Artikel Penelitian
Studi Retrospektif pada Pasien Malaria Falciparum dengan Komplikasi pada Rumah Sakit Umum Bethesda Serukam Periode Tahun 2007-2008 Nikko Darnindro, Yohanes Halim, Sajuni Rumah Sakit Umum Bethesda Serukam Kalimantan Barat
Abtrak: Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi terpenting terutama di daerah tropis. Morbiditas malaria meningkat terutama pada malaria falciparum dengan komplikasi. Pengobatan malaria dengan komplikasi penting karena selain harus dilakukan dengan cepat, pemilihan obat berhubungan dengan masalah resistensi dan penurunan tingkat morbiditas dan mortalitas. Pengobatan dengan derivat artemisinin saat ini menjadi terapi pilihan yang disarankan oleh WHO. Dilakukan studi retrospektif penggunaan terapi derivat artemisinin dibandingkan dengan penggunaan kina dalam mengatasi malaria dengan komplikasi. Efektifitas penggunaan derivat artemisinin terbukti dalam hal menurunkan lama demam, lama perawatan dan tingkat mortalitas meskipun secara statistik tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Kata kunci: malaria falciparum, derivat artemisinin
Retrospective study The Treatment of Severe Malaria at Serukam Bethesda Hospital West Borneo 2007-2008 Nikko Darnindro, Yohanes Halim, Sajuni Serukam Bethesda Hospital West Borneo
Abstract: Malaria is one of the most important infectious disease in tropic areas. Morbidity increases in severe malaria. Choosing the right drug to treat malaria is important because it is related with its the resistance, and decreased of morbidity and mortality. Drug treatment with Artemisinine derivat is the treatment of choice according to WHO. A retrospective study to compare the effectiveness of Artemisine derivatives with Quinine to treat severe malaria had been conducted. Artemisinine derivatives is better than Quinine to decrease length of fever, hospital stay, and mortality, but statistically it is not significant. Keywords: malaria falciparum, artemisinine derivats
22
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 1, Januari 2010
Studi Retrospektif pada Pasien Malaria Falciparum dengan Komplikasi Pendahuluan Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi terpenting yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas mencapai 1 juta kematian di seluruh dunia. Malaria merupakan penyakit endemis terutama di negara tropis.1 Malaria berat lebih jarang dijumpai dibandingkan malaria tanpa komplikasi. Malaria berat juga sulit didiagnosis terutama di daerah endemis karena gejalanya yang menyerupai beberapa penyakit berat lain yang timbul bersamaan. Malaria berat juga menjadi masalah bagi pendatang ke daerah endemis, karena akan menjadi masalah kesehatan bila pendatang tersebut kembali ke daerah asalnya. Diperkirakan 1000 hingga 1600 kasus malaria didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya2 dan sekitar 5-10 %3 memenuhi kriteria malaria berat. Selama periode 1985 hingga 2001 Case Fatality Rate (CFR) infeksi malaria falciparum di Amerika Serikat sebesar 1,3 % dan diagnosis yang terlambat akan memperburuk prognosis pasien.4 Pada daerah endemis malaria anak-anak dan ibu hamil mempunyai risiko tinggi menderita malaria berat dibandingkan dewasa muda karena kurangnya imunitas.3 Data beberapa rumah sakit menunjukkan kematian akibat malaria falciparum dengan komplikasi bervariasi 10 – 40% tergantung dari lama pasien mendapatkan pengobatan dan fasilitas rumah sakit untuk mengatasi komplikasi. Metode Studi retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Umum Bethesda Serukam Kalimatan Barat. dan subjek dipilih dari Rekam Medis Januari 2007 hingga Desember 2008. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2009. Kriteria subjek adalah pasien yang positif malaria falciparum dibuktikan dengan pemeriksaan apus darah dan atau pemeriksaan dipstick malaria dan pasien masuk dalam kategori malaria berat berdasarkan kategori WHO. Besar sampel adalah 29 pasien. Variabel terikat adalah usia dan pengobatan sedang variabel bebas adalah lama demam, lama rawat, komplikasi, keadaan akhir pasien dan hasil pemeriksaan malaria smear pasca pengobatan. Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran rekam medis pasien. Pengolahan data dilakukan setelah didapatkan data yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian dan diolah dengan program SPSS versi 16 untuk Windows.
Hasil Sebaran data karakteristik pasien malaria falciparum dengan komplikasi sebagai berikut, usia terbanyak adalah 6 17 tahun ke bawah sebanyak 37,9% dan pasien anak usia kurang dari 5 tahun yaitu 34,5 %. Dari pasien yang dirawat komplikasi terbanyak anemia berat (44,8%) dan malaria cerebral (24,1 %). Komplikasi anemia berat 84,6 % terjadi pada penderita berusia kurang dari 17 tahun begitu pula dengan komplikasi serebral 85,7% terjadi pada penderita kurang dari 17 tahun. Tabel 1. Karakteristik Pasien J u m l a h Persentase (%) Jenis kelamin Laki- laki Perempuan Usia <5 tahun 6-17 tahun 18-30 tahun 31-60 tahun >60 tahun Pengobatan
16 13 10 11 5 2 1
55,2 44,8 34,5 37,9 17,2 6,9 3,4
Kina dan kombinasinya 6 Derivat artemisinin dan 11 kombinasinya Kina dan derivat artemisinin 1 2
20,7 37,9 41,4
Lama demam <2 hari 3-4 hari >4 hari
18 8 3
62,1 27,6 10,3
Lama rawat
<2 hari 3-4 hari 5-6 hari >6 hari
1 6 10 12
3,4 20,7 34,5 41,4
Komplikasi
Anemia berat Syok Ikterik Cerebral Tidak dapat duduk
13 3 4 7 2
44,8 10,3 13,8 24,1 6,9
Keadaan pulang
Sembuh/membaik
27
93,1
2
6,9
5 1 12 11
17,2 3,4 41,4 37,9
Meninggal MS akhir
Positif gametosit Positif Ring Negatif Tidak diperiksa
Tabel 2. Hubungan Usia dengan Lama Perawatan Lama rawat
<5 tahun* 6-17 tahun*
18-30 tahun**
<2 hari
0
1 (9,09%)
0
3-4 hari 5-6 hari >6 hari
1 (10%) 4 (40%) 5 (50%)
1 (9,09%) 4 (36,3%) 5 (45,4%)
1 (20%) 2 (40%) 2 (40%)
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 1, Januari 2010
31-60 tahun** 0 2 (100 %) 0 0
>60 tahun**
Uji statistik
p
0
Kolmogorovsmirnov
0,254
1 (100%) 0 0
23
Studi Retrospektif pada Pasien Malaria Falciparum dengan Komplikasi Rata-rata lama perawatan pasien dengan malaria berat adalah lebih dari 5 hari dengan 12 pasien atau 41,4 % dirawat lebih dari 6 hari. Lama demam pada pasien, 18 pasien (62,1%) demam turun kurang dari 2 hari. Pada yang dilakukan pemeriksaan malaria smear ulang pada hari ketiga dan keempat perawatan didapatkan 1 orang positif ring falciparum yaitu pada pasien yang diberikan obat kina dan kombinasinya, 5 orang dengan positif gametosit falciparum dan 12 pasien atau 41,4 % dengan apus malaria negatif.
Tabel 5. Hubungan Usia dengan Keadaan Akhir Pasien Paska Pengobatan
Sembuh/membaik** Meninggal**
Kina dan/ dengan kombinasi
Derivat Kina+ deartemi- rivat arterisin dan/ misinin dengan kombinasi
Uji Statistik
<2 hari
8 (66,7%)
8 (72,7%)
2 (33,3%)
Kolmogo- 0,777 rov smirnov
3-4 hari* >4 hari*
2 (16,7%) 2 (16,7%)
3 (27,3%) 0
3 (50 %) 1 (16,7%)
p
Derivat Kina+ deartemi- rivat arterisin dan/ misinin dengan kombinasi
Uji Statistik
Kolmogo- 0,824 rov smirnov
<2 hari
1 (83%)
0
0
3-4 hari* 5-6 hari* >6 hari**
2 (16,7%) 3 (25%) 6 (50%)
4 (36,4%) 5 (45,5%) 2 (18,2%)
0 2 (33,3%) 4 (66,7%)
p
Pemberian obat derivat artemisinin dan kombinasinya menurunkan lama perawatan (18,2%) dibandingkan dengan pemebrian kina (50%) meskipun secara statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Didapatkan 2 pasien meninggal dari 29 pasien yang termasuk kriteria inklusi dari penelitian ini. Pada pasien berusia lebih dari 17 tahun didapatkan 1 dari 8 orang meninggal (12,
24
7 (87,5%) 1 (12,5%)
Uji Fisher
p 0,483
5%) dibandingkan dengan 1 dari 21 (4,8%) pada usia 17 tahun ke bawah, meskipun secara statistik tidak didapatkan hubungan bermakna. Tabel 6. Hubungan Pengobatan dengan Keadaan Akhir Pasien Derivat Kina dan artemiderivat risin dan/ artemisikombinasi nin
Sembuh/ membaik
5 (83,3 %) 10 (90,9%) 12 (100%)
Meninggal
1 (16,7 %)
1 (9,1%)
Uji Statistik
Kolmogorov smirnov
p
0,181
0
Satu dari 6 pasien yang mendapatkan kina meninggal berbanding dengan 1 dari 11 pasien yang mendapatkan pengobatan derivat artemisinin, meskipun secara statistik tidak bermakna. Tabel 7. Malaria Smear dengan Pengobatan
Tabel 4. Hubungan Lama Perawatan dengan Penggunaan Obat Kina dan/ dengan kombinasi
20 (95,2%) 1 (4,8%)
Kina dan kombinasi
Pada tabel hubungan usia dengan lama perawatan tidak didapatkan hubungan bermakna. Meskipun demikian didapatkan data pada usia kurang dari 5 tahun 50% pasien dirawat lebih dari 6 hari. Pemberian derivat artemisinin dengan kombinasinya dapat menurunkan demam kurang dari 2 hari pada lebih dari 70% pasien yang diberikan obat tersebut dibandingkan dengan 66,7% pada pemberian kina dan kombinasinya, meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna.
Lama rawat
>17 tahun* Uji statistik
*,** setelah penggabungan sel
Tabel 3. Hubungan Lama Demam Selama Perawatan dengan Penggunaan Obat Lama demam
<17 tahun*
Positif gametosit Positif ring Negatif
Kina dan Derivat artekombina- misinin dan sinya kombinasisinya
Kina dan derivat artemisinan
0 1 (50%) 1 (50%)
3 (30%) 0 7 (70%)
2 (33,3%) 0 4 (66,7%)
Hanya 18 pasien dari 29 pasien yang dilakukan pemeriksaan apus darah tepi setelah pengobatan hari ketiga atau keempat. Hal ini disebabkan masalah ekonomi sebagian besar pasien. Didapatkan 1 orang dengan apus darah tepi ring positif pada pasien dengan pengobatan kina. Diskusi Pengobatan malaria berat perlu diberikan dalam waktu yang cepat dan dosis yang optimal. Karena itu sebaiknya pengobatan diberikan secara parenteral.1,5 Saat ini terdapat dua kelas obat malaria yang dapat diberikan secara parenteral yaitu kina dan derivat artemisinin. Meskipun di beberapa daerah klorokuin masih efektif namun pemberian klorokuin parenteral tidak lagi direkomendasikan. Pemberian sulfadoksin-pirimetamin intramuskular juga tidak lagi Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 1, Januari 2010
Studi Retrospektif pada Pasien Malaria Falciparum dengan Komplikasi direkomendasikan. Penggunaan derivat artemisinin dan kombinasinya baik dengan doksisiklin dan klindamisin terbukti lebih cepat menurunkan demam (<2 hari) dibandingkan dengan penggunaan kina dan kombinasinya atau penggunaan kombinasi kina dan derivat artemisinin, meskipun hal ini tidak bermakna secara statistik. Kemampuannya menurunkan demam lebih cepat disebabkan kemampuan derivat artemisinin dalam mengurangi jumlah parasit dalam darah kurang lebih 10 000 parasit perhari dibandingkan penggunaan kina yang hanya 1000 parasit perhari.5 Penelitian di India melibatkan 51 pasien dengan malaria berat didapatkan pemberian arteeter dapat menurunkan demam rata-rata dalam 103±38,16 jam dibandingkan dengan pemberian kuinin dalam waktu 106 ± 36,48 jam. Pasien yang mendapatkan arteeter menjadi afebris pada 24, 48, dan 72 jam sebanyak 6,9%, 37,9% dan 62,1%, sedangkan pada pemberian kuinin 4,5%, 31,8% dan 54,5%.6 Lama perawatan bergantung pada cepatnya pasien terdiagnosis, pemberian pengobatan yang tepat, dan komplikasi yang timbul. Pada penelitian di rumah sakit tersier di Afrika Selatan pada pasien dengan malaria falciparum dengan komplikasi yang diberikan pengobatan kuinin sulfat (650 mg setiap 8 jam) dan doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama 7 hari didapatkan lama perawatan di rumah sakit ratarata 3±3,5 hari.7 Penggunaan derivat artemisinin dengan kombinasinya juga terbukti dapat mengurangi masa perawatan dibandingkan penggunaan kina dan kombinasinya meski secara statistik tidak terbukti. Tingkat mortalitas pasien dengan malaria berat berhubungan dengan usia. Insiden mortalitas dan perawatan di rumah sakit menurun seiring dengan meningkatnya usia. Kematian banyak terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun, dimana mortalitasnya mencapai 2,5 per 1000 orang tahun.8 Pada penelitian ini didapatkan 2 kasus meninggal akibat malaria falciparum berat dalam periode tahun 2007 hingga 2008. Berdasarkan persentase, angka mortalitas pada penelitian ini lebih tinggi pada pasien usia di atas 17 tahun (12,5 persen), dibandingkan 4,8 % pada pasien usia kurang dari 17 tahun. Hal tersebut disebabkan pertolongan yang terlambat serta sulitnya penegakkan diagnosis pada pasien tersebut.8 Secara statistik juga tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan keadaan akhir pasien. Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara pemberian kina dibandingkan derivat artemisinin terhadap keadaan pasien atau tingkat mortalitas, namun ditemukan pemberian derivat artemisinin secara prosentase mempunyai tingkat mortalitas yang lebih rendah dibandingkan pemberian kina. Penelitian acak yang membandingkan penggunaan artemeter intramuskular dengan kuinin pada anak-anak di Gambia9 dan orang dewasa di Vietnam didapatkan bahwa tidak ditemukan perbedaan bermakna efikasi dari kedua obat tersebut.10 Penelitian acak lain membandingkan pemberian artesunat dan kina di Asia Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 1, Januari 2010
Tenggara menunjukkan manfaat pemberian artesunat. Pada penelitian multi-centre yang besar melibatkan 1461 pasien termasuk 202 anak-anak, angka mortalitas pada pemberian artesunat berkurang 34,7% dibandingkan pemberian kina (p 0,002; 95% CI 18,5 -47,6 %).5 Penelitian di Myanmar melibatkan 141 pasien dengan malaria serebral didapatkan pemberian artemisinin intravena dan mefloquine menurunkan angka mortalitas dan membunuh parasit dalam darah lebih cepat dibandingkan pemberian kuinin intravena dan tetrasiklin oral.11 Pada penelitian di India didapatkan Parasit Clearence Time antara pemberian artemeter dan kuinin dalam 48 jam adalah 82,7% pada pasien dengan artemeter dan 86,4 % pada pasien dengan kuinin.8 Pada penelitian ini tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan apus darah tepi. Pemeriksaan darah tepi dilakukan antara hari keempat dan kelima perawatan, dan didapatkan 1 kasus dengan ring positif yaitu pada pasien dengan pengobatan kina. Angka kematian yang cukup tinggi pada penelitian ini yaitu 2 dari 29 pasien (6,8 %) disebabkan oleh terlambatnya pasien mendapatkan pengobatan, sulitnya akses ke pelayanan kesehatan, diagnosis yang tidak akurat karena keterbatasan fasilitas dan terapi yang terkadang kurang adekuat karena resistensi obat. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit umum Bethesda Serukam didapatkan bahwa pengobatan dengan derivat artemisinin dapat menurunkan lama demam, lama perawatan, angka mortalitas pada pasien dibandingkan dengan penggunaan kina. Dalam penelitian ini tidak didapatkan hasil yang bermakna yang mungkin disebabkan oleh kurangnya jumlah sampel penelitian. Saran Perlunya dilakukan penelitan lanjutan dengan sampel yang lebih banyak agar mendapatkan hasil yang bermakna. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
Rosenthal PJ. Artesunate for the Treatment of Severe Falciparum Malaria. N Engl J Med. 2008;358:1829-36. Thwing J, Skarbinski J, Newman RD, Barber AM, Mali S, Roberts JM, et al. Malaria surveillance-United States, 2005. MMWR Surveill Summ. 2007;56:23-40. Ladhani S, Aibara RJ, Riordan FA, Shingadia D. Imported malaria in children: a review of clinical studies. Lancet Infect Dis 2007;7:349-57. Newman RD, Parise ME, Barber AM, Steketee RW. Malaria-related deaths among U.S. travelers, 1963-2008. Ann Intern Med.2004;141:547-55. Guidelines for the Treatment of Malaria. WHO. 2006. Moanty S, Mishra SK, Satpathy SK, Mohanty D, Mohapatra DN. Comparison of Intramuscular Arteether and Intravenous Quinine for the Treatment of Cerebral Malaria. Journal of Indian Academy of Clinical Medicine. 2002; 5(2):119-23. Mphahlele BJ. Falciparum malaria in a south African Tertiary Care Hospital. POLSKIE ARCHIWUM MEDYCYNY
25
Studi Retrospektif pada Pasien Malaria Falciparum dengan Komplikasi
8.
9.
WEWNÊTRZNEJ. 2008;118(6):351-54. Kazembe LN, Kleinschmidt I, Sharp BL. Patterns of malariarelated hospital admissions and mortality among Malwian children:an example of spatial modelling of hospital register data. Malaria Journal. 2006;5(93):1-10. van Hensbroek MB, Onyiorah E, Jaffar S. A trial of artemether or quinine in children with cerebral malaria. N Engl J Med. 1996;335:69-75.
10. Hien TT, Day NPJ, Phu NH. A controlled trial of artemether or quinine in Vietnamese adults with severe falciparum malaria. N Engl J Med. 1996;335:76-83. 11. Win K Than M, Thwe Y. Comparison of combination of parental artemisinin derivatives plus mefloquin with intravenous quinine plus oral tetracycline for the treatment of cerebral malaria. Bull WHO. 1992;70:777-82. HQ
26
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 1, Januari 2010