UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENGARUH TEGANGAN TERHADAP KERENTANAN KOROSI RETAK TEGANG BAJA SAE 1086 DALAM LARUTAN SIMULASI TANAH DENGAN METODE BENT BEAM
SKRIPSI
VICKY INDRAFUSA 0806455906
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2012
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENGARUH TEGANGAN TERHADAP KERENTANAN KOROSI RETAK TEGANG BAJA SAE 1086 DALAM LARUTAN SIMULASI TANAH DENGAN METODE BENT BEAM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
VICKY INDRAFUSA 0806455906
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2012 i
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Vicky Indrafusa
NPM
: 0806455906
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 4 Juli 2012
ii
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh Nama
: Vicky Indrafusa
NPM
: 0806455906
Program Studi
: Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi
:
Studi Pengaruh Tegangan terhadap Kerentanan Korosi Retak Tegang Baja SAE 1086 dalam Larutan Simulasi Tanah dengan Metode Bent Beam Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi S. M. DEA
(.........................)
Penguji 1
: Dr. Ir. Sutopo M.Sc
(.........................)
Penguji 2
: Dr. Rianti Dewi Sulamet-Ariobimo, S.T., M.Eng (.........................)
Penguji 3
: Ayende ST. M.Si
(.........................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 4 Juli 2012
iii
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugrah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapatkan bantuan dan dukungan yang berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Allah SWT atas rahmat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
2.
Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan baik materi maupun moriil kepada penulis.
3.
Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi M DEA., selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
4.
Ir. Rini Riastuti M.Sc yang telah banyak memberikan nasihat dan saran kepada penulis mengenai penelitian dan penulisan skripsi ini.
5.
Ir. Andi Rustandi MT yang telah memberikan nasihat dan saran, serta memberikan izin kepada penulit dalam penggunaan alat guna menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6.
Bapak Nudin yang telah membantu penulis dalam pengujian tarik di Laboratorium Pengujian Departemen Teknik Metalurgi dan Material.
7.
Rachmat Ferdian, Suryadi, Latifa Nuraini, dan rekan CMPFA lainnya, yang telah membantu penulis dalam proses pengamatan sampel patahan uji tarik dengan menggunakan SEM dan pengujian komposisi kimia dengan OES.
iv
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
8.
Benny, Teguh dan Sajalih dari Workshop Departemen Teknik Metalurgi dan Material yang telah banyak membantu penulis dalam proses preparasi sampel.
9.
Ardiles Jeremia Sitorus, Hutri Prianugrah, dan Rendi Fajar Binuwara sebagai rekan suka dan duka dalam melaksanakan penelitian ini.
10. Ichwanul Fasya, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan foto mikro sampel pengujian. 11. Reyningtyas Putri atas bantuan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 12. Para asisten Laboratorium Metalurgi Kimia, Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI yang telah membantu dalam proses preparasi larutan. 13. Teman-teman
mahasiswa,
terutama
metalurgi
2008,
dan
karyawan
Departemen Teknik Metalurgi dan Material UI yang selalu memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Depok, 9 Juli 2012
Penulis
v
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Vicky Indrafusa
NPM
: 0806455906
Program Studi
: Teknik Metalurgi dan Material
Departemen
: Teknik Metalurgi dan Material
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Studi Pengaruh Tegangan terhadap Kerentanan Korosi Retak Tegang Baja SAE 1086 dalam Larutan Simulasi Tanah dengan Metode Bent Beam beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 4 Juli 2012 Yang menyatakan,
(Vicky Indrafusa) vi
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
ABSTRAK Nama
: Vicky Indrafusa
Program Studi
: Teknik Metalurgi dan Material
Judul
:
Studi Pengaruh Tegangan terhadap Kerentanan Korosi Retak Tegang Baja SAE 1086 dalam Larutan Simulasi Tanah dengan Metode Bent Beam Kerentanan dan perilaku korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah dengan pengaruh tegangan aplikasi diinvestigasi dengan menggunakan pengujian bent beam korosi retak tegang. Selain itu, pada pengujian ini akan dicari tahu mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah. Kerentanan korosi retak tegang ditentukan dengan menghitung densitas pit yang dihasilkan pada permukaan baja SAE 1086. Kehadiran pit pada permukaan baja SAE 1086 dapat bertindak sebagai tempat inisiasi retak. Sedangkan mekanisme korosi retak tegang diamati dengan polarisasi linear, polarisasi potensiodinamik (linear sweep voltammetry), dan perubahan sifat mekanis. Peningkatan tegangan aplikasi akan menghasilkan jumlah pit yang semakin banyak, dimana untuk tegangan aplikasi 55 % YS dihasilkan 40 pit/mm2, 60 % YS dihasilkan 179 pit/mm2, dan 65 % YS dihasilkan 413 pit/mm2. Jadi kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah akan meningkat seiring dengan semakin besar tegangan yang diaplikasikan. Baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah akan mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik. Kata kunci : Korosi retak tegang, kerentanan korosi retak tegang, mekanisme korosi retak tegang, larutan simulasi tanah, tegangan aplikasi
vii Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
ABSTRACT Name
: Vicky Indrafusa
Study Program
: Metallurgy and Material Science Engineering
Title
:
Study of Effect Applied Stress on the Stress Corrosion Cracking Susceptibility of SAE 1086 Steel in Simulated Soil Solution with Bent Beam Method The stress corrosion cracking susceptibility and behavior of SAE 1086 steel in simulated soil solution under the effect of applied stress was investigated by bent beam stress corrosion test. Furthermore, in this paper would be found out the mechanism of stress corrosion cracking SAE 1086 steel in simulated soil solution. Stress corrosion cracking susceptibility was determined by calculate the density of pits on the surface of SAE 1086 steel. The presence of pits on the surface of SAE 1086 steel can act as crack initiation sites. While the mechanism of stress corrosion cracking was observed by linear polarization, potentiodynamic polarization (linear sweep voltammetry), and changes in mechanical properties. Increasing applied stress will increase amount of pit produced, where at applied stress 55 %, 60 %, and 65 % referred to YS (yield strength) would be produced 40 pits/mm2, 179 pits/mm2, and 413 pits/mm2 sequentially. So, the stress corrosion cracking susceptibility of SAE 1086 steel in simulated soil solution will increase with greater applied stress. In simulated soil solution, SAE 1086 steel will encountered stress corrosion cracking by anodic dissolution mechanism. Keywords : Stress corrosion cracking, the stress corrosion cracking susceptibility, stress corrosion cracking mechanism’s, simulated soil solution, applied stress
viii Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................ii HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii KATA PENGANTAR...........................................................................................iv HALAMAN
PERNYATAAN
PERSETUJUAN
PUBLIKASI
TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................vi ABSTRAK........................................................................................................ vii ABSTRACT .................................................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1.
Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2.
Perumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3.
Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4.
Hipotesis Penelitian ............................................................................... 4
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 4
1.6.
Sistematika Penulisan ............................................................................ 5
BAB 2 STUDI LITERATUR ............................................................................. 7 2.1.
Korosi Retak Tegang ............................................................................. 7
2.2.
Mekanisme Korosi Retak Tegang ........................................................ 10
2.3.
Morfologi Patahan Korosi Retak Tegang ............................................. 12 ix Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
2.4.
Tipe Korosi Retak Tegang ................................................................... 13
2.5.
Metode Bent Beam (Peregangan Konstan) ........................................... 14
2.6.
Kerentanan Korosi Retak Tegang......................................................... 15
2.7.
Tegangan Kritis dan K1scc .................................................................... 16
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 21 3.1.
Diagram Alir........................................................................................ 21
3.2.
Material Uji ......................................................................................... 22
3.3.
Larutan Uji .......................................................................................... 23
3.4.
Pengujian Karakterisasi Awal .............................................................. 23
3.5.
Pengujian Korosi Retak Tegang ........................................................... 25
3.6.
Pengujian Cairan Penetran ................................................................... 27
3.7.
Pengamatan Fraktografi ....................................................................... 29
3.8.
Pengujian Polarisasi ............................................................................. 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 31 4.1.
Komposisi Kimia ................................................................................. 31
4.2.
Sifat Mekanis ....................................................................................... 31
4.3.
Kehadiran Retak .................................................................................. 33
4.3.1.
Pengujian Cairan Penetran ............................................................ 33
4.3.2.
Foto Mikro ................................................................................... 34
4.4.
Tegangan Kritis ................................................................................... 36
4.5.
Stress Corrosion Cracking Threshold Stress Intensity (K1scc) ................ 37
4.6.
Perilaku Korosi .................................................................................... 40
4.7.
Kerentanan Korosi Retak Tegang......................................................... 43
4.8.
Mekanisme Korosi Retak Tegang ........................................................ 45 x Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................ 46 5.1.
Kesimpulan.......................................................................................... 46
5.2.
Saran ................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 48
xi Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Karakteristik korosi retak tegang dibandingkan CFC dan HIC ............. 8 Tabel 2.2. Kombinasi paduan logam dan lingkungan yang mempromosikan korosi retak tegang ......................................................................................................... 9 Tabel 2.3. Perbandingan sifat mekanis dan tegangan kritis beberapa material berdasarkan literatur........................................................................................... 17 Tabel 3.1. Komposisi kimia baja SAE 1086 ....................................................... 22 Tabel 3.2. Sifat mekanis baja SAE 1086............................................................. 22 Tabel 3.3. Perhitungan tegangan aplikasi dan panjang sampel sesuai dengan persamaan (2.1) ................................................................................................. 23 Tabel 3.4. Komposisi kimia larutan NS4 (g/l) .................................................... 23 Tabel 3.5. Peralatan karakterisasi awal spesimen uji........................................... 24 Tabel 3.6. Rekomendasi minimum dwell times................................................... 29 Tabel 4.1. Hasil pengujian komposisi kimia material uji .................................... 31 Tabel 4.2. Komposisi kimia baja SAE 1086 ....................................................... 31 Tabel 4.3. Hasil pengujian sifat mekanis baja SAE 1086 awal............................ 32 Tabel 4.4. Sifat mekanis baja SAE 1086............................................................. 32 Tabel 4.5. Sifat mekanis baja SAE 1086 setelah perendaman dalam larutan NS4 ......................................................................................................................... .32 Tabel 4.6. Hasil pengujian cairan penetran ......................................................... 33 Tabel 4.7. Perbandingan sifat mekanis dan tegangan kritis beberapa material berdasarkan literatur........................................................................................... 37
xii Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kondisi yang dibutuhkan untuk terjadinya korosi retak tegang ......... 7 Gambar 2.2. Mekanisme korosi retak tegang penggetasan hidrogen dan film induced cleavage ............................................................................................... 11 Gambar 2.3. Hubungan antara tegangan luluh-K1scc untuk baja paduan rendah terhadap tipe perpatahannya ............................................................................... 12 Gambar 2.4. Pengujian bent beam tipe pembebanan spesimen dua titik .............. 14 Gambar 2.5. Perbandingan tegangan kritis dari beberapa metode pengujian ....... 18 Gambar 2.6. Pengaruh faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan retak. .......................................................................................................................... 18 Gambar 2.7. Hubungan antara kekuatan luluh dan K1scc untuk baja paduan rendah. .......................................................................................................................... 19 Gambar 2.8. Nilai K1scc untuk beberapa baja kekuatan tinggi dalam lingkungan air laut..................................................................................................................... 20 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian .................................................................. 21 Gambar 3.2. Dimensi spesimen uji tarik No 5 (Sesuai dengan JIS Z 2201) ......... 24 Gambar 3.3. Skema sel pengujian bent beam ..................................................... 26 Gambar 3.4. Dimensi pemegang spesimen yang digunakan ................................ 27 Gambar 3.5. Pengujian korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 dengan metode bent beam .................................................................................. 27 Gambar 3.6. Tahapan pengujian cairan penetran ................................................ 28 Gambar 3.7. Cairan penetran .............................................................................. 29 Gambar 3.8. Scanning Electron Microscope ....................................................... 30 Gambar 4.1. Foto hasil pengujian cairan penetran .............................................. 34 Gambar 4.2. Foto penampang melintang baja SAE 1086 .................................... 35
xiii Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Gambar 4.3. Potensial ujung retak dan laju pertumbuhan retak baja X52 dalam larutan karbonat-bikarbonat pada temperatur 75o C ............................................ 39 Gambar 4.4. Hubungan kekuatan luluh dengan K1scc untuk baja paduan rendah dengan rentang kekuatan luluh 1200-2000 MPa ................................................. 40 Gambar 4.5. Kurva tafel baja SAE 1086 dalam larutan NS4 ............................... 41 Gambar 4.6. Endapan FeCO3 pada permukaan baja SAE 1086 ........................... 42 Gambar 4.7. Kurva polarisasi potensiodinamik baja SAE 1086 dalam larutan NS4 .......................................................................................................................... 42 Gambar 4.8. Profil energi termodinamika logam ................................................ 43 Gambar 4.9. Foto penampang spesimen SAE 1086 yang memperlihatkan kehadiran pit ...................................................................................................... 44
xiv Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Pengujian Tarik Baja SAE 1086 Awal Lampiran 2 Hasil Pengujian Tarik Baja SAE 1086 Setelah Pengujian Korosi Retak Tegang Lampiran 3 Hasil Pengujian Komposisi Kimia dengan OES
xv Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dunia dan meningkatnya kemajuan teknologi serta taraf hidup mendorong meningkatnya kebutuhan akan minyak dan gas bumi. Semakin maju suatu negara, semakin meningkat pula kebutuhan akan minyak dan gas bumi. Dari masa ke masa kebutuhan akan minyak dan gas bumi selalu meningkat. Indonesia yang memiliki sumber minyak dan gas bumi dalam jumlah yang cukup besar sekitar 4400 juta barrel (BPMIGAS Review 2010[1]), sehingga saat ini sektor minyak dan gas bumi masih menjadi andalan utama penghasil devisa negara yang perlu ditingkatkan konstribusinya guna menunjang perekonomian nasional[2]. Hingga sampai saat ini minyak dan gas masih menopang 25% dari penerimaan negara[1]. Oleh karena itu, dibutuhkan proses produksi dan eksplorasi yang mermiliki produktivitas dan efisiensi yang tinggi, agar dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat. Salah satu faktor yang menentukan efisiensi dalam produksi minyak dan gas bumi adalah kekuatan dan umur pakai dari peralatan produksi terutama yang terbuat dari logam, seperti sistem pipa penyalur, tubing, casing, well heads, offshore platform, dan surface facilities. Salah satu faktor utama yang menjadi penyebab kegagalan komponen dalam industri minyak dan gas adalah diakibatkan oleh korosi. Kondisi alam Indonesia yang beriklim tropis, dengan tingkat humiditas yang cukup tinggi akan menjadi faktor yang dapat mempercepat proses korosi. Dampak yang ditimbulkan oleh korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung dapat berupa terjadinya kerusakan pada peralatan produksi. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktivitas produksi, kehilangan produk, atau bahkan ledakan sistem perpipaan seperti yang terjadi di Alabama[3]. Setiap tahunnya, industri minyak dan gas bumi diperkirakan mengeluarkan dana sekitar 20 triliun rupiah untuk menanggulangi korosi. Perhitungan ini meliputi biaya pemeliharaan, penggantian material, jam kerja, keuntungan yang hilang akibat produksi yang terhenti, mengecewakan pelanggan, biaya
1 Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
2
administrasi, kerugian fisik dan pengobatan akibat kecelakaan. Angka ini setara 25 persen dari total gross domestic product (GDP) dari sejumlah industri yang ada. Pada industri minyak dan gas sistem pemipaan menjadi salah satu alat penunjang yang dapat diandalkan untuk distribusi minyak dan gas. Namun kegagalan sering terjadi pada pipa di lapangan produksi yang sebagian besar disebabkan oleh faktor lingkungan seperti korosi. Pada saat penggunaannya di lapangan pipa baja yang ditanam di dalam tanah sering kali mengalami degradasi dan kebocoran yang dicurigai disebabkan oleh korosi retak tegang. Korosi retak tegang pada pipa baja dapat terjadi karena kontribusi dari lingkungan, tegangan tarik dan struktur material. Pertumbuhan korosi retak tegang sangat lambat dan sangat sulit dideteksi, hingga tiba-tiba terjadi kegagalan. Biasanya, penampilan luar material yang mengalami korosi retak tegang tidak mencerminkan kondisi di dalam material, sehingga kegagalan akibat korosi retak tegang sangat sulit untuk dideteksi. Korosi retak tegang pada sistem perpipaan dimulai dengan terbentuknya retak kecil pada permukaan luar dari pipa yang ditanam dalam tanah. Retak ini tidak terlihat dengan mata dan biasanya ditemukan dalam bentuk koloni[20]. Korosi retak tegang dapat dicegah dengan metode pemilihan material, inhibitor, lapisan protektif, dan proteksi katodik[19]. Umumnya korosi retak tegang lebih rentan terjadi pada material tertentu dalam lingkungan yang spesifik, contohnya baja tahan karat austenitik rentan dalam larutan klorida panas, kuningan dalam larutan amonia, dan baja karbon dalam larutan alkalin[3]. Semua pipa baja yang digunakan di lingkungan tanah (pH mendekati netral) rentan terhadap serangan korosi retak tegang, namun kegagalan lebih sering ditemui pada pipa baja X60 dan X52[10]. Pipa baja X60 banyak digunakan dalam transportasi minyak dan gas bumi karena pipa baja X60 memiliki kekuatan tinggi dan ketangguhan sangat baik[4-7]. Di lapangan, pipa baja yang digunakan untuk distribusi minyak atau gas dapat dikubur dalam tanah atau diletakkan di atas permukaan tanah, sehingga pipa baja akan terekspos oleh lingkungan tanah yang banyak mengandung ion CO32-, HCO3, SO42- yang bersifat korosif terhadap baja karbon. Selain itu, pipa baja akan mengalami aplikasi tegangan yang dapat bersumber dari tegangan operasi,
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
3
tegangan sisa ataupun tegangan eksternal. Tentunya kontribusi dari lingkungan tanah dan tegangan aplikasi pada pipa baja, akan mempengaruhi perilaku korosi dan menyebabkan retak akibat korosi retak tegang. Tingkat kerentanan korosi retak tegang material akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya nilai tegangan yang diaplikasikan. Namun terdapat nilai tegangan kritis yang harus dicapai agar terjadi korosi retak tegang pada material. Akan tetapi, hanya sedikit penelitian yang membahas mengenai pengaruh tegangan terhadap kinerja dan perilaku korosi retak tegang baja ketika diaplikasikan pada lingkungan tanah (pH mendekati netral). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tegangan terhadap kerentanan dan perilaku korosi retak tegang baja dalam lingkungan tanah (pH mendekati netral). Material yang digunakan dalam pengujian adalah baja SAE 1086. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian ini difokuskan pada pengaruh tegangan terhadap kerentanan dan perilaku korosi retak tegang dalam lingkungan tanah (pH mendekati netral) dengan menggunakan metode bent beam pembebanan spesimen dua titik. Dalam penelitian ini akan dicari tahu nilai tegangan kritis, stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc), mekanisme korosi retak tegang yang terjadi, serta mengevaluasi ketahanan retak baja SAE 1086 yang telah diberi retak awal dalam lingkungan tanah (pH mendekati netral). 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persentase tegangan terhadap kerentanan dan perilaku korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam lingkungan tanah. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 terhadap pengaruh tegangan aplikasi (tegangan aplikasi < kekuatan luluh).
2.
Mengetahui tegangan kritis untuk terjadinya korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam lingkungan tanah (pH mendekati netral).
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
4
3.
Mengetahui nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) dari baja SAE 1086 yang telah diberi retak awal dalam lingkungan tanah (pH mendekati netral).
4.
Mengetahui mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE 1086 dalam lingkungan tanah (pH mendekati netral) dengan pengaruh % tegangan.
1.4. Hipotesis Penelitian Korosi retak tegang yang terjadi pada larutan simulasi tanah adalah korosi retak tegang tipe pH mendekati netral atau pH rendah. Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, kerentanan korosi retak tegang akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya tegangan yang diaplikasikan. Dengan catatan tegangan yang diaplikasikan harus melebihi nilai tegangan kritis (threshold stress) dan faktor intensitas tegangan (stress intensity factor) telah melewati nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc). Berdasarkan studi literatur dan perbandingan sifat mekanis dengan beberapa material lain (Tabel 2.3), maka tegangan kritis korosi retak tegang pada baja SAE 1086 dalam larutan tanah diperkirakan sebesar 0,6 tegangan luluh (σy). Untuk membuktikan hal tersebut maka pada penelitian ini digunakan tegangan aplikasi sebesar 55 %, 60 %, dan 65 % tegangan luluh (σy). Sedangkan berdasarkan persamaan (2.4) maka nilai K1scc baja SAE 1086 dalam larutan tanah diperkirakan sebesar 33 MPa
.
Umumnya, para peneliti menyetujui bahwa pada lingkungan/larutan tanah (pH mendekati netral), baja karbon akan mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik[9,10-11,13,15]. Oleh karena itu, diperkirakan baja SAE 1086 akan mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tegangan yang diaplikasikan terhadap kerentanan korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE 1086 dalam lingkungan/larutan tanah (pH mendekati netral). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE 1086 dalam larutan NS4. Kerentanan terjadinya korosi retak tegang baja SAE 1086 pada masing-masing tegangan aplikasi, ditentukan dengan
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
5
menghitung waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya inisiasi retak atau melihat jumlah (densitas) retak yang dihasilkan dalam waktu 28 hari pengujian. Namun jika selama pengujian retak belum terjadi, maka kerentanan ditentukan dengan menghitung banyaknya tempat inisiasi retak, seperti pit. Dimana dengan semakin banyak pit maka dapat dinyatakan bahwa kerentanan korosi retak tegang akan semakin meningkat pula. Pada penelitian ini juga akan dicari tahu nilai tegangan kritis untuk terjadinya korosi retak tegang pada baja SAE 1086 dalam larutan tanah. Lalu dari nilai tegangan kritis, dapat ditentukan nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) dari baja SAE 1086 dalam larutan tanah. Mekanisme korosi retak tegang yang terjadi ditentukan dengan melihat permukaan patahan yang dihasilkan, menghitung laju korosi material, mengamati perilaku korosi material, dan melihat perubahan sifat mekanis material setelah pengujian. Laju korosi material ditentukan dengan menggunakan polarisasi linear, sedangkan perilaku korosi material diamati dengan pengujian polarisasi potensiodinamik yang bertujuan untuk memastikan bahwa baja SAE 1086 tidak mengalami fenomena pasivasi. Permukaan patahan yang diamati adalah permukaan patahan hasil pengujian korosi retak tegang. Pengamatan permukaan patahan hanya sebatas untuk mengetahui mode dan morfologi perpatahan yang dihasilkan. Variabel dalam penelitian ini adalah besar nilai tegangan yang diaplikasikan, dimana tegangan yang digunakan sebesar 55 %, 60 %, dan 65 % tegangan luluh (σy). Pengujian korosi retak tegang dilakukan dengan menggunakan metode bent beam pembebanan spesimen dua titik yang direndam dalam larutan simulasi tanah NS4 pada temperatur ruang. Perendaman dilakukan selama 28 hari pada masingmasing besar tegangan aplikasi. 1.6. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, yang terdiri dari :
Bab 1 Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
6
penulisan.
Bab 2 Studi Literatur Bab ini berisi studi literatur dan dasar teori yang berkaitan dengan penelitian ini.
Bab 3 Metode Penelitian Bab ini berisi
diagram alir penelitian, spesifikasi dan karakteristik
material, peralatan karakterisasi sampel dan pengujian yang dilakukan.
Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi data-data hasil penelitian beserta pembahasannya.
Bab 5 Penutup Bab ini berisi kesimpulan akhir berdasarkan pembahasan serta saran terhadap penelitian lanjutan.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 2 STUDI LITERATUR 2.1. Korosi Retak Tegang Korosi retak tegang merupakan fenomena retak yang diakibatkan oleh kombinasi proses korosi dan mekanis. Korosi retak tegang terjadi akibat aksi simultan tegangan tarik dan lingkungan korosif yang spesifik, pada material yang rentan. Korosi retak tegang terjadi dibawah tegangan luluh dari material dan di bawah tegangan desain dan batas fatik dari struktur. Korosi retak tegang terjadi pada logam yang berada dalam kondisi pembebanan atau tegangan statis dalam kondisi lingkungan yang korosif. Terjadinya korosi retak tegang dipengaruhi oleh ketiga kondisi di bawah ini, yang berlangsung secara simultan. Jika salah satu dari kondisi di bawah tidak terpenuhi maka tidak akan terjadi korosi retak tegang.
Gambar 2.1. Kondisi yang dibutuhkan untuk terjadinya korosi retak tegang (http://www.lambdatechs.com/images/P264-SCC-Diagram.jpg)
Material Kerentanan material terhadap korosi retak tegang dipengaruhi oleh mikrostruktur, komposisi, dan sifat dari material tersebut.
Lingkungan Meliputi kelembaban udara, kadar air, oksigen, karbondioksida, temperatur dll.
Tegangan Korosi retak tegang hanya terjadi ketika tegangan yang diaplikasikan berupa tegangan tarik, yang dapat berasal dari tegangan desain, tegangan operasi, tegangan eksternal dan tegangan sisa akibat proses pengerjaan atau perlakuan panas pada material. Korosi retak tegang dapat terjadi apabila tegangan tarik
7 Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
8
atau regangan yang diaplikasikan melebihi tegangan kritis atau regangan kritis. Propagasi retak akibat korosi retak tegang dapat terjadi ketika stress corrosion cracking threshold stress intensity telah terlewati[16]. Ketika aplikasi tegangan atau regangan di bawah tegangan atau regangan kritis maka korosi retak tegang tidak akan terjadi[17]. Tabel 2.1. Karakteristik korosi retak tegang dibandingkan CFC dan HIC (Sumber : Denny A Jones, Principles and Prevention of Corrosion, Page 236)
Kerentanan korosi retak tegang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu elemen paduan, mikrostruktur, tegangan aplikasi, lingkungan, temperatur,
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
9 kekuatan material, dan regangan[20]. Salah satu faktor yang mempengaruhi kerentanan material terhadap korosi retak tegang adalah kondisi lingkungan. Material tertentu akan rentan terhadap korosi retak tegang pada lingkungan tertentu pula (Tabel 2.2), dan terkadang korosi retak tegang material diberi nama sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya. Logam kuningan rentan terhadap korosi retak tegang pada lingkungan amonia dan diberi nama “season cracking”, baja karbon rentan pada lingkungan alkali kuat “caustic cracking”, baja tahan karat austenitik rentan pada lingkungan klorida mendidih dll. Tabel 2.2. Kombinasi paduan logam dan lingkungan yang mempromosikan korosi retak tegang
Korosi retak tegang dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan mekanis material dengan sedikit kehilangan berat. Kerusakan atau retak yang terjadi sangat sulit diamati dan korosi retak tegang dapat memicu perpatahan mekanik yang cepat dan kegagalan katastropik dari komponen. Beberapa bencana besar yang terjadi diakibatkan oleh korosi retak tegang, termasuk pecahnya pipa transmisi gas tekanan tinggi, ledakan boiler, kerusakan pembangkit listrik dan kilang minyak. Korosi retak tegang dapat terjadi melalui beberapa mekanisme atau hanya satu mekanisme saja. Umumnya kegagalan korosi retak tegang akan menghasilkan permukaan patahan getas dengan morfologi transgranular, intergranular atau gabungan. Selain itu, berdasarkan kondisi lingkungan tanah yang mempengaruhinya, korosi retak tegang dibagi menjadi 2 tipe, yaitu korosi retak tegang pH rendah atau korosi retak tegang pH tinggi. Mekanisme, morfologi patahan dan tipe korosi retak tegang akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
10
2.2. Mekanisme Korosi Retak Tegang Pada prinsipnya korosi retak tegang terdiri dari 3 tahap, yaitu inisiasi korosi retak tegang, propagasi korosi retak tegang dan final failure. Inisiasi korosi retak tegang dapat terjadi oleh beberapa mekanisme, yaitu mechanical features, local galvanic cells initiating dissolution, perkembangan corrosion pits, initiation at a stress-induced phenomenon dan crack tip strain rate[12,19]. Umumnya inisiasi korosi retak tegang terjadi melalui mekanisme corrosion pits atau crack tip strain rate, dimana crack tip strain rate terjadi lebih dominan[12]. Mekanisme corrosion pits, akan menghasilkan inisiasi korosi retak tegang pada bagian bawah pits. Sedangkan propagasi retak korosi retak tegang dapat terjadi oleh banyak mekanisme, seperti film rupture and slip dissolution, adsorption induced cleavage, atomic surface mobility, film induced cleavage dan localized surface plasticity[8,19]. Namun terdapat 3 mekanisme utama propagasi korosi retak tegang yang terjadi pada baja karbon dalam larutan tanah, seperti yang dijelaskan sebagai berikut. 1.
Pelarutan Anodik Pada mekanisme ini korosi terjadi pada daerah yang lebih aktif terkorosi dibandingkan daerah lainnya, yang umumnya berada pada kondisi pasif. Umumnya daerah yang lebih aktif terkorosi adalah batas butir akibat segregasi elemen pengotor. Sebagai contoh baja tahan karat austenitik yang mengalami sensitasi dan menghasilkan endapan karbida pada batas butir, mengakibatkan konsentrasi kromium pada daerah tersebut berkurang sehingga daerah tersebut menjadi kurang pasif. Hal ini mengakibatkan batas butir akan terserang korosi sedangkan permukaan spesimen dan dinding retak yang tersisa dalam kondisi pasif. Lebih jauh lagi, tegangan aplikasi dapat menyebabkan retak terbuka yang mengakibatkan produk korosi lebih mudah berdifusi menjauhi ujung retak, sehingga ujung retak dapat terkorosi lebih cepat. Korosi dengan mekanisme pelarutan anodik dibatasi oleh laju korosi logam pada ujung retak.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
11
2.
Penggetasan Hidrogen Korosi retak tegang terjadi akibat atom H pada permukaan logam teradsorbsi ke dalam logam. Kemudian di dalam logam atom H akan cenderung berdifusi menuju daerah triaxial tensile stress (misalnya, retak atau coak), cacat atau batas butir. Pada daerah tersebut atom H akan saling bereaksi membentuk molekul gas hidrogen. Adanya molekul gas hidrogen ini akan menyebabkan timbulnya tekanan internal di dalam material, sehingga cleavage atau deformasi plastis lokal lebih mudah terjadi. Mekanisme penggetasan hidrogen lebih mudah terjadi pada logam yang memiliki struktur kristal bcc (body centred cubic) dibandingkan fcc (face centred cubic), karena struktur kristal bcc memiliki koefisien difusi lebih besar.
3.
Film Induced Cleavage Mekanisme ini umumnya terjadi pada material ulet yang memiliki lapisan getas (lapisan pasif) di permukaan, yang dimana retak akan berawal dari lapisan getas tersebut yang kemudian retak akan merambat sebelum ujung retak menumpul. Penumpulan akan menyebabkan ujung retak terbuka dan mudah terekspos oleh lingkungan korosif sehingga akan menghasilkan lapisan produk korosi yang getas. Lalu inisiasi retak akan kembali terjadi pada lapisan produk korosi yang getas, yang kemudian akan terjadi secara berulang, seperti mekanisme di atas, hingga material patah.
Gambar 2.2. Mekanisme korosi retak tegang penggetasan hidrogen dan film induced cleavage (Sumber : Denny A Jones, Principles and Prevention of Corrosion, Page 279)
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
12
2.3. Morfologi Patahan Korosi Retak Tegang Berdasarkan morfologi perpatahannya, korosi retak tegang pada baja paduan rendah dapat dibagi menjadi 3 jenis dan terjadi pada rentang tegangan luluh tertentu, seperti yang dijelaskan sebagai berikut[14]. 1.
Perpatahan transgranular Perpatahan jenis ini dikarakterisasi dengan retak yang merambat dan memotong butir. Umumnya terjadi pada tegangan luluh dengan rentang 600 – 1200 MPa, dan terjadi pada tipe korosi retak tegang dengan pH mendekati netral.
2.
Perpatahan intergranular Perpatahan jenis ini dikarakterisasi dengan retak yang merambat sepanjang batas butir akibat pelemahan batas butir. Perpatahan intergranular umumnya terjadi pada tegangan luluh > 1400 MPa dan terjadi pada tipe korosi retak tegang pH tinggi.
3.
Perpatahan gabungan Perpatahan
jenis
ini
merupakan
kombinasi
antara
perpatahan
transgranular dan perpatahan intergranular, dimana terdapat daerah yang mengalami perpatahan transgranular dan terdapat daerah yang mengalami perpatahan intergranular. Perpatahan gabungan terjadi pada tegangan luluh antara 1200 – 1400 MPa.
Gambar 2.3. Hubungan antara tegangan luluh-K1scc untuk baja paduan rendah terhadap tipe perpatahannya[14]
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
13
2.4. Tipe Korosi Retak Tegang Berdasarkan kondisi lingkungan tanah yang mempengaruhinya, korosi retak tegang dapat dibagi menjadi 2 tipe seperti yang dijelaskan oleh B. Y. Fang[15]. 1.
Korosi Retak Tegang pH Tinggi Korosi retak tegang tipe ini umum terjadi pada lingkungan alkali yang mengandung ion karbonat/bikarbonat, yang dapat dihasilkan oleh reaksi antara karbondioksida terlarut dan ion hidroksida yang dihasilkan oleh proteksi katodik[8], dengan rentang pH sekitar 9 – 13 dan temperatur > 40oC. Umumnya komponen yang mengalami korosi retak tegang pH tinggi akan menghasilkan permukaan patahan intergranular. Korosi retak tegang pH tinggi umum terjadi pada jaringan pipa transmisi gas, terutama di daerah Kanada dengan pH tanah cukup tinggi[9]. Korosi retak tegang pH tinggi terjadi melalui mekanisme pelarutan anodik dan film induced cleavage, tetapi menurut B. Y. Fang[15] mekanisme yang lebih dominan terjadi adalah pelarutan anodik. Korosi retak tegang pH tinggi dapat dikarakterisasi dengan bentuk retak yang dangkal dan morfologi patahan yang dihasilkan intergranular[9,18]. Pertumbuhan retak pada korosi retak tegang pH tinggi meningkat secara ekponensial terhadap temperatur dan tegangan.
2.
Korosi Retak Tegang pH Rendah/Mendekati Netral Korosi retak tegang tipe ini umumnya terjadi pada lingkungan air tanah yang mengandung CO2 terlarut, ion bikarbonat, asam karbonat dengan rentang pH 5 – 7[8]. Permukaan patahan akibat korosi retak tegang pada kondisi lingkungan ini, akan menghasilkan morfologi patahan transgranular. Mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada lingkungan ini adalah sinergis antara pelarutan anodik dengan penggetasan hidrogen[20]. Lebih jauh lagi F.M. Song[8] dan B. Y. Fang dkk[15] menyatakan bahwa dinding retak akan mengalami pelarutan anodik dan ujung retak mengalami penggetasan hidrogen yang akan mendorong perambatan retak. Mekanisme korosi retak tegang yang terjadi dapat dipengaruhi oleh potensial proteksi katodik yang diaplikasikan. Korosi retak tegang pH mendekati netral tidak dipengaruhi oleh temperatur[9,20].
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
14
2.5. Metode Bent Beam (Peregangan Konstan) Metode bent beam disebut juga dengan metode peregangan konstan atau penekukan konstan. Dengan metode ini sampel yang ingin diuji korosi retak tegang, akan ditekuk dengan menggunakan pemegang spesimen (Gambar 3.4) yang kemudian diletakkan pada lingkungan yang korosif. Selain metode bent beam terdapat beberapa metode lain untuk pengujian korosi retak tegang yang banyak digunakan, yaitu slow strain rate testing, atau pembebanan konstan[22]. Namun, korelasi antara hasil yang diperoleh beberapa metode di atas masih belum jelas[22]. Biasanya pengujian SSRT dan peregangan konstan digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan material terhadap korosi retak tegang, yang hasilnya berupa urutan relatif ketahanan korosi retak tegang material[22]. Pada penelitian ini digunakan metode peregangan konstan untuk mengamati kerentanan dan perilaku korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah. Tipe pengujian yang digunakan adalah pembebanan spesimen dua titik (Gambar 2.4). Pengujian dilakukan sesuai dengan standar ASTM G 39.
Gambar 2.4. Pengujian bent beam tipe pembebanan spesimen dua titik (Sumber : ASTM G 39)
Dengan menggunakan metode bent beam, nilai regangan yang diaplikasikan dan panjang sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.1) di bawah ini.
... (2.1)
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
15
Dimana L = panjang spesimen H = jarak antar penyangga t = ketebalan spesimen ɛ = maksimum tensile strain K= E= θ = maximum slope dari spesimen z = parameter integrasi y = maksimum deflection k = sin θ/2 Lalu besar nilai tegangan yang diaplikasikan dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2) berikut. ... (2.2) Selain dengan menggunakan persamaan di atas, berdasarkan penelitian Jacobs dkk[21], nilai regangan yang diaplikasikan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.3) berikut.
... (2.3) 2.6. Kerentanan Korosi Retak Tegang Kerentanan korosi retak tegang material sangat dipengaruhi oleh faktor tegangan tarik dan lingkungan[20]. Tegangan tarik aplikasi yang semakin meningkat akan meningkatkan kerentanan material terhadap korosi retak tegang. Dengan catatan tegangan tarik yang diaplikasikan telah melebihi nilai tegangan kritis dari material. Berdasarkan ASTM G 39, tingkat kerentanan material terhadap korosi retak tegang dapat diketahui dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan untuk
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
16
terjadinya inisiasi retak. Semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya inisiasi retak pada material, maka material tersebut semakin rentan terhadap korosi retak tegang. Selain itu, tingkat kerentanan material terhadap korosi retak tegang dapat ditentukan dengan menghitung densitas retak yang dihasilkan dalam waktu tertentu atau menghitung waktu kegagalan material. Semakin banyak jumlah retak yang dihasilkan atau semakin cepat waktu gagal, maka material akan semakin rentan terhadap korosi retak tegang. 2.7. Tegangan Kritis dan K1scc Tegangan kritis adalah besar nilai tegangan yang dimana di bawah nilai tersebut tidak akan terjadi korosi retak tegang. S. Ramamurthy dan A. Atrens[12] mendapatkan tegangan kritis untuk terjadi korosi retak tegang pada baja quenched 4340 dalam lingkungan air distilasi sebesar 600 MPa, yang setara dengan 0,35 tegangan luluh. Sedangkan pada baja 3,5 NiCrMoV memiliki tegangan kritis untuk terjadi korosi retak tegang sebesar 600 MPa yang setara dengan 0,47 tegangan luluh[12]. Selain itu, B. W Pan dkk[13] mendapatkan tegangan patah untuk baja X60 dalam lingkungan tanah yang mengandung 33% air sebesar 250 MPa, yang setara dengan 0,65 tegangan luluh. Miyasaka dkk[22] mendapatkan bahwa tegangan kritis untuk terjadinya kegagalan korosi retak tegang pada baja tahan karat dupleks pada lingkungan asam sebesar 588 MPa[22]. Jadi berdasarkan studi literatur di atas, tegangan kritis untuk terjadinya korosi retak tegang sangat tergantung pada sifat mekanis material dan lingkungan. Umumnya tegangan kritis terjadinya korosi retak tegang terjadi pada daerah elastis (di bawah tegangan luluh) material, yang besarnya tergantung pada sifat mekanis material dan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
17
Tabel 2.3. Perbandingan sifat mekanis dan tegangan kritis beberapa material berdasarkan literatur
Baja X60[13]
Baja SAE 1086
1270
400
1034
1760
-
510
1158
Kc (MPa.m1/2)
50
100
82,7
65**
Tegangan Kritis (MPa)
600
600
250*
% Tegangan Kritis (vs YS)
0,35
0,47
0,65
Properties
Baja Quenched
Baja 3,5
4340[12]
NiCrMoV[12]
Yield Strength (MPa)
1620
Tensile Strength (MPa)
0,6 σy (asumsi)
*tegangan patah **fracture toughness steel (Sumber : Mechanical Engineers Handbook Materials and Mechanical Design)
Tegangan kritis untuk terjadinya inisiasi korosi retak tegang akan meningkat seiring meningkatnya tegangan luluh material[22]. Tegangan kritis dipengaruhi oleh tipe pembebanannya[21]. Pembebanan tarik menghasilkan metode pengujian yang lebih bervariasi dibandingkan beban tekuk. Sebagai contoh, Brenner dan Gruhl menunjukkan bahwa beban tarik melalui metode pembebanan konstan akan menghasilkan nilai tegangan kritis yang lebih rendah dan pengujian yang lebih singkat, dibandingkan dengan beban tekuk melalui metode penekukan konstan[21]. Namun hal tersebut agak berbeda berdasarkan penelitian Miyasaka dkk[22], yang membandingkan tegangan kritis korosi retak tegang yang dihasilkan dari beberapa metode pengujian (Gambar 2.5). Dengan metode peregangan/penekukan konstan akan terbentuk retak mikro terlebih dahulu yang kemudian berkembang menjadi retak makro, sedangkan dengan metode pembebanan konstan akan terbentuk retak makro secara langsung tanpa didahului terbentuknya retak mikro. Namun secara umum, Miyasaka dkk[22] menyatakan tidak ada perbedaan besarnya tegangan kritis untuk terbentuknya retak makroskopik yang berarti antara peregangan konstan dan pembebanan konstan. Sedangkan stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) adalah tingkat intensitas tegangan yang dimana di bawah nilai tersebut korosi retak tegang tidak akan terjadi pada kombinasi material dan lingkungan yang spesifik[31]. Retak akibat korosi retak tegang akan merambat atau bertumbuh jika intensitas tegangan (Kic) telah melewati nilai K1scc (Gambar 2.6). Umumnya nilai
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
18
K1scc ditentukan dengan tes inisiasi retak melalui metode pembebanan konstan atau tes ketahanan retak melalui metode peregangan/penekukan konstan[23].
Gambar 2.5. Perbandingan tegangan kritis dari beberapa metode pengujian[22]
Gambar 2.6. Pengaruh faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan retak[24].
Nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity dipengaruhi oleh faktor metalurgi, sifat mekanis, geometri retak, dan kondisi lingkungan[23]. Selain itu, berdasarkan tinjauan yang dilakukan J. H. Bulloch[14] terhadap penelitianpenelitian yang dilakukan selama 40 tahun terakhir, didapatkan bahwa nilai K1scc sangat dipengaruhi oleh kekuatan luluh material, dimana nilai K1scc akan menurun
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
19
seiring dengan meningkatnya kekuatan luluh material (Gambar 2.7). J. H. Bulloch mendapatkan hubungan antara kekuatan luluh dengan K1scc sesuai dengan persamaan (2.4) berikut.
... (2.4) Nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) untuk mild steel berada pada rentang 15 – 20 MPa
[25]
. Berdasarkan penelitian P. C.
Connor[25], baja karbon normalisasi yang memiliki kekuatan luluh sebesar 321 MPa, memiliki nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) dalam lingkungan NH4NO3. Selain itu, berdasarkan
sebesar 23,5 MPa [8]
penelitian F. M. Song
baja C-Mn dalam larutan 1 N karbonat-bikarbonat pada
temperatur 75oC diprediksi memiliki nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) sebesar 21,5 MPa
. Prediksi yang dilakukan F. M. Song
telah sesuai dengan hasil eksperimen yang dilakukan. Berdasarkan penelitian B. W. Pan dkk[13], pada lingkungan larutan tanah baja API X60 memiliki nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) sebesar 0,73Kc, dimana nilai Kc sebesar 82,7 MPa
. Jadi berdasarkan penelitian B. W. Pan dkk, baja API
X60 memiliki nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) sebesar 60,37 MPa
.
Gambar 2.7. Hubungan antara kekuatan luluh dan K1scc untuk baja paduan rendah[14].
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
20
Nilai tegangan kritis dan stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) dapat digunakan dalam menentukan kriteria desain suatu komponen yang mengalami fenomena korosi retak tegang. Lebih jauh lagi, nilai K1scc dapat digunakan untuk menentukan kerentanan material terhadap korosi retak tegang pada kombinasi material dan lingkungan tertentu. Semakin kecil nilai K1scc, maka retak akan semakin mudah bertumbuh meskipun pada tegangan aplikasi yang relatif kecil, atau dapat dikatakan material akan semakin rentan terserang korosi retak tegang.
Gambar 2.8. Nilai K1scc untuk beberapa baja kekuatan tinggi dalam lingkungan air laut[26].
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Proses preparasi dan langkah pengujian pada penelitian studi pengaruh tegangan terhadap kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah dengan metode bent beam, dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
21 Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
22
3.2. Material Uji Pada penelitian ini digunakan pelat baja SAE 1086 sebagai material uji. Komposisi kimia dan sifat mekanis dari baja SAE 1086 ditampilkan dalam Tabel 3.1 dan Tabel 3.2. Spesimen uji didapat dengan cara memotong pelat baja SAE 1086 sejajar dengan arah roll (longitudinal), yang kemudian dilakukan permesinan untuk menghasilkan spesimen uji dengan dimensi sebagai berikut. Panjang
: 241,8; 253,5; 271,9 mm
Lebar
: 30 mm
Tebal
: 0,8 mm
Pada masing - masing panjang sampel digunakan 3 buah sampel. Lalu salah satu sampel dari masing-masing panjang sampel diberi takik berbentuk V groove dengan dimensi tertentu. Tabel 3.1. Komposisi kimia baja SAE 1086 (Sumber : ASM Handbook Vol 01, Page 250) Euronom (EN 10132)
Germany (DIN 17222)
UK (BS 1449)
USA (SAE)
C
Mn
Si
P
S
Cr
Ni
Mo
Application
C85S
CK85
CS80
SAE 1086
0.800.93
0.300.50
0.150.35
0.040 max
0.050 max
0.40 max
0.40 max
0.10 max
Spring, structural shape plate, strip sheet welded tube
Tabel 3.2. Sifat mekanis baja SAE 1086
Sebelum sampel ditekuk atau diaplikasikan tegangan, spesimen uji harus dibersihkan untuk menghilangkan kontaminasi yang dihasilkan selama preparasi sampel. Masing-masing panjang sampel akan menghasilkan besar tegangan aplikasi yang berbeda-beda sesuai dengan persamaan (2.1) dan (2.2).
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
23
Tabel 3.3. Perhitungan tegangan aplikasi dan panjang sampel sesuai dengan persamaan (2.1) θ
k = sin (θ/2)
2
E
K
(2E - K)
(2E - K)k
(2E - K)
ɛ
σapp
% σapp
L spesimen
(MPa)
(vs YS)
(mm)
43,5
0,370557
1,5154
1,62933
1,40147
0,519325
1,964118
0,003985
757,17
55,4
241,8
49,5
0,41866
1,49952
1,64737
1,35167
0,56589
1,827012
0,004344
825,36
60,4
253,5
57
0,477159
1,47715
1,67386
1,28044
0,610973
1,639527
0,004692
891,43
65,2
271,9
3.3. Larutan Uji Pada penelitian ini digunakan sintesis larutan simulasi tanah yang dikenal dengan larutan NS4. Larutan NS4 digunakan untuk menginvestigasi perilaku korosi retak tegang pada lingkungan pH mendekati netral. Larutan NS4 dibuat dengan menggunakan reagen grade analisis. Komposisi kimia dari larutan NS4 tercantum pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Komposisi kimia larutan NS4 (g/l)[10]
3.4. Pengujian Karakterisasi Awal Pengujian ini dilakukan pada tahap awal sebelum pengujian korosi retak tegang dilaksanakan. Pengujian karakterisasi awal meliputi :
Uji komposisi kimia Uji komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui dan memastikan komposisi kimia dari material atau sampel uji. Komposisi kimia sampel uji diidentifikasi dengan menggunakan Optical Emission Spectroscopy (Tabel 3.5), yang mengacu pada standar ASTM A751.
Uji Tarik Pengujian tarik dilakukan dengan menggunakan mesin Shimadzu Servopulser (Tabel 3.5) di Laboratorium Pengujian Departemen Teknik Metalurgi dan Material. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis, terutama kekuatan luluh dan tarik, dari sampel uji yang digunakan. Selain itu, pengujian tarik juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengujian korosi
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
24
retak tegang terhadap perubahan sifat mekanis. Pengujian tarik dilakukan sesuai dengan standar JIS Z 2201.
Satuan : mm
Widht (W)
Gage Length (Lo)
25
50
Parallel Length (P) 60
R
Thickness (T)
Min 15
thickness of material
Keterangan : B = 30 mm or moreover Gambar 3.2. Dimensi spesimen uji tarik No 5 (Sesuai dengan JIS Z 2201)
Pengamatan metalografi Utamanya, pengujian ini dilakukan untuk memastikan bahwa pada sampel uji yang akan diuji korosi retak tegang tidak terdapat cacat atau retak pada permukaan material, yang dapat menjadi tempat inisiasi retak. Selain itu, setelah pengujian korosi retak tegang, pengamatan metalografi juga dilakukan untuk mengetahui kehadiran retak pada spesimen uji. Pengamatan metalografi dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran tertentu (Tabel 3.5). Tabel 3.5. Peralatan karakterisasi awal spesimen uji
Nama Alat
Foto Alat
Optical Emission Spectroscopy
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
25
Shimadzu Universal Testing Machine
Measuring Microscope
Optical Microscope
3.5. Pengujian Korosi Retak Tegang Pengujian korosi retak tegang dilakukan dengan metode bent beam pembebanan spesimen dua titik (peregangan/penekukan konstan) dengan mengacu kepada standar ASTM G 39. Dengan metode bent beam, spesimen uji
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
26
akan ditekuk dan ditahan oleh pemegang spesimen (Gambar 3.4) dalam kondisi perendaman dalam larutan simulasi tanah (Gambar 3.5). Pada pengujian ini, divariasikan nilai tegangan yang masih dibawah σy (kondisi elastis). Besar nilai tegangan yang digunakan sebesar 55 %, 60 %, dan 65 % σy. Kemudian sampel yang ditekuk akan direndam dalam larutan NS4, yang akan diamati terjadinya korosi retak tegang. Pada setiap besar nilai tegangan yang diaplikasikan digunakan sebanyak 3 sampel pengujian. Pengujian dilakukan selama 28 hari. Selama
pengujian
dilakukan
inspeksi/pengamatan
secara
berkala
untuk
memastikan terbentuknya retak pada permukaan material, dengan mata telanjang atau mikroskop.
Gambar 3.3. Skema sel pengujian bent beam
Setelah dilakukan pengujian korosi retak tegang, sampel pengujian diuji cairan penetran untuk mengetahui kehadiran retak pada permukaan spesimen uji. Lalu jika terdapat retak, sampel pengujian dibersihkan dari produk korosi dengan menggunakan 5 – 15 % HCl pada temperatur 66 – 80 oC, yang kemudian dibilas dengan aseton dan alkohol. Setelah dibersihkan dari produk korosi sampel uji korosi retak tegang diamati dengan mikroskop optik untuk mengetahui kehadiran retak dalam skala mikro serta menentukan morfologi retak dan jika memungkinkan mengukur dimensi retak.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
27
Gambar 3.4. Dimensi pemegang spesimen yang digunakan
Gambar 3.5. Pengujian korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 dengan metode bent beam
3.6. Pengujian Cairan Penetran Pengujian cairan penetran dilakukan untuk mengetahui kehadiran retak pada permukaan sampel uji hasil pengujian korosi retak tegang. Pengujian cairan penetran dilakukan setelah pengujian korosi retak tegang. Dengan pengujian cairan penetran dapat diidentifikasi kehadiran retak pada permukaan sampel. Pengujian cairan penetran yang digunakan adalah tipe visible cairan penetran dengan metode solvent removable (Gambar 3.7). Pengujian cairan penetran dilakukan dengan mengacu kepada standar ASTM E 165 dan ASTM E 1220.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
28
Prinsip dari pengujian cairan penetran adalah dengan memanfaatkan sifat kapilaritas cairan penetran pada material uji yang terdapat retak. Kemampuan cairan penetran untuk memasuki daerah cacat atau bukaan halus sangat tergantung pada tegangan permukaan dan kemampubasahannya. Secara umum, tahapan pengujian cairan penetran adalah sebagai berikut. 1) Preparasi permukaan benda uji (pembersihan awal) Bertujuan untuk menghilangkan kotoran pada permukaan benda uji, misalkan debu, karat, gemuk (grease), scale, oli, cat dan lain-lain. 2) Pengeringan setelah pembersihan awal Pengeringan harus dilakukan agar cairan
yang masih tersisa tidak
mengganggu penetrasi cairan penetran. 3) Pengaplikasian cairan penetran pada permukaan benda uji, dan diamkan beberapa menit selama dwell time (Tabel 3.6). 4) Pembersihan cairan penetran Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan pembersih, hingga cairan penetran yang tersisa pada permukaan benda uji hilang. 5) Pengaplikasian developer Developer ini berguna untuk menarik atau menghisap cairan penetran yang terjebak dalam cacat sehingga cacat dapat terdeteksi. 6) Interpretasi, evaluasi dan pembersihan akhir
Gambar 3.6. Tahapan pengujian cairan penetran
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
29
Gambar 3.7. Cairan penetran Tabel 3.6. Rekomendasi minimum dwell times (Sumber : ASTM E 1220)
3.7. Pengamatan Fraktografi Permukaan patahan hasil pengujian korosi retak tegang diamati dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) (Gambar 3.8) untuk menentukan mode atau jenis perpatahan (ulet atau getas) yang terjadi dan perambatan retaknya (trangranular atau intergranular). Pada masing-masing tegangan aplikasi diamati morfologi permukaan patahannya. Sehingga dapat diketahui pengaruh tegangan aplikasi terhadap karakteristik perpatahan yang dihasilkan. Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui bentuk retak yang dihasilkan dan juga mengamati penampang melintang permukaan patahan yang bertujuan untuk mengetahui adanya retak internal atau void akibat difusi hidrogen.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
30
Gambar 3.8. Scanning Electron Microscope
3.8. Pengujian Polarisasi Pengujian polarisasi dilakukan untuk mengetahui nilai laju korosi dan perilaku korosi baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah. Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan Autolab PGSTAT302N. Nilai laju korosi ditentukan dengan menggunakan mode polarisasi linear atau ekstrapolasi tafel. Sedangkan perilaku korosi baja SAE 1086 diamati dengan menggunakan polarisasi potensiodinamik (linear sweep voltammetry). Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan untuk memastikan bahwa tidak terjadi fenomena pasivasi pada baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah (pH mendekati netral), sehingga diharapkan tidak terjadi korosi retak tegang dengan mekanisme film induced cleavage. Berdasarkan laju korosi dan perilaku korosi baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah, maka diharapkan dapat ditentukan mekanisme korosi retak tegang yang terjadi.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Kimia Tabel 4.1. Hasil pengujian komposisi kimia material uji
Fe
C
Si
1
98,1320
0,8140
0,2450 0,4170 0,0432 0,0254
2
98,2770
0,7930
0,2490 0,4020 0,0146 0,0191
3
98,2440
0,8010
0,2440 0,4010 0,0149 0,0228
Average 98,2177
0,8027
0,2460 0,4067 0,0242 0,0224 Al
Mn
P
Co
S
Cr
Ni
Mo
Cu
Bi
0,1630
0,0399
0,0080
0,0018 0,0022 0,0095 0,0849
0,1460
0,0203
< 0,005
0,0031 0,0014 0,0079 0,0567
0,1500
0,0171
0,0055
0,0021 0,0018 0,0058 0,0775
0,1530
0,0258
0,0058
0,0023 0,0018 0,0077 0,0730
Tabel 4.2. Komposisi kimia baja SAE 1086 (Sumber : ASM Handbook Vol 01, Page 250)
Chemical Ranges and Limit (%)
UNS Number SAE-AISI Number G10860
1086
C
Mn
0.80−0.93 0.30−0.50
P max S max 0.040
0.050
Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui dan memastikan komposisi kimia dari spesimen uji yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan menggunakan Optical Emission Spectroscopy (OES). Berdasarkan literatur, spesimen uji (Tabel 4.1) yang digunakan termasuk ke dalam baja karbon dengan grade SAE 1086 (Tabel 4.2). 4.2. Sifat Mekanis Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis dari material uji, yang meliputi kekuatan tarik, kekuatan luluh, elongasi, dan modulus elastisitas. Sifat mekanis spesimen uji diketahui melalui pengujian tarik dengan menggunakan
mesin
Shimadzu Servopulser
di Laboratorium Pengujian
31 Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
32
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, yang mengacu kepada standar JIS Z 2201. Pengujian tarik dilakukan pada spesimen uji awal yang belum direndam (as received) dan pada spesimen uji yang telah direndam dalam larutan NS4 selama 28 hari. Sifat mekanis spesimen awal (Tabel 4.3), yang meliputi nilai kekuatan luluh dan modulus elastisitas, akan digunakan dalam menentukan besarnya nilai tegangan/regangan yang diaplikasikan pada pengujian bent beam korosi retak tegang. Sedangkan sifat mekanis baja SAE 1086 yang telah mengalami perendaman (Tabel 4.5) akan digunakan untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam larutan NS4 terhadap sifat mekanis material. Tabel 4.3. Hasil pengujian sifat mekanis baja SAE 1086 awal
Sampel 1 2 Average
Kekuatan Luluh (MPa) 1374,5 1358,4 1366,5
Kekuatan Tarik (MPa) 1591,5 1601,0 1596,3
Modulus Elastisitas (GPa) 68,9 71,2 70,0
Strain (%) 6,8 6,7 6,75
Tabel 4.4. Sifat mekanis baja SAE 1086 (Sumber ASM Handbook Vol 01)
SAE-AISI Number
Kekuatan Luluh (MPa)
Kekuatan Tarik (MPa)
Elongasi (%)
Modulus Elastisitas (MPa)
Treatment
1086
1034
1158
15
190 – 210
oil quenched, fine grained, tempered at 425°C
Tabel 4.5. Sifat mekanis baja SAE 1086 setelah perendaman dalam larutan NS4
Sampel 1 2 3
Kondisi
55 % YS 60 % YS 65 % YS Average
Kekuatan Luluh (MPa) 1342,131474 1326,279528 1342,131474 1336,847492
Kekuatan Tarik (MPa) 1610,557769 1591,535433 1610,557769 1604,21699
Strain (%) 6,6 6,4 6,6 6,53
Berdasarkan sifat mekanis baja SAE 1086 awal hasil pengujian (Tabel 4.3) dan sifat mekanis baja SAE 1086 dari literatur (Tabel 4.4), terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan antara sifat mekanis hasil pengujian dengan sifat mekanis literatur. Selain itu, berdasarkan sifat mekanis baja SAE 1086 awal (Tabel 4.3) dan sifat mekanis baja SAE 1086 setelah direndam dalam larutan NS4
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
33
(Tabel 4.5), dapat diketahui bahwa tidak terjadi perubahan sifat mekanis yang signifikan setelah baja SAE 1086 diuji korosi retak tegang dalam larutan NS4. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengujian korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 selama 28 hari pengujian tidak mempengaruhi sifat mekanis material. 4.3. Kehadiran Retak Kehadiran retak pada permukaan spesimen uji hasil pengujian korosi retak tegang diidentifikasi dengan pengujian cairan penetran dan foto mikro. 4.3.1. Pengujian Cairan Penetran Pengujian cairan penetran yang digunakan adalah tipe visible cairan penetran dengan metode solvent removable, yang mengacu kepada standar ASTM E 165 dan ASTM E 1220. Tabel 4.6. Hasil pengujian cairan penetran
Sampel
Tegangan Aplikasi (vs Yield Strength)
Kondisi
Kehadiran Retak
1
55 %
Unnotched
Tidak retak
2
55 %
Notched
Tidak retak
3
60 %
Unnotched
Tidak retak
4
60 %
Notched
Tidak retak
5
65 %
Unnotched
Tidak retak
6
65 %
Notched
Tidak retak
Berdasarkan hasil pengujian cairan penetran (Gambar 4.1 dan Tabel 4.6), material uji baja SAE 1086 yang telah diuji korosi retak tegang dalam larutan NS4 selama 28 hari tidak mengalami retak. Atau mungkin saja pada spesimen uji terdapat retak mikro atau retak internal, hanya saja pengujian cairan penetran tidak mampu mendeteksinya. Pengujian cairan penetran hanya mampu mendeteksi retak makro yang terbuka dari permukaan material. Oleh karena itu, dibutuhkan pengujian lain untuk memverifikasi kehadiran retak mikro, yaitu dengan foto mikro.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
34
b. a. Gambar 4.1. Foto hasil pengujian cairan penetran untuk 65 %, 60 %, 55 % YS (dari kiri ke kanan), a) sampel dengan notched, b) sampel unnotched
4.3.2. Foto Mikro Pengujian foto mikro dilakukan untuk memverifikasi dan mendeteksi kehadiran retak. Pengujian ini dilakukan untuk memperkuat hasil pengujian cairan penetran. Harapannya dengan foto mikro, kehadiran retak yang berukuran mikro dapat dideteksi. Berdasarkan foto mikro penampang melintang spesimen uji pada masingmasing tegangan aplikasi (Gambar 4.2), dapat dilihat pada spesimen uji hasil pengujian korosi retak tegang dengan tegangan aplikasi 55 % YS, 60 % YS, 65 % YS tidak terdapat retak pada penampang melintang.
(a)
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
(b)
Universitas Indonesia
35
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 4.2. Foto penampang melintang baja SAE 1086 perbesaran 100 X, (a) dan (b) tegangan aplikasi 55 % YS, (c) dan (d) tegangan aplikasi 60 % YS, (e) dan (f) tegangan aplikasi 65 % YS
Berdasarkan pengujian cairan penetran dan foto mikro di atas, didapatkan bahwa pada spesimen uji tidak terdapat retak pada tegangan aplikasi 55 % YS, 60 % YS, dan 65 % YS. Jadi dapat disimpulkan bahwa baja SAE 1086 dalam larutan NS4 selama 28 hari tidak mengalami retak akibat korosi retak tegang. Menurut literatur baja X60 dalam lingkungan tanah yang mengandung 33% air mengalami patah (tegangan patah) pada 65 % tegangan luluh[13]. Selain itu, baja 3,5 NiCrMoV yang memiliki tegangan luluh hampir sama dengan SAE 1086, dalam lingkungan air distilasi memiliki tegangan kritis pada 47 % tegangan luluh[12]. Oleh karena itu, diperkirakan baja SAE 1086 dalam larutan NS4 memiliki tegangan kritis pada 60 – 65 % YS. Selain itu, menurut F. M. Song[8], baja X52 dalam lingkungan karbonat-bikarbonat akan mengalami korosi retak
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
36
tegang ketika nilai tegangan kritis dan K1scc telah tercapai yang membutuhkan waktu selama 900 jam pengujian (Gambar 4.3). Namun pada saat pengujian, baja SAE 1086 dalam larutan NS4 belum mengalami retak pada tegangan aplikasi 55 - 65 % YS selama 28 hari pengujian. Oleh karena itu berdasarkan studi literatur, pengujian telah dilakukan pada rentang tegangan kritis, namun waktu pengujian yang digunakan masih relatif cepat. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengujian korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 membutuhkan waktu pengujian yang lebih lama agar terjadi retak. Sebagai alternatif lain menurut literatur, agar lebih cepat terjadi inisiasi retak sebaiknya pengujian korosi retak tegang dilakukan dengan metode pembebanan konstan atau slow strain rate testing. Menurut Brenner dan Gruhl, beban tarik melalui metode pembebanan konstan akan menghasilkan nilai tegangan kritis yang lebih rendah dan pengujian yang lebih singkat, dibandingkan dengan beban tekuk melalui metode peregangan konstan[21]. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Miyasaka[22], yang menyatakan bahwa dengan metode peregangan konstan atau penekukan konstan akan terbentuk retak mikro terlebih dahulu yang kemudian berkembang menjadi retak makro, sedangkan dengan metode pembebanan konstan akan terbentuk retak makro secara langsung tanpa didahului terbentuknya retak mikro. Sehingga metode pembebanan konstan akan menyebabkan sampel pengujian lebih cepat retak dan patah dibandingkan metode peregangan konstan. Jadi berdasarkan literatur metode peregangan konstan (bent beam) yang digunakan dalam pengujian ini membutuhkan waktu pengujian yang lebih lama. Oleh karena itu sebagai alternatif, untuk mempercepat terjadinya retak dapat digunakan pengujian korosi retak tegang dengan metode pembebanan konstan atau slow strain rate test. 4.4. Tegangan Kritis Berdasarkan hasil pengujian, baja SAE 1086 dalam larutan NS4 belum mengalami retak akibat korosi retak tegang pada tegangan aplikasi 55 % YS, 60 % YS, dan 65 % YS selama 28 hari pengujian. Sehingga tidak dapat ditentukan nilai tegangan kritis untuk terjadinya korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
37
larutan NS4. Tegangan kritis adalah besar nilai tegangan minimum yang dibutuhkan agar terjadi korosi retak tegang. Tabel 4.7. Perbandingan sifat mekanis dan tegangan kritis beberapa material berdasarkan literatur
Baja Quenched
Properties
[12]
4340
Baja 3,5 [12]
NiCrMoV
Baja X60[13]
Baja SAE 1086
Yield Strength (MPa)
1620
1270
400
1367
Tensile Strength (MPa)
1760
-
510
1597
Kc (MPa.m1/2)
50
100
82,7
65
% Tegangan Kritis (vs YS)
0,35
0,47
0,65
0,6 σy
Berdasarkan studi literatur (bagian 2.7), salah satunya penelitian B. W Pan dkk[13] menyatakan bahwa tegangan patah (fracture stress) untuk baja X60 dalam lingkungan tanah yang mengandung 33% air terjadi pada 65 % tegangan luluh dengan metode slow strain rate test. Selain itu, baja 3,5 NiCrMoV, yang memiliki kekuatan luluh hampir sama dengan SAE 1086, dalam lingkungan air distilasi memiliki tegangan kritis pada 47 % tegangan luluh dengan metode slow strain rate test
[12]
. Selain itu, menurut Brenner dan Gruhl[21], beban tarik melalui
metode pembebanan konstan atau slow strain rate test akan menghasilkan nilai tegangan kritis yang lebih rendah dan pengujian yang lebih singkat, dibandingkan dengan beban tekuk melalui metode bent beam. Oleh karena itu, diperkirakan baja SAE 1086 dalam larutan NS4 memiliki tegangan kritis pada 60 – 65 % YS dengan menggunakan metode bent beam. Namun pada saat pengujian, baja SAE 1086 dalam larutan NS4 belum mengalami retak pada tegangan aplikasi 55 - 65 % YS selama 28 hari pengujian. Sedangkan menurut literatur, pengujian telah dilakukan pada rentang tegangan kritis (60 – 65 % YS). Oleh karena itu, diperkirakan waktu pengujian yang dilakukan masih relatif terlalu cepat, sehingga membutuhkan waktu pengujian yang lebih lama agar terjadi retak. 4.5. Stress Corrosion Cracking Threshold Stress Intensity (K1scc) Oleh karena sampel pengujian belum mengalami retak, maka tidak dapat ditentukan nilai tegangan kritis, sehingga nilai stress corrosion cracking threshold
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
38
stress intensity (K1scc) juga tidak dapat ditentukan. Stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) adalah tingkat intensitas tegangan minimum agar retak dapat bertumbuh dan mengakibatkan korosi retak tegang pada kombinasi material dan lingkungan yang spesifik[31]. Nilai K1scc atau KEAC dari material pada kondisi lingkungan yang spesifik merupakan fungsi dari waktu pengujian[32]. Pengujian harus dilakukan hingga terjadi perpatahan dan pertumbuhan retak subkritis teramati pada spesimen[31]. Lalu kemudian jika nilai tegangan kritis untuk terjadinya retak telah diketahui maka nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) dapat dihitung dengan persamaan (4.1) berikut.
... (4.1) Dimana : KI = faktor intensitas tegangan, MPa-m1/2 (ksi-in.1/2), P = beban kritis yang diaplikasikan, MN (klbf), a = panjang takik, m (in.), B = ketebalan spesimen, m (in.), Bn = ketebalan spesimen pada takik, m (in.) H = setengah tinggi spesimen, m (in.) Oleh karena pada pengujian ini tidak dihasilkan retak selama 28 hari pengujian, sehingga tidak dapat ditentukan nilai K1scc. Hal ini dikarenakan pengujian yang dilakukan masih dalam waktu yang relatif cepat, yaitu 28 hari (670 jam). Sedangkan menurut literatur, pengujian untuk menentukan nilai K1scc, dengan metode statis (peregangan konstan dan pembebanan konstan) pada material baja direkomendasikan dilakukan selama 10000 jam[23]. Selain itu, dalam ASTM E 1681[32] direkomendasikan untuk menentukan stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) baja dengan kekuatan luluh > 1200 MPa, termasuk baja SAE 1086, pengujian harus dilakukan selama 5000 jam. Berdasarkan penelitian F. M. Song[8], waktu pengujian korosi retak tegang hingga tercapai K1scc untuk baja X52 dalam lingkungan karbonat diprediksi membutuhkan waktu selama 900 jam (Gambar 4.3). Jadi berdasarkan literatur,
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
39
pengujian untuk menentukan nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) baja SAE 1086 dalam larutan tanah NS4 memerlukan waktu pengujian minimal 900 jam. Waktu pengujian yang lama dapat diminimalisasi dengan menggunakan pengujian dinamik dengan metode slow strain rate test dimana diaplikasikan laju pertambahan secara konstan[23]. Oleh karena itu agar lebih cepat terjadinya retak, pengujian perlu dilakukan dalam waktu yang lebih lama atau sebagai alternatif dengan menggunakan metode slow strain rate test agar waktu pengujian lebih cepat.
Gambar 4.3. Potensial ujung retak dan laju pertumbuhan retak baja X52 dalam larutan karbonatbikarbonat pada temperatur 75o C[8]
Nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) dari baja SAE 1086 dalam larutan NS4 pada pengujian ini tidak dapat ditentukan. Menurut penelitian P. C. Connor[25], baja karbon normalisasi memiliki nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) sebesar 23,5 MPa
dalam
larutan NH4NO3. Selain itu, berdasarkan penelitian F. M. Song[8] baja C-Mn memiliki nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) sebesar 21,5 MPa
dalam larutan 1 N karbonat-bikarbonat. Berdasarkan penelitian-
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
40
penelitian tersebut, nilai K1scc dari baja karbon berada pada rentang 15 – 30 MPa yang tergantung pada sifat mekanis dan kondisi lingkungan. Selain itu, berdasarkan resume penelitian-penelitian sebelumnya, J. H. Bulloch[14] menyatakan nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) memiliki hubungan secara langsung dengan kekuatan luluh (Gambar 4.4). Nilai K1scc baja paduan rendah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.2) berikut.
... (4.2) Oleh karena itu, berdasarkan persamaan (4.2) maka nilai stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) baja SAE 1086 dalam larutan NS4 diperkirakan sebesar 29,13 MPa
.
Gambar 4.4. Hubungan kekuatan luluh dengan K1scc untuk baja paduan rendah dengan rentang kekuatan luluh 1200-2000 MPa[14]
4.6. Perilaku Korosi Pengamatan perilaku korosi material diamati dengan pengujian polarisasi, yaitu polarisasi linear dan polarisasi potensiodinamik. Polarisasi linear dilakukan untuk mengetahui nilai laju korosi baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
41
NS4.
Sedangkan
pengujian
polarisasi
potensiodinamik
(linear
sweep
voltammetry) dilakukan untuk mengetahui perilaku korosi baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah NS4. Lingkungan yang digunakan untuk pengujian korosi adalah larutan NS4 yang banyak mengandung ion karbonat dan bikarbonat, sehingga akan terjadi reaksi korosi seperti berikut.
... (4.3)
Corrosion Rate = 0,17479 (mm/year) OCP Value = - 522 mV Gambar 4.5. Kurva tafel baja SAE 1086 dalam larutan NS4
Reaksi korosi pada persamaan (4.3) akan mempromosikan terbentuknya kerak/endapan FeCO3 pada permukaan material, yang berwarna coklat kekuningan (Gambar 4.6). Menurut literatur, deposit FeCO3 berwarna kemerahan atau coklat-kekuningan[33,34]. Dengan terbentuknya kerak/endapan FeCO3 pada permukaan material maka akan menimbulkan sifat semi pasivitas, yang akan
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
42
menghambat laju korosi. Namun kerak/endapan FeCO3 yang terbentuk tidak merata dan kompak, sehingga masih terdapat daerah-daerah lokal yang tidak tertutup lapisan FeCO3 yang menyebabkan material akan terkorosi secara lokal menghasilkan pit (Gambar 4.9).
Scale FeCO3
Gambar 4.6. Endapan FeCO3 pada permukaan baja SAE 1086
Gambar 4.7. Kurva polarisasi potensiodinamik baja SAE 1086 dalam larutan NS4
Berdasarkan hasil pengujian polarisasi linear (Gambar 4.5), maka didapatkan laju korosi baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah NS4 sebesar 6,8 mpy. Menurut literatur (NACE Corrosion Engineers Reference Book, Page 187), baja karbon pada lingkungan tanah memiliki nilai laju korosi rata-rata sebesar 5,1 mpy. Jika dibandingkan dengan literatur, laju korosi baja SAE 1086 hasil pengujian
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
43
memiliki nilai yang lebih besar (6,8 mpy), sehingga dapat disimpulkan bahwa baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah NS4 bersifat lebih anodik dibandingkan pada lingkungan tanah. Lalu berdasarkan hasil pengujian linear sweep voltammetry (Gambar 4.7), maka diketahui bahwa pada larutan simulasi tanah NS4 baja SAE 1086 mengalami reaksi korosi/anodik (oksidasi) secara terus menerus seiring dengan semakin meningkatnya potensial. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada lingkungan larutan NS4 baja SAE 1086 tidak mengalami fenomena pasivasi pada permukaan. 4.7. Kerentanan Korosi Retak Tegang Pada pengujian korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 yang dilakukan selama 28 hari, didapatkan bahwa dengan semakin besar nilai tegangan yang diaplikasikan maka jumlah pit (sumur) yang dihasilkan akan semakin banyak (Gambar 4.9). Pada tegangan aplikasi sebesar 65 % YS akan dihasilkan pit dengan densitas 413 pit/mm2, tegangan aplikasi 60 % YS akan dihasilkan pit dengan densitas 179 pit/mm2, dan pada tegangan aplikasi 55 % YS akan dihasilkan pit dengan densitas 40 pit/mm2. Hal ini dikarenakan nilai tegangan aplikasi yang semakin besar akan meningkatkan energi Gibbs, sehingga reaksi korosi akan semakin mudah terjadi, baik korosi merata atau lokal (Gambar 4.8).
Gambar 4.8. Profil energi termodinamika logam (Sumber : Kenneth R. Trethewey et all, Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa, Hal 63)
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
44
Berdasarkan studi literatur (Bagian 2.2), kehadiran pit akan menjadi salah satu tempat terbentuknya inisiasi retak, yaitu pada bagian bawah pit. Jadi dengan semakin banyak pit akan memperbesar kemungkinan terjadinya inisiasi retak pada material. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa meningkatnya nilai tegangan aplikasi akan memperbanyak terbentuknya pit yang akan menjadi tempat untuk inisiasi retak akibat korosi retak tegang. Sehingga tingkat kerentanan baja SAE 1086 untuk terjadi korosi retak tegang akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tegangan aplikasi.
(a)
(b)
(c) Gambar 4.9. Foto penampang spesimen SAE 1086 yang memperlihatkan kehadiran pit, (a) tegangan aplikasi 55 % YS, (b) tegangan aplikasi 60 % YS, (c) tegangan aplikasi 65 % YS
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
45
4.8. Mekanisme Korosi Retak Tegang Mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE 1086 dalam larutan NS4 ditentukan dengan melakukan pengamatan perilaku korosi, morfologi patahan, dan perubahan sifat mekanis. Berdasarkan studi literatur (Bagian 2.2), baja karbon termasuk baja SAE 1086, dalam larutan NS4 akan mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik, penggetasan hidrogen, atau film induced cleavage, namun mekanisme yang dominan terjadi adalah pelarutan anodik atau penggetasan hidrogen[8-11,13,15]. Pada pengujian ini, morfologi patahan tidak dapat diamati karena sampel pengujian belum mengalami retak. Sedangkan berdasarkan pengujian linear sweep voltammetry (bagian 4.4), maka diketahui baja SAE 1086 dalam lingkungan NS4 tidak mengalami fenomena pasivasi sehingga mekanisme film induced cleavage tidak mungkin terjadi pada kondisi ini. Lalu berdasarkan pengujian tafel slope (bagian 4.5), laju korosi baja SAE 1086 dalam larutan NS4 sebesar 6,8 mpy sedangkan laju korosi rata-rata baja karbon dalam lingkungan tanah sebesar 5,1 mpy. Sehingga dalam larutan NS4 baja SAE 1086 bersifat lebih anodik dibandingkan pada lingkungan tanah. Lalu terjadinya korosi retak tegang dengan mekanisme penggetasan hidrogen tidak mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan pada pengujian tidak terdapat sumber hidrogen eksternal yang dapat teradsorbsi ke dalam material, sehingga menyebabkan penggetasan hidrogen. Selain itu, berdasarkan hasil pengujian tarik didapatkan bahwa tidak terjadi perubahan sifat mekanis baja SAE 1086 setelah mengalami pengujian korosi retak tegang dalam larutan NS4, sehingga tidak mungkin baja SAE 1086 mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme penggetasan hidrogen. Berdasarkan pengujian-pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa baja SAE 1086 dalam larutan NS4 akan mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan data hasil pengujian dan analisa yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini, yaitu : 1.
Pengujian korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 yang dilakukan selama 28 hari belum menghasilkan inisiasi retak untuk tegangan aplikasi 55 %, 60 %, dan 65 % (vs kekuatan luluh), sehingga tidak dapat ditentukan nilai tegangan kritis dan stress corrosion cracking threshold stress intensity (K1scc) baja SAE 1086 dalam larutan NS4.
2.
Agar dihasilkan retak, pengujian harus dilakukan dalam waktu yang lebih lama atau bahkan menggunakan tegangan aplikasi yang lebih besar.
3.
Semakin besar nilai tegangan aplikasi akan menghasilkan jumlah pit yang semakin banyak, dengan densitas pit untuk tegangan aplikasi 55 % YS, 60 % YS, 65 % YS masing – masing sebesar 40 pit/mm2, 179 pit/mm2, dan 413 pit/mm2. Kehadiran pit pada permukaan material dapat bertindak sebagai tempat terjadinya inisiasi retak. Jadi kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 akan meningkat seiring dengan semakin besar tegangan yang diaplikasikan.
4.
Baja SAE 1086 dalam larutan NS4 akan mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik.
5.2. Saran Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan untuk penelitian lanjutan mengenai korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4 adalah sebagai berikut : 1.
Perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui tegangan kritis terjadinya korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan NS4.
2.
Berdasarkan studi literatur, dengan tegangan aplikasi 55 %, 60 %, dan 65 % (vs kekuatan luluh), pengujian korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam 46 Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
47
larutan tanah harus dilakukan dalam waktu pengujian yang lebih lama minimal sekitar 900 jam agar terjadi inisiasi retak. 3.
Dapat digunakan nilai tegangan aplikasi yang lebih besar agar inisiasi retak terjadi yang kemudian retak akan merambat.
4.
Untuk meminimalisasi waktu pengujian yang terlalu lama, maka dapat digunakan pengujian korosi retak tegang dengan metode dinamis, yaitu slow strain rate test.
5.
Penentuan tingkat kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 sebaiknya ditentukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya inisiasi retak.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA [1]
Rubiandini, Rudi R.S (Deputi Pengendalian Operasi BPMIGAS). Industri Migas di Indonesia : Peluang dan Tantangan. Disampaikan pada Seminar Korosi Metallurgy and Material’s Week 2011 Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.
[2]
Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu Operasional Pipeline yang Handal, Aman, dan Ekonomis, dengan menggunakan Metode RBI (Risk Based Inspection), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
[3]
Jones, Denny A. Principles and Prevention of Corrosion, Page 17. Macmillan Publishing Company.
[4]
Janzen, T.S. and W.N. Horner. Alliance Pipeline - a design shift in long distance gas transmission. Int. Pipeline Conf. 1 (1998) 83–88..
[5]
Xiao, F.-R., et al., Challenge of mechanical properties of an acicular ferrite pipeline steel. Materials Science and Engineering: A, 2006. 431(1–2): p. 4152.
[6]
Shin, S.Y., et al., Correlation of microstructure and charpy impact properties in API X70 and X80 line-pipe steels. Materials Science and Engineering: A, 2007. 458(1–2): p. 281-289.
[7]
Albarran, J.L., L. Martinez, and H.F. Lopez, Effect of heat treatment on the stress corrosion resistance of a microalloyed pipeline steel. Corrosion Science, 1999. 41(6): p. 1037-1049.
[8]
Song, F.M., Predicting the mechanisms and crack growth rates of pipelines undergoing stress corrosion cracking at high pH. Corrosion Science, 2009. 51(11): p. 2657-2674.
[9]
Liang, P., et al., Stress corrosion cracking of X80 pipeline steel in simulated alkaline soil solution. Materials and Design, 2009. 30(5): p. 1712-1717.
[10] Contreras, A., et al., Mechanical and environmental effects on stress corrosion cracking of low carbon pipeline steel in a soil solution. Materials and Design, 2012. 35(0): p. 281-289.
48 Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
49
[11] Liu, Z.Y., X.G. Li, and Y.F. Cheng, Mechanistic aspect of near-neutral pH stress corrosion cracking of pipelines under cathodic polarization. Corrosion Science, 2012. 55(0): p. 54-60. [12] Ramamurthy, S. and A. Atrens. The influence of applied stress rate on the stress corrosion cracking of 4340 and 3.5NiCrMoV steels in distilled water at 30oC. Corrosion Science, 2010. 52(3): p. 1042-1051. [13] Pan, B.W., et al., Stress corrosion cracking of API X-60 pipeline in a soil containing water. Materials Science and Engineering: A, 2006. 434(1–2): p. 76-81. [14] Bulloch, J.H., Some effects of yield strength on the stress corrosion cracking behaviour of low alloy steels in aqueous environments at ambient temperatures. Engineering Failure Analysis, 2004. 11(6): p. 843-856. [15] Fang, B.Y., et al., Review of stress corrosion cracking of pipeline steels in “low” and “high” pH solutions. Journal of Materials Science, 2003. 38(1): p. 127-132. [16] Trethewey, K.R., Some observations on the current status in the understanding of stress-corrosion cracking of stainless steels. Materials & Design, 2008. 29(2): p. 501-507. [17] Nishimura, R., Characterization and perspective of stress corrosion cracking of austenitic stainless steels (type 304 and type 316) in acid solutions using constant load method. Corrosion Science, 2007. 49(1): p. 81-91. [18] Komai, K., Failure analysis and prevention in SCC and corrosion fatigue cases. International Journal of Fatigue, 1998. 20(2): p. 145-154. [19] Y. Prawoto, K. Sumeru, and W. B.Wan Nik. Stress Corrosion Cracking of Steel and Aluminum in Sodium Hydroxide: Field Failure and Laboratory Test. Advances in Materials Science and Engineering, 2012: p. 8. [20] A. Contreras, M. Salazar, A. Albiter, R. Galván and O. Vega (2011). Assessment of Stress Corrosion Cracking on Pipeline Steels Weldments Used in the Petroleum Industry by Slow Strain Rate Tests, Arc Welding,
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
50
Prof. Wladislav Sudnik (Ed.), ISBN: 978-953-307-642-3, InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/arc-welding/assessment-of-stresscorrosion-cracking-on-pipeline-steels-weldments-used-in-the-petroleumindustry[21] Jacobs, A.J., G.P. Wozadlo, and G.M. Gordon, Use of a Constant Deflection Test to Evaluate Susceptibility to Irradiation-Assisted Stress Corrosion Cracking. Corrosion, 1993. 49(8): p. 650-655. [22] Miyasaka, A., T. Kanamaru, and H. Ogawa, Critical Stress for Stress Corrosion Cracking of Duplex Stainless Steel in Sour Environments. Corrosion, 1996. 52(8): p. 592-599. [23] Dietzel, W. Fracture Mechanics Approach to Stress Corrosion Cracking. Anales De Mecanica De La Fractura, Vol. 18, (2001). [24] Speidel M. O. SC crack growth in aluminium alloys. in: Scully J C (ed.) The theory of stress corrosion cracking, NATO, Brussels, , 1971. p. 289344. [25] Conor, P.C., Crack Closure and Stress Corrosion Fracture Thresholds in Mild Steel. Corrosion, 1987. 43(10): p. 614-621. [26] Wanhill R. J. H. Microstructural influences on fatigue and
fracture
resistance in high strength structural materials. Eng. Fract Mech, 1978. (10):p. 337-357. [27] ASTM G 39 - 99 Standard Practice for Preparation and Use of Bent-Beam Stress-Corrosion Test Specimens. [28] JIS Z 2201 Test Pieces for Tensile Test for Metallic Materials. [29] ASTM E 165 - 02 Standard Test Method for Liquid Penetrant Examination. [30] ASTM E 1220 - 99 Standard Test Method for Visible Penetrant Examination Using Solvent-Removable Process. [31] ASTM G 168 - 00 Standard Practice for Making and Using Precracked Double Beam Stress Corrosion Specimens.
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
51
[32] ASTM E 1681 - 03 Standard Test Method for Determining Threshold Stress Intensity Factor for Environment-Assisted Cracking of Metallic Materials. [33] Lim, D.I., et al., Sequential growth of early diagenetic freshwater siderites in the Holocene coastal deposits, Korea. Sedimentary Geology, 2004. 169(1–2): p. 107-120. [34] Iron Oside Pigments. 7 Aug 2008: Industrial minerals in New South Wales. (Dikutip dari http://www.resources.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/237849/Irono xide.pdf, Tanggal 3 Juli 2012 Pukul 13.00)
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012
Studi pengaruh..., Vicky Indrafusa, FT UI, 2012