SUBJECTIVE WELL- BEING PADA PASANGAN YANG MENIKAH MELALUI PROSES TA’ARUF Sayu Pipit Listian, Alhamdu UIN Raden Fatah Palembang e-mail:
[email protected]
Abstract: Subjective well-being on married couple by ta'aruf proceses. The purpose of this study want to find the subjective well-being on married couple by ta'aruf proceses. The samples of this study chosen by purposive sampling and qualitative phenomenological approach used in this study. The result showed that the fourth subject described that they were interpreting their lives as a good satisfaction and happy lives. Meanwhile, in this study also found some factors that influence the postive subjective well being on marride couple by ta'aruf, there are including the factor of trust, caring, faith, educational, consciousness, family and environmental factors, the religiousity, and the last is the economic and financial factors. In other hands the factors that influence the negative subjective well-being, belonging to misstrust among couples, egoistic, religiousity,and economic factor. Keywords: Subjective well-being, ta'aruf, married.
Abstrak: Subjective well-being pada pasangan yang menikah melalui proses ta'aruf. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi subjective well-being pasangan yang menikah melalui proses ta'aruf. Sample yang dalam penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling, dan kualitatif fenomenologi merupakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ditemukan bahwa dari keempat pasang subjek menjelaskan bahwa mereka dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam pernikahannya sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Penelitian ini juga mendapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well-being yang positif, yaitu faktor kepercayaan, perhatian, keimanan, pendidikan, kesadaran, lingkungan keluarga, faktor agama, dan yang terahir adalah faktor ekonomi serta keuangan. Sedangkan faktor yang negatif dipengaruhi oleh rasa saling tidak percaya, sifat egois satu sama lain, kurangnya pengetahuan tentang agama, serta faktor ekonomi. Kata kunci : Subjective well-being, ta'aruf, dan menikah.
PENDAHULUAN Pernikahan institusi
sosial
menyempurnakan
merupakan yang
penting
keperibadian
sebuah
Pernikahan merupakan hubungan antar jiwa,
dalam
hubungan harmonis dan kedamaian, cinta
manusia.
dan kasih sayang, kemuliaan dan keindahan. 78
79 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 78-89
Pernikahan adalah perintah agama kepada
well-being yang melimpah ketika mereka
yang mampu untuk segera melaksanakanya,
mengalami
karena
mengurangi
melimpah dan hanya sedikit perasaan tidak
kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan
nyaman, ketika terlibat dalam kegiatan yang
atau dalam bentuk perzinaan, sehingga
menarik dan ketika mereka merasakan
melalui gerbang pernikahan individu akan
banyak kesenangan dan sedikit rasa sakit,
mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan
dan ketika mereka puas dengan hidup
hidup. Akan tetapi dalam pelaksanaannya,
mereka. Subjective well-being
tidak semua pernikahan akan mendapatkan
mencerminkan
kebahagiaan dan kepuasan itu, karena dalam
individu
prosesnya
kualitas kehidupan mereka, dan dalam hal
pernikahan
banyak
dapat
faktor
yang
akan
mempengaruhi pencapaian kepuasan suatu pernikahan.
perasaan
nyaman
penilaian
terhadap
diri
yang
juga bisa
masing-masing sendiri
tentang
ini adalah pernikahan. Evaluasi dalam pernikahan ini, juga
Kepuasaan
pernikahan
sangat
berhubungan dengan
proses bagaimana
mempengaruhi kebahagiaan. Kepuasan ini
pernikahan itu terjadi. Proses untuk menuju
merupakan
pernikahan merupakan proses yang sangat
kualitas
penilaian
individu
kehidupannya
terhadap
secara
global.
penting
untuk
dilakukan
bagi
setiap
Seseorang yang merasakan kepuasan dapat
individu. Oleh karena itu, agar tidak terjadi
merasakan afek positif atau
emosi yang
penyesalan dikemudian hari, proses tersebut
menyenangkan seperti perasaan bahagia dan
hendaklah dilakukan secara baik dan benar
kegembiraan, yang akan tampak dalam
sesuai dengan ketentuan hukum (agama,
aktifitas-aktifitas
dalam
adat, dan budaya) dan nilai-nilai yang ada
Artinya,
bagaimana
dimasyarakat. Akan tetapi yang terjadi
mengevaluasi
kehidupan
terkadang proses tersebut tidak dilalui secara
pernikahannya akan menentukan tingkat
baik dan benar, seperti melalui proses
kebahagian yang akan dicapai dalam suatu
pacaran yang dapat mengarahkan individu
pernikahan. Hal ini dalam kajian psikologi
melewati
batas-batas
dikenal dengan istilah subjective well-being
dilakukan,
sehingga
(Diner, 1997, 1999, 2000, 2003, Alhamdu
mendengar istilah married by accident
dan Hamdana, 2015).
(MBA) akibat dari proses yang kurang baik
kehidupannya. seseorang
positif
Subjective well-being
merupakan
tersebut.
Oleh
yang tak
karena
seharusnya jarang
itu,
kita
Islam
evaluasi seseorang terhadap kehidupannya
menganjurkan dengan cara ta'aruf sebagai
sendiri, baik secara efektif maupun kognitif
suatu proses untuk
(Diener, 1999). Orang merasakan subjective
pernikahan tersebut. Proses ta’aruf ini
memasuki jenjang
Listian & Alhamd, Subjective-wellbeing On....| 80
dilakukan untuk mengenal calon pasangan
Menurut Diener, Suh, dan Oishi
sesuai dengan ketentuan syariat dan akhlak
(1999), subjective well-being
sebelum
evaluasi yang dilakukan seseorang terhadap
diputuskan
untuk
melanjutkan
kejenjang pernikahan.
kehidupannya. Evaluasi tersebut bersifat
Berdasarkan data yang didapatkan
kognitif dan afektif. Evaluasi yang bersifat
peneliti dilapangan, orang-orang yang telah
kognitif
menikah dan mempunyai anak terlihat ada
merasakan
yang
Evaluasi yang bersifat afektif
mendapatkan
merupakan
kepuasan
dan
meliputi
bagaimana
kepuasan
seseorang
dalam
hidupnya. meliputi
kebahagiaan dalam hidupnya dan begitu
berapa sering seseorang merasakan emosi
juga sebaliknya. Oleh karena itulah, penulis
positif dan emosi negative (Diener, 1997,
tertarik mempelajari hal tersebut secara
1999). Seseorang dikatakan mempunyai
lebih mendalam dan ingin mengetahui
tingkat subjective well-being yang tinggi
bagaimana gambaran subjective well-being
jika orang tersebut merasakan kepuasan
pada pasangan yang menikah melalui proses
dalam hidup, sering merasakan emosi positif
ta’aruf
dan faktor-faktor apa saja yang
seperti kegembiraan dan kasih sayang serta
mempengaruhi subjective well-being pada
jarang merasakan emosi negatif seperti
pasangan yang menikah melalui proses
kesedihan dan amarah.
ta’aruf tersebut.
Subjective
sudah
dijelaskan
bahwa subjective well-being evaluasi
subjektif
berhubungan
dengan
diatas,
merupakan
individu
menyangkut
respon-respon
emosional
seseorang. Menurut Diener (2000) terdapat
yang
dua komponen dasar subjective well-being,
kehidupannya.
kepuasan hidup sebagai komponen kognitif
(Alhamdu dan Hamdana, 2015). Subjective
dan
well-being
komponen afektif.
ini
merupakan
kategori yang luas mengenai fenomena yang
Subjective well-being Seperti
wel-being
merupakan bagian
dari
kebahagiaan
(happiness)
sebagai
happiness, istilah happines dan subjective
Komponen afektif ini muncul dalam
well-being ini juga sering digunakan secara
bentuk emosi positif atau emosi yang
bergantian. Ada peneliti yang menggunakan
menyenangkan.
istilah emotion well-being untuk pengertian
bagian dari subjective well-being
yang sama, akan tetapi lebih banyak
merefleksikan reaksi individu terhadap
penelitian
peristiwa
yang
menggunakan
subjective well-being (Diener 2003).
istilah
dalam
Emosi
hidup
ini
merupakan
individu
karena
yang
dianggap penting bagi individu tersebut
81 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 78-89
karena hidupnya berjalan sesuai dengan apa
seseorang
dapat
yang diinginkan olehnya.
perubahan
dan
Sementara, suasana
hati
afek
emosi
termasuk
kepada
level
adaptasi yang ditentukan secara biologis. Adanya stabilitas dan konsistensi didalam
menyenangkan serta merefleksikan respon-
subjective well-being terjadi karena adanya
respon negatif yang dialami oleh individu
peran yang besar dari komponen genetis.
hidup
yang
kembali
terhadap
tidak
terhadap
dan
negatif
beradaptasi
mereka,
b. Keperibadian
kesehatan, terjadi
Keperibadian merupakan prediktor
dilingkungan mereka. Dari sekian banyak
terkuat dan yang paling konsisten pada
emosi negatif yang paling umum dirasakan
subjective well-being (Diener & Lucas,
adalah kesedihan, kemarahan, kecemasan,
1999). Menurut Eddington dan Shuman
kekhawatiran, stress,frustasi, rasa malu, dan
(2005) keperibadian menunjukan peran yang
bersalah serta iri hati.
lebih
peristiwa-peristiwa
yang
signifikan
dibandingkan
dengan
Selanjutnya, Diner dkk (1997, 1999,
peristiwa hidup spesifik lainnya dalam
2000) juga menjelaskan bahwa kepuasan
menentukan subjective well-being. Dua sifat
hidup termasuk dalam komponen kognitif
keperibadian, exstrovert dan neurotisme
karena keduanya didasarkan pada keyakinan
memiliki
tentang kehidupan seseorang. Kepuasan
subjective well-being (Pavot & Diener,
hidup
2004). Extrovert diketahui secara konsisten
merupakan
penilaian
kualitas
kehidupannya
terhadap
individu secara
korelasi
menunjukan
yang
korelasi
kuat
level
terhadap
pertengahan
global. Penilaian umum atas kepuasan hidup
dengan
merepresentasikan evalusi yang berdasar
neuroticism juga menunjukan hal yang
kognitif dari sebuah kehidupan seseorang
hampir sama atau bahkan lebih kuat dalam
secara keseluruhan.
mempengaruhi emosi negatif.
Pencapaian
kepuasan
dan
emosi
menyenangkan
dan
c. Faktor demografi
kebahagian ini tidaklah datang begitu saja,
Wilson (dalam Diener & Oishi,
akan tetapi ada beberapa faktor yang
2005) menyatakan bahwa faktor demografis
mempengaruhinya.
yang
berkorelasi dengan subjective well-being.
mempengaruhi subjective well-being antara
Secara umum, Diener mengatakan bahwa
lain yaitu:
efek
Faktor-fakotr
faktor
a. Faktor genetik
pendapatan,
Diener (2005) menjelaskan bahwa
pernikahan,
peristiwa
di
mempengaruhi
demografis pengangguran, umur,
jenis
(misalnya status kelamin,
dalam
kehidupan
pendidikan, ada tidaknya anak) terhadap
subjective
well-being,
subjective well-being biasanya kecil. Faktor
Listian & Alhamd, Subjective-wellbeing On....| 82
demografis membedakan antara orang yang
yang di dalamnya ada aturan main yang
sedang-sedang
melindungi kedua pihak dari pelanggaran
saja
dalam
merasakan
kebahagian (tingkat SWB sedang) dan orang yang sangat bahagia (tingkat SWB tinggi).
berperilaku atau maksiat. Ta’aruf merupakan proses perkenalan antara laki-laki dan wanita yang memiliki
Pengertian Ta’aruf Ta’aruf berasal dari bahasa Arab.
niat sama, yaitu pernikahan. Akan tetapi
Artinya, perkenalan atau penjajakan. Ia
pada proses ini tidak dilakukan hanya
bentuk masdar (kata benda) dari ta’arofa
berdua saja melainkan harus ada pihak
yang berarti “berkenalan”. Menurut kamus
ketiga, misalnya orang tua, atau siapapun
bahasa arab kata ta’aruf merupakan asal
yang mereka percayai sebagai pembimbing.
kata dari kata ‘arofa yang berarti mengenal.
Adapun proses ta’aruf yang Islami agar
Imtichanah
tercipta
(2006)
menuliskan
bahwa
rumah
tangga
yang
sakinah,
ta’aruf adalah proses saling mengenal dan
mawaddah, wa rahmah adalah sebagai
memperkenalkan diri yang berkaitan dengan
berikut :
masalah nikah antara pria dan wanita
a. Bertukar Informasi
dengan
diri
Memberikan informasi lengkap dengan
ke
jujur sangat dianjurkan dalam proses
jenjang pernikahan sesuai dengan aturan
ta’aruf, karena dengan memberikan
Islam. Dengan rentang waktu yang relatif
informasi secara lengkap bisa dijadikan
singkat yaitu maksimal tiga bulan.
sebagai
tujuan
masing-masing
untuk
menetapkan
sebelum
melangkah
Pemahaman mengenai istilah ta’aruf hanya dikenal dalam sistem pendidikan Islam, yaitu ta’akhrafa – ya’taafofu –
bahan
pertimbangan
dalam
melakukan proses ta’aruf. b. Melakukan shalat istikharah dengan khusyuk
ta’aruf, yang artinya: mengenal, saling
Shalat
mengenal,
atau
mendapatkan jawaban yang terbaik yang
melakukan pendekatan hubungan (Louis
sesuai dengan apa yang diharapakan.
Ma’luf, 1986). Menjelaskan bahwa konsep
Akan tetapi shalat istikharah ini harus
ta’aruf adalah suatu pendekatan hubungan
dilakukan dengan khusyuk dan luruskan
yang dilakukan manusia untuk saling kenal
niat serta ikhlaskan hati sehingga apa
mengenal sedangkan menurut (Mahmud
yang
Yunus, 1989). Konsep ta’aruf merupakan
dengan apa yang sudah diniatkan.
hendak
mengetahui
suatu proses perkenalan antara dua insan yang dibingkai dengan akhlak yang benar,
istikharah
akan
dilakukan
dihasilkan
nanti
supaya
sesuai
83 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 78-89
c. Memanfaatkan
pertemuan
untuk
subjek penelitian dengan menggunakan
mendapatkan informasi akurat secara
teknik purposive sampling. Karakteristik
langsung
subjek sebagai berikut :
Setelah mendapatkan informasi secara tertulis, maka momen pertemuan untuk
a. Subjek
merupakan
pasangan
yang
menikah dengan ta’aruf.
mendapatkan informasi secara akurat ini
b. Usia pernikahan lebih dari 3 tahun.
sangat penting untuk dilakukan, karena
c. Subjek sudah mempunyai keturunan.
momen
ini
dialakukan
bisa
Selanjutnya, metode pengumpulan
mendapatkan informasi tentang pribadi
data yang digunakan dalam penelitian
calon pasangan, dan dalam hal ini
kualitatif
keberadaan
fenomenologis, yakni: observasi pasangan
mediator
agar
diperlukan
kehadirannya.
dengan
pendekatan
yang menikah melalui
d. Menentukan
pertemuan
lanjutan
dengan keluarga perempuan
Wawancara
proses
mendalam
ta’aruf. dengan
menggunakan pedoman wawancara yang
Jika diantara keduanya sudah merasa
disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan
cocok satu sama lain, maka pihak laki-
komponen-komponen subjective well-being,
laki harus segera memutuskan untuk
dan dokumentasi yang nanti akan digunakan
berta’aruf
keluarga
adalah berupa hasil foto atau rekorder baik
wanitanya. Dalam proses ini, mediator
kegiatan ketika wawancara terjadi maupun
harus tetap dilibatkan agar terhindar dari
ketika observasi.
juga
dengan
fitnah.
Setelah data dikumpulkan, maka data
e. Menentukan Waktu Khitbah
selanjutnya dianalsis. Analisis data dalam
Apabila keduanya sudah sama-sama
penelitian ini yaitu mencangkup analisis
cocok maka langsung tentukan waktu
tematik, analisis awal dan analisis data
untuk mengkhitbah atau melamar jika
berdasarkan
keduanya
merupakan
sudah
sepakat
untuk
melanjutkan ke jenjang pernikahan.
teori. suatu
Analisis proses
tematik mengkode
informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang
METODE Subjek dalam penelitian ini adalah orang-orang yang menikah melalui proses ta’aruf yang bertempat tinggal di Kabupaten Banyuasin Kecamatan Tanjung Lago dan Kecamatan Air Kumbang. Pengambilan
kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan
tema
memunginkan
itu
secara
interpretasi
minimal fenomena.
Analisis awal merupakan pemadatan faktual dan menemukan tema-tema
Analisis awal
dalam penelitian kualitatif berupa data-data
Listian & Alhamd, Subjective-wellbeing On....| 84
yang telah dikumpulkan. Analisis data
Tahapan ini ditunjukan oleh tema-tema yang
berdasarkan
muncul dalam setiap episode. Berikut
teori
merupakan
langkah-
langkah atau koding yang terdiri dari:
tahapan subjective well-being subjek :
koding terbuka, koding aksial, koding
a.
selektif.
Koding
terbuka
Episode kehidupan setelah menikah,
yaitu
sebagaian besar subjek menceritakan
kategori-kategori.
bahwa subjek memperlakukan pasangan
Sedangkan pada koding aksial yaitu peneliti
dengan baik. Salah satu pasang subjek
melakukan
melalui
mengungkapkan bahwa setelah menikah
hubungan-hubungan dan kategori-kategori.
sang istri memperlakukan pasangannya
Koding selektif yaitu peneliti menyeleksi
sebagaimana
kategori yang paling mendasar dan secara
bertukar pendapat kepada suami dalam
sistematis
segala
mengidentifikasi
organisasi
data
menghubungkannya
dengan
kategori-kategori lain.
mestinya
hal.
serta
Sedangkan
sang
selalu
suami
berusaha memperlakukan istri sesuai dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
syar’i
serta
memberikan
kebebasan terhadap istri dengan catatan
Hasil ada
sang istri mengetahui batasan-batasan
beberapa episode tema yang didapat, yaitu
yang boleh dilakukan dan yang tidak
Berdasarkan
“episode
kehidupan
data,
setelah
maka
menikah”,
dimana pada episode ini mengungkap
boleh dilakukan. Sedangkan pasangan subjek
lain
mengungkapkan
sebisa
kehidupan subjek setelah menikah. Episode
berusaha
kedua, yaitu “episode kebahagian dan
memperlakukan pasangan dengan baik
kepuasan dalam pernikahan” pada episode
dan sesuai dengan apa yang diajarkan
ini subjek akan merasakan kebahagian dan
oleh
kepuasan dalam pernikahannya. Episode
memenuhi
terahir, yaitu “episode faktor-faktor yang
sebagai seorang istri dan seorang suami.
agama
serta
hak-hak
mungkin
bahwa
berusaha dan
untuk
untuk
kewajiban
mempengaruhi kebahagian” pada episode
Penjelasan diatas juga didukung
ini subjek akan menjelaskan tentang faktor-
dengan ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
tentang hak-hak dan kewajiban suami istri
kebahagian dalam rumah tangga, yang selanjutnya akan dibahas dibawah ini : Pembahasan
yang harus lakukan oleh setiap individu yang sudah menikah, hal ini antara lain adalah sebagai berikut :
Pengalaman subjective well-being yang
Artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung
subjek alami melewati beberapa tahap.
bagi perempuan (istri), karena Allah telah
85 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 78-89
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
gambaran kebahagiaan dan kepuasaan
sebagian yang lain (perempuan), dan
yang
karena mereka (laki-laki) telah memberikan
pernikahannya. Semua subjek dalam
nafkah dari hartanya. Maka perempuan-
penelitian ini mengungkapakan bahwa
perempuan yang saleh, adalah mereka yang
subjek merasa bahagia dan puas dengan
taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika
kehidupan rumah tangga yang mereka
(suaminya) tidak ada, karena Allah telah
jalani. Hal ini subjek tunjukan dalam
menjaga (mereka). Perempuan-perempuan
kehidupan sehari-hari. Bagi semua subjek
yang kamu khawatirkan akan nusyuz,
kebahagiaan itu merupakan sesuatu yang
hendaklah kamu beri nasiahat kepada
diharapkan oleh semua orang, sehingga
mereka, tinggalkanlah mereka ditempat
dari
tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
mengungkapkan bahwa kebanyakan para
pukulah
individu
mereka.
tetapi
jika
mereka
mereka
keempat
rasakan
pasangan
berusaha
selalu
menciptakan
cari
menyusahkannya.
berusaha memperlakukan pasangan dan
Sungguh, Allah Maha tinggi, Maha besar.
anak-anaknya dengan baik, selalu menilai
(QS. An-Nisa. 34).
setiap kejadian yang terjadi dengan baik
untuk
bahagia,
subjek
menantimu, maka janganlah kamu mencarialasan
suasana
untuk
selama
serta
Ayat Al-Qur’an diatas menjelaskan
dan berusaha untuk mengontrol emosi.
tentang hak-hak dan kewajiban sebagai
Dan tidak hanya itu setiap subjek dari
seorang suami dan seorang istri yang wajib
penelitian ini juga mempunyai cara
dilakukan
oleh
dalam
tersendiri dalam menilai dan memaknai
menjalani
kehidupan
tangga.
kehidupan mereka. Seperti satu pasang
Ungkapan yang diceritakan subjek diatas
subjek yang pertama, subjek tersebut
terlihat sama dengan apa yang dijelaskan
justru menyakini kehidupannya dengan
dalam Al-Qur’an walaupun subjek hanya
cara selalu menerima dengan baik atas
menjelaskan poin-poin besarnya saja akan
apa yang ia terima, karena subjek yakin
tetapi tidak keluar dari apa yang sudah Al-
bahwa Allah akan memberikan sesuatu
Qur’an ajarkan.
sesuai dengan apa yang mereka butuhkan
b.
setiap
orang
berumah
Episode
yang
kedua,
yaitu
kebahagian
dan
kepuasan
dalam
pernikahan. Pada episode ini, sebagian
begitu juga dengan subjek-subjek yang lain. Ungkapan
subjek
diatas
senada
tentang
dengan apa yang dijelaskan oleh Diener,
mereka
bahwa individu dengan subjective well-
rasakan setelah menikah, serta bagaimana
being yang tinggi akan lebih mampu
besar
subjek
bagimana
menceritakan
pengalaman
yang
Listian & Alhamd, Subjective-wellbeing On....| 86
menghadapi
lakukan untuk menjaga hubungan yang
berbagai peristiwa dalam hidup dengan lebih
baik dan mencegah terjadinya kesalah
baik. (Diener, 2000). Selain dari apa yang
fahaman antara keduanya.
mengontrol
emosinya
dan
dijelaskan oleh Diener diatas, kebahagian
c. Memberikan sebuah kebebasan, yaitu
juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-
sebagian dari subjek penelitian memang
Nahl ayat 97:
sengaja menanamkan sifat tersebut
Artinya:
“Barang
siapa
mengerjakan
dalam
keluarganya,
hal,
apabila
menyakini
dalam keadaan beriman, maka pasti akan
seseorang diberikan kebebasan maka
kami berikan kepadanya kehidupan yang
orang tersebut akan lebih mudah untuk
baik dan akan kami beri balasan dengan
mengaplikasikan kemampuan yang ia
pahala yang lebih baik dari apa yang telah
miliki. Akan tetapi dalam hal ini mereka
mereka kerjakan”. (QS. An-nahl: 97).
harus
oleh peneliti diatas maka dapat dirumusakan
mengetahui
satu
subjek
kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan
Berdasarkan uraian yang dijelaskan
akan
karena
tentang
batasan-
batasan yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan.
beberapa cara yang biasa dilakukan oleh
d. Menjalankan apa yang diperintahkan
subjek untuk menciptakan suasana bahagia
oleh Allah SWT, yaitu dalam dalam hal
dalam rumah tangga seperti berikut ini:
ini
a. Berkumpul
subjek
berusaha
untuk
selalu
bersama keluarga, ketika
mengajarkan tentang keagamaan kepada
mereka sedang berkumpul bersama
anak-anaknya, terutama tentang sholat
biasanya hal-hal yang mereka lakukan
dan kewajiban untuk berpuasa. Ketika
adalah melakukan aktifitas bersama,
waktu sholat tiba maka subjek berusaha
seperti, menonton TV bersama, saling
untuk mengingatkan satu sama-lain dan
bercerita satu sama
mengajarkan anak-anaknya untuk bisa
lain, bermain
bersama anak-anak, serta berdiskusi atau
bermusyawarah
dalam
membaca al-qur’an. e. Melaksankan hak dan kewajibannya
menyelesaikan sebuah permasalahan.
masing-masing. Dalam hal ini subjek
b. Menjaga komunikasi, dalam hal ini
harus mengetahui tentang hak-hak dan
biasanya mereka berusaha untuk selalu
kewajibannya sebagai seorang istri dan
menjaga komunikasi dengan baik. Baik
seorang suami, seorang suami berusaha
itu
rumah
untuk menafkahi istri secara lahir dan
maupun ketika suami atau istri sedang
batin, sedangkan istri sebaik mungkin
ketika
berada
didalam
berada diluar rumah. Hal ini mereka
87 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 78-89
memberikan
perlakukan
yang
baik
untuk para suami-suaminya.
yang tinggi, pada umumnya memiliki sejumlah
Cara-cara diatas merupakan cara
kualitas
yang
mengagumkan.
Individu ini akan lebih mampu mengontrol
yang subjek anggap pantas untuk mereka
emosinya
lakukan, karena menurut beberapa subek
peristiwa dalam hidup dengan lebih baik.
penelitian cara tersebut sudah mereka
Sedangkan individu dengan subjective well-
lakukan sejak awal pernikahan dan sekarang
being yang rendah, memandang rendah
mereka sudah memasuki usia pernikhan
hidupnya dan menganggap peristiwa yang
yang terhitung sudah cukup lama ada yang
terjadi
baru 4 tahun, 9 tahun dan bahkan 11 tahun.
menyenangkan dan oleh sebab itu timbul
Dan tidak hanya itu subjek juga mengaku
emosi yang tidak menyenangkan seperti
bahwa selain cara-cara tersebut mereka juga
kecemasan, depresi dan kemarahan.
mempunyai
cara-cara
menghadapi
sebagai
hal
berbagai
yang
tidak
dalam
c. Tahap akhir dari subjective well-
memaknai setiap peristiwa-peristiwa yang
being yang dibahas diatas adalah
terjadi dalam kehidupan rumah tangganya.
episode
Dalam hal ini terdapat 3 pasang subjek
mempengaruhi
penelitian yang mengungkapkan bahwa
being.
mereka
dalam
Berdasarkan hasil penelitian yang
kehidupannya dengan cara menyerahkan
dilakukan oleh peneliti, maka didapatkan
semuanya
sembilan faktor utama yang mempengaruhi
memaknai
kepada
tersendiri
dan
pristiwa
Allah
dan
selalu
faktor-faktor subjective
yang well-
memaknai sesuatu dengan baik serta pasrah
subjective well-being yang positif
kepada Allah dan tetap bersyukur dengan
sebagian besar dipengaruhi oleh faktor
apapun yang terjadi dikehidupannya. Akan
kepercayaan, perhatian, faktor keimanan,
tetapi
justru
faktor pendidikan, faktor kesadaran, faktor
memaknai sesuatu dengan dua hal, ketika
lingkungan dan keluarga, faktor agama, dan
mengalami peristiwa yang menyenangkan
yang terahir adalah faktor ekonomi dan
maka ia akan bersyukur kepada Allah akan
keuangan.
tetapi jika dihadapkan kepada peristiwa
terdapat juga
yang tidak menyenangkan maka ia justru
mempengaruhi subjective well-being seperti,
merasa
pasangan yang menyenangkan, rasa saling
terdapat
kesal
1
subjek
namun
yang
pada
akhirnya
menyerahkan semuanya kepada Allah
Selain
faktor-faktor
faktor
lain
yang
yakni
diatas, dapat
perduli satu sama lain, dan rasa saling
Penjelasakan diatas senada dengan
menghargai. Sedangkan faktor yang negatif
pendapat Park yang mengungkapkan bahwa
dipengaruhi oleh rasa saling tidak percaya,
Individu dengan level subjective well-being
sifat egois satu sama lain, kurangnya
Listian & Alhamd, Subjective-wellbeing On....| 88
pengetahuan tentang agama, serta faktor
faktor diatas, terdapat juga faktor lain yang
ekonomi.
dapat mempengaruhi subjective well-being seperti, pasangan yang menyenangkan, rasa
SIMPULAN DAN SARAN
saling peduli satu sama lain, dan rasa saling
Simpulan Berdasarkan data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek mengaku bisa merasakan kebahagiaan
dan
kepuasan
dalam
menghargai. Sedangkan faktor yang negatif dipengaruhi oleh rasa saling tidak percaya, sifat egois satu sama lain, kurangnya pengetahuan tentang agama, serta faktor
pernikahannya sesuai dengan apa yang
ekonomi.
mereka harapkan walaupun belum maksimal
Saran Diharapkan kepada semua subjek
namun mereka merasa sudah cukup bahagia. Selain itu sebagian besar subjek juga
agar bisa meningkatkan subjective well-
memiliki subjective well-being yang tinggi
beingnya sehingga bisa mencapai sebuah
karena
kebahagian dan kepuasan seperti apa yang
subjek
mengaku
sudah
bisa
memaknai setiap perstiwa-peristiwa yang
diinginkan
terjadi dengan baik. Walaupun terdapat satu
subjective well-being yang rendah menjadi
subjek yang masih bisa dikatakan memiliki
tinggi dan bisa menciptakan kehidupan
subjective well- being yang rendah, karena
harmonis dalam kehidupan keluarga dan
terkadang
masih
menggunakan
tingkat
emosionalnya dalam memaknai sesuatu.
serta
bisa
meningkatkan
bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. Serta memberikan contoh-contoh yang
Peneliti juga mendapatkan sembilan
baik kepada individu-individu lain terkhusus
faktor utama yang mempengaruhi subjective
kepada para remaja agar tertarik melakukan
well-being
sebuah pernikahan melalui proses ta’aruf.
yang
positif,
yaitu
faktor
kepercayaan, perhatian, faktor keimanan,
Sementara untuk peneliti selanjutnya
faktor pendidikan, faktor kesadaran antara
disarankan untuk mengkaji masalah ini
keduanya, faktor lingkungan dan keluarga,
dengan
faktor agama, dan yang terahir adalah faktor
mendapatkan
ekonomi dan keuangan. Selain dari faktor-
mendalam sehingga bisa mendapatkan hasil
lebih
luas gambaran
sehingga yang
bisa lebih
yang lebih maksimal. DAFTAR RUJUKAN Al Qur’an (2009). Syaamil Al-Qur’an, The Miracle. Departemen Agama RI. Sygma Examedia Arkanleema.
Alhamdu. (2015). Subjective well-being siswa MAN 3 yang tinggal di asrama. Jurnal Psikis, 1, 1-14.
89 | Jurnal RAP UNP, Vol. 7, No. 1, Mei 2016, hlm. 78-89
Amran, H. (2002). Pacaran no, ta’aruf yes. Ummi edisi 19 Febuari-18 Maret. 09, (13). Avigdor, S. B., & Greenberg, L. C. (2011). What happy working mothers know. Jakarta: Salemba Humanika. Carr, A. (2004). Postive psychology: the science of happiness and human New York: strengths. Brunner_Routledge. Compton, W. C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. Belmont: Thomson Wadsworth. Diener. E. (2000). Subjective well-being : the science of happiness and a proposal for a national index. American Psychologist, 55(1),34-43. Diener, E., Suh, E., & Oishi, S. (1997). Recent finding in subjective wellbeing. Indian Journal of Clinical Psychology. 24 (1),25-41. Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith. H. L. (1999). Subjective wellbeing: three decades of progress. Psychological Bulletin, 125 (2), 276302. Diener. E., Scollon, C. N., & Lucas, R. E. (2003). The evolving concept of Subjective well-being: the multifaceted nature of happiness. Advances in Cell Aging and Gerontology, 15,187-215.
Diener, E. (2000). The optimum level of well-being: can people be too happy. Departement of Psychology University of Virginia. Hamid, M. (2010). Bahagiakan hati suami. Solo: Al-Hambara. https://safwankita.wordpress.com/2010/05/1 4/konsep-taaruf-pembentukankeluarga-dalam-tinjauan-psikologiislam. http://talimulquranalasror.blogspot.com/20 14/03/pacaran-taaruf-yangdiperbolehkan-islam.html Munir A, Aliyah, Thobroni M, (2010). Meraih berkah dengan menikah. Yogyakarta: Pustaka Marwa. Mustik, M., & Rihardini, (2007). Ta’aruf forever. Semarang: Qudsi Media. Nayana, F. N. (2013). Kefungsian keluarga dan subjective well-being pada remaja. Jurnal Psikologi, Vol. 1 (2) Saharani, Soharani, Tihami, (2013) Fikih munakahat, kajian fikih nikah lengkap. Jakarta: Rajawali Pers. Selamat, Kasmuri, Tihami, (2006). Pedoman menggayuh bahtera rumah tangga (Panduan Perkawinan). Jakarta: Kalam Mulia.