Topik Utama SURVEI LAMPU SWA-BALAST YANG MEMENUHI PERSYARATAN LABEL HEMAT ENERGI DAN IDENTIFIKASI KEBIJAKAN PENDUKUNG M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
[email protected]
SARI Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2011 telah mensyaratkan lampu swa-balast yang beredar di pasar harus membubuhkan label tanda hemat energi. Namun hingga 1 tahun lebih pelaksanaannya, belum ada produsen dan distributor yang melaksanakan peraturan tersebut. Survei seberapa banyak jenis lampu swa-balast yang memenuhi persyaratan perlu dilakukan untuk mengevaluasi apakah persyaratan yang ditetapkan memang sulit untuk dipenuhi oleh lampu yang ada dipasaran. Ruang lingkup survei meliputi pengambilan sampel lampu di pasar DKI Jakarta sekaligus melakukan pengujian di laboratorium P3TKEBTKE. Dari 78 jenis lampu yang diuji, 29% lampu tidak memenuhi nilai lumen minimum yang dipersyaratkan (tidak mendapatkan bintang), sedangkan lampu yang mendapatkan bintang 1 dan 2 masing-masing 8%, lampu dengan bintang 3 sebanyak 18% dan lampu dengan bintang 4 sebanyak 37%. Hal ini membuktikan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah dapat dipenuhi sebagian besar produsen/ distributor lampu sekaligus menyaring lampu yang tidak hemat energi. Untuk lebih mendorong produsen/ distributor melakukan labelisasi sekaligus memproduksi/ menjual lampu dengan bintang 4, pemerintah perlu menginstruksikan setiap kementerian/lembaga, pemerintah daerah serta badan usaha milik negara dan daerah untuk hanya menggunakan lampu bintang 4. Cara lain adalah dengan memberikan fasilitas kredit lampu bintang 4 dengan skema misalnya PLN menjual lampu tersebut dan pembayarannya boleh di-angsur dalam tagihan listrik. Kesimpulan lain yang menarik dari hasil pengujian adalah program labelisasi berpotensi untuk tidak efektif dalam melakukan penghematan energi. Walaupun konsumen membeli lampu swa-balast 9W bintang 4 dibandingkan lampu swa-balast 9W bintang 1 namun kedua lampu mengkonsumsi daya yang sama yaitu 9W. Masyarakat perlu informasi tambahan mengenai kategori peruntukkan lampu berdasarkan daya dan bintang ataup informasi ekuivalensi daya lampu dan bintang. Kata kunci : ekuivalensi daya, fasilitas kredit, label hemat energi, lampu swabalast
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem penerangan merupakan kebutuhan listrik paling mendasar baik itu masyarakat yang
70
belum tersambung maupun yang sudah tersambung listrik. Sebagai sumber penerangan, lampu membantu masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya dimalam hari. Namun karena sifatnya tersebut, lampu berkontribusi terhadap lonjakan beban di malam hari
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama khususnya pada jam 17.00 WIB - 23.00 WIB atau yangbiasa disebut sebagai waktu beban puncak (WBP).
beban di WBP dan LWBP, investasi pembangkit listrik baru di WBP jelas bukan pilihan investasi yang menarik bagi investor.
Dampak WBP pada ketahanan energi dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Beban listrik terendah (beban dasar) terjadi pada jam 04.00 WIB dan kemudian mulai naik pada pukul 05.00 - 06.00 WIB yaitu saat masyarakat mulai menjalankan aktivitas di pagi hari. Beban kemudian turun pada pukul 06.00 - 07.00 WIB yang diperkirakan akibat masyarakat sedang dalam perjalanan menuju kantor. Saat aktivitas kantor dimulai pada pukul 08.00 WIB beban listrik mulai naik dan akan turun kembali pada saat jam pulang kantor yaitu 16.00 - 17.00 WIB dengan sedikit penurunan di jam istirahat yaitu pukul 12.00 - 13.00 WIB. Pada saat WBP, masyarakat yang telah tiba di rumah mulai menyalakan lampu, TV, AC dan peralatan elektronik lain yang membutuhkan tambahan suplai listrik baru sebesar 3.850 MW atau 32% dari beban luar WBP (LWBP). Tambahan suplai listrik di WBP berarti investasi pembangkit baru namun investasi tersebut hanya digunakan selama 6 jam/hari. Dengan harga listrik yang sama antara
Walau tidak seluruhnya WBP disebabkan oleh pemakaian lampu, namun efisiensi penggunaan lampu merupakan prioritas utama. Pemerintah telah menetapkan lampu sebagai produk pemanfaat tenaga listrik pertama yang diterapkan labelisasi tanda hemat energi melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2011 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swa-balast. Peraturan tersebut telah mewajibkan seluruh lampu swa-balast yang beredar di dalam negeri untuk melakukan labelisasi paling lambat Oktober 2011 namun hingga saat ini pelaksanaannya belum berjalan. Kajian ini bertujuan untuk melakukan survei apakah mayoritas lampu swa-balast yang beredar dipasar belum mampu memenuhi persyaratan tingkat hemat energi yang ditetapkan sehingga produsen/ distributor enggan melakukan labelisasi. Survei meliputi pengambilan sampel lampu secara acak di
Gambar 1. Pola beban sistem Jawa Madura Bali (JAMALI) tanggal 8 April 2012 (Sumber: http://p3bjawabali.pln.co.id, diunduh pada tanggal 9 April 2012)
Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan ..... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia
71
Topik Utama pasar yang ada di Jakarta sekaligus mengujinya pada laboratorium P3TKEBTKE. Hasil survei kemudian menjadi dasar dalam identifikasi kebijakan yang diperlukan agar produsen/ distributor mau segera melakukan labelisasi sekaligus memproduksi/ mendistribusikan lampu bintang 4. 1.2. Dasar Hukum a. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi; Pasal 25 ayat 3: Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. b. Undang-Undang No. 5/1984 Tentang Perindustrian; Pasal 9 butir 4: Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhatikan pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam. c. PP 70/2009 Tentang Konservasi Energi; Pasal 4 : Pemerintah bertanggung jawab secara nasional untuk merumuskan dan
menetapkan kebijakan, strategi dan program konservasi energi. Pasal 7: Pengusaha bertanggung jawab menghasilkan produk dan/atau jasa yang hemat energi. d. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pasal 105 Ayat (2) :Konsep pengadaan ramah lingkungan dapat diterapkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian lingkungan hidup. e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya MineralNomor 06 Tahun 2011 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swa-balast.
2. JENIS LAMPU DAN METODA UJI 2.1. Jenis Lampu Kesadaran masyarakat untuk menggunakan lampu yang hemat energi sebenarnya telah membaik seiring turunnya harga lampu hemat energi. Pada Gambar 2, permintaan lampu pijar terus menurun dari 150 juta lampu di 2002
Gambar 2. Penjualan lampu di dalam negeri (Sumber: Apperlindo)
72
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama menjadi hanya 48 juta lampu di 2012. Masyarakat telah beralih ke lampu swa-balast yang mengalami kenaikan permintaan signifikan dari 49 juta lampu di 2002 menjadi 250 juta lampu lebih di 2011. Permintaan lampu neon, yang umumnya berasal dari perkantoran, tetap naik secara perlahan. Tingkat hemat energi sebuah lampu dinyatakan dalam satuan efikasi yang merupakan rasio antara kuat cahaya (luminous flux) yang mempunyai satuan lumen dengan pemakaian energi listrik yang dinyatakan dalam satuan watt. Tingkat efikasi lampu yang beredar dipasar terus meningkat seiring perkembangan teknologi lampu. Beberapa teknologi lampu yang masih beredar dapat dibandingkan pada Tabel 1. a. Lampu pijar (incandescent). Lampu jenis ini merupakan bola lampu edison yang paling tradisional. Lampu ini mengeluarkan cahaya dalam spektrum yang luas dan hangat, namun hampir 90% daya yang dikonsumsi dirubah menjadi panas dibandingkan cahaya. b. Lampu halogen. Halogen merupakan jenis lain dari lampu pijar namun mempunyai color rendering yang lebih baik sehingga biasanya digunakan sebagai
pencahayaan pada pekerjaan yang membutuhkan detil tinggi. Efikasi lampu halogen pun lebih baik khususnya pada jenis MR16 yang telah dilengkapi dengan reflektor cahaya. c. Lampu light emitting diodes (LEDs). LEDs merupakan teknologi yang sedang berkembang sehingga harganya masih mahal. Namun, hal tersebut terkompensasi oleh usia yang lama, efikasi yang tinggi, lebih ramah lingkungan, dan color rendering yang baik. d. Lampu neon/ fluorescent tube. Prinsip kerja lampu jenis ini adalah cahaya ultraviolet dihasilkan dan dirubah ke cahaya tampak melalui lapisan fosfor pada tabung kaca. Lampu neon mempunyai usia 4 - 5 kali dibandingkan lampu pijar. Teknologi terbaru dari jenis lampu ini memperbaiki kedipan cahaya (flicker) sehingga color rendering-nya sebaik lampu pijar. Mengingat lampu fluorescent mengandung merkuri dan gas lain, diperlukan penanganan khusus dalam pembuangannya. e. Lampu swa-balast/ compact fluorescent (CFL). Permintaan lampu jenis ini sedang berkembang, sebagaimana pada Gambar 2, karena pemakaian energinya yang lebih
Tabel 1. Karakteristik tiap jenis lampu Jenis Incandescent Halogen LED Fluorescent CFL MV MH HPS – SON LPS – SOX
Range 8 – 18 18 – 24
Efikasi Rata-rata 14 20
Color Rendering Index Sangat baik Sangat baik
1.000 2.000 – 4.000
46 – 60 40 – 70 25 – 50 70 – 115 75 – 130 130 – 185
50 60 37 92 102 157
Cukup Baik Baik Cukup Cukup Baik Cukup Tidak Baik
6.000 – 20.000 8.000 – 10.000 5.000 6.000 – 20.000 10.000 – 24.000 10.000 – 24.000
Usia (jam)
Catatan : Color rendering index (CRI) adalah satuan tingkat kesamaan warna permukaan yang terkena warna sumber cahaya dengan warna permukaan acuan. Semakin baik CRI maka semakin sama dengan warna sesungguhnya.
Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan ..... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia
73
Topik Utama sedikit daripada lampu pijar, usia yang 8 kali lebih lama dan kualitas cahaya yang baik. Akan tetapi, perkembangan tersebut terhambat oleh isu lingkungan mengenai jumlah merkuri yang dikandungnya dan limbah ballast yang menjadi satu dengan lampu. f.
Lampu CFL tanpa ballast. Akibat kritik limbah ballast pada CFL yang seharusnya dapat digunakan kembali maka kemudian muncul teknologi CFL tanpa ballast. Pada saat lampu CFL mati, maka cukup lampu saja yang dibuang sedangkan ballast-nya dapat dipakai berulang kali.Ballast tersebut dapat dipakai pada berbagai daya lampu dan dapat di redupkan (dimming). Dengan kelebihannya tersebut, lampu jenis mempunyai efikasi dan usia lebih baik dengan lampu swa-balast.
g. Lampu High Intensity Discharge (HID). Lampu jenis ini menggabungkan electric arc dan gas sehingga dalam kemasan yang kecil mampu menghasilkan jumlah cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan lampu pijar dan fluorescent. Lampu jenis HID biasa digunakan pada luas area yang luas dan membutuhkan efikasi dan usia yang lama. Kelemahan umum dari jenis lampu ini adalah memerlukan ballast tambahan dan waktu start-up selama beberapa menit untuk mencapai pencahayaan penuh. Jenis utama dari lampu HID adalah mercury vapour (MV), metal halide (MH) dan high pressure sodium (HPS). 1) Lampu Mercury Vapor (MV). MV mempunyai efikasi 3 kali lebih baik dan usia yang lebih lama dibandingkan lampu pijar namun lebih boros energi dibandingkan lampu fluorescent. Kelemahan lain adalah color rendering yang rendah, memerlukan waktu startup hingga 5 menit, pemeliharaan lumen yang rendah dan sensitif terhadap perubahan tegangan. 2) Lampu Metal Halide (MH). Lampu metal halide yang dilengkapi dengan tabung filamen mempunyai color rendering dan efikasi yang lebih baik
74
dibandingkan MV namun usia yang lebih pendek. Limbah lampu jenis ini perlu ditangani secara khusus karena mengandung merkuri. 3) Lampu High Pressure Sodium (HPS) dan White "SON". Lampu HPS merupakan lampu HID yang paling efisien dengan usia lebih baik daripada lampu MH. Lampu jenis ini umumnya digunakan untuk penerangan jalan umum (PJU) dan lampu keamanan yang tidak membutuhkan color rendering yang baik. White "SON" merupakan salah satu jenis HPS dengan color rendering yang lebih baik namun usia dan efikasi yang lebih rendah. 4) Lampu Low Pressure Sodium (LPS). Secara komersial, lampu LPS merupakan lampu yang paling efisien walaupun usianya tidak selama HPS. Selain itu, lampu LPS dapat langsung menyala walaupun membutuhkan waktu untuk mencapai tingkat pencahayaan penuh. Kelebihan lain adalah pemeliharaan lumen yang baik, dan distribusi cahaya yang lebih merata dibandingkan lampu HID lainnya. Walaupun Permen ESDM No. 06/2011 hanya mengatur lampu swabalast CFL, namun survei pada kajian ini diperluas hingga lampu LED swabalast sebagai perbandingan efisiensi. 2.2. Metode Pengujian Pengujian tingkat hemat energi lampu compact fluorescent (CFL) menggunakan metoda SNI IEC 60969:2009 dengan alur pengujian pada Gambar 3 sementara untuk lampu LED swabalast menggunakan metoda uji IEC 62612 untuk pengujian kinerja lampu LED. Perbedaan pengujian terletak pada perlunya proses ageing selama 100 jam untuk lampu CFl sementara lampu LED tidak memerlukannya. Pada policy paper ini, karena keterbatasan waktu, pengujian hanya dilakukan pada uji daya lampu dan fluks luminous untuk mengetahui tingkat hemat energi lampu tersebut.
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama START
Persiapan: Pengkondisian alat, parameter listrik dan ruangan, dan lembar kerja Sesuai persyaratan pabrikan Uji Dimensi Lampu Uji Pemulaan dan Penyalaan
Sesuai persyaratan pabrikan
Proses pengusiaan (ageing) 100 jam dengan periode mati 8 kali dalam 24 jam selama 10 menit
Sesuai persyaratan pabrikan
Uji Daya Lampu & Fluks Luminous
Daya tidak melebihi 115% daya tertera, lumen sesuai persyaratan pabrikan
Uji pemeliharaan lumen, setelah pengoperasian 2000 jam (termasuk operasi ageing 100 jam, dengan periode mati 8 kali dalam 24 jam selama 10 menit) ukur kembali nilai lumennya
Sesuai persyaratan pabrikan
Uji usia pada 20 lampu uji (operasi penyalaan dengan periode mati 8 kali dalam 24 jam selama 10 menit) hingga 50% lampu rusak/mati
Sesuai persyaratan pabrikan
STOP
Gambar 3. Alur pengujian lampu CFL swa-balast di SNI IEC 60969:2009 Fluks luminous diukur dengan tegangan suplai sebesar tegangan tertera lampu yang dinyatakan oleh pabrikan/distributor. Apabila tegangan dinyatakan dalam bentuk range maka tegangan suplai yang diberikan adalah tegangan tengah. Jumlah sampel pengujian tiap jenis lampu sebanyak 3 buah dengan pengukuran 3 kali setiap sampel. Jenis lampu yang dimaksud adalah merk berbeda, merk sama daya berbeda, merk sama daya sama bentuk lampu berbeda ataupun merk sama daya sama bentuk lampu sama namun warna pencahayaan berbeda. Jumlah lampu yang diuji sebanyak 78 jenis
lampu dengan perincian sebagaimana pada Gambar 4. Peralatan yang digunakan dalam pengujian adalah photometer, power analyzer dan power suplai yang ada di laboratorium P3TKEBTKE Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana pada Gambar 4. Kemampuan laboratorium tersebut dalam melakukan uji kinerja lampu telah terakreditasi oleh Komiter Akreditasi Nasional (KAN) sejak 2007.
Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan ..... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia
75
Topik Utama
Gambar 4. Data jenis lampu yang diuji 3. DISKUSI KEBIJAKAN Dari 78 jenis lampu yang diuji, 29% lampu tidak memenuhi nilai lumen minimum yang dipersyaratkan dalam Permen ESDM 06/ 2011.Lampu yang tidak mendapatkan bintang tersebut terdistribusi merata di lampu 3 - 9 W (35%), 10 - 15 W (30%) dan 16 - 25 W (35%). Lampu uji yang mendapatkan bintang 1 dan 2 masing-masing 8%, lampu uji dengan bintang 3 sebanyak 18% dan lampu dengan bintang 4 sebanyak 37%. Lampu bintang 4 didominasi oleh lampu dengan daya 10-15W (41%) kemudian diikuti oleh lampu dengan daya 16 - 25 W (34%), 3 - 9 W (21%) dan 26W ke atas (3%). Selain itu, dapat disimpulkan bahwa lampu dengan daya rendah mempunyai kecenderungan mempunyai bintang yang kecil, misal dari 27 lampu dengan daya 3 - 9 W hanya 22% yang mempunyai bintang 4 sedangkan lampu dengan daya 10 15 W sebesar 48% dan lampu dengan daya 16 - 25W sebesar 40%. Upaya pemerintah dalam mendorong (push) program label hemat energi sejak 2011 belum berjalan dengan baik walaupun hanya 29% lampu yang beredar dipasar saat ini tidak memenuhi persyaratan minimum hemat energi lampu swa-balast. Tersaringnya lampu-lampu
76
tersebut dari pasar diperkirakan tidak akan banyak mempengaruhi harga lampu akibat berkurangnya suplai mengingat masih ada 71% lampu jenis lain yang dapat menggantikan. Berdasarkan fakta tersebut, pemerintah dapat terus menjalankan program label hemat energi pada lampu swa-balast melalui pengawasan lampu dipasar secara kontinyu.Namun selain itu, diperlukan strategi lain untuk mempercepat proses labelisasi sekaligus menarik produsen/ distributor dalam meningkatkan efisiensi lampu yang diproduksi/ didistribusikan. Beberapa strategi tersebut adalah : a. Penciptaan pasar produk dengan label hemat energi (pull strategy). Kurangnya kesadaran produsen dan distributor lampu untuk mengikuti program label hemat energi disebabkan oleh adanya biaya labelisasi, kekhawatiran akan berkurangnya penjualan lampu akibat tidak mendapatkan jumlah bintang yang baik dan harga lampu yang menjadi lebih mahal serta yang terutama adalah masih kurangnya kemampuan pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan program labelisasi. Pengawasan memerlukan sumber daya
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama manusia dan dana yang besar bila melihat cakupan wilayah Indonesia yang luas. Sebagai penjual yang meminimalisasi biaya, produsen/ distributor akan melihat lemahnya pengawasan tersebut untuk tidak melakukan labelisasi. Dalam game theory, produsen akan mendapatkan payoff yang lebih rendah bila mengeluarkan biaya labelisasi sementara ada produsen lain yang tidak melakukannya dan tidak mendapatkan sanksi dari pemerintah. Payoff yang optimal bagi seluruh produsen/ distributor adalah sepakat untuk tidak melakukan labelisasi karena pemerintah tidak dapat menarik lampu tanpa label karena hal itu berarti pemerintah harus menarik seluruh lampu yang beredar dipasar saat ini. Upaya untuk memberi payoff yang lebih pada para produsen/ distributor adalah dengan memberikan insentif. Insentif tidak harus berupa monetary incentive namun bisa berupa protection incentive. Insentif proteksi yang dimaksud adalah instansi pemerintah dan badan usaha milik negara/ daerah wajib menggunakan lampu dengan jumlah bintang 4. Insentif semacam ini tidak memerlukan dasar hukum baru karena setidaknya telah ada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Ayat (2) Pasal 105 menyebutkan bahwa konsep pengadaan ramah lingkungan dapat diterapkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian lingkungan hidup. Kebijakan ini akan menjadi pasar yang besar bagi produsen/ distributor mengingat saat ini jumlah kantor pemerintahan di seluruh Indonesia sebanyak 113.676 gedung dengan konsumsi listrik total 2,6 TWh di 2010 (PLN Statistics 2010, 2011). Ketika produsen/ distributor melakukan labelisasi untuk
memenuhi persyaratan tersebut, maka akan ada lampu dengan label jumlah bintang 1 dan 3 yang tidak memenuhi persyaratan pengadaan namun dapat didistribusikan ke pasar. Saat dipasar telah ada lampu dengan label hemat energi, maka pemerintah dapat dengan tegas menarik lampu yang tidak mempunyai label. Berdasarkan survei harga lampu pada Gambar 5, lampu bintang 4sebenarnya mempunyai harga yang bersaing dengan harga lampu bintang dibawahnya. Pemberianinsentif moneter, seperti pengurangan pajak penjualan, pengurangan tarif impor dan fasilitas kredit pembelian lampu bintang 4 oleh PLN, akan membuat daya tarik lampu bintang 4 lebih baik. Untuk pemberian kredit, lampu dapat dibeli pada unit layanan PLN, bank, koperasi, tempat kerja ataupun tempat lain yang sering berhubungan dengan konsumen dan kemudian konsumen kemudian mengangsur pembayarannya selama 2 - 3 bulan. Angsuran kemudian dipotong langsung setiap bulannya melalui rekening tagihan listrik ataupun pemotongan gaji.
Gambar 5. Alur pengujian lampu CFL swabalast di SNI IEC 60969:2009
Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan ..... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia
77
Topik Utama b. Penambahan informasi baru pada kemasan lampu. Permasalahan lain dari label hemat energi di lampu adalah efektivitas tanda label hemat energi dalam menurunkan pemakaian energi nasional. Misal berdasarkan hasil pengukuran, lampu X 14 W mempunyai label bintang 1 sementara lampu Y 14W mempunyai label bintang 4, maka konsumen yang sadar hemat energi akan memilih lampu Y14W. Namun, hal ini tidak menurunkan konsumsi energi konsumen sebab konsumsi daya kedua lampu tersebut sama yaitu 14W. Konsumen belum mempunyai informasi yang jelas mengenai dampak perbedaan jumlah bintang sehingga
tetap memilih lampu dengan daya 14W. Kondisi yang berbeda bila labelisasi diterapkan pada TV. Konsumsi daya tentu akan berbeda antara TV 14" bintang 4 dan TV 14" bintang 1. Pemerintah perlu mendorong produsen/ distributor untuk mencantumkan informasi peruntukkan lampu pada kemasannya. SNI 03-6197-2000 mengenai standar konservasi energi pada sistem pencahayaan telah mengatur tingkat pencahayaan standar bagi tiap jenis ruangan sebagaimana pada Tabel 2. Berdasarkan nilai di Tabel 2 tersebut maka dapat dikategorikan peruntukkan lampu pada range tingkat cahaya tertentu yaitu 100 - 300
Tabel 2. Tingkat pencahayaan rata-rata yang direkomendasikan SNI 03-6197-2000
FUNGSI RUANGAN RUMAH TINGGAL Teras R. Tamu R. Makan R. Kerja K. Tidur K. Mandi Dapur Garasi HOTEL DAN RESTAURAN Lobi, koridor R. Serbaguna R. Makan Kafetaria K. Tidur Dapur INDUSTRI (UMUM) Gudang Pekerjaan kasar Pekerjaan menengah Pekerjaan halus Pekerjaan amat halus Pemeriksaan warna RUMAH SAKIT/ BALAI R. Rawat Inap R. Operasi, bersalin Laboratorium R. rehabilitasi
78
TINGKAT PENCAHAYAAN (LUX, LUMEN/M2) 60 120 120 120 120 250 250 60
-
150 250 250 250
100 200 250 200 150 300 100 100 200 500 1000 750 250 300 500 250
-
200 500 1000 2000
FUNGSI RUANGAN PERKANTORAN R. Direktur R. Kerja R. Komputer R. Rapat R. Gambar Gudang Arsip R. Arsip Aktif PERTOKOAN/ R. PAMER R. Pamer obyek berukuran besar Toko kue dan makanan Toko bunga Toko buku dan alat tulis/ gambar Toko perhiasan, arloji Toko barang kulit dan sepatu Toko pakaian Pasar swalayan Toko mainan Toko alat listrik Toko alat musik dan olahraga LEMBAGA PENDIDIKAN R. Kelas Perpustakaan Laboratorium R. Gambar Kantin RUMAH IBADAH Masjid Gereja Vihara
TINGKAT PENCAHAYAAN (LUX, LUMEN/M2) 350 350 350 300 750 150 300 500 250 250 300 500 500 500 500 500 250 250 250 300 500 750 200 200 200 200
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama lumen, 300 - 500 lumen, 500 - 700 lumen, 700 - 900 lumen, 900 - 1.000 lumen dan 1.000 - 1.450 lumen.
pencahayaan ini dapat dinamakan dengan "Lampu Untuk Area Umum dengan Luas Maksimum 5 m2.
Berdasarkan Tabel 2, lampu dengan tingkat pencahayaan 100 - 300 lumen hanya layak dipakai untuk teras dan garasi seluas 5 m2 dan gudang kecil berukuran 3 m2. Kategori peruntukkan lampu dengan tingkat pencahayaan 100 - 300 lumen dapat dinamakan "Lampu Untuk Bukan Area Kerja dengan Luas Maksimum 5 m2". Apabila luas area lebih dari itu, maka konsumen dapat menggunakan 2 unit lampu atau menggunakan kategori peruntukan lampu yang lebih baik. Informasi kategori peruntukan semacam itu akan membantu konsumen dalam memilih daya dan jumlah bintang lampu yang dibutuhkan sehingga manfaat label hemat energi pada penurunan konsumsi energi baru dapat dirasakan. Misal, konsumen akan lebih bijak memilih lampu A 5W (bintang 2) daripada lampu B 11W (bintang 0) mengingat tingkat pencahayaan yang dihasilkan sama namun konsumsi energinya menjadi lebih rendah.
Sampling pengujian lampu diatas 500 lumen tidak menemukan adanya lampu yang tidak mendapat bintang. Namun, walaupun begitu tetap diperlukan informasi peruntukkan agar konsumen dapat memilih daya dan bintang lampu yang sesuai dengan kebutuhannya. Pemberian nama kategori peruntukkan tersebut akan lebih tepat dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara produsen, distributor, pemerintah dan asosiasi luminer.
Kategori peruntukkan kedua adalah lampu dengan tingkat pencahayaan 300 - 500 lumen. Tingkat pencahayaan tersebut sesuai untuk lobi, koridor, kamar mandi, ruang tamu, ruang makan dan ruang kerja dengan luas area yang tidak melebihi 5 m 2. Kategori peruntukkan lampu dengan tingkat
Bila pemberian nama kategori peruntukkan tidak dapat disepakati dan terlalu rumit, maka informasi lain yang dapat disampaikan adalah ekuivalensi daya lampu pada bintang yang berbeda. Gambar 6 menujukkan adanya overlapping tingkat pencahayaan lampu bintang 4 daya 3 - 9 W dengan lampu bintang 1 daya 10 - 15 W. Hal ini berarti bahwa lampu 9 W bintang 4 setara lampu 12 W bintang 1. Tabel 3 merupakan hasil analisa mengenai informasi ekuivalensi yang perlu disampaikan dalam kemasan lampu. Manfaat keekonomian dari Tabel 3 adalah pemilihan lampu 9 W bintang 4 daripada lampu 11 W bintang 1 akan menghemat tagihan listrik sebesar Rp 2.500,-/ tahun dengan asumsi pemakaian listrik rata-rata
Tabel 3. Informasi ekuivalensi lampu Daya Lampu (W) 5–9 10 – 15 16 – 25 > 26
Bintang 4
Bintang 3
Bintang 2
Setara lampu bintang 2 dengan daya 1-2 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 2-3 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 4 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 7 W lebih tinggi
Setara lampu bintang 1 dengan daya 1 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 2 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 3 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 6 W lebih tinggi
Setara lampu bintang 1 dengan daya 1 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 1 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 2 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 4 W lebih tinggi
Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan ..... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia
79
Topik Utama
Gambar 6. Ekuivalensi daya lampu pada berbagai jumlah bintang (Sumber: Permen ESDM 06/2011)
8 jam per hari dan tarif listrik sebesar Rp 415,-/ kWh (tarif golongan rumah tangga 450 VA). Penghematan tersebut masih tidak mampu menutupi perbedaan harga sebesar Rp 5.000,-. Untuk itu, penambahan informasi usia lampu akan bermanfaat bagi konsumen dalam mempertimbangkan nilai keekonomian lampu. Konsumen akan indifference antara memilih lampu 9 W bintang 4 dengan lama usia 2 tahun atau lampu 11 W bintang 1 dengan lama usia 1 tahun. Hal lain yang perlu diawasi pemerintah adalah verifikasi spesifikasi teknis yang dicantumkan dalam kemasan lampu. Hasil pengujian menunjukkan bahwa beberapa lampu mengkonsumsi daya yang tidak sesuai dengan daya tertera. 4. REKOMENDASI Pengujian lampu swa-balast yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 71% lampu swabalast yang diuji telah memenuhi persyaratan minimal label hemat energi sebagaimana pada
80
Permen ESDM 06/2011. Dari 6 lampu LED yang diuji, 3 lampu mendapat bintang 4, 1 lampu bintang 3, 1 lampu bintang 2 dan 1 lampu tidak memenuhi persyaratan minimal. Hal ini membuktikan bahwa persyaratan yang ditetapkan pemerintah dapat dipenuhi oleh sebagian besar jenis lampu swa-balast sehingga pemerintah hanya perlu menarik produsen/ distributor untuk segera melakukan labelisasi. Beberapa terobosan yang dapat dilakukan adalah kewajiban instansi pemerintah dan badan usaha milik negara/daerah untuk menggunakan lampu dengan label bintang 4 serta mengusahakan kredit lampu hemat energi tersebut. Kredit tersebut sebaiknya dilakukan oleh instansi yang akan selalu berhubungan oleh konsumen seperti PLN, tempat kerja, Telkom dan sebagainya agar menjamin kelancaran pembayaran angsuran. Walaupun berbagai insentif tersebut berhasil menarik penggunaan lampu hemat energi namun hal tersebut tidak berarti konsumsi energi konsumen akan otomatis menurun. Label hemat energi yang sekarang tidak menjelaskan kepada masyarakat mengenai peruntukkan ataupun ekuivalensi lampu tersebut. Penggantian lampu
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama 18W bintang 1 dengan lampu 18W bintang 4 tidak menurunkan konsumsi energi listrik. Sebaliknya, konsumen tidak mempunyai informasi mengenai daya lampu bintang 4 yang dapat digunakan agar menghasilkan tingkat pencahayaan yang sama. Mengatasi hal tersebut, kemasan lampu perlu diberi informasi tambahan mengenai peruntukkan ataupun luas area cakupan yang sesuai dengan lampu tersebut. Alternatif lain yang lebih mudah dilakukan adalah membandingkan lampu bintang 4 dengan lampu bintang 1 lain dengan daya yang lebih besar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa lampu bintang 4 setara lampu bintang 1 dengan daya 1 - 7 W lebih tinggi sementara lampu bintang 2 dapat menggantikan lampu bintang 1 dengan daya 1 - 4 W lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA
http://p3bjawabali.pln.co.id. 9 April 2012. Beban Harian Sistem JAMALI. International Electrotechnical Commission. IEC 62612 - Self-ballasted LED-lamps for general lighting services - Performance requirements. Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2011 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swa-balast. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. Jakarta. PT PLN (Persero). 2011. . Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 036196-2000 tentang Konservasi Energi Pada Sistem Pencahayaan. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI IEC 60969:2009 tentang Lampu Swa-balast untuk pelayanan pencahayaan umum Persyaratan unjuk kerja. Jakarta.
Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan ..... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia
81