka akan didapat:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 24
Menurut Sunjoto (1988): (a). Sumur Kosong tampang lingkaran Untuk konstruksi Sumur Resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:
(b). Sumur Kosong tampang rectangular Untuk konstruksi Sumur Resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:
(c). Sumur Isi Material tampang lingkaran Untuk konstruksi Sumur Resapan tanpa dinding samping dan ruang sumur diisi batu atau gravel dimensinya dihitung dengan;
(d). Sumur Isi Material tampang rectangular Untuk konstruksi Sumur Resapan tanpa dinding samping dan ruang sumur diisi batu atau gravel dimensinya dihitung dengan;
dengan: H H’ Q F f K T R As
: tinggi muka air dalam sumur (m) : tinggi muka air dalam sumur terisi material (m) : debit air masuk (m3/j) : faktor geometrik tampang lingkaran (m) (Tabel 2.) : faktor geometrik tampang rectangular (m) (Tabel 10.) : koefisien permeabilitas tanah (m/j) : durasi dominan hujan (j) : radius sumur (m) : luas tampang sumur ( m2; As = π R2)
n
: porositas material pengisi
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 25
c). Debit Air Masuk. Debit air masuk dari atap dihitung dengan formula rational: Q Q C I A
= C.I.A
(21)
: debit air masuk (m3/j) : koefisien aliran permukaan atap (-) : intensitas hujan (m/j) : luas atap (m2)
Parameter dalam formula: Koefisien aliran permukaan atap Untuk formula ini koefisien atap atau perkerasan diambil C = 0,95 Intensitas hujan Intensitas hujan didapat dari Intensity Durasion Curve = IDC dengan waktu bukan Time of Concentration (Tc) namun dari Dominant Duration of Precipitation (T) Luas atap Luas atap diukur luas datar Durasi Dominan Hujan (dominant duration of precipitation) Durasi dominan hujan adalah lama waktu yang paling banyak terjadi di daerah tersebut Faktor Geometrik Sumur (F) Faktor geometric (shape factor) adalah suatu harga yang mewakili dari bentuk ujung sumur, tampang, radius, kekedapan dinding serta perletakannya dalam lapisan tanah. Harga ini dimunculkan pertama kali oleh Forchheimer (1930) dlm mencari K dari penelitiannya dengan percobaannya sesuai dengan formula (16). Cara ini hanya menggunakan satu lubang bor saja tanpa sumur pantau spt lazimnya pada formula Dupuit-Thiem yang berbasis Darcy’s Law (1856) yang harus menggunakan sumur pantau. Cara Forchheimer ini memberikan kemudahan dalam perhitungan perencanaan karena secara eksplisit dapat menghitung dengan data laboratoriom tanpa harus mengetahui data sumur pantau yang baru bisa diukur setelah pengaliran terjadi di lapangan. Maka konsep Forchheimer ini dapa disebut sebagai mashab baru dlam perhitungan Groundwater Flow selain konsep yang sudah ada yaitu Darcy’s Law.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 26
Kemudian untuk berbagai kondisi sumur harga F dikembangkan oleh peneliti lain seperti: (1). Dengan formulasi: Samsioe (1931), Harza (1935) , Dachler (1936), Taylor (1948), Hvorslev (1951), Aravin (1965), Sunjoto (1989 -2002). (2). Dengan grafis: Luthian J.N., Kirkham D. (1949), Hvorslev (1951), Smiles & Youngs (1965), Wilkinson W.B. (1968), Raymond G.P., Azzouz M.M. (1969), Al-Dhahir & Morgenstern (1969), Olson & Daniel (1981)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 27
Tabel 2. Faktor Geometrik Sumur N o
Conditions
Shape factor (F)
Value of F when R=1; H=0; L=0 Except for F1 L=1
Referenses
1 2,980
Sunjoto (1989a)
12,566
Samsioe (1931) Dachler (1936) Aravin (1965)
18,000
Sunjoto (2002)
6,283
Samsioe (1931) Dachler (1936) Aravin (1965)
4,000
Forchheimer (1930) Dachler (1936) Aravin (1965)
9,870
Sunjoto (2002)
5,50
Harza (1935) Taylor (1948) Hvorslev (1951)
6,283
Sunjoto (2002)
6,227
Sunjoto (2002)
0/0
Dachler (1936)
3,964
Sunjoto (2002)
2
3
4
5
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 28
6
H
9,870
Sunjoto (2002)
0/0
Dachler (1936)
6,283
Sunjoto (2002)
13,392
Sunjoto (2002)
8,525
Sunjoto (2002)
: 7
H
: Tabel 3. Diskripsi tentang kondisi sumur Conditions 1 2.a 2.b 3.a 3.b 4.a 4.b 5.a 5.b 6.a 6.b 7.a 7.b
Description Resapan pada tanah porus terletak diantara tanah bersifat kedap air di bagian dasar dan bagian atas dengan dinding porous setinggi L. Resapan berbentuk bola berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous. Resapan kubus berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous. Resapan terletak pada tanah bersifat kedap air di bagian atas dan tanah porous dibagian bawah dengan dasar berbentuk setengah bola Idem 3.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porous dengan dinding resapan kedap air dan dasar berbentuk setengah bola. Idem ditto 4.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang kedap air di bagian atas dan porous dibagian bawah dengan dinding sumur permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola Idem ditto 5.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan dinding sumur bagian atas impermeabel dan bagian bawah permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola Idem ditto 6.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan seluruh dinding sumur permeabel dan dasar berbentuk setengah bola Idem ditto 7.a namun dasar rata
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 29
d). Pengembangan Faktor Geometrik Harga Faktor Geometrik F5b Dachler (1936) akan memberikan harga ‘nol dibagi nol’ atau ‘tak terdefinisikan’ bila L = 0. Padahal menurut gambar (Tabel 4) kedua gambar tersebut adalah akan menjadi sama bila L = 0 maka seharusnya F5b sama dengan F3b hingga seharusnya harga F5b = 4 R. Dan perlu diketahui bahwa Sunjoto (2002) membangun suatu formula hingga ketika L = 0 maka harga F5b = 3,964R atau dengan tingkat kesalahan 0,90 %. (Lihat Tabel 4) Tabel 4. Perbandingan antara kondisi 3b dengan 5b 3b 4R
Forchheimer (1930) Dachler (1936) Aravin (1965)
4,000
Dachler (1936)
0/0
Sunjoto (2002)
3,964
5b
5b
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 30
Beranalogi pada pengembangan Formula F5b Dachler (1936) tersebut, Sunjoto (2002), membangun Formula berbasis F6b Dachler (1936) hingga bila L = 0 maka harga F6b = 6,283 R. Penelitian Harza (1935) dengan sand tank, Taylor (1948) dengan flownetdan Hvorslev (1951) dengan electic analog mendapatkan harga faktor geometrik yang berbeda-beda dan oleh Harza diusulkan angka bersama sebesar F4b = 5,50 R. Sunjoto (2002) menbangun formula F4b yang menjadi F4b = 2πR (Tabel 5.) Mengingat dari keadaan fisik bila L = 0 maka gambar kondisi 6b menjadi sama dengan kondisi 4b, Sunjoto membangun formula F6b sperti tabel 5.. Tabel 5. Perbandingan antara kondisi 4b dengan 6b 4b 5.5 R
Harza (1935) Taylor (1948) Hvorslev (1951)
5,500
2 πR
Sunjoto (2002)
6,283
Dachler (1936)
0/0
Sunjoto (2002)
6,283
4b
6b
6b
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 31
Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R = 1) maka dari Tabel 6. nampak bahwa ketika L/R = 0,964 harga kedua peneliti sama besar dan ketika L/R > 0,964 maka harga keduanya dapat dikatakan sama dengan penyimpangan terbesar ketika L/R = 5.
Tabel 6. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus dengan radius sumur’, pada kondisi 5b. DACHLER (1936)
SUNJOTO (2002) ∆F %
L R
0
0/0
3,964
?
0,000001
6,283
3,964
-36,909
0,0001
6,283
3,965
-36,893
0,001
6,283
3,969
-36,829
0,01
6,283
4,009
-36,192
0,5
6,529
5,830
-10,706
0,964
7,079
7,079
0
1
7,129
7,165
0.504
5
13,586
14,348
5,608
10
20,956
21,720
3,645
25
40,149
40,853
1,753
50
68,217
68,867
0,952
100
118,588
119,186
0,504
1000
826,637
827,101
0,056
10000
6.344,417
6.344,793
0,005
1000000
433.064,548
433.064,818
0,0000
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R=1.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
6
Page 32
Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R = 1) maka dari Tabel 7. nampak bahwa ketika L/R = 2,713 harga kedua peneliti sama besar dan ketika L/R > 2,713 maka harga keduanya dapat dikatakan sama. Tabel 7. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus dengan radius sumur’, pada kondisi 6b. DACHLER (1936)
SUNJOTO (2002) ∆F %
L R
0
0/0
6,283
?
0,000001
12,566
6,283
-50,000
0,0001
12,566
6,284
-49,992
0,001
12,566
6,290
-49,944
0,01
12,566
6,351
-48,026
0,5
12,695
9,092
-28,381
1
13,057
11,054
-15,340
2,713
15,323
15,323
0
5
19,072
19,618
2,862
10
27,171
27,915
2,738
25
48,775
49,525
1,537
50
80,298
81,001
0,867
100
136,435
137,084
0,475
1000
909,584
910,083
0,054
10000
6.821,882
6.822,281
0,005
1000000
454.792,118
454.792,400
0,0000
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R = 1.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
6
Page 33
ATAP BERTALANG
ATAP TANPA TALANG
Gambar 8. Skema Recharge Well
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 34
4). Suripin (2004) Alur pikirnya adalah dengan mendasarkan pada persamaan Dupuit dan G.Thiem sbb: (a). Parallel flow (Dupuit, 1863)
(b). Circular flow in unconfined aquifer
(c). Circular flow in confined aquifer (Thiem, 1906)
(d). Menurut Suripin (2004), bila tak menggunakan sumur pantau rumus menjadi: 2r
impermeable
B
permeable
Gambar 9. Sumur resapan pada aquifer terkekang
dengan: Q K B h1, h2 r1, r2 H r
; debit (m3/s) : koefisien permeabilitas tanah (m/s) : tebal confined aquifer (m) : potentiometric head sumur pantau ( m) : jarak sumur pantau terhadap umur resapan (m) : ketinggian potentiometric surface : radius sumur
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 35
Comment: 1. Dalam aliran sumur peresapan ketinggian potentiometric surface (H) adalah variable fungsi waktu. 2. Penggunaan rumus ini mempunyai kedidak cocokan karena aliran pada sumur adalah unsteady flow. 3. Data potentiometric head di sumur pantau adalah sesudah sumur terisi, padahal ketika menghitung potentiometric head tersebut belum diketahui. 4. Dalam rumus (25) pembagi ln(B/r) tidak mempunyai penjelasan saintifik. 5. Bila r = B maka Q = tak berhingga 6. Bila r > B maka Q = < 0 (negatif) 5). Departemen Kehutanan (1994) Departemen Kehutanan dengan Keputusan Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 051/Kpts/V/1994 menerbitkan pedoman perhitungan sumur resapan air hujan sbb:
dengan: Vs Pn LA K C r h(t)
: volume sumur resapan (m3) : curah hujan perkiraan (mm) : luas atap/perkerasan (m2) : permeabilitas tanah (cm/j) : koefisien kebocoran : radius sumur : kecepatan penurunan air pada waktu t
Comment: Parameternya tak lazim dalam groundwater flow Tak memenuhi asas analisis dimensi
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 36
6). SNI: 03 2453-2002 SNI: 03 2453-2002 atau Standar Nasional Indonesia ini adalah menggantikan SNI T=06=1990 F. SNI yang terbaru ini lebih tidak jelas karena terdiri dari dua persamaan yang keduanya tidak dihubungkan antara satu dengan lainnya. Maka dibawah ini dibahas dalam analisis berbagai kemungkinan logisnya agar persamaan ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menghitung. Dibawah ini dilampirkan copy dari SNI terbaru tersebut. Menurut Balitbang Kimpraswil (2002), manual ini memberikan cara perhitungan dengan dasar bahwa volume air hujan dalam durasi terentu (Vab) dikurangi air meresap (Vrsp) dibagi luas tampang sumur dengan koefisien tanah pada dinding 2 x lebih besar dari pada didasar sumur sbb: Volume Andil Banjir: (27) Volume Air Meresap: (28) Durasi hujan efektif:
Permeabilitas tanah rata2
Kedalaman sumur?
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 37
2). Kedalaman sumur
(m)
dengan, Htotal Vab Vrsp Ctadah Atadah R Krata2 Kv Kh te Atotal P Ah Av Vtp
: kedalaman total sumur resapan air hujan(m) : volume andil banjir (m3) : volume air meresap (m3) : koefisien limpasan : luas bidang tadah (m2) : tinggi hujan harian rerata (l/m2/hari) : koefisien permeabilitas tanah rata2 (m/hari) : koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur (m/hari) : koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur (m/hari) : durasi efektive (jam) te=0,90*R0,92/60 (jam) : luas dinding sumur + luas alas sumur (m2) : keliling alas sumur (m) : luas alas sumur (m2) : luas dinding sumur (P x Htotal (m2) ? : volume air tampungan (m3)
Comment: 1). te (j) tak memenuhi analisis dimensi 2). Permeabilitas rerata (30), logika perbandingannya terbalik, mestinya (KvAv + KhAh)/(Ah + Av) 3). Kv = 2 Kh
(apa dasar argumentasinya?)
4). Bila tak ada rumah berarti A = 0, maka H = negatif 5). Tak memenuhi asas Analisis dimensi 6). Vab dgn waktu 1 hari sedangkan Vrsp dgn waktu te/24 jam
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 38
7) Biopori (Kamir R. Brata, 2007) Lubang resapan biopori (LBR) adalah lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.
CARA PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI
Oleh: Kamir R. Brata
Bagian Konservasi Tanah dan Air Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
FAKULTAS PERTANIAN IPB BOGOR 2007
Jumlah LBR: Intensitas hujan (mm/jam) x Luas bidang kedap (m2) Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
(32) Page 39
Laju peresapan air perlubang (liter/jam)
Comment:
Jasad renik hanya akan membuat pori disekitar lubang karena dekat dengan sampah organic o
Volume sebuah sumur peresapan dengan diameter 1 m dan kedalaman 3 m akan setara dengan 300 buah biopori
o Hingga Biopori memerlukan lahan pekarangan yang luas untuk mendapatkan kapasitas yang sama o Biopori tak dapat dibuat dibawah bangunan
Bandingkan dengan Vertical Mulch (Google) : VERTICAL MULCHING http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ &sa=X&ei=lyitTfPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600 What is Vertical Mulching? Vertical mulching is the process of making many holes in the soil of the root zone of a particular tree with the purpose of creating many entryways for air, moisture, and nutrients to reach the roots of a given tree. This process improves the overall health and vigor of any tree. To properly vertical mulch, you will need an electric or gasoline powered drill and a 2 to 3” diameter auger. This equipment is available from any tool rental.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 40
Usulan perhitungan (Sunjoto, 2011): Mengingat lubang biopori bervolume kecil dibanding dengan sumur peresapan air hujan, yaitu berdiamter 10 cm tinggi 100 cm maka akan cepat penuh terisi ketika terjadi hujan. Bila lubang sudah penuh terisi air maka aliran infiltrasinya akan dalam steady flow condition, hingga dapat dihitung dengan Forchheimer (1935) bukan Sunjoto (1988) karena yang terakhir ini untuk
unsteady flow condition.
Dimensi lihat Sunjoto (1988)
Maka jumlah Lubang Biopori dapat dihitung:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 41
8). Rusli M-UII (2008) Q2
(33a)
Q1
Adasarsumur .V
(33b)
Q2
Adindingsum ur .V
(33c)
Qsumur
Q1
(33d)
2 r encana
Adasarsumur
.
Adindingsumur
2. .
rencana
.Tinggirencana
(33e)
dengan :
Qsumur
: Debit total yang dapat ditampung oleh sumur (m3/hari),
Q1
: Debit luasan dasar sumur resapan (m3/hari),
Q2
: Debit luasan dinding sumur resapan (m3/hari),
V
: koefisien permeabilitas tanah = laju infiltrasi (m/hari), : f t rencana
fc
f0
fc e
kt
: jari – jari dasar sumur = ½ diameter dasar sumur (m),
Adasarsumur : luas dasar sumur (m2), Adindingsumur : luas dinding sumur (m2).
Rusli (2008) memberikan contoh jumlah sumur resapan yang diperlukan sbb :
JumlahSumur
Qlim pasan Qsumur
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
(33f)
Page 42
dengan :
Qlimpasan
: debit hujan dalam satu hari yaitu C.I.A (m3/hari).
Dengan demikian rumus dimensi sumur resapan adalah sebagai berikut : Qlim pasan
Qsumur
Qlim pasan
Q1
Qlim pasan
.
Qlim pasan
. .V
Tinggi
1 Qlim pasan 2 . .V
Q2 2
.V
2. . .Tinggi.V 2.Tinggi
(33g)
Comment:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 43
9). ARSIT (1998) Masahiro Imbe –Association for Rainwater Storage and Infiltration Technology (ARSIT) - Japan dan Katumi Musiake – Department of Administration & Social Science, Fukushima University,Japan
Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities (Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah ditunjukkan seperti pada persamaan berikut ini : Qout
C * Q f (m3/jam)
(34a)
Dimana:
C
: faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81). Qf
(34b)
K0 * K f
Dengan:
Qt
: debit air meresap (m3/jam)
K0
: koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
Kf
: spesific infiltration pada bangunan resapan (m2)
Menurut Masahiro Imbe dan Katumi Musiake (1998), nilai Kf dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut ini: a. Bangunan parit resapan dinding porous : Kf
3,093 H
1,34W
(34c)
0,677
Nilai Kf pada bangunan ini berupa per satuan panjang b. Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 0,2 m ≤
Kf
0,475D 0,945 H 2
6,07D 1,01 H
2,570D 0,188
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
≤ 1 m. (34d)
Page 44
c. Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m <
Kf
1,497D 0,1 H 1,13D 2
≤1m (34f)
0,638D 0,011
e. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m <
Kf
(34e)
6,244D 2,853 H 0,93D 2 1,606D 0,773
d. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤
Kf
< 10 m
2,556D 2,052 H 0,924D 2
< 10 m
0,993D 0,087
(34g)
Nakashima dkk. (2003) menggunakan persamaan kontinuitas dalam menentukan dimensi bangunan parit resapan yang dijabarkan sebagai berikut : qs
qin
qout
(34h)
t
dengan:
qs
: volume tampungan parit resapan per satu meter panjang parit (m3/m),
qin
: debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam/m),
qout
: debit air yang meresap setiap satu meter panjang parit (m3/jam/m).
Penentuan dimensi sumur resapan air hujan dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :
Qs
Qin
Qout
t
(34i)
dengan:
Qs
: volume tampungan parit resapan (m3),
Qin
: debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam),
Qout
: debit air yang meresap (m3/jam).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 45
Jika persamaan 34a, 34b dan 34c disubstistusikan ke dalam persamaan (34i) untuk mencari dimensi parit resapan dinding porous maka : qs
Qin
0,81 .k 0 .K f
qs
Qin
0,81 .k 0 . 3,093 .H 1,34 .W
0,677
W .L H t
Qin . k 0 2,50533H 1,0854W
W .L H t
2,50533H .k 0
t
0,54837
Qin . k 0 1,0854W
0,54837
Qin . k 0 1,0854W 0,54837 W .L 2,50533.k 0 t
H
dengan
t
:H
= kedalaman air ( m ),
L
= panjang parit resapan ( m ),
W
= lebar parit resapan ( m ),
t
(34j)
= durasi hujan ( jam ).
Dimensi sumur resapan dinding porous berdiameter 0,2m ≤
≤ 1m ditentukan dengan
mensubstitusikan persamaan 34a, 34b dan 34c ke dalam persamaan 34i seperti berikut ini : Qs
Qin
0,81 .k 0 .K f
Qs
Qin
0,81 .k 0 . 0,475 D 0,945 H 2
H
Qin As t
t 6,07 D 1,01 H
2,570 D 0,188
2,0817D 0,15228 k 0
k 0 0,38475D 0,76545 H
t
(34k)
4,9167D 0,8181
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 46
Dengan cara yang sama akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini : a. Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < H
Qin
k 0 0,7533 D 2 1,30086 D 0,62613 As k 0 . 5,05764 D 2,31093 t
b. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤ H
Qin
H
(34l)
≤1m
k 0 0,9153 D 2 0,51678 D 0,00891 As k 0 . 1,21257 D 0,081 t
c. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < Qin
< 10 m
k 0 0,74844 D 2 0,80433 D 0,07047 As k 0 . 2,07036 D 1,66212 t
(34m)
< 10 m (34n)
Comment:
Tak memenuhi asas analisis dimensi
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 47
b. Recharge Trench 1). ITB-HMTL (1990) Luas bidang resapan ini menurut HMTL-ITB (1990), merupakan parit dengan kedalamam sekitar 1 m yang diisi pasir dan kerikil. Air dari atap dialirkan melalui pipa porus dan luas bidang dihitung dengan persamaan:
dengan: Abr A R24j p
: luas bidang resapan (m2) : luas atap (m2) : curah hujan terbesar dalam 24 jam (mm/hr) : faktor perkolasi (menit/cm)
Comment: Tak memenuhi asas analisis dimensi 2). MSMAM (Manual Saliran Mesra Alam Malaysia) Storm Water Management Manual for Malaysia The allowable maximum depth (dmax) should meet the following formula:
where: fc Ts n
: final infiltration rate (mm/hr) : maximum allowable storage time (hrs) : porosity of tne stone reservoir (n)
The volume of water must be stored in the trench (V) is devined as:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 48
The gross volume of the trench: PAt is small compared to the Vw and may be ignored and the relationship is V = Vt:
where, P At Vw Tf fd dt
: design rainffal event (mm) : trench surface area (m2) : design volume that enter the trench (m3) : effective filling time, generally < 2 hours : design infiltration rate (m/hour) : depth (m)
Example: Infiltration capacity Design infiltration rate Effective filling time Catchment area Predeveloped Developed
Proposed depth Porosity of fill materials
fc= 0,035 m/hr fd = 0,50 x fc = 0,0175 m/hr Tf= 2 hrs A = 171 m2 = 0,0171 ha C = 0,48 C = 0,76
dt = 1,50 m n = 0,35
Predeveloped Qs = 0,00346 m3/s Developed Qs = 0,00722 m3/s Volume enters Vw = 5,50 m3
Dimention of recharge trench l x w x d = 20 x 0,50 x 1,50 m2 Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 49
3). Georgia Stormwater Management Manual Formula ini diambil dari: Maryland Standards Specifications Management Infiltration Practices 1984. Juga diacu oleh negara bagian atau kota lainnya seperti Delaware, Brown, dll.
The Area of Infiltration Trench Material Filled:
Where, A : surface area (feet2) WQv : recharge volume (feet3) n : porosity of material (-) d : trench depth (feet) k : percolation (inches/hour) T : filling time (hours)
4). New York State Stormwater Management Design Salah satu standar pengelolaan air hujan di New York State menggunakan parit resapan. Persamaan dimensi parit resapan diambil dari New York State Stormwater
Management Design Manual – Chapter 8 ( Anonim, 2003 ) adalah sebagai berikut :
Atau
dengan : A WQv n d
: surface area (feet2) : water quality volume (feet3) : porosity (-) : trench depth (feet)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 50
5). California Stormwater Management Design Dalam California Stormwater BMP Handbook : Infiltration Trench (California
Stormwater Quality Association, 2003), memberikan persamaan dimensi parit resapan air hujan sebagai berikut : d
dengan
:d
WQV RFV SA
(40a)
: kedalaman parit,
WQV
: volume air masuk,
RFV : volume material pengisi, SA : luas dasar parit. Material pengisi menggunakan batuan dengan diameter 1,5” – 2,5”, nilai porositasnya sebesar 35%. Dengan demikian, persamaan 3.30 dapat ditulis dengan bentuk lain seperti berikut ini : WQV d
d d
1 n WQV n SA
1 WQV n SA WQV n.SA
(40b)
6). Stormwater Management Manual for Western Australia Persamaan yang dikembangkan adalah beberapa rumus resapan untuk beberapa bentuk resapan yaitu parit resapan dan pond / kawasan resapan. Pada tulisan ini hanya membahas rumus untuk parit resapan. Dalam Stormwater Management Manual for
Western Australia : Structural Controls / Chapter 3: Infiltration Systems (Anonim, 2007) persamaan dimensi parit resapan air hujan adalah sebagai berikut ini:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 51
L es .b.H
60.K h . b
(41a)
H .U 2
dengan :
L es
: panjang parit ( m ), : porositas (disarankan: es = 0,35 (gravel); es = 0,95 (plastic milk-crate) dan es = 0,5 – 0,7 (berisi batuan dan pipa porus sebagai saluran air masuk). b : lebar parit ( m ), H : Kedalaman parit ( m ), Kh : koefisien permeabilitas ( m/detik ), : durasi rencana hujan ( menit ), : Volume air masuk ( m3 ), U: soil moderation factor (Tabel 8.). Persamaan 3.43 dapat diubah menjadi : es .b.H
60 .K h . b
es .b.H
60.K h . .b.U
es .b 30.K h . .U .H es .b 30.K h . .U .H
H
H .U 2
L
30.K h . .H .U 60.K h . .b.U
L
L L
60.K h . .b.U
60.K h . .b.U L e s .b 30.K h . .U
(41b)
Pada kenyataannya, kondisi tanah bersifat heterogen. Soil moderation factor (U) merupakan faktor yang bertujuan untuk mengkonversi point soil hydraulic conductivity menjadi areal soil hydraulic conductivity. Nilai U disajikan pada Tabel 8.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 52
Tabel 8. Soil Moderation Factor ( U ) Soil Moderation Factor ( U )
Tipe Tanah Sand
0,5
Sandy Clay
1,0
Medium and Heavy Clay
2,0
Tanah dengan koefisien permeabilitas rendah dapat diasumsikan bahwa proses yang terjadi pada bangunan resapan adalah proses perendaman sehingga alasnya berbentuk bujur sangkar ( L = b ). Dengan demikian rumus di atas berubah menjadi : a
e s .H
(41c)
60 .K h . .U
dengan :
a
: luas dasar resapan (m2)
Tabel 9. Tipe Tanah Berdasarkan Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah Tipe Tanah
Koefisien Permeabilitas Tanah mm / jam
m / detik
Sandy
>180
> 5 x 10-5
Sandy Clay
36 – 180
1 x 10-5 – 5 x 10-5
Medium Clay
3,6 – 36
1 x 10-6 – 5 x 10-5
Heavy Clay
0,036 – 3,6
1 x 10-8 – 1 x 10-6
Persamaan (41c)dapat diubah menjadi:
H
a
60 .K h . .U es
(41d)
Waktu pengosongan adalah sebagai berikut :
T
4,6L.b.es L.b . log 10 . 2.K h L b L.b 2H L b
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
(41e) Page 53
dengan:
T
: waktu pengosongan ( detik ).
Untuk panjang ( L ) = lebar ( b ), maka persamaan di atas berubah menjadi : T
2.H .es kh
(41f)
7). Minnesota Urban Small Sites BMP Manual Dalam Minnesota Urban Small Sites BMP Manual : Infiltration Trench (Metropolitan Council/Barr Enginering Co., 2005) volume dan luas permukaan parit resapan berhubungan dengan volume rencana limpasan yang masuk ke dalam parit dan permeabilitas tanah di bawah parit. Luas dasar parit yang merupakan permukaan bidang resapan dapat dicari menggunakan persamaan berikut ini : A
12V P.n.t
(42a)
dengan:
A
: luas dasar parit ( ft2 ),
V
: volume limpasan yang akan diresapkan ( ft3 ),
P
: nilai perkolasi (in/jam),
n
: porositas ( 0,4 untuk batu berdiameter 1,5 – 3 inch ),
t
: waktu retensi ( maksimum 72 jam ).
Jika dalam satuan SI maka persamaan (42) menjadi: A
V P.n.t
(42b)
Dengan: A (m2), V ( m3), P ( m / jam) dan t (jam).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 54
Kedalaman parit biasanya antara 3 – 12 feet. Kedalaman efektif maksimum parit dapat dihitung berdasarkan perkolasi tanah, porositas dan waktu tampungan pada parit. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut : D
P.t n
(42c)
dengan :
D
: kedalaman parit (m).
Hubungan antara luas dasar parit ( A ) dan kedalaman parit ( D ) ditunjukkan seperti berikut ini : A
V P.n.t
dan
P.t
V n. A
(42d)
Persamaan tersebut kemudian disubstitusikan terhadap Persamaan (42c) menjadi seperti berikut ini : D
1 V . n n. A
Dengan
demikian,
dan pada
D
V n 2 .A
hakekatnya
(42e) rumus
ini
merupakan
rumus
bangunan
penampungan air hujan bukan rumus resapan air hujan karena tidak dipengaruhi oleh parameter kemampuan tanah meloloskan air.
8). Montgomary County Maryland Montgomary County Maryland Department of Permitting Services Water Resources section (2005) memberikan perhitungan dimensi parit resapan sebagai berikut :
Volume parit = WQV (2,5)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
(43a)
Page 55
Nilai 2,5 merupakan hasil perhitungan terhadap nilai porositas yang diasumsikan sebesar 40 % maka rumus (43a) dapat berubah menjadi : D
WQV (2,5) b.B
(43b)
Kedalaman parit (D) tidak boleh melebihi D maksimum (Dmax) yaitu :
Dmax = 10.f (in/jam)
(43.c)
dengan :
WQV: volume air masuk (ft3), f
: nilai infiltrasi pada area parit (in/jam)
b
: lebar parit (m)
B
: panjang parit (m)
Dmax tidak boleh melebihi 8 feet yang dimaksudkan untuk mempermudah perawatan.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 56
9). ARSIT Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities (Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah: Qout
C *Qf
(44a)
Qf
K0 * K f
(44b)
Kf
3,093 H
1,34W
0,677
(44c)
Dimana:
C
: faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81). Qf
K0 * K f
Qt
: debit air meresap (m3/jam)
K0
: koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
Kf
: spesific infiltration pada bangunan resapan (m2)
H
: kedalaman air ( m ),
W
: lebar parit resapan ( m ),
(34b)
(parameters lihat ARSIT utk sumur)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 57
11). Sunjoto Bila muka air tanah tinggi hingga sumur peresapan menjadi tidak efisien maka dapat dibut sistem horisontal atau Recharge Trench. Dalam teknik perhitungannya ditetapkan tinggi air (H) dalam trench dan lebar parit (b) dan dihitung panjang parit (B) Qi=Q
B
dh
H
dt
T
h2 t2 h
t Y h1
t1 X Qo=FKh b
t1
Gambar 9. Sketch of water balance on the trench Volume air tampungan dalam parit (40) sama dengan selisih volume air masuk dikurangi volume air meresap (41) maka:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 58
where, Qo Q As h t F K
: outflow discharge : inflow discharge : cross section area of casing : depth of water : duration of flow : shape factor of casing : coefficient of permeability
Persamaan (45) = (46) diselesaikan dengan integrasi:
Hasil intergrasinya adalah: (a). Parit Kosong (Sunjoto, 2008) Bila konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang parit kosong maka panjang parit dapat dihitung dengan:
(b). Parit Isi Material (Sunjoto, 2008) Bila konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang parit kosong maka panjang parit dapat dihitung dengan:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 59
where, B B’ b f K H T Q C I A n
: length of trench (L) : length of trench material filled (L) : width of trench (L) : shape factor of trench (L) : coefficient of permeability (L/T) : depth of water on trench (L) : dominant duration of precipitation (T) : inflow discharge (L3/T) and Q = CIA : runoff coefficient of roof (-) : precipitation intensity (L/T) : area of roof (L2) : porosity of material filled
Faktor geometrik parit (f) diturunkan dari faktor geometrik sumur (F) dengan cara (Sunjoto, 2008): 1). Faktor geometri parit adalah factor geometric sumur kali ‘shape coefficient’ (SC). 2). Shape coefficient adalah ‘perimeter coefficient’ kali ‘area coefficient’ 3). ‘Perimeter coefficient’ bentuk lingkaran ke bentuk bujur sangkar adalah keliling bujur sangkar kali (4b) dibagi keliling lingkaran (2πR) atau sama dengan 4b / 2 R . 4). ‘Area coefficient’ dari bentuk bujur sangkar ke bentuk rectangular adalah akar dari luas rectangular dibagi luas bujur sangkar atau ( (bB) / b 2 ). 5). Finally harga dari ‘shape coefficient’ (SC) dari bentuk lingkaran ke bentuk rectangular adalah sama dengan 4b / 2 R
bB / b 2
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
2 bB / R .
Page 60
Tabel 10. Shape factor of trenchs (Sunjoto, 2008) Value of f when:
N o
Condition
1
b
b=B = /2, H=0, L=0 except f1 L=1
b=B =2, H=0, L=0 except f1 L=1
2,980
3,367
12,566
16,000
14,137
18,000
6,283
8,000
b
4,000
5,093
b
9,870
12,566
b
6,283
8,000
b
6,227
7,928
3,964
5,048
9,870
12,566
Shape factor of trenchs (f)
L
b
2 b
b
b
3
4
5 L
b L
:
b L
:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 61
6
b L
6,283
8,000
13,392
17,050
8,525
10,856
:
b
H
: 7 b
H
:
Tabel 11. Diskripsi tentang kondisi parit Conditions 1 2.a 2.b 3.a 3.b 4.a 4.b 5.a
5.b 6.a
6.b 7.a 7.b
Description Resapan pada tanah porus terletak diantara tanah bersifat kedap air di bagian dasar dan bagian atas dengan dinding porous setinggi L. Resapan berbentuk silinder berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous. Resapan persegi-panjang berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous. Resapan terletak pada tanah bersifat kedap air di bagian atas dan tanah porous dibagian bawah dengan dasar berbentuk setengah lingkaran. Idem 3.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porous dengan dinding resapan kedap air dan dasar berbentuk setengah lingkaran. Idem ditto 4.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang kedap air di bagian atas dan porous dibagian bawah dengan dinding sumur permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah lingkaran. Idem ditto 5.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan dinding sumur bagian atas impermeabel dan bagian bawah permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah lingkaran. Idem ditto 6.a namun dasar rata Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan seluruh dinding sumur permeabel dan dasar berbentuk setengah lingkaran. Idem ditto 7.a namun dasar rata
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 62
c. Recharge Yard
5-10 cm
Vertical mulch (bila muka tanah kurang porus)
Gambar 10. Taman Resapan Air Hujan
Gambar 10. Taman Penerlantar Air Hujan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 63
7. Saluran Porus Water losses : evaporasi dan infiltrasi. Infiltrasi merugikan dari sudut pandang teknik irigasi namun menguntungkan dari sudut pandang teknik konservasi sumberdaya air. Infiltrasi di saluran didapat: a. Diukur langsung dengan cara membendung di dua tempat dan mengukur penurunan air fungsi waktu. b. Diukur selisih debit dari dua titik saluran pada real time. c. Formulasi : Moritz
(1913)
>
empiris
Bouwer
(1956)
>
semi grafis
Sunjoto
(2008; 2009)
>
analitis
1. Moritz (1913)
dengan :
S C Q V N Z
: kehilangan air di saluran (m3/s/km) : kehilangan air harian (m/hr) table 3 : debit saluran (m /s) : kecepatan air (m/s) : rasio dasar saluran dgn kedalaman air : kemiringan tebing.( Z = h, bila v = 1)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 64
Tabel 12. Harga C untuk lapisan dasar saluran (Moritz, 1913)
Soils
C (m/day)
1.
Concrete
0.02
2.
Cement gravel with hardpan sandy loam
0.10
3.
Clay and clay loam
0.12
4.
Sandy loam
0.20
5.
Volcanic ash
0.21
6.
Volcanic ash and fine sand
0.30
7.
Volcanic ash, sand and clay
0.37
8.
Sand and gravel
0.51
9.
Sand loam with gravel
0.67
2. Bouwer (1965) Bouwer membangun suatu formula dan sekaligus grafik yang dijabarkan dari analog elektrik pada tiga keadaan guna menghitung harga kehilangan air untuk tiap meter panjang saluran sbb:
dengan : q Is / K k Ws
: kehilangan air (m3/m/hr) : harga dari grafik dari Gambar 12 & Gambar 13. : koefisien permeabilitas tanah (m/hr) : lebar muka air di saluran (m)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 65
Gambar 11. Tiga keadaan aliran (Bouwer, 1965)
Gambar 12. Grafik harga Is/K (Bouwer, 1965) Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 66
3. Sunjoto a. Saluran tanpa dinding samping (2008)
Dengan elevasi muka air tanah tertinggi sama dengan elevasi dasar saluran maka:
Ws
Hw
Wb
b. Saluran dengan dua dinding samping (2008)
Hw
Wb
C. Saluran dengan satu dinding samping (2010)
Wv
Hw
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta Wb
Page 67
Dengan: q Hw K Wb Ws Wv Z α λ
Note:
: kehilangan air di saluran (m3/s/m) : tinggi air di saluran (m) : koefisien permeabilitas tanah (m/s) : lebar dasar saluran (m) : lebar permukaan air di saluran (m) : lebar permukaan air bila sisi lining vertikal (m) Wv = Ws –Z.Hw : kemiringan tebing Z = ctg α : sudut luar tebing saluran (o) : panjang satuan saluran (λ = 1 m)
Dimensi Hw, Wb, Ws, Wv dan dalam m dan K dalam m/s maka q dalam 3 m /s/m. Lining adalah lapisan kedap air seperti pasangan batu, concrete slab maupun
geomembrane.
Tiada Kehidupan Tanpa Air Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 68
References Al-Dahir Z.A., Morgenstern N.R. 1969. Soils Science, Vol. 107, No. 1, 1969, pp. 17-21. Aravin, V.E., Numerov, S.N. 1965. Theory of fluid flow in undeformable porous media, Translated from Russian, Israel Program for Scientific Translations, Jerusalem. Badon Ghyben. 1889., & Herzberg, 2001., in van Dam, J.C. 1985. Geohydrologie, Afdeling der Civiele Techniek, TH Delft, Nederland. Bouwer, H. 1965. Theorytical aspects of seepage from open channels, Journal Hydraulics Div. ASCE, pp 37-59. Dachler, R. 1936. Grundwasserstromung, Julius Springer, Wien. Darcy. H. 1856. Histoire des Fontaines Publiques de Dijon, Dalmont, Paris. Departemen Pekerjaan Umum. 1984. Prasarana Pengairan dan Pemukiman Indonesia di Tahun 2000, Simposium PSLH-ITB, Bandung, 7 Maret 1984. Departemen Pekerjaan Umum, Litbang Pemukiman. 1990. Tatacara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, Standar, LPMB, Bandung. Forchheimer P. 1930. Hydraulik, 3rd, B.G. Teubner, Leipzig. Harza, L.F. 1935. Transactions, American Society of Civil Engineering, Vol. 100, pp. 1352-1385. HMTL-ITB. 1990. Peresapan Buatan Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Kota Bandung Hvorslev, M.J. 1951. Time Lag and Soil Permeability in Ground Water Observation, Bulletin 36, Waterways Experiment Station, Vicksburg, Missisipi. Kamir, R. Brata. 2007. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori, Leaftlet, Bagian Konservasi Tanah dan Air, IPB, Bogor. Luthian J.N., Kirkham D. 1949. Soils Science, Vol. 99, 1949, pp. 349-358. Moritz, E.A. 1913. Seepage Losses From Earth Canals, Eng. News 70, 402-5. Olson R.E., Daniel D.E. 1981. Measurement of hydraulic conductivity of fine grained soils, Permeability and groundwater contaminant transport, ASTM, STP 746, Zimmie T.F., & Riggs C.O. Raymond G.P., Azzouz M.M. 1969. Proc. Conference on In-situ investigations of soils and rocks, British Geotechnical Society, London, pp. 195-203. Samsioe, A.F. 1931. Zeitschrift fur Angewandte Mathematik und Mechanik, Vol. 11, pp. 124-135. Setiadi, Benedictus Deddy, 2011. Analisis Dimensi Bangunan Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, Thesis S2 di JTSL-FT-UGM Smiles D.E., Youngs E.G. 1965. Soils Science, Vol. 99, 1965, pp. 83-87. Sunjoto, S. 1988. Optimasi Sumur Resapan Sebagai Salah Satu Pencegahan Intrusi Air Laut, Pros. Seminar PAUIT-UGM, Yogyakarta. Sunjoto, S. 1989. Pengembangan Model Hidraulik Aliran Bawah Permukaan, Laporan Penelitian PAU-IT-UGM, Yogyakarta. Sunjoto, S. 1993. Sustainable Urban Drainage, International Conference on Management Geo-Water and Engineering Aspect, Wollongong, Australia, 8-11 February 1993. Sunjoto, S. 1994. Infiltration Well and Drainage Concept, Proc. on International Conference on Groundwater at Risk, Helsinki, June 13 - 16, 1994. Sunjoto, S. 1994. Restoration of Rainwater Infiltration in the Cities, Proc. on International Conferrence on Rain Water Utilization, Sumida City, Tokyo, August, 1nd-7th, 1994. Sunjoto, S. 1996. Rekayasa Teknik Dalam Pengembangan Air Bawah Tanah, Sarasehan Air Tanah Dinas Pertambangan DKI Jakarta, 26 Maret 1996. Sunjoto, S. 2002. Recharge Wells as Drainage System to Increase Groundwater Storage, Proc. on the 13rd IAHRAPD Congress, Advance in Hydraulics Water Engineering, Singapore, 6-8 August 2002 Vol.I, pp. 511-514. Sunjoto, S. 2007. Teknik Drainasi Berwawasan Lingkungan, Jurnal Air, Lahan dan Mitigasi Bencana ‘Alami’ Vol. 12 No. 1 Th 2007 hal. 22-24. Sunjoto, S. 2007. Banjir Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Alternatif Solusi, Pros. Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Sistem Pengelolaan Banjir Berbasis Penataan Ruang, Kerjasama UNDIP-DKI Jakarta, di Semarang, 30 Agustus 2007. Sunjoto, S. 2007. Peningkatan Tampungan Air Tanah Akibat Infiltrasi di Saluran, Pros. Lokakarya Nasional Rekayasa Penanggulangan Dampak Pengambilan Air Tanah, Dept. ESDM, PLG, Jakarta 6 September 2007. Sunjoto, S. 2007. Dewatering and its Impact to Groundwater Storage, Proc. on International Symposium and Workshop Current Problem in Groundwater Management and Related Water Resources Issues, 3-8 December 2007, Bali, Indonesia. Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 69
Sunjoto, S. 2008. The Recharge Trench as A Sustainable Supply System, Journal of Environmental Hydrology, The Electronic Journal of the International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at http://www.hydroweb.com Vol. 16 Paper 11 March 2008. Sunjoto, S. 2008. Eksploitasi Air Laut Untuk Tambak Ikan di Pantai Berpasir, Studi Kasus di Pandansimo Bantul Yogyakarta, Media Teknik-Majalah Ilmiah Teknologi, Diterbitkan oleh: FT-UGM, No. 2 Th. XXX Edisi Mei 2008. Sunjoto, S. 2008. Infiltration on Canal as a Method for Recharging Groundwater Storage, Asian Journal of Water, Environment and Pollution at http://www.capital-publishing.com No 2, Vol. 5 Number 4 Oct-Dec 2008. Sunjoto, S. 2010. Irrigation Canal Waterlosses, Journal of Environmental Hydrology, The Electronic Journal of the International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at http://www.hydroweb.com Vol. 18 Paper 5 March 2010. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Penerbit Andi Yogya. Taylor, D.W. 1948. Fundamental of Soil Mechanics, Wiley, New York. The Institution of Engineers Australia. 1977. Australian Rainfall and Runoff: Flood Analysis and Design, Canberra. Wilkinson W.B. 1968. Geotechnique, Vol. 18, No. 2, 1968, pp. 172-194. Wilson E.M. 1974. Engineering Hydrology, 2 nd ed., The MacMillan Press LTD. Georgia Stormwater Management Manual - Volume 2 / Section 3.2 http://www.georgiastormwater.com/vol2/3-25.pdf (cited May 4th 2009). Infiltration Trench Design Example http://www.stormwatercenter.net/Manual_Builder/infiltration_design_example.htm (cited on May 4th 2009). New York State Stormwater Management Design Manual - Chapter 8 http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited on May 4th2009). SNI: 03-2453-2002 http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/SNI/pdf/SNI%2003-2453-2002.pdf (cited on July 28th 2009). Urban Stormwater Management Manual of Malaysia (MSMAM) http://msmam.com/wp-content/uploads/msmam/Ch32-Infiltration.pdf (cited on July 23rd 2009). http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=l yitTfPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta
Page 70