Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
SURVEI ENTOMOLOGI DAN PENENTUAN MAYA INDEX DI DAERAH ENDEMIS DBD DI DUSUN KRAPYAK KULON, DESA PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL, DIY Nur Alvira Pasca Wati1 INTISARI Latar Belakang: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu Provinsi yang mengalami peningkatan kasus DBD. Pada tahun 2013 kasus telah mencapai 1.516 kasus. Kabupaten Bantul menjadi Kabupaten dengan jumlah kasus sebanyak 472 dan kematian terbanyak dibandingkan dengan 4 Kabupaten lainnya. Kecamatan Sewon menjadi salah satu Kecamatan yang mengalami peningkatan kasus DBD dan salah satu Desa yang menjadi penyumbang terbesar kasus DBD selama tiga tahun berturut-turut adalah Desa Panggungharjo dan Dusun yang paling banyak ditemukan kasus DBD adalah Dusun Krapyak Kulon sebanyak 14 kasus dan berstatus daerah endemis DBD. Tujuan: Mengetahui gambaran status entomologi dan maya index di daerah endemis DBD di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Metode Penelitian: Jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di Dusun Krapyak Kulon. Subjek penelitian telur dan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dengan sampel 74 rumah. Tehnik sampling yang digunakan simpel random sampling. Pengumpulan data dengan check list, analisis data menggunakan uji descriptive. Hasil: Kepadatan populasi nyamuk berbasis Ovitrap Index (OI) di Dusun Krapyak Kulon yaitu 23,64%. Sedangkan kepadatan populasi larva Aedes sp berbasis Container Index (CI) 9.50%, House Index (HI) 31,08%, dan Breteau Index (BI) 62,16 %. Kondisi tempat potensial perkembangbiakkan nyamuk Aedes sp berbasis maya index di Dusun Krapyak Kulon, rumah yang termasuk dalam kategori rendah 58,1%, kategori sedang 6,8%, dan termasuk dalam kategori tinggi 35,1%. Kesimpulan: Pada penelitian kepadatan telur nyamuk berbasis OI (23,64%), kepadatan larva Aedes sp berbasis CI (9,50%) berada pada skala 4, HI (31,08%) termasuk dalam kategori tinggi dan berada pada skala 5 dan BI (62,16%) termasuk dalam kategori tinggi dan berada pada skala 6. Berdasarkan status maya index di Dusun Krapyak Kulon, termasuk dalam kategori rendah yaitu sebesar 58,1% sebagai tempat potensial tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue, Survei Entomologi, Kondisi Tempat Potensial. 1
Dosen Universitas Respati Yogyakarta Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat bahwa DBD sebagai penyebab utama kesakitan
PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau
dan kematian anak di Asia Tenggara. Pada
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan
tahun 2008, untuk seluruh wilayah Asia
penyakit akibat infeksi virus dengueyang masih
Tenggara, dilaporkan ada peningkatan kasus
menjadi
sekitar 18% dan dilaporkan ada peningkatan
masalah
kesehatan
masyarakat.
Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh
kematian
belahan dunia terutama di negara-negara tropik
Peningkatan kasus yang dilaporkan terutama di
dan subtropik baik sebagai penyakit endemik
Thailand, Indonesia, dan Myanmar
maupun epidemik
Aedes aegypti telah diketahui sebagai penyebar
terutama Asia Tenggara,
Amerika Tengah, Amerika dan Karibia
[4][1]
akibat
dengue
sekitar
15%.
[8]
. Nyamuk
virus dengue. Nyamuk ini merupakan vektor
.
yang paling dominan dalam penularan DBD
World Health Organization (WHO) menyatakan
76
[10]
.
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
Di indonesia ada 2 jenis nyamuk Aedes yang
perubahan-perubahan yang terjadi pada sebaran
bisa menularkan virus dengue yaitu Aedes
geografis vektor sehingga bersama data-data
aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti
populasi penduduk dapat ditentukan metode
lebih berperan dalam penularan DBD. Kecamatan
Sewon
[14]
.
intervensi yang tepat.
mengalami
peningkatan kasus DBD yang signifikan tahun
METODE PENELITIAN
2011 jumlah kasus DBD sebanyak 46 kasus,
Jenis penelitian observasional deskriptif dengan
tahun 2012 sebanyak 53 kasus, dan hingga akhir
pendekatan cross sectional, dilaksanakan di
Oktober 2013 jumlah kasus telah tercatat
Dusun Krapyak Kulon. Subjek penelitian telur
sebanyak 199 kasus. Salah satu desa di
dan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dengan
Kecamatan Sewon yang berstatus endemis
sampel 74 rumah. Tehnik sampling yang
karena telah mengalami peningkatan jumlah
digunakan
kasus DBD selama tiga tahun berturut-turut dan
Pengumpulan data dengan check list, analisis
menjadi penyumbang terbesar kasus DBD di
data menggunakan uji descriptive.
simpel
random
sampling.
Kecamatan Sewon adalah Desa Panggungharjo. Hingga
akhir
Oktober
2013
di
Desa
Panggungharjo jumlah kasus DBD tercatat
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Lokasi Penelitian
sebanyak 90 kasus. Desa ini memiliki 14 dusun
Dusun Krapyak Kulon terdiri dari 12
dengan kasus DBD tertinggi dibandingkan
RT dan mempunyai luas wilayah 39,50 Ha
dengan dusun lainnya yaitu terdapat di Dusun
dengan kepadatan penduduk 2161 jiwa/ 20 Ha
Krapyak Kulon sebanyak 14 kasus Surveilans
atau 141 jiwa/ km2. Secara topografi Dusun
[3]
.
entomologi
meliputi
Krapyak Kulon merupakan daerah dataran
(HI),
rendah dengan ketinggian berkisar 45m diatas
Container Index (CI), Breteau Index (BI), dan
permukaan air laut. Penduduk di Dusun
Maya Index (BRI dan HRI) ini merupakan
Krapyak Kulon berjumlah 917 KK yang terdiri
bagian integral dari surveilans epidemiologi
dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 1.076 jiwa
yang secara bersama melakukan identifikasi
dan jenis kelamin perempuan 1.085 jiwa[2].
waktu
Gambaran Variabel Penelitian Survei Kepadatan Telur Nyamuk Berbasis Ovitrap Index (OI)
Ovitrap
Index
dan
(OI),
luasnya
House
Index
penyebaran
dengue.
Soedarto (2012) menyebutkan bahwa dengan surveilans
vektor,
dapat
selalu
dipantau
Tabel 4.1. Data Jumlah Rumah yang diletakan Ovitrap dan Ovitrap Index (OI) di 12 RT Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Dusun Krapyak Kulon/ RT RT 1 RT 2 RT 3 RT 4
∑ Rumah Diperiksa 7 8 5 4
∑ Rumah (+) Telur nyamuk 4 3 5 3
∑ Ovitrap Terpasang 28 32 20 16
77
∑ Ovitrap (+) Telur Nyamuk 4 3 6 4
OI (%) 14,28 9,38 30 25
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
RT 5 RT 6 RT 7 RT 8 RT 9 RT 10 RT 11 RT 12
10 4 6 6 5 4 9 6 74
Total Berdasarkan
Tabel
4.1.
4 4 6 3 4 2 5 5 48
Diketahui
40 16 24 24 20 16 36 24 296
bahwa
ISSN : 1907 - 3887
5 10 7 4 7 4 10 6 70
12,5 62,5 29,16 16,66 35 25 27,77 25 23,64
positif telur nyamuk dari 296 ovitrap yang
sebanyak 48 rumah positif ditemukan telur
terpasang di 12 RT Dusun Kulon.
nyamuk dan sebanyak 70 (23,65%) ovitrap Survei Kepadatan Larva Aedes sp Berbasis CI, HI dan BI. Kepadatan larva Aedes sp berbasis Container Index (CI) Tabel 4.3. Hasil Survei Larva Aedes sp Berdasarkan Parameter Entomologis CI di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Lokasi
∑ Container Diperiksa
RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 5 RT 6 RT 7 RT 8 RT 9 RT 10 RT 11 RT 12 Total
69 32 35 22 75 29 44 39 26 21 57 35 484
∑ Container (+) Larva 15 3 10 4 4 0 2 3 0 2 1 2 46
Indikator Entomologis CI (%) 21,73 13,04 28,57 18,18 5,33 0 4,54 7,68 0 9,52 1,75 5,71 9,50
Survei kepadatan larva di Dusun Krapyak
dan 46 diantaranya positif larva Aedes sp yang
Kulon dengan sampel sebanyak 74 rumah,
terdiri dari 44 Aedes aegypti dan 2 Aedes
diketahui bahwa CI sebesar 9,50% dari total
albopictus.
kontainer yang diperiksa yaitu 484 kontainer Kepadatan Larva Aedes sp Berbasis HI Tabel 4.8. Hasil Survei HI menurut RT di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Dusun Krapyak Kulon
RT 1 RT 2 RT 3
∑ Rumah Diperiksa 8 7 5
∑ Rumah (+) Larva 6 2 3
78
Indikator Entomologis HI (%) 75 28,57 60
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
RT 4 RT 5 RT 6 RT 7 RT 8 RT 9 RT 10 RT 11 RT 12 Total
4 10 4 6 6 5 4 9 6 74
ISSN : 1907 - 3887
2 2 0 2 3 0 1 1 1 23
50 20 0 33,33 50 0 25 11,11 16,66 31,08
Berdasarkan tabel 4.8. diketahui bahwa hasil
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai HI
survei kepadatan larva di Dusun Krapyak Kulon
sebesar 31,08%. Namun, ada lima RT yang
dengan sampel sebanyak 74 rumah, ditemukan
terdapat nilai HI lebih dari rata-rata nilai HI
bahwa 23 diantaranya positif larva Aedes sp.
Dusun yaitu RT 1, RT 3, RT 4,RT 7 dan RT 8.
Kepadatan Larva Aedes sp Berbasis BI Tabel 4.9. Hasil Survei BI menurut RT di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Dusun Krapyak Kulon RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 5 RT 6 RT 7 RT 8 RT 9 RT 10 RT 11 RT 12 Total
∑ Rumah Diperiksa 8 7 5 4 10 4 6 6 5 4 9 6 74
∑ Container Diperiksa 69 32 35 22 75 29 44 39 26 21 57 35 484
∑ Container (+) Larva 15 3 10 4 4 0 2 3 0 2 1 2 46
Indikator Entomologis BI(%) 187,5 42,59 200 100 40 0 33,33 50 0 50 11,11 33,33 62,16
Berdasarkan tabel 4.9. diketahui bahwa hasil
sp.Berdasarkan analisis data diketahui nilai BI
survei kepadatan larva di Dusun Krapyak Kulon
sebesar 62,16%. Namun, ada tiga RT yang
dengan sampel sebanyak 74 rumah dan dari 484
terdapat nilai BI lebih dari rata-rata nilai BI
tempat penanmpungan air (TPA) yang tercatat,
Dusun yaitu RT 1, RT 3 dan RT 4.
ditemukan
46
positif
larva
Aedes
Kondisi Tempat Potensial Populasi Aedes sp Berbasis MI Tabel 4.10. Batas Kategori BRI dan HRI berdasarkan proporsi CS dan DS tiap rumah di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Parameter Distribusi Tertil BRI HRI Rendah (1) Sedang (2) Tinggi (3)
X< (µ- 1,0 SD) (µ-1,0 SD) ≤ X < µ + 1,0 SD X > (µ+1,0 SD)
79
< 2,76 2,76 – 14,28 >14,28
<15,61 15,61 – 17,19 >17,79
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
Keterangan: Mean (µ) BRI = 8,519 Standar Deviasi (SD) BRI = 5,756 Mean (µ) HRI = 16,70 Standar Deviasi (SD) HRI = 10,85 Tabel 4.13. Presentase Rumah Berdasarkan Kategori Status Maya Index di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Maya Index Dusun Krapyak Kulon (12 RT) Jumlah (%) Rendah 43 58,1 Sedang 5 6,8 Tinggi 26 35,1 Total 74 100 Berdasarkan pembagian diatas dapat diketahui bahwa 58,1% (43 rumah) berisiko rendah menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp, 6,8% (5 rumah) berisiko sedang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp dan 35,1% (26 rumah) berisiko tinggi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp.
Pembahasan Hasil Penelitian Kepadatan Telur Nyamuk Berbasis OI Pemasangan Ovitrap atau perangkap telur untuk mengetahui kepadatan telur nyamuk yang dihitung berdasarkan ovitrap index (OI) yang dilakukan dengan interval waktu satu minggu dengan satu kali pemasangan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata OI sebesar 23,65%. Ovitrap index (OI) di dalam rumah dengan skor rata-rata 15,54% sedangkan di luar rumah skor rata-rata OI sebesar 31,75% dan berdasarkan letak di dalam rumah yaitu tinggi di dapur (18,91%) dan letak di luar rumah tertinggi yaitu dihalaman depan rumah (36,48%). Berdasarkan hasil penelitian OI di luar rumah lebih tinggi dibandingkan dengan OI di dalam rumah. Ini sesuai dengan penelitian Hasyimi dalam Riandini (2010) tentang hasil OI di dalam rumah dan di luar rumah, yang melakukan penelitian di beberapa kelurahan di Jakarta, OI lebih tinggi di luar rumah (36,4%) dibandingkan dalam rumah (33,5%) karena Aedes aegypti mempunyai kesenangan bertelur di luar rumah dari pada di dalam rumah. Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis HI, CI, BI Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis CI Container Index (CI) menggambarkan informasi tentang banyaknya jumlah penampungan air yang positif ditemukan larva. CI sebenarnya tidak begitu bermanfaat dilihat dari sudut pandang epidemiologi, karena hanya mengungkapkan persentase TPA yang positif larva (perindukan Aedes aegypti). Nilai ratarata CI di Dusun Krapyak Kulon menunjukan lebih dari standar WHO (<5%). Hal ini menunjukan bahwa banyak terdapat kontainer sebagai tempat perkembangbiakan larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus vektor DBD yang berakibat pada semakin berisiko tinggi terhadap kejadian dan penularan DBD.
80
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis HI House Index (HI) lebih menggambarkan penyebaran nyamuk disuatu wilayah. Menurut World Health Organization (Paint and Self dalam Riandini, 2010), suatu daerah dianggap berisiko tinggi terhadap penyebaran penyakit DBD, apabila HI>10%, sedangkan berisiko rendah HI<1%. Nilai rata-rata HI Dusun Krapyak Kulon yaitu 31,08%. Berdasarkan standar yang ditetapkan WHO, HI di Dusun Krapyak Kulon berisiko tinggi yaitu >10% dan pada parameter WHO Density Figure berada pada skala 5, hal ini menunjukan bahwa masih banyak rumah yang positif jentik dan tingginya penyebaran nyamuk Aedes sp di daerah tersebut sehingga menyebabkan besarnya resiko terjadinya penularan DBD. Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis BI Breteau Index (BI) adalah jumlah penampungan air yang positif per-100 rumah yang diperiksa. BI merupakan index yang paling baik untuk memperkirakan kepadatan vektor karena BI mengkombinasikan baik rumah maupun kontainer (Look dalam Ma’mun, 2007). Nilai rata-rata BI di Dusun Krapyak Kulon sebesar 62,16% dan berdasarkan parametar entomologis berisiko tinggi (>50%) dan pada parameter WHO Density Figure pada skala 6. Nilai BI di Dusun Krapyak Kulon tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan standar yang ditetapkan WHO sebesar >50%. Hal ini menunjukan bahwa jumlah kontainer yang berfungsi sebagai sumber jentik per-100 rumah tergolong sangat tinggi, sehingga mengakibatkan semakin tingginya kepadatan jentik didaerah tersebut dan keadaan ini meningkatkan resiko terjadinya penularan DBD. Kondisi Tempat Potensial Aedes sp Berbasis Maya Index (MI). Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat diketahui bahwa 3 rumah (4,1%) termasuk rendah, 65 rumah (87,8%) termasuk berisiko sedang, dan 6 rumah (8,1%) termasuk berisiko tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes sp, berdasarkan nilai BRI-nya ini berarti CS ditemukan jumlahnya sedikit. Jumlah CS yang ditemukan 310 (64,04%) hal ini menunjukan bahwa daerah tersebut berisiko sedang sebagai tempat perindukan nyamuk. Sedangkan berdasarkan HRI-nya 45 rumah (60,8%) termasuk berisiko rendah dan 24 rumah (39,2%) termasuk berisiko tinggi sebagai tempat perindukan Aedes sp. Status Maya Index (MI) berdasarkan kategori BRI dan HRI pada tabel 4.18. dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah termasuk dalam kelompok kategori BRI 2/ HRI 1 yaitu sebanyak 40 rumah (54,05%) dan termasuk dalam kategori BRI 2/ HRI 3 yaitu 23 rumah (31,08%), hal ini menunjukan bahwa sebagian besar rumah di Dusun Krapyak Kulon memiliki resiko perindukan larva rendah (BRI 1) sampai tinggi (BRI 3). Berdasarkan total rata-rata perhitungan BRI dan HRI menggunakan distribusi tertil status maya index di dusun Krapyak Kulon termasuk berisiko rendah menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. Jenis Jentik Ciri khas yang membedakanlarva A. aegypti dengan larvaAedes yang lain yaitu duri samping padagigi sisir anal[6].Jenis jentik diketahui dengan melakukan identifikasi di Laboratorium Entomologi dan Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara dengan pembesaran 100X- 400X. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 dapat dilihat secara keseluruhan bahwa jenis jentik Aedes aegypti yang
81
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
ditemukan banyak pada jenis kontainer controllable sites yaitu sebanyak 36 larva Aedes agypti dan pada jenis kontainer disposable sites larva Aedes aegypti ditemukan sebanyak 8 larva. Sedangkan Aedes albopictus hanya ditemukan pada jenis kontainer disposable sites sebanyak 2 larva Aedes albopictus. Bahan Dasar TPA Yang Berpotensi Menjadi Tempat Perkembangbiakan Aedes sp Jenis jentik/larva Aedes aegypti yang paling banyak ditemukan pada bahan dasar kontainer keramik dan Aedes albopictus banyak ditemukan pada bahan dasar plastik hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sungkar 2005 dengan hasil faktor utama yang mempengaruhi kepadatan larva adalah kasar-licinnya dinding TPA, ini dikarenakan banyaknya kontainer bak mandi yang berbahan dasar keramik yang ditemukan dilokasi penelitian dan kurangnya dilakukan pengontrolan seperti kurangnya dilakukan pembersihan dinding bak atau pengurasan air bak mandi sehingga memungkinkan tumbuhnya lumut didinding bak mandi yang berbahan dasar keramik tersebut yang membuat dinding bak mandi menjadi kasar sedangkan untuk Aedes albopictus banyak ditemukan dikontainer berbahan dasar plastik hal ini dikarenakan banyaknya jenis kontainer disposable sites yang berbahan dasar plastik ditemukan di luar rumah [13]. Jenis TPA Berdasarkan tabel 4.6 dan 4.7 di Dusun Krapyak Kulon banyak terdapat jenis TPA controllable sites yaitu 310 (64,04%) sedangkan disposable sites yaitu 174 (35,95%). Jumlah CS di Dusun Krapyak Kulon secara keseluruhan 64,04% diantaranya adalah bak mandi (21,29%) dilihat dari jumlah TPA yang positif jentik Aedes aegypti yang paling banyak terdapat di Bak mandi dari 103 bak mandi yang diperiksa ditemukan 25 larva positif Aedes aegypti Sungkar (2005) menyatakan bahwa dari berbagai tempat perindukan, bak mandi merupakan TPA yang paling banyak mengandung larva karena volumenya lebih besar dibandingkan dengan kontainer lainnya. Berdasarkan penelitian tersebut di atas maka pemberantasan Aedes aegypti harus ditekankan pada TPA di dalam rumah, terutama bak mandi. Dalam hal TPA untuk mandi, strategi baru adalah penggunaan ember plastik untuk tampungan air sementara
[12]
. Hal ini
bertujuan agar air dalam ember dapat dibersihkan setelah selesai digunakan atau ditutup agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. asil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran suatu wilayah untuk mengetahui resiko terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes sp dan resiko terhadap penyebaran DBD serta untuk mengetahui kondisi tempat-tempat potensial perkembangbiakan spesies nyamuk Aedes sp.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kepadatan telur nyamuk berbasis Ovitrap Index (OI) di Dusun Krapyak Kulon yaitu 23,65%. OI yang paling tinggi berada di luar rumah yaitu pada halaman depan rumah OI sebesar 36,48%. 2. Kepadatan jentik/larva vektor dengue (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) berbasis CI, HI dan BI di Dusun Krapyak Kulon sebagai berikut: a) Container Index (CI) yaitu 9,50% dan berada pada skala 4.
82
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
b) House Index (HI) yaitu 31,08% berada pada skala 5 dan termasuk dalam kategori resiko tinggi. c) Breteau Index (BI) yaitu 62,16% berada pada skala 6 dan termasuk dalam kategori resiko tinggi. 3. Kondisi tempat potensial populasi Aedes sp berbasis Maya Index (MI) di Dusun Krapyak Kulon termasuk daerah endemis rendah. Identifikasi jenis jentik Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang paling banyak ditemukan di Dusun Krapyak Kulon yaitu jentik Aedes aegypti ditemukan sebanyak 44 (9,09%) dan jentik Aedes albopictus hanya ditemukan 2 (0,41%). 4. Dilihat berdasarkan jumlah TPA yang positif jentik Aedes sp di Dusun Krapyak Kulon, jentik Aedes aegypti paling banyak ditemukan pada bahan dasar keramik dari 117 kontainer yang diperiksa ditemukan 27 positif larva Aedes aegypti dan larva Aedes albopictus ditemukan pada TPA berbahan dasar plastik yaitu dari 336 kontainer diperiksa ditemukan 2 larva positif Aedes albopictus. 5. Di Dusun Krapyak Kulon dari jumlah TPA yang positif jentik Aedes aegypti yang paling banyak terdapat di bak mandi dari 103 kontainer diperiksa ditemukan 24 positif larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus hanya ditemukan pada kaleng bekas dari 76 kontainer diperiksa ditemukan 2 positif larva Aedes albopictus. Saran 1. Bagi Masyarakat Masyarakat diharapkan setelah mengetahui tempat nyamuk untuk bertelur dan jenis TPA yang paling dominan menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sp dalam suatu wilayah, maka dapat diambil tindakan yang paling tepat dalam memberantas sarang nyamuk. Jenis TPA yang paling sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes sp adalah bak mandi, maka tindakan yang tepat adalah dengan menggunakan ikanisasi (ikan), Larvasidasi salah satunya dengan menggunakan abatesasi, dan terus menggalakkan program Pemberantasar Sarang Nyamuk (PSN) dengan menguras, menutup dan mengubur (3M). 2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Diharapkan lebih menggalakkan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan melakukan pemantauan, evaluasi dari program tersebut serta peningkatan surveilans vektor penular DBD dengan cara melakukan pengamatan rutin terhadap nyamuk vektor DBD terutama dimulai dari stadium pra imago. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah Dusun yang lebih banyak mengenai survei entomologi untuk mengetahui kepadatan telur dan larva Aedes sp serta melakukan penelitian lebih lanjut mengenai maya index dengan waktu survei pada musim penghujan, karena musim hujan banyak terdapat genangan air.
DAFTAR PUSTAKA 1. Candra. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor Risiko Penularan. Jurnal Aspirator Vol. 2. No. 2 Tahun 2010: 110-119.
83
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
2. Data RPP Desa Panggungharjo 2009-2014 (2008). Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Dinkes Bantul. (2013). Data Penyakit Demam Berdarah Dengue Kabupaten Bantul tahun 2010-2013. Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Djunaedi. (2006). Demam Berdarah (Dengue DBD). Malang: UMM Press. 5. Ma’mum. (2007). Survei Entomologi Penyakit Demam Berdarah dengue dan Perhitungan Maya Index di Dusun Kalangan, Kelurahan Baturetno, Kabupaten Bantul. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 6. Pradani, Y. (2009). Indeks Pertumbuhan Larva Aedes aegypti L. Yang Terdedah dalam Ekstrak Air Kulit Jengkol (Pitnecellobium Lobatum). Jurnal Aspirator Vol. 1, No. 2. Tahun 2009: 81-86. Loka Litbang P2B2 Ciamis. 7. Puspitasari, A., Martini. & Saraswati, D. (2012). Tingkat Kerawanan Wilayah Berdasarkan Insiden Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Indeks Ovitrap di Kecamatan Gajahmungkur Kota semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2, Tahun 2012, Halaman 305-314. Dalam http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/JKM. Diakses pada tanggal 18 Desember 2013. Pukul 08;30 WIB. 8. Rahayu, M., Baskoro, T. & Wahyudi, B. (2010). Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 26, No. 4, Desember 2010. Yogyakarta. 9. Riandini. (2010). Perbandingan tempat Potensial Perkembangbiakan, Kepadatan Telur dan Transmisi Transovarial Nyamuk Aedes aegypti Antara Daerah Endemis dan Sporadis di Kota PekanBaru Provinsi Riau. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 10. Seran, D. & Prasetyowati, H. (2012). Transmisi Transovarial Virus Dengue Pada Telur Nyamuk Aedes Aegypti (L.). Jurnal Aspirator 4(2), 2012: 53-58. Loka Litbang P2B2 Ciamis. 11. Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue Dengue Haemorrhagic fever. Jakarta: Sagung Seto. 12. Sucipto. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887