STUDI PEMANFAATAN KARET ALAM (SIR 20) YANG DIDEGRADASI SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL MODIFIKASI
SKRIPSI
HANNA SALAMA F34060381
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
STUDY ABOUT UTILIZATION OF NATURAL RUBBER (SIR 20) DEGRADATED IN MECHANICAL FOR ASPHALT MODIFICATION ADDITIVES Ono Suparno, Henry Prastanto and Hanna Salama Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone 62 251 8624622, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Natural rubber is a commodity that’s able to increase state revenues. To maintain the stability of Indonesia's natural rubber price, expansion of the market for natural rubber is needed. On the other hand, along with the increase of population, economic development triggers the increase of traffic quantity, weight and speed. Therefore, improve meet of the quality of asphalt is needed, so that it can withstand vehicle loads and deformations. One way to solve this problem is to utilize the natural rubber (SIR 20) as an asphalt additive. The methodology of this study consisted of two stages; preparation of raw materials (determination of the characteristics and degradation process of SIR 20) and primary research (the mixing process between rubber and asphalt, and testing). Degradation of SIR 20 in this study was conducted by using a mechanical method. The purpose of this study were to investigate the influence of natural rubber (SIR 20) that has been degraded mechanically and the rubber concentration of asphalt to the penetration and softening point values that affect the quality of asphalt pavement, and the best mixture of asphalt and rubber to improve the quality of asphalt pavement. Some asphalt modification produced met the quality requirements for asphalt polymer softening point and penetration values.
Keywords: SIR 20, degradation, asphalt
HANNA SALAMA. F34060381. Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi. Di bawah bimbingan Ono Suparno dan Henry Prastanto. 2010
RINGKASAN
Karet alam merupakan komoditi yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa negara. Untuk menjaga kestabilan harga karet alam di Indonesia yang cenderung kurang stabil, perlu dilakukan perluasan pasar karet alam. Perluasan pasar karet alam dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan karet pada bidang lain selain bidang otomotif. Di sisi lain, seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk secara terus-menerus, perkembangan ekonomi memicu bertambahnya lalu lintas, baik dalam hal jumlah, beban, maupun kecepatannya. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan sering terjadi terutama disebabkan oleh mutu aspal yang kurang sesuai untuk penggunaan perkerasan jalan. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan kualitas aspal, sehingga dapat menahan beban kendaraan dan deformasi. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan memanfaatkan karet alam (SIR 20) sebagai bahan aditif aspal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis karet alam (SIR 20) yang telah didegradasi secara mekanis dan konsentrasi penambahannya dalam aspal terhadap nilai penetrasi dan titik lembek yang mempengaruhi mutu perkerasan aspal, sehingga didapatkan campuran yang terbaik untuk memperbaiki mutu perkerasan jalan aspal. Metodologi penelitian ini terdiri dari dua tahapan, yaitu persiapan bahan baku (penentuan karakteristik SIR 20 dan proses degradasinya) dan penelitian utama (proses pencampuran karet ke dalam aspal dan pengujian). Proses degradasi SIR 20 pada penelitian ini menggunakan metode degradasi secara mekanis dengan penambahan peptizer dan HNS (hidroksilamin netral sulfat) sebagai bahan pembantu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Faktor-faktor yang dikaji pengaruhnya adalah waktu giling SIR 20 dan konsentrasi karet dalam aspal dengan masing-masing 3 taraf dan 4 taraf. Waktu pencampuran SIR 20 terdegradasi dalam aspal berkisar antara 55 sampai 325 menit. Waktu pencampuran tertinggi terjadi pada konsentrasi karet dalam aspal 7% dengan waktu giling karet 8 menit. Waktu pencampuran terendah terjadi pada konsentrasi karet dalam aspal 5% dengan waktu giling karet 24 menit. Beberapa aspal modifikasi yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu untuk aspal polimer pada nilai titik lembek dan nilai penetrasinya. Titik lembek aspal modifikasi yang dihasilkan berkisar antara 53 sampai 56,5 ( oC), sedangkan standar mutu nilai titik lembek adalah minimal 54 oC. Nilai penetrasi aspal modifikasi berkisar antara 41 sampai 51 dmm, sedangkan standar mutu nilai penetrasi adalah 50 – 75 dmm. Perlakuan yang terbaik pada penelitian ini adalah perlakuan S24K7 (waktu giling karet 24 menit, 7% karet), aspal modifikasi dari perlakuan tersebut memiliki nilai penetrasi sebesar 50,50 dmm dan titik lembek sebesar 55,5 oC. Perlakuan tersebut menghasilkan aspal modifikasi yang memenuhi standar aspal polimer untuk jenis elastomer.
STUDI PEMANFAATAN KARET ALAM (SIR 20) YANG DIDEGRADASI SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL MODIFIKASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: HANNA SALAMA F34060381
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi
Nama
: Hanna Salama
NIM
: F34060381
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ono Suparno, STP, MT)
(Henry Prastanto, ST, M.Eng)
NIP. 197212031997021001
NIK.110700373
Mengetahui, Ketua Departemen
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 1962100911989032001
Tanggal Lulus : 5 November 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan
Hanna Salama F34060381
BIODATA PENULIS Hanna Salama dilahirkan di Palembang pada tanggal 08 September 1988. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari bapak Hatta Dahlan dan ibu Erwana Dewi. Pendidikan dasar diselesaikan di Sekolah Dasar Kartika II- 3 Palembang pada tahun 2000. Setelah lulus dari sekolah dasar, penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Palembang (20002003) dan SMU Negeri 17 Palembang (2003-2006). Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan kurikulum mayor minor. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian. Pada tahun 2008, penulis berkesempatan untuk melakukan Praktek Lapangan di PT Sinar Alam Permai Palembang dengan judul “Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi dan Pengelolaan Limbah di PT. Sinar Alam Permai, Sumatera Selatan”. Selama masa kuliah, penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN). Penulis melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor dari bulan Februari hingga Juli 2010 dan menyusun skripsi dengan judul “Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul ”Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi” dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor. Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan Skripsi ini penulis mendapatkan banyak sekali bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ono Suparno, STP, MT sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Henry Prastanto, ST, M.Eng selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Nelly Rahman, Dr. Eng sebagai peneliti bidang teknologi karet yang telah memberikan arahan berkaitan dengan skripsi ini. 4. Papa, Mama, Kakak, Adik tercinta dan Dwi Prayoga Putra yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis. 5. Segenap karyawan Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor atas bantuan selama penelitian: Mba Woro, Mas Syarif, Mas Zaenal, Teh Yati, Mba Desi, dan Pak Adi. 6. Teman-teman satu penelitian di BPTK: Faisal dan Ucrit atas kerjasama dan dukungannya. 7. Sahabat-sahabatku: Nyez, Oni, Cucu, Macchan, dan Cicit atas segala dukungan kepada penulis selama ini. 8. Teman-teman TIN angkatan 42, 43 dan 44 sebagai keluarga penulis selama masa perkuliahan. 9. Segenap Karyawan Departemen TIN dan FATETA, Pak Mul, Bu Teti, Pak Anwar, Bu Sri, Bu Ega, Pak Gun, Bu Ratna, Bu Nina, Bu Yuli atas bantuan selama penulis menjadi mahasiswa. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak berkaitan dengan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Oktober 2010 Hanna Salama
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR..........................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN.......................................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................
1
B. TUJUAN..............................................................................................................
1
C. HIPOTESIS..........................................................................................................
2
D. RUANG LINGKUP PENELITIAN.....................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................
3
A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT...............................................
3
B. DEGRADASI KARET........................................................................................
5
C. HIDROKSILAMIN NETRAL SULFAT............................................................
6
D. PEPTIZER...........................................................................................................
7
E. ASPAL BERKARET...........................................................................................
7
METODE PENELITIAN..........................................................................................
8
A. BAHAN DAN ALAT..........................................................................................
8
II.
III.
IV.
1.
Bahan...........................................................................................................
8
2.
Alat..............................................................................................................
8
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN…………………………………
8
C. METODE PENELITIAN.....................................................................................
9
1.
Persiapan Bahan Baku..................................................................................
9
2.
Penelitian Utama..........................................................................................
9
D. RANCANGAN PERCOBAAN...........................................................................
12
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................
13
iv
A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU..................................................................
13
1.
Karakteristik SIR 20.....................................................................................
2.
Karakteristik Aspal Pen 60………………………………………………...
3.
Karakteristik SIR 20 Terdegradasi...............................................................
14
B. HOMOGENITAS CAMPURAN SIR 20 DENGAN ASPAL SECARA VISUAL...............................................................................................................
17
C. PENGARUH SIR 20 TERHADAP TITIK LEMBEK ASPAL.................................................................................................................
19
D. PENGARUH SIR 20 TERHADAP PENETRASI ASPAL.................................................................................................................
23
E. PENGARUH PENYIMPANAN SIR 20 TERDEGRADASI…........................
14
28
PENUTUP...................................................................................................................
31
A. KESIMPULAN....................................................................................................
31
B. SARAN................................................................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
31
LAMPIRAN..........................................................................................................................
34
V.
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Partikel Karet Alam ……….................................................................
3
Tabel 2. Spesifikasi SIR…………........................................................................................
4
Tabel 3. Hasil Uji Karakterisitik SIR 20...............................................................................
12
Tabel 4. Hasil Uji Karakteristik apal Pen 60………………………………………………
14
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur ruang cis-1,4-isoprena...................................................................
3
Gambar 2. Struktur Hidroksilamin.......................................................................................
6
Gambar 3. Diagram Alir Proses Depolimerisasi SIR 20…..................................................
9
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pencampuran SIR 20 ke dalam Aspal..............................
10
Gambar 5. Alat mastikasi ( two roll mill).............................................................................
13
Gambar 6. Ionasi rantai molekul dalam mastikasi karet alam..............................................
15
Gambar 7. Mekanisme Pengikatan Gugus Aldehida oleh Senyawa Hidroksilamin...................................................................................................
16
Gambar 8. Bentuk SIR 20 sebelum didegradasi dan sesudah didegradasi …….…………………………………………………………………..………
16
Gambar 9. Grafik nilai viskositas Mooney SIR 20 Depolimerisasi………………………..
17
Gambar 10. Bentuk SIR 20 depolimerisasi sebelum proses pencampuran...........................
18
Gambar 11. Grafik hubungan lama waktu pencampuran dan jenis SIR 20..........................
19
Gambar 12. Histogram Nilai Titik Lembek Sampel pada Tiap Konsentrasi........................
20
Gambar 13. Histogram Signifikansi Titik Lembek Berdasarkan ANOVA pada Faktor Konsentrasi....................................................................................................
20
Gambar 14. Iliustrasi pencampuran antara aspal dan karet (SIR 20)……….……………...
21
Gambar 15. Histogram Signifikansi Titik Lembek Berdasarkan ANOVA pada Faktor waktu giling SIR 20......................................................................
22
Gambar 16. Histogram Signifikansi Titik Lembek pada Faktor Interaksi...... .....................
23
Gambar 17. Histogram Nilai Penetrasi Sampel pada Tiap Konsentrasi...............................
24
Gambar 18. Histogram Signifikansi Penetrasi Berdasarkan ANOVA pada Faktor Konsentrasi karet........................................................................................... Gambar 19. Karet (SIR 20) yang terpenetrasi ke dalam aspal……………………………..
24 25
Gambar 20. Histogram Signifikansi Penetrasi Berdasarkan ANOVA pada Faktor Jenis SIR 20................................................................................................................
25
vii
Gambar 21. Histogram Signifikansi Penetrasi pada Faktor Interaksi...................................
26
Gambar 22. Grafik selisih penurunan nilai penetrasi aspal modifikasi……………………
27
Gambar 23. Grafik nilai penetrasi aspal modifikasi dengan nilai penetrasi kontrol 60 dmm…………………………………………………………………………...
28
Gambar 24. Grafik perbandingan lama waktu pencampuran SIR 20...................................
28
Gambar 25. Grafik perbandingan nilai titik lembek SIR 20 pada tiap konsentrasi………..
25
Gambar 26. Grafik Nilai Penetrasi SIR 20 (T24) Pada Tiap Konsentrasi............................
30
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis.................................................................................................
35
Lampiran 2. Data Waktu pencampuran SIR 20 Depolimerisasi dengan Aspal.......................
38
Lampiran 3. Data Hasil Pengujian Nilai Titik Lembek...........................................................
39
Lampiran 4. Analisis Ragam Titik Lembek.............................................................................
40
Lampiran 5. Analisis Ragam Interaksi Titik Lembek..............................................................
41
Lampiran 6. Data Hasil Pengujian Nilai Penetrasi…...........................................................
42
Lampiran 7. Analisis Ragam Penetrasi…………....................................................................
43
Lampiran 8. Analisis Ragam Interaksi Penetrasi….................................................................
44
Lampiran 9. Data Selisih Penurunan Nilai Penetrasi dan asumsi nilai penetrasi untuk kontrol 60 dmm………………………………………………………………..
45
Lampiran 10. Standar Mutu Aspal Polimer.............................................................................
46
Lampiran 11. Syarat Mutu SIR 20……….............................................................................
47
Lampiran 12. Karakteristik SIR 20 dan Viskositas Mooney..................................................
48
ix
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karet alam merupakan komoditas ekspor yang memberikan kontribusi besar dalam upaya peningkatan devisa negara. Data tahun 2006 menunjukkan luas areal tanaman karet di Indonesia adalah seluas 3,31 juta hektar (ha) dan menempati areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa (Deptan 2006). Dalam kurun waktu tahun 1985-2005, ekspor karet mengalami peningkatan sebanyak 1 juta ton. Indonesia sebagai produsen karet alam nomor dua di dunia memiliki luas lahan perkebunan karet yang lebih besar daripada Negara Thailand yang menduduki peringkat pertama dalam produksi karet. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas karet alam di Indonesia masih rendah. Produktivitas karet alam yang rendah ini disebabkan oleh ketidakstabilan harga karet alam di Indonesia, sehingga membuat petani karet enggan menyadap lateks karena sering mengalami kerugian. Perluasan pasar karet alam perlu dilakukan untuk meningkatkan penggunaan dari karet alam dan menstabilkan harga karet. Perluasan pasar karet alam ini dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan karet pada bidang lain selain bidang otomotif. Seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk secara terus- menerus, perkembangan ekonomi memicu bertambahnya lalu lintas baik dalam hal jumlah, beban, maupun kecepatannya. Di lain pihak, kerusakan jalan masih sering terjadi terutama disebabkan oleh mutu aspal yang kurang sesuai untuk penggunaan perkerasan jalan. Hal ini menuntut adanya upaya peningkatan kualitas jalan, yaitu perkerasan yang dapat menahan beban kendaraan, sehingga perkerasan tahan terhadap terjadinya deformasi seperti alur, gelombang dan lainnya. Berbagai macam modifikasi aspal telah dilakukan dalam upaya memenuhi kriteria tersebut. Salah satunya adalah dengan mengkombinasikan aspal dengan bahan lain, misalnya karet. Dalam penelitian ini, karet alam (SIR 20) akan digunakan sebagai bahan modifikasi. Modifikasi aspal dengan SIR 20 merupakan sistem dua campuran yang mengandung karet dan aspal yang digunakan untuk meningkatkan kinerja aspal, antara lain untuk mengurangi deformasi pada perkerasan, meningkatkan ketahanan terhadap retak (kelenturan) dan meningkatkan kelekatan aspal terhadap agregat. Struktur karet alam dimodifikasi menggunakan metode degradasi secara mekanis yaitu dengan penggilingan. Dengan menggunakan metode ini diharapkan karet alam (SIR 20) akan mengalami penurunan bobot molekul, sehingga karet menjadi lunak dan memiliki sifat lekat yang baik dengan aspal. Aplikasi pencampuran karet alam dengan aspal ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu meningkatkan konsumsi dari karet alam dan dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas lapisan jalan raya, meningkatkan umur pakai jalan raya, dan mengurangi biaya pemeliharaan jalan raya.
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. 2.
Mengetahui lama waktu pencampuran antara karet alam (SIR 20) yang telah didegradasi secara mekanis dengan aspal, sehingga didapatkan campuran yang homogen. Mengetahui pengaruh penambahan karet alam (SIR 20) yang telah didegradasi secara mekanis dan konsentrasi penambahannya dalam aspal terhadap mutu aspal yang dihasilkan.
1
3.
Mengetahui komposisi campuran antara karet alam (SIR 20) dan aspal terbaik yang dapat meningkatkan mutu aspal.
C. HIPOTESIS Hipotesis penelitian ini adalah dengan penambahan atau pencampuran SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis ke dalam aspal, maka akan dapat meningkatkan nilai titik lembek aspal dan menurunkan nilai penetrasi aspal yang berarti meningkatkan kekerasan aspal.
D. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang Lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penentuan lama waktu penggilingan karet alam (SIR 20) secara mekanis yang mampu mendegradasi rantai molekul karet sehingga bobot molekul karet alam turun yang ditandai dengan rendahnya nilai viskositas Mooney. 2. Pengukuran lama waktu yang dibutuhkan pada proses pencampuran karet ke dalam aspal hingga campuran homogen. 3. Pengujian terhadap karakteristik karet alam, pengujian titik lembek dan pengujian nilai penetrasi campuran aspal berkaret.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut kemudian dikenal dengan sebutan lateks, yaitu suatu cairan putih yang keluar dari batang tanaman yang disadap (Le Brass 1968). Menurut alfa (1995), karet alam termasuk ke dalam elastomer karena mempunyai sifat deformasi elastis. Dalam suhu ruang dan kondisi normal, karet mempunyai sifat lentur, elastis dan lembek sehingga karet dapat melunak karena deformasi. Komposisi karet alam dipengaruhi oleh komposisi lateks dan cara pengolahan yang digunakan untuk mendapatkan karet alam mentah. Karet alam mempunyai bobot molekul antara 200.000-400.000 dan bobot jenisnya 0,92. Adanya rantai molekul pendek menyebabkan daya rekat karet yang tinggi. Karet alam adalah polimer berbobot molekul tinggi dari isoprene yang mempunyai konfigurasi cis-1,4-isoprena (Honggokusumo 1978). Struktur ruang cis-1,4-isoprena dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur ruang cis-1,4-isoprena (Honggokusumo 1978) Menurut Eng et al. (1997), bobot molekul karet alam berkisar antara 1 sampai 2 juta. Partikel karet alam terdiri dan hidrokarbon karet, lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan anorganik, dan lain-lain dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Partikel Karet Alam Komposisi (%) Jenis Komponen Hidrokarbon karet 93.7 Lemak 2.4 Glikolipida, fosfolipida 1.0 Protein 2.2 Karbohidrat 0.4 Bahan Anorganik 0.2 Lain-lain 0.1 Sumber: Tanaka (1998) Karet alam memiliki kelebihan dibandingkan dengan karet sintetik, diantaranya memiliki daya elastis sempurna, plastisitas yang baik, sedangkan vulkanisnya mempunyai ketahanan kikis yang tinggi, kalor timbul kecil dan daya tahan yang tinggi terhadap keretakan akibat benturan
3
yang berulang- ulang. Kekurangan karet alam diantaranya tidak tahan oksidasi, ozon, cahaya matahari, serta ketahanan terhadap minyak dan hidrokarbon yang sangat buruk (Arizal 1994). Karet remah merupakan salah satu jenis karet alam. Menurut Setyamidjaja (1993), karet ini tidak digolongkan atas visualisasi semata, tetapi berdasarkan sifat karet yang diuji dalam laboratorium. Karet ini di-bal dengan berat 33.3 kg. Karet ini diproses dengan cara mencacah dan membersihkannya. Selanjutnya, karet dikeringkan pada temperatur 100 – 110 oC, sehingga pengeringan berlangsung lebih cepat. Di Indonesia, penentuan kualitas karet ini berpedoman pada Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam Perdagangan dikenal dengan sebutan “karet spesifikasi teknis”, karena penentuan kualitas atau penjenisannya dilakukan secara teknis dengan analisis yang diteliti di laboratorium. Bentuk bongkah dibuat setelah bahan baku karet alam ini melalui peremahan lebih dahulu, sehingga disebut juga karet remah atau crumb rubber. Keuntungan pengolahan karet remah adalah proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam, dan penyajiannya lebih menarik (Anonim 2009). Spesifikasi dari crumb rubber adalah dengan menggunakan standar yang dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber) yaitu produk karet alam yang baik processing ataupun penentuan kualitasnya dilakukan secara spesifikasi teknis. Adapun standar spesifikasi SIR dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi Standard Indonesian Rubber Spesifikasi SIR5 SIR20 SIR35 Kadar kotoran (%) 0,05 0,20 0,35
SIR50 0,50
Kadar Abu (%) Kadar zat menguap (%) Sumber: Anonim (2009)
0,50
0,75
1,00
1,25
1,00
1,00
1,00
1,00
Menurut Solichin (1991), penetapan syarat mutu teknis karet adalah sebagai berikut: 1. Plastisitas awal (Po), dimaksudkan untuk mengetahui panjang rantai molekul karet dari pembentukan atau pemutusan ikatan silang dalam rantai molekul karet. 2. Plasticity Retention Index (PRI), dimaksudkan untuk mengetahui daya tahan karet terhadap degradasi oleh oksidasi yang terjadi selama proses pengeringan pada suhu tinggi yang dipengaruhi oleh perimbangan senyawa pro-oksidan dan anti-oksidan dalam karet. 3. Viskositas Mooney (VM), yaitu untuk mengetahui panjang rantai molekul serta derajat pengikatan silang dalam rantai molekul karet, yang dipengaruhi oleh waktu penyimpanan (storage hardening). 4. Kadar abu, dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah tidak terlalu banyak mengandung bahan kimia seperti: natrium bisulfit, natrium karbonat, tawas. 5. Kadar zat menguap, yaitu untuk mengetahui bahwa karet mentah telah mengalami proses pengeringan yang sempurna; dipengaruhi oleh suhu pengeringan, bentuk dan ukuran bahan. 6. Kadar nitrogen, yaitu untuk mengetahui jumlah zat-zat yang mengandung nitrogen dari senyawa protein dan turunannya dalam karet mentah. Di pasaran, sekitar 99% karet alam diperoleh dalam bentuk karet padat, dan sisanya dalam bentuk lateks pekat. Berdasarkan bahan bakunya karet padat dibedakan menjadi dua yaitu karet padat yang dibuat dari lateks kebun dan karet padat yang dibuat dari lum. Lum adalah lateks
4
yang telah menggumpal pada saat penyadapan. Contoh karet padat yang dibuat dari lateks kebun adalah Ribbed Smoked Sheet (RSS), pale crepe, Standard Indonesian Rubber 3 Constant Viscosity (SIR 3 CV); sedangkan contoh karet padat yang dibuat dari lum adalah Brown crepe, SIR 10, dan SIR 20. (BPTK 2005). SIR 20 termasuk karet dengan mutu yang relatif rendah dibandingkan dengan SIR 5 dan SIR 3 (Setyamidjaja 1993). Bahan baku karet ini berasal dari lum mangkok, skrep, lum tanah, krep mutu rendah, maupun lump yang menempel pada batang pohon. Mutu yang rendah ini menyebabkan harganya murah.
B. DEGRADASI KARET Degradasi karet merupakan proses pendegradasian polimer dengan cara menghilangkan kesatuan monomer secara bertahap dalam reaksi (Ramadhan et al. 2005). Degradasi molekul karet dilakukan untuk memperoleh karet dengan bobot molekul rendah yang ditandai dengan rendahnya viskositas Mooney (Surdia 2000). Degradasi karet secara mekanis terjadi melalui proses perlakuan pelunakan (mastikasi). Menurut Bristow dan Watson (1963), yang berperan dalam proses pemutusan rantai molekul karet pada mastikasi dingin adalah tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan dengan balok karet (the bulk rubber). Pemutusan rantai molekul oleh tenaga mekanik akan menghasilkan radikal-radikal bebas yang akan mengikat oksigen dari udara, sehingga terbentuk molekul-molekul yang stabil. Mastikasi karet alam menyebabkan degradasi molekul, sehingga berat molekulnya kira-kira menjadi sepersepuluh dari berat molekul semula. (Kartowardojo 1980). Degradasi karet alam (SIR 20) yang dilakukan meliputi persiapan bahan, penggilingan dengan two roll mill (mastikasi), penambahan bahan kimia dan pengujian. Mastikasi adalah proses pelunakan (plastisasi) elastomer, sebagai langkah persiapan bagi proses pencampuran dengan tujuan agar bahan kimia yang ditambahkan dapat tercampur merata. Untuk memudahkan pelaksanaan plastisasi dapat ditambahkan peptizer (Alam 2003). Mastikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mastikasi dingin karena menggunakan suhu 60 oC. Pelunakan digolongkan dalam mestikasi dingin jika mastikasi dilakukan pada suhu di bawah 100 oC (Amir, 1990). Proses penggilingan SIR 20 merupakan proses perlakuan awal atau pendahuluan untuk melunakkan karet hingga mudah bercampur satu sama lain. Pelunakan ini diakibatkan oleh pemutusan rantai molekul polimer, sehingga diperoleh bobot molekul yang lebih rendah. Pada karet alam, pemutusan terjadi pada ikatan karbon pada rantai utama (back bone) yaitu –CH2CH2--. Pada proses mastikasi karet alam akan terjadi penurunan bobot molekul dari orde 106 hingga sepuluh kali lebih rendah (Bristow dan Watson 1963). Menurut Abednego (1990), efisiensi mastikasi karet tercapai pada dua zona suhu rendah (misalnya di bawah 60 oC) dan pada suhu tinggi (misalnya di atas 140 oC), sedangkan pada suhu ±100 oC, efisiensi mastikasi lebih rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa oksigen sangat berperan dalam mastikasi. Mastikasi tanpa adanya oksigen menyebabkan karet alam sulit mengalami pelunakan. Menurut Prastanto dan Ary (2005), mastikasi dilakukan agar diperoleh karet dengan viskositas Mooney 20 ML (1+4) 100 oC pada pembuatan sealer. Hal ini berarti bahwa karet yang digunakan memiliki angka viskositas Mooney sebesar 20 pada syarat waktu pemanasan pendahuluan yang dinyatakan dalam menit sebesar 1 menit, waktu pemanasan alat pengujian
5
selama 4 menit dan pengujian berlangsung pada suhu 100 oC. Kondisi optimum mastikasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah peptizer dan waktu mastikasi (3, 6, 12, 24, 48 menit) sampai diperoleh kondisi yang paling optimum. Suhu mastikasi awal adalah 40 oC dan suhu akhir mastikasi 60 oC.
C. HIDROKSILAMIN NETRAL SULFAT (HNS) Hidroksilamin netral sulfat merupakan bahan kimia yang banyak digunakan secara komersial untuk memproduksi karet viskositas mantap. Menurut Solichin et al. (1995), hidroksilamin yang digunakan untuk memproduksi karet viskositas mantap adalah dalam bentuk garam Hidroksilamin netral sulfat (NH2OH)2H2SO4.. Struktur hidroksilamin dapat dilihat pada Gambar 2.
O HO
S
OH
O NH2 OH Gambar 2. Struktur Hidroksilamin (Hoyle 2007) Hidroksilamin Netral Sulfat (HNS) dapat memantapkan viskositas Mooney karet alam melalui pengikatan gugus aldehida, sehingga membentuk gel karena gugus aldehida pada rantai poliisoprena terlebih dahulu diikat sebelum gugus aldehida tersebut melakukan reaksi selanjutnya. Adapun dasar dari pencegahan cross linking ini adalah untuk menghilangkan kereaktifan gugus aldehida pada rantai poliisoprena dan mereaksikannya dengan senyawa amina monofungsional, yaitu hidroksilamin atau garamnya. Hidroksilamin merupakan senyawa yang cukup reaktif untuk mencegah terjadinya ikatan silang dan paling banyak digunakan sebagai bahan pemantap viskositas Mooney karet alam secara komersial. Namun, cara aplikasi yang biasa dilakukan berupa 10% HNS dalam air. Pelarutan HNS dalam air akan melepaskan kembali molekul asam sulfat yang bersifat korosif, sehingga dalam aplikasinya menyebabkan beberapa kerusakan terhadap berbagai peralatan dan mesin-mesin pada proses pembuatan karet. Oleh karena itu, pelarutan HNS dalam air sebaiknya dihindari (Budianto et al. 2007). Karet alam lama-kelamaan dapat meningkat viskositasnya atau menjadi keras. Karet alam yang sudah direaksikan dengan hidroksilamin tidak akan mengeras selama penyimpanan dan disebut karet CV (Constant Viscosity). Hidroksilamin direaksikan dengan karet agar karet alam tidak mengkristal pada suhu rendah, karena apabila ini terjadi diperlukan pemanasan karet terlebih dahulu sebelum diolah di pabrik barang jadi karet (Budianto et al. 2007).
6
D. PEPTIZER Peptizer biasanya berasal dari golongan tiol atau merkaptan yang mengandung gugus aromatik, sehingga dapat memutus rantai polimer. Penggunaan sedikit bahan ini cukup besar pengaruhnya dalam menurunkan viskositas karet (Alfa 2003). Peptizer terbagi dua, yaitu chemical peptizer dan physical peptizer (Ho 1982 diacu dalam BPTK 2005): 1. Chemical peptizer Pada proses mastikasi terjadi pemutusan rantai pada karet. Ikatan yang putus terletak pada ikatan setelah ikatan rangkap dua diantara unit-unit monomer, dengan adanya pemanasan akan mempercepat putusnya ikatan. Peptizer kimia digunakan sebagai katalis pada proses mastikasi. Konsentrasi yang digunakan pada peptizer kimia adalah 0,15 sampai 0,25 bsk (berat per 100 gram karet). 2. Peptizer fisik Peptizer fisik dapat melunakkan polimer dengan proses pelumasan yang berada diantara rantai polimer. Konsentrasi yang digunakan pada peptizer fisik ini adalah 2 sampai 3 bsk. Suhu yang digunakan adalah di bawah 100 0C.
E. ASPAL MODIFIKASI Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Apabila dipanaskan sampai temperatur tertentu dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan campuran aspal. Aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya. Oleh karena itu, aspal bersifat termoplastis (Anonim 2000). Bahan dasar utama dari aspal adalah hidrokarbon yang umumnya disebut bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal umumnya berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi (aspal minyak) dan bahan alami (aspal alam). Aspal minyak pada suhu ruang (25 – 30 oC) berbentuk padat dan dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya. Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas dengan volume lalu lintas tinggi. Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah. Di Indonesia umumnya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan 80/100. Aspal minyak (aspal semen) bersifat mengikat agregat pada campuran aspal dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa dan garam. Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh, akhirnya daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang (Anonim 2000). Aspal adalah bahan visko elastik yang sifatnya berubah akibat perubahan temperatur. Pada temperatur rendah berbentuk semi padat sedangkan pada temperatur tinggi berbentuk cair. Hal ini disebabkan perubahan jarak partikel aspal. Pada temperatur tinggi, jarak antar partikel mejadi renggang sehingga aspal berubah menjadi cair, pada temperatur rendah, jarak antar partikel menjadi dekat, sehingga aspal menjadi padat (Suroso 2007). Hasil eksperimen mengenai campuran antara aspal dan karet telah banyak dilakukan. Dengan mencampurkan karet dengan aspal selama 45 – 60 menit, maka akan dihasilkan suatu material baru. Material ini memiliki karakteristik teknis yang menguntungkan pada kedua komposisi yang disebut aspal karet (Huffman 1980). Aspal tersebut diabsorbsi oleh partikel karet yang bertambah besar pada temperatur tinggi, sehingga meningkatkan konsentrasi aspal cair dalam campuran beraspal.
7
III.
METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: SIR (Standard Indonesian Rubber) 20, Aspal Pen 60 yang berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Binamarga, hidroksilamin netral sulfat (HNS), peptizer (peptor 3S), dan akuades yang telah tersedia di laboratorium Balai Penelitian Teknologi Karet.
2.
Alat a. Gelas Ukur Gelas ukur berfungsi untuk mengukur banyaknya cairan yang digunakan. Ukuran gelas ukur yang digunakan adalah 1000 ml sebanyak 1 buah. b. Termometer Termometer berfungsi untuk mengukur suhu aspal dan campuran aspal berkaret. Ada dua jenis termometer yang digunakan yaitu termometer digital dan termometer raksa. Termometer yang digunakan mempunyai kemampuan membaca sampai 200 o C. c. Kompor Listrik Kompor listrik digunakan untuk memanaskan aspal dan membantu proses pencampuran antara aspal dan SIR 20 depolimerisasi. d. Mesin Penggiling (two roll mill) Alat yang digunakan adalah mesin giling terbuka dengan suhu penggilingan berada di bawah 100 oC. e. Stopwatch Stopwatch digunakan untuk pengukuran waktu pada proses depolimerisasi SIR 20 dan pencampurannya dengan aspal. f. Neraca mekanik Neraca mekanik digunakan untuk menimbang bahan-bahan sebelum digunakan. g. Mesin Pengaduk (Agitator) Agitator digunakan untuk membantu proses pencampuran antara aspal dan SIR 20 melalui pengadukan dengan kecepatan tertentu.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor dan laboratorium Pekerjaan Umum Binamarga, Cikampek. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Mei 2010 sampai bulan Agustus 2010.
8
C. METODOLOGI PENELITIAN 1. Persiapan Bahan Baku Persiapan bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku SIR 20 dan degradasi SIR 20. a.
Karakterisasi SIR 20 Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji viskositas Mooney, plastisitas awal (Po), plastisitas setelah pengusangan (Pa) dan PRI (Plasticity Retention Index).
b.
Karakteristik aspal Pen 60 Karakteristik yang dilakukan meliputi uji titik lembek dan penetrasi aspal pen 60.
c.
Degradasi SIR 20 SIR 20 yang berbentuk bongkahan padat dipotong melintang, ditimbang beratnya sebesar 200 gram. SIR 20 yang telah ditimbang, digiling dengan menggunakan mesin giling (two roll mill). SIR tersebut digiling selama waktu yang telah ditetapkan yaitu 8, 16, 24 menit. Pada saat digiling, bahan pembantu (hidroksilamin netral sulfat) dan peptizer ditambahkan. Selanjutnya, SIR 20 yang telah didepolimerisasi diukur viskositas Mooney-nya. Prosedur analisis untuk uji viskositas Mooney dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram alir proses depolimerisasi SIR 20 dapat dilihat pada Gambar 3.
2. Penelitian Utama a.
Proses Pencampuran SIR 20 dan Aspal
Aspal dipanaskan di atas kompor listrik hingga suhu 160 oC, dan pengaduk dinyalakan. Setelah aspal mencair sempurna, karet dimasukkan sedikit demi sedikit. Aspal dan karet (SIR 20 depolimerisasi) diaduk sampai campuran homogen. Setiap 10 menit, campuran aspal karet dilihat kehomogenannya. Homogenitas aspal modifikasi dilakukan secara visual dengan melihat gumpalan pada aliran jatuh aspal yang dicampur. Diagram alir proses pencampuran SIR 20 ke dalam aspal dapat dilihat pada Gambar 4. b.
Pengujian
Campuran aspal dan karet alam (SIR 20) diuji dengan metode pengujian titik lembek dan penetrasi. Pengujian titik lembek dilakukan untuk mengetahui suhu pada saat campuran aspal tersebut melunak. Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 24,4 mm, sebagai kecepatan akibat pemanasan tersebut. Pengujian penetrasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan campuran. Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban tertentu dan waktu tertentu ke dalam aspal pada suhu tertentu. Prosedur analisis untuk uji titik lembek dan penetrasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
9
d.
Penyimpanan SIR 20 Terdegradasi
SIR 20 yang telah didegradasi dengan waktu giling 24 menit disimpan selama 33 hari pada suhu ruang. Setelah mengalami penyimpanan, SIR 20 terdegradasi diukur nilai viskositas Mooney-nya. Campuran aspal dan karet SIR 20 terdegradasi yang disimpan selama 33 hari diuji dengan metode pengujian titik lembek dan penetrasi. Prosedur analisis untuk uji titik lembek dan penetrasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
SIR 20 m = 200gram
Peptizer sebanyak 0,2 bsk
Digiling dengan two roll mill selama 5 menit
Digiling dengan two roll mill selama waktu yang ditentukan (8, 16 dan 24 menit) Bahan Pemantap (HNS) Sebanyak 1 bsk SIR 20 Terdegradasi
Gambar 3. Diagram Alir Proses Degradasi SIR 20
10
Aspal
Dipanaskan dan dikontrol suhunya pada 160oC
Aspal cair
Diaduk dengan agitator
SIR 20 Terdegradasi
Aspal mencair sempurna
Diaduk sampai campuran homogen
Uji homogenitas secara visual
Aspal Modifikasi
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pencampuran SIR 20 ke dalam Aspal
11
D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Faktor-faktor yang dikaji pengaruhnya adalah sebagai berikut: a.
Faktor A, yaitu: S1 : SIR 20, waktu giling 8 menit S2 : SIR 20, waktu giling 16 menit S3 : SIR 20, waktu giling 24 menit b. Faktor B, yaitu: K0 : Konsentrasi karet 0% terhadap aspal K3 : Konsentrasi karet 3% terhadap aspal K5 : Konsentrasi karet 5% terhadap aspal K7 : Konsentrasi karet 7% terhadap aspal Model matematis Rancangan Percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Matjik dan Made 2000) : Yijk= μ + Ai + Bj + AB(ij) + ε(ijk) Dimana Yijk μ Ai Bj AB(ij) ε(ijk)
= Variabel respon yang diukur = Nilai tengah populasi = pengaruh faktor A pada taraf ke-i = pengaruh faktor A pada taraf ke-j = pengaruh interaksi dari faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j = pengaruh galat dari unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan ij
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20 dilakukan agar hasil penelitian dapat diaplikasikan dalam bidang industri dengan mudah. SIR 20 terdapat dalam jumlah yang banyak di pasaran dengan harga yang relatif murah, sehingga penggunaannya sebagai bahan aditif aspal tidak membuat biaya produksi aspal modifikasi menjadi tinggi. SIR 20 yang digunakan terlebih dahulu dianalisis karakteristiknya seperti viskositas Mooney, plastisitas awal (Po) dan Plasticity Retension Index (PRI) untuk mengetahui bobot molekul kasar dan tingkat plastisitas sebelum karet didegradasi. Viskositas Mooney merupakan parameter penting dalam penelitian depolimerisasi karena dapat memberikan gambaran kasar bobot molekul karet. Proses depolimerisasi dapat dinyatakan berhasil jika nilai viskositas Mooney kontrol (SIR 20) lebih tinggi daripada nilai viskositas Mooney SIR 20 depolimerisasi yang dihasilkan. Nilai viskositas Mooney tertentu diperlukan agar proses pencampuran antara dua jenis bahan yang berbeda seperti karet dan aspal dapat dilakukan dengan mudah dan tidak memerlukan energi yang besar. Hasil uji karakteristik SIR 20 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 Kriteria Uji
Hasil uji
Plastisitas awal (Po) Plastisitas akhir (Pa) Plasticity Retension Index (PRI) Viskositas Mooney
31,0 17 54,8
Persyaratan (berdasarkan SNI.06-1903-1990) Min. 30 Min.50
58,7
-
Viskositas Mooney dapat diukur dengan menggunakan Mooney Viscosimeter. Nilai viskositas Mooney menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul karet secara kasar. Semakin panjang rantai molekul karet, maka akan semakin tinggi berat molekulnya dan semakin tinggi sifat tahanan aliran bahannya. Adapun prinsip kerja alat tersebut adalah berdasarkan pengukuran nilai torsi rotor yang dapat berputar. Mooney viscosimeter pada dasarnya adalah alat untuk mengukur aliran shear viscosity yang dirancang pada Ml (1’ + 4’) dengan strain rate ± 1,5/detik setelah pemanasan pendahuluan pada suhu 100 oC selama 1 menit, kemudian dilanjutkan periode shear selama 4 menit. Pengukuran aliran dilakukan selama kompresi sederhana pada suhu 100 oC. Dari hasil uji viskositas Mooney pada SIR 20 diketahui bahwa nilai viskositas Mooney SIR 20 sebesar 58,7 Ml(1`+4`) 100 oC. Nilai tersebut menunjukkan bahwa bobot molekul karet masih tinggi. Selain nilai viskositas Mooney, nilai plastisitas awal (Po), plastisitas setelah pengusangan (Pa) dan PRI (Plasticity Retention Index) dari SIR 20 juga dianalisis. Nilai Po minimal yang mengacu pada Standard Indonesia Rubber adalah 30. Nilai Po yang didapat dari hasil analisis telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
13
Plasticity Retention Index merupakan analisis untuk mengetahui keadaan molekul karet sebagai akibat dari pemanasan yang dapat memecah molekul karet sehingga karet menjadi lunak. Proses ini berhubungan dengan oksidasi. Karet yang memiliki nilai PRI tinggi berarti mempunyai ketahanan terhadap oksidasi pada suhu tinggi. PRI merupakan nilai perbandingan antara plastisitas sebelum pengusangan (Po) dan sesudah pengusangan (Pa). Nilai PRI yang didapatkan telah sesuai dengan standar nilai PRI SIR 20 yang ada.
2.
Karakteristik Aspal Pen 60
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal jenis pen 60. Aspal pen 60 yang akan digunakan terlebih dahulu diuji nilai titik lembek dan nilai penetrasinya untuk mengetahui kemampuan aspal melunak dan tingkat kekerasannya. Hasil uji karakteristik aspal pen 60 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji karakteristik aspal Pen 60 Kriteria Uji
Titik Lembek (oC) Penetrasi (dmm)
Hasil uji
51 55
Persyaratan (berdasarkan SNI 06-2456-1991 dan SNI 062434-1991) 48-58 60-79
Titik lembek merupakan suhu pada saat aspal mulai melunak dikarenakan pemanasan yang terus-menerus. Aspal pen 60 yang dipakai memiliki nilai titik lembek sebesar 51 oC. nilai tersebut menunjukkan bahwa titik lembek aspal pen 60 yang dipakai memenuhi standar aspal Pen 60/70 yang ditetapkan. Uji penetrasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal. Semakin rendah nilai penetrasi yang didapat menunjukkan tingkat kekerasan aspal yang semakin tinggi (keras). Berdasarkan hasil uji penetrasi, aspal pen 60 yang dipakai memiliki nilai penetrasi sebesar 55 dmm. Nilai tersebut apabila dibandingkan dengan nilai standar penetrasi untuk aspal pen 60 tidak memenuhi standar yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa aspal pen 60 yang dipakai telah mengalami penurunan nilai penetrasi atau menjadi keras karena penyimpanannya yang terlalu lama. Secara teoritis, aspal pen 60 seharusnya memiliki nilai penetrasi minimum sebesar 60 dmm.
3.
Karakteristik SIR 20 Terdegradasi
Degradasi SIR 20 merupakan proses pemutusan rantai polimer isoprene yang panjang pada karet menjadi rantai polimer yang pendek. Jika rantai polimer lebih pendek, maka diharapkan kemampuan karet alam melekat pada media aspal menjadi lebih baik. Penurunan bobot molekul SIR 20 diharapkan dapat memudahkan proses pencampurannya dengan aspal sehingga tidak membutuhkan energi yang besar dan proses yang lama. Pada penelitian ini dilakukan degradasi SIR 20 secara mekanis, yaitu dengan memanfaatkan tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan (mesin giling terbuka) dengan balok karet. Jenis mesin giling yang digunakan yaitu two roll mill (mesin giling terbuka).
14
Mesin giling ini terdiri atas 2 roll mill yang berputar dengan arah yang berlawanan untuk membantu proses pelunakan karet atau mastikasi. Alat degradasi SIR 20 yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Keterangan: - Kecepatan rol yang lambat : 24 rpm - Rasio kecepatan rol yang lambat dibandingkan rol yang cepat : 1:1,4 - Diameter roll : 150 mm Gambar 5. Alat degradasi SIR 20 (two roll mill) Mastikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah mastikasi dingin karena menggunakan suhu 60 oC. Pengontrolan suhu dilakukan dengan adanya aliran steam pada mesin. Menurut Amir (1990), pelunakan digolongkan dalam mastikasi dingin jika mastikasi dilakukan pada suhu dibawah 100 oC. Proses pemutusan ikatan polimer pada SIR 20 dilakukan dengan cara menggiling karet selama waktu yang telah ditentukan yaitu 8, 16 dan 24 menit. Lokasi pemutusan terjadi pada ikatan karbon-karbon dari rantai utama polimer (backbone) yaitu –CH2-CH2-. Lokasi pemutusan ikatan karbon-karbon rantai utama polimer dapat dilihat pada Gambar 6.
CH3 CH2
CH3
C=C
H Polimer
CH2
CH2
C=C
CH2
H Lokasi pemutusan rantai molekul
Gambar 6. Ionasi rantai molekul dalam mastikasi karet alam (Bristow dan Watson 1963) Proses pemutusan rantai molekul selama mastikasi selain dipengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh tenaga mesin mastikasi itu sendiri. Menurut Straudinger et al. (1931), proses mastikasi pada suhu rendah bukan reaksi thermal biasa tetapi merupakan penyatuan energi mekanik berupa gaya gesekan shearing force yang dipaksakan untuk menghancurkan molekul
15
karet. Penghancuran molekul yang dimaksud adalah perubahan ikatan rantai polimer (Kauzman et al. 1940) yang digambarkan sebagai berikut: energi mekanik 2R • R–R Selanjutnya sebagian radikal mengikat oksigen (O2) dari udara, R • + O2 R O2 • Radikal lainnya bergabung kembali menjadi: R•+R• R–R Untuk memudahkan proses mastikasi ditambahkan peptizer dan hidroksilamin netral sulfat (HNS). HNS digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi ikatan silang pada rantai molekul karet. HNS banyak digunakan sebagai bahan pemantap viskositas Mooney karet. Mekanisme reaksi pengikatan gugus aldehida oleh senyawa hidroksilamin dapat di lihat pada Gambar 7. R
CHO + NH2OH
Gugus Aldehida
Hidroksilamin
R
CH = N Aldoksin
OH + H2O Air
Gambar 7. Mekanisme Pengikatan Gugus Aldehida oleh Senyawa Hidroksilamin (Pristiyanti, 2006) Peptizer dapat membantu memutuskan rantai polimer karet. Oleh karena itu, penggunaan sedikit bahan ini cukup besar pengaruhnya dalam menurunkan viskositas karet. Dalam pengolahan karet secara tidak langsung peptizer dapat membuat karet menjadi mantap karena gugus tiolnya akan memblokade gugus aldehid membentuk tioasetal, sehingga tidak membentuk gel. Akibatnya viskositas karet tidak mengalami peningkatan selama penyimpanan. Bentuk dari SIR 20 sebelum didegradasi dan setelah didegradasi secara mekanis dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Bentuk SIR 20 sebelum didegradasi dan sesudah didegradasi Degradasi molekul karet pada proses mastikasi mengakibatkan karet menjadi lebih plastis dibandingkan dengan sebelum mastikasi. Oleh karena itu, plastisitas karet dipengaruhi oleh durasi mastikasi. Semakin lama karet digiling atau diberi perlakuan mastikasi, maka karet akan menjadi semakin plastis. Hal ini juga mengakibatkan nilai viskositas Mooney karet semakin menurun. Pada mastikasi SIR 20 selama 8, 16 dan 24 menit didapatkan nilai viskositas Mooney yang semakin menurun. Nilai viskositas Mooney karet dapat dilihat pada Gambar 9.
16
Viskositas Mooney (Ml(1'+4') 100 oC
70 60 50 40 30 20 10 0 0
8
16
24
Waktu giling (menit) Gambar 9. Grafik nilai viskositas Mooney SIR 20 terdegradasi Grafik di atas menunjukkan nilai viskositas Mooney dari SIR 20 dengan waktu giling 0, 8, 16, dan 24 menit. Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai viskositas Mooney dari SIR 20 setelah degradasi berada pada kisaran 5,0 - 12,8 Ml (1`+4`) 100 oC. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan nilai viskositas setelah dilakukan degradasi. Semakin panjang rantai poliisoprene karet, maka dengan sendirinya pelepasan rantai monomer sebagian atau seluruhnya akan semakin sulit, jadi viskositasnya akan tinggi. Akibatnya akan terjadi aliran yang kecil dan bahan tersebut dikatakan mempunyai elastisitas tinggi. Sebaliknya, jika rantai poliisoprene pendek, maka dengan sendirinya akan semakin mudah terjadinya aliran bahan (viskositasnya rendah), sehingga bahan akan kurang elastic atau lebih plastis. Viskositas Mooney SIR 20 menurun seiring dengan bertambahnya durasi penggilingan karet. Semakin lama waktu penggilingan membuat karet menjadi semakin plastis dan lunak yang menghasilkan tahanan lemah, akibatnya rotor mooney viscometer berputar cepat dan memerlukan tenaga rendah.
B. HOMOGENITAS CAMPURAN SIR 20 DENGAN ASPAL SECARA VISUAL SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis dicampurkan ke dalam aspal. Pencampuran SIR 20 ke dalam aspal dilakukan pada suhu 160 o C. Suhu 160 o C digunakan untuk proses pencampuran agar aspal tidak rusak karena suhu yang terlalu tinggi dan agar energi yang digunakan untuk proses pencampuran tidak terlalu besar. Wadah yang digunakan untuk proses pencampuran adalah wadah berbahan kaleng dengan volume aspal 2/3 dari volume wadah untuk memberi ruang karet mengembang dan aspal tidak tumpah pada saat proses pencampuran. Sebelum dimasukkan, SIR 20 terlebih dahulu dibentuk dengan ukuran yang sama agar terjadi keseragaman perlakuan pencampuran pada tiap sampel. Bentuk dari SIR 20 yang akan dicampurkan ke dalam aspal pada konsentrasi 3%, 5% dan 7 % dapat dilihat pada Gambar 10.
17
Gambar 10. Bentuk SIR 20 depolimerisasi sebelum dicampurkan ke dalam aspal Pada proses pencampuran akan terlihat ukuran SIR 20 yang dimasukkan mengalami pengembangan. Pengembangan tersebut disebabkan karena adanya proses pemanasan dan pengadukan pada saat pencampuran, sehingga karet menjadi mengembang. Menurut Suroso (1995), pada saat pencampuran antara aspal dengan karet alam, karet alam akan menyerap minyak yang ada dalam aspal (malten), sehingga karet menjadi kenyal. Hal ini disebabkan karena karet alam adalah bahan padat sehingga berfungsi seperti aspalten dalam aspal. Salah satu faktor yang harus diperhatikan pada penggunaan karet alam sebagai bahan aditif adalah temperatur. Apabila temperatur terlalu panas maka akan menyebabkan degradasi mutu karet alam sehingga fungsi utama modifikasi aspal dengan karet alam akan berkurang. Aspal yang telah bercampur dengan karet diaduk hingga aspal dan karet (SIR 20) yang dimasukkan sebagai bahan aditif homogen atau tercampur sempurna. Untuk mengetahui tingkat kehomogenan campuran, uji homogenitas campuran secara visual dilakukan, yaitu dengan mengamati aliran jatuh aspal. Aspal yang telah dipanaskan pada menit ke-30 diambil sampelnya dengan menggunakan sendok dan diamati aliran jatuhnya dari permukaan sendok ke wadah datar. Apabila pada saat pengamatan masih terdapat aliran yang tidak konstan dan pada wadah datar masih terlihat butiran karet yang belum tercampur, maka proses pencampuran dilanjutkan sampai tidak ada lagi butiran pada aliran jatuh saat uji homogenitas secara visual. Dari hasil pengujian secara visual dapat terlihat bahwa semakin lama durasi penggilingan SIR 20, maka waktu pencampuran yang dibutuhkan akan semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena karet yang mengalami waktu mastikasi yang panjang memiliki nilai viskositas Mooney yang rendah. Nilai viskositas Mooney ini menunjukkan nilai bobot molekul karet secara kasar. Semakin pendek rantai polimer karet, maka akan semakin mudah karet dan aspal bercampur, sehingga waktu pencampuran yang dibutuhkan akan semakin sedikit. Konsentrasi atau dosis karet dalam aspal juga mempengaruhi lamanya waktu pencampuran, semakin tinggi konsentrasi karet terhadap aspal, maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan aspal dan karet untuk bercampur homogen. Data waktu pencampuran SIR 20 terdegradasi ke dalam aspal hingga homogen dapat dilihat pada Lampiran 2. Grafik hubungan waktu pencampuran dengan jenis karet yang dicampurkan berdasarkan waktu giling dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.
18
Lama waktu pencampuran (menit)
700 600 500
Konsentrasi karet
400
terhadap aspal:
3%
300
200
5%
100
7%
0 0
8
16
24
Waktu Penggilingan (menit)
Gambar 11. Grafik hubungan lama waktu pencampuran dan jenis SIR 20 Dari grafik diatas dapat dilihat lama proses pencampuran antara karet dan aspal pada konsentrasi dan jenis SIR 20 dengan waktu giling yang berbeda. SIR 20 yang tidak diberi perlakuan degradasi secara mekanis (waktu giling karet 0 menit) dianalisis waktu pencampurannya dengan aspal untuk mengetahui pengaruh dari adanya proses penurunan bobot molekul dengan proses degradasi secara mekanis. Pada SIR 20 tanpa perlakuan dapat dilihat pada grafik lama waktu pencampuran yang dibutuhkan sampai campuran homogen, yaitu sebesar 660 menit (11 jam). Hal ini jauh berbeda dengan kisaran waktu pencampuran SIR 20 yang telah didegradasi, yaitu berada antara 50 - 325 menit. Dari grafik dapat dilihat proses degradasi karet dapat mempersingkat waktu pencampuran karet dalam aspal. SIR 20 dengan konsentrasi karet terhadap aspal 3% dengan lama waktu penggilingan 24 menit merupakan perlakuan pencampuran yang membutuhkan waktu paling sedikit, sedangkan SIR 20 dengan konsentrasi karet terhadap aspal sebesar 7 % dengan waktu penggilingan karet selama 8 menit merupakan perlakuan pencampuran yang membutuhkan waktu paling lama, yaitu sebesar 325 menit.
C. PENGARUH SIR 20 TERHADAP TITIK LEMBEK ASPAL Analisis titik lembek aspal dilakukan untuk menentukan ketahanan aspal terhadap deformasi permanen. Titik lembek merupakan pendekatan utama selain penetrasi aspal untuk mengklasifikasikan kelas dan kualitas aspal untuk perkerasan jalan. Proses modifikasi aspal dengan penambahan bahan aditif berupa SIR 20 dinyatakan berhasil apabila nilai titik lembek aspal modifikasi lebih tinggi daripada nilai titik lembek kontrol (aspal pen 60). Nilai titik lembek aspal dapat dilihat pada Gambar 12. Dari histogram dapat dilihat bahwa nilai titik lembek aspal modifikasi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi karet yang ditambahkan ke dalam aspal. Pada konsentrasi karet terhadap aspal 0% (kontrol) yang berupa aspal pen 60, nilai titik lembek yang didapatkan adalah sebesar 51 oC. Titik lembek aspal modifikasi berada pada kisaran nilai 53 oC sampai dengan 57 oC. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan SIR 20 terdegradasi ke dalam aspal telah berhasil membuat titik lembek aspal menjadi lebih tinggi dari titik lembek kontrol. Nilai titik lembek yang tertinggi terjadi pada aspal modifikasi dengan waktu giling karet 8 menit dan
19
konsentrasi karet terhadap aspal sebesar 7% yaitu sebesar 56,5 oC. Nilai titik lembek terendah yaitu sebesar 53 oC dihasilkan oleh aspal modifikasi dengan waktu giling karet 16 menit pada konsentrasi karet terhadap aspal sebesar 3% dan 5%. Sampel dengan waktu giling karet selama 24 menit juga menghasilkan nilai titik lembek terendah pada konsentrasi karet terhadap aspal sebesar 3%. Data hasil pengujian titik lembek dapat dilihat pada Lampiran 3.
Titik lembek (0C)
60 Konsentrasi karet
55
terhadap aspal:
0%
50
3% 45
5%
40
7% 8
16
24
Waktu giling SIR 20 (menit) Gambar 12. Histogram nilai titik lembek sampel pada tiap konsentrasi
Titik lembek (oC)
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05, perlakuan variasi konsentrasi karet dalam aspal berpengaruh nyata terhadap nilai titik lembek. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Gambar 13. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai titik lembek aspal modifikasi pada konsentrasi karet dalam aspal 0% berbeda nyata dengan nilai titik lembek aspal modifikasi pada konsentrasi 3%, 5% dan 7%. Nilai titik lembek aspal modifikasi dengan konsentrasi karet dalam aspal 3% juga berbeda nyata dengan nilai titik lembek aspal modifikasi dengan konsentrasi 0% dan 7%, namun tidak berbeda nyata dengan taraf konsentrasi 5%. Nilai titik lembek aspal modifikasi pada konsentrasi 5% juga menunjukkan perbedaan nyata dengan konsentrasi 0% dan 7%, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 3%. Pada konsentrasi 7%, nilai titik lembek aspal modifikasinya juga berbeda nyata dengan nilai titik lembek aspal pada konsentrasi 0%, 3%, dan 5%. Hasil analisis ragam titik lembek dapat dilihat pada Lampiran 4. 57 56 55 54 53 52 51 50 49 48
7
5
3
0
Konsentrasi karet dalam aspal (%) Gambar 13. Histogram signifikansi titik lembek berdasarkan ANOVA pada faktor konsentrasi
20
Semakin tinggi konsentrasi karet dalam aspal, maka nilai titik lembek aspal juga akan meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan partikel karet dalam aspal yang mengisi ruang partikel aspal, sehingga partikel karet tersebut membuat aspal lebih sulit untuk melunak. Semakin tinggi kadar karet dalam aspal, maka semakin banyak partikel karet yang memenuhi ruang-ruang partikel aspal. Hal ini menyebabkan nilai titik lembek aspal modifikasi akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi karet. Karet dengan rantai molekul yang pendek atau viskositas rendah relatif lebih mudah terpenetrasi ke dalam pori – pori permukaan, sehingga daya rekatnya dengan aspal relatif lebih kuat. Ilustrasi pencampuran antara karet dan aspal yang membuat titik lembek aspal menjadi lebih tinggi dapat dilihat pada Gambar 14 berikut.
Gambar 14. Ilustrasi pencampuran antara aspal dan karet (SIR 20) Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa aspal minyak semi padat yang dipakai memiliki komponen penyusun seperti aspalten, resin dan minyak. Selanjutnya apabila aspal dipanaskan, minyak dari aspal tersebut akan keluar dan aspal mencair. Aspal yang telah mencair ditambahkan karet sebagai bahan aditif. Karet yang dimasukkan akan menyerap minyak yang keluar dari aspal, sehingga fungsi karet menjadi seperti asphalten dalam aspal. Karet menjadi kenyal dan lama – kelamaan bercampur dengan aspal karena proses pemanasan dan pengadukan. Karet alam adalah bahan padat sehingga berfungsi seperti aspalten dalam aspal. Karet tersebut mengisi ruang antar partikel aspal, sehingga aspal menjadi lebih padat dan lebih sulit untuk melunak. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk perlakuan variasi waktu penggilingan SIR 20 terhadap nilai titik lembek aspal modifikasi dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkam hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05, perlakuan variasi waktu penggilingan SIR 20 berpengaruh nyata terhadap nilai titik lembek aspal modifikasi yang dihasilkan. Histogram pada Gambar 15 menunjukkan bahwa nilai titik lembek aspal modifikasi dengan waktu giling karet 8 menit berbeda nyata dengan nilai titik lembek aspal modifikasi dengan waktu giling karet selama 16 dan 24 menit. Nilai titik lembek aspal modifikasi pada
21
Titik lembek (oC)
waktu giling karet selama 16 menit juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan nilai titik lembek aspal pada watu giling karet 8 dan 24 menit. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh nilai titik lembek aspal modifikasi pada waktu giling 24 menit. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai titik lembek aspal modifikasi pada waktu giling karet selama 24 menit berbeda nyata dengan nilai titik lembek aspal modifikasi pada waktu giling karet 8 dan 16 menit.
55.0 54.0 53.0 52.0 51.0 50.0 49.0 48.0 47.0 46.0 45.0
A
8
B
C
24
16
Waktu giling SIR 20 (menit) Gambar 15. Histogram signifikansi titik lembek berdasarkan ANOVA pada faktor waktu giling SIR 20 Berdasarkan hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05, interaksi antara variasi jenis SIR 20 dan variasi konsentrasi karet dalam aspal berpengaruh nyata terhadap nilai titik lembek aspal modifikasi. Pada Gambar 17 dapat dilihat histogram dari hasil uji lanjut Duncan. Aspal modifikasi S8K7 berbeda nyata dengan nilai titik lembek semua aspal modifikasi yang ada. Aspal modifikasi S24K7 tidak berbeda nyata dengan nilai titik lembek aspal modifikasi S24K7, namun berbeda nyata dengan aspal modifikasi lainnya. Aspal modifikasi S16K7 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S24K7, tetapi berbedanyata dengan aspal modifikasi lainnya. Aspal modifikasi S8K5 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S24K5 dan S8K3, namun berbeda nyata dengan jenis aspal modifikasi lainnya. Aspal modifikasi S24K5 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S8K5 dan S8K3, namun berbeda nyata dengan jenis aspal modifikasi lainnya. Begitu pula dengan aspal modifikasi S24K5 yang tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S8K5 dan S8K3, namun berbeda nyata dengan jenis aspal modifikasi lainnya. Hasil analisis ragam titik lembek dapat dilihat pada Lampiran 5. Aspal modifikasi S16K5 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S24K3 dan S16K3, namun berbeda nyata dengan jenis aspal modifikasi lainnya. Aspal modifikasi S24K3 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S16K5 dan S16K3, namun berbeda nyata dengan jenis aspal modifikasi lainnya. Aspal modifikasi S16K3 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S24K3 dan S16K5, namun berbeda nyata dengan jenis aspal modifikasi lainnya. Pada Gambar 12 juga dapat dilihat aspal modifikasi S16K0 yang tidak berbeda nyata dengan aspal S24K0 dan S8K0, namun berbeda nyata dengan aspal modifikasi lain. Aspal modifikasi S24K0 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi S16K0 dan S8K0, namun berbeda nyata dengan jenis aspal modifikasi lainnya.
22
S8K0
S24K0
S16K0
S16K3
S24K3
S16K5
S8K3
S24K5
S8K5
S16K7
S24K7
S8K7
Titik Lembek (oC)
57 56 55 54 53 52 51 50 49 48
Jenis SIR 20 berdasarkan perbedaan waktu giling dan konsentrasi
Gambar 16. Histogram Signifikansi Titik Lembek pada Faktor Interaksi Dari histogram juga dapat dilihat bahwa variasi waktu giling SIR 20 dan variasi konsentrasi karet dalam aspal telah berhasil meningkatkan nilai titik lembek aspal modifikasi bila dibandingkan dengan nilai titik lembek kontrol. Sebagian besar kombinasi dari aspal modifikasi yang ada dapat memenuhi standar aspal polimer jenis elastomer. Nilai titik lembek minimal untuk standar aspal polimer jenis elastomer adalah 54,0 oC. Aspal modifikasi S8K7, S24K7, S16K7, S8K5, S24K5 dan S8K3 telah memenuhi standar aspal polimer jenis elastomer karena berada pada kisaran nilai 54 – 56,5 oC.
D. PENGARUH SIR 20 TERHADAP PENETRASI ASPAL Uji penetrasi dan titik lembek merupakan dua uji standar yang biasa dilakukan untuk mengklasifikasikan kelas dan kualitas aspal untuk perkerasan jalan. Proses penambahan karet alam (SIR 20) ke dalam aspal dinyatakan berhasil apabila nilai penetrasi aspal modifikasi lebih rendah dari nilai penetrasi kontrol yaitu aspal pen 60. Nilai penetrasi sampel pada tiap konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 18. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa penetrasi aspal modifikasi yang dihasilkan berkisar antara 41 sampai 51 dmm (0,1 mm), dengan nilai penetrasi control sebesar 55 dmm. Penambahan SIR 20 yang telah didegradasi ke dalam aspal telah berhasil meningkatkan kekerasan aspal dilihat dari semakin menurunnya nilai penetrasi. Aspal modifikasi dengan konsentrasi karet dalam aspal sebesar 0% menghasilkan nilai penetrasi yang berkisar antara 54,5 sampai 55 dmm. Nilai penetrasi aspal modifikasi pada konsentrasi 3% berkisar antara 44 sampai 50 dmm. Konsentrasi karet dalam aspal 5% menghasilkan nilai penetrasi yang berkisar antara 41 sampai 51 dmm. Aspal modifikasi dengan konsentrasi karet dalam aspal sebesar 7 % menghasilkan nilai penetrasi yang berkisar antara 41 sampai 50,5 dmm. Sebagian sampel aspal modifikasi telah memenuhi standar aspal polimer. Sebanyak 6 sampel berada di luar standar persyaratan minimum aspal polimer, yaitu sampel dengan kode S8K3 sebesar 44 dmm, S8K5 sebesar 47,5 dmm, S8K7 sebesar 41 dmm, S16K3 sebesar 46 dmm, S16K5 sebesar 41 dmm, dan S16K7 sebesar 46,5 dmm. Data hasil pengujian nilai penetrasi dapat dilihat pada Lampiran 6.
23
Penetrasi (dmm)
60 50
Konsentrasi karet
40
terhadap aspal:
0%
30
3%
20
5%
10
7%
0 8
16
24
Waktu giling SIR 20 (menit) Gambar 17. Histogram Nilai Penetrasi Sampel pada Tiap Konsentrasi
Penetrasi (dmm)
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05, perlakuan variasi konsentrasi karet dalam aspal berpengaruh nyata terhadap nilai penetrasi. Pada Gambar 18 dapat dilihat histogram signifikansi penetrasi pada faktor konsentrasi karet. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai penetrasi aspal modifikasi dengan konsentrasi 0% berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%. Nilai penetrasi aspal modifikasi dengan konsentrasi 3% berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi 0% namun tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi 5% dan 7%. Nilai penetrasi aspal modifikasi dengan konsentrasi 5% berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi 0% namun tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi 3% dan 7%. Begitu pula dengan nilai penetrasi aspal modifikasi konsentrasi 7% berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi 0 % namun tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi 3% dan 5%. Data hasil analisis ragam penetrasi dapat dilihat pada Lampiran 7.
56 54 52 50 48 46 44 42 40 0
3
5
7
Konsentrasi Karet dalam Aspal (%) Gambar 18. Histogram signifikansi penetrasi berdasarkan ANOVA pada faktor konsentrasi karet Tingkat konsentrasi karet dalam aspal yang bertambah menyebabkan nilai penetrasi menjadi semakin rendah. Nilai penetrasi yang rendah menunjukkan bahwa tingkat kekerasan aspal meningkat. Tingkat kekerasan aspal meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi karet dalam aspal. Hal ini disebabkan semakin tinggi kadar karet dalam aspal, maka semakin banyak
24
partikel karet yang memenuhi ruang-ruang antar partikel aspal. Pada saat proses pencampuran, jarak antar partikel aspal menjadi renggang disebabkan oleh adanya perlakuan pemanasan. Pada saat partikel aspal menjadi renggang, partikel karet akan masuk ke dalam ruang-ruang antar partikel aspal dan menyerap minyak yang ada pada aspal sehingga karet mengembang. Partikel karet tersebut mengisi ruang-ruang partikel aspal sehingga aspal modifikasi yang dihasilkan menjadi lebih padat dan lebih keras. Ilustrasi dari ruang – ruang partikel aspal yang diisi oleh partikel karet sebagai bahan padat dalam aspal dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Karet (SIR 20) yang terpenetrasi ke dalam aspal (Anonim 2000)
Penetrasi (dmm)
52 50 48 46 44 8
16
24
Jenis SIR 20 (perbedaan waktu giling) Gambar 20. Histogram signifikansi penetrasi berdasarkan ANOVA pada faktor jenis SIR 20 Berdasarkan hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05, perlakuan variasi jenis SIR 20 dengan waktu giling yang berbeda berpengaruh nyata terhadap nilai penetrasi yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai penetrasi aspal modifikasi dengan waktu giling selama 8 menit berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi dengan waktu giling 16 menit dan waktu giling karet 24 menit. Pada variasi waktu giling karet selama 16 menit, nilai penetrasinya berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi dengan variasi waktu giling 8 menit, namun tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi dengan waktu giling 24 menit. Begitu pula pada variasi waktu giling 24 menit, nilai penetrasi aspal modifikasinya berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi dengan waktu giling 8 menit. Namun,nilai penetrasi aspal modifikasi dengan waktu giling 24 menit tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi dengan waktu giling karet selama 16 menit. Histogram signifikasi penetrasi pada faktor jenis SIR 20 dapat dilihat pada Gambar 20. Berdasarkan hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05, interaksi antara variasi jenis SIR 20 dan variasi konsentrasi karet dalam aspal berpengaruh nyata terhadap
25
nilai penetrasi. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Gambar 21. Dari histogram tersebut terlihat bahwa nilai penetrasi aspal modifikasi kombinasi S8K0 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi kombinasi S24K0 dan S16K0 namun berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Aspal modifikasi kombinasi S24K0 tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi kombinasi S8K0 dan kombinasi S16K0 namun berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Begitu pula dengan aspal modifikasi kombinasi S16K0 yang tidak berbeda nyata dengan aspal modifikasi kombinasi S8K0 dan S24K0 namun berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Aspal modifikasi kombinasi S24K5 tidak berbeda nyata dengan kombinaso S24K7 namun berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal modifikasi kombinasi S24K7tidak berbeda nyata dengan kombinasi S24K5 namun berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya.
Penetrasi (dmm)
60 50 40 30 20 10 0
Jenis SIR 20 Gambar 21. Histogram Signifikansi Penetrasi pada Faktor Interaksi Pada aspal modifikasi kombinasi S24K3, nilai penetrasinya tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal S24K7, S24K5 dan S8K5, namun berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Aspal modifikasi dengan kombinasi S8K5 tidak berbeda nyata dengan kombinasi S24K3, namun berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Pada aspal kombinasi S16K7, nilai penetrasinya tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi kombinasi S16K3, S8K3 dan S8K5, namun berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal kombinasi lainnya. Kombinasi S16K3 tidak berbeda nyata dengan S16K7, S8K5, dan S8K3,namun berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Kombiasi S8K3 tidak berbeda nyata dengan kombinasi aspal modifikasi S16K3, S16K7, dan S8K5, namun berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Pada aspal modifikasi kombinasi S16K5, nilai penetrasinya tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi kombinasi aspal S8K7, namun berbeda nyata dengan aspal kombinasi lain. Begitu pula untuk aspal modifikasi kombinasi S8K7 yang tidak berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal kombinasi S16K5, namun berbeda nyata dengan nilai penetrasi aspal modifikasi kombinasi lainnya. Data hasil analisis ragam interaksi penetrasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Banyaknya nilai penetrasi aspal modifikasi yang berada diluar nilai penetrasi standar aspal polimer disebabkan karena aspal pen 60 yang dipakai telah mengalami penurunan nilai penetrasi. Standar minimum untuk nilai penetrasi aspal keras pen 60/70 adalah sebesar 60 dmm sedangkan nilai penetrasi kontrol aspal pen 60 yang dipakai sebesar 55 dmm. Aspal pen 60 yang dipakai sebagai bahan utama yang dicampurkan dengan karet telah menjadi lebih keras sebelum dicampurkan. Apabila dilakukan perhitungan selisih penurunan nilai penetrasi aspal pen 60 setelah dilakukan modifikasi dengan aspal pen 60 (kontrol), maka akan didapatkan nilai
26
penurunan antara 4-14 dmm. Grafik selisih penurunan nilai aspal penetrasi setelah dilakukan modifikasi dengan bahan aditif karet dapat dilihat pada Gambar 22.
Selisih penurunan nilai penetrasi (dmm)
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Konsentrasi karet terhadap aspal:
3% 5% 7% 8
16
24
Waktu Giling Karet (menit) Gambar 22. Grafik selisih penurunan nilai penetrasi aspal modifikasi terhadap penetrasi kontrol Pada grafik dapat dilihat adanya penurunan nilai penetrasi aspal modifikasi terhadap aspal pen 60 (kontrol). Penurunan yang terjadi tampak tidak seragam, aspal modifikasi yang memiliki selisih penurunan tertinggi yaitu aspal modifikasi dengan waktu giling karet selama 8 menit dan konsentrasi penambahan karet dalam aspal sebesar 7% (S8K7) dan aspal modifikasi dengan waktu giling 16 menit dengan konsentrasi penambahan karet dalam aspal sebesar 5% (S16K5) yaitu sebesar 14 dmm. Nilai selisih penurunan terendah terdapat pada aspal modifikasi dengan waktu giling karet sebesar 24 menit dan konsentrasi karet terhadap aspal 5% (S24K5) yaitu sebesar 4 dmm. Berdasarkan nilai tersebut, semakin lama waktu giling karet akan menghasilkan selisih nilai penetrasi yang semakin kecil terhadap kontrol. Apabila diasumsikan aspal pen 60 yang dipakai memenuhi satandar minimum aspal pen 60 yaitu sebesar 60 dmm, maka dari selisih penurunan nilai penetrasi diatas dapat dibuat nilai penetrasi aspal modifikasi dengan nilai kontrol sebesar 60 dmm. Data selisih penurunan nilai penetrasi aspal dan asumsi nilai penetrasi dengan kontrol sebesar 60 dmm dapat dilihat pada Lampiran 9.
penetrasi (dmm)
70 60
Konsentrasi karet
50
terhadap aspal:
40
0%
30
3%
20
5%
10
7%
0 8
16
24
Waktu Giling (menit)
Gambar 23. Grafik nilai penetrasi aspal modifikasi dengan nilai penetrasi kontrol 60 dmm
27
Pada Gambar 23 dapat dilihat bahwa nilai kontrol atau nilai penetrasi awal dari aspal yang dipakai akan mempengaruhi nilai penetrasi aspal modifikasi yang dihasilkan. Apabila diasumsikan nilai penetrasi kontrol awal sebesar 60 dmm, maka didapatkan nilai penetrasi berdasarkan selisih penurunan aspal modifikasi dengan nilai kontrol awal 55 dmm berada pada kisaran nilai 46-55,5 dmm. Asumsi ini digunakan sebagai pembanding apabila aspal yang digunakan sebagai bahan utama penelitian memiliki nilai penetrasi yang memenuhi standar aspal pen 60 yang ditetapkan. Aspal modifikasi yang memenuhi standar aspal polimer apabila nilai penetrasi kontrol sebesar 60 dmm adalah aspal modifikasi dengan kode S8K5, S16K3, S16K7, S24K3, S24K5, dan S24K7. Aspal yang tidak memenuhi standar aspal polimer untuk nilai penetrasi berkurang menjadi sebanyak 3 sampel dibandingkan aspal modifikasi yang dihasilkan dengan nilai penetrasi kontrol 55 dmm. Berdasarkan asumsi tersebut, apabila nilai penetrasi kontrol aspal pen 60 yang dipakai memenuhi standar minimum aspal pen 60 maka nilai penetrasi aspal modifikasi yang dihasilkan sebagian besar akan memenuhi standar aspal polimer.
E. PENGARUH PENYIMPANAN SIR 20 TERDEGRADASI Pada penelitian ini dilakukan penyimpanan SIR 20 yang telah didepolimerisasi untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap sifat SIR 20 dan mutu dari aspal modifikasi yang dihasilkan. Penelitian tentang pengaruh penyimpanan ini tidak termasuk penelitian utama dan hanya dilakukan untuk memberikan informasi kasar agar dilakukan penelitian lanjutan. SIR 20 dengan waktu giling 24 menit disimpan pada suhu kamar selama 33 hari. Untuk mengetahui ada tidaknya penambahan bobot molekul pada waktu penyimpanan, SIR 20 yang telah disimpan diuji nilai viskositas Mooney-nya. Nilai viskositas Mooney untuk SIR 20 dengan waktu giling 24 menit yang telah disimpan selama 33 hari adalah sebesar 5,0 Ml (1`+4`) 100 oC. Sedangkan, SIR 20 dengan waktu giling 24 menit tanpa proses penyimpanan memliki nilai viskositas Mooney sebesar 6,7 Ml (1`+4`) 1000C. Hal ini menunjukkan adanya penurunan bobot molekul SIR 20 yang ditandai dengan penurunan nilai viskositas Mooney. Selanjutnya, SIR 20 yang telah disimpan dicampurkan ke dalam aspal. Prosedur pencampuran yang dilakukan sama dengan prosedur pencampuran SIR 20 tanpa proses penyimpanan ke dalam aspal. Untuk mengetahui tingkat kehomogenan campuran dilakukan uji homogenitas secara visual yaitu dengan mengamati aliran jatuh aspal. Perbandingan lama waktu pencampuran antara SIR 20 yang disimpan dengan SIR 20 tanpa proses penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 24. Pada gambar tersebut dapat dilihat nilai lama waktu pencampuran SIR 20 dengan waktu giling 24 menit yang telah disimpan selama 33 hari dan nilai lama waktu pencampuran SIR 20 dengan waktu giling 24 menit tanpa proses penyimpanan. Terlihat bahwa lama waktu pencampuran yang dibutuhkan oleh SIR 20 yang disimpan tidak jauh berbeda dengan lama waktu pencampuran yang dibutuhkan oleh SIR 20 dengan waktu giling 24 menit awal tanpa penyimpanan. Kisaran waktu pencampuran untuk SIR 20 tanpa proses penyimpanan yaitu berada diantara nilai 50-67 menit, sedangkan SIR 20 yang melalui proses penyimpanan membutuhkan waktu antara 55-75 menit agar campurannya homogen.
28
Lama Waktu Pencampuran (menit)
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Konsentrasi karet terhadap aspal:
3% 5% 7% A
B
Waktu Penggilingan (menit) Keterangan: A = karet dengan waktu giling 24 menit tanpa penyimpanan B = karet dengan waktu giling 24 menit dengan masa simpan 33 hari
Titik Lembek (oC)
Gambar 24. Grafik perbandingan lama waktu pencampuran SIR 20
60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Konsentrasi karet terhadap aspal:
0% 3% 5% 7% A
B Waktu Giling SIR 20 (menit)
Keterangan: A = karet dengan waktu giling 24 menit tanpa penyimpanan B = karet dengan waktu giling 24 menit dengan masa simpan 33 hari
Gambar 25. Grafik perbandingan nilai titik lembek SIR 20 pada tiap konsentrasi Selanjutnya, dilakukan analisa titik lembek untuk sampel aspal modifikasi dengan waktu giling karet 24 menit yang telah disimpan selama 33 hari. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai titik lembek aspal modifikasi yang mengalami masa simpan tidak jauh berbeda dengan nilai titik lembek aspal modifikasi tanpa proses penyimpanan. Titik lembek SIR 20 dengan waktu giling 24 menit tanpa proses penyimpanan berkisar antara 51 - 55,5 oC. Sedangkan nilai titik lembek SIR 20 dengan waktu giling 24 menit yang mengalami proses penyimpanan berkisar antara 51 - 54,5 oC. Pada uji penetrasi, perbandingan nilai penetrasi antara aspal modifikasi dengan waktu giling 24 menit yang telah diberi perlakukan penyimpanan dengan yang tidak mengalami perlakuan
29
penyimpanan menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan. Nilai penetrasi SIR 20 dengan waktu giling 24 menit tanpa proses penyimpanan berkisar antara 50 - 55 dmm. Sedangkan nilai Penetrasi SIR 20 dengan waktu giling 24 menit yang mengalami proses penyimpanan berkisar antara 44,5 - 55 dmm.
Penetrasi (dmm)
60 Konsentrasi karet
50
terhadap aspal:
40
0%
30 20
3%
10
5%
0
7% A
B
Waktu Giling SIR 20 (menit) Keterangan: A = karet dengan waktu giling 24 menit tanpa penyimpanan B = karet dengan waktu giling 24 menit dengan masa simpan 33 hari
Gambar 26. Grafik nilai penetrasi SIR 20 (waktu giling 24 menit) pada tiap konsentrasi Selama penyimpanan, karet SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis menjadi lebih keras. Gejala ini disebut storage hardening yang terjadi karena adanya reaksi ikatan silang antara gugus aldehida pada rantai poliisoprene dengan gugus aldehida terkondensasi yang ada di dalam bahan bukan karet. Karet alam mengalami pengerasan selama penyimpanan karena terbentuknya gel secara perlahan. Gel ini dihasilkan dari ikatan silang rantai polimer secara alami dan karena adanya gugus aldehida abnormal yang reaktif. Reaksi ikatan silang antara gugus aldehida berjalan lambat dan sangat dipengaruhi oleh tingkat kadar air dalam karet tersebut (Subramaniam, 1984). Hal inilah yang menyebabkan penurunan nilai penetrasi aspal modifikasi dengan menggunakan karet yang telah disimpan. Karet mengalami pengerasan selama penyimpanan sehingga pada saat dicampurkan ke dalam aspal, karet membuat aspal modifikasi menjadi lebih keras.
30
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Waktu yang dibutuhkan untuk membuat campuran antara SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis dan aspal agar homogen berkisar antara 55 sampai 325 menit. Penambahan SIR 20 depolimerisasi dalam aspal telah berhasil meningkatkan titik lembek aspal modifikasi yang dihasilkan lebih tinggi dari titik lembek kontrol (Aspal Pen 60). Nilai titik lembek aspal modifikasi yang dihasilkan berkisar antara 53 sampai 56,5 oC, sedangkan nilai titik lembek kontrol (0%) adalah 51 oC. Nilai titik lembek yang tertinggi adalah aspal modifikasi S8K7 yaitu sebesar 56,5 oC. Sebagian besar aspal modifikasi yang dihasilkan telah memenuhi standar aspal polimer jenis elastomer. Nilai titik lembek minimal untuk standar aspal polimer jenis elastomer adalah 54,0 oC. Aspal modifikasi dengan kode S8K7, S24K7, S16K7, S8K5, S24K5 dan S8K3 telah memenuhi standar aspal polimer. Nilai penetrasi aspal modifikasi yang dihasilkan berkisar antara 41 – 55 dmm. Penambahan SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis telah berhasil membuat nilai penetrasi aspal modifikasi yang dihasilkan lebih rendah dari nilai titik penetrasi kontrol (55 dmm). Nilai penetrasi aspal modifikasi yang tertinggi adalah aspal modifikasi kombinasi S24K5 (Waktu giling karet 24 menit, 5% karet) yaitu sebesat 51 dmm, sedangkan nilai penetrasi terendah adalah aspal modifikasi kombinasi S16K5 (waktu giling karet 16 menit, 5% karet) dan S8K7 (waktu giling karet 8 menit, 7% karet) yaitu sebesar 41 dmm. Aspal modifikasi S24K5 (waktu giling karet 24 menit, 5% karet), S24K7(waktu giling karet 24 menit, 7% karet) dan S24K3 (waktu giling karet 24 menit, 3% karet) telah memenuhi standar aspal polimer jenis elastomer. Sebagian besar aspal modifikasi yang dihasilkan akan memenuhi standar aspal polimer apabila nilai penetrasi control aspal pen 60 tidak mengalami penurunan dan memenuhi standar aspal pen 60 untuk nilai penetrasinya. Perlakuan yang terbaik pada penelitian ini adalah perlakuan S24K7 (waktu giling karet 24 menit, 7% karet), aspal modifikasi dari perlakuan tersebut memiliki nilai penetrasi sebesar 50,50 dmm dan titik lembek sebesar 55,5 oC. Perlakuan tersebut menghasilkan aspal modifikasi yang memenuhi standar aspal polimer untuk jenis elastomer.
B. SARAN Perlu diadakannya penelitian mengenai masa simpan SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis agar proses penyimpanan bahan aditif aspal tersebut sebelum digunakan tidak mengalami perubahan sifat yang akan mempengaruhi kualitas aspal modifikasi yang dibuat. Waktu penggilingan diperpanjang agar viskositas karet menjadi lebih rendah dan nilai penetrasinya masuk ke dalam nilai standar aspal polimer. Perlu diadakannya penelitian lanjutan dengan bahan lain yang lebih murah seperti limbah karet skim dan limbah ban.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abednego, J.G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. Diberikan dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet Pusat Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Alam, L.A. 2003. Mastikasi dan Dasar Proses Pencampuran, dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Alfa, A.A, I. Sailah, dan Y. Syamsu. 2003. Pengaruh Perlakuan Lateks Alam dengan H2O2–NaOCl Terhadap Karakter Lateks dan Kelarutan Karet Siklo dari Lateks. Simposium Nasional Polimer IV, Jakarta 8 Juli 2003.
Alfa, A.A. 1995. Analisis Vulkanisat Karet Menggunakan Thermogravimetry Analyzer (TGA). (Karya Tulis Yang Tidak Dipublikasikan, Sekolah Tinggi Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Bogor, 1995).
Amir, E. 1990. Teori Mastikasi Karet, dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Anonim. 2000. Aspal. http://www.scribd.com//aspal.ppt. Diakses pada 12 Mei 2010.
Anonim. 2009. Kualitas Karet Alam. http://www.google.com//septa.blog Diakses pada 20 Febuari 2010.
Arizal, R. 1994. Pengetahuan Dasar Mengenai Karet Alam dan Sintetik, dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Budianto, L.A. 2007. Pengembangan Proses Pembuatan Karet Viskositas Mantap Jenis SIR 20 dalam Fasa Padat. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
BPTK. 2005. Kursus Teknologi Barang Jadi Karet Padat. Balai penelitian Teknologi Karet Bogor. Bogor.
Bristow, G.M. dan W.F. Watson. 1963. Mastication and Mechanochemical Reaction of Polymers. Dalam : The Chemistry and Physics of Rubber like substances (Bateman, L., ed), Maclaren & Sons LTD. London.
Departemen Pertanian. 2006. Hasil Pencarian berdasarkan Komoditi Tanaman Pangan. www. database. deptan. go. Id. Diakses pada 12 Mei 2010.
Eng, A.H. 1997. Distribution and Origin of Abnormal Groups in Natural Rubber, Journal Natural rubber. Res.I(3),. 154-166.
32
Ho, K.P. 1982. Processing aid Theory and Application. S & S Singapura.
Honggokusumo, S. 1978. Pengetahuan Lateks. dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Hoyle, J., S.Tran, Niven, R.M. 2007. The paper recycling industry, hydroxylamine and occupational asthma: two case reports. Diperoleh dari: http://www.occupationalasthma.com/occupational_asthma_pageview.aspx?id=67. Diakses pada 29 Oktober 2009.
Huffman, J.E. 1980. Sahuaro Concept of Asphalt-Rubber Binders. Presentation at the First Asphalt Rubber User Producer Workshop. Scottsdale, Arizona.
Kartowardojo, S. 1980. Penggunaan Wallace-plastimeter untuk Penentuan KarakteristikKarakteristik Pematangan Karet Alam. Disertasi Doktor, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kauzman. W & H. Eyring. J . 1940. The Chemistry and Physics of Rubber-like Substances. Maclaren and Sons Ltd. London.
Lebrass, J. 1968. Introduction to Rubber. Maclaren and Sons Ltd. London.
Matjik, A.A dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. IPB Press, Bogor.
Prastanto, H dan A. A. Alfa. 2005. Pemanfaatan Karet Alam untuk Pembuatan Sealer/Dempul Pada Peralatan Pendingin. Prosiding Aplikasi Kimia Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yayasan Media Utama, Yogyakarta.
Pristiyanti, E.N.W. 2006. Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi. Skripsi. FATETA IPB, Bogor.
Ramadhan, A., H. Prastanto., dan A.A. Alfa. 2005. Pengaruh Waktu Reaksi depolimerisasi Terhadap Viskositas Mooney Karet Mentah Pada Proses Pembuatan Karet Alam Cair Sistem Redoks. Prosiding Aplikasi Kimia Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yayasan Media Utama, Yogyakarta.
Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Jakarta.
Solichin, M.H. dan B. Kartika. 1991. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Viskositas Mooney dalam Pengolahan SIR 3 CV. Dalam. Jurnal Lateks vol 6 nomor 2 Oktober 1991. Pusat penelitian Perkebunan Sembawa, Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia.
33
Solichin, M. Hardiman. dan B. Kartika. 1995. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Viskositas Mooney dalam Pengolahan SIR 3 CV. Dalam. Jurnal Lateks, vol 6 nomor 2 Oktober 1991. Pusat penelitian Perkebunan Sembawa, Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia.
Subramaniam, A. 1984. Mooney Viscosity of Raw Natural Rubber. Ress. Inst. Malaysia.
Surdia, N. M. 2000. Degradasi Polimer. Indonesian Polymer Journal. Vol. 3. no. 1. Bandung.
Suroso, W. T. 2007. Peningkatan Kinerja Campuran Beraspal dengan Karet alam dan Karet sintetis. Laporan Penelitian Jurnal Puslitbang Jalan, 2007. Bandung.
Tanaka, Y. 1998. A New Approach to Produce Highly Deproteinized Natural Rubber. Kuliah Tamu Mengenai Karet Alam, BPTK Bogor, Bogor.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisis
a.
Pengujian Viskositas Mooney (ASTM D-1076-97) Contoh sebanyak ± 25 gram diletakkan di atas rotor dan di bawah rotor, kemudian ditutup. Sebelumnya alat dipanaskan hingga suhu 100oC, setelah dipanaskan selama 1 menit, rotor dijalankan. Tenaga untuk memutar rotor dibaca pada skala setelah 4 menit, sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut. M = (1’ + 4’)L 100/oC Keterangan: M = Angka viskositas Mooney karet L = Ukuran rotor (cm) 1 = Waktu pemanasan pendahuluan yang dinyatakan dalam menit (1’) 4
b.
= Waktu pemanasan pengujian yang dinyatakan dalam menit (4’)
Pengujian Titik Lembek Aspal dan TER (SNI 06-2434-1991) Pasang dan aturlah kedua benda uji diatas dudukannya dan letakkan pengarah bola diatasnya. Isi bejana dengan air suling baru, dengan suhu (5 ± 1) oC sehingga tinggi permukaan air berkisar antara 101,6 mm sampai 108 mm. Letakkan termometer diantara kedua benda uji (± 12,7 mm dari tiap cincin) periksa dan atur jarak antara permukaan plat dasar dengan benda uji sehingga menjadi 25,4 mm dan letakkan bola-bola baja ditengah masing-masing benda uji yang bersuhu 5oC dengan menggunkan penjepit. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5 oC per menit. Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tetentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 24,4 mm, sebagai kecepatan akibat pemanasan tersebut.
35
c.
Pengujian Penetrasi Bahan-Bahan Bitumen (SNI 06-2456-1991)
Letakkan benda uji dalam tempat air dalam tempat air dan masukkan tempat air tersebut ke dalam bak perendam bersuhu 25oC. Pasang jarum pada pemegang jarum dan letakkan pemberat 50 gram di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar (100 ± 0,1) gram. Turunkan jarum perlahan-lahan sehingga jarum menyentuh permukaan benda uji. Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stopwatch selama (5 ± 0,1) detik. Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban tertentu dan waktu tertentu ke dalam aspal pada suhu tertentu.
d.
Penetapan Plasticity Retention Index (PRI)
Gilingan laboratorium dihidupkan sesuai dengan petunjuk operasional alat. Contoh uji digiling sebanyak 15-25 gram 2x dengan gilingan laboratorium dingin sehingga lembaran akhir karet mempunyai ketebalan 1,6-1,8 mm. Lembaran karet (tidak boleh ada yang bolong) dilipat dua dan tekan perlahan dengan telapak tangan, ukur tebal, harus diantara 3,2-3,6 mm. Contoh uji dipotong dengan Wallace punch sebanyak 6 buah dengan posisi sebagai berikut.
1
2
1
2
1
2
Potongan uji kemudian diletakkan diantara dua lembar kertas sigaret (TST) lalu ukur plastisitas awal (Po) sesuai dengan operasional alat plastimeter Wallace. Potongan uji 2 disimpan di atas piringan (rak) lalu disimpan dalam oven pada suhu 140 ± 0,2 0C selama 30 menit (gunakan timer).
36
Potongan uji 2 diukur nilai plastisitas setelah pengusanngan (Pa) sesuai dengan operasional alat dengan menggunakan plastimeter Wallace. PRI dihitung dengan rumus:
37
Lampiran 2. Data Waktu pencampuran SIR 20 Depolimerisasi dengan Aspal
Konsentrasi Karet Terhadap Aspal
Waktu Penggilingan (menit) 0
8
16
24 A
24 B
3%
660
100
75
50
55
5%
-
195
95
55
60
7%
-
325
110
67
75
Keterangan: -
Waktu pencampuran dalam satuan menit Pencampuran dilakukan pada suhu 160 OC 24 A : waktu giling karet 24 menit tanpa penyimpanan 24 B : waktu giling karet 24 menit dengan masa simpan karet selama 33 hari
38
Lampiran 3. Data hasil pengujian nilai titik lembek
Kode Sampel
Keterangan
Ulangan 1
Ulangan II
Rataan
S8K0 S8K3 S8K5 S8K7
Waktu giling karet 8 menit, 0% karet Waktu giling karet 8 menit, 3% karet Waktu giling karet 8 menit, 5% karet Waktu giling karet 8 menit, 7% karet
51 54 54 56
51 54 54 57
51 54 54 56,5
S16K0 S16K3 S16K5 S16K7
Waktu giling karet 16 menit, 0% karet Waktu giling karet 16 menit, 3% karet Waktu giling karet 16 menit, 5% karet Waktu giling karet 16 menit, 7% karet
51 53 53 55
51 53 53 55
51 53 53 55
S24K0 S24K3 S24K5 S24K7
Waktu giling karet 24 menit, 0% karet Waktu giling karet 24 menit, 3% karet Waktu giling karet 24 menit, 5% karet Waktu giling karet 24 menit, 7% karet
51 53 54 55
51 53 54 56
51 53 54 55,5
51
51
51
51
51
51
53
53
53
54
55
54,5
S24`K0 S24`K3 S24`K5 S24`K7
Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari
0% karet 3% karet 5% karet 7% karet
39
Lampiran 4. Hasil analisis ragam titik lembek
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Waktu Giling
2
3.083
1.541
18.50*
0.0002
Konsentrasi
3
65.833
21.944
263.33*
<0.0001
Waktu Giling*Konsentrasi
6
1.916
0.319
3.83*
0.0228
Galat
12
1.000
0.083
Total
23
71.833
Pr< F
Keterangan: * = Berpengaruh nyata
Waktu Giling Karet
Rataan
S8 S24 S16
53.875 53.375 53.000
Pengelompokan Duncan A B C
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Konsentrasi
Rataan
Pengelompokan Duncan
K7 K5 K3 K0
55.667 53.667 53.333 51.000
A B B C
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
40
Lampiran 5. Analisis ragam interaksi titik lembek
Derajat Bebas Model 11 Galat 12 Total 23 Keterangan: * = Berpengaruh nyata Sumber Keragaman
Interaksi S8*K7 S24*K7 S16*K7 S8*K5 S24*K5 S8*K3 S16*K5 S24*K3 S16*K3 S16*K0 S24*K0 S8*K0
Rataan 56.5 55.5 55.0 54.0 54.0 54.0 53.0 53.0 53.0 51.0 51.0 51.0
Jumlah Kuadrat 70.833 1.000 71.833
Kuadrat Tengah 6.439 0.083
F Hitung
Pr > F
77.27*
<0.0001
Pengelompokan Duncan A B B C C C D D D E E E
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
41
Lampiran 6. Data hasil pengujian nilai penetrasi
Kode Sampel
Keterangan
Ulangan 1
Ulangan II
Rataan
S8K0 S8K3 S8K5 S8K7
Waktu giling karet 8 menit, 0% karet Waktu giling karet 8 menit, 3% karet Waktu giling karet 8 menit, 5% karet Waktu giling karet 8 menit, 7% karet
56 43 48 42
54 45 47 40
55 44 47,5 41
S16K0 S16K3 S16K5 S16K7
Waktu giling karet 16 menit, 0% karet Waktu giling karet 16 menit, 3% karet Waktu giling karet 16 menit, 5% karet Waktu giling karet 16 menit, 7% karet
55 47 42 47
54 45 40 46
54,5 46 41 46,5
S24K0 S24K3 S24K5 S24K7
Waktu giling karet 24 menit, 0% karet Waktu giling karet 24 menit, 3% karet Waktu giling karet 24 menit, 5% karet Waktu giling karet 24 menit, 7% karet
56 51 52 50
54 49 50 51
55 50 51 50,5
56
54
55
49
48
48,5
49
50
49,5
44
45
44,5
S24`K0 S24`K3 S24`K5 S24`K7
Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari Waktu giling karet 24 menit, dengan masa simpan 33 hari
0% karet 3% karet 5% karet 7% karet
42
Lampiran 7. Hasil analisis ragam penetrasi
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Value
Waktu Giling
2
117,25
58,625
39,08
<0,0001
Konsentrasi
3
322,33
107,44
71,63
<0,0001
Waktu Giling*Konsentrasi
6
114,42
19,069
12,71
0,0001
Galat
12
18,00
Total
23
572,00
Pr< F
Keterangan: * = Berpengaruh nyata
Waktu Giling Karet
Rataan
S8 S16 S24
46,875 47,00 51,625
Pengelompokan Duncan B B A
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Konsentrasi
Rataan
Pengelompokan Duncan
K7 K5 K3 K0
46,00 46,50 46,67 54,83
B B B A
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
43
Lampiran 8. Analisis ragam interaksi penetrasi Derajat Bebas Model 11 Galat 12 Total 23 Keterangan: * = Berpengaruh nyata Sumber Keragaman
Interaksi S8*K0 S24*K0 S16*K0 S24*K5 S24*K7 S24*K3 S8*K5 S16*K7 S16*K3 S8*K3 S16*K5 S8*K7
Rataan 55,00 55,00 54,5 51,00 50,5 50,00 47,5 46,5 46,00 44,00 41,00 41,00
Jumlah Kuadrat 554,00 18,00 572,00
Kuadrat Tengah 50,363 1,50
F Value
Pr > F
33,58
<0,0001
Pengelompokan Duncan A A A B B CB CD ED ED E F F
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
44
Lampiran 9. Data selisih penurunan nilai penetrasi aspal modifikasi dan asumsi nilai penetrasi apabila digunakan kontrol sebesar 60 dmm
Waktu giling
Konsentrasi karet
karet (menit)
terhadap aspal
8
Selisih penurunan nilai penetrasi terhadap kontrol (aspal pen 60)
3% 5% 7% 3% 5% 7% 3% 5% 7%
16
24
11 7.5 14 9 14 8.5 5 4 4.5
Apabila diasumsikan nilai penetrasi kontrol sebesar 60 dmm, maka nilai penetrasi yang didapat:
Waktu giling
Konsentrasi karet
karet (menit)
terhadap aspal
8
16
24
3% 5% 7% 3% 5% 7% 3% 5% 7%
Nilai Penetrasi (dmm)
49 52.5 46 51 46 51.5 55 56 55.5
45
Lampiran 10. Standar mutu aspal polimer Jenis Pengujian
Metoda Pengujian
Persyaratan Plastomer
Persyaratan Elastomer
Min
Maks
Min
Maks
SNI 06-2456-91
50
70
50
75
SNI 06-2434-91
56
54
Tit ik Nyala ( C)
AASHTO T-73
225
225
Berat Jenis
SNI
1,0
1,0
SNI 06-6721-2002
150
Stabilitas Penyimpanan pd 163 C selama 48 jam, 0 perbedaan T it ik Lembek; C Kelarutan dalam TCE, (%) berat
SNI 06-2434-1991
Homogen
RSNI M-04-2004
99
Penurunan Berat/RTFOT, (%) berat
SNI 06-2440-1991
1,0
1,0
Perbedaan Penetrasi st lh RTFOT; % asli Kenaikan Penetrasi Penurunan Penetrasi
SNI 06-2456-1991
10 40
10 40
Perbedaan T it ik lembek stlh RTFOT; % asli Kenaikan tit ik lembek Penurunan t itik lembek
SNI 06-2434-1991 6,5 2
6,5 2
Elast ic Recovery residu RTFOT, %
A.ASHTO T301-95
0
Pen pd 25 C, 100 gr 5 dt (dmm) 0
Tit ik Lembek, ( C) 0
0
Kekentalan pd 135 C, cSt 0
-
1500
2000 2 99
45
Sumber: www.scribd.com/ persyaratan uji aspal
46
Lampiran 11. Syarat mutu SIR 20
Kode Standar Mutu
: SNI.06-1903-1990
No. Test A
Kriteria
Satuan
Persyaratan
Kadar Kotoran (B/B)
%
maks 0,03-SIR 3CV.maks 0,033L.maks 0,03 -SIR 3 WF (Lateks)maks 0,05- SIR 5 (Lateks tipis) maks 0,10-SIR 10.maks 0,20- SIR 20 (Koagulum Lapangan)
B
Kadar Abu (B/B)
%
C
Kadar Zat Menguap (B/B)
%
D
PRI
-
E
Po
-
F
Nitrogen (B/B0
%
G
Kemantapan Viskositas (skalapalitas Wallace) Viskositas Mooney MI (1+4) 100 oC Warna Skala Lovibond Pemasakan (Cure)
-
maks 0,50-SIR 3CV.maks 0,50 3L.maks 0,50- SIR 3 WF (Lateks)maks 0,50- SIR 5 (Lateks tipis) maks 0,75-SIR 10.maks 1,00 -SIR 20 (Koagulum Lapangan) maks 0,80-SIR 3CV.maks 0,803L.maks 0,80- SIR 3 WF (Lateks)maks 0,80- SIR 5 (Lateks tipis) maks 0,80-SIR 10.maks 0,80- SIR 20 (Koagulum Lapangan) min 60-SIR 3CV.min 75 3L.min 75 SIR 3 WF (Lateks)min 70SIR 5 (Lateks tipis) min 60-SIR 10.min 50 SIR 20 (Koagulum Lapangan) min 60-SIR 3CV.min 30- 3L.min 75- SIR 3 WF (Lateks)min 70SIR 5 (Lateks tipis) min 60-SIR 10.min 50 SIR 20 (Koagulum Lapangan) maks 0,60-SIR 3CV.maks 0,60 3L.maks 0,60- SIR 3 WF (Lateks)maks 0,60- SIR 5 (Lateks tipis) maks 0,60-SIR 10.maks 0,60 -SIR 20 (Koagulum Lapangan) maks 8-SIR 3 (Lateks)
-
-
-
-
H I J
47
Lampiran 12. Karakteristik SIR 20 dan Viskositas Mooney SIR 20 Depolimerisasi
a.
Karakteristik SIR 20 Kriteria Uji
Hasil uji
Rataan
1
2
Po
31,0
31,0
31,0
Pa
17
17
17
PRI
54,8
54,8
54,8
Viskositas Mooney (Ml(1`+4`) 100)0C)
58,7
58,7
58,7
b. No.
Viskositas Mooney SIR 20 Depolimerisasi Waktu Giling SIR 20 (menit)
Viskositas Mooney (Ml(1`+4`) 100)0C) 1
1. 2. 3. 4.
8 menit 16 menit 24 menit 24 menit (umur simpan=33 hari)
12,8 9,4 6,7 5,0
Rataan
2 12,8 9,4 6,7 5,0
12,8 9,4 6,7 5,0
48