Evaluasi Desain Jalan Raya Kabupaten Blitar (Koespiadi)
129
STUDY EVALUASI DESIGN JALAN RAYA PROYEK PEMBANGUNAN SARANA TRANSPORTASI DESA WLINGI BLITAR JAWA TIMUR Koespiadi, Ir ABSTRACT Study evaluasi design jalan raya proyek pembangunan sarana transportasi desa wlingi Blitar “ jawa Timur “adalah merupakan study yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sistim perencanaan dan pelaksanaan untuk membangun suatu proyek dengan mutu yang baik. dengan data – data lalu lintas yang kita dapat sebagai pedoman dalam menghitung perencanaan sangat mendukung guna menentukan ITP ( Indeks Tebal Perkerasan ) dan menentukan jenis jalan sebagai mana fungsinya. Sehingga jalan yang kita bangun dapat berfungsi sesuai dengan perencanaan dan kita dapat mengetahui kapan jalan tersebut mulai di lakukan perawatan atau perbaikan jalan. KATA KUNCI :Flexible Pavement, Rigld Pavement, CBR (California Bearing Ratio)
PENDAHULUAN Terkadang kita mengalami kesulitan untuk membedakan secara pasti peranan sosial dan ekonomi dari transprortasi. Namun demikian beberapa perbedaan perlu dibuat karena banyaknya peranan sarana transportasi dan pengaruhnya tidak hanya bersangkut paut dengan soal pasar dan uang. Oleh karena itu bila bicara mengenai peranan sosial transportasi, kita akan melihat organisasi umum di masyarakat, cara hidup yang berkaitan dengan segala kegiatan baik sacara ekonomi maupun non ekonomi yang menyangkut manusia. Pada hampir semua sistim transportasi, jalur jalan yang tersedia tidak selalu menghubungkan setiap tempat tujuan. Ini karena terlalu mahal, tata guna lahan, tenaga kerja, material yang dibutuhkan untuk pembangunan dan pemeliharaannya. Oleh karena itu jalur gerak transportasi hanya pada lokasi – lokasi tertentu, walaupun demikian tetap diadakan kemungkinan untuk menghubungkan jalur – jalur gerak transportasi ke berbagai rute yang mungkin ditempuh. Hal ini akan menimbulkan dua komponen utama dari jalur gerak transportasi tersebut yaitu ruas jalan ( Way Link )dan persimpangan jalan ( Way Intersection ). Lalu lintas pada suatu jalan raya merupakan elemen dari sistim transportasi yang mencakup pergerakan dari unit – unitnya. Lalu lintas terdiri dari empat unsur utama yaitu: Jalan, pemakai jalan, kendaraan dan lingkungan. Keempat unsur tersebut dalam realisasinya saling berinteraksi sehingga menghasilkan kondisi lalu lintas yang tertentu sehingga kita harus mengetahui agar keempat unsur tersebut dapat membuat kondisi lalu lintas itu sendiri menjadi aman, nyaman dan ekonomis. Jalan sebagai unsur lalu lintas yang dapat mempengaruhi pergerakan dari ketiga unsur utama lalu lintas yang lain. Kelancaran lalu lintas sangat ditunjang dari kondisi jalan yang ada, makin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar pula lalu lintas yang melintasi jalur tersebut. Untuk mengetahui baik buruknya pelayanan jalan akan
130
NEUTRON, Vol.5, No. 2, Agustus 2005: 129-134
ditunjukan oleh kondisi lalu lintas yang melintasi jalan itu, dengan kata lain jalan yang berfungsi melayani lalu lintas. Tujuan dari dibangunnya jalan adalah untuk memberikan pelayanan kelancaran dan kebebasan gerak lalu lintas dengan aman dan nyaman. Sarana transportasi di desa wlingi Blitar Jawa Timur semakin meningkat dengan dilandasi banyaknya kendaraan baik muatan ringan maupun muatan berat yang melintasijalur tersebut, sehingga sering terjadi adanya kerusakan jalan entah itu disebabkan makin meningkatnya jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut atau karena pada waktu perencanaan jalan mutu dan standard kekuatan jalan terabaikan.Dengan keadaan jalan yang rusak maka akan menyebabkan kemacetan dan ketidaknyamanan bagi pemakai jalan serta rawan terjadi kecelakaan. Perbedaan dan Fungsi Lapis Perkerasan Jalan Raya Beberapa Bentuk perkerasan Lentur di Indonesia 1. Sistim TELLFORD ( Thomas Tellford, Inggris, 1757 – 1834 ) a. Batu belah umumnya dipasang dengan tangan ( tenaga manusia ) batu belah di pasang berdiri. b. Batu – batu pengunci di padatkan dengan mesin gilas. c. Untuk lapisan permukaan dapat digunakan aspal penetrasi atau lapisan surface course dari aspal beton. 2. Sistim MACADAM ( John l. Macadam, Inggris, 1756 – 1836 ) Dipakai bila : Tanah dasar ( sub grade ) bukan lempung Tidak ada kemungkinan larinya tanah sub grade ke permukaan ( menuju lapisan kerikil ) kemungkinan tanah sub grade terendam air Dipakai bila : Tanah dasar dari lempung (clay) Ada kemungkinan tanah sub grade lari ke lapisan sebelah atas, perlu ada lapisan pencegah ( peralihan = filter ) Pada sistim macadam dikenal jenis – jenis : Traffic bound macadam : Wearing surface ( permukaan dari lapisan yang berkontak langsung dengan kendaraan ) didapatkan oleh lintasan trafik ( kendaraan ) tidak diperlukan pemadatan dengan mesin gilas. Water bound macadam : Lapisan terdiri dari batu pecah ( kerikil ) yang pengikatnya di pakai stone dust ( abu batu ) + tanah sedikit,pemadatan dilakukan dengan mesin gilas berat atau mesin getar, pada waktu pemadatan air disiramkan pada lapisan tersebut ( fungsi air sebagai pengikat batuan, bersama – sama dengan stone dust dan tanah, mengikat kerikil – kerikil sehingga menjadi kesatuan ). Bituminous macadam ( Penetrasi macadam ) Bahan bitumen cair ( aspal cair ) disemprotkan di atas permukaan lapisan, masuk diantara celah – celah batuan dan mengikat batuan / kerikil pada permukaan, disebut juga “ Penetration macadam “ ( karena aspal penetrate ke antara batuan ). Cement bound macadam Seperti pada bitumeneus macadam hanya kali ini yang dipakai sebagai bahan pengikat yang mempenetrate keantara batuan adalah mortar semen ( pasta semen ) dan bukan bahan bitumen.
130
NEUTRON, Vol.5, No. 2, Agustus 2005: 129-134
3. Sistim AWCAS ( All Weather Aggregated Surface ) Bahasa Indonesia : JAPAT ( Jalan Padat Tahan Cuaca ) Ini adalah sistim perkerasan untuk jalan desa, jalan perintis dan lain – lain Perkerasan berupa antara lain : - Lapisan batu ( batu kapur ) - Lapisan kerikil - Lapisan pasir - Lapisan tanah campur kerikil Yang di padatkan diatas tanah dasar ( sub grade ) lalu di padatkan. Prinsipnya ialah pokoknya memberikan perkerasan pada tanah dasar supaya : - Dapat di lalui kendaraan - Tidak ambles di musim hujan - Tidak mudah tergerus oleh air ( erosi, longsor ) - Nantinya dapat menjadi pondasi untuk lapisan perkerasan di atasnya ( bila jalan ingin di tingkatkan ). 4. Sistim Aspal Beton yaitu semua jalan yang menggunakan lapisan surface ( permukaan ) dari aspal beton. Aspal Beton : Aspalt Cement ( AC ) + Aggregate dengan campuran yang terencana dan terkontrol dengan baik ( seperti pada aggregate beton biasa ) Sistim Mix design dari aggregate : - Sistim continous graded, sistim gradasi menerus - Sistim gradasi selang, gap graded system - Sistim mastic system 5. Sistim perkerasan beton Perkerasan jalan dari beton PC dibagi menjadi ; Perkerasan dengan paving blok beton Perkerasan beton tanpa tulangan ( Lean Concrete Pavement ) Perkerasan beton dengan tulangan susut menerus ( Ordinary Reinforced Concrete Pavement ) CRCP ( Countinously Reinforced Concrete Pavement ) petrkerasan beton dengan tulangan menerus. STANDARD JALAN RAYA Pada dasarnya dalam perencanaan geometric jalan raya tidaklah ada suatu ketentuan standard, hanya saja dapat digambarkan bahwa untuk suatu perencanaan yang layak, pada daerah penggunaan dimana terutama mobil penumoang yang lewat dengan jumlah 50 kendaraan per hari, maximum grade 12 % kecepatan maximum 20 mph dan total shoulder 24 ft adalah merupakan batas bawah. Di lain pihak untuk daerah freeway dimana jumlah kendaraan campuran berkisar 100.000 kendaraan/hari, perencanaan akan berhasil baik apabila design speed 70 mph, maximal grade 3 %, lebar right of way 250 – 500 ft, yang merupakan batas atas dari perencanaan. Berdasarkan atas kelayakan dengan batas – batas diatas, maka untuk perencanaan geometric jalan yang lain dapat diambil harga diantaranya. Design speed yang di difinisikan dalam AASHO adalah suatu kecepatan yang di tentukan untuk suatu perencanaan yang di korelasikan pada kondisi yang akan datang sehubungan operasi – operasi kendaraan yang menggunakan jalan tersebut. Suatu design speed haruslah sesuai dengan sifat lapangan, ekonomi dan type jalan yang di buat. Bentuk – bentuk
Evaluasi Desain Jalan Raya Kabupaten Blitar (Koespiadi)
131
seperti belokan, super elevasi dan jarak pandangan, bahu jalan, daerah bebas ke dinding dan rel berhubungan erat dengan design speed tersebut. Minimum design speed rekomendasi AASHO ( mph ) Flat topografi 70 Rolling 60 Mentainous 50 Urban 50 Dalam kenyataan sulit untuk bisa mendapatkan design speed secara pasti dikarrenakan kompleknya faktor – faktor yang akan mempengaruhi. RENCANA CROSS SECTION Dimensi dan ukuran tiap elemen jarang ditetapkan secara mutlak oleh AASHO dan disesuaikan dengan volume berkarakteristik kendaraan dan kecepayannya serta kelakuan beroperasinya kendaraan. LEBAR JALUR Menurut perkembangan, mula – mula pada saat volume kendaraan masih rendah lebar lane di buat kurang lebih 1,5 ft, akibat kenaikan lalu lintas maka lebar lane bertambah pula dan sampai sekarang di buat lebar lane sebesar 10 ft yang kemudian di pakai standard pada jalan kelas satu, dan 12 ft untuk freeway dan arteri di mana – mana volume lalu lintas › 400 kendaraan untuk 2 ( dua ) lane ( 24 ft). Untuk dearah urban lebar lane minimum = 11 ft. Lebar perkerasan menurut peraturan perencanaan geometric jalan raya th 1970, lebar normal = 3,5 meter. JUMLAH LANE Perencanaan jumlah jalur di dasarkan atas istimate jumlah kendaraan pada umur rencana, untuk kebanyakan jalan di pedalaman kapasitas perjalur ( 12 ft ). Untuk daerah urban jalur 12 ft dan harga tersebut di reduksi terhadap lebar bahu, kebebasan samping, jarak kendaraan henti dan adanya truk. Kadang – kadang di bedakan jumlah jalur untuk penggunaan sesuai dengan waktu jalur sibuk, dimana kemungkinan pagi dan siang hari jumlah jalur untuk satu arah perlu di rubah. Demikian juga pada daerah pendakian untuk truk bisa di sediakan jalur – jalur khusus. SHOULDER Tujuan : Tempat parkir Pemberhentian kendaraan akibat sesuatu hal Menambah perkuatan perkerasan Memperlebar jarak pandangan horizontal Memperkecil kecelakaan Jalan tanpa shoulder atau lebar shoulder kecil kapasitas jalan akan menurun dan tingkat kecelakaan akan naik. Perkembangan : Untuk highway lebar shoulder mula – mula dibuat 2,3,4 ft dan umumnya unpaved ( dibuat dari gravel atau material sejenisnya yang setabil sepanjang waktu ), akibat perkembangan lalu lintas lebar shoulder sampai saat sekarang kurang lebih 10 ft untuk jalan utama, dan 6 ft untuk daerah pegunungan, daerah urban 12 ft dengan jumlah lane 6. Untuk jalan raya 2 ( dua ) jalur
132
NEUTRON, Vol.5, No. 2, Agustus 2005: 129-134
Volume kendaraan per jam ‹ 100 100 - 200 ≥ 200
Lebar minimum ( ft ) 4 6 8
Untuk multilane : 4 ( empat ) lane freeway min lebar 4 – 6 ft ≥ 6 ( enam ) lane lebar 10 ft di dalam beberapa study menunjukan bahwa makin lebar shoulder – shoulder yang dibuat dari gravel tingkat kecelakaan makin menurun, di lain pihak makin besar shoulder yang di perkeras maka tingkat kecelakaan semakin meningkat sehingga di ambil tindakan untuk membedakan warna perkerasan dan shoulder atau membuat tanda batas. HASIL PEMBAHASAN Perhitungan analisa data dilakukan pada dua kondisi yang berbeda dengan rentang waktu yang sama yaitu kondisi jalan yang belum diperbaiki dan kondisi jalan yang sudah diperbaiki serta difungsikan, mulai waktu pelaksanaan pada tahun 1998 sampai dengan dibukanya jalan pada tahun 2000 dengan pertimbangan perhitungan padatnya kenaikan angka lalu lintas pada 10 tahun hingga 20 tahun yang akan datang. Berikut lampiran data yang diperoleh sebagai penunjang pembahasan analisa data , DATA KLASIFIKASI JALAN TAHUN1997 : Kecapatan rencana 80 Km / jam Jumlah jalur 2 ( dua ) jalur 2 ( dua ) arah Klasifikasi jalan Arteri Lebar perkerasan 2 x 3,5 meter Lebar bahu jalan 2 meter Lereng melintang perkerasan 3 % Lereng melintang bahu 5 % Miring tikungan maximal 10 % Jari – jari tikungan minimal 0 % Landai maximal 10 % DATA LALU LINTAS TAHUN 1997 : Kendaraan ringan 2 ton ( 1 + 1 ) = 2000 kendaraan Bus 8 ton ( 3 + 5 ) = 600 kendaraan Truk 2 As 13 ton ( 5 + 8 ) = 100 kendaraan Truk 3 As 20 ton ( 6 + 7,7 ) = 60 kendaraan Truk 5 As 30 ton ( 6 + 7,7 + 5 + 5 ) = 20 kendaraan + jumlah LHR = 2780 kendaraan Jalan dibuka tahun 2000 ( i selama pelaksanaan 5 % per tahun ) Umur rencana 10 tahun dan 20 tahun Perkembangan lalu lintas ( i ) : - Untuk 10 tahun = 8 % % FR = 10 CBR tanah dasar = 4 % Daya Dukung Tanah ( DDT ) = 4,3 Bahan perkerasan jalan : Lapis perkerasan Asbuton ( MS 744 ) a1 = 0,35
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan masalah, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain : Dengan diperolehnya data yang ada dari hasil analisa data maka kita dapat mengetahui ITP ( Indeks Tebal Perkerasan ) selama umur rencana 10 tahun adalah Tebal perkerasan jalan D1 15 Pondasi macadam D2 20 Lapis pondasi bawah / sirtu D3 10 ITP ( Indeks Tebal Perkerasan ) selama umur rencana 20 tahun adalah Tebal perkerasan jalan D1 20 Pondasi macadam D2 20 Lapis pondasi bawah / sirtu D3 10
Pelaksanaan pembangunan jalan raya dengan memperhatikan perhitungan dan mempelajari dari data – data yang kita dapat serta permasalahan yang telah mengakibatkan kondisi jalan cepat rusak sebelum umur rencana, sehingga kita dapat menyimpulkan hasil tersebut untuk pelaksanaan pembangunan yang lebih mengutamakan mutu dan kekuatan yang baik, kuat dan tahan lama bahkan lebia dari umur rencana. Dengan data – data seperti data DDT,CBR, FR dan data penunjang lainnya yang kita peroleh sangat menunjang sebagai dasar untuk perhitungan mencari ITP ( Indeks Tebal Perkerasan ) dalam pelaksanaan pembangunan jalan raya . Dengan diperbaikinya tikungan yang lama menjadi 33° dan 60° maka kondisi jalan sekarang yang ada cukup mengurangi kendala rawan kecelakaan . SARAN Bahwa pembangunan proyek sarana transprotasi desa wlingi blitar, Jawa Timur dapat mengantisipasi pertumbuhan lalu lintas yang ada sehingga diharapkan masalah jalan, keyamanan dan kelancaran berlalu lintas dapat teratasi Dengan perhitungan yang matang maka jangka waktu ketahanan jalan dapat kita prediksi dengan melihat data angka – angka kenaikan jumlah lalu lintas yang melintasi jalur tersebut sehingga kita dapat mengetahui kapan jalan tersebut mulai dilakukan pemeliharan sehingga para pemakai jalan dapat melintasi jalur tersebut dengan nyaman tanpa ada keluhan entah itu kemacetan atau kondisi jalan yang rusak. REFERENSI Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Lalu Lintas di Wilayah Perkotaan, Jakarta, 1999. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.
134
NEUTRON, Vol.5, No. 2, Agustus 2005: 129-134
Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya, PoliTeknik Negeri Bandung, Bandung Sunggono KH Ir., Buku Teknik Sipil, NOVA, Bandung 1994 Sunggono KH Ir., Rencana Anggaran Biaya, NOVA, Bandung 1994