STUDI VARIASI GRAVITY AERATOR UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN OKSIGEN TERLARUT PADA AIR BOEZEM KALIDAMI SURABAYA STUDY ON GRAVITY AERATOR VARIATION TO INCREASE THE DISSOLVED OXYGEN CONTENT IN WATER OF BOEZEM KALIDAMI SURABAYA Muhammad Gama Prastowo dan M. Razif Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
[email protected] Abstrak Salah satu pengolahan untuk meningkatkan kualitas Boezem Kalidami adalah dengan proses aerasi. Penelitian ini dilakukan pada badan air Boezem Kalidami dengan menggunakan gravity aerator dengan prinsip terjunan. Analisis sampel dilakukan di lapangan dengan menggunakan DO meter dan metode titrasi winkler. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinggi terjunan air, lebar pelimpah air, dan debit air. Dari ketiga variasi tersebut, peningkatan kadar DO dan Koefisien Transfer Oksigen (K La) dari masing- masing variasi dapat diketahui. Variasi terbaik diperoleh dari metode perhitungan dengan menggunakan persamaan orde 1, dengan memasukkan nilai K La untuk mendapatkan kadar DO pada waktu tertentu. Dari hasil perhitungan, hasil terbaik pada percobaan pertama, dengan nilai DO sebesar 4,01 mg/l diperoleh pada kondisi lebar pelimpah 30 cm, tinggi terjunan 3 x 25 cm, dan debit 75 ml/detik dan pada percobaan kedua dengan ketinggian 5 x 25 cm diperoleh nilai DO sebesar 4,13 mg/L. Kata kunci : Boezem, Kalidami, Transfer Oksigen, Aerasi, DO, K La
Abstract One of treatment processes to increase the water quality of Boezem Kalidami is an aeration process. This research was conducted in the Boezem Kalidami using a waterfall gravity aerator. Samplings as well as the analysis of the samples were done in the site, as well. A DO meter was used for the measurement and the winkler method was utilized in the analysis The variables used in this research were height of waterfall, width of overflow water, and water discharge. From these variations, the increasing of DO content and Oxygen Transfer Coefficient (K La) from each variation can be investigated. The best variation was obtained by a calculation method using the 1 st order equation by entering the K La value to find the DO content in a certain time. From the calculation results, the best variaton for the first experiment that provided the DO value of 4.01 mg/L was obtained at the conditions of: 30 cm width of water overflow, 3 x 25 cm height of water fall, and 75 ml/s water discharge, while at the second experiment with the total height of water fall was equal to 5 x 25 cm provided the value of DO of 4.13 mg/L. Key Words: .
Boezem, Kalidami, Oxygen Transfer, Aeration, DO, K La
1. PENDAHULUAN Latar belakang Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh perkembangan kota yang pesat sangat berbanding terbalik dengan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi perkotaan yang baik. Contoh yang paling nyata adalah penggunaan saluran drainase yang seharusnya menjadi pengalir air hujan, memiliki fungsi ganda sebagai pembawa air limbah perkotaan pula. Salah satunya adalah ditandai dengan kandungan oksigen terlarut pada boezem yang dibawah baku mutu air golongan C, bahkan mencapai 0 mg/l. Walaupun boezem memiliki kemampuan untuk pemulihan diri dan mengolah bahan yang masuk ke dalamnya, hal tersebut tidak akan berpengaruh akibat terlalu besarnya beban pencemar yang masuk. Salah satu upaya untuk perbaikan boezem antara lain dengan menerapkan teknik aerasi untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut pada Boezem Kalidami, dengan harapan kerja pemulihan diri (self purification) dari boezem dapat meningkat. Salah satu tipe aerasi yang sering digunakan adalah dengan menggunakan prinsip aerasi secara gravitasi yang disebut gravity aerator. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, permasalahan yang ditinjau adalah apakah alat gravity aerator ini mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada air Boezem Kalidami Surabaya, dan Bagaimana variasi terbaik yang diperlukan untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut yang sesuai standart kriteria? Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang akan diselesaikan di dalam Tugas Akhir ini, maka tujuan rinci dari diadakannya penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui apakah gravity aerator yang digunakan mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada air Boezem Kalidami hingga memenuhi batasan standart kriteria. 2. Mengetahui variasi dan ketinggian total yang dibutuhkan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut pada air Boezem Kalidami yang memenuhi batasan standart kriteria.
Landasan Teori Semakin meningkatnya jumah kontaminan yang masuk ke dalam badan air, akan menimbulkan dampak negatif yaitu pencemaran yang terjadi pada badan air tersebut. Apabila air limbah terus menerus dibuang ke badan air tanpa dilakukan pengolahan dulu sebelumnya, maka akan menyebabkan kualitas badan air tersebut semakin memburuk. Hal ini berbanding lurus dengan kemampuan badan air tersebut untuk melakukan self purification, sehingga akan berdampak pula pada semakin cepatnya perubahan morfologi badan air dan terjadinya pendangkalan akibat sedimen (Slamet dan Karnaninroem, 2003).
Dalam proses pengolahan air limbah, sering dijumpai proses transfer gas, yakni perpindahan gas dari dase gas ke fase cair dan sebaliknya. Salah satu diantata transfer gas dalam pengolahan air limbah adalah transfer oksigen. Transfer Oksigen, proses dimana oksigen berpindah dari fase gas menjadi fase larutan adalah bagian penting dari proses pengolahan air limbah. Fungsi-fungsi dari bangunan pengolah air yang menggunakan sistem secara aerobik, bergantung kepada cukup tersedianya kuantitas dari oksigen. Agar air dapat ter-aerasi, peralatan aerasi dievaluasi dengan basis transfer oksigen per unit udara ke air untuk kondisi yang equivalen (Metcalf & Eddy, 2003). Oksigen terlarut pada air dimonitor selama periode re-aerasi dengan mengukur konsentrasi DO pada beberapa point pilihan yang berbeda sampai pilihan terbaik yang mewakili kandungan dari tangki. Data yang diperoleh pada masing-masing penentuan point kemudian dianalisa dengan model transfer massa:
Cs Ct e ( K L )t Cs C0
Untuk menyatakan massa gas dalam bentuk konsentrasi maka satuan masa gas dibagi dengan volume cairan yang ada dan disederhanakan, maka diperoleh persamaan:
dC A N A K L (Cs C L ) K G A( p g p) dt V Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu : dC K L (C s C ) dt Nilai KL a dapat ditentukan dalam skala percobaan dengan melakukan integrasi terhadap persamaan tersebut, diperoleh persamaan garis lurus:
ln(Cs – Ct ) = ln(Cs – Co ) – KLa.t Dari data percobaan dengan konsentrasi awal oksigen C 0 dan konsentrasi oksigen dalam interval waktu percobaan Ct, maka dapat diplot ln(Cs – Ct) vs t, dalam sebuah grafik dan diperoleh garis lurus dengan besarnya sudut arah (slope) adalah K La (Masduqi, A., dan Slamet, A., 2002). Prediksi dari laju oksigen transfer pada sistem aerasi secara umum selalu bersandar pada model laju oksigen. Koofisien overall massa transfer oksigen KL α biasanya ditentukan pada tes dengan fasilitas full-skala. Jika fasilitas skala-pilot digunakan untuk menentukan nilai K L α, scale-up harus dipertimbangkan. Koefisien transfer massa K Lα , juga merupakan fungsi dari temperatur, intensitas pengadukan (jenis perlengkapan yang digunakan dan geometri dari mixing chamber), dan unsur pokok di dalam air.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian studi terhadap variasi gravity aerator untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut pada air Boezem Kalidami Surabaya, karena didalamnya berisi tahapan-tahapan mengenai proses penelitian. Sehingga, dengan metodologi penelitian ini diharapkan nantinya dapat mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sebuah Gravity Aerator dengan prinsip terjunan yang terdiri dari sebuah bak yang berfungsi sebagai bak pengatur debit, 2 buah penyangga sebagai pengatur ketinggian terjunan air, dan 3 buah bak sebagai pengatur lebar pelimpah air. Bak pengatur debit yang digunakan adalah ember plastik yang dimodifikasi dengan penambahan kran air. Penyangga terbuat dari kayu yang diukur sesuai tinggi variasi terjunan air, dan bak pengatur lebar pelimpah air, terbuat dari triplek kayu yang diukur sesuai dengan lebar variasi pelimpah air. Tahapan proses dimulai dari pemompaan air Boezem Kalidami dengan menggunakan pompa ke dalam bak pengatur debit, sampai terjadi overflow. Setelah itu kran dibuka untuk mengalirkan air ke bak pengatur lebar pelimpah air dengan debit konstan. Bak pengatur lebar pelimpah air ini diletakkan di atas penyangga yang lebih rendah dari bak pengatur debit, sehingga air dapat mengalir secara gravitasi. Bak ini dibiarkan penuh, hingga air melimpah ke bawah dan terjadi terjunan air, yang selanjutnya ditangkap oleh bak penampung sesuai dengan variasi ketinggian yang ditetapkan. Setelah kedua bak penuh, kran air ditutup dan dibiarkan selama 5 menit untuk menunggu kondisi air steady, sehingga dapat diukur kandungan DO mulamula dengan menggunakan DO meter. Setelah itu proses aerasi dijalankan dengan membuka kran a ir dengan bukaan maksimum dan pemompaan secara kontinu hingga terjadi overflow pada bak pengatur debit, sehingga dapat menghasilkan debit yang konstan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinetika Reaksi Transfer Oksigen
Studi proses kinetika menjelaskan mengenai orde reaksi dimana proses transfer oksigen berjalan. Pada sub-bab ini akan dipaparkan analisa perhitungan menggunakan kinetika orde 1 dan orde 2. Orde 0 tidak dibahas secara lanjut pada pembahasan ini dikarenakan secara teoritis reaksi transfer oksigen tidak berada pada orde 0, dimana reaksi tidak bergantung pada konsentrasi reaktan. (Benefield,1982). Pada orde 0, konsentrasi reaktan dapat terus memiliki nilai yang sama selama reaksi berlangsung dalam waktu t, atau akan terus memiliki konsentrasi yang bertambah (atau berkurang) tanpa memiliki titik kejenuhan. Contoh perhitungan akan dipaparkan pada data variasi lebar 15 cm, tinggi 25 cm, dan debit 75 ml/detik sebagai berikut: Tabel 3.1 Data Contoh Perhitungan Kinetika Reaksi Lebar (cm) 15
Debit (ml/detik) 75
Sumber : Hasil Pengukuran
t (detik) 0 10 17 24
Ct (mg/L) 0,8 2,3 3 3,9
Co (mg/L) 0,8
Kinetika Reaksi Orde 1:
dc kla(Cs C ) dt 1
Ct
dc kla dt » Co (Cs C ) 0 »
1 Ln(Cs C )]Ct Co kla.t ]0
»
{Ln(Cs Ct ) Ln(Cs Co)} kla.t
» Ln
Cs Ct kla.t ...........................................(4.1) Cs Co
Cs Ct Ln Cs Co
Dari persamaan diatas, dapat dicari nilai K La dengan menggambar grafik absis x = vs ordinat y = t
Kinetika Reaksi Orde 2: dc kla(Cs C ) 2 dt 1
Ct
dc kla dt » Co (Cs C ) 2 0 »
»
1 ]Ct Co kla.t (Cs C )
1 1 kla.t Cs Ct Cs Co Dari persamaan diatas, dapat dicari nilai kla dengan menggambar grafik absis x = vs ordinat y = t 1
1 Cs Ct Cs Co
Berikut adalah hasil dari perhitungan R2 untuk setiap variasi pengukuran:
Tabel 3.2 Nilai R2 pada Percobaan Pertama No
Lebar (cm)
1
15
2
30
3
45
4
15
5
30
6
45
Tinggi Debit (cm) (ml/detik) 75 38 75 25 38 75 38 75 38 75 50 38 75 38
Sumber : Hasil Perhitungan
R2 orde 1 0,9942 0,9931 0,9965 0,9919 0,9913 0,9887 0,9985 0,9940 0,9997 0,9863 0,9903 0,9881
R2 orde 2 0,9729 0,9833 0,9917 0,9875 0,9961 0,9957 0,9773 0,9890 0,9849 0,9984 0,9975 0,9964
Pada percobaan pertama ini dapat kita lihat bahwa nilai R2 bervariatif pada tiap variasi percobaan. Hal ini dimungkinkan karena terlalu sedikitnya data yang diambil, sehingga tidak terlihat begitu jelas apakah reaksi mengarah pada orde 1 atau orde 2. Akan tetapi melihat hasil tabel di atas secara keseluruhan, orde 1 memiliki nilai R2 yang lebih mendekati 1, daripada orde 2 Berikut adalah hasil perhitungan R2 untuk percobaan kedua. Tabel 3.3 Nilai R2 pada Percobaan Kedua No
Lebar (cm)
1
15
2
30
3
45
4
15
5
30
6
45
Tinggi Debit (cm) (ml/detik) 75 38 75 25 38 75 38 75 38 75 50 38 75 38
Sumber : Hasil Perhitungan
orde 1
orde 2
0,9951 0,9993 0,9966 0,9980 0,9903 0,9949 0,9947 0,9918 0,9885 0,9957 0,9978 0,9820
0,9828 0,9917 0,9891 0,9890 0,9885 0,9940 0,9933 0,9975 0,9879 0,9882 0,9938 0,9827
Pada percobaan kedua ini dapat kita lihat bahwa nilai R2 terlihat lebih jelas daripada percobaan pertama. Hanya sedikit variasi yang memiliki nilai R2 lebih mendekati 1 pada orde 2. Selain itu, secara teoritis bahwasanya reaksi di alam lebih cenderung kepada reaksi orde 1, sehingga, dalam penelitian ini penentuan koefisien transfer oksigen akan menggunakan persamaan orde 1. Penentuan Koefisien Transfer Oksigen Seperti yang telah dijelaskan di sub-bab sebelumnya bahwa pentuan Koefisien Transfer Oksigen akan menggunakan persamaan pada orde 1. Penentuan koefisien ini dilakukan dengan metode perhitungan dengan melihat slope (kemiringan) pada grafik. Dari perhitungan tersebut, didapatkan nilai K La pada setiap pengukuran. Hasil pengukuran setiap K La ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.4 Hasil Perhitungan nilai K La pada Percobaan Pertama
No
Lebar (cm)
1 2 3
15 30 45
Nilai Kla (detik-1 ) Debit 75 ml/dtk Debit 38 tinggi tinggi tinggi 25cm 50cm 25cm 0,026 0,016 0,015 0,016 0,010 0,009 0,012 0,008 0,007
Sumber : Hasil Perhitungan
ml/dtk tinggi 50cm 0,009 0,006 0,005
Dari data nilai K La pada tabel di atas, terlihat bagaimana tren peningkatan nilai KLa. Semakin merah warnanya, menandakan semakin rendah nilai K La. Dari ke dua tabel di atas, secara umum didapatkan bahwa semakin tinggi terjunan air, semakin lebar pelimpah air, dan semakin kecil debit air, akan didapatkan nilai KLa yang semakin rendah. Hasil ini diperkuat dengan data dari percobaan kedua, sebagai berikut: Tabel 3.5 Hasil Perhitungan nilai K La pada Percobaan Kedua
No
Lebar (cm
1 2 3
15 30 45
Nilai Kla (detik-1 ) Debit 75 ml/dtk Debit 38 tinggi tinggi tinggi 25cm 50cm 25cm 0,020 0,012 0,011 0,012 0,008 0,007 0,009 0,006 0,005
Sumber : Hasil Perhitungan
ml/dtk tinggi 50cm 0,007 0,005 0,004
Dalam Tabel di atas, koefisien Transfer Oksigen yang ditunjukkan pada masingmasing variasi percobaan, menunjukkan trend yang sama, yakni semakin kecil debit, nilai transfer yang didapatkan semakin kecil. Hal ini membuktikan, bahwa untuk mendapatkan koefisien transfer oksigen yang efektif dalam sistem terjunan, tidaklah dibutuhkan penampang yang terlalu lebar dan ketinggian yang terlalu tinggi, karena waktu tinggal air di dalam rekator akan semakin
tinggi. Jauh lebih efektif, apabila digunakan penampang kecil, tidak terlalu lebar, dengan debit yang cukup tinggi, akan tetapi memiliki terjunan yang banyak. Pada waktu yang sama, akan didapatkan kandungan oksigen terlarut yang lebih banyak daripada penampang yang lebar dan tinggi, akan tetapi hanya memiliki jumlah terjunan yang sedikit. Tinjauan ini menjadi berbeda apabila dikaitkan dengan peningkatan kandungan DO pada masing- masing variasi, pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.6 Nilai Kenaikan DO Rata-Rata
No
Lebar (cm)
1 2 3
15 30 45
Nilai Kenaikan DO (mg/L) Tinggi 25 cm Tinggi 50 cm Debit Debit Debit Debit 75 38 75 38 ml/dtk ml/dtk ml/dtk ml/dtk 2,6 2,8 3,0 3,2 2,9 3,2 3,4 3,8 3,2 3,4 3,7 4,1
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari tabel di atas, Kenaikan DO menjadi lebih besar pada Ketinggian maksimum, Lebar maksimum, dan Debit yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan, waktu kontak air dengan udara lebih besar, sehingga menghasilkan nilai DO yang semakin tinggi pula. Aplikasi dan Penggunaan Nilai KLa Nilai K La yang telah diperoleh pada masing- masing percobaan dapat dikembalikan ke persamaan garis lurusnya untuk menentukan Konsentrasi Oksigen Telarut pada waktu t. Sehingga, dengan menggunakan koefisien yang telah diketahui, dapat diketahui variasi paling baik pada tiap percobaan. Contoh perhitungan adalah pada variasi lebar 15 cm, tinggi 25 cm, dan debit 75 ml/detik, sebagai berikut: Diketahui : Cs = 7,4 mg/L KLa = 0,026/detik Co = 0,8 mg/L Persamaan Transfer Oksigen: Cs Ct Ln kla.t Cs Co » » » »
Cs Ct e Kla.t Cs Co 7,4 Ct e 0,026.t 7,4 0,8 Ct 7,4 6,6e 0,026.t
Ct 7,4
6,6 1,026 t
Dari persamaan di atas didapatkan, Ct sebagai fungsi y, dan t sebagai fungsi x. Sehingga didapatkan fungsi y sebagai berikut:
]
y 7,4
6,6 1,026 x
Dengan demikian x dapat dimisalkan sebagai titik bantu untuk mendapatkan nilai y. Pehitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.7 Sehingga dapat diperoleh grafik sebagai berikut:
Gambar 3.1 Grafik Nilai Ct Tabel 3.7 Perhitungan untuk Mencari nilai Ct Lebar (cm)
15
Debit (ml/detik)
75
k
t -1
-k.t
e-k.t {a}
Co
Cs
(mg/L)
(mg/L)
Cs-Co {b}
{a} .{b}
Ct (mg/ L)
(detik ) 0,0259
(detik) 0
0
1
6,6
Cs-({a}.{b }) 0,80
0,0259
7
-0,1813
0,834
5,506
1,89
0,0259
28
-0,725
0,484
3,196
4,20
0,0259
49
-1,2688
0,281
1,856
5,54
0,0259
91
-2,3564
0,095
0,625
6,77
0,0259
147
-3,8064
0,022
0,147
7,25
0,0259
196
-5,0752
0,006
0,041
7,36
0,0259
245
-6,344
0,002
0,012
7,388
0,8
7,4
6,6
Patut diperhatikan, bahwa persamaan tersebut tidak dapat digunakan untuk variasi percobaan yang lain karena setiap variasi memiliki nilai K La yang berbeda-beda. Sehingga persamaan harus dihitung kembali dengan menggunakan nilai K La pada setiap variasi. Dapat kita lihat pada Gambar 3.1 bahwa grafik menampilkan garis asimtot dengan asimtot datar pada y = 7,4. Garis yang terbentuk tidak akan pernah menyinggung, apalagi memotong garis y = 7,4 hingga titik tak hingga. Gambar grafik menunjukkan cekung ke bawah dan tanpa titik belok. Hal ini menandakan bahwa titik maksimum maupun minimum tidak dapat dicari. Kecekungan pada grafik, menandakan bahwa pada saat dimana grafik semakin mendatar akan diperoleh nilai Ct yang semakin rapat pada selang waktu yang sama. Karena itulah diperlukan suatu batasan kriteria untuk membatasi hal tersebut.
Batasan kriteria untuk menentukan nilai Ct terbaik ditentukan dengan menggunakan selang 4 ≤ y ≤ 5. Selang ini digunakan pada batas bawah 4, karena nilai oksigen terlarut 4 mg/L sudah cukup untuk memenuhi baku mutu air golongan C, yang hanya sebesar 3 mg/L. Sementara angka 5 digunakan sebagai batas atas karena untuk mencapai DO sebesar 5 mg/L masih memungkinkan dengan ketinggian dan jumlah terjunan yang tidak terlampau besar. Dari tabel 3.7 didapatkan bahwa nilai Ct yang sesuai batasan kriteria adalah sebesar 4,20 mg/L dengan waktu 28 detik. Sehingga apabila dibagi dengan waktu untuk satu kali terjunan, akan didapatkan jumlah terjunan dan ketinggian total yang digunakan. Diketahui untuk variasi di atas, waktu yang dibutuhkan untuk 1x ter junan sebesar 7 detik, sehingga: 30 det ik Terjunan = = 4 kali 7 det ik Ketinggian total = 4 x 25 cm = 100 cm Dari hasil di atas, didapatkan ketinggian total yang dibutuhkan untuk variasi lebar 15 cm, tinggi 25 cm dan debit 75 mg/L adalah sebesar 100 cm dengan 4x terjunan. Perhitungan untuk variasi lainnya dapat dilihat pada halaman lampiran. Hasil perhitungan untuk menentukan nilai Ct yang sesuai dengan batasan kriteria pada setiap variasi pengukuran akan dipaparkan pada tabel berikut: Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Nilai Ct pada Percobaan Pertama No 1 2 3 4 5 6
Tinggi T tiap Ketinggian Lebar Debit Ct t Jumlah Terjunan terjunan Total (cm) (ml/s) (mg/L) (detik) Terjunan (cm) (detik) (cm) 75 7 4,2 28 4 100 15 38 14 4,55 56 4 100 75 14 4,01 42 3 75 30 25 38 28 4,26 84 3 75 75 21 4,33 63 3 75 45 38 42 4,58 126 3 75 75 14 4,13 42 3 150 15 38 28 4,37 84 3 150 75 28 4,5 84 3 150 30 50 38 56 4,09 112 2 100 75 42 4,00 84 2 100 45 38 84 4,28 168 2 100
Pada hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa ketinggian total paling minimum yang dibutuhkan adalah 75 cm pada variasi lebar 30 cm, tinggi 25 cm, dan debit 75 ml/dtk, sehingga variasi ini dipilih sebagai variasi terbaik. Pada ketinggian tersebut dapat diperoleh nilai oksigen terlarut sebesar 4,01 mg/L yang memenuhi batasan kriteria yang telah ditetapkan. Berikut adalah hasil perhitungan dari percobaan kedua :
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Nilai Ct pada Percobaan Kedua Tinggi t tiap Ketinggian Lebar Debit Ct t Jumlah No Terjunan terjunan Total (cm) (ml/s) (mg/L) (detik) Terjunan (cm) (detik) (cm) 75 7 4,06 42 6 150 1 15 38 14 4,43 84 6 150 75 14 4,13 70 5 125 2 30 25 38 28 4,55 140 5 125 75 21 4,46 105 5 125 3 45 38 42 4,22 168 4 100 75 14 4,14 70 5 250 4 15 38 28 4,44 140 5 250 75 28 4,12 112 4 200 5 30 50 38 56 4,67 224 4 200 75 42 4,52 168 4 200 6 45 38 84 4,27 252 3 150 Pada hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa ketinggian paling minimum yang dibutuhkan adalah sebesar 100 cm pada variasi lebar 45 cm, tinggi 25 cm, dan debit 38 ml/dtk, dengan nilai oksigen terlarut sebesar 4,22 mg/L. Akan tetapi dengan pertimbangan bahwa lebar yang digunakan adalah variasi lebar terbesar dengan waktu yang lebih lama, maka variasi ini tidak dianggap sebagai variasi terbaik. Variasi terbaik dipilih pada variasi lebar 30 cm, tinggi 25 cm, dan debit 75 ml/detik karena merupakan variasi yang memiliki ketinggian total terendah kedua dengan 5x terjunan sehingga memberikan ketinggian total sebesar 125 cm dengan waktu yang dibutuhkan hanya 70 detik. Dari kedua percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi terbaik untuk mendapatkan nilai oksigen terlarut sesuai kriteria yang telah ditetapkan adalah pada variasi lebar 30 cm, tinggi terjunan 25 cm, dan debit 75 ml/detik. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat kesimpulan bahwa: 1. Gravity Aerator yang digunakan dalam penelitian mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada air Boezem Kalidami dimana pada lebar pelimpah 45 cm, tinggi terjunan 50 cm, dan debit 38 mg/L didapatkan kadar oksigen terlarut di dalam air boezem sebesar 4,1 mg/L yang memenuhi batasan standar kriteria (nilai DO berkisar antara 4 mg/L s.d 5 mg/L). 2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variasi yang memenuhi batasan standart kriteria (nilai DO berkisar antara 4 mg/L s.d 5 mg/L), pada percobaan pertama adalah pada variasi lebar pelimpah air 30 cm, tinggi terjunan air 3 x 25 cm, dan debit air 75 ml/detik, yang menghasilkan nilai DO sebesar 4,01 mg/L sedangkan pada percobaan kedua dengan ketinggian terjunan air sebesar 5 x 25 cm menghasilkan nilai DO sebesar 4,13 mg/L.
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan menambah variasi pengukuran ditinjau dari banyaknya jumlah terjunan. Hal ini penting untuk menambah data agar terlihat jelas perbedaan orde reaksi pada percobaan. 2. Keberhasilan percobaan sangat bergantung pada kondisi alam, karena itu pengkondisian suhu dan sampel air secara buatan sebaiknya juga diperlukan. 3. Perlu dilakukan penelitian dengan variasi beban pencemar pada sampel air, sehingga potensi keoptimuman alat dapat lebih tergali. 5. Daftar Pustaka Akhlus, S. 1999. Pengantar Kinetika Kimia. Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA ITS. Alaert, G., dan Santika, S. S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. BAPPENAS, Direktorat Tata Ruang dan Pertahanan. 2009.
Benefield, L. D., et al. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. New Jersey: Pretice Hall Inc. Kaul, S. N., dan Gautam A. 2002. Water and Wastewater Analysis. Daya Publishing House: Delhi-110035. Mara, D.D. 1976. Sewage Treatment in Hot Climates. John Wiley and Sons Ltd, Department of Civil Engineering, University of Dundee: Scotland. Masduqi, A. dan Slamet, A. 2002. Satuan Ope rasi. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS .
Metcalf and Eddy, Inc., 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse, 4 th edition. New York: Mc Graw-Hill.
Pemerintah Kota Surabaya. 2003. Profil Kota Surabaya, Rich, Linvil G. 1974. Unit Operations of Sanitary Engineering. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. Slamet, A., dan Karnaningroem, N. 2003. Pengaruh Hidrodinamika pada Penyebaran Polutan di Sungai dengan Aliran Horizontal dua Dime nsi. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Press. Tchobanoglous, G., Schroeder, E.D. 1985. Water Quality. United States of America: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Wardoyo, S. T. H. 1981. ”Kriteria Kualitas Air untuk Evaluasi Pertanian dan Perikanan”. Training Analisa Dampak Lingkungan PPLH–UND –PSL IPB. Bogor: PPLHUNDD-PSL IPB.