STUDI SIFAT FISIK FUNCTIONALLY GRADED MATERIALS BERBASIS ALUMINIUM TITANAT DENGAN VARIASI SUHU SINTER Moh. Herman Eko Santoso1, Achmad Sulhan Fauzi2, Suminar Pratapa3 1,2,3 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Email :
[email protected] Sintesis Functionally Graded Materials (FGM) berbasis aluminium titanat (AT) dengan menggunakan serbuk alumina transisi sebagai bahan dasar untuk matriks telah berhasil dilakukan dengan metode infiltrasi berulang dan dilanjutkan dengan sinter pada suhu 1450oC, 1500oC, dan 1550oC selama 3 jam. Prakeramik dibuat melalui kompaksi uniaxial pada tekanan 49 MPa, sedangkan sebagai infiltran adalah larutan TiCl 3 20% (w/v). Infiltrasi dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan dengan pengeringan diudara yang dilakukan diantara dua kali proses infiltras. Karakterisasi sifat fisik meliputi pengujian porositas, densitas, dan shrinkage volume. Pengujian menggunakan metode Archimedes menunjukkan FGM dengan suhu sinter 1550oC memiliki porositas terkecil sebesar 8,71%; nilai densitas dan shrinkage volume terbesar masing-masing 3,54 gr/cm3 dan 49,93%. Seperti yang diharapkan sinter pada suhu yang lebih rendah mengakibatkan porositas lebih tinggi dan densitas yang lebih rendah. Kata kunci: FGM, aluminium titanat, infiltrasi berulang, alumina transisi, sifat fisik. PENDAHULUAN Salah satu perkembangan bahan komposit keramik adalah FGM (FunctionallyGraded Materials atau bahan ubahan gradual), yang dikembangkan oleh para ilmuan Jepang pada sekitar tahun1984 . FGM merupakan material komposit baru dengan komposisi dan struktur bervariasi menurut kedalaman sehingga menghasilkan perubahan pada sifat-sifat material (Canillo, 2006). Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan sintesis pada bahan FGM adalah dengan menggunakan teknik infiltrasi cairan (Pratapa, 1997). Metode infiltrasi ini relatif mudah dan efisien karena memanfaatkan material berpori sebagai matriks yang dicelupkan kedalam cairan infiltran yang akan mengisi pori dari material tersebut sebagai filernya. Pada sentesis FGM aluminium titanat (AT) matriks yang digunakan adalah corundum dengan filer rutile. Fase aluminium titanat terbentuk melalui sintering pada temperature 1280 oC yang merupakan hasil reaksi antara αalumina dan titania (rutile)(Kato, 1980). Penelitian FGM AT yang pernah disintesis dengan metode infiltrasi antara lain
sintesis FGM Al 2 O 3 -AT; (AT) tanpa penstabil (Pratapa dan Low, 1996), Al 2 O 3 -AT-ZrO 2 dengan ZrO 2 sebagai penstabil (Pratapa dan Low, 1998; Pratapa dkk., 1998a dan 1998b), Al 2 O 3 -AT dengan MgO dan spinel sebagai penstabil (Pratapa dkk, 2001) dan ZrO 2 -ZrTiO 4 (Pratapa, 2005), dengan tehnik infiltrasi tanpa vakum (Marple dan Green, 1993; Low dkk, 1995), FGM MgAl 2 O 4 -MgO dan MgAl 2 O 4 -αAl 2 O 3 (Gusmahansyah, 2008), FGM - Al 2 O 3 TiO 2 (Herdiyanti, 2009), FGM -Al 2 O 3 -AT dengan MgO sebagai penstabil (Umaroh, 2009 dan weddakarti 2010) FGM -Al 2 O 3 -AT dengan nano Y 2 O 3 sebagai aditif (Sinaga, 2010) dan FGM-Al 2 O 3 -AT dengan MgAl 2 O 4 sebagai doping (Nayyiroh, 2010). Penelitian FGM AT yang telah dilakukan tersebut hanya menggunakan 1 suhu sinter. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian sintesis dan karakterisasi FGM berbasis AT dengan variasi suhu sinter. Pada penelitian ini digunakan prakeramik berbahan dasar alumina transisi dan larutan TiCl 3 sebagai infiltran dengan variasi suhu sinter 1450°C, 1500°C, dan 1550°C. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini
pada sifat fisik sifat fisik sampel yang meliputi porositas, densitas dan shrinkage volume dari FGM AT.
D=
md × Di ........................(3.2) md − mi
METODOLOGI PENELITIAN Konsep Penelitian Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan material FGM dengan bahan dasar alumina transisi prakeramik berpori yang dilakukan dengan menggunakan metode infiltrasi secara berulang kemudian disinter pada temperatur tinggi dengan variasi temperatur sinternya. Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan dalam penelitian ini adalah serbuk alumina transisi, aquabidestilata, NH 4 OH 6,5 molar, serbuk titanium dengan kemurnian 99%, HCl 37%. Alat yang digunakan adalah gelas ukur, mortar dan penggerus alumina, spatula kaca, gelas ukur, timbangan digital, alat penekan (pressing), furnace suhu tinggi, stop watch, magnetic stirre, pipet, thermometer. Penyiapan Bahan Uji Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk alumina transisi prakeramik. Alumina transisi merupakan fasa metastabil yang terdiri atas fasa-fasa θ-alumina, γ-alumina, χ-alumina, η-alumina, κ-alumina, dan δ-alumina (Santos, 2000). Penyiapan sampel yang pertama-tama dilakukan adalah sintesis bahan FGM corundum-rutile dari bahan dasar serbuk alumina transisi, dan larutan TiCl 3 20% sebagai infiltran. Sintesis bahan corundum dari bahan dasar serbuk alumina transisi mengikuti metode penelitian yang telah dilakukan pada karakterisasi kegradualan komposisi FGM corundum-rutile-aluminium titanat berbahan dasar alumina transisi (Sari, 2010). Prakeramik dibuat melalui kompaksi pada tekanan 49 MPa selanjutnya prakeramik diinfiltrasi sebanyak 5kali pengulangan dalam larutan TiCl 3 20% sebagai precursor. Untuk mendapatkan FGM AT dilakukan sinter pada prakeramik yang telah diilfiltrasi dengan suhu sinter 1450oC, 1500oC, dan 1550oC selama 3 jam. Sebelum dan setelah proses sinter dilakukan pengujian porositas, densitas dan shinkage volume terhadap sampel dengan metode Archimedes dengan perhitungan porositas menggunakan persamaan berikut:
P=
ms − md × 100% ......................(3.1) ms − mi
dengan: m s = massa sampel basah di udara (gr) m d = massa sampel kering di udara (gr) m i = massa sampel basah di dalam air (gr) D i = densitas air pada temperatur kamar = 0.996 gr/cm3
S=
Vi − V f
.............………..................(3.3)
Vi
dengan: V i = volume sampel sebelum infiltrasi V f = volume sampel setelah infiltrasi dan sinter. Pengujian dengan menggunakan difraksi juga dilakukan untuk mengetahui terbentuknya fasa AT pada sampel setelah sinter dengan variasi suhu dilakukan. Pengujian juga dilakukan untuk mengetahui fasa yang pembentukan material FGM.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data sifat fisik, pola difraksi dan hasil analisanya. Data sifat fisik yang diperoleh meliputi perubahan massa sebelum dan sesudah infiltrasi, perubahan densitas, porositas, dan volume sebelum serta setelah sinter. Analisis menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui kegradualan dan komposisi FGM AT berdasarkan kedalaman (0.0 mm-0.4 mm). Karakterisasi Sifat Fisik Karakterisasi dan analisis dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat fisik pada sampel FGM AT yang meliputi perubahan massa, volume, porositas, serta densitas. Sampel FGM yang telah mengalami proses sinter memiliki karakteristik fisik dengan tipikal yang sama baik yang disinter pada suhu 1450oC, 1500oC, maupun 1550oC seperti ditunjukkan pada gambar 4.1(diwakili oleh sampel yang disinter pada suhu 1550oC). Perhitungan untuk porositas, densitas dan penyusutan volume mengikuti Persamaan-Persamaan 3.1; 3.2; dan 3.3, yang hasil lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1
Gambar 4.1 Bentuk fisik sampel FGM AT setelah disinter pada suhu 1550oC. Dari data pada Tabel 4.1 diketahui bahwa terjadi penambahan massa setelah perlakuan infiltrasi (ΔM 1 ). Ini menunjukkan bahwa larutan TiCl 3 yang digunakan sebagai
prekusor pada proses infiltrasi berhasil masuk dan mengisi pori-pori dari sampel. Perubahan massa ini diukur setelah poses infiltrasi pada saat sampel masih dalam keadaan basah sedangkan nilai ΔM 2 diambil setelah sampel diinfiltrasi dan dikeringkan pada suhu 80oC sehingga massa yang diperoleh lebih kecil. Ini dikarenakan kandungan Cl menguap pada saat proses pemanasan dan tersisa kandungan Ti saja dalam sampel yang telah diinfiltrasi. Sedangkan perubahan massa setelah terbentuknya AT karena proses sinter pada suhu 1450oC, 1500oC, 1550oC diperlihatkan pada ΔM 3 . P o merupakan nilai porositas sampel setelah proses prasinter pada suhu 1100oC dan sebelum proses infiltrasi nilai yang didapatkan berkisar 60%. Porositas bahan diperlukan untuk proses infiltrasi (Pratapa dan Low, 1998).
Tabel 4.1Perubahan massa dan volume pada sampel FGM AT
Sampel
Suhu Sinter (οC)
ΔM 1 (%)
ΔM 2 (%)
ΔM 3 (%)
V o (mm3)
V i (mm3)
I
1450
52,90±1,25
17,13±1,09
9,36±1,01
415,40±2,21
252,26±6,64
II
1500
54,75±0,42
17,16±0,41
10,06±0,31
424,52±1,52
219,09±5,06
III
1550
53,97±0,90
17,73±1,50
9,73±0,45
424,83±1,86
213,01±5,12
IV
1450
-
-
-
423,90±0,00
361,90±2,35
V
1500
-
-
427,62±0,00
325,49±1,72
VI
1550
-
-
392,25±0,00
279,63±1,61
-
Tabel 4.2 Perubahan porositas, densitas, dan penyusutan volume pada sampel FGM AT
Sampel
Suhu Sinter (οC)
Do (gr/cm3)
Di (gr/cm3)
P o (%)
P i (%)
S (%)
I
1450
3,34±0,02
3,46±0,01
59,34±0,23
26,98±0,65
37,22±1,89
II
1500
3,37±0,03
3,51±0,02
60,04±0,26
13,78±0,49
47,79±1,34
III
1550
3,40±0,02
3,54±0,01
59,68±0,29
8,71±0,78
49,93±1,09
IV
1450
3,18±0,01
3,36±0,03
57,62±0,16
50,45±0,49
15,01±0,99
V
1500
3,24±0,02
3,40±0,02
58,10±0,18
46,28±0,24
23,06±1,30
VI
1550
3,31±0,01
3,50±0,01
57,37±0,18
42,43±0,24
28,87±0,36
Keterangan: ΔM 1 ΔM 2 ΔM 3 V o , D o dan P o V i, D i dan P i S
I, II, III IV, V, VI murni
= Perubahan massa basah sebelum dan setelah infiltrasi = Perubahan massa kering sebelum dan setelah infiltrasi = Perubahan massa sebelum dan setelah sinter = Volume, Densitas dan porositas sebelum sinter = Volume, Densitas dan porositas setelah sinter = Penyusutan volume sebelum infilrasi dan setelah sinter = Sampel aluminium titanat = Sampel corundum
Nilai P i merupakan nilai porositas sampel setelah proses infiltrasi dan sinter, nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai P o ini menunjukkan terjadinya pengisian pori-pori oleh Ti pada proses infiltrasi sekaligus membuktikan terjadinya penyusutan akibat proses sinter. Jika diperhatikan terjadi perbedaan signifikan pada nilai porositas berdasarkan perbedaan suhu sinter yakni 26,98% pada sampel I selanjutnya 13,78% pada sampel II dan yang paling signifikan yakni pada sampel III yang memiliki nilai porositas 8,71%. Dari sini bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu sinter maka porositas akan semakin kecil. Seiring dengan penurunan porositas terjadi peningkatan nilai densitas sampel. Densitas pada sampel I 3,46 gr/cm3 naik menjadi 3,51 gr/cm3 pada sampel II dan yang tertinggi pada sampel III dengan densitas sebesar 3,54 gr/cm3. Nilai S (shrinkage) pada sampel I dengan suhu sinter 1450oC didapatkan nilai penyusutan sampel sebesar 36,28 %. Nilai penyusutan sampel terus meningkat seiring dengan meningkatnya suhu sinter yang digunakan. Sehingga nilai penyusutan sampel diperoleh sebesar 46,71 % pada sampel dengan suhu sinter 1500oC dan 48,35% pada sampel yang disinter pada suhu 1550oC. Semakin tinggi suhu sinter yang diperlakukan pada sampel maka nilai penyusutan sampel
juga semakin besar. Jika diperhatikan lebih lanjut antara Sampel I, II, III yang diberi perlakuan infiltrasi dengan sampel IV yang tidak diberi perlakuan infiltrasi terlihat perbedaan yang sangat signifikan terhadap nilai penyusutannya. Ini menandakan bahwa penyusutan sampel secara signifikan terjadi pada sampel yang melalui proses infiltrasi dan sinter karena penyusutan bukan hanya dipengaruhi oleh proses sinter tetapi juga oleh proses infiltrasi (Wang, 2007). Karakterisasi XRD Analisis Fasa Data hasil uji XRD dari sampel I, II, dan III menunjukkan adanya intensitas pada sudut 2θ 18,8o; 33,7o; dan 47,7o yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis menggunakan soft ware search match diketahui bahwa intensitas-intensitas tersebut merupakan fase AT.
Gambar 4.2 Pola difraksi sinar X (λ CuKα 1.5406 Ao) pada permukaan sampel I, II, dan III Ket: ¤ alumunium titanat, # corundum.
Fasa AT yang tampak pada data hasil XRD di atas membuktikan bahwa fasa AT telah terbentuk sebagai hasil reaksi antara rutile yang masuk pada prakeramik corundum melalui metode infiltrasi berulang sesuai Persamaan 2.1. Fasa AT terbentuk setelah prakeramik terinfiltrasi melalui proses sinter pada suhu tinggi dengan variasi 1450oC, 1500oC, dan 1550oC. Fasa AT terbentuk melalui proses sinter pada temperatur 1280oC yang merupakan hasil reaksi antara corundum dan rutile (Kato, 1980). Selain AT juga masih terdapat fasa corundum dipermukaan ketiga sampel yang menunjukkan bahwa persebaran rutile
dipermukaan sampel tidak merata sehingga pada saat sinter masih ada sebagian fasa corundum yang tidak bereaksi dengan rutile untuk membentuk AT berdasarkan Persamaan 2.1. Sedangkan fasa rutile tidak ditemukan di permukaan ketiga sampel yang menandakan bahwa semua fasa rutile yang masuk pada sampel prakeramik corundum melalui proses infiltrasi telah bereaksi sempurna dengan corundum membentuk AT (Sinaga, (Weddakarti, 2010).
2010)
namun ini telah dapat mengindikasikan telah terjadinya proses dekomposisi fasa AT saat proses pendinginan suhu sinter pada tiap sampel.
dan
Kegradualan komposisi FGM AT memiliki komposisi AT, corundum, dan rutile yang konsentrasi atau intensitasnya berbeda berdasarkan kedalaman. Berdasarkan data hasil uji XRD intensitas relatif terhadap puncak-puncak dari pola difraksi merupakan representasi dari konsentrasi molar fasa pada sampel. Semakin tinggi intensitas dari pola difraksi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi fasa yang terdapat pada sampel juga tinggi. Gambar 4.3, Gambar 4.3(b), dan Gambar 4.3(c) merupakan pola difraksi sinar x dari sampel yang diambil dengan kedalaman 0,0 mm sampai pada kedalaman 0,4 mm dari permukaan. Dari Gambar 4.3(a) tersebut terlihat bahwa untuk fasa AT yang intensitas relatif besar di permukaan terus menurun berdasarkan kedalaman, sebaliknya untuk fasa corundum yang intensitas relatif sedikit di permukaan terus meningkat seiring dengan kedalaman. Begitu pula dengan fasa rutile yang pada permukaan dan kedalaman 0,1 mm tidak terlihat tapi mulai muncul pada kedalalman 0,2 mm walaupun sampai pada kedalaman 0,4 mm intensitasnya tidak terlalu besar namun menunjukkan peningkatan berdasarkan kedalaman. Fenomena ini menandakan bahwa sampel AT merupakan FGM yang memiliki kegradualan komposisi berdasarkan kedalaman sampel. Detail perubahan persentase molar dari AT dan corundum tersaji dalam tabel lampiran. Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa di permukaan hanya terdapat fasa AT dan corundum. Fasa rutile yang merupakan salah satu unsur penyusun AT baru terlihat pada kedalaman 0,2 mm dari permukaan sampel FGM AT pada tiap sampel. Walaupun intensitas fasa rutile yang terlihat cukup kecil hingga kedalaman 0,4 mm dari permukaan,
(a)
(b)
(c) Gambar 4.3 Pola difraksi sinar X pada sampel FGM AT (λ CuKα =1.5406 Ao) pada kedalaman 0,0-0,4mm Ket: ¤ alumunium titanat, # corundum (a) Sampel I, (b) Sampel II, (c) Sampel III
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis pola difraksi sinar-x secara kuantitatif menunjukkan bahwa keramik FGM dengan teknik infiltrasi berulang dari bahan dasar prakeramik alumina transisi dengan densitas lebih tinggi telah berhasil dibuat melalui sinter pada temperatur berbeda (1450oC, 1500oC, 1550oC). 2. Sampel FGM AT dengan suhu sinter 1550oC memiliki porositas terkecil sebesar 8,71%; nilai densitas dan shrinkage volume terbesar yakni 3,54 gr/cm3 dan 49,93%. Secara berurutan porositas sampel dengan suhu 1500oC dan 1450oC adalah 13,78% dan 26,98%. Peningkatan nilai densitas dan shrinkage volume untuk sampel dengan suhu sinter 1500oC dan 1450oC adalah 3,51 gr/cm3; 3,46 gr/cm3 serta 47,79% dan 37,22%.
DAFTAR PUSTAKA Cannillo, V., Manfredini, T., A, C. Siligardi. (2006). “Preparation and experimental characterization of glass–alumina functionally graded materials”. Journal of the European Ceramic Society 26 (2006) 993–1001 Kato, E., Daimon. K dan Takahashi. J.(1980), Decomposition Temperature of Al 2 TiO 5 , Journal of the American Ceramic Society, vol 63, 355-356 Pratapa, S. (1997), Syntesis and Character of a Functionally-Graded Aluminium Titanate/Ziconia Alumina Composite, M.Sc. Thesis, Curtin University of Technology, Australia Pratapa, S., Low, I. M. (1998), InfiltrationProcessed, Functionally Graded Aluminium Titanate/ZirkoniaAlumina composite Part II Mechanical Properties, Journal of Material Science, Vol 33, 3047-3053 Sari, T. K. (2010). “karakterisasi dan sifat mekanik keramik FGMs corundumaluminium titanat berbahan dasar
alumina transisi”. Tugas Akhir, Jurusan Fisika FMIPA, ITS. Surabaya Sinaga, E. J. (2010). “Sintesis dan kekerasan FGMs α-Al 2 O 3 /Al 2 TiO 5 aditif Y 2 O 3 dengan metode infiltrasi berulang”. Tesis, Jurusan Fisika FMIPA, ITS. Surabaya
Santos, P. S. (2000). “Standard Transition Aluminas. Electron Microscopy Studies”. Materials Research, Vol. 3, No. 4, 104-114, 2000. Wang, H., Liao, Y., Chao, Y., Liang, X. (2007). “Shrinkage and strength characterization of an alumina–glass interpenetrating phase composite for dental use”. Dental Materials 23 (2007) 1108–1113 Weddakarti. E. (2010). “karakterisasi mikrostruktur dan kekerasan FGMs αAl 2 O 3 /Al 2 TiO 5 -distabilisasi-MgO hasil Infiltrasi berulang”. Tesis, Jurusan Fisika FMIPA, ITS. Surabaya