Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
TANTANGAN TEKNIS, SOSIAL, DAN EKONOMI PENGELOLAAN BERKELANJUTAN PLASMA NUTFAH TANAMAN PANGAN SUTRISNO Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A, Kanpus Penelitian Pertanian Cimanggu – Bogor
ABSTRAK Plasma nutfah tanaman pangan diperlukan oleh manusia saat ini dan masa yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya yang selalu berubah baik dari aspek sosial, ekonomi, lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan manusia yang selalu berubah karena mengikuti perubahan peradaban dan zaman, menuntut pula tersedianya keanekaragaman plasma nutfah sebagai bahan dasar untuk melakukan perbaikan atau inovasi varietas yang sudah ada guna mengatasi perubahan lingkungan yang terjadi. Dengan demikian, sudah sewajarnya manusia harus terus-menerus berupaya untuk melestarikan dan memanfaatkan plasma nutfah secara berkelanjutan. Berbagai tantangan akan dihadapi yang meliputi tantangan teknis, sosial, dan ekonomi yang tantangan ini perlu dihadapi secara bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan plasma nutfah tanaman pangan di Indonesia. Kata kunci: Plasma nutfah, tanaman pangan, social ekonomi, IPTEK
PENDAHULUAN Plasma nutfah yang juga disebut sumber daya genetik ialah substansi dari tanaman, binatang (hewan/ternak), mikroba, dan asal lainnya yang mengandung unit-unit yang berfungsi untuk pewarisan (any material of plant, animal, microbial or other origin containing functional units of heredity). Dahulu, Indonesia pernah dinyatakan sebagai salah satu Negara megabiodiversitas, yang artinya bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara dengan keanekaragaman plasma nutfah yang tinggi. Namun, sampai saat ini sedikit sekali kekayaan plasma nutfah yang diketahui dan disimpan secara ex situ di dalam ruangan maupun di kebun (lapangan). Padahal plasma nutfah bermanfaat baik ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Plasma nutfah tanaman pangan bermanfaat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal pangan dan upacara adat. Penggunaan plasma nutfah secara langsung untuk menghasilkan produk pertanian dan varietas unggul baru dapat menghasilkan pendapatan yang relatif tidak sedikit. Keanekaragaman plasma nutfah juga merupakan salah satu faktor penentu terjaganya keseimbangan lingkungan secara
berkelanjutan. Keanekaragaman plasma nutfah juga merupakan bahan dasar atau objek yang penting dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manfaat plasma nutfah yang sedemikian besar itu seharusnya mendorong para pemangku kepentingan untuk melakukan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah secara berkelanjutan. Namun, untuk itu kita dihadapkan kepada berbagai tantangan baik teknis, sosial, dan ekonomi. Uraian berikut ini merupakan gambaran tentang manfaat dan tatangan yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman pangan. MANFAAT PLASMA NUTFAH TANAMAN PANGAN Manfaat sosial. Bumi terus berputar, bumi makin panas, evolusi dan adaptasi terus berjalan, dan peradaban terus berubah. Sejalan dengan perubahan ini, masyarakat Indonesia makin jelas dapat dibedakan menjadi: kalangan atas yang terdiri antara lain konglomerat, pejabat tinggi di pusat dan daerah; kalangan menengah yang terdiri antara lain akademisi dan peneliti; kalangan bawah yang terdiri antara lain sebagian besar petani dan masyarakat pedesaan yang miskin. Masyarakat
3
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
pedesaan miskin di berbagai pelosok wilayah Indonesia masih memanfaatkan varietas lokal atau varietas tradisional untuk berbagai keperluan. Misalnya, Masyarakat di Bali masih menanam varietas tradisional untuk upacara adat. Masyarakat Suku Badui Dalam masih menanam varietas tradisional warisan nenek moyangnya. Masyarakat dipelosok desa di Tanah Toraja dan di Kalimantan Timur masih menanam varietas tradisional, karena varietas itulah yang mampu memberikan hasil yang memadai walaupun dengan pemberian sasana produksi secara tidak intensif. Akhir-akhir ini ditemukan beras merah putih di sebuah situs purbakala yang selanjutnya ada yang memberi nama padi RI-1 dan diyakini sebagai varietas tradisional yang mempunyai nilai budaya pada jaman dulu. Hal ini menggambarkan secara jelas adanya manfaat sosial plasma nutfah yang perlu diperhatikan oleh semua pemangku kepentingan. Pemanfaatan varietas tradisional tertentu untuk upacara adat dan dipertahankan secara turun-temurun merupakan pengetahuan tradisional yang mungkin masih menjadi misteri dan belum terjawab oleh ilmu pengetahuan saat ini. Namun, pada saat alam melepaskan rahasianya maka boleh jadi varietas tradisional yang dipertahankan untuk dibudidayakan sampai saat ini merupakan jawaban dari permasalahan yang dihadapi oleh keturunan manusia pada generasi yang akan datang. Manfaat ekonomi. Manfaat plasma nutfah dapat diketahui dari penggunaannya secara langsung untuk memproduksi pangan, seratseratan, papan kayu, dan untuk merakit varietas baru. Keuntungan dari penggunaan langsung itu diukur dari peningkatan hasil, peningkatan kualitas, peningkatan resistensi terhadap hama/penyakit atau cekaman lingkungan, dan peningkatan karakter-karakter baik lainnya (RUBENSTEIN et al., 2005). Disamping penggunaan plasma nutfah secara langsung, plasma nutfah juga bermanfaat secara tidak langsung, yaitu kontribusinya terhadap habitat dan ekosistem sekitarnya (SMALE dan KOO, 2003). Walaupun sekarang plasma nutfah tidak digunakan, tetapi dengan mengkonservasinya maka di masa yang akan datang mungkin menjadi penting untuk pangan dan pertanian. Di samping itu, konservasi plasma nutfah juga merupakan konservasi diversitas genetik untuk
4
generasi yang akan datang. Penilaian manfaat ekonomi plasma nutfah juga tergantung pada siapa penerima manfaat ekonomi itu. Apakah individual atau perusahaan atau apakah masyarakat yang akan menerima manfaat ekonomi (GOSCHL dan SWANSON, 1999). Pemanfaatan plasma nutfah untuk pemuliaan padi telah dimulai sejak tahun 1920an (HARAHAP et al., 1972 cit LAS, I. 2004). Manfaat ekonomi plasma nutfah dapat diduga berdasarkan kenaikan produktivitas dari varietas yang diperbaiki mutu genetiknya menggunakan plasma nutfah itu. Misalnya, pada tahun 1970 produktivitas varitas tanaman padi 2.42 ton/ha, tetapi pada tahun 2004 produktivitas varietas unggul baru tanaman padi menjadi 4.54 ton/ha (BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2006a). Dengan demikian plasma nutfah mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan produktivitas sebesar 2.12 ton/ha GKG. Jika luas panen pada tahun 2004 seluas 11.92 juta hektar dan harga gabah Rp. 1000,-/kg GKG, maka manfaat ekonomi yang diperoleh sebesar 2120 kg/ha x Rp.1000,- x 11.920.000 ha = Rp. 25.270.400.000.000,- (25 trilyun). FUGLIE K, O. et al., 2003 melaporkan bahwa adopsi terhadap ubi jalar varietas baru di Asia memberikan manfaat ekonomi sekurang-kurangnya sebesar 26 juta dolar Amerika. Dari manfaat ekonomi sebesar itu, 22.9 juta dolar Amerika terjadi di Cina dan 3.1 juta dolar Amerika terjadi di Asia Tenggara. Penggunaan plasma nutfah untuk pemuliaan tanaman jagung juga berkontribusi dalam peningkatan produktivitas dari 2.13 ton/ha pada tahun 1990 menjadi 3.34 ton/ha pada tahun 2004 yang berarti meningkatkan produktivitas sebesar 57% (BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2006b). Sedangkan pada kedelai, penggunaan plasma nutfah untuk pemuliaan kedelai berkontribusi dalam peningkatan produktivitas dari 1.11 ton/ha pada tahun 1990 menjadi 1.29 ton/ha pada tahun 2004 yang berarti meningkatkan produktivitas sebesar 11% (BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2006c). Plasma nutfah tanaman pangan yang meliputi varietas tradisional petani dan kerabat liarnya sangat bermanfaat untuk perbaikan genetik tanaman dalam rangka pembangunan pertanian. Varietas tradisional petani telah
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
memberikan manfaat untuk perbaikan genetik varietas yang baru. Sebagai contoh, pada tahun 1948 J.R. HARLAN mengkoleksi suatu varietas lokal di Turki dan varietas itu diabaikan selama bertahun-tahun karena banyak karakter agronomis yang tidak disukai. Tetapi, pada tahun 1980-an diketahui bahwa ternyata varietas lokal itu mengandung gen-gen yang resisten terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh jamur. Semenjak penemuan itu, varietas lokal tersebut digunakan oleh para pemulia dalam program perbaikan genetik tanaman, sebagai sumber resistensi terhadap berbagai macam penyakit (FAO, 1997 dan KROSTAD, 1986 cit. J.S. ALCAZAR, 2005). Pada tahun 1946 Amerika memasukkan varietas gandum pendek primitif (Norin 10) dari Jepang. Varietas primitif tersebut telah digunakan sebagai tetua untuk membuat varietas tanaman gandum baru yang pendek. Varietas baru tersebut mampu meningkatkan penyerapan nitrogen, sehingga mampu meningkatkan produksi pada sistem pertanian intensif (FAO, 1997 dan KROSTAD, 1986 cit. J.S. ALCAZAR, 2005). Kerabat liar dari tanaman budidaya juga mempunyai karakter yang bermanfaat, walaupun karakter agronomisnya tidak disukai. Kerabat liar memiliki karakter yang bermanfaat dari sebagai hasil dari adaptasinya terhadap lingkungan yang terus berubah. Pada genus Lycopersicon, banyak kerabat liar yang dapat dikawinkan dengan tomat budidaya (L. Esculentum). Kerabat liar tersebut misalnya, L. Hirsutum dan L. Peruvianum yang mengandung gen-gen resistensi terhadap penyakit yang disebabkan oleh jamur, L. Peruvianum mengandung gen-gen resisten terhadap nematoda, L. Hirsutum mengandung gen-gen resisten terhadap serangga, L. Chmielewskii mengandung gen-gen untuk perbaikan kualitas, L. Cheesmaniae mengandung gen-gen untuk adaptasi terhadap cekaman lingkungan (FAO, 1997 dan KROSTAD, 1986 cit. J.S. ALCAZAR, 2005). Pada tahun 1920 peneliti mengkoleksi kerabat liar Beta dan baru pada tahun 1980 kerabat liar itu digunakan di California untuk mengatasi penyakit rhizomania pada akar tanaman gula beet. Kerabat liar itu ternyata juga mengandung gen-gen resistensi terhadap penyakit busuk akar Erwinia, belatung akar gula beet, dan penyakit bercak daun (FAO,
1997 dan KROSTAD, 1986 cit. J.S. ALCAZAR, 2005). Contoh-contoh tersebut memberikan gambaran bahwa plasma nutfah sangat bernilai untuk mengatasi masalah-masalah dalam memenuhi kebutuhan pangan dan produk pertanian lainnya, baik pada masa sekarang maupun yang akan datang. Dengan demikian adalah wajar apabila perlu upaya untuk melestarikan plasma nutfah agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Manfaat lingkungan. Lingkungan yang terdiri dari antara lain lahan darat, lautan, udara, air, biota dengan keanekaragaman hayatinya, pada awalnya dalam keadaan seimbang. Namun, karena perubahan zaman yang paralel dengan perubahan peradaban manusia, maka keseimbangan lingkungan mulai berubah dan perubahan itu banyak dipengaruhi oleh perubahan tingkah laku manusia. Perubahan keseimbangan lingkungan tersebut merupakan resiko atau konsekuensi yang harus diterima sebagai akibat dari perubahan tingkah laku manusia. Bencana alam seperti tanah longsor dan banjir bandang yang terjadi di Indonesia secara beruntun akhir-akhir ini merupakan contoh konsekuensi yang harus diterima bangsa Indonesia sebagai akibat berubahnya keseimbangan lingkungan. Wabah hama atau penyakit pada tanaman pertanian yang terjadi juga sebagai akibat dari perubahan alam. Praktek pertanian dengan memanfaatkan hanya beberapa varietas tanaman unggul memang mampu meningkatkan produksi pangan dan produk pertanian secara nyata, namun praktek yang demikian itu dalam jangka panjang akan membuat lingkungan menjadi rapuh terhadap setiap perubahan yang tidak menguntungkan, baik perubahan cuaca maupun hama dan penyakit. Oleh karena itu, keanekaragaman hayati pertanian perlu dijaga dengan cara antara menjaga keanekaragaman plasma nutfah secara in situ. Dengan terjaganya keanekaragaman plasma nutfah secara in situ diharapkan akan berkontribusi terhadap terjaganya keseimbangan lingkungan. Keberhasilan dalam menjaga keanekaragaman plasma nutfah secara in situ akan mendorong upaya menjaga keanekaragaman hayati pertanian yang esensial untuk pertanian berkelanjutan, sekarang dan yang akan datang (THOMPSON et al., 2004).
5
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat tidak bisa lepas dari peran plasma nutfah. Plasma nutfah merupakan bahan dasar atau merupakan objek untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi salah satu faktor penentu eksistensi atau hilangnya plasma nutfah. Plasma nutfah yang sangat beraneka ragam, besar kontribusinya dalam perkembangan bioteknologi moderen. Namun, jika perkembangan bioteknologi moderen itu tidak diikuti dengan kesadaran terhadap dampak negatifnya terhadap keanekaragaman hayati, maka pada saatnya nanti akan menjadi penghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. TANTANGAN TEKNIS PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN PLASMA NUTFAH TANAMAN PANGAN Upaya pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah telah dilakukan tidak hanya oleh suatu Negara berkembang atau Negara maju, tetapi telah dilakukan oleh lembaga internasional. Di berbagai Negara di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika telah dibangun fasilitas untuk konservasi plasma nutfah secara ex situ, baik di dalam ruangan yang dapat dikontrol suhu dan kelembabannya, maupun di kebun koleksi. Lembaga Penelitian Pertanian Internasional juga telah menkonservasi secara ex situ tanaman untuk pangan dan pertanian. International Rice Research Institute (IRRI) menyimpan lebih dari 90.000 asesi padi dan kerabat liarnya. Pusat Penelitian Gandum dan Jagung (CIMMYT) menyimpan ribuan asesi jagung dan gandum serta kerabat liarnya. Namun, dibandingkan dengan lembaga penelitian pertanian internasional upaya pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah di Indonesia masih jauh dari memadai. Hal ini disebabkan oleh antara lain kurangnya kegiatan eskplorasi atau introduksi. Kurangnya kegiatan eksplorasi/introduksi dapat diketahui dari sedikitnya kekayaan plasma nutfah yang dikonservasi secara ex situ di dalam ruangan dan di kebun koleksi di berbagai instansi pemerintah, swasta, kelompok, atau perseorangan. Kenyataan ini
6
sangat memprihatinkan mengingat bahwa Indonesia pernah dinyatakan sebagai salah satu negara megabiodiversitas, salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sekalipun belum banyak plasma nutfah yang dikonservasi di Indonesia, karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah yang sudah dimilikipun masih terbatas. Kurangnya kegiatan karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah yang sudah dikonservasi secara ex situ menyebabkan timbulnya pertanyaan tentang perlunya dilakukan eksplorasi atau introduksi, sebelum memanfaatkan yang ada terlebih dahulu. Disamping itu, kurang banyak dan beragamnya informasi karakter-karakter plasma nutfah sebagai bahan dasar untuk pemuliaan tanaman juga sebagai akibat kurangnya kegiatan karakterisasi dan evaluasi. Hal ini pada gilirannya mengakibatkan kegiatan pemuliaan tanaman berkurang. Selain kurangnya informasi karakter plasma nutfah, sistem data dan informasi tentang plasma nutfah di Indonesia juga masih lemah. Lemahnya sistem data dan informasi tentang plasma nutfah mengakibatkan terbatasnya data dan informasi yang dapat diakses oleh para pemangku kepentingan, baik peneliti, akademisi, pengambil kebijakan, regulator, administrator, dan masyarakat pada umumnya. Padahal, kemudahan dalam mengakses data dan inforrnasi akan mendorong pemanfaatan plasma nutfah itu sendiri. Kelemahan ini, terjadi karena berbagai hal, salah satunya ialah lemahnya kerjasama semua pemangku kepentingan tentang plasma nutfah. Lemahnya kerjasama semua pemangku kepentingan menyebabkan adanya kegiatan plasma nutfah yang tersebar di berbagai instansi dan non instansi yang belum terkoordinasi secara baik. Hal ini memungkinkan terjadinya duplikasi yang tidak perlu dalam penanganan plasma nutfah. Kenyataan itu menunjukkan bahwa kelembagaan yang menangani plasma nutfah di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang sungguhsungguh. Telah disadari bersama bahwa peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat menuntut dicukupinya kebutuhan pangan dan produk pertanian lainnya. Untuk itu, ada keharusan untuk selalu meningkatkan produksi tanaman
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
pertanian dari waktu ke waktu. Salah satu cara yang ditempuh ialah dengan meningkatkan produktivitas tanaman dengan cara memperbaiki mutu genetik tanaman. Pendekatan itu mengakibatkan dipraktekkannya pertanian monokultur dengan menggunakan varietas produktivitas tinggi. Dari tahun ketahun pemulia dituntut untuk menghasilkan varietas unggul baru, baik unggul dari segi produktivitas, kualitas, dan resistensinya terhadap hama/penyakit atau cekaman lingkungan. Sebagai akibat dari pendekatan tersebut, kurang sekali kegiatan pemuliaan yang berorientasi pada memperluas basis genetik tanaman dan meningkatkan kisaran keanekaragaman genetik. Padahal pendekatan yang terkhir ini sangat diperlukan dalam rangka mencegah terjadinya erosi genetik, yaitu hilangnya varietas dan spesies lokal yang biasanya diikuti dengan hilangnya diversitas genetik yang dikandung dalam varietas dan spesies lokal tersebut. Hal ini sangat berbahaya karena mempersempit latarbelakang genetik yang tersedia untuk seleksi alami, atau untuk seleksi oleh petani dan pemulia tanaman. Kondisi demikian akan membuat rapuh tanaman pertanian dari perubahan yang sangat mendadak, baik perubahan serangan hama dan penyakit maupun perubahan cuaca. Sejarah telah menunjukkan bahayanya tanaman pertanian yang rapuh. Pada tahun 1970 di Amerika jamur Helminthosporium maydis menghancurkan lebih dari separoh pertanaman jagung di negara bagian Selatan. Penyakit itu baru dapat diatasi setelah pemulia merakit jagung resisten terhadap penyakit tersebut dengan menggunakan plasma nutfah jagung yang berasal dari luar Amerika. Pada tahun 1975 – 1984 Indonesia pernah mengalami kerapuhan tanaman padi karena serangan wereng batang coklat. Semenjak dilakukan penanaman secara serempak dan luas varietas baru IR 8, IR 26, atau IR 36 serangan hama werengbatang coklat terjadi secara luas. Serangan hama tersebut baru bisa diredam dalam jangka panjang setelah dilakukan penanaman padi IR 64 yang mempunyai sifat ”durable resistance”. Walaupun serangan wereng batang coklat sampai sekarang dapat dikendalikan, hama tersebut merupakan bahaya laten karena kemampuannya untuk berkembang dan
merusak secara cepat, apabila kondisi menguntungkan bagi perkembangbiakannya. Disamping hal-hal tersebut diatas terbatasnya kegiatan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman pangan karena kurangnya kepedulian, kurangnya pendanaan, kurangnya sumber daya manusia, kurangnya fasilitas. Kepedulian yang rendah terhadap plasma nutfah karena kurangnya pengetahuan tentang manfaat plasma nutfah sebagai akibat dari kurangnya public awareness. Penyadaran publik memerlukan upaya yang terus menerus yang perlu didukung oleh pendanaan yang memadai dan berkelanjutan, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berpengetahuan, terampil, dan berdedikasi, serta fasilitas yang mamadai dan terawat dengan baik. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya peningkatan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah. Mendorong komitmen pengambil kebijakan untuk secara konsisten mendukung pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah merupakan upaya yang penting untuk dilakukan. Pengambil kebijakan tentang plasma nutfah berada diberbagai departemen dan non departemen yang semuanya harus menunjukkan komitmennya. Komitmen baik dalam hal penyediaan dana, pembangunan sumber daya manusia dan fasilitas, pembenahan kelembagaan nasional plasma nutfah, pembenahan peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya. Meningkatkan upaya secara konsisten untuk meningkatkan kapasitas dalam pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah melalui koordinasi nasional, kerjasama regional dan internasional. Walaupun kelembagaan plasma nutfah secara nasional belum terbentuk, koordinasi nasional yang akhir-akhir ini sudah mulai dilakukan perlu terus ditingkatkan melalui forum seminar, lokakarya, diskusi, dan kelompok kerja. Kerja sama regional dan internasional perlu ditingkatkan dengan membuat dan mengimplementasikan kesepakatan regional dan internasional yang telah ada, misalnya kesepakatan yang sudah dicapai melalui berbagai forum antara lain: ASEAN, APEC, FAO, dan CBD. Kerja sama internasional juga dapat menjadi jembatan untuk akses plasma nutfah. Dari tahun 1972 sampai dengan tahun 1991 jumlah plasma nutfah lebih banyak
7
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
mengalir dari bank gen Kelompok Konsultasi Penelitian Pertanian Internasional kepada bank gen di negara kurang berkembang (FOWLER et al. 2003). Teknologi baru berkembang sangat cepat dan akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan nilai plasma nutfah, terutama kerabat liar yang merupakan donor sifat-sifat penting agronomis. Genetika molekuler, genomik, proteomik, metabolomik, kriopreservasi, teknik pengideraan jarak jauh ekogeografi akan membantu memperoleh informasi tentang lokasi, konservasi dan pengelolaan plasma nutfah. Kemajuan yang pesat di bidang informasi dan komunikasi akan meningkatkan kapasitas dalam menggunakan, menganalisis, dan mengkomunikasikan data dan informasi tentang plasma nutfah. TANTANGAN SOSIAL PENGELOLAAN PLASMA NUTFAH TANAMAN PANGAN Untuk menjamin bahwa keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan plasma nutfah dapat menyentuh semua pihak yang membutuhkan, terutama petani miskin penelitian oleh sektor publik seharusnya juga diarahkan kepada penelitian yang tidak dilakukan oleh sektor swasta. Sebagian besar varietas tanaman komersial sedikit diadopsi oleh petani miskin karena mereka kurang mampu dalam membeli bibit dan mengakses sarana produksi, misalnya irigasi, pupuk, dan pestisida. Penelitian oleh sektor publik seharusnya juga mendukung kebutuhan petani miskin yang biasanya dihadapkan kepada masalah kekeringan, kemasaman tanah, kesuburan tanah, dan hama/penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki varietas tradisional petani. Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian diharapkan dapat mengatasi kelaparan dan malnutrisi, karena perjanjian ini mengandung ketentuan-ketentuan tentang pemanfaatan berkelanjutan, hak petani, pembagian keuntungan. Ketentuan-ketentuan itu dapat menjembatani kerja sama antara petani dan pemulia dalam memuliakan varietas tradisional, daripada hanya berupaya mencari varietas unggul baru yang uniform.
8
TANTANGAN EKONOMI PENGELOLAAN PLASMA NUTFAH TANAMAN PANGAN Biaya yang diperlukan untuk mengkonservasi plasma nutfah tinggi, tapi apabila tidak ada kegiatan itu maka di kelak kemudian hari kita akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk mengatasi berbagai masalah yang akan timbul. Sumber daya ekonomi untuk pengelolaan plasma nutfah kurang memadai, terutama untuk konservasi in situ varietas tradisional petani dan kerabat liarnya. Keterbatasan sumber daya ekonomi bukan hanya merupakan kendala dalam perlindungan kerabat liar, tetapi penyebab erosi genetik lainnya misalnya pembabatan hutan, pembukaan areal baru pertanian, dan pembangunan infrastruktur. Perlu segera diidentifikasi dan diupayakan adanya konservasi in situ plasma nutfah tanaman pangan, karena konservasi in situ memungkinkan terjaganya diversitas genetik yang terus mengalami proses evolusi dan adaptasi dengan lingkungannya. Strategi pendanaan harus segera disusun dan direalisasikan, misalnya pembentukan “national crops diversity trust fund”, berusaha memanfatkan pendanaan dari “Global Crops Biodiversity Trust”. Untuk mengatasi masalah ekonomi secara berkelanjutan dalam hal pendanaan pengelolaan plasma nutfah dapat juga dilakukan dengan internalisasi biaya konservasi plasma nutfah kedalam biaya produksi. Misalnya, ketika membeli produk tanaman pangan, pembeli tidak hanya membayar biaya produksi tetapi juga biaya pengelolaan plasma nutfah. KESIMPULAN Plasma nutfah tanaman pangan sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Oleh karena itu, semua pihak harus menyadari, peduli, dan melakukan tindakan nyata guna melestarikan dan memanfaatkan plasma nutfah secara berkelanjutan.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
DAFTAR PUSTAKA BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN. 2006a. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. 49 p. PENELITIAN dan PENGEMBANGAN BADAN PERTANIAN. 2006b. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. 51 p. BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN. 2006c. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. 32 p. FOWLER, C., M. SMALE, and S. GAIJI. 2003. The Demand for Crop Genetic Resources from International Collections. Biotechnology and Genetic Resources Policies: What is a Genebank Worth? Research at a Glance. Brief 12. International Food Policy Research Institute. 3p. GOSCHL, T. and T. SWANSON. 1999. Endogenous Growth and Biodiversity: The Social Value of Genetic Resources for R & D. CSERGE Working Paper GEC 99-11.28 p. JOSE ESQUINAS ALCAZAR. 2005. Protecting Crop Genetic Diversity for Food Security: Political, Ethical and Technical Challenges. Nature Reviews. Genetics. Vol. 6: 946-953.
Resources Conservation Improvement in Asia. 10p.
and
Varietal
LAS, I, B. SUPRIHATNO, A.A. DARADJAT, SUWARNO, B. ABDULLAH, dan SATOTO. 2004. Penyunting KASRYNO et al. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. pp. 375 - 395. RUBENSTEIN, K.D., P. HEISEY, R. SHOEMAKER, J. SULLIVAN, and G. FRISVOLD. 2005. Crop Genetic Resources an Economic Appraisal. A Report from the Economic Research Service. USDA. 41p. SMALE, M., and B. KOO. 2003. Introduction: A Taxonomy of Genomic Value. Biotechnology and Genetic Resources Policies: What is a Genebank Worth? Research at a Glance. Brief 7. International Food Policy Research Institute. 5p. THOMPSON, J., M. HALEWOOD, J. ENGELS and C. HOOGENDOORN. 2004. Plant Genetic Resources Collection: A Survey of Issues Concerning their Value, Accessibility and Status as Public Goods. New Direction for a Diverse Planet: Proceedings of the 4th International Crop Science Congress. Brisbane, Australia, 26 Sep – 1 Oct 2004. 16p.
KEITH O. FUGLIE, S. MAHALAYA, and F. SURI. 2002. The Economic of Sweetpotato Genetic
9