STUDI PERBANDINGAN NILAI F-RESPON DAN H-REFLEK PADA HERNIA NUKLEUS PULPOSUS LUMBOSAKRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR IA Sri Wijayanti, IGN Purna Putra, I Komang Arimbawa Bagian/SMF I.P Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
ABSTRAK Latar Belakang: Hernia nukleus pulposus (HNP) lumbosakral adalah salah satu penyebab terjadinya nyeri punggung bawah yang paling sering dijumpai, terutama pada diskus L5-S1. Terapi non-operatif masih menjadi pilihan utama pada kebanyakan pasien terutama dengan iritasi radiks, kecuali pada kompresi radiks. EMG menjadi pilihan untuk menentukan lokalisasi, membedakan iritasi radiks dengan kompresi radiks dan merupakan pemeriksaan awal yang non-invasif dengan biaya relatif murah. Informasi mengenai hantaran impuls listrik melalui segmen proksimal dari saraf spinalis hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan F-respon dan H-reflek. Nilai dari kedua pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menentukan adanya radikulopati L5-S1. Tujuan: Untuk mendapatkan data dasar dan mengetahui perbedaan nilai pemeriksaan F-respon dan Hreflek pada HNP Lumbosakral. Metode: Penelitian menggunakan desain studi potong lintang deskriptif analisis. Pengambilan sampel secara konsekutif pada penderita HNP Lumbosakral. Dilakukan pemeriksaan F-respon dan H-refleks dan nilainya dibandingkan pada HNP lumboskral dengan lesi iritasi maupun lesi kompresi. Hasil: Didapatkan 25 subyek penelitian, laki-laki 13 orang (52%), perempuan 12 orang (48%), dominan mengalami lesi kompresi radiks. Kelompok usia terbesar 51-60 tahun (32%), dengan dominan mengalami lesi iritasi radiks.Terdapat perbedaan antara nilai pemeriksaan F-respon dan H-reflek pada HNP Lumbosakral, lesi kompresi (p<0.05) dan tidak didapatkan adanya perbedaan antara nilai pemeriksaan Frespon dan H-reflek pada HNP Lumbosakral pada lesi iritatif (p >0.05). Simpulan: Pada HNP lumbosakral lesi kompresi didapatkan perbedaan yang bermakna antara nilai parameter F-respon, yaitu latensi minimal, kronodispersi dan persistensi dengan nilai parameter H-refleks, yaitu H/M rasio. Kata kunci: HNP Lumbosakral, F-respon, H-reflek
*PPDS-1 Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar **Staf pengajar Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
COMPARATIVE STUDY VALUE F-RESPONSE AND H-REFLEX IN LUMBOSACRAL HERNIATED NUCLEUS PULPOSUS IN SANGLAH HOSPITAL DENPASAR IA Sri Wijayanti, IGN Purna Putra, I Komang Arimbawa Neurology Department of Medical Faculty Udayana University
ABSTRACT Background: Lumbosacral herniated nucleus pulposus is the one of the most common causes of lower back pain, especially at L5-S1 disc. Non-operative therapy is still the primary choice in most patients, especially with root irritation, unless at root compression. EMG is the one of choice to determine the localization, distinguishing root irritation with root compression and an initial non-invasive examination with a relatively low cost. Information on the delivery of electrical impulses through the proximal segment of the spinal cord can only be known through examination of F-response and H-reflex. The value of both examination can be used to determine the presence of L5-S1 radiculopathy. Purpose: The aim of this study is to collect primary data and to find out the difference of value F-response and H-reflex in lumbosacral herniated nucleus pulposus. Method: This is analitic cross-sectional study, used consecutive sampling on patient with lumbosacral herniated nucleus pulposus. Examination of F-and H-reflex response were assessed and its value compared between Lumbosacral herniated nucleus pulposus irritation lesions and compression lesions. Result: Obtained 25 research subjects, consist of 13 males (52%) and 12 females (48%), with dominant have compression radix lesions. Largest age group are 51-60 years (32%), with the dominant have irritation radix lesions.There is difference result between the value of F-response and the H-reflex examination according on the lumbosacral herniated nucleus pulposus compression lesions (p <0.05). But there is no difference between the value of the examination F-response and H-reflex according to lumbosacral herniated nucleus pulposus irritation lesions (p> 0.05). Conclusion: In a compression lesions of lumbosacral herniated nucleus pulposus, there is a significantly difference outcome between parameter value of F-response (minimum F wave latency, chronodispersion and persistence) and parameter value of H-reflex (H/M ratio). Key words: Lumbosacral herniated nucleus pulposus, F-responses, H-reflex
STUDI PERBANDINGAN NILAI F-RESPON DAN H-REFLEK PADA HERNIA NUKLEUS PULPOSUS LUMBOSAKRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR Sri Wijayanti, Purna Putra, Arimbawa
PENDAHULUAN Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu penyebab utama nyeri punggung bawah yang bersifat akut maupun kronis. Hernia nukleus pulposus lumbosakral disebabkan karena kompresi dan atau inflamasi pada radiks saraf yang bersifat cukup progresif untuk menimbulkan gejala neurologis pada daerah yang dipersarafi oleh radiks saraf tersebut. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan kejadian HNP ini terjadi pada 2% dari keseluruhan populasi dan sekitar 10-25% berkembang menjadi gejala yang menetap dalam waktu lebih dari 6 minggu. Hernia Nukleus Pulposus lumbosakral meliputi 69% dari keseluruhan kasus yang dilaporkan. Radiks L5 dan S1 merupakan radiks saraf yang paling sering terlibat dan terjadi pada 76% sampai 90% dari keseluruhan herniasi diskus yang menekan radiks saraf. Keadaan ini akan menyebabkan keluhan berupa nyeri radikuler, yang menjalar ke tungkai dan dapat disertai adanya suatu kelemahan motorik, gangguan sensorik dan menurunnya reflek fisiologis (Malanga, 2004). Hernia nukleus pulposus dihubungkan dengan trauma mendadak atau menahun sehingga anulus fibrosus terutama pada bagian posterolateral mengalami robekan secara sirkumferensial dan radial disertai robekan pada bagian lateral ligament longitudinal posterior. Riwayat trauma berupa mengangkat beban berat pada posisi membungkuk, menggerakan tubuh tertentu secara tiba-tiba, gerakan berputar, mengejan, trauma langsung di daerah lumbosakral, namun pada hampir 50% kasus tidak ada suatu riwayat trauma (Greenberg, 2001).
Pemeriksaan elektrodiagnostik merupakan penunjang diagnostik yang sangat berguna pada berbagai kasus yang berhubungan dengan HNP lumbosakral. Namun, harus diingat pemeriksaan neurofisiologis diusulkan setelah dilakukan pemeriksaan klinis neurologis. Sehingga harus dievaluasi sebagai suatu kesatuan antara pemeriksaan klinis dan pemeriksaan diagnostic untuk mencapai hasil diagnostik yang bermakna dan pada akhirnya mampu meramalkan prognosis (Dillingham, 2002). Elektrodiagnostik pada penderita HNP sudah sejak lama menarik perhatian para ahli neurologi. Informasi mengenai hantaran impuls listrik yang melampaui segmen proksimal dari saraf spinal tidak dapat diperoleh dengan pemeriksaan elektrodiagnostik yang rutin, namun melalui pemeriksaan refleks dengan masa laten yang panjang (long latency reflex/late response) yang juga disebut dengan respon lambat yaitu F-respon dan H-refleks (Poernomo, 2003). F-respon merupakan suatu respon lambat yang dapat ditimbulkan dengan aktivasi antidromik motor neuron pada stimulasi saraf perifer. F-respon dapat membandingkan keadaan segmen proksimal dan distal sehingga sangat berguna pada penderita radikulopati dengan demielinisasi. Analisis terhadap perekaman F-respon ini memiliki arti penting dalam neurofisiologis klinis. Berbagai parameter F-respon, khususnya latensi minimum F-respon digunakan sebagai evaluasi diagnostik untuk gangguan pada saraf tepi. Parameter F-respon, berbeda latensi, konfigurasi dan amplitudonya karena yang aktif pada tiap stimulasi adalah populasi sel kornu anterior yang berbeda. Latensi yang paling pendek dianggap mewakili serabut motoris yang paling besar dan paling cepat. Pada beberapa penelitian lanjutan, penggunaan beberapa parameter lain seperti persistensi dan kronodispersi dapat membantu menegakkan diagnosis melalui studi Frespon (Poernomo, 2003; Weber, 1998). Hoffman (1918) menguraikan mengenai H-refleks ini, refleks ini didasari oleh aktivitas serabut saraf fusimotor aferen dan penundaan yang lama dari respon muskuler, dimana hal ini mencerminkan waktu yang dibutuhkan oleh impuls sensorik untuk mencapai medula spinalis. Kemudian akan terjadi monosinapsis dengan kornu anterior yaitu alfa motor neuron dan selanjutnya akan diteruskan oleh serabut saraf motorik. Secara lebih terinci, H-refleks dihasilkan dari stimulasi submaksimal dari saraf tepi yang
dihantarkan ke bagian sentral oleh serabut sensorik. Setelah sampai di medula spinalis akan terjadi monosinapsis dengan alfa motorneuron. Kemudian terjadi transmisi di dalam sinapsis yang akan dikonduksikan lewat serabut motorik menuju otot. Serabut saraf aferen dan eferen berperan dalam sinapsis pada substansia grisea medula spinalis (Poernomo 2003; Preston 1998). Data di Indonesia saat ini masih terbatas dan belum didapatkan adanya data secara nasional. Penelitian yang dilakukan Purna Putra (1991) terhadap 146 orang penderita nyeri punggung bawah yang dicurigai mengalami HNP lumbosakral dengan menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif dan akurasi pemeriksaan H-refleks terhadap mielografi untuk menentukan diagnosis HNP diperoleh hasil bahwa penggunaan pemeriksaan H-refleks untuk mendiagnosis HNP L5-S1 cukup sensitif tapi kurang spesifik untuk menyingkirkan adanya HNP L5-S1. Sehingga pemeriksaan H-refleks ini dapat digunakan untuk mengganti pemeriksaan mielografi apabila fasilitas mielografi tidak ada dan terdapat kontraindikasi dilakukan pemeriksaan mielografi (Purna Putra, 1991). Weber (1998) melakukan penelitian yang mengukur sensitivitas diagnosis dari berbagai parameter F-respons yang telah ada, yaitu: Latensi minimal dan maksimal , latensi rata-rata , kronodispersi dan persistensi dari F-respon untuk berbagai tujuan klinis. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan pengukuran parameter kronodispersi sangat penting untuk menunjang penegakkan diagnosis radikulopati lumbosakral, sedangkan pengukuran latensi minimal lebih berguna dalam penegakkan polineuropati (Weber, 1998).
TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui karakteristik penderita HNP Lumbosakral yang melakukan pemeriksaan ENMG di Poliklinik Saraf, RSUP Sanglah. Untuk mengetahui hasil perbandingan nilai parameter F-respon, yaitu latensi minimal, latensi rata-rata dan kronodispersi dibandingkan dengan nilai parameter H-refleks, yaitu latensi minimal dan H/M rasio pada penderita HNP lumbosakral di RSUP Sanglah.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian komparatif dengan menggunakan desain studi potong lintang analisis yang dilaksanakan di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah Denpasar mulai bulan Januari sampai dengan Maret 2012. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode non-random sampling jenis konsekutif. Sampel penelitian adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah penderita dengan keluhan utama nyeri pingang bawah dengan keluhan nyeri yang menjalar sesuai dengan persarafan nervus iskhiadikus yang diikuti oleh satu atau lebih gejala sebagai berikut: 1) nyeri yang bertambah hebat jika terjadi peregangan nervus iskhiadikus; 2) kekakuan dan kelainan bentuk postural tubuh; 3) kombinasi parastesia, kelemahan dan adanya penurunan refleks fisiologis pada ekstremitas bawah; 4) pada roentgen korpus vertebrae didapatkan salah satu atau lebih gambaran penyempitan diskus intervertebralis, penyempitan foramen intervertebralis, spur formation atau skoliosis; 5) bersedia diikutsertakan dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah: 1) penderita nyeri pinggang bawah dengan penyakit metabolik (Diabetes mellitus, gagal ginjal, alkoholik); 2) penderita dengan riwayat operasi vertebrae di daerah lumbosakral; 3) penderita dengan riwayat tumor primer dan sekunder pada daerah lumbosakral. Semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dimasukan ke dalam penelitian ini. Pada subyek dilakukan pencatatan identitas dan pemeriksaan elektrofisiologis menggunakan mesin ENMG keluaran Dantec, produksi tahun 1993. Hasil pemeriksaan elektrofisiologis yang dicatat adalah hasil pemeriksaan refleks dengan masa laten yang panjang ((long latency reflex/late response) yaitu nilai F-respon dengan parameter latensi minimal, latensi rata-rata, kronodispersi dan nilai H-refleks dengan parameter latensi minimal dan H/M ratio dan persistensi serta hasil EMG yang menunjukkan penderita dengan HNP lumbosakral lesi kompresi atau iritatif. F-respon adalah potensial hasil rangsangan supramaksimal yang bersifat antidromik untuk mengetahui lesi proksimal. Latensi F-respon mengukur latensi dari stimulator ke kornu anterior melalui jalur motorik kemudian kembali menuju elektrode
perekam. Nilai F-respon yang perlu diperhatikan adalah latensi minimal dan maksimal, kronodispersi (perbedaan antara F-respon minimal dan maksimal. Pada orang normal, kronodispersi pada ekstremitas bawah hingga mencapai 6 mdetik), persistensi (persentasi jumlah gelombang F yang didapat pada sejumlah stimulasi, nilai normal antara 80-100% dan selalu di atas 50% (Preston, 1998; Poernomo, 2003). H-refleks adalah Compound Muscle Action Potential (CMAP) yang ditimbulkan oleh stimulasi submaksimal serabut aferen Ia. H-refleks dikerjakan pada otot gastroknemius-soleus dengan stimulasi saraf tibialis di fossa popliteal. Nilai H-refleks yang perlu diperhatikan adalah latensi minimal, latensi ini kemudian akan dibandingkan dengan sisi kontralateral. Perbedaan bermakna bila lebih dari 1,5 mdetik. H/M rasio yaitu perbandingan antara amplitudo H-refleks dengan amplitudo gelombang M. Normal H/M rasio > 50%. H/M rasio ini sering meningkat pada lesi UMN. HNP lumbosakral dengan lesi radiks iritatatif adalah jika masa latensi H-refleks melebihi normal dan gelombang H masih dapat muncul. HNP lumbosakral dengan lesi radiks kompresi adalah jika nilai H-refleks melebihi normal dan beda masa latensi dengan nilai H-refleks pada sisi kontralateralnya atau gelombang H tidak muncul. Setelah dilakukan pengumpulan data, dilakukan proses penyuntingan, verifikasi dan pengkodean. Kemudian data tersebut dimasukan dan diolah dengan menggunakan program statistik SPSS versi 16.0. Perbandingan dengan melihat perbedaan nilai parameter H-refleks dan F-respon pada HNP lumbosakral lesi radiks kompresi atau iritatif dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata uji T jika data berdistribusi normal dengan alternatif uji Man Whitney-U jika data tidak berdistribusi normal.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Subyek Penelitian Subyek penelitian pada penelitian ini berjumlah dua puluh lima (n=25). Semua subyek diikutkan dalam analisis data.
Tabel 1. Data karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelam in
Valid
Frequency 13
Percent 52,0
Valid Percent 52,0
Cumulative Percent 52,0
perempuan
12
48,0
48,0
100,0
Total
25
100,0
100,0
laki-laki
Tabel 2. Data karakteristik subyek penelitian berdasarkan usia Umur
Valid
Frequency 4
Percent 16,0
Valid Percent 16,0
Cumulative Percent 16,0
41 - 45
5
20,0
20,0
36,0
46 - 50
2
8,0
8,0
44,0
51 - 55
5
20,0
20,0
64,0
56 - 60
3
12,0
12,0
76,0
61 - 65
3
12,0
12,0
88,0
> 65
3
12,0
12,0
100,0
Total
25
100,0
100,0
<40
Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2 diketahui subyek penelitian dengan jenis kelamin lakilaki berjumlah 13 orang (52%) dan perempuan berjumlah 12 orang (48%), dengan rentang usia 35 sampai 75 tahun. Subyek yang berusia kurang dari 40 tahun berjumlah 4 orang (16%), usia 41-45 tahun berjumlah 5 orang (20%), usia 46-50 tahun berjumlah 2 orang (8%), usia 51-55 tahun berjumlah 5 orang (20%), usia 56-60 tahun berjumlah 3 orang (12%), usia 61-65 tahun berjumlah 3 orang (12%) dan usia di atas 65 tahun berjumlah 3 orang (12%).
Tabel 3. Deskriptif Nilai Parameter F-respon dan H-refleks
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
F-respon Minimal 25
F-respon Mean 25
F-respon Kronodis persi 25
F-respon Persistensi 25
H-reflek Lat Min 25
H-reflek H/M Rasio 25
Mean
50,976
46,240
8,160
86,800
1,328
29,177
Std. Deviation
13,270
10,107
5,840
9,883
,372
8,861
Absolute
,147
,154
,244
,194
,219
,143
Positive
,132
,100
,244
,194
,153
,143
Negative
N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
-,147
-,154
-,154
-,187
-,219
-,127
Kolmogorov-Smirnov Z
,735
,771
1,221
,971
1,096
,715
Asymp. Sig. (2-tailed)
,653
,592
,101
,302
,181
,686
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa nilai F-respon dengan parameter latensi minimal
mempunyai rata-rata 50,98 dengan simpangan baku sebesar 13,27. Parameter latensi ratarata mempunyai rata-rata 46,24 dengan simpangan baku sebesar 10,11. Parameter kronosdispersi mempunyai rata-rata 8,16 dengan simpangan baku sebesar 5,84. Parameter persistensi mempunyai rata-rata 86,8 dengan simpangan baku sebesar 9,88. Nilai H-refleks dengan parameter latensi minimal mempunyai rata-rata 1,33 dengan simpangan baku sebesar 0,37. Parameter H/M rasio mempunyai rata-rata 29,18 dengan simpangan baku sebesar 8,86. Berdasarkan uji normalitas terlihat bahwa semua nilai parameter F-respon dan H-refleks berdistribusi normal, sehingga pengujian perbedaan menggunakan uji parametrik, uji T.
Tabel 4. Uji Perbedaan Nilai Parameter F-respon dan H-refleks Pada HNP Lumbosakral Lesi Iritatif H-refleks Latensi
H/M Rasio
minimal F-respon Latensi Minimal Mean
0,128
-0,293
SD
0,319
0,398
Nilai P
0,69
0,47
Mean
-0,139
-0,560
SD
0,377
0,446
Nilai P
0,72
0,23
Mean
-0,110
-0,531
SD
0,248
0,343
Nilai P
0,66
0,14
Mean
0,423
0,002
SD
0,222
0,326
Nilai P
0,07
0,99
Latensi Rata-rata
Kronodispersi
Persistensi
Pada tabel 4, berdasarkan uji rerata pada keseluruhan nilai parameter F-respon yang dibandingkan dengan nilai parameter H-refleks menunjukkan nilai p > 0,05, yang artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai parameter F-respon yang dibandingkan dengan nilai parameter H-refleks pada HNP lumbosakral lesi iritatif. Tabel 5. Uji Perbedaan Nilai Parameter F-respon dan H-refleks Pada HNP Lumbosakral Lesi Kompresi H-refleks Latensi minimal
H/M Rasio
Mean
-0,131
1,514
SD
0,357
0,688
Nilai P
0,72
0,04
Mean
-0,627
1,018
Nilai P
0,17
0,18
Mean
0,368
2,013
SD
0,325
0,672
Nilai P
0,27
0,01
Mean
0,006
1,651
SD
0,334
0,676
Nilai P
0,99
0,03
F-respon Latensi Minimal
Latensi Rata-rata
Kronodispersi
Persistensi
Pada tabel 5, berdasarkan uji rerata pada nilai parameter F-respon, yaitu latensi minimal, latensi rata-rata, kronodispersi dan persistensi yang dibandingkan dengan nilai parameter H-refleks, yaitu latensi minimal menunjukkan nilai p > 0,05, yang artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai parameter F-respon yang dibandingkan dengan nilai parameter H-refleks tersebut pada HNP lumbosakral lesi kompresi. Namun berdasarkan uji rerata pada nilai parameter F-respon, yaitu latensi minimal, kronodispersi dan persistensi yang dibandingkan dengan nilai parameter Hrefleks, yaitu H/M rasio menunjukkan nilai p < 0,05, yang artinya ada perbedaan yang bermakna antara nilai parameter F-respon yang dibandingkan dengan nilai parameter Hrefleks tersebut pada HNP lumbosakral lesi kompresi.
PEMBAHASAN Pemeriksaan elektrodiagnostik merupakan alat bantu diagnostik yang sangat berguna pada berbagai kasus yang berhubungan dengan HNP lumbosakral. Namun, harus diingat pemeriksaan neurofisiologis dibuat dalam suatu konteks dari suatu pemeriksaan klinis neurologis sehingga harus dievaluasi sebagai suatu keseluruhan secara bersamaan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksan diagnostik lain untuk mencapai hasil diagnostik yang bermakna dan pada akhirnya mampu meramalkan prognosis (Dillingham, 2002). Informasi mengenai hantaran impuls listrik yang melampaui segmen proksimal dari saraf spinal tidak dapat diperoleh dengan pemeriksaan elektrodiagnostik yang rutin, namun dapat diperiksa dengan mencari nilai H-refleks dan F-respon (Poernomo, 2003). Pada penelitian ini, didapatkan karakteristik subyek penelitian dengan perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang hampir sama, dengan rasio 1: 0,9. Hasil ini hampir serupa dengan yang diungkapkan oleh Hsu et al ( 2011) menyatakan bahwa penderita HNP lumbosakral adalah sebanding antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian Purna Putra (1991) menyatakan tidak ada perbedaan secara bermakna frekuensi antara laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan karakteristik tingkat usia dari penelitian ini didapatkan, frekuensi yang terbanyak adalah penderita dengan interval usia antara 51-60 tahun (32%). Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian bahwa penderita HNP lumbosakral paling sering terjadi pada usia 45-60 tahun. Beberapa kemungkinan penyebabnya adalah terjadinya deteriorasi dan penipisan pada diskus intervertebralis yang dimulai sejak usia 30-an tahun dan semakin meningkat dengan pertambahan usia sehingga menyebabkan matriks penyusunnya mengalami penyusutan dan kehilangan kelenturannya. Penelitian secara histologis juga menunjukkan dengan pertambahan usia, nukleus pulposus menjadi lebih fibrotik dan dehidrasi. Pada usia 20-50 tahun, elemen-elemen otot mulai menghilang dengan bertambahnya usia dan berkurangnya aktivitas, dimana otot berperan dalam stabilitas ekstrinsik saat menahan beban (Amroisa dkk, 2007; Balaji et al, 2009). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada perbandingan nilai parameter F-respon (latensi minimal, latensi rata-rata, kronodispersi dan persistensi) dengan nilai parameter H-refleks (latensi minimal dan H/M rasio) pada HNP lumbosakral lesi iritatif. Hasil perbandingan nilai parameter F-respon yaitu latensi minimal, latensi rata-rata, kronodispersi dan persistensi yang dibandingkan dengan nilai parameter H-refleks, yaitu latensi minimal tidak didapatkan ada perbedaan yang bermakna pada HNP lumbosakral lesi kompresi. Namun pada perbandingan pada nilai parameter F-respon, yaitu latensi minimal, kronodispersi dan persistensi yang dibandingkan dengan nilai parameter H-refleks, yaitu H/M rasio menunjukkan adanya suatu perbedaan yang bermakna HNP lumbosakral lesi kompresi. Penelitian oleh Zaric et al (1994) di Orebro Medical Center Hospital, Swedia terhadap 28 orang sehat yang mendapat injeksi epidural, dinilai fungsi motorik ekstremitas bawah dengan pengukuran parameter latensi H-refleks dan F-respon, didapatkan hasil bahwa penilaian latensi H-refleks dan F-respon merupakan indikator yang relevan dalam proses inhibisi konduksi saraf dan akan mengalami perbaikkan selama pemberian injeksi epidural (Zaric, 1994). Penelitian oleh Alworayeh et al (2011) terhadap 108 orang di Amerika Serikat mengenai perbandingan antara amplitudo H-refleks dengan latensi H-refleks pada penderita radikulopati S1, walaupun pada awalnya penggunaan parameter amplitudo H-
refleks dalam menegakkan diagnosis masih menjadi pertanyaan. Namun pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa amplitudo H-refleks dapat sebagai parameter awal adanya keterlibatan radiks pada pasien dengan radikulopati (Alworayeh et al, 2011). Weber (1998) melakukan penelitian terhadap sensitivitas diagnosis dari parameter F-respon. Sensitivitas F-respon mengalami penurunan pada kondisi didapatkannya hasil pemeriksaan hantar saraf motorik yang normal. Hal ini menunjukkan pengaruh konduksi distal pada latensi F-respon, namun tidak mengurangi kemampuan dari F-respon untuk menilai konduksi proksimal. Hasil ini memberikan sensitivitas diagnosis yang tinggi pada parameter kronodispersi, terutama pada radikulopati dan mononeuropati pada ekstremitas inferior. Kronodispersi merupakan satu-satunya parameter yang dapat digunakan sebagai informasi tambahan yang bermakna ketika parameter latensi minimal digunakan sebagai acuan. Pada radikulopati, pemanjangan kronodispersi merupakan tanda patologis yang jelas. Pemanjangan ini disebabkan oleh efek dari demielinasi fokal akibat lesi pada radiks. Demielinasi fokal ini dapat ditemukan pada lesi radiks kompresi, dimana efeknya sebanding dengan proses penekanan pada lesi saraf perifer (Weber, 1998). Selama pemeriksaan konduksi saraf, stimulasi supramaksimal dari saraf perifer secara pasti akan menyebabkan semua akson motorik mampu setiap saat menimbulkan depolarisasi F-respon. Pada keadaan normal, beberapa akson menghasilkan F-respon, dan penjumlahan dari respon ini akan direkam. Probabilitas berbagai akson tunggal akan menimbulkan F-respon yang menghasilkan banyak variasi morfologi dan latensi dari sumasi F-respon. Pada proses perekaman respon lambat, dilakukan analisis terhadap paling sedikit 10 gelombang dari F-respon. Parameter latensi minimal adalah parameter yang diukur pada sebagian besar laboratorium, namun hanya mampu mencerminkan akson motorik tercepat yang berkontribusi terhadap F-respon; nilai ini dapat muncul dalam situasi patologis, terutama pada keadaan neuropati demielinating. Parameter latensi rata-rata memberikan informasi yang lebih baik mengenai bagian proksimal dari suatu gangguan saraf tepi. Namun, belum banyak laboratorium elektrodiagnostik yang memiliki standar nilai normal untuk menginterpretasikan suatu keadaan abnormal dari parameter ini. Parameter F-respon lain yang dapat dinilai dan penting adalah yang kronodispersi dan
persistensi. Kronodispersi adalah perbedaan antara F-respon minimal (tercepat) dan maksimal (terlambat). Pada orang normal, kronodispersi ekstremitas bawah adalah mencapai 6 mdetik. Nilai tersebut dapat dilampaui dalam keadaan neuropati demielinating atau radikulopati. Persistensi adalah persentase jumlah gelombang F yang didapatkan pada sejumlah stimulasi. Nilai normal persistensi adalah sebesar 80 sampai 100% untuk sebagian besar saraf, dan selalu di atas 50% (Caress et al, 2007). Gelombang F hanya memeriksa saraf yang mempersarafi otot yang diperiksa. Sehingga pemeriksaan F-respon hanya berguna untuk mengetahui radikulopati L5-S1 pada ekstremitas bawah. Apabila radikulopati mengenai radiks saraf sensorik (keluhan yang sering terjadi pada awal gejala parestesia dan nyeri), F-respon akan dalam keadaan normal, karena hanya memeriksa jalur motorik. Abnormalitas F-respon hanya terjadi jika didapatkan gangguan pada semua atau paling tidak pada sebagian besar serabut saraf. Frespon masih dalam keadaan normal pada lesi yang hanya mengenai sebagian kecil serabut saraf motoris. Pemanjangan latensi F-respon dapat terjadi pada neuropati proksimal, pleksopati atau radikulopati (Poernomo dkk, 2003). H-refleks merupakan pemeriksaan respon lambat yang dipergunakan untuk mengetahui adanya lesi proksimal. H-refleks pada orang dewasa hanya dikerjakan pada otot gastroknemius soleus dengan stimulasi pada nervus tibialis pada fossa popliteal. Apabila diberikan stimulasi submaksimal rendah dengan durasi panjang pada saraf, maka serabut Ia akan terangsang dan H-refleks akan mulai muncul pada latensi sekitar 25-34 mdetik. Jika intensitas stimulus ditingkatkan secara perlahan-lahan, maka amplitudo Hrefleks akan semakin meningkat dan semakin memendek latensinya. Bila intensitas stimulus dinaikkan secara terus menerus, potensial M akan bertambah dan H-refleks akan berkurang. Pada stimulus supramaksimal, H-refleks akan menghilang dan muncul potensial yang akan diikuti oleh gelombang F yang akan menggantikan H-refleks. Parameter yang harus diperhatikan pada pengukuran H-refleks adalah latensi minimal dan H/M rasio (Poernomo, 2003; Preston, 1998). Latensi minimal adalah aspek rutin diukur dari H-refleks dan ditentukan oleh tinggi badan subyek dan keadaan integritas saraf yang diperiksa. Membandingkan refleks pada tungkai yang mengalami gangguan dengan tungkai normal lebih berguna daripada
melakukan analisis terhadap hasil pemeriksaan tungkai unilateral. Sebagian besar laboratorium elektrodiagnostik memiliki nilai perbedaan bermakna bila lebih dari 1,5 mdetik. Perbandingan antara amplitudo H-refleks dengan ampitudo gelombang M bilateral H-refleks mungkin mencerminkan tingkat rangsangan terhadap sel-sel kornu anterior. Rasio biasanya meningkat pada lesi upper motor neuron dan dapat digunakan untuk mengevaluasi spastisitas saraf. Pemanjangan latensi H-refleks bisa didapatkan pada polineuropati, neuropati tibialis proksimal dan nervus iskiadikus, pleksopati lumbosakral dan lesi pada radiks saraf S1 (Caress et al, 2007; Poernomo dkk, 2003).
SIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Didapatkan subyek penelitian dengan jumlah laki-laki 13 orang (52%), perempuan 12 orang (48%), dominan mengalami lesi kompresi radiks. Kelompok usia terbesar 51-60 tahun (36%), dengan dominan mengalami lesi iritasi radiks. 2. Pada HNP lumbosakral lesi kompresi didapatkan perbedaan yang bermakna antara nilai parameter F-respon, yaitu latensi minimal, kronodispersi dan persistensi dengan nilai parameter H-refleks, yaitu H/M rasio.
DAFTAR PUSTAKA
Amroisa, dkk. 2007. Tes Laseque Sebagai Tes Diagnostik Radikulopati Lumbosakral Pada Pasien Nyeri Punggung Bawah. Neurona vol 24; 2: 4-10. Alworayeh et al. 2011. H-reflex Amplitude Asymmetry Is An Earlier Sign of Nerve Root Involvement than Latency In Patients With S1 Radiculopathy. Available from: URL: http://www.biomedcentral.com/1756-0500/4/102. Balaji et al. 2009. Assessment of Nerve Conduction In Evaluation of Radiculopathy Among Chronic Low Back Pain Patients Without Clinical Neurodeficit. Available from: URL: www.ijpp.com/vol54_1/63-68.pdf. Caress et al. 2007. Neurophysiology of Nerve Conduction Studies. In: Blum, A.S., Rutkove, S.B., editors. The Clinical Neorophysiology Primer.New Jersey: Humana Press. p.207-216. Dillingham, T. 2002. Electrodiagnostic Approach to Patients With Suspected Radiculopathy. Available from: URL: http://www.med.nyu.edu/pmr/residency/resources/PMR%20clinics%20NA/PMR%20clin ics%20NA_sports%20med/radic%20EMG_PMR%20clinics.pdf. Greenberg,M.S. 2001. Handbook of Neurosurgery.5th Ed. New York: Thieme.p. 285-309. Hsu et al. 2011. Lumbosacral Radiculopathy: Pathophysiology, Clinical Features, and Diagnosis. Available from:URL: www.uptodate.com. Huang et al. 2009. Effects of Age, Gender, Height, and Weight on Late Responses and Nerve Conduction Study Parameters. Available from: URL: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20329591. Jagga et al. 2011. Effect of Aging and Anthropometric Measurements on Nerve Conduction Properties – A Review. Available from: URL: http://www.medind.nic.in/jau/t11/i1/jaut11i1p1.pdf. Malanga,G.A. and Rabbani, M. 2004. Lumbosacral Radiculopathy. eMedicine. University of Medicine and Dentistry at New Jersey. Poernomo, H dkk. 2003. Petunjuk Praktis Elektrodiagnostik. Edisi pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Preston,D.C. and Shapiro,B.E. 1998. Electromyography and Neuromuscular Disorders. Clinical Electrophysiologic Correlations. Boston: Butterworth-Heinemann.
Purna Putra, I.G.N. 1991. “Sensitivitas dan Spesifisitas H-Refleks Dibandingkan Dengan Mielografi Pada Penderita Hernia Nukleus Pulposus Lumboskral” (tesis). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Zaric et al. 1994. F Response and H Reflex for Monitoring Nerve Block During Epidural Analgesia with Ropivacaine. Anesth analg, 78: 495-500.