[126] Semangat Juang di Tengah Kekurangan Monday, 19 May 2014 22:58
Surya bin Apin
Pedagang Cilok Keliling
Bila saja pembawa acara tidak menyebut biografinya, pasti sekitar 1.500 peserta yang hadir tidak menyangka Surya bin Apin adalah seorang pedagang cilok (aci dicolok) yang sekolah di SD pun tidak tamat. Pasalnya, perkataan dari lisannya mengalir dengan lugas menyatakan, demokrasi sebagai biang masalah di negeri ini.
“Ingatlah bahwa demokrasi tidak akan pernah bertahan lama. Ia akan segera dibuang, kehilangan kekuatan, dan akan menghabisi dirinya sendiri. Tidak akan pernah ada sebuah sistem demokrasi yang tidak menghabisi dirinya sendiri,” ungkapnya mengutip John Adams, Presiden Amerika Serikat kedua, yang kemudian disambut takbir hadirin Daurah Akbar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jakarta, Ahad (30/3) di GOR Jakarta Timur.
Meski demikian, memang lelaki yang mengenakan kaus berkerah dan tas pinggang kerap menundukkan pandangan, mungkin itu sebagai cara dirinya menghilangkan demam panggung. Ia pun mengajak peserta daurah untuk meninggalkan demokrasi kemudian turut berjuang menegakkan syariah dan khilafah.
Dan tentu saja, ini bagian yang tak kalah menariknya, ia pun menceritakan perjalanan hidupnya sehingga bertemu, bergabung dan turut berjuang dengan Hizbut Tahrir untuk menegakkan khilafah.
Imam Mahdi
1/5
[126] Semangat Juang di Tengah Kekurangan Monday, 19 May 2014 22:58
Sejak usia 6 tahun lelaki kelahiran Desa Gembongan Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat menjadi kuli panggul bawang di pasar. Di samping itu, ia pun kerja serabutan di Cirebon hingga usianya 16 tahun. Sempat sih sekolah, namun sampai kelas dua SD.
Karena perekonomian tidak membaik, pada 1984 mencoba mengadu nasib ke Jakarta sebagai pedagang asongan di berbagai perempatan jalan di Cililitan. Dua tahun kemudian, ia pun mengikuti berbagai pengajian dari berbagai ustadz dan habib di mushala dan masjid di bilangan Cililitan.
Sambil berjualan ia mengamati berbagai orang dan membaca berbagai koran dan majalah. Di samping hidupnya secara ekonomi bermasalah, ia pun menemukan berbagai masalah yang dihadapi banyak orang. Ia pun mempertanyakan apa akar permasalahannya dan bagaimana solusinya.
Ustadz-ustadz dan habib-habib yang ditanya jawabannya relatif seragam; penyebabnya kaum Muslimin terpecah. Solusinya nanti juga kaum Muslimin akan bersatu. Ketika waktunya nanti, Imam Mahdi akan memberantas kemungkaran dan menyatukan kaum Muslimin.
Tetapi sampai sekarang habibnya tidak memahami seperti apa sosok Imam Mahdi itu. Apakah ia seorang diri atau berkelompok serta bagaimana cara Imam Mahdi menyatukan kaum Muslimin.
“Kalau seorang diri berarti kehebatannya melebihi Rasulullah SAW ya? Bahkan ada habib dari Syiah yang mengatakan Imam Mahdi sudah lahir tetapi keberadaannya dirahasiakan oleh Allah. Saya pikir kok aneh ya?” ungkapnya.
Bertemu HTI
Kepada Media Umat, ia mengaku pertama kali mendengar kata “Hizbut Tahrir” tahun 2001 saat
2/5
[126] Semangat Juang di Tengah Kekurangan Monday, 19 May 2014 22:58
melihat majalah Sabili yang memuat wawancara Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto. Hanya saja ia belum sempat membaca isi wawancara tersebut.
Lima tahun kemudian, tepatnya pada 2006, ia baru mendengar lagi kata Hizbut Tahrir ketika melihat berbagai publikasi MUI dan 49 Ormas Islam termasuk HTI menuntut RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi.
Meski pun tidak tergabung ke dalam ormas mana pun Surya dan para pedangan lainnya tergerak untuk menyukseskan aksi di Bundaran Hotel Indonesia tersebut. “Di situ saya baru melihat Ustadz Ismail Yusanto secara langsung,” ujarnya.
Setelah membaca publikasi di 2007, ia juga dengan sukarela meninggalkan dagangannya dan turun ke jalan bersama puluhan ormas tersebut menuntut pembubaran aliran sesat Ahmadiyah.
“Lalu saya mikir, agar kekuatan ormas bertambah, harus banyak pengikutnya, harusnya saya masuk salah satu ormas. Terus ormas apa yang kira-kira mau mempersatukan Muslim dari seluruh dunia?” ujarnya dalam hati.
Pada 2008, ia diminta menjadi penjaga kebersihan di Mushala al Hikmah Asrama Bekangdam Cililitan. Karena sering melihat ada para pemuda berkumpul di mushala tersebut, suatu hari ia memberanikan diri turut nimbrung.
“Saya ikut duduk deh memberanikan diri, ini dari ormas mana, kok yang dibahasnya khilafah lagi, khilafah lagi. Saya belum pernah dengar sebelumnya walau pun saya Muslim,” ujarnya belakangan dia tahu ternyata itu Hizbut Tahrir.
Salah seorang dari mereka Abu Ismail namanya, anak seorang tentara di Bekangdam mengajaknya turut pembinaan intensif, ia pun langsung mengiyakan.
Meski sudah ikut kajian rutin beberapa kali namun Surya belum ngeh Hizbut Tahrir akan
3/5
[126] Semangat Juang di Tengah Kekurangan Monday, 19 May 2014 22:58
menyatukan kaum Muslim. Barulah pada September 2008, ketika daurah di Kelurahan Makassar yang diisi oleh Ustadz Abu Hanifah ia menyadari HTI lah sebenarnya ormas yang dicarinya.
“Di situ ada tayangan Hizbut Tahrir di berbagai negara di dunia yang ingin menyatukan kaum Muslim dalam negara khilafah. Wah jangan-jangan ini ya ormas yang saya cari,” ungkapnya.
Dan ternyata benar, HTI lah yang dicarinya. “Karena HT tidak mempermasalahkan antar mazhab mau Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi, mau Wahabi atau lainnya boleh yang penting patokannya Alquran dan Sunnah dan semua berjuang untuk menegakkan khilafah,” ungkapnya.
Maka, sejak 2009, ia pun dengan senang hati dibina HTI Cililitan. “Hizbut Tahrir misinya pas, misi yang saya cari-cari. Hizbut Tahrir berupaya membebaskan kaum Muslim dari penjajahan kaum kafir dan menyatukannya dalam naungan khilafah,” tegasnya.
Giat Berdakwah
Pasca lebaran 2013, ia pun berhenti berdagang asongan yang sudah digelutinya selama 29 tahun. Beralih profesi menjadi tukang cilok, salah satu jajanan khas Sunda; mirip bakso yang terbuat dari tepung tapioka dan berbumbu kacang.
Pagi hari, sepulang dari pasar membeli bahan baku dagangannya, Surya pun membuat adonan hingga menjadi cilok. Beres jam 14.30 WIB. “Karena semua dikerjakan sendiri, sekitar 300 butir maksimal yang saya buat,” ungkapnya.
Kemudian, keliling dari Kelurahan Kebon Pala sampai Cawang hingga habis atau sampai Isya’. Nah, di sela-sela jualan tersebut, kerap ia mengajak diskusi terkait penegakan Islam kaffah kepada pembeli mau pun sesama pedagang.
Tempat yang jadi favorit adalah di tempat mangkalnya penjual es kelapa muda, sambil melepas
4/5
[126] Semangat Juang di Tengah Kekurangan Monday, 19 May 2014 22:58
lelah, diskusi deh. Kadang dengan tukang buah, dengan mandor, dengan orang Kristen Manado, Kristen Batak, tukang asongan, tukang es kelapa, tukang ojek dan lainnya.
Teman-temannya sering didakwahi, ada yang nolak, ada yang menerima, ada yang baru disampaikan langsung mau ikut daurah. “Ada yang tahu betul tujuan HT tapi tidak mau ikut karena takut rugi dagangannya. Kalau ekonomi dijadikan alasan terus, kapan bisa bersatunya?” ungkap Surya.
Setiap Kamis ba’da Isya’, jadwal pembinaan rutin dengan Hizbut Tahrir. Namun sejak berjualan cilok, karena sudah beraktifitas sehari penuh, ia pun merasa ngantuk. Solusinya? Setiap Kamis ia libur berdagang! Agar malamnya bisa mengupdate pemahaman Islam dengan keadaan segar.
Karena ideologi Islam sudah menyatu dalam darah dan tubuhnya, hari libur itu ia gunakan untuk membagikan tabloid Media Umat ke para khatib Jumat yang ia kenal di sekitar Cililitan. “Kalau dagangan rame saya bisa beli MU lima kadang sampai 10 untuk dibagikan ke khatib Jumat,” ungkapnya.
Di samping itu mereka pun kerap diundang Surya ke acara HTI namun sebanyak itu pula menolak ajakannya. “Bilang iya, iya pas waktunya tapi tidak datang,” keluhnya.
Ada yang tegas menolak dengan alasan sang ustadz adalah termasuk golongan Ahlul Sunnah wal Jamaah. “Memang kalau mengikuti acara yang digagas Hizbut Tahrir tidak boleh menjadi paham Ahlul Sunnah wal Jamaah? Kan boleh. Kalau ormas itu bebas, mazhabnya apa saja,” ujarnya. Mendengar itu si ustadz pun diam saja.
Surya mengaku meski jauh lebih banyak orang yang menolak ajakannya untuk berjuang menegakkan syariah dan khilafah ia tidak patah semangat. “Karena ini adalah amanah, meski saya tidak diamanahi (oleh pembina saya, red) karena sudah paham saya tetap akan melakukan ini,” pungkasnya.[] joko prasetyo
5/5