32nd Anniversary
Un
iver sity
INFO MURIA e tur Cul
Media Komunikasi Antar Sivitas Akademika UMK
www.umk.ac.id
Cerdas dan Santun
ISSN: 2088-2920
n 32 Tahun UMK
Tegaskan Visi Universitas Kebudayaan
D
i umurnya yang ke-32, Universitas Muria Kudus (UMK) telah tumbuh menjadi perguruan tinggi yang terkenal. Perguruan tinggi terbesar di Pantura Timur Jawa Tengah, ini dari waktu ke waktu senantiasa meningkatkan kualitas (mutu) pendidikannya dan melengkapi berbagai fasilitas penunjang perkuliahan. Namun kebesaran nama perguruan tinggi yang mengusung tagline ‘Cerdas dan Santun’ ini tidak meraih semuanya secara sertamerta. Perjuangan panjang harus dilalui untuk mencapai seperti sekarang ini. Menurut penjelasan HD Soenarjo, salah satu saksi sejarah pendirian UMK, embrio UMK berasal dari gagasan besar tokoh masyarakat di Kudus yang tergabung dalam Jajasan Kesejahteraan Daerah (JKD) yang berdiri pada 1963, yang memandang Kudus layak memiliki perguruan tinggi umum dan Agama (Islam). “Akhirnya muncul gagasan mendirikan Akademi Pimpinan Perusahaan (APP), yang nantinya menjadi Fakultas Ekonomi Cabang Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan Sekolah Tinggi Agama Islam diharapkan menjadi IAIN,” terangnya dalam pertemuan membahas sejarah UMK pada 25 Mei 2010 lalu. Karena tidak mungkin menjadi Fakultas Ekonomi Undip, APP kemudian diubah menjadi Sekolah Tinggi Ekonomi (STE) pada 1967 dan didaftarkan statusnya. Kebetulan, antara 1979-1980, dalam rangka pembinaan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dan fungsionaris DPD I Golkar merencanakan berdirinya perguruan tinggi di Lima Karesidenan yang ada di Jawa Tengah, yakni Universitas Panca Sakti Tegal, Universitas Wijaya Kusuma Purwokerto, Universitas Tidar Magelang, Univesitas Slamet Riyadi, dan UMK sendiri. “Awalnya Kopertis menawarkan berdirinya universitas kepada Bupati Pati dengan syarat dapat menyediakan tanah sekitar 5 hektare. Namun karena kurang direspons, maka kemudian ditawarkan ke Kudus.” Bupati Kudus waktu itu, Wimpie Hardono, mengamanatkan kepada DPD II Golkar yang dipimpin Suwondo Gurowo untuk mempersiapkan pendirian UMK. Suwondo pun membentuk tim kecil yang terdiri antara lain Suwarno, SH (Kejaksaan Negeri), HD Soenarjo (Kepala Kandepag), Drs. Sarjono Hasri (Kepala SMEA Negeri Kudus), Soegito, MW (Golkar dan STE), Edi Sarjodo (STE), Burlian, SH (Hakim Pengadilan Negeri Kudus), dan Drs. Muhammad Faqih (Pembantu Bupati Wilayah Tenggeles). ‘’��������������������������������������������������������� Bupati mencarikan tanah untuk UMK. Dengan modal itu, tim kecil bekerja maraton mempersiapan segala sesuatunya, seperti membuat statuta UMK yang dibuat setiap malam dengan melakukan
inventarisasi hal-hal yang perlu disusun, menyempurnakan pembentukan yayasan, dan susunan rektorat. ’’Sebenarnya DPD I Golkar dan Kopertis merencanakan pendirian pada 1981. Namun karena persiapan cukup memadai, tim kemudian meminta Kopertis meresmikan secepatnya. Kopertis menyetujui. Dan waktu yang disepakati Kopertis adalah 12 Juni 1980. Sejak itulah UMK tercatat boleh menerima mahasiswa,’’ jelas HD Soenarjo dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Drs. Djuffan Achmad, Ketua Umum Pengurus Yayasan Pembina UMK saat ini. Universitas Kebudayaan Di era keterbukaan dan globalisasi saat ini, tidak saja persaingan perguruan tinggi yang semakin ketat yang menjadi tantangan. Namun hedonisme, liberalisme, dan kapitalisme yang masuk di ruang-ruang yang tak terbatas sehingga membuat generasi muda kehilangan jati diri dan lebih cenderung berkiblat dan ideologi Barat, adalah tantangan tersendiri yang lebih berat. Intelektualisme tidak begitu diperhatikan. Sementara budaya dan nilai-nilai sebagai bangsa dengan karakter ketimuran, kian hari kian luntur. Menyadari gerusan akan nilai-nilai dan prihatin terhadap lunturnya karakter generasi bangsa inilah, UMK akhirnya mengusung visi sebagai Culture University (Universitas Kebudayaan). Rektor Prof. Dr. dr. Sarjadi, Sp.PA, mengutarakan, kebudayaan merupakan ciri dari suatu wilayah tertentu yang melekat. ’’Kemungkinan ada orang yang akan memaknai kebudayaan sebagai seni. Tetapi bukan itu. Kebudayaan ini bagian dari pendidikan. Pendidikan tidak akan menjadi baik tanpa kebudayaan.’’ Prof. Sarjadi menjelaskan, penjabaran dari kebudayaan dalam visi yang diangkat universitas, arahnya adalah menciptakan generasi yang cerdas dan santun yang kemudian menjadi tagline UMK. ’’Dengan ini, maka generasi muda, khususnya alumni UMK, diharapkan tidak saja menjadi generasi yang memiliki intelektualitas tinggi, melainkan juga memiliki kepribadian dan kesantunan,’’ ungkapnya. Apakah gagasan culture university UMK ini diilhami dari t���������� iga butir penting pengajaran rakyat yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara, yakni pengajaran harus bersemangat keluhuran budi manusia, mendidik ke arah kecerdasan budi pekerti (character building), dan mendidik ke arah kekeluargaan? ‘’Konsep umumnya mungkin sama, yaitu ke arah pendidikan karakter. Namun konteks sosialnya yang berbeda,’’ ujar Prof. Sarjadi yang juga guru besar Fakultas Kedokteran Undip tersebut. (Ros, Hoery/Info Muria).
Info Muria / Edisi IX/ Mei- Juli 2012
Fokus Tajuk
T
Empat Windu UMK
anggal 12 Juni menjadi tonggak bersejarah bagi Universitas Muria Kudus (UMK). Saat itulah menurut penuturan pelaku sejarah pendiriaan UMK, HD Sunaryo, tanggal mulai ditetapkan UMK menerima mahasiswa baru. Pendirian UMK sendiri dimulai dari saat digagas perlunya perguruan tinggi (PT) berdiri di Kudus oleh para tokoh yang tergabung dalam Yayasan Kesejahteraan Daerah (YKD) yang berdiri pada 17 tahum sebelum UMK didirikan. Kini UMK sudah berusia 32 tahun atau empat windu. Perubahan pun sudah mulai tampak, terutama setelah UMK mengikuti langkah dan gerak menjadi universitas yang bermutu. Era baru UMK pun dimulai setelah dicanangkan visi “������������������������������� Menjadi Universitas kebudayaan (culture university) yang menghasilkan lulusan unggul, berbudi luhur, berkepribadian luhur, berilmu, berteknologi dan seni”. Paradigma kebudayaan ini memiliki ranah muatan nilai antrophos, tekne, oikos, dan etnos. Fenomena anthropohos meliputi pengembangan iman, taqwa, budi pekerti luhur, mantapmandiri dan bertanggung jawab. Fenomena tekne meliputi penguasaan ilmu dan ketrampilan untuk mencapai derajat keahlian berkarya. Fenomena oikos terdiri dari kemampuan memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Dan fenomena etnos terdiri dari pembentukan sikap dan perilaku sesorang dalam berkarya sesuai tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keahlian yang dikuasai. Salah satu hasilnya, mulai tahun 2008 UMK ditetapkan sebagai salah satu perguruan tinggi (PT) yang memiliki Quality Assurance yang diakui di tingkat nasional. Hal ini mengacu pada penilaian tim ”Technical Assistance Quality Assurance dan Evaluasi Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)” Direktorat Jendral (Ditjen) Pendidikan Tinggi (Dikti). Mulai tahun 2010 Kurukulum Berbasis Kompoetensi (KBK) sudah diterapkan pada semua progdi di UMK. Fokus KBK lebih mengarah pada pembentukan kompetensi mahasiswa, dalam hal ini hard skill dan soft skill diberikan secara seimbang. Bekal soft skill seperti kemampuan bekerjasama, mengungkapkan pendapat secara tepat dan efektif, dan kemampuan memanfaatkan kemajuan IPTEK sebagaimana dibutuhkan di dunia kerja. Dalam rangka meningkatkan daya saing alumni, maka target dari perbaikan proses pembelajaran tersebut pada setiap program studi diharapkan bisa memenuhi pencapaian program akreditasi dari BAN PT dengan nilai A, sedangkan IP rata-rata alumni 3,00 (tiga koma nol). Target nilai akreditas A dan IP ratarata 3,00 ini direncanakan dapat tercapai mulai tahun 2012. Kini, kita berharap, dengan usia empat windu UMK semakin maju bermutu, bertabur prestasi, dan masyarakat sivitasnya makin cerdas dan santun. Semoga***
Spirit Kearifan Lokal Kembangkan UMK
M
uria dan Kudus yang dijadikan satu paket dalam penamaan universitas di Kabupaten Kudus, yakni Universitas Muria Kudus (UMK), tentu bukan hal yang kebetulan dan tanpa pertimbangan matang. Melainkan ada spirit yang terkandung di dalamnya, yang menjadi nadi pengembangan universitas terbesar di Pantura Timur Jawa Tengah ini di masa-masa mendatang. “Pemberian nama universitas dengan penggabungan nama Sunan Muria dan Sunan Kudus, dengan tujuan universitas ini memiliki visi yang berperspektif pada nilai-nilai budaya dan peradaban yang diwariskan dua tokoh Walisongo tersebut,” ujar Ketua Yayasan Pembina (YP) UMK H. Djuffan Achmad. Dengan begitu, Djuffan menambahkan, filosofi dari nama yang diambil, secara sosiologis, diharapkan nilai-nilai budaya dan kearifan tradisional (local wisdom) bisa menjadi way of life (pandangan hidup) yang mengakar dalam proses pengembangan dan pembelajaran yang berlangsung, sehingga bisa menghasilkan intelektual yang cerdas dengan dilandasi akar spiritual yang kuat.
“Pemberian nama universitas dengan penggabungan nama Sunan Muria dan Sunan Kudus, dengan tujuan universitas ini memiliki visi yang berperspektif pada nilai-nilai budaya dan peradaban yang diwariskan dua tokoh Walisongo tersebut,” ujar Ketua Yayasan Pembina (YP) UMK H. Djuffan Ahmad. ”Perguruan tinggi semestinya tidak sekadar berfungsi sebagai wahana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga sebagai sarana internalisasi nilia-nilai spiritual sebagai cerminan dari masyarakat yang berkepribadian serta berbudi pekerti yang luhur,” tegasnya. Zamhuri, manajer YP UMK mengatakan, kearifan lokal disadari menjadi modal yang sangat penting dalam pengembangan universitas, apalagi dengan latar belakang sejarah yang melingkupi, dan juga di tengah berbagai potensi seni-budaya dan ekonomi yang ada di Kabupaten Kudus. ”UMK yang mewarisi gagasan dan nilai-nilai yang dikembangkan Sunan Kudus dan Sunan Muria, memiliki konsekuensi untuk menjaga dan mengembangkan nilai-nilai yang diwariskan. Maka, dalam pengembangannya, UMK pun memperhatikan local wisdom sebagai pijakan dalam mendidik generasi bangsa untuk menghadapi persaingan global,” ujarnya. (Ros/Info Muria)
Susunan Redaksi Info Muria Penanggung Jawab: Rektor UMK, Pengarah: Pembantu Rektor I, Pembantu Rektor II, Pembantu Rektor III, Pimpinan Redaksi: Zamhuri, Redaktur Pelaksana: M Widjanarko, Sekretaris Redaksi: Noor Athiyah, Staf Redaksi: Farih Lidinnillah, Much Harun. Diterbitkan oleh Humas Universitas Muria Kudus. Alamat: Gondangmanis PO. Box 53 Bae Kudus 59352 (0291) 438229. Redaksi menerima artikel, foto dan tulisan lainnya dilampiri kartu identitas melalui email:
[email protected]. atau humas@umk. ac.id. Info Muria bisa diunduh di www.umk.ac.id
Info Muria / Edisi I/ Mei - Juli 2012
M
Kampus Cerdas dan Santun
embayangkan suasana kampus yang asri dengan pepohonan, fasilitas yang lengkap seperti buku-buku di perpustakaan, ruang kuliah yang kondusif untuk belajar, jaringan internet yang cepat akses, kemudian pengurusan administrasi yang mudah dan cepat, dosen yang bisa diajak berdiskusi dan berempati dengan perkembangan akademik mahasiswa dan kantin murah, akan menjadikan tenaga postif yang dimiliki oleh sivitas akademik selalu mengalir tiada henti, kampus menjadi semarak dengan kegiatan akademik dan non akademik yang selalu menggairahkan pemikiran yang kritis, kreatif dan inovatif yang akan melibas dan menekan perilaku negatif yang seringkali menjadi isu krusial mahasiswa di manapun, sebagai sarang kos gratis, pacaran melebihi batas dan pengkonsumsi minuman keras. Upaya ini yang sepertinya sedang disemaikan dalam kampus kita, menjadikan produksi lulusannya yang cerdas secara sosial dan afeksi, artinya bukan saja indeks prestasi kumulatifnya yang diatas 3 tetapi juga memiliki perilaku yang kritis, mengenal norma sosial dan bertanggungjawab pada dirinya. Oleh karenanya, perlu dicontohkan juga oleh para pengajar dan karyawan serta keseluruhan sivitas akademika yang ada di kampus. Pelayanan administrasi yang membuat komunikasi staf tata usaha dan mahasiswa menjadi cair, saling menghargai antara mahasiswa dan pelayananan yang memuaskan kedua belah pihak, begitu juga komunikasi antara dosen dengan mahasiswanya, dosen tidak lagi dianggap sebagai sosok yang ‘angker’ hanya sebagai individu yang memberikan tugas yang banyak, nilai yang sulit dan jarang mengajar di kampus. Hubungan mutualisme dalam ruang akademis bisa menjadikan semua ranah melakukan yang terbaik dalam sikapnya, mahasiswa juga bertanggungjawab dalam tugasnya, tidak melakukan copy-paste tugas dan ‘menjahitkan’ tugas akhirnya, dosen juga memberikan pencerahan dalam setiap tatap muka perkuliahan, tidak mengajarkan yang diajarkan dosennya dulu, tetapi selalu bereksplorasi untuk mencari kajian, telaahan yang baru, sesuai dengan kekinian, tata usaha
Fokus
juga menggangap mahasiswa sebagai bagian dalam rumah akademik yang harus dilayani dan pengelola universitas juga menyediakan sarana, prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen. Ini adalah konsep ideal yang penulis angan-angankan. Konsep adalah gambaran atau bayangan tentang realitas sosial yang bisa diamati, didengar dalam alam ide atau imajinasi. Konsep dapat menjelaskan atau mendiskripsikan realitas yang sama dalam ruang dan waktu yang berbeda (Mustain, 2012). Bisakah konsep direalisasikan? 32 tahun usia lembaga pendidikan tercinta ini, usia yang tidak muda lagi untuk sebuah lembaga pendidikan yang cukup dikenal di brang wetan, Pantura Timur Jawa Tengah. Saatnya kita berkontemplasi, apa yang sudah kita berikan untuk lembaga pendidikan ini? Rutinitas kedatangan yang hanya sekadar datang secara fisik, absen, menyiapkan berkas kuliah, mengajar dan bertemu dengan mahasiswa atau selalu berfikir positif dan berespon untuk menyemai generasi muda yang kritis dan santun? Atau hanya sekedar kuliah pengisi waktu luang daripada menganggur, mencari teman dan datang kuliah terus pulang? Tanyakan pada diri kita, untuk menjawab pertanyaan tersebut. (Mochamad Widjanarko/Info Muria) Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
Pakar
Makna Harkitnas bagi Pendidikan Karakter UMK Oleh Drs. Susilo Rahardjo, M. Pd. Membuka lembar demi lembar sejarah Indonesia, kita tidak akan melewatkan tanggal 20 Mei 1908 di mana Sutomo, Tjipto Manguskusumo, Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara) dan kawan-kawannya sepakat mendirikan Budi Utomo sebagai wahana mencapai kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Selanjutnya dalam sejarah Indonesia tanggal itu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Kebangkitan Nasional adalah masa di mana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Para tokoh kemerdekaan pada masa itu menyadari bahwa perlawanan senjata sebagaimana yang dilakukan antara lain oleh Sultan Agung, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Chairun, Sultan Hasanudin Pattimura, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Tengku Umar, Tjut Nya Dien; tidak cukup mampu mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Oleh karena itulah para pemuda terpelajar mulai melakukan gerakan politik yang terorganisasi. Sejak 1908 hampir di pelosok negeri muncul semangat persatuan dan kesatuan yang lebih mengedepankan diplomasi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Sungguh, pada waktu itulah persatuan dan kesatuan sangat kental dalam setiap dada pemuda Indonesia. Mereka mengesampingkan berbagai perbedaan yang ada –agama, ras, suku bangsa, status sosial. Pengorbanan kepentingan pribadi dan golongan bukan sekedar
slogan, tetapi diimpelementasikan dalam perbuatan yang bermuara pada kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pasang surut persatuan dan kesatuan Indonesia sejak merdeka makin ke depan makin memprihatinkan. Reformasi Mei 1998 menandai berakhirnya masa kejayaan Orde Baru yang berlangsung sekitar 30 tahun. Pemerintahan orde baru yang mapan dengan pembangunan di segala bidang yang terencana melalui GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), sontak hancur lebur. Kebangkitan Nasional yang ke-90 merupakan awal gerakan Reformasi Indonesia ditandai dengan didudukinya gedung DPR/ MPR Senayan oleh para mahasiswa. Euforia reformasi memorakporandakan gedung dengan segala isinya. Dokumendokumen bersejarah menjadi “korban” reformasi, dihancurkan dan dibakar. Sejak itulah berbagai tayangan televisi dan gambar di berbagai media cetak menggambarkan perilaku bangsa Indonesia menjadi tanpa kendali. Berbagai hal yang tidak sepaham sering diakhiri dengan perilaku beringas dan anarkis. Karakter bangsa yang selama ini dikenal santun hilang tidak berbekas. Berkaca pada bangsa Jepang yang hancur lebur karena kalah dalam Perang Dunia II, kemudian bangkit melalui Restorasi Meiji dan Rainbow Plan yang dicetuskan pada tahun 2001, diyakini bahwa pendidikan merupakan salah satu wadah untuk memajukan bangsa dalam segala bidang. Penyediaan dana 20% dari APBN kita untuk pendidikan diharapkan mampu memperbaiki kualitas bangsa Indonesia melalui pendidikan. Universitas Muria Kudus yang bervisi “Menuju Universitas Kebudayaan (Culture University) yang menghasilkan lulusan unggul, berilmu dan berteknologi” mengemban misi
Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
untuk “Mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan atau spiritual, emosional, intelektual, fisik serta relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal dan global”. Dengan tag line “Cerdas dan Santun” semua komponen di Universitas Muria Kudus bertekad mencapai misi yang sudah dicanangkan melalui pembelajaran berbasis kompetensi yang bermuatan soft skill. Sehingga ke depan lulusannya tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter. Melalui alumni yang berkarakter itulah diharapkan Universitas Muria Kudus mampu berkontribusi membangun bangsa dalam konteks yang luas. Kebangkitan Nasional yang didahului dengan Hari Pendidikan Nasional dalam bulan Mei berlanjut pada dies natalis ke32 UMK, seharusnya mampu memberikan inspirasi dan gerak nyata bagi semua sivitas akademika. Gerak untuk berkarya nyata sesuai kapasitas dan bidangnya masing-masing dalam satu harmoni yang saling mengisi sehingga Cerdas dan Santun bukan sekedar slogan dan motto tanpa makna, tetapi benar-benar menjadi semacam bushido bagi sivitas akademika. Simak himne UMK berikut untuk membangkitkan semangat membangun Universitas Muria Kudus sebagai representasi membangun bangsa Indonesia. Pancasila dasar dan pribadi UMK. Mendidik kader pemimpin dan sarjana. Dengan tri dharma mengabdi pada negara. Panjí berkibar mencapai cita mulia. Sadar bertanggungjawab, setia pada sumbernya. Dirgahayu maju jaya UMK.
Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMK
Profil
M
Kisah Inspiratif Alumni UMK di Daerah 3T
enjadi guru di daerah terpencil dan pelosok sebuah pengalaman menarik dan mengesankan. Seperti yang dialami beberapa alumni Universitas Muria Kudus (UMK) yang sedang mengikuti program DIKTI, Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T). Mereka adalah Ulin Nuha, Suatman, A. Saiful Anam (Prodi PBI), Syamsul Hadi, Atina Zunair, Eko Fajriyanto, Yahya, Niswatun Sholikah, Endah, Rif’an, dan Raditya Agusta (BK). Guru-guru muda ini terus berjuang untuk bangsa dan saudara se-bangsa di daerahdaerah tertinggal. Seperti di pedalaman kabupaten Aceh Besar, Gayo Lues (NAD), Kupang, Manggarai, dan Ende (NTT). Berikut beberapa dari kisah mereka.
Atina Zunair (M3T di Kabupaten Manggarai, NTT) Dengan sedikit terengah-engah, kulangkahkan kaki menapaki anak tangga menuju kantor guru SMPN 8 Ruteng Pau, KecaDok. Info Muria matan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai. Anak tangga itu tidak banyak, namun terasa begitu berat. Maklum sebelumnya kaki ini sudah berjalan selama 45 menit dengan medan naik turun bukit. Belum lagi di tengah perjalanan ada seekor kerbau sedang menghadang. Meski sudah diikat sang empunya, aku terpaksa harus lewat semak belukar di tepi jalan itu. Si kerbau berdiri melintang tanpa peduli siapa yang mau lewat. Saat itu hari Jumat. Biasanya hanya ada empat guru yang datang ke sekolah, salah satunya kepala sekolah. Dalam benak, aku berharap sudah ada teman guru yang datang dan mengucapkan “selamat pagi, Bu”. Namun, pagi itu aku agak sedikit kecewa karena kantor ternyata masih kosong. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 07.15 WITA. Memang ‘masih pagi’ ataukah aku yang memang ‘kepagian? Yang jelas, siswa-siswi sudah menantikan gurunya di kelas mereka. Keberadaanku di sini menjadi nuansa tersendiri bagi mereka. Sebaliknya, mereka pun menjadi sosok penting bagiku. Karena keberadaanku ada di sini adalah untuk mereka. Sejumlah 33 siswa sering kusebut ‘Laskar Pau’. Mereka siswa yang setiap hari pergi ke sekolah membawa kantong
kresek sebagai pengganti tas. Di kaki mereka hanya ada sandal jepit. Maklum, sebagian besar tidak punya sepatu. Sekolah yang baru berdiri dua tahun ini, hanya berjumlah 33 siswa. Kelas VII ada 17 orang dan VIII berjumlah 16 orang. Sedangkan kelas IX belum ada. Seperti hari-hari biasanya, pulang sekolah selalu mendapat ‘pengawalan khusus’ dari para siswaku. Bukan karena takut ada penjahat atau apa, kebetulan tempat tinggal kami searah. Dalam perjalanan pulang biasanya kugunakan untuk memperdalam kosa kata Bahasa Manggarai. Di sinilah peran antara guru dan murid berganti. Kutanyakan pada mereka, kata-kata yang sering kudengar dari tetangga saat sedang mengobrol. Kalau itu terlalu sulit dihafal, lalu kucatat di ponsel. Ketika sedang menjelaskan kosa kata itu mereka sangat antusias. Begitupun denganku, menurut mereka Bahasa Manggarai-ku sudah ‘nganceng’ (bisa). Sampai ada salah seorang murid yang berucap, “Oleee.. ibu sudah lancar bahasa Manggarai ya? Lama-lama nanti ibu lupa bahasa Jawa itu…” akupun tertawa dan langsung berkata “Aeehh… Toe… nganceng cekue bahasa manggarai daku..”(Aeehh.. tidak… saya cuma bisa sedikit bahasa Manggarai). Begitu jawabku sebisaku mengikuti logat mereka, justru membuat mereka tertawa. Tak terasa sudah sampai di rumah tempat tinggalku. Jika sudah berada di rumah, jangan harap ada panggilan masuk dari ponsel, bahkan sms saja belum tentu bisa. Memang lokasi rumah tempat tinggalku berada di lembah, beda saat di sekolah yang berada di bukit. Di sana sinyal penuh karena dapat menangkap jaringan dari beberapa tower. Jika di rumah, harus meletakkan ponsel di tempat-tempat tertentu. Yang pertama di atas ranjang tempat tidur, ada papan kecil penyangga kelambu, di sana terdapat sinyal dua sampai tiga bar. Jika ingin sms harus berdiri dengan posisi berlutut. Tempat kedua di pojok tempat tidur atau di atas bantal, kuberi sebutan ‘bantal sinyal’. Meski di sana hanya ada satu bar, tapi cukup untuk mengirim sms. Posisi juga mempengaruhi, jika bergeser sedikit maka sinyal pun hilang. Terkadang hal-hal seperti ini memang menjengkelkan. Setiap kali ada sms masuk sebuah kesenangan tersendiri
di tengah krisis sinyal. Apapun itu, semua akan menjadi pengalaman berharga yang dapat kita wariskan pada anak cucu kita kelak. Salam Abita ! Dari daerah 3T untuk Indonesia.
Ulin Nuha Masruchin (SM3T di Kabupaten Ende, NTT)
Kamis siang, 15 Desember 2011, pesawat Wings Air tujuan Labuan Bajo-Ende lepas landas dari Bandara Ngurah Rai, Bali. Dok. Info Muria Selama satu jam lebih di atas udara, saya sempat mengamati kondisi daratan dan pesisir pulau Flores. Tampak bukit berjajar, lekukan tebing berbatu, sebagian lainnya deretan pohon kelapa terlihat hijau menyelimuti daratan. Tepat 16.15 Wita, pesawat yang mengangkut 29 peserta SM3T dari LPTK UNY mendarat di bandara Hasan Aroeboesman, Ende. Alhamdulilah Selamat. Jumat siang (16/12/11), saya bersama empat teman Mirsa Kristiningtyas (UNY), Fitria Alwi Z (UNNES), Elfa Diana, Fitri (UNP, Padang) menemui kepala SMAN 1 Ende, Drs. Peta Amatus. Kami disambut dengan ramah dan perasaan gembira. Gayung pun bersambut. Kami bercengkrama dan mendengar saran Bapak satu ini. Maklum kami adalah orang baru. Sehingga adaptasi dan belajar kultur masyarakat sebuah keharusan. Dari 240 peserta SM3T di Ende ini, kami termasuk orang paling beruntung. Karena kami ditempatkan di kota sekaligus mendapat sekolah tergolong favorit dan besar. Sebanyak 1155 siswa-siswinya dan terdapat 37 rombongan belajar. Tak sedikit pula, teman saya bertugas di daerahdaerah terpencil dan akses informasi dan transportasi sangat terbatas. Ada yang harus melewati 11 sungai dan berbukit tebing, dan ada yang melawati hutan rimba bila pergi mengajar. Rupanya, selama 10 hari di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta menjadi bekal cukup untuk menghadapi tantangan alam. Di SMAN 1 Ende, saya mengajar bahasa Inggris untuk kelas X dan XI. Ada enam guru pengampu bahasa Inggris di sini. Siapa saja berada di tempat baru punya kesan tersendiri. Saat mendampingi guru sedang mengajar, saya dipertontokan Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
Profil drama sarkartis dan kekerasan. Kekerasan fisik nampaknya menjadi budaya di sini. Aksi pukul dan tendang menjadi punishment manjur bagi siswa nakal. “Pak, kalau mengajar harus keras. Kalau gak gitu, siswa mengabaikan kita,” saran salah seorang guru. Saya pun hanya tersenyum sembari bertanya. “Apa tidak kasihan, Ibu?” “Pak ngajar disini, jangan samakan sekolah di Jawa. Beda sekali pak,” imbuh ibu guru tadi. Kondisi alam yang keras dan berbukit menjadi alasan, mengapa orang Flores dikenal keras dan bersuara besar. “Dulu ketika masa kecil, saya main itu di gunung dan hutan. Kalau waktunya makan siang, saya dipanggil orang tua dari kejauhan dengan suara keras. Sekarang menjadi kultur masyarakat,” cerita guru fisika, Fransiskus Bambut. Saat ada rapat dewan guru, saya diberi kesempatan menyampaikan kesan tentang pendidikan di sini. Saya sampaikan bahwa pendidikan disini agak berbeda, dengan cara yang keras. Mendengar itu ��������������� Kepala Sekolah menyahut����������������������������� , “di sini orang-orang punya suara keras, namun hatinya baik dan lembut,”.
Apa yang disampaikannya itu tidak salah. Rasa kekerabatan dan persaudaraan di Ende sangat tinggi. Menurut saya, Ende bak miniature Indonesia dalam menciptakan bingkai multikulturalisme dan toleransi. Khazanah ke-Indonesiaan terwujud dalam harmonisasi kehidupan. Maklum, Kabupaten Ende, tempat dimana sila-sila dari Pancasila dilahirkan. Ir. Soekarno sempat diasingkan di Ende selama empat tahun (1934-1938). Selain mengajar, saya berkesempatan berbagi ilmu di ekstrakulikuler jurnalistik. Setiap Hari Kamis sore, saya adakan sharing jurnalistik bersama siswa. Antusiasme siswa sangat baik. Pendampingan ini bertujuan transformasi ilmu dan membangun kaderisasi redaksi. Rasanya teringat masih aktif di Majalah Pena Kampus. Sebagai Litbang dan Pengkaderan, “sejumput” ilmu itu dibagi-bagi dengan anggota magang dan sesama. Saya juga tanamkan hal ini kepada kader-kader baru di Ende. Bersama teman guru, saya menginisiasi terbitnya sebuah bulletin sekolah, bernama “Lentera”. Walau hanya 12 halaman dan berfotocopi, bulletin ini mendapat respon positif dari segenap guru dan
Nguwongke Mahasiswa UMK - Memperlakukan mahasiswa sebagai manusia utuh, menjadi prinsip utama Dr. Achmad Hilal Madjdi, M.Pd. dalam melakoni profesinya sebagai dosen di Progdi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) sejak 1989. Dosen yang memulai karirnya sebagai pendidik dari guru SD (1982-1988) ini berhasil menyelesaikan pendidikan S3 pada Universitas Negeri Semarang dengan presikat cumlaude (IPK 3,87). Pendidikan yang bermuara merubah individu menjadi lebih baik, menurutnya, dapat sukses dicapai dengan memosisikan peserta didik sebagai subjek yang memiliki kesadaran, mampu berfikir dan melakukan hal terbaik. Filosofi tersebut diterapkannya dalam menyuguhkan semua mata kuliah yang Ia ampu, seperti Appeoaches and Method in Language Teaching dan Discourse Analysis. Tak heran jika banyak mahasiswa mengaku
senang dan berbalik hormat kepadanya. Dengan segala kelebihan yang telah dimiliki, tidak sedikit pengajar yang selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang merasa tahu segalanya dan menganggap peserta didik tidak tahu apa-apa. Menurut pak Hilal, mahasiswa tidak hanya bisa duduk dan mendengarkan. “Mereka bisa dikondisikan ikut aktif berfikir dan bertindak sehingga muncullah ide-idenya dan sudut pandang baru terhadap suatu permasalahan,” tutur dosen kelahiran 3 Juli 1961 ini. Dengan begitu, lanjutnya, secara tidak langsung mahasiswa akan belajar kritis dan terbuka terhadap problematika sekitar sehingga pola pikir mahasiswa tidak terpola secara tekstual dan tidak kaget ketika menghadapi dunia nyata nantinya. Dalam menyampaikan materi, sosok yang punya hobi memelihara ikan ini, tidak melulu serius tetapi guyonan-guyonan segar juga diselipkannya agar mahasiswa tidak spaneng(suasana tegang). Cerita lika-liku kehidupan dan perjuangan hidup terkadang juga menjadi pelajaran tersendiri untuk mengajak mahasiswa hidup mandiri.
Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
siswa. Sesuai namanya, kami berharap Lentera itu dapat menerangi kehidupan para pembaca. Dalam sebulan buletin ini terbit dua edisi. Kini manajemen redaksi sudak dikelola para siswa, dengan tetap kami pantau. Merasa mendapat respon positif dari sekolah dan dinas pendidikan setempat, saya dan teman-teman tergabung di Paguyuban Guru Ende SM3T (PAGDE) UNY, mengajak 19 sekolah dalam pendampingan jurnalistik tingkat SMA. Sekitar 32 peserta berpartisipasi kegiatan tersebut. Meski berjalan baru dua minggu, peserta tampak serius. Kegiatan seminggu dua kali pertemuan itu, harapannya terbentuknya komunitas atau wadah jurnalistik SMA di Ende. Tak berlebihan, dengan goresan pena dan hitamnya tinta itu dapat memberi manfaat. Saya selalu sampaikan kepada siswa ketika mengajar, “kalau kalian ingin nikmati hasil tiga bulanan, maka sebarlah benih jagung atau padi. Untuk hasil hitungan tahun, tanamlah pohon jati dan kemiri. Kalau ingin hasil selama-lamanya, maka semailah ilmu”. Semoga bermanfaat. (Ulin/Info Muria) Mahasiswa juga dipersilahkan untuk turut serta pada beberapa kegiatan yang mulai dirintisnya, diantaranya bimbingan belajar, budidaya cacing tanah dan oxygenated water VO2. Hal inilah yang tak banyak mahasiswa dapatkan dari dosen lain. Bagi sebagian mahasiswa, sosok Pak Hilal begitu ia disapa, terkadang dirasa layaknya sosok ayah. “Saya merasa Pak Hilal seperti ayah sendiri, beliau banyak memberi nasihat dan wejangan,” aku Siti Ari Lestiani,mahasiswi semeseter IV Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Nasihatnya, sambung Lestiani, mengandung inspirasi bagi mahasiswa agar menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna. “Tidak hanya menjadi manusia yang biasa-biasa saja,” tuturnya memberi penegasan. Peran Sosial Peran sosial kemasyarakatan, dosen yang pernah meraih beasiswa di OHIO State University dalam program Sandwich pada 2009 ini tidak diragukan lagi. Dipercayanya pak Hilal, sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kudus 2010-2015, tentunya tak lepas dari berbagai pengabdiannya di masyarakat. (Syaifudin/Info Muria)
Fokus
T
Menakar Sosok Teladan
idak sebanyak menuju Roma, jalan untuk meraih prestasi terbatas dan tanpa jalan pintas. Butuh pengorbanan dan kerja keras. Begitu juga demi mewujudkan visi dan misi kampus tercinta, Universitas Muria Kudus (UMK), peran para dosen dan karyawan menjadi kunci utama. Untuk kepentingan kemajuan kampus, Redaksi Info Muria melalui kuesioner mengumpulkan pendapat mengenai kriteria dosen dan karyawan yang patut diteladani dan berprestasi. Kepribadian, soft skill, produktivitas kerja, dan pelaksanaan tri dharma menjadi poin kriteria dalam lembar pertanyaan yang ditujukan kepada sebanyak 100 mahasiswa, karyawan dan dosen di berbagai fakultas secara acak. Hasilnya, dosen/karyawan yang memiliki pribadi penuh dedikasi dan dilengkapi soft skill manajerial, menurut mayoritas responden, patut diteladani dan dinilai berprestasi. Hal ini dibuktikan 55 persen memilih dedikasi dan 54 persen memilih manajerial dibanding pilihan lainnya. Pilihan lain diantaranya adalah tidak mudah puas perfeksionis, disiplin dan inisiatif atau kepemimpinan, kewirausahaan dan lainnya.
Khusus Dosen Pada pertanyaan khusus dosen, pengajarannya dinilai berhasil jika mahasiswa mencapai target kompetensi yang diinginkan. Sebanyak 71 persen responden menyatakan ini. Hanya sedikit sisa responden yang menganggap semua mahasiswa lulus, banyak mahasiswa yang suka, dan lainnya sebagai sesuatu yang perlu ditiru.
Dosen juga dinilai teladan dan berprestasi jika karya tulisnya dipublikasikan pada jurnal internasional (24 persen) dan nasional (30 persen). Karya tulis yang dimuat di media massa cetak (11 persen) juga mendapat nilai lebih ketimbang hanya di jurnal universitas (8 persen) atau media online (8 persen). Sisa responden menyatakan tidak tahu atau memilih jawaban Karyawan dan dosen yang lainnya. berprestasi adalah yang memiliki Terkait penelitian, mayoritas kepribadian? responden (41 persen) menilai satu penelitian di setiap tahun cukup untuk disebut produktif. Tetapi itu belum bagi 36 persen responden lainnya. Bagi mereka, idealnya penelitian dilakukan persemester. Sisanya, mereka menjawab lainnya atau tidak tahu.
Dalam hal pelayanan, sikap bersahabat dosen/karyawan juga paling diharapkan oleh responden. Sebanyak 42 persen responden menyatakan ini. Sisanya, secara berurut yang jadi pilihan lain adalah komunikatif, ramah, tegas, hangat, tidak tahu, dan juga menyebut jujur, rela berkorban, beriman dan takwa dan selalu optimis juga informatif. Untuk produktivitas karya tulisan, mayoritas responden memandang mereka yang perlu diteladani adalah yang tulisannya memiliki unsur ilmiah ketimbang sekadar tulisan populer. Catatan hasil survei, karya tulis ilmiah dipilih 23 persen responden dan karya tulis ilmiah populer 14 persen. Tidak sebatas itu, 21 persen responden lainnya menilai mereka yang perlu diteladani selain memiliki karya tulis ilmiah juga populer. Sisanya memilih karya tulis populer atau menyatakan tidak tahu.
Sementara dalam hal penghargaan bidang akademis, mereka yang berprestasi adalah yang mendapat penghargaan tingkat nasional. Sebanyak 55 persen responden menyatakan ini. Tingkat regional disebut berprestasi hanya oleh 17 persen responden. Sementara tingkat lokal diakui oleh hanya delapan persen responden. Sisanya, menjawab tidak perlu penghargaan dan tidak tahu.
Penelitian dikatakan berhasil, oleh mayoritas responden diukur jika penelitiannya baru dan dengan idenya orisinil (42 persen) atau menghasilkan konsep ilmiah baru (36 persen). Sisanya memilih jawaban memiliki hak paten, lainnya atau menyatakan tidak tahu. Terkait pengabdian masyarakat, dosen dinilai produktif jika menjalankannya minimal satu pengabdian dalam setahun (52 persen). Tetapi berbeda menurut 28 persen responden, menurut mereka minimal setiap semester terdapat pengabdian. Sisanya mengaku tidak tahu. Keberhasilan pengabdian, menurut mayoritas responden adalah jika mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat (37 persen), mendapatkan respon positif dari masyarakat (23 persen) atau memberikan dampak yang bagus (22 persen). Sedikit sisa responden menjawab tidak tahu, masyarakat menginginkannya lagi dan lainnya. Nah, menurut Anda, siapa yang memenuhi kriteria tersebut? Atau bahkan Anda sudah memenuhinya? Bagi siapapun, terbuka pilihan untuk step up the stairs atau stare on the steps. (Noor Athiyah/Info Muria) Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
Fokus
S
Melebihi Obsesi Para Pendiri
ampai di usia yang ke 32 tahun ini, UMK telah mencapai lebih dari apa yang telah menjadi obsesi para pendiri Universitas Muria Kudus (UMK). Universitas terbesar di wilayah pantura bagian timur Jawa Tengah ini mulai menampakkan perannya di kancah pendidikan nasional. Bagimana tidak, menurut Ketua Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus (UMK), Drs. H. Djuffan Achmad, tujuan awal didirikannya UMK adalah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat Kudus dan sekitar. UMK dijadikan alternatif masyarakat memenuhi kebutuhan pendidikan dalam meningkatkan studi lanjut pegawai dalam rangka menyesuaikan golongan agar diakui oleh pemerintah tanpa harus ke luar kota. “Obsesi tersebut telah terjawab, malah melebihi harapan. Kini, UMK semakin berkembang dan mendapatkan prestasi yang bisa dibilang tidak kalah dengan universitas besar lainnya,” tuturnya. Prestasi dimaksud salah satunya dapat dilihat dari raihan
prestasi mahasiswa di tingkat nasional. Menurut Pembantu Rektor III, Drs. Hendy Hendro HS, M.Si, kualitas perguruan tinggi (PT) dapat diukur melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Semakin bertambah program mahasiswa yang lolos sampai di pekan ilmiah nasional (Pimnas), maka semakin bagus sebuah PT. “Tahun 2010, untuk kedua kalinya, mahasiswa UMK tercatat sebagai peserta kompetisi ilmiah tingkat nasional ini. Padahal, UMK menjadi salah satu dari empat PT yang lolos dari sekian PT lain,” ujar Hendy dengan bangga. Raihan tersebut tidak lepas dari kerja keras sivitas akademika. Pasalnya, sejak 2006 turut serta dalam PKM, UMK baru mencapai tingkat nasional pada 2009. Hal tersebut, menurut Hendy, tidak lepas dari pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh universitas. PKM juga menjadi tolak ukur keberhasilan PT dalam upaya mengajak mahasiswa berinovasi dan berkreasi. Bukan hanya kualitas keilmuan. Djuffan berpesan, agar UMK menekankan pendidikan pada karakter mahasiswa. “UMK dapat menghasilkan lulusan yang amanah, karena sekarang sulit untuk mencari orang yang bisa memegang amanah, dan ilmunya dapat diimplementasikan dalam kehidupan seharihari di masyarakat,” tuturnya berharap.
Kualitas Dosen Untuk mendukung kualitas keilmuan, UMK juga terus berupaya meningkatkan profesionalitas dosen melalui studi lanjut. Sejak 2008 hingga sekarang, tercatat 38 dosen telah menempuh studi lanjut, baik program magister maupun doktoral. “Target UMK, di tahun 2014 semua dosen harus berpendidikan S2, dan tahun 2018 jumlah dosen doktor (S3) minimal 50% dari keseluruhan dosen yang ada di UMK,” tutur Pembantu Rektor I, Drs. Masluri, MM. Menunjukkan target ke depan. Dengan peningkatan kualitas dosen, lanjutnya, UMK menaruh harapan mereka dapat memberi warna dalam pembelajaran sehingga lulusan lebih berkualitas. Universitas juga telah mendorong peningkatan kualitas dosen melalui berbagai pelatihan, misalnya pelatihan e-learning, penyusunan buku ajar, pelatihan menulis artikel. “Tinggal bagaimana orang bersangkutan berkreasi,” tegasnya. Kepada dosen, Masluri berharap, hendaknya mereka bersemangat untuk maju dengan didasari sikap, perilaku, kreativitas, serta semangat dalam peningkatan ilmu. (Anik/ Info Muria)
Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
Kampus Pasar Bebas, Hadapai Dengan Pengembangan Entrepreneurial University Hal tersebut, menurut perkiraan Prof. Ubud, baru akan terealisir sekitar 2020. Faktor penyebab selain akan berlakunya era perdagangan bebas, juga semakin terlihat negatifnya citra dan kinerja politisi mengurus negara. Oleh alasan tersebutlah, lanjutnya, pengembangan wirausaha di perguruan tinggi dipandang penting. Pasalnya, selama ini perguruan tinggi dipersalahkan oleh banyaknya jumlah pengangguran. Pengembangannya selain melalui mata kuliah dapat ditempuh melalui penelitian dan pengabdian masyarakat. Belum adanya peran pemerintah dalam memberikan pengalaman mahasiswa dalam berwirausaha juga disayangkannya. Pasalnya, selama ini, tidak sedikit mahasiswa yang ditolak ketika mencari pengalaman kerja di perusahaan. Dok. Farih/Info Muria
Prof. Dr. Ubud Salim, SE, MA ketika menyampaikan materinya melalui makalah berjudul Revitalisasi sistem pengelolaan UMKM yang mendorong keterampilan pelaku usaha berkreasi dan inovasi. UMK – Menjelang berlakukan secara penuh ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang dirintis enam negara anggota sejak 2002, daya saing usaha lokal Indonesia perlu dikuatkan. Untuk mendukung daya saing masyarakat, pelu adanya perguruan tinggi yang menjadikan wirausaha sebagai basis pengembangan. Hal ini diungkapkan Guru Besar Program Doktor Ilmu Manajemen fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Ubud Salim, SE, MA, dalam Seminar dan Konferensi Bisnis bertajuk “Memberdayakan UMKM dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dalam Menghadapi Persaingan Global” di Universitas Muria Kudus (UMK), Sabtu (26/05). Selain Prof. Ubud Salim, Dr. Drs. Sukirman, SPd, SH, MM (Universitas Muria Kudus) juga menjadi narasumber pada sidang pleno seminar call for paper yang diselenggarakan oleh Magister Manajemen UMK ini. Sekitar 30 dosen pemakalah dari berbagai perguruan tinggi di tanah air juga akan menyampaikan materinya pada seminar sesi berikutnya. AFTA yang akan berlaku di semua negara anggota ASEAN pada 2015, menurut Prof. Ubud, menuntut banyaknya wirausaha terdidik untuk mempertahankan produk lokal sehingga tidak sekadar menjadi pasar negara lain. Ia memprediksi dengan pemberlakuan perdagangan bebas regional tersebut, basis kepemimpinan nasional juga akan turut berganti. “Jika sampai 1965 kepemimpinan Indonesia berbasis intelektual digantikan militer sampai 1998 terus hingga sekarang masih ditangan politisi, maka selanjutnya entrepeneur yang akan memegang,” ungkapnya di hadapan dua ratus lebih peserta yang terdiri dari mahasiswa dan dosen.
“Sebaiknya mahasiswa yang suka demo juga mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan bagi perusahaan agar mahasiswa dapat belajar dari perusahaan,” ujarnya. Senada dengan Prof Ubud, salah satu peserta seminar yang juga Dosen Universitas Surabaya, Dr.ec. H. Johny Rusdiyanto, MM juga sependapat. Ia melihat banyak perguruan tinggi dalam promosinya memanfaatkan sosok wirausaha sukses sebagai profil lulusannya, tetapi dalam kurikulum sedikit mata kuliah mengenai wirausaha. Dosen Fakultas Ekonomi UMK, Sukirman menyayangkan cara pandang masyarakat. Berdasar pengalaman penelitian yang pernah dilakukannya di sebuah sekolah dasar (SD), semua siswa bercita-cita jadi pegawai atau pejabat. “Tidak ada yang ingin jadi wirausaha,” tegasnya menunjukkan fenomena di masyarakat. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,4 persen belum dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam menyejahterakan rakyat. Sebab, hal itu terjadi berkat kontribusi industri besar, bukan disebab usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang melibatkan banyak warga masyarakat. Untuk menguatkan peran UMKM dalam persaingan global, lanjutnya, pemerintah tidak cukup hanya menjadikannya dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dengan menggelar pelatihan tanpa mempertimbangkan kreativitas dan inovasi. Jiwa Wirausaha Menjadi wirausaha, menurut Prof. Ubud, tidak harus dijalani dengan menjadi pengusaha. Secara keilmuan pun ada pembedaan antara entrepreneur (wirausaha) dan intrapeneur (wirakarya). “Wirausaha tak akan berhasil tanpa wirakarya/ pegawai. Pegawai harus punya jiwa wirausaha. Jadi, untuk berwirausaha lebih amannya dimulai dengan berwirakarya,” ujarnya memberikan saran. (Farih/Info Muria) Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
Kudusan
K
Ada Kepentingan Di Balik Kretek
udus-31 Mei lalu, di Yogyakarta, kelompok anti rokok (kretek) menggelar aksi di beberapa tempat seperti halaman DPRD DIY, Balai kota Yogyakarta, Tugu Yogya dan titik nol kilometer di simpang empat Kantor Pos Besar Yogyakarta. Dalam aksinya, massa anti tembakau membagikan bunga yang disertai seruan bahaya merokok. Selain itu, mereka juga menyerukan perlindungan bagi para perokok pasif. Namun di kota yang sama pula (Yogyakarta), massa yang tergabung dalam Kedaulatan Rakyat untuk Masyarakat Tembakau (Keramat) menggelar aksi menentang peringatan Hari Anti Tembakau Sedunia di sepanjang jalan Malioboro.
dagangan itu untuk dimiliki sendiri dan dimonopoli di tingkat dunia.’’ Kang Sobary –sapaan akrab budayawan yang karib dengan mendingan Gus Dur- ini tidak ingin kretek hancur sebagaimana kopra yang pernah dimanipulasi Amerika. ‘’Dalam sejarah perdagangan, kopra kita yang unggul dimanipulasi pasar Amerika dengan label menyesatkan mengandung bahaya kolesterol, padahal sebenarnya bersih dari kolesterol,’’ ungkapnya. Sedang Zamhuri dari Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) menuturkan, bahwa kretek khas Indonesia sangat disukai warga (konsumen) luar negeri. ‘’Kretek ini tidak ada sangkut pautnya denga masalah kesehatan,’’ ujarnya. Menyitir pernyataan dokter HM Nasim Fauzi, penulis ‘Siapa Bilang Merokok Haram’ Zamhuri mengemukakan, beberapa manfaat rokok yaitu rasanya nikmat, menimbulkan kegembiraan, bisa menenangkan jiwa yang gelisah, mengurangi rasa nyeri, dan mempertajam pikiran, daya ingat (memori) dan konsentrasi.
Dok. Info Muria
Demo menolak pengesahan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengendalian tembakau oleh aliansi buruh dan distributor rokok di Kudus pada akhir tahun lalu. Turunnya dua kelompok yang berbeda ini menegaskan adanya pro-kontra mengenai tembakau. Masalah kesehatan masih menjadi ‘alasan’ utama kelompok anti tembakau menolak keberadaan industri tembakau. Di beberapa daerah, komunitas ini pun mendorong diberlakukannya Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun harus disadari pula, bahwa di banyak daerah seperti Temanggung, Bojonegoro, Demak, Madura, dan Kendal, serta daerah-daeran berbasis industri rokok seperti Kudus, Malang, dan Kediri, sektor tembakau (industri kretek) menjadi penopang utama perekonomian masyarakat. Budayawan Mohamad Sobary dalam epilog-nya di buku ‘Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek’ menulis, ‘’Andai komunitas anti kretek menang dalam prokontra ini, hanya akan membukakan monopoli kretek di tangan bangsa asing, yang sudah lebih dari 20 tahun mengincar mata
10 Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012
‘’Kretek harus dilindungi dari pihak asing yang menggunakan isu kesehatan untuk menyerangnya. Apalagi di sektor ini, puluhan juta masyarakat Indonesia menggantukan perekonomian untuk keberlangsungan hidupnya.’’ Moh Rosyid, salah satu warga mengutarakan, kampanye anti tembakau ini akan berdampak bagi industri kretek. ‘’Persoalannya bukan pada pemilik industrinya, tetapi para pekerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor industri tembakau inilah yang harus mendapatkan perhatian. Apalagi, sektor industri tembakau sendiri memberikan sumbangan cukai yang tidak sedikit bagi Negara,’’ katanya. (Ros/Info Muria)
Pendapatan Negara dari Cukai Rokok No 1 2 3 4 5 6
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Target APBN Rp 42,03 T Rp 45,717 T Rp 49,494 T Rp 57,29 T Rp 68,07 T
2012
Rp 83,26 T
Data diolah dari berbagai sumber
Penerimaan APBN
Rp 49 T Rp 51,251 T Rp 59 T Rp 63,2 T Rp. 77 T Rp 23,4 T (per 16- April)
Resensi
Memotret Warisan Kota Kudus Judul : The Heritage of Kudus Editor : Muchammad Harun Penerbit : Badan Penerbit UMK Tahun : 2012 Tebal : X + 72 halaman ISBN : 978-602-99614-5-4
S
ejarah tentang Kota Kudus, tentu tidak dimulai dari penetapan hari pelahiran Kota Kudus sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990. Sejarah Kota Kudus juga tidak hanya berkutat pada penetapan kelahiran tanggal 23 September 1549 M sebagai hari jadi Kota Kudus yang dilegalkan semasa Bupati Kolonel Soedarsono. Apalagi kalau berbicara tentang produk heritage Kota Kudus. Tentu, perlu narasi yang panjang dan bertumpuk-tumpuk halaman untuk mengisahkan semua warisan heritage Kota Kudus. Baik yang menyangkut sejarah, budaya, adat istiadat, dan kehidupan sosial masyarakat Kudus. Buku The Heritage of Kudus yang disunting oleh Muhammad Harun adalah salah bentuk contoh cuplikan goresan pena tentang beberapa produk heritage Kota Kudus. Buku ini berisi ulasan yang singkat beberapa bentuk produk heritage Kota Kudus. Ada empat produk warisan kota Kudus yang disunting oleh Harun, antara lain Lembaga Pendidikan Tinggi bernama Universitas Muria Kudus, Kretek, Rumah Adat dan Tradisi Buka Luwur Sunan Kudus. Belum disebutkan alasan memadai mengapa hanya empat
warisan yang diangkat oleh Harun. Padahal kalau ditelusuri, tentu masih sangat banyak dan layak, warisan Kota Kudus yang bisa diangkat. Namun, betapapun patut dihargai upaya yang telah dilakukan oleh Harun untuk mengumpulkan beberapa kumpulan ulasan tema mengenai UMK, Kretek, Rumah Adat dan Tradisi Bukan Luwur Sunan Kudus. Walau buku ini sangat minimalis, sekitar 52 halaman, namun bisa memberi informai awal mengenai empat tema di atas. Karena masih sangat sederhana, ada baiknya penyunting atau penulis buku lain, bisa menindaklanjuti penelusuran warisan kota Kudus baik melalui riset atau penulisan buku yang lebih memadai, layak pegang (karena jumlah halamannya), layak jual (karena isinya), layak pajang (karena disannya menarik), dan layak baca (karena isinya memiliki kredibelitas). Empat tema yang disunting oleh Harun tersebut memang merupakan empat tema yang sangat akrab bagi pemburu informasi yang dapat mendongkrak popularitas Kota Kudus. UMK adalah satusatunya Perguruan Tinggi yang besar yang ada di Pantura Timur Jawa Tengah. Kretek adalah produk yang memasyarakat di Indonesia. Corak Rumah Adat kudus adalah salah satu bentuk rumah tradisional yang terkenal. Sunan Kudus adalah salah satu dari Sembilan wali di tanah Jawa. Ada beberapa catatan ringan secara tehnis dalam menyusunan buku ini. Pengemasan buku belum seimbang karena kohesi dan koherensi dalam pemindahan bahasan setiap sub judul sangatlah lemah. Penulisan sub judulpun kurang begitu tegas karena tidak ada penebalan sehingga bisa membingungkan bagi pembaca. (Rizky Sandhi Safitri)
Inspirasi Bisnis Para Akademisi swasta pada tahun 1986. Program yang diusung Laos dikenal dengan ‘New Economic Mechanism’ (NEM). Dan hasilnya, Laos kini menjadi negara agraris yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, jauh melampaui Indonesia. (hal. v). Bagaimana dengan Indonesia? Di tengah tidak tergarapnya secara maksimal sektor pertanian dan lautan yang merupakan dua kekayaan Indonesia di samping sumber daya alam (SDA) lainnya, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ternyata mengambil peran yang cukup penting di tengah persaingan ekonomi global dunia saat ini. Sebagaimana dikemukakan Dr Subroto, UMKM ini bertumpu pada tiga dimensi yang sangat fundamental, yakni inovasi dan kreativitas, kapabilitas teknologi, serta dimensi seni-budaya. Konsep ekonomi kreatif sendiri dikenalkan oleh Hawkins melalui bukunya yang berjudul ‘Creative Economy: How People Make Money from Ideas’. (hal. 238). Pemikiran Subroto serta para akademisi dan praktisi ekonomibisnis lain terkait ekonomi kreatif dan UMKM tersebut, tertuang secara lengkap dalam 31 makalah yang dihimpun dalam proceedings konferensi bisnis ini. Sebuah kumpulan pemikiran dan inspirasi yang menarik dari para akademisi yang tentunya berguna untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana mendorong industri kreatif dan UMKM mengambil peran dalam pertarungan ekonomi global saat ini. (Ros/ Info Muria)
Judul : Memberdayakan UMKM Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Menghadapi Persaingan Global Editor : Sukirman dkk. Penerbit : Badan Penerbit UMK Tahun : Mei 2012 Tebal : X + 292 halaman ISBN : 978-602-99614-4-7
J
epang sebagai raksasa ekonomi dunia, hampir tak ada yang menyangkal. Kini, China juga menarik perhatian dunia terkait perkembangan ekonominya yang sangat dahsyat. Negeri Tirai Bambu ini berkembang pesat karena produktivitas rakyatnya yang sangat tinggi. Paling tidak, inilah pengakuan yang dikemukakan Rektor Universitas Muria Kudus (UMK) Prof Dr dr Sarjadi SpPAK dalam sambutannya pada seminar dan konferensi nasional manajemen bisnis bertajuk ‘Memberdayakan UMKM dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Menghadapi Persaingan Global’ yang digelar oleh Fakultas Ekonomi, 26 Mei lalu. China -dan juga Laos- dalam pandangan Sarjadi sukses mendongkrak pertumbuhan ekonomi tinggi karena sukses industrialisasi yang didukung dengan jejaring perdagangannya yang mendunia. Sementara Laos, berangkat dari negara sosialis yang disiplin, melakukan reformasi untuk mendorong aktivitas ekonomi
Info Muria / Edisi IX/ Mei-Juli 2012 11
Kudusan n Jenang Kudus
Sentuh Pasar Internasional Berkat Inovasi Mubarokfood Cipta Delicia
G
eliat maju usaha jenang khas Kudus tidak lepas dari sentuhan Mubarok Food Cipta Delicia. Berkat inovasi kemasan dan aneka rasa jenang yang dipelopori oleh usaha pimpinan H. Muhammad Himly, SE ini, jenang Kudus mampu menjangkau tidak hanya pasar nasional, namun hingga internasional. Tentu tidak mudah untuk menyulap makanan tradisional hingga meraih pasar layaknya jenang Kudus. Pasalnya, tidak sedikit makanan khas lokal yang ditinggalkan sebab terkesan kuno. Sehingga, butuh sentuhan ‘tangan-tangan’ orang kreatif untuk merubah kesan tradisional supaya diterima zaman.
Assurance (Maret 1997), sertifikat manajemen mutu ISO 9001-2000 (Februari 2003), penghargaan Upakarti kategori industri kecil menengah modern dari Presiden (2007), Usaha Kecil Menengah (UKM) Pangan Award dari Menteri Perdagangan (2008), The best quality product of the year 2010 dari International achevement foundation dan Paramakarya dari Presiden (2011) hingga sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Untuk meraih pasar, Mubarokfoor melakukan modifikasi komposisi bahan baku jenang. Bukan hanya berasa manis gula, jenang pun memiliki varian rasa yang sesuai dengan tuntutan konsumen era sekarang. Diantaranya rasa cokelat, melon, durian, nangka, moka, strawbery, anggur, nanas, susu, cappucino, tomat dan kurma kombinasi dari berbagai rasa. Kemasan jenang pun lebih menarik oleh paduan bentuk kemasan dengan dukungan desain sampul yang indah. Kini, selain bentuk kemasan kotak, konsumen jenang dapat menjumpai jenang yang dikemas model tas, sachet dan kaleng. Dengan dukungan inovasi rasa dan kemasan, jenang produk Mubarok Food Cipta Delicia pun diterima pasar. Produk mereka pun tergolong beragam. Setidaknya sudah muncul 10 merek produk, yaitu Mubarok, Viva, Mabrur, Sinar Tiga Tiga, Jawa Rasa, Baginda, Semesta, Citra Persada, Claszeto Chocolate Dodol, dan Ala Jazeera. Inovasi dan modifikasi tersebut menjadi lebih bermutu oleh dukungan perangkat laboratorium dan sumberdaya manusia (SDM) jebolan perguruan tinggi yang direkrut. Peralatan laboratorium merupakan jaminan atas mutu produk jenangnya. Langkah positif itu berbuah berbagai penghargaan bagi PT Mubarookfood Cipta Delicia. Diantaranya, sertifikat keamanan pangan dan piagam bintang satu Agro Based Industry Quality
12
Jenang poduk Mubarokkfood juga menjadi makanan kecil yang dipilih maskapai penerbangan nasional Garuda untuk para jemaah haji, menembus pasar di Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Abu Dhabi, Arab Saudi, dan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Batam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, dan Sulawesi. Inovasi dan modifikasi yang berbuah mutu dan prestasi yang dipelopori Mubarokfood ini pun menginspirasi produsen jenang Kudus lain untuk mengeluarkan produk semacam. Usaha jenang pun makin diminati dan menjadi salah satu tonggak perekonomian warga Kudus. Produk jenang khas Kudus dapat dijumpai dimana-mana. Di Kudus, jenang menjadi oleh-oleh utama bagi mereka yang berkunjung atau melewati kota ini. Sehingga, wajar jika akhirnya, Kudus dikenal bukan hanya oleh ikon menara atau kretek, tetapi juga jenang khasnya. (Farih/Info Muria)
Info Muria / Edisi I/ Mei - Juli 2012