Karya Ilmiah
TANGGUNG JAWAN PERUSAHAAN TERHADAP PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN KEPADA MASYARAKAT
Oleh:
AFFILA, SH., M.HUM 197512302002122003
FAKULTAS HUKUM DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT dengan selesainya karya tulis ini. Reformasi sistem Hukum Administrasi Negara merupakan hal mutlak yang harus segera diwujudkan dan dilaksanakan sebagi konsekuensi dari keinginan untuk melaksanakan
reformasi penyelenggaran sistem pemerintahan yang baik dan bersih
seperti yang dicita-citakan dalam sejarah reformasi di Indonesia. Semoga saja karya tulis ini memberikan sedikit masukan dan peranan dalam khasanah keilmuan khususnya yang berkaitan dengan administrasi Negara. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terutaa pimpinan dan staf pengajar Fakultas Hukum
USU khususnya
departemen Hukum Administrasi Negara (HAN). Kritik dan saran penulis harapkan guna memperbaiki dan memdorong lebih baik lagi.
Medan,
Juli 2009
Ketua Departemen HAN
Hormat Penulis
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(DR. Pendastaren Tarigan, SH,MS) NIP:
(AFFILA, SH,M.MHum) NIP:
197512302002122003
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i Daftar isi..............................................................................................................................ii BAB I
: Pendahuluan .........................................................................................1 A. Latar Belakang.................................................................................1
BAB II
: Permasalahan.........................................................................................4
BAB III : PEMBAHASAN 1.
Pertanggungjawaban perusahaan.....................................................5
2.
Peran Pemerintah...........................................................................14
3.
Coorporate Social Responsibility (CSR) ......................................18
BAB IV : PENUTUP..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................26
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lingkungan
merupakan
tempat
dimana
kehidupan
manusia
dimulai,
bekerja,beraktifitas dan bersosialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Lingkungan yang baik dan sehat adalah harapan setiap manusia. Dalam
usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhannya dalam bidang ekonomi, terutama dengan adanya investasiinvestasi dengan pembangunan industri-industri besar memberikan suatu keadaan yang kontradiktif, dimana disatu sisi industri-industri yang ada membuka lapangan kerja yang cukup besar bagi masyarakat hingga memberikan kontribusi yang sangat besar, untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat, namun disisi lain memberikan suatu masalah baru menyangkut kelestarian lingkungan hidup disekitar kawasan industri tersebut. Pada masa sekarang . Berbagai kritik muncul bagi konsep akuntansi konvensional, karena akuntansi konvensional dianggap tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat secara luas. Dalam kenyataannya dilapangan industri yang ada memberikan dampak negatif bagi pelestarian lingkungan terutama menyangkut kesehatan dengan timbulnya berbagai penyakit aneh yang dahulunya tidak dikenal menjadi ada dengan adanya limbah-limbah industri baik berupakan buangan gas maupun buangan cair yang berbahaya bagi manusia. Contoh konkrit yang pernah terjadi dapat dilihat dari penutupan perusahaan kertas indorayon yang terletak didaerah Toba Samosir, penelitian dari ahli lingkungan dan masyarakat yang berkompeten menunjukan adanya kerusakan lngkungan yang sangat
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
berat dengan gundulya hutan-hutan akibat penebangan kayu secara tidak bijak bahkan tanpa ijin (alias liar) menimbulkan berbagai akibat seperti seringnya terjadi longsor didaerah lereng bukit dan gunung, air danau toba yang semakin surut hingga menyebabkan krisis listrik karena sistem pembangkit tenaga air. Serta sulitnya masyarakat mendapat air bersih belum lagi sarana infrastruktur seperti jalan raya menjadi rusak berat dan berlobang-lobang hingga kala turun hujan menjadi sangat berbahaya untuk dilalui. Hal-hal di atas menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat baik secara individu maupun perkelompok menyampaikan keberatan dan protes dengan berbagai demonstrasi terhadap perusahaan-perusahaan yang dinilai merugikan. Tentu saja hal ini harus mendapat perhatian yang serius dari setiap pihak yang terkait terutama pemerintah sebagai pelindung masyarakat maupun perusahaan yang menginvestasikan modalnya Namun ternyata demonstrasi yang dilakukan bukan jalan keluar bahkan menimbulkan permasalahan baru. Lihat saja Menteri Kehutanan Malam Sambat Ka’ban bahkan berebut mikrofon dengan para pendemo. Pemerintah, tampaknya, tak ingin namanya jatuh dan dianggap tidak pro-lingkungan. 1 Dalam dua dasa warsa terakhir ini peran hukum lingkungan sangat penting dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum dan pengawasan terhadap setiap aktifitas dengan dikeluarkannya UU N.23 TAHUN 1997 jo UU No.4 Tahun 1982 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai tindak lanjut dari ratifikasi deklarasi Stoklholm 1972.
1
Jawa Pos, 4 Juli 2007.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
Sederet akademisi, aktivis lingkungan, dan ahli hukum mencoba mencari jalan lain. Petang kemarin mereka berkumpul di Hotel Santika, Jakarta. Dalam acara yang dihelat Aliansi Nasional Reformasi untuk Reformasi KUHP itu, mereka berharap hukum lingkungan ditegakkan melalui undang-undang baru yang sedang disusun. Format itu perlu dipertegas. Sebab, eksploitasi lingkungan yang selama ini terjadi, rakyat kecil selalu menjadi korban. Sederet catatan masalah lingkungan terbukti tak banyak memihak rakyat kecil. Kasus Lapindo yang berlarut-larut hingga kini belum menunjukkan hasil yang memuaskan rakyat kecil. Sejumlah pelanggaran HAM juga terjadi. Demikian pula perusakan hutan akibat penebangan liar (illegal logging) di berbagai tempat di tanah air, yang menerima dampak buruknya adalah rakyat kecil.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
BAB II PERMASALAHAN
Dari paparan diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan: Pertama, Bagaimana pertanggungjawaban hukum dari perusahaan sebagai badan hukum terhadap
kelestarian
lingkungan
dan
bagaimana
pertanggungjawaban
(responsibility)yang harus dipikul oleh perusahaan kepada masyarakat? Kedua Bagaimana
peran pemerintah
dalam mengawasi aktifitas dari perusahaan-
perusahaan dalam menjamin kelestarian fungsi lingkungan.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
BAB III PEMBAHASAN
A. Pertanggungjawaban Perusahaan
Dalam Memelihara kelestaraian lingkungan Hukum lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natural milieu) dalam arti seluas-luasnya. 2 Untuk menjawab permasalahan yang pertama akan selalu merujuk kepada UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UUPLH) jo UU No.4 tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan lain yang berkaitan.
Dalam UUPLH persyaraatan penataan lingkungan hidup mencakup beberapa bagian yakni: bagian pertama perizinan, bagian kedua pengawasan, bagian kedua sanksi adaministrasi dan bagian keempat audit lingkungan hidup. Dalam UUPLH 3 jelas-jelas disebutkan bahwa setiap usaha dan/kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Suatu kegaitan usaha sudah dapat dipastikan sebelum beroperasi harus terlebih dahulu mendapat ijin dari pemeritah dalam hal ini pejabat yang berwenang yang telah diatur dalam ketentuan perunndagundangan. Untuk memperoleh ijin usaha persyaratan-persyaratan yang disebutkan dalam 2
Drupsteen yang dikutip oleh Koesnadi Harjosoemantri ,Hukum tata LIngkungan, Gajah Maa University Press, 1999,hal.38. 3 Pasal 18 UUPLH Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
peraturan hukum harus telah terpenuhi. Seharusnya jika prosedur-prosedur ini telah dijalankan sebagaimana mestinya seharusnya dapat meminimalisir berbagai damapak keusakan terhadap lingkungan yang mungkin akan timbul. Namun kenyataannya begitu suatu perusahaan mulai beroperasi tak lama kemudian berbagai dampak mulai timbul dan merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi menunjukkan bahwa ada kemugkinan proses dan prosedur dalam perolehan ijin suat usaha tidak dijalankan secara baik dan benar (dalam arti ada “main mata” ) antara perusahan dan pejabat yang terkait, hingga dengan gampangnya suatun ijin usaha dikeluarkan dan diperoleh pengusaha. Pabrik-pabrik yang ada banyak memberikan kontribusi terhadap kondisi pelestarian lingkungan. Sepanjang tahun 1990-an sampai tahun 2000-an berbagai kasus kerusakan terhadap lingkungan sebagai akibat dari pembangunan pabrik yang tidak pada tempatnya sampai pada pengelolaan pabrik yang tidak memperhatikan kepentingan dan kelestarian lingkungan. Beberapa contoh kasus-kasus yang terjadi yang mengakibatkan kerugian jiwa maupun harta yang sangat besar bagi masyarakat sekitar pabrik, dapat dilihat:
1. Pada tahun 1998: Tangki amoniak Ajinomoto yang bocor dan berkekuatan 3 ton menimbulkan dampak luar biasa ternyata tidak ada penegakan hukum dan tidak ada recovery lingkungan, yang ada hanyalah bagaimana masyarakat dibuat berlarut-larut dan akhirnya hampir satu kampung di belakang Ajinomoto harus dipindah dan tanahnya dibeli dengan paksa dan menyisakan 4 orang yang bertahan yang bergabung dalam Forum Perjuangan Rakyat Lingkungan.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
2. Pada tahun 2000 : Kebocoran Petrokimia dan juga tidak ada informasi lanjutan mengani hal ini, termasuk penegakan hukum yang berarti. 3. Pada tahun 2001 : Kebocoran sektor migas di kecamatan Suko, Tuban, milik Devon Canada dan Petrochina. Dimana kadar hidro sulfidanya waktu itu cukup tinggi, sehingga menyebabkan 26 petani dirawat di rumah sakit. Kejadian tersebut memicu masyarakat satu kampung untuk datang melihat ke tambang, tetapi yang didapat masyarakat adalah ditembaki polisi Bojonegoro, 14 orang tertembak. 4. Pada tahun 2002 : Terdapat tumpahan minyak mentah karena eksplorasi Premier Oil yang sudah beroperasi sejak 1998. Ketika nelayan mencoba menggunakan hak-hak suaranya, dan tidak didengar, baik oleh pemerintah maupun pihak korporasi, mereka melakukan blokade; namun aksi itu dijawab dengan tindakan kriminalisasi terhadap nelayan. 5. Pada tahun 2003 : Ledakan Petrowidada, sehingga membakar beberapa bangunan dan mencemari sungai. Tidak ada penegakan hukum disana. Hanya seorang satpam dan kepala teknis yang diberi hukuman. 4 6. Pada tahun 2006: pengeboran minyak di desa Porong Sidoarjo, menyemburkan Lumpur panas, ribuan hektar sawah dan perumahan penduduk terendam Lumpur panas yang menimbulkan kerugian materil dan immateril yang tak terhitung banyaknya. Dimana ribuan penduduk kehilangan harta bendanya, rumah tempat untuk bernaung juga tak tersisa disapu oleh genangan berton-ton lumpur panas. Hingga hari ini masalah ini belum dapat ditanggulangi, kebijakan ynag diambil
4
D:\hidup\WALHI - Potret Advokasi Ekologis vis a vis Kejahatan Korporasi, .htmhttp://www.walhi.or.id/ kampanye/globalisasi/tangugat/070220_kjhtnkorporasi_li/ (akses tanggal 23 Agustus 2007) Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
perusahan terkait baru memberikan ganti rugi sekitar 5 juta rupiah perkepala keluarga. Sementara itu proses hukumnya sendiri masih terus berjalan meskipun terasa sangat lamban seperti diberitakan bahwa saat ini Polda Jawa Timur telah memeriksa 9 tersangka untuk kasus Lumpur Panas Lapindo Brantas/EMP Inc. Selain karyawan yang ada dilapangan dan manager drilling PT. Medici Citra Nusa, juga turut diperiksa Vice President DSS (Drilling Share Service) PT. Energi Mega
Persada,
perusahaan
induk
Lapindo
Brantas
dengan
dugaan:
Kelalaian yang menimbulkan bahaya banjir lumpur (pasal 187 dan 188 KUHP serta pasal 41 dan 42 UUPLH) Kelalaian, karena seharusnya memberikan perintah menghentikan operasi pengeboran, ternyata masih terus dibiarkan. Dari ketiga dugaan ini tampak terlihat bahwa sebanyak 9 orang akan dijadikan tersangka dalam kasus lumpur panas ini terutama dari sisi hukum pidana yang diterapkan oleh Polda Jawa Timur. Saat ini 3 berkas sudah dilimpahkan ke pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur namun kabar terakhir pihak Kejaksaan mengembalikan berkas kasus tersebut kepada pihak penyidik Polda Jawa Timur. Melihat rentetan cerita kasus pidana yang dilakukan dalam kasus lumpur panas ini, sebenarnya menunjukkan bahwa kasus lapindo akan diberlakukan seperti tindakan kejahatan pada umumnya, antara lain hanya orang dalam hal ini personnel yang ada didalam lingkaran PT. Lapindo Brantas dan para kontraktornya. Masih merujuk pada ketentuan pidana dalam KUHP kita yang masih menerapkan bahwa ”barang siapa yang melakukan tindakan kejahatan”, maka pertanggung jawabannya pidananya dikenakan hanya kepada orang sebagai
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
recht person (pasal 59 KUHP dan pasal 1 KUHAP). Jika dilihat dari logika operasional, bahwa Sumur Banjar Panji-1 berada di Blok Brantas yang merupakan konsesi milik PT. Lapindo Brantas/EMP atas dasar Production Sharing Contract (PSC) dengan BP-Migas. Pekerjaan Drilling merupakan tanggung jawab department Drilling di LAPINDO, namun pekerjaan ini disubkontrakkan kepada pihak lain yaitu PT. Medici Citra Nusantara (MCN). Seperti yang juga kita ketahui bahwa pemilik saham sektor migas di blok brantas adalah sebanyak 50 % dipegang oleh PT. EMP dan sisanya terbagi menjadi milik Santos LTD, PT. Medco Energi Tbk dan Lapindo Brantas/EMP Inc. Artinya terdapat empat pihak yang terkait langsung dengan operasi pengeboran pipa diseluruh wilayah Blok Brantas. Dimana penanganan lumpur panas ini sudah selayaknya menjadi beban PT Lapindo dan pemilik saham lainnya yakni PT Energi Mega Persada Tbk, PT Medco Energi Tbk, dan Santos LTD sesuai Pasal 6 ayat 2 poin c UU 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 5 Namun melihat begitu besarnya kerugian (sosial, ekonomi dan lingkungan) yang diderita sebagai akibat kelalaian kebocoran pipa gas dan menimbulkan lumpur panas ini, tidak pantas rasanya penanganan kasus tersebut hanya dibebankan secara hukum hanya kepada 9 orang seperti tersebut di atas.
Dari
kasus-kasus
yang
disebutkan
diatas
dapat
dilihat
bahwa
prinsip
pertanggungjawaban perusahaan terhadap pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan pada prinsipnya sudah diatur dalam Bab VII pasal 35 tentang tanggung jawab 5
Ibid.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
mutlak (strict liability) dan Bab IX Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No.23/1997), diatur tentang sanksi pidana (penjara dan denda) terhadap badan hukum yang melakukan pencemaran. Selanjutnya, pada pasal 46 UU No.23/1997 dinyatakan jika badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan ataupun organisasi lain, terbukti melakukan tindak pidana, maka sanksi pidana dapat dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, naik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersamasama dalam perbuatan tersebut. Dari ketentuan pasal 46 UUPLH tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila suatu badan hukum melakukan tindak pidana ada tiga kemungkinan yang dapat dituntut pertanggungjawabannnya: 1. badan hukum 6 itu sendiri 2. badan hukum dan pengurusnya 3. pengurusnya saja.
Dalam perkembangannya, khususnya dalam bidang ekonomi dan lingkungan hidup , Badan Hukum dapat terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam perbuatanperbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan orang banyak maupun negara.
6
Kesulitannya bagaimana membedakan manusia dan badan hukum, manusia dapat melakukan apa saja yang tidak dilarang oleh hukum, sedankan badan hukum hanya dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau implicit diizinkan oleh hukum atau anggaran dasarnya.(Tumbuan: 1988:3) dikutip dalam M.Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Hukum Lingkungan Hidup, Bandung, 2000, hal.62
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
Dalam hukum lingkungan tindakan yang dilakukan perusahaan dalam hal ini direksi yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dikategorikan disebut sebagai kejahatan koorporasi. Kejahatan dalam tulisan ini adalah diartikan sebagai tindak pidana, yang artinya suatu perbuatan yang melanggar ketentuan pidana yang berlaku ketika perbuatan itu dilakukan, baik perbuatan tersebut berupa melakukan tindakan tertentu yang dilarang oleh ketentuan pidana maupun tidak melakukan perbuatan tertentu yang diwajibkan oleh ketentuan pidana.
1. Kebijakan dasar dalam hukum lingkungan adalah mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. 2. Menurut Friedman memahami politik hukum juga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni: substans Struktur
dan cultural. Pendekatan substansi
dilakukan melalui substansi atau isi dari suatu undang-undang. Sedangkan pendekatan struktur dilihat dari segi pembuatannya atau badan-badan yang berwenang dalam mengeluarkan suatu peraturan, pendekatan
cultural atau
budaya dengan melihat bagaimana suatu peraturan dibuat dengan memperhatikan budaya hukum yang ada didalam masyarakat. 3. hasil konfernsi Rio Jenero memberikan 3 dimensi bagi penerangan baru hukum lingkungan, yakni, dimensi intelektual, dimensi ekonomi dan dimensi politik.
Dimensi intelektual yaitu dimensi pertalian atau hubungan sebagai pengakuan bahwa bumi adalah suatu sistem yang luas yang memiliki ketergantungan satu dengan
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
lainnya, dimensi kedua, yaitu dimensi ekonomi bahwa pembangunan yang berlebih atau pembangunan yang sediki menyebabkan keprihatinan yang sama, dimensi yang ketiga, yaitu dimensi politik bahwa adanya kesadaran yang jelas tentang kewajiban politik, kewajiban jangka panjang, aspek esensialnya adalah pelaksanaan kekuasaan . 7
Tanggung jawab mutlak (strict liability)
yakni unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian.8 Dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan Hidup tidak ada disebutkan secara harfiah tentang tanggungjawab. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
dan
prinsip-prinsip koorporasi yang sehat. 9
Korporasi adalah subyek hukum selain perseorangan dan atau kelompok orang, lebih dalam lagi artinya korporasi adalah sebuah badan hukum. Kejahatan korporasi dalam sistim hukum Indonesia, tidak hanya dikenal dalam UU No.23/1997. Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Anti Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) juga mengatur pertanggungjawaban atas kejahatan korporasi. Sebagaimana dikutip dari makalah Patra Zen mengenai “Kejahatan Korporasi”, Sally S. Simpson menyatakan "corporate crime is a type of white-collar crime". Sedangkan Simpson, mengutip John Braithwaite, mendefinisikan kejahatan korporasi sebagai "conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is
7
Koesnadi Harjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1999 Penjelasan Pasal 35 UU No. 23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 9 D:\hidup\All About Internal Auditor Indonesia.htm diakse tanggal 22 Agustus 2007 8
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
proscribed and punishable by law". 10 Ada tiga ide pokok dari definisi Braithwaite mengenai kejahatan korporasi: Pertama, tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi. Kedua, baik korporasi (sebagai "subyek hukum perorangan "legal persons") dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan. Ketiga, motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional
Secara teoritis, badan hukum hanya dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau implisit diijinkan oleh hukum maupun anggaran dasarnya. Karena dalam banyak penelitian menyebutkan bahwa pelanggaran hukum yang bisa dikenakan kepada Korporasi adalah: pelanggaran hukum administrasi, pencemaran lingkungan, pelangaran finansial, perburuhan, pelanggaran manufaktur dan persaingan dagang. Dua ketentuan pertama di atas menjadi wajib dikenakan kepada korporasi sebagai subyek dalam hukum pidana, mengingat dampak negatif yang sangat luas terhadap setiap bagian kehidupan masyarakat. 10
Ibid.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
B. Peran Pemerintah dalam menjamin Kelestarian fungsi Lingkungan
Dalam era reformasi saat ini hukum yang berlaku adalah hukum pasar yang menghendaki peran pemerintah semakin berklebih kurang hingga para pengusaha lebih leluasa mengeluarkan kebijakan tanpa dibatasi oleh pemerintah. Pemerintah peraturan (regulator)
(negara) harus mampu memposisikan dirinya sebagai pembuat yang bijak melalui
pembentukan dan pelaksanaan hukum
lingkungan, karena hukum lingkungan merupakan sarana utama untuk menjalankan kebijakan pemerintah dibidang hukum lingkungan itu sendiri. Untuk itu fungsi tujuan hukum lingkungan tidak berbeda dari fungsi dan tujuan hukum pada umumnya yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum yang diberikan oleh Gustav Radbruch. 11 , Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keaneragaman potensisumber daya alam hayati dan non-hayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat, dan aspirasi dapat menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu guna mencapai keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan gerak langkah yang menjamin terwujudnya pengelolaan lingkungan hidup secara berdayaguna dan berhasilguna yang berlandaskan WawasanNusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi. Hal ini sesuai dngan ketentuan UUPLH, yang mengatur tentang kewenangan Pemerintah dalam pengelolaan Lingkungan Hidup
11
Satjipto Raharjdo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Penembangan Ilmu Hukum, Alumni,Bandung, 1777, hlm.42. Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
Dari paparan diats dapat dipahai bahwa peran pemerintah terhadap pelestaraian fungsi lingkungan dan dalam menawasi setiap aktifitas dari perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya.
Peran pemerintah dapat dilihat dari beberapa segi: 1. sebagai pembuat kebijakan, dengan mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang dianggap perlu dan relevan dengan tujuan pengelolaan dan pengawasan fungsi lingkungan. 2. sebagai pelaksana kebijakan yang telah dibuat, apa yang ditangkan dan diatur oleh peraturan undang-undang atau kebijakan yang dianggap baik dan sesuai harus diterapkan secara maksimal 3. sebagai pengawas,
mengawasi setiap aktifitas perusahaan-perusahaan yang
bersentuhan dengan linkungan agar tidak terjadi perusakan dan pencemaran terhadap lingkungan yang akan merugikan dan menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar seperti kasus-kasus yang terjadi dan telah disebutkan diatas. Sebenarnya jika diperhatikan
dan dicermati timbulnya kasus-kasus yang
terjadi menunjukan bahwa peran pemerintah sebagai pengawas dan kontrol terhadap setiap aktifitas dan kegiatan perusahaan tidak berjalan dengan baik dan benar atau mungkin saja karena kebijakan dan ketentuan hukum yang dibuat tidak dilakukan atau
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
didasarkan pada paradigma maupun landasan yang
seharusnya. . Semestinya
penyusunan kebijaksanaan nasional terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang wajib memperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya, perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya. Dalam penjelasan Pasal 10 UUPLH menyebutkan bahwa semua pihak terkait erat pengawasan (kontrol) dari pengelolaan lingkungan. Dimana pengambil keputusan dalamhal ini adalah pihak-pihak yang berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya (perusahaan-perusahaan). Peran masyarakat dalam Pasal ini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun dalam proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi keilmuan. Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Untuk itu dalam setiap pembuatan perangkat peraturan hukum maupun pengambilan suatu kebijakan harus memperhatikan 3 sifat: pertamaperangkat yang bersifat preemtif yaitu tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti tata ruang dan analisis dampak lingkungan hidup.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
Kedua preventif yaitu tindakan tingkatan pelaksanaan melalui penataan baku mutu limbah dan/atau instrumen ekonomi. dan Ketiga proaktif yaitu tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO 14000. Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup, penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara sukarela oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja. Dalam perkembangannya berbagai gagasan diajukan dalam mencari jalan keluar terhadap permasalahan lingkungan sebagai berikut: pertama, Salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah membuat regulasi yang lebih memihak kepada ekonomi masyarakat lokal dan konservasi lingkungan, penegakan hukum lingkungan, transparansi dan audit lingkungan terhadap perusahaan tambang skala besar. Kedua, dibentuk suatu gerakan lingkungan yang dilakukan dengan protes atraktif dan aksi langsung melawan dan menentang kegiatan perusahaan perusak lingkungan. Gerakan ini diprakarsai oleh George Foremann melalui Green Peace di Jerman barat dan kini memiliki perwakilan tetap diseluruh dunia.
ketiga adalah dengan mengajak perusahaan-perusahan yang terkait
untuk memperluas kepeduliannya secara signifikan terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui berbagi skill, pengetahuan, dan modal. Bentuk
yang ketiga ini
dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR).
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
C. Corporate Social Responsibility. CSR
berkaitan
erat
dengan
pembangunan
berkelanjutan
(sustanable
development), ada pendapat mengatakan bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk masa kini maupun untuk jangka panjang CSR adalah salah satu konsep baru yang ditampilkan, berkembang mengikuti dinamika hubungan perusahaan dengan masyarakat tanpa melupakan benefitnya. Sejarah dan definisinya dikumpulkan oleh Archie Carroll. Carroll menyatakan bahwa CSR modern dimulai di tahun 1953 dengan terbitnya buku karya Howard Bowen. Blowfield dan Frynas melacak akar CSR dari para filsuf Yunani dan etika bisnis menurut Kristen dan Islam. Ada yang berpendirian bahwa tidak ada definisi CSR yang diterima secara universal, sehingga bukan merupakan konsep yang matang. 12 Bentuk ini dinilai lebih akomodatif dan kompromis dengan adanya keseimbangan dalam mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan dan aspek benefit kegiatan perusahaan. Corporate Social Responsibility menunjuk pada transparansi dampak sosial atas kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Transparansi informasi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi perusahaan juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak (externalities) sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan. Sebagaimana hasil Konferensi
12
Jalal, A+ CSR Indonesia CSR Workshop Series 1 ”Debunking CSR Practices Unleashing CSR potentials” Jakarta 26 Maret 2008.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Corporate social responsibility merupakan suatu elemen penting dalam kerangka keberlanjutan usaha suatu industri yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Definisi secara luas yang di tulis sebuah organiasi dunia World Bisnis Council for Sustainable Development (WBCD) menyatakan bahwa CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarga. CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dalam interaksi dengan stakeholders berdasarkan prisip sukarela dan kemitraan. Bila kita telaah lebih dalam, CSR dapat dikatakan sebagai tabungan masa depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan sekedar bentuk benefit finasial melainkan juga rasa kepercayaan dari masyarakat sekitar dan stakeholders lainnya terhadap perusahaan. Dalam perspektif perusahaan, yang dimaksud berkelanjutan adalah merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis. Ada lima faktor sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah), (5) mempunyai nilai keuntungan/manfaat. Sustainable development memerlukan dua pra kondisi yaitu social responsibility dan environment
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
responsibility. 13 konsep pembangunan yang berkelanjutan ini, maka perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberhasilan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sebab sumber-sumber produksi yang sangat penting bagi aktivitas perusahaan yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan pasar telah dapat lebih terpelihara. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility). Model pelaksaan CSR juga bemacam-macam. Setidaknya terdapat empat model 14 pelaksanaan CSR yang umum digunakan di Indonesia. Keempat model tersebut antara lain: 1. Terlibat
langsung.
Dalam
melaksanakan
program
CSR,
perusahaan
melakukannya sendiri tanpa melalu perantara atau pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki satu bagian tersediri atau bisa juga digabung dengan yang lain yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR. 2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau groupnya. Pada model ini biasanya perusahaan sudah menyediakan dana khusus untuk digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan.Contoh yayasan yang didirikan oleh perusahaan sebagai perantara dalam melakukan CSR antara lain; Danamon peduli, Samporna 13 14
http://www.arthagrapeduli.org.htm http://www.keepandshare.com/doc/view.php?id=764997&dn=y
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
Foundation, kemudian PT. Astra International yang mendirikan Politeknik Manufaktur Astra dan Unilever peduli Foundation (UPF). 3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga sosial non pemerintah, lembaga pemerintah, media massa dan organisasi lainnya. Seperti misalnya Bank Rakyat Indonesia yang memiliki program CSR yang terintegrasi dengan strategi perusahaan dan bekerjasama dengan pemerintah mengeluarkan produk pemberian kredit untuk rakyat atau yang di kenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Contoh lain adalah kerjasama perusahan dengan lembaga-lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa, Palang Merah Indonesia dan lain sebagainya. 4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Selanjutnya dalam melakukan CSR, perusahaan memiliki alasan diantaranya adalah: 1. Alasan Sosial. Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan. 2. Alasan Ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujaan akhirnya tetap pada peningkatan profit. Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya. Dimana pada akhirnya keberlanjutan dan kelestarian bumi juga akan lebih terjamin.
Kenyataanya dilapangan selama ini CSR sering dijadikan tameng untuk setiap tindakan perusakan lingkungan yang sering dilakukan oleh perusahan-perusahaan. Untuk itu hendaknya segala tindakan pendayagunaan setiap ciptaan hendaknya didasari berbagai pertimbangan yang matang dan sehat. Sebelum bertindak, terutama yang menyangkut pengelolaan lingkunga hendaknya disadari lingkungan ini bukan hanya milik seseorang atau kelompok tertentu. Umat manusia diharapkan bersama-sama melestarikan fungsi sumber daya dan lingkungan yang ada. Kemauan dan kesadaran penuh dari setiap manusia diharapkan untuk menjaga dan memelihara segala hal yang berkaitan dengan lingkungan. Pada akhirnya, apapun bentuknya dari peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang diambil tidak boleh merugikan masyarakat dan pemerintah sertta pengusaha. Setiap manusia boleh mengolah kekayaan alam akan tetapi harus memperhatikan berberapa catatan penting yang tak dapat diabaikan yakni bertindak secara bertanggungjawab, memikirkan masa depan generasi mendatang, Kongkritnya
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
untuk menjadi sahabat lingkungan hidup tidak perlu harus seorang pakar, tidak harus anggota organisasi atau lembaga terkait, tidak harus aktivis atau selebritis, dan tidak harus terhambat dengan ketiadaan dana. Karena yang diperlukan adalah komitmen, tekad kuat, tujuan mulia, solusi yang mudah dimengerti, menerapkan kepedulian dalam kehidupan sehari-hari dengan kemauan menanam dan memelihara pohon demi masa depan anak cucu bangsa. Semua kita punya tanggungjawab bersama untuk melestarikan dan memelihara pohon bukan hanya dengan cara retoris tetapi terlebih dengan tindakan konkrit.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
BAB IV
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. lingkungan memiliki peran yang sangat penting dan tak terbatas dalam kehidupan manusia., untuk itu kelestarian seluru fungsi lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap tindakan yang berkaitan dengan lingkungan. 2. Penegakan hukum khususnya hukum lingkungan memiliki peranan yang sangat besar dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. 3.
setiap subjek hukum, manusia, badan usaha (perusahaan), pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga agar lingkungan hidup yang dikelola dan eksploitasi tetap dalam batas-batas yang menjamin lingkungan tetap terpelihara.
4. jalan keluar untuk setiap permasalahan lingkungan yang telah dan akan terjadi perlu dicari, agar tidak merugikan pihak-pihak tertentu yang biasanya ini dialami oleh masyarakat sekitar pengeloaan lingkungan. 5. Pelaksanan
konsep Corporate social responsibility (CSR) haruslah lebih
memberikan dampak yang menguntungkan bagi masyarakat sekitar bukan menguntungkan bagi perusahaan saja. 6. Pada akhirnya sebaik apapun konsep yang di buat jika tidak dilaksanakan dan diterapkan sepenuh hati dan berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
akan memberikan dampak yang maksimal. Untuk itu pengawasan dan penegakan hukum terhadap pengelolaan lingkungan harus betul-betul ketat dan efisien.
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Drupsteen yang dikutip oleh Koesnadi Harjosoemantri ,Hukum tata LIngkungan, Gajah Mada University Press, 1999 Jawa Pos, 4 Juli 2007.
Koesnadi Harjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1999 M.Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Hukum Lingkungan Hidup, Bandung, 2000 M.Daud Silalahi, Hukum Lingkunga dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkngan Indoneia, Alumni, Bandung, 2001 Satjipto Raharjdo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Penembangan Ilmu Hukum, Alumni,Bandung, 1977 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan lingkungan Nasional, Airlangga University Press, 2005 UU No. 23 Tahun 1997. tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup www.arthagrapeduli.org.htm WALHI - Potret Advokasi Ekologis vis a vis Kejahatan Korporasi,.htm http://www.walhi.or.id/ kampanye/globalisasi/tangugat/070220_kjhtnkorporasi_li/ (akses tanggal 23 Agustus 2007) All About Internal Auditor Indonesia.htm diakse tanggal 22 Agustus 2007
Affila : Tanggung Jawan Perusahaan Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Kepada Masyarakat, 2009