PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA Community Perception in Land Use Change of Sunda Straight Bridge Development Dwi Rini Hartati1 dan Wirawan Widiyanto2 Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum Jl Pattimura No 20 Jakarta Selatan 12110 Email :
[email protected]
1
Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum Jl Pattimura No 20 Jakarta Selatan 12110 Email :
[email protected]
2
Tanggal diterima: 1 April 2015, Tanggal disetujui: 25 Juni 2015
ABSTRACT Infrastructure can boost the economic growth and increase national competitiveness. The development of infrastructure can generate both positive and negative impact. One of the negative impacts is land use change. The study is aimed to discover how likely a change in land use in the Sunda Strait Bridge foot zone based on the community perception. This research conducted with statistic descriptive methode. The community of Banten and Lampung predicted that there will be significant change in land use, especialy from agriculture to non-agriculture area and degradation of plantation area. This condition can threaten community livelihood, so that adaptation to the changed is required to overcome this ploblem. Keywords: Land use, Change, Impact, Infrastructure Development, Perception
ABSTRAK Infrastruktur merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya saing di dunia internasional. Pembangunan infrastruktur selain memberikan dampak positif yang signifikan, juga berpotensi menimbulkan dampak negatif, salah satunya adalah perubahan tata guna lahan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persepsi masyarakat sekitar tentang perubahan tata guna lahan di kawasan kaki-kaki Jembatan Selat Sunda (JSS). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis statistik deskriptif. Masyarakat melihat bahwa akan terjadi perubahan tata guna lahan yang signifikan dari lahan pertanian menuju non pertanian dan penurunan luas perkebunan yang dapat mengancam mata pencaharian masyarakat sehingga masyarakat perlu menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan yang akan terjadi. Kata kunci : Tata guna lahan, perubahan, dampak, pembangunan infrastruktur, persepsi
PENDAHULUAN Pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara kedua aspek ini saling mempengaruhi. Pada umumnya pembangunan infrastruktur akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Seperti yang dikatakan oleh Permana (2010) bahwa investasi sebesar 150 triliun rupiah akan memberikan tambahan output di seluruh
sektor perekonomian sebesar 348,42 triliun rupiah. Permana juga mengungkapkan bahwa semua sektor kategori infrastruktur akan memberikan dampak multiplier yang positif terhadap sektor perekonomian lain (Permana 2010). Hal senada diungkapkan juga oleh Hadi Salehi dan Ramı´rez (2003), dalam penelitiannya bahwa setelah dilakukan perhitungan secara simultan antara infrastruktur dan GDP, dampak dari infrastruktur
133
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
terhadap pertumbuhan GDP cukup substansial.
Pembangunan infrastruktur selain memberikan dampak positif yang signifikan, juga menimbulkan dampak lain yang berpotensi menjadi dampak negatif. Salah satu dampak yang mungkin dapat mengurangi manfaat adalah terjadinya perubahan tata guna lahan
Pembangunan infrastruktur yang pernah direncanakan untuk mendukung program M a s t e r p l a n Pe rc e p a t a n d a n Pe r l u a s a n Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) salah satunya adalah pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Jembatan ini direncanakan akan menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera melalui Kabupaten Lampung dan Banten. Ditinjau dari perspektif ekonomi wilayah, JSS akan berdampak pada kegiatan logistik wilayah sekitarnya, sehingga akan mempermudah pergeseran pembangunan dan distribusi industri dari pulau Jawa menuju Pulau Sumatera (Pradhitasari dan Syabri 2014). Seperti halnya infrastruktur lainnya, pembangunan JSS juga akan memberikan dampak yang besar bagi penduduk di kawasan calon kaki jembatan.
Salah satu dampak yang dikhawatirkan akan terjadi adalah perubahan tata guna lahan di sekitar kaki JSS. Indikasi tersebut terlihat dari keterangan warga masyarakat yang menyatakan beberapa tanah di wilayah tersebut telah berpindah tangan ke investor maupun pihak luar. Perubahan tata guna lahan merupakan salah satu dampak yang jika tidak dikendalikan dan diatur di awal akan dapat berakibat buruk. Misalnya saja jika terjadi konversi lahan pertanian yang besar ke peruntukan lahan non pertanian, pastinya akan mempengaruhi stabilitas ketahanan pangan. Selain itu, kemungkinan adanya perubahan penggunaan lahan lain baik dari permukiman ke non permukiman, industri ke non industri maupun kawasan perdagangan ke kawasan lain. Perubahan tata guna lahan ini dapat berakibat pada kehilangan mata pencaharian penduduk maupun perubahan mata pencaharian. Kekhawatiran penduduk lokal di calon kaki jembatan akan keberlanjutan mata pencahariannya perlu mendapatkan perhatian. Belajar dari pengalaman, pembangunan Jembatan Suramadu menimbulkan dampak berganda, yaitu tumbuhnya kawasan pemukiman baru hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk sehingga permintaan hunian rumah meningkat serta berdirinya pusat perbelanjaan (Effendi 2013). Seperti halnya pembangunan Jembatan Suramadu, pembangunan JSS menimbulkan pertanyaan apakah akan terjadi perubahan penggunaan lahan di kaki JSS setelah pembangunannya nanti. Penelitian ini
134
bertujuan untuk melihat persepsi masyarakat atas jawaban atas pertanyaan tersebut berdasarkan pendapat dari masyarakat serta menemukan seberapa besar kemungkinan perubahan tata guna lahan di kawasan kaki-kaki JSS. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi mengenai pandangan masyarakat tentang kemungkinan-kemungkinan perubahan penggunaan lahan yang akan terjadi sehingga dapat diprediksi langkah antisipasi agar tidak terjadi dampak negatif di masyarakat. KAJIAN PUSTAKA
Perubahan tata guna lahan atau konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Utomo dkk 1995 dalam Hidayat, Hanafie & Septiana 2012.) Perubahan tata guna lahan atau konversi lahan dapat terjadi karena berbagai hal. Menurut McNeil et al. 1998 dalam Widayati (2010), perubahan tata guna lahan terjadi karena faktor-faktor politik, ekonomi, demografi dan budaya. Sedangkan menurut Sujarto (1992) dalam Oktara (2011) perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : 1) Topografi, ditandai dengan usaha manusia untuk mengubah topografi
2) Penduduk, pertambahan penduduk memerlukan ruang yang lebih banyak untuk permukiman dan fasilitas lain
3) Nilai tanah, harga lahan menjadi fungsi biaya yang menjadikan lahan produktif dari pengembangan suatu lahan 4) Aksesibilitas, jangkauan transportasi yang baik suatu lahan akan meningkatkan nilai ekonominya, sehingga akan menarik kegiatan-kegiatan yang memberikan keuntungan untuk berlokasi di wilayah tersebut 5) Prasarana dan sarana, selain aksesibilitas, sarana dan prasarana juga akan menarik keberadaan penduduk dan kegiatan di suatu wilayah 6) Daya dukung lingkungan.
Sedangkan menurut American Institute of Real Estate Appraiser (2001) dalam Ihsannudin (2013) menyatakan bahwa ketersediaan fasilitas baru akan mengakibatkan perubahan pada pola guna lahan dan nilai tanahnya. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan bahwa tata guna lahan mempunyai hubungan kausal (timbal balik) dengan sistem
Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Pembangunan Jembatan Selat Sunda Dwi Rini Hartati dan Wirawan Widiyanto jaringan transportasi (jalan raya, rel kereta api, dan lainnya) (Tamin dan Frazila 1997). Pembangunan JSS merupakan salah satu fasilitas baru dalam bentuk infrastruktur pendukung transportasi yang berpotensi menimbulkan perubahan pola guna lahan di sekitarnya.
Dari teori-teori dan penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa perubahan tata guna lahan merupakan sebuah konsekuensi dari perubahan terhadap suatu wilayah, termasuk pembangunan JSS. Perubahan tata guna lahan akan berdampak negatif apabila terjadi tidak sesuai dengan peruntukannya. Misalnya saja lahan yang semula diperuntukan sebagai lahan produktif berubah menjadi permukiman maupun pertokoan. Hal ini sering terjadi mengiringi pembangunan infrastruktur di suatu wilayah, sehingga perlu dilakukan pengendalian. Dalam pembangunan JSS, gejala tersebut telah dapat diidikasi dengan perubahan kepemilikan lahan yang terjadi sebelum pembangunan. Sebagian masyarakat memprediksi akan terjadi perubahan kepemilikan lahan dalam pembangunan JSS dari pemilik lokal ke pendatang (Puslitbang Sosekling 2013)
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain, penelitian oleh Oktara (2011), dalam penelitian ini dikaji mengenai rencana perubahan tata ruang disekitar kawasan pembangunan jalan lingkar utara Kota Solok. Dalam penelitian ini, Oktara 2011 menggunakan analisis persepsi masyarakat untuk melihat pandangan mereka terhadap pembangunan jembatan. sedangkan beberapa penelitian yang membahas mengenai dampak pembangunan jembatan diantaranya adalah Ihsannudin (2013), yang menyoroti dampak pembangunan jembatan yang serupa dengan JSS yaitu Jembatan Suramadu dari perubahan harga tanahnya. Sedangkan Yanti (2013) melihat dampak pembangunan jembatan terhadap sosial ekonomi masyarakat serta keterkaitannya dengan kebijakan pengembangan wilayah. Sedangkan Hidayat (2012) melihat dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan pengembangan wilayah Jembatan Suramadu serta menganalisis kebijakan implementatif yang bisa dirumuskan dalam pengembangan wilayah Jembatan Suramadu. Sedangkan penelitian lain yang lebih spesifik membahas perubahan penggunaan tanah akibat pembangunan JSS dilakukan oleh Suparjo (2012). Penelitian Suriadi dkk (2015) membahas mengenai dampak sosial, ekonomi pembangunan JSS Penelitian Suparjo lebih menekankan kajian .hukum perubahan penggunaan tanahnya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, belum ada yang melihat persepsi masyarakat mengenai kemungkinan perubahan penggunaan lahan di kaki
JSS. Penelitian ini mengungkapkan prediksi terhadap perubahan penggunaan lahan kaki JSS menurut pandangan masyarakat lokal. Dari analisis dapat disimpulkan mengenai potensi yang diprediksikan maupun kekhawatiran masyarakat terhadap perubahan hidupnya. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana prediksi masyarakat di kaki Jembatan Selat Sunda terhadap perubahan tata guna lahan sebagai dampak pembangunan JSS. Penelitian dilakukan di lokasi rencana kaki JSS yaitu di Kota cilegon dan Kabupaten Serang Banten dan Kabupaten Lampung Selatan Lampung pada tahun 2013.
Pengambilan data dilakukan dengan metode survey. Data diambil dengan menggunakan kuisioner dan wawancara terhadap responden. Wilayah pengambilan sampel dipilih secara purposive yaitu di Kota cilegon dan Kabupaten Serang Banten untuk mewakili masyarakat di kaki jembatan sisi Jawa dan Kabupaten Lampung Selatan untuk mewakili masyarakat kaki jembatan di sisi Sumatera. Responden dipilih secara acak berdasarkan mata pencahariannya di wilayah-wilayah yang telah ditentukan. Jumlah responden secara keseluruhan berjumlah 241 orang. Penentuan jumlah responden dilakukan dengan metode Slovin, dengan prinsip n=
N N+1∂ 2
Dimana n adalah jumlah sampel, N adalah populasi sedangkan ∂ adalah margin error atau tingkat ketelitian yang diinginkan. Tabel 1. Jumlah Responden Per Kabupaten No 1 2 3
Kabupaten Cilegon Serang Lampung
Jumlah Responden 63 76 100
Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling, 2013 diolah
Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif untuk menjelaskan kecenderungan persepsi masyarakat terhadap dampak pembangunan JJS bagi perubahan lahan disekitar tempat tinggal mereka. Cross tabulation digunakan untuk membandingkan pendapat masyarakat mengenai perubahan penggunaan lahan berdasarkan profesi atau mata pencaharian pokok mereka. Perbedaan kebutuhan dan kepentingan masing-masing kelompok masyarakat berdasarkan mata pencaharian pokoknya bervariasi, sehingga akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap perubahan tata guna lahan di sekitar kaki JSS.
135
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Dalam kuesioner disampaikan pertanyaan mengenai persepsi masyarakat terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan eksisting menuju ke perumahan, pertokoan dan industri. Responden menilai kemungkinan perubahan penggunaan lahan dalam pilihan tingkatan tinggi, sedang, rendah dan tidak tahu. Variabel yang digunakan adalah persepsi perubahan penggunaan lahan dan pekerjaan pokok responden. Persepsi perubahan penggunaan lahan antara lain adalah :
1. p rakiraan perubahan tata guna lahan dari sawah/ ladang ke permukiman 2. p rakiraan perubahan tata guna lahan dari sawah/ ladang ke pertokoan/perkantoran 3. p rakiraan perubahan tata guna lahan dari sawah/ ladang ke industri 4. p rakiraan perubahan tata guna lahan dari permukiman ke pertokoan/perkantoran 5. p rakiraan perubahan tata guna lahan dari permukiman ke industri 6. p rakiraan perubahan tata guna lahan pertokoan/ perkantoran ke industri 7. p rakiraan perubahan tata guna lahan: perluasan perkebunan HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi Perubahan Tata Guna Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Banten
Lampung
Gambar 1. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Sawah ke Industri Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
di wilayah ini akan semakin berkembang dengan terbukanya akses dari Sumatera ke Jawa. Sedangkan di Kabupaten Lampung, sektor utamanya adalah sektor pertanian, dan salah satu program dalam RTRWnya adalah pembatasan konversi lahan pertanian.
Perlu diwaspadai terjadinya perubahan kepemilikan lahan oleh petani ke pendatang serta peralihannya menjadi peruntukan komersial yang lain. Konversi lahan pertanian akan mengakibatkan diversifikasi mata pencaharian petani di bidang pertanian ke non pertanian (Hidayat 2012). Petani yang tidak memiliki keahlian lain selain pertanian terancam mengalami penurunan pendapatan (Hidayat dkk 2012).
Pembangunan jalan mempunyai dampak positif pada pertumbuhan dan transisi perekonomian ke arah penciptaan kegiatan di sektor non-pertanian (Hidayat 2012). Pembangunan JSS merupakan salah satu pembangunan infrastruktur yang sama halnya dengan infrastruktur jalan, akan membuka akses bagi wilayah-wilayah yang dihubungkan. Terbukanya akses akan memicu kegiatan masyarakat untuk membuka permukiman di lahan sawah (Suprajaka dan Fitria 2012). Selain itu, rencana pembangunan infrastruktur pendukung JSS juga akan semakin meningkatkan aksibilitas wilayah yang terisolir dan perubahan struktur ekonomi menjadi dampaknya. Perubahan struktur perekonomian wilayah ini akan meningkatkan kebutuhan lahan untuk non pertanian. Peningkatan kebutuhan lahan tersebut akan mengakibatkan terjadi konversi lahan yang cenderung akan meningkat dari tahun ke tahun, karena konversi lahan umumnya menular (Hidayat, 2012). Menurut Kustiwan (1997) alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian merupakan dampak dari proses transformasi struktur ekonomi (dari pertanian ke industri) dan demografis (dari perdesaan ke perkotaan) yang akan berimplikasi juga pada transformasi sumber daya lahan dari pertanian ke non pertanian. Sawah/Ladang ke Industri
100% 80% Rendah
60%
Sedang
40%
Penduduk di calon kaki JSS memperkirakan akan terjadi perubahan tata guna pertanian ke non pertanian, yaitu industri, pertokoan/perkantoran dan permukiman. Jika dilihat kondisi saat ini sesuai dengan RTRW Kota Cilegon dan Kabupaten Serang, kedua wilayah ini diperuntukan sebagai kota industri, masyarakat beranggapan bahwa industri
136
Tinggi
20%
Tidak tahu
0% Petani
Nelayan Pedagang Buruh
Pegawai
Gambar 2. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Sawah/ Ladang ke Industri Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Pembangunan Jembatan Selat Sunda Dwi Rini Hartati dan Wirawan Widiyanto Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian khususnya industri diprediksi tinggi oleh masyarakat dengan berbagai latar belakang. Seperti yang terlihat dalam gambar 2. Persepsi masyarakat ini dapat dipengaruhi oleh kondisi saat ini khususnya di wilayah Banten yang memang terdapat banyak perusahaan industri besar, karena wilayah Cilegon dan Serang merupakan wilayah industri.
Jembatan Selat Sunda harus juga mengutamakan pembangunan infrastruktur penunjang di kawasan kaki sisi Pulau Sumatera sehingga bisa mengimbangi tarikan pusat-pusat ekonomi dari Pulau Jawa.
Banten
Lampung
Gambar 4. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Sawah/ Ladang ke Permukiman Banten
Lampung
Gambar 3. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Pertanian ke Pertokoan/Perkantoran Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Penggunaan lahan non pertanian selain industri adalah pertokoan/perkantoran atau kawasan komersial. Pergeseran lahan pertanian menjadi kawasan komersial ini juga diprediksikan oleh masyarakat sekitar akan terjadi. Lahan pertanian yang berada di sepanjang jalur pergerakan komoditas hasil pusat-pusat ekonomi akan berubah menjadi fasilitas-fasilitas komersial.
Seperti halnya kekhawatiran masyarakat terhadap perubahan kawasan pertanian ke kawasan industri, perubahan ini bisa memberikan dampak menurunnya produksi hasil pertanian. Sebagai perbandingan, penelitian yang dilakukan di Tangerang membuktikan bahwa konversi lahan pertanian mengakibatkan kerugian sebesar 3 milliar rupiah selama sepuluh tahun karena hilangnya infrastruktur irigasi teknis (Tokuasa 2010). Hal ini harus menjadi perhatian pemangku kebijakan terkait lahan pertanian di wilayah Banten yang merupakan salah satu kegiatan basis bagi sebagian besar penduduknya (Hendriana 2003). Serta lahan pertanian Kabupaten Lampung Selatan yang menjadi sektor utama dalam dalam perekonomian Provinsi Lampung. Masyarakat melihat bahwa kebutuhan akan lahan permukiman cukup tinggi setelah dibangunnya Jembatan Selat Sunda. Perubahan tersebut lebih dominan di Banten dikarenakan Kabupaten Serang dan Kota Cilegon merupakan wilayah industri sehingga menarik pekerja-pekerja untuk bermukim di sekitar kawasan industri. Hal tersebut perlu menjadi perhatian bahwa pembangunan
Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Selain berdampak pada peningkatan akses, pembangunan JSS yang merupakan timbulan fasilitas baru, akan memicu pembangunan fasilitas lainnya untuk menunjang keberlanjutan JSS ini. Pembangunan prasarana dan sarana tersebut akan menarik pertambahan penduduk di lokasi studi, karena kecenderungan masyarakat mencari tempat tinggal dengan prasarana yang memadai. Bertambahnya penduduk akan berdampak pada kebutuhan ruang yang lebih banyak terhadap permukiman, sehingga memicu perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke permukiman. Perubahan penggunaan lahan karena adanya sarana dan prasarana dibuktikan juga dalam penelitian Hartanto (2014) yang menyatakan bahwa variabel yang mempengaruhi perubahan guna lahan adalah aksesibilitas, sarana dan prasarana, dan jumlah penduduk. Hal ini juga diprediksi masyarakat di wilayah studi akan meningkatkan perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi kawasan permukiman.
Kekhawatiran masyarakat akan perubahan lahan pertanian ke non pertanian ini bukan tidak mungkin terjadi jika tidak diantisipasi sebelumnya. Perubahan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah karena hal ini memicu pengurangan produksi pertanian di wilayah studi. Jika hal tersebut terjadi secara masive maka perubahan ini dapat mengakibatkan dampak negatif, seperti pendapat Sumaryanto dan Sudaryanto (2005) dalam Hidayat (2012) bahwa perubahan lahan pertanian ke non pertanian dapat mengakibatkan degradasi daya dukung ketahanan pangan nasional, pemubaziran investasi yang telah ditanamkan untuk lahan pertanian misalnya saja jaringan irigasi teknis yang telah dibangun dibongkar karena
137
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
perubahan fungsi lahanya, selain itu juga dampak lainnya yaitu secara ekonomi terjadi perubahan mata pencaharian penduduk (Hidayat dkk 2012) dan secara sosial dapat juga merubah tatanan sosial budaya masyarakat setempat. Terlebih lagi menurut Najid dkk (2014) telah terjadi penyusutan luasan areal sawah potensial dengan irigasi di Banten dan jalur Pantura yang diduga mencapai 60.000 ha/ tahun. Antisipasi perlu dilakukan untuk kawasan yang memang diperuntukan sebagai kawasan pertanian. Peruntukan lahan di Kota Cilegon sesuai RTRW memang diprioritaskan untuk kawasan industri, namun di Kabupaten Serang sektor ekonomi yang diunggulkan selain industri adalah pertanian. Sehingga perlu adanya antisipasi agar kawasan yang memang diperuntukan sebagai kawasan pertanian di Serang tidak beralih fungsi.
Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian ini juga telah diprediksikan dalam kajian dampak pembangunan jembatan selat sunda dengan model spasial dinamis yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG 2014). Menurut BIG, pembangunan JSS memiliki implikasi pada percepakan konversi lahan sawah menjadi lahan terbangun yang mengakibatkan pada pengurangan produksi padi dan hilangnya mata pencaharian petani. Selain itu penelitian lain juga menemukan bahwa konversi lahan pertanian di Serang pada umumnya terjadi di lahan pertanian subur dan memiliki saluran irigasi teknis yang baik dirubah menjadi permukiman, industri dan infrastruktur (Suprajaka 2012). Kecenderungan kekhawatiran akan perubahan lahan pertanian ke non pertanian terjadi pada semua elemen mayarakat dari berbagai latar belakang profesi, meskipun dapat dipastikan dampak yang tidak baik secara ekonomi hanya akan dialami oleh masyarakat petani. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara tim surveyor yang mendapatkan informasi bahwa sebagian tanah di wilayah studi Sawah/Ladang ke Permukiman
100% 80% Rendah
60%
Sedang
40%
Tinggi
20%
Tidak tahu
0% Petani
Nelayan Pedagang Buruh
Pegawai
Gambar 6. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Sawah/ Ladang ke Pertokoan/Perkantoran Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Banten
Lampung
Gambar 7. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Permukiman ke Industri Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
telah dikuasai oleh pihak lain selain penduduk lokal. Hal ini menunjukan bahwa seluruh lapisan masyarakat memprediksi akan terjadi pergeseran pertanian ke non pertanian pasca pembangunan JSS.
Selain lahan pertanian, masyarakat juga menilai akan terjadi perubahan tata guna lahan dari permukiman ke peruntukan lain. Salah satunya adalah permukiman ke industri, namun masyarakat buruh dan petani, menganggap perubahan ini relatif rendah.
Petani baik di Banten maupun di Lampung menilai tidak akan banyak perubahan penggunaan Permukiman ke Industri
100%
100%
80%
80% 60% 40% 20%
Rendah
60%
Sedang
40%
Tinggi
20%
Tidak tahu
0% Petani
Nelayan Pedagang Buruh
Pegawai
Gambar 5. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Sawah/ Ladang ke Permukiman Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
138
Sawah/Ladang ke Pertokoan / Perkantoran
Rendah Sedang Tinggi Tidak tahu
0% Petani
Nelayan Pedagang Buruh
Pegawai
Gambar 8. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Permukiman ke Industri berdasarkan Mata Pencaharian Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Pembangunan Jembatan Selat Sunda Dwi Rini Hartati dan Wirawan Widiyanto Permukiman ke Pertokoan
Permukiman ke Pertokoan
100%
100%
80%
80% Rendah
60%
Sedang
40%
Tinggi
20%
Tidak tahu
0% Petani
Nelayan Pedagang
Buruh
Pegawai
Rendah
60%
Sedang
40%
Tinggi
20%
Tidak tahu
0% Petani
Nelayan Pedagang
Buruh
Pegawai
Gambar 9. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Permukiman ke Industri di Banten berdasarkan Mata Pencaharian
Gambar 11. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Permukiman ke Pertokoan/Perkantoran berdasarkan Mata Pencaharian
lahan dari permukiman ke industri. Hal tersebut dapat dipicu karena masyarakat petani lebih khawatir akan terjadi konversi lahan pertanian mereka ke industri maupun ke penggunaan lahan yang lain.
Peningkatan jumlah perusahaan tersebut akan menjadi daya tarik bagi pekerja baik dari dalam maupun luar daerah (Bambang DS dan Billy Tejaarief 2011).
Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Masyarakat nelayan menganggap perubahan permukiman ke industri tinggi, walaupun perubahan ini tidak secara langsung mempengaruhi mata pencaharian mereka, namun perlu juga diwaspadai adanya dampak perubahan ini terhadap masyarakat nelayan, terlebih jika hal ini terjadi ada
Banten
Lampung
Gambar 10. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Permukiman ke Pertokoan/Perkantoran Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
permukiman nelayan, maka perlu juga diwaspadai terjadinya kehilangan mata pencaharian masyarakat nelayan. Namun masyarakat nelayan di Lampung tidak terlalu mengkhawatirkan adanya perubahan tersebut.
Perubahan tata guna lahan dari permukiman ke pertokoan dan perkantoran di lihat tidak signifikan. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan akan lahan permukiman terus meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan peningkatan aktifitas ekonomi di kawasan kaki Jembatan Selat Sunda, permintaan akan permukiman untuk para pelaku ekonomi juga akan meningkat. Keberadaan perusahaanperusahaan atau industri juga menjadi daya tarik bagi tenaga kerja untuk membangun permukiman.
Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Perubahan tata guna lahan dari permukiman ke pertokoan/perkantoran (kawasan komersil) di Banten lebih dikhawatirkan oleh nelayan. Kekhawatiran tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan di Jembatan Suramadu yang membuktikan bahwa pembangunan jembatan Suramadu menimbulkan dampak negatif pada masyarakat nelayan (Septanti dan Setyawan 2007). Menurut Septanti dan Setyawan, pembangunan Jembatan Suramadu mempengaruhi penurunan income masyarakat nelayan karena berkurangnya populasi ikan dan kerang. Hal ini dapat juga terjadi pada pembangunan JSS. Kemungkinan terjadinya konversi mata pencaharian nelayan karena perubahan permukiman nelayan menjadi kawasan komersil didukung karena berkurangnya income nelayan. Hal ini perlu mendapat perhatian agar dampak negatif JSS terhadap kehidupan nelayan ini tidak terjadi seperti persepsi masyarakat, maka perlu dilakukan antisipasi dini. Adanya JSS, akan berimplikasi pada pembangunan sarana dan prasarana akses. Baik akses lokal maupun akses wilayah-wilayah di sekitar JSS. Sehingga tingkat aksesibilitas di kaki JSS akan meningkat. Peningkatan aksesibilitas ini menurut Sujarto (1992) dalam Oktara (2011) akan meningkatkan nilai ekonomi suatu lahan yang akan menarik kegiatan yang menguntungkan. Sehingga sesuai dengan persepsi masyarakat, kebutuhan lahan untuk sarana yang menguntungkan tersebut akan meningkat, salah satunya adalah kawasan komersial berupa pertokoan dan perkantoran. Persepsi Perubahan Tata Guna Lahan dari Pertokoan ke Industri
Perubahan tata guna lahan dari pertokoan ke industri tidak terlalu dikhawatirkan oleh
139
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
masyarakat setempat. Hal tersebut tercermin dari pendapat mereka bahwa hal tersebut kemungkinan terjadinya rendah. Masyarakat Lampung cenderung menganggap hal tersebut rendah terjadi karena 51% responden menjawab rendah, sedangkan masyarakat Banten masih melihat kemungkinan tersebut, dibuktikan dengan jawaban Tinggi dari 27% responden. Hal tersebut karena perubahan ini
60% Rendah 40%
80% Rendah
60%
Sedang
40%
Tinggi Tidak tahu
0% Petani
Petani
Nelayan Pedagang
Buruh
Pegawai
Gambar 12. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan dari Permukiman ke Industri berdasarkan Mata Pencaharian Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
dianggap tidak terlalu berdampak secara langsung kepada masyarakat.
Elemen masyarakat yang akan mendapatkan efek paling besar terhadap perubahan tata guna lahan dari pertokoan/perkantoran ke industri adalah masyarakat pedagang dan pegawai. Namun demikian jika dilihat dari jawaban responden, masyarakat di kedua elemen ini tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut. Perlu diwaspadai
Banten
Lampung
Gambar 13. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Perluasan Perkebunan Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
adanya dampak terjadinya hal ini terhadap perdagangan penduduk lokal di calon kaki jembatan.
Sejalan dengan persepsi masyarakat terhadap perubahan lahan pertanian ke non pertanian, masyarakat menilai bahwa pembangunan JSS tidak akan mengakibatkan perluasan perkebunan. Hal tersebut dinilai sama oleh kedua wilayah studi, Banten maupun Lampung.
Pegawai
Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah Perluasan Perkebunan (Lampung)
Tidak tahu
0%
Nelayan Pedagang Buruh
Gambar 14. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Perluasan Perkebunan di Banten berdasarkan Mata Pencaharian
Tinggi
20%
140
Sedang
20%
Pertokoan / Perkantoran ke Industri
100%
Perluasan perkebunan (Banten)
80%
100% 80% Rendah
60%
Sedang
40%
Tinggi
20%
Tidak tahu
0% Petani
Nelayan Pedagang
Buruh
Pegawai
Gambar 15. Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Perluasan Perkebunan di Lampung berdasarkan Mata Pencaharian Sumber : Data advis JSS Puslitbang Sosekling 2013, diolah
Hal ini mengindikasi bahwa masyarakat tidak menilai bahwa pembangunan JSS berdampak baik bagi kehidupan pertanian atau perkebunan di kedua wilayah ini. Masyarakat petani di kedua wilayah studi cenderung memiliki pendapat yang sama, bahwa perkebunan tidak akan mengalami perluasan. Hal tersebut menguatkan kekhawatiran petani terhadap keberlanjutan mata pencaharian mereka.
Hal ini menunjukan bahwa daerah terbuka tanpa permukiman penduduk ataupun bangunan seperti perkebunan dikhawatirkan malah akan menjadi area yang berpotensi untuk berubah penggunaannya menjadi penggunaan lain yang lebih komersial. Seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiadi (2007) bahwa semakin rendahnya kepadatan penduduk, maka perubahan terhadap penggunaan lahan akan semakin besar KESIMPULAN
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa masyarakat berpersepsi akan terjadi perubahan tata guna lahan setelah dibangunnya Jembatan Selat Sunda. Masyarakat di Banten dan Lampung memprediksikan akan terjadi perubahan tata guna lahan dari pertanian ke non pertanian yang
Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Pembangunan Jembatan Selat Sunda Dwi Rini Hartati dan Wirawan Widiyanto cukup signifikan. 50 persen responden menganggap akan terjadi pertumbuhan permukiman akibat pembangunan JSS, begitu juga pertumbuhan industri dan kawasan komersial berupa pertokoan dan perkantoran. Pertumbuhan pertokoan dan industri dianggap oleh masyarakat tidak mengambil lahan pertanian namun juga lahan permukiman. Namun demikian, seperti yang dibuktikan oleh Setiadi (2007) bahwa lahan terbuka lebih berpotensi untuk berubah menjadi kawasan komersial daripada permukiman, responden juga menilai perubahan pertanian ke kawasan komersial lebih tinggi kemungkinannya daripada permukiman ke kawasan komersial.
Perubahan lahan pertanian ke non pertanian di rencana kaki JSS perlu mendapatkan perhatian. Sesuai dengan berbagai penelitian lain bahwa terbangunnya sarana dan prasarana aksesibilitas akan menjadi daya tarik tersendiri baik kepada investor penanam modal maupun penduduk. Pertumbuhan kegiatan ekonomi non pertanian dan pertumbuhan permukiman merupakan hal yang perlu dikendalikan sesuai dengan RTRW masingmasing wilayah. Pembangunan JSS akan menjadi triger terhadap perubahan lahan terbuka menjadi bangunan, yang jika tidak dikendalikan sesuai dengan fungsi lahannya akan menimbulkan dampak negatif. Perubahan lahan yang berfungsi sebagai lahan pertanian ke non pertanian akan mempengaruhi hasil pertanian yang akan mengganggu kestabilan penyediaan bahan pangan nasional. Perubahan penggunaan lahan ini secara langsung juga akan berpengaruh terhadap mata pencaharian masyarakat setempat. Perubahan lahan pertanian ke non pertanian akan mengancam mata pencaharian petani. Tergusurnya permukiman nelayan, akan berpengaruh terhadap mata pencaharian nelayan itu sendiri. Berkurangnya perkebunan juga akan berakibat kepada mata pencaharian pekerjanya. Sumber daya manusia yang saat ini menekuni mata pencaharian mereka belum tentu memiliki kapabilitas untuk menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan tersebut, sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi timbulnya pengangguran. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah terjadinya perubahan tatanan hidup yang mungkin akan mengikuti perubahan penggunaan lahan yang drastis akibat pembangunan JSS. UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Tim Advis Jembatan Selat Sunda Puslitbang Sosekling 2014 Enfy DIana Dewi, Andi Suriadi, Masmian Mahida, Aldina Rani Lestari dan Tim PIPM UGM atas ijinnya dalam menggunakan data untuk tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA Anugerah K Fanny. 2005. Analisis Faktor- F a k t o r yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bambang DS dan Billy Tejaarief. 2011. Studi Zonasi dan Kontribusi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Rencana Lokasi Pembangunan Jembatan Selat Sunda di Provinsi Banten. Prosiding SnaPP2011 Sains, Teknologi dan Kesehatan. 2(1) 505-514. Effendi, M. 2013. Dampak Pembangunan Jembatan Suramadu Terhadap Perekonomian Pulau Jawa. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang. Hadi Salehi, E., & Ramı´rez, M. T. 2003. Institutions, infrastructure, and economic growth. Journal of Development Economics 70 : 443 – 477. Hartanto, Abdul Aziz dan Wisnu Pradoto. 2014. Pengaruh Pembangunan Jalan Tol Terhadap Perubahan Pola dan Struktur Ruang Kawasan Sidomulyo Ungaran Timur. Jurnal Teknik PWK 3(4) : 729-737. Hendriana, Refi. 2003. Studi Pola Ruang Aliran Komoditas Pertanian Unggulan Antar Wilayah di Propinsi Banten. Tugas Akhir Universitas Diponegoro. Hidayat, Hadi Agung, Usamah Hanafie, Nurmelati Septiana. 2012. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani di Kelurahan Landasan Ulin Barat Kecamatan Liang Anggang Kota Banjarbaru. Jurnal Agribisnis Perdesaan 2 (2). Hidayat, S. 2012. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Fisik Analisis Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Jembatan Suramadu– Jawa Timur. Disertasi Universitas Brawijaya. Ihsannudin, A. Z. 2013. Dampak Keberadaan Jembatan Suramadu Terhadap Nilai Tanah di Wilayah Kaki Jembatan Sisi Madura. Agriekonomika 2 (1) : 2. Kustiwan, Iwan. 1997. Permasalahan Konversi Lahan Pertanian dan Implikasinya Terhadap Penataan Ruang Wilayah Studi Kasus Wilayah Pantura Jawa Barat. Jurnal PWK 8(1) : 49-60. Oktara, R. 2011. Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Solok Provinsi Sumatera Barat. Tesis Program Magister Ilmu Lingkungan Undip. Permana, C. D. 2010. Analsisi Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Input Output. Jurnal Mamajemen dan Agribisnis 7(1). Pradhitasari, H., & Syabri, I. 2014. Analisis Dampak Rencana Investasi Jembatan Selat Sunda
141
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Terhadap Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 3 (2) : 295-304. Puslitbang Sosekling. 2013. Dampak Pembangunan JSS Terhadap Pilihan Moda Transportasi Masyarakat Lokal. Jakarta: Puslitbang Sosekling. Seldadyo, Harry. 2009. Pemekaran Daerah dan Kesejahteraan Rakyat: Mencari Jalan lternatif. UNDP-BAPPENAS. ISBN: 978-979-17554-2-9. Septanti, D., dan Setyawan, W. 2007. Dampak Pembangunan Jembatan Suramadu terhadap Permukiman Nelayan di Kawasan Sekitar Kaki Suramadu Surabaya (Studi Kasus : Permukiman Nelayan di Sekitar Kaki Suramadu Surabaya). Laporan Akhir ITS. Setiadi, Y. 2007. Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta. Tugas Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Undip. Suparjo. 2012. Perubahan Penggunaan Tanah (Sebagai Kajian Hukum Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda. Prosiding Konferensi Nasional Infrastruktur Dampak Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur bagi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Menyongsong Pembangunan Selat Sunda DRPM UI . Suprajaka dan Magista Dana Fitria. 2012. Analisis Dinamika Pemanfaatan Lahan Pertanian di Kota dan Kabupaten Serang (Studi Kasus: Kecamatan Kramatwatu, Kasemen, Dan Pontang). Jurnal Planesa 3 (1). Suriadi Andi, Masmian Mahida, Aldina Rani Lestari. 2015. Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda. Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum (7) 1. Syahbuddin Haris. 2005. Jangan Lupa Swasembada Pangan. Inovasi 4(XVII) : 2-7. Tamin, M. D., dan Frazila, I. R. 1997. Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan - S i s t e m Transportasi dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 8(3):34. Widayati, R. 2010. Formulasi Model Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Angkutan Kota di Kota Depok. Jurnal Tata Guna Lahan. Yanti, A. T. 2013. Dampak Kebijakan Pembangunan Jembatan Suramadu Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Dalam Pengembangan Wilayah Jembatan Suramadu (Studi Di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan). Jurnal Administrasi Publik 1 (2) :
142
147-154.
BIG. 2014. Model Spasial dinamis Untuk Menganalisis Kajian Dampak Pembangunan Jembatan Selat sunda. http://www.bakosurtanal.go.id/ berita-surta/show/big-sajikan-\modelspasial-dinamis-untuk-menganalisis-kajiandampak-pembangunan-jembatan-selatsunda (Diakses 31/03/2014).
