STUDI OPTIMASI ALOKASI AIR SUNGAI JANGKOK UNTUK KEBUTUHAN IRIGASI DI PULAU LOMBOK Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: GALUH RIZQI NOVELIA : 3107 100 138 : Teknik Sipil FTSP-ITS : Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, MSc. Dr. Ir. Edijatno
ABSTRAK Dalam rangka untuk mewujudkan kemanfaatan Sumber Daya Air (SDA) diperlukan kegiatan pendayagunaan SDA antara lain meliputi kegiatan penyediaan SDA di wilayah sungai (WS) guna memenuhi kebutuhan air dengan prioritas untuk kebutuhan sehari-hari dan irigasi dalam sistem yang sudah ada. Di dalam WS Pulau Lombok terdapat sungai yang bersifat kontinyu yang mengalir ke arah Barat dan Timur, sedangkan ke arah Utara bersifat fluktuatif dan ke arah Selatan bersifat intermiten. Pendayagunaan SDA telah dilaksanakan dengan mensuplai air dari DAS Jangkok, DAS dengan surplus terbesar, ke wilayah Lombok Selatan melalui saluran High Level Diversion (HLD) JangkokBabak. Optimasi diperlukan guna memaksimalkan ketersediaan air di DAS Jangkok secara proporsional agar mendapatkan suplai air optimum untuk sistem HLD Jangkok-Babak. Kebutuhan air dalam studi ini merupakan kebutuhan air irigasi dengan ketersediaan air pada kondisi tahun kering dan tahun normal. Data yang dimiliki merupakan data sekunder dengan periode 15 harian. Kebutuhan air dihitung di 7 Daerah Irigasi yang ditinjau. Begitu pula dengan ketersediaan air yang dihitung di setiap intake-nya, ditambah dengan intake bendung yang digunakan untuk suplesi HLD Jangkok-Babak. Dari data tersebut akan dihitung berapa nilai optimum luas lahan yang dapat digunakan dengan memaksimumkan keuntungan hasil usaha tani dan luas tanam. Optimasi dilakukan setiap periode 15 harian dengan perhitungan di tiap-tiap Daerah Irigasi (DI). Optimasi ini memiliki dua alternatif, yaitu memaksimumkan keuntungan hasil usaha tani dan memaksimumkan luas tanam. Untuk itu digunakan program linier sebagai sarana optimasi yaitu Quantity Methods for Windows dengan input kebutuhan air di setiap DI dengan periode 15 harian. Sebagai fungsi kendala adalah luas fungsional untuk tiap-tiap DI dan ketersediaan air andalan di bendung Jangkok, bendung Sesaot, dan bendung Montang. Output dari optimasi ini adalah luas tanam untuk setiap jenis tanaman di setiap musim tanam dan keuntungan hasil usaha tani dengan alternatif 5 musim tanam pada kondisi tahun kering dan tahun normal. Dari 5 awal tanam yang direncanakan, awal tanam Nopember-1 menghasilkan nilai yang maksimum, baik untuk kondisi tahun kering maupun normal dan untuk alternatif optimasi keuntungan hasil usaha tani maupun alternatif optimasi luas tanam. Kata kunci : DAS, Jangkok, kebutuhan, ketersediaan, tahun kering, tahun normal, linier, optimasi, intensitas tanam, keuntungan, luas tanam, suplesi, alternatif
A. Latar Belakang Sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) disebutkan bahwa SDA dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan SDA yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengelolaan SDA mencakup proses perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. Untuk mewujudkan kemanfaatan SDA dimaksud diperlukan kegiatan pendayagunaan SDA yang antara lain meliputi kegiatan penyediaan SDA di wilayah sungai (WS) guna memenuhi kebutuhan air dengan prioritas untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada. WS yang merupakan kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu atau lebih daerah aliran sungai (DAS) sebagai basis pengelolaan air permukaan dengan prinsip keseimbangan antara upaya konservasi SDA dan pendayagunaa SDA. SDA pada WS dikelola berdasarkan azas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas. Azas kemanfaatan umum mengandung pengertian bahwa pengelolaan SDA dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-besar bagi kepentingan umum secara efektif dan efisien. Sedangkan pengelolaan SDA yang berazaskan keadilan dilakukan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat. Dalam rangka pengelolaan SDA berbasis WS sebagaimana pernyataan di atas, sambil menunggu Keputusan Presiden RI yang menetapkan WS di Indonesia, maka berdasarkan Permen PU Nomor 11A/M/KPTS/2006 tentang Kriteria Penetapan Wilayah Sungai di Indonesia, bahwa ditetapkan antara lain Wilayah Sungai Pulau Lombok sebagai WS Strategis Nasional (stranas). WS P Lombok dengan luas 4.738,70 km2 ; penduduk 3,04 juta jiwa; hujan andalan 600-1500mm/tahun, dibagi menjadi 193 DAS. Secara topografi P Lombok memiliki elevasi tertinggi di kawasan Gunung Rinjani (+3.450) dengan danau Segara Anak (+2.500) sebagai sumber air abadi. Sebagian besar sungai yang mengalir ke berbagai penjuru bersumber dari
kawasan Segara Anak. Arah sungai dimaksud antara lain ke Utara - Sungai Putih, ke Barat Sungai Jangkok, ke Timur - Sungai Tanggik dan ke Selatan - Sungai Renggung. Sifat aliran sungai ke Barat dan Timur kontinyu, ke Utara berfluktuasi, sedangkan ke Selatan cenderung intermiten dan tidak terdapat potensi air tanah. Untuk kegiatan pendayagunaan SDA di WS ini terdapat 45 DAS utilitas (28 DAS utilitas tinggi dan 17 DAS utilitas sedang/rendah). Ketersediaan air permukaan andalan (80% probabilitas) 2,20 Mm3 /thn (724 m3 /kapita/thn) dan kebutuhan air multi sektor 1,81 Mm3 /thn, sehingga terdapat indeks kebutuhan air (IKA) 82 %, dan terjadi neraca air kritis/defisit. Sampai saat ini penggunaan SDA di WS P Lombok sekitar 80-85 % untuk irigasi dengan prasarana SDA berupa 1978 buah embung rakyat, 150 embung pemerintah, 240 bh bendung dan 2 buah bendungan guna mengairi lebih dari 1.041 DI dengan luas 156.258 ha. Pada sekitar tahun 1970-an disusun konsep pengembangan SDA untuk memindahkan air dari DAS basah di sebelah Barat guna memenuhi sebagian kebutuhan air irigasi di kawasan sawah potensial di Lombok bagian Selatan (luas lebih dari 60.000 ha). Pemindahan air dari DAS basah ke DAS kering dilaksanakan melalui jaringan interkoneksi saluran garis tinggi HLD (High Level Diversion) menginterkoneksikan 11 DAS yang saling ketergantungan (dependent) dengan neraca air sebagai berikut: Tabel 1.1. Neraca air DAS Dependent WS P Lombok No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
DAS DEPENDEN
LUAS DI
Meninting- Midang Jangkok Ancar Babak Dodokan Renggung Pare Peak Rere Palung Aik Ampat JUMLAH
1234 1882 772 16211 9562 19671 4056 NA 6266 8449 4743 66680
(ha)
POLA TANAM Pd- Pd/Pal- Pal Pd- Pd/Pal- Pal Pd- Pd-Pal Pd- Pd/Pal- Pal Pd- Pd/Pal- Pal Pd- Pd/Pal- Pal Pd- Pd/Pal- Pal NA Pd- Pal- Pal Pd- Pd/Pal- Pal Pd- Pd/Pal- Pal -
KETERS AIR3 (jt m )
84.23 119.21 15.64 193.56 318.68 117.12 30.58 NA 23.13 79.82 57.55 1022.18
KEBUTH AIR IRIG 3 (jt m )
27.28 43.09 17.76 328.89 187.91 333.67 61.03 NA 90.67 127.48 74.84 1292.62
Sumber : Pola Pengelolaan SDA WS P Lombok, 2009, Balai WS Nusra I
Memperhatikan kondisi SDA di WS P Lombok khususnya di jaringan interkoneksi HLD, maka di dalam penyediaan SDA perlu dilakukan optimasi neraca air antara ketersediaan air terhadap kebutuhan air secara
merata antar sektor, antar wilayah hulu-hilir dan antar wilayah administratif. DAS Jangkok sebagai salah satu DAS strategis di jaringan interkoneksi HLD merupakan DAS basah, dengan nilai surplus sebesar 76.12 Mm3 /thn. Sumber air DAS Jangkok berasal dari Danau Segara Anak Gunung Rinjani, terdiri dari dua sungai utama yaitu Sungai Jangkok dan dua anak sungai yaitu Sungai Sesaot dan Sungai Sekot serta satu buah mata air yaitu Mata Air Ranget. Sungai Jangkok termasuk tipe pereneal, yaitu sungai yang kondisi akuifernya sedemikian sehingga baik selama musim hujan maupun selama musim kemarau, masih dapat memberikan sumbangan aliran dasar ke dalam alur sungai. Untuk lebih jelasnya Gambar 1.1 menunjukkan peta situasi DAS Jangkok. Pemanfaatan air sungai Jangkok dan mata air terkait saat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan air perkotaan/permukiman di sekitar Kota Mataram, irigasi dan kolam ikan. Untuk pelayanan air irigasi terdapat 7 bangunan utama (bendung) yaitu bendung Sesaot, bendung Montang, bendung Nyurbaya, bendung Mencongah, bendung Menjeli, bendung Repok Pancor, dan yang paling hilir adalah bendung Mataram. Masing-masing bendung digunakan untuk mengairi daerah irigasi yang dinotasikan dengan nama yang sama. Peta situasi jaringan irigasi ditinjau dapat dilihat pada Gambar 1.2 Kelebihan air dari DAS Jangkok dialirkan melalui saluran HLD Jangkok-Babak dengan kapasitas total 6 m3 /dt dari dua bangunan pembagi air yaitu Bendung Jangkok dengan kapasitas intake 4,5 m3 /dt dan dari Bendung Sesaot feeder dengan kapasitas intake 1,5 m3 /dt. Saluran ini berakhir di terminal Jurang Sate (DAS Babak) untuk selanjutnya mendapat pasokan tambahan dari DAS Babak kapasitas 6 m3 /dt masing-masing dari Bendung Keru dengan kapasitas intake saluran 2 m3 /dt dan dari Bendung Jurang Sate dengan kapasitas intake saluran 4 m3 /dt. Jadi, total kapasitas saluran yang menuju kawasan irigasi di Lombok Selatan mencapai 12 m3 /dt. Selain itu, di dalam DAS Jangkok juga terdapat suplesi dari bendung Repok Pancor ke DI Midang dengan kapasitas 500 lt/dt, namun kebutuhan suplesi ini bukan merupakan prioritas jika dibandingkan dengan suplesi HLD dari bendung Jangkok yang berada lebih hulu daripada bendung Repok Pancor. Dan
untuk mata air Ranget dimanfaatkan untuk kebutuhan PDAM di Kota Mataram dengan kapasitas 600 lt/dt dan kemudian sisanya digunakan untuk mengairi sawah di DI Sesaot. Skema sistem jaringan interkoneksi HLD Jangkok-Babak dapat dilihat pada Gambar 1.3. Dengan adanya indikasi surplus air di DAS Jangkok, sedangkan di kawasan irigasi Lombok bagian Selatan masih terjadi defisit air, maka menuntut adanya optimasi guna memaksimalkan luas lahan irigasi untuk mendukung suplesi air dari Bendung Jangkok dan Bendung Sesaot feeder melalui saluran HLD Jangkok-Babak, dengan ketentuan mengutamakan penyediaan air bagi kebutuhan internal di DAS Jangkok secara proporsional merata dari hulu - hilir. B. Tujuan Tujuan dan manfaat dari penyusunan tugas akhir ini adalah: 1. Mengetahui besarnya nilai ketersediaan air di Sungai Jangkok pada tahun kering dan tahun normal. 2. Mengetahui besarnya nilai nilai kebutuhan air irigasi. 3. Menentukan nilai optimal keuntungan usaha tani dan luas tanam dengan memaksimumkan ketersediaan air. 4. Menentukan besarnya transfer air yang dapat dialirkan melalui saluran suplesi HLD JangkokBabak dan saluran Repok PancorMidang. C. Batasan Masalah Dalam penyusunan tugas akhir ini perlu adanya pembatasan terhadap masalah, yang dianggap sebagai salah satu bentuk pendekatan dan asumsi dalam penyelesaian karya tulis ini. Adapun pendekatan dan asumsi tersebut adalah: 1. Studi ini hanya meninjau alokasi air di DAS Jangkok. 2. Potensi ketersediaan air dinyatakan dalam ketersediaan air (debit) andalan, karena di DAS Jangkok tidak terdapat waduk ataupun embung. 3. Ketersediaan air andalan hanya diperhitungkan untuk kondisi tahun normal dengan diwakili oleh debit andalan 50% dan kondisi
4.
5.
6. 7.
8. 9.
10.
tahun kering dengan diwakili oleh debit andalan 80%, kondisi tahun basah tidak dimasukkan dalam perhitungan. Perhitungan ketersediaan air ditinjau di setiap bendung dari hulu ke hilir di dalam DAS Jangkok dengan mempertimbangkan nilai debit ruas antar bendung. Nilai debit ruas (remaining basin) digunakan untuk mengairi langsung daerah irigasi di intake ruas. Periode pemberian air untuk irigasi dilakukan setiap 15 harian (setengah bulan-an). Pola dan intensitas tanam eksisting hanya dijadikan acuan, tidak dijadikan perbandingan dalam perhitungan optimasi. Alternatif awal tanam hanya diberikan untuk 5 awal tanam. Optimasi tercapai jika kebutuhan air irigasi di DAS Jangkok telah terpenuhi terlebih dahulu dan kemudian nilai surplus yang dimiliki dialihkan melalui intake HLD Jangkok-Babak. Data-data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu diperoleh melalui penelusuran pustaka dari berbagai sumber yang relevan. Data ini berupa peraturan yang berhubungan dengan data pola dan tata tanam, data debit air, data curah hujan, data areal irigasi, data produksi dan harga komoditi pertanian.
D. Metodologi
E. Analisa Ketersediaan Air Dalam perhitungan ketersediaan air, data yang tersedia merupakan data AWLR yang terdapat di Stasiun Aiknyet. Pos tersebut merupakan pos terdekat yang berada pada elevasi yang lebih tinggi dari Bendung Jangkok seperti pada gambar yang terdapat di lembar Lampiran. Data ini diperoleh dari hasil pengukuran sejak tahun 2000 hingga 2009. Untuk kebutuhan irigasi akan dicari nilai ketersediaan air dengan tingkat keandalan 80% untuk kondisi tahun kering dan 50% untuk kondisi tahun normal. Perhitungan menggunakan cara statistika dengan asumsi distribusi data pola normal yang diterapkan pada metode Weibull. Berikut adalah tahapan perhitungan ketersediaan air. a) Perhitungan Probabilitas Debit Andalan Stasiun AWLR. Untuk mendapatkan nilai debit air normal (50%) dan kering (80%), langkah awal adalah dengan perhitungan probabilitas data debit andalan di stasiun AWLR Aiknyet. Perhitungan tersebut menggunakan metode Weibull. Contoh perhitungan ketersediaan air. 1. Mengurutkan data ketersediaan air (m3 /dt) tiap tahunnya dari yang terbesar ke yang terkecil.
2. Menghitung nilai probabilitas (%) dengan metode Weibull P = (m/N+1), dimana: P = probabilitas data (%) m = nomor urut data debit dari besar ke kecil n = jumlah data di setiap kolom = 10 P = m/(10+1) 3. Maka dari 10 data yang telah Sumber: Hasil Perhitungan diurutkan kemudian dilanjutkan dengan menghitung nilai probabilitasnya dan diambil nilai yang memiliki probabilitas 80%, 50%, dan 20% (Tabel 4.3.). Jika angka yang dihasilkan tidak tepat dengan prosentase yang diinginkan, maka dilakukan interpolasi antara dua data yang memiliki nilai terdekat dengan probabilitas 80%, 50% dan 20% seperti yang disajikan pada Tabel 4.3.2 Tabel 4.3.2 Perhitungan probabilitas debit (m3 /dt) di Pos AWLR Aiknyet PROB. JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I
9% 18% 27% 36% 45% 55% 64% 73% 82% 91% 3.15 2.1 1.6 1.48 1.23 1.17 1.13 1.04 0.96 0.95 3.56 3.07 2.6 1.74 1.67 1.64 1.64 1.09 0.92 0.48 4.6 3.76 3.12 3.11 3.05 2.55 1.85 1.3 1.06 0.38 3.53 3.05 2.86 2.42 2.3 1.87 1.73 1.63 1.25 0.86 3.65 2.84 2.77 2.64 2.49 1.7 1.57 1.54 1.32 1.21 2.38 2.28 1.76 1.72 1.7 1.64 1.38 1.36 1.32 1.07 2.97 2.94 1.94 1.87 1.85 1.55 1.3 1.29 1.26 1.12 2.77 2.5 2.06 2 1.54 1.25 1.23 1.14 0.98 0.91 2.17 1.87 1.67 1.53 1.26 1.19 1.17 1.02 0.75 0.66 2.07 1.52 1.38 1.36 1.11 0.91 0.87 0.82 0.77 0.53 1.82 1.4 1.37 1 0.94 0.85 0.75 0.66 0.58 0.42 1.45 1.24 0.89 0.81 0.76 0.75 0.56 0.54 0.47 0.43 1.09 0.89 0.73 0.65 0.64 0.61 0.44 0.43 0.39 0.37 1.02 0.72 0.62 0.56 0.49 0.41 0.4 0.4 0.34 0.27 0.97 0.69 0.54 0.49 0.45 0.35 0.3 0.23 0.22 N/A 0.87 0.64 0.48 0.45 0.41 0.33 0.27 0.23 0.21 0.19 0.8 0.47 0.44 0.41 0.36 0.24 0.23 0.21 0.2 0.19 0.58 0.49 0.45 0.42 0.33 0.28 0.25 0.23 0.23 0.21 0.69 0.56 0.56 0.42 0.41 0.24 0.21 0.21 0.19 0.15
II
1.39
1.13
1.09
0.86
0.79
0.26
0.25
0.2
0.17
0.14
I
2.03
1.69
1.54
1.06
0.85
0.7
0.41
0.41
0.36
0.33
II
2.69
1.9
1.82
1.81
1.55
1.3
0.94
0.71
0.68
0.26
I II
2.58 2.37
2.45 2.3
1.83 1.73
1.61 1.61
1.53 1.44
1.39 1.3
1.3 1.14
0.9 1.14
0.88 0.78
0.6 0.63
Setelah didapat nilai probabilitas seperti pada Tabel 4.3.2 dapat dilihat bahwa belum terdapat nilai yang diinginkan yaitu 80% dan 50%. Oleh karena itu diperlukan interpolasi untuk mendapatkan nilai yang diinginkan seperti yang tertera dalam Tabel 4.3.3 berikut. Tabel 4.3.3 Perhitungan Interpolasi (m3 /dt) AWLR Aiknyet
Debit
Dari hasil interpolasi yang diperoleh, dilanjutkan dengan perhitungan debit dan runoff pada kondisi tahun kering dan kondisi tahun normal. b) Perhitungan Debit dan Runoff Setelah diperoleh nilai probabilitas 80%, 50%, dan 20% diperoleh, dilanjutkan dengan perhitungan debit dan runoff pada kondisi tahun kering dan kondisi tahun normal. Contoh perhitungan debit dan runoff 1. Untuk menghitung debit kering (QA80 ) dan runoff kering (RO80 ), digunakan nilai probabilitas 80%. Dan untuk debit normal (QA 50 ) dan runoff dalam kondisi normal (RO50) digunakan nilai probabilitas 50%. QA (lt/dt) = QAWLR 3 (m /dt) x 1000 RO (mm) = QA (mm/dt) x t (dt) x CAAWLR (mm2 ) dimana: QA = Debit (l/dt) QAWLR = Debit AWLR (m3 /dt) RO = Runoff (mm) t = waktu dalam 1 periode setengah bulan (dt) CA = Luas Catchment Area sta. AWLR (mm2 ) 2. Dalam menghitung debit dan runoff, setiap variable harus disamakan terlebih dahulu satuannya seperti Tabel 4.3.4
Tabel 4.3.4 Runoff (mm) FAKTOR JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES
Perhitungan Debit (l/dt) dan
Debit kering
Runoff kering
Debit normal
Runoff normal
QA80
RO80
QA50
RO50
l/dt
mm
l/dt
mm
I II I II
976 954 1108 1326
19.47 20.30 20.63 24.69
1200 1655 2800 2085
23.94 35.21 52.13 38.82
I
1364
27.21
2095
41.79
II
1328
28.26
1670
35.53
I
1266
25.25
1700
33.91
II I
1012 804
20.19 16.04
1395 1225
27.83 24.44
II I II I II I II I II I II I II I
780 596 484 398 352 222 214 202 230 194 176 370 686 884
16.60 11.89 9.65 7.94 7.49 4.43 4.55 4.03 4.59 3.87 3.74 7.38 13.68 17.63
1010 895 755 625 450 400 370 300 305 325 525 775 1425 1460
21.49 17.85 15.06 12.47 9.57 7.98 7.87 5.98 6.08 6.48 11.17 15.46 28.43 29.12
II
852
18.13
1370
29.15
Setelah didapat nilai debit dan run-off pada dua kondisi tahun tersebut, dilanjutkan dengan perhitungan debit di masing-masing bangunan utama menggunakan pendekatan Rumus Rasional. c) Perhitungan estimasi rasional. Data sekunder yang tersedia hanyalah data AWLR Aiknyet yang berada di dekat Bendung Jangkok. Hal ini membuat perhitungan untuk mendapatkan ketersediaan air di setiap bendung harus menggunakan ekstrapolasi dari data AWLR yang tersedia. Ekstrapolasi tersebut menggunakan pendekatan rumus rasional sebagai dasarnya. Nilai koefesien pengaliran dan intensitas hujan diasumsikan sama di bendung-bendung yang ditinjau. Contoh perhitungan ketersediaan air. 1. Mencari luas Catchment Area setiap bangunan utama yang ditinjau. 2. Dengan menggunakan persamaan rasional sebagai dasarnya, nilai debit dihitung seperti berikut: QAWLR = CAWLR x IAWLR x AAWLR Qbang. utama = Cbang. utama x Ibang. utama x Abang. utama
dimana: QAWLR = Debit pada stasiun AWLR Aiknyet (l/dt) CAWLR = Koefesien pengaliran IAWLR = Intensitas hujan pada sta. AWLR Aiknyet AAWLR = Luas Catchment Area sta. AWLR Aiknyet Qbang. utama = Debit pada bangunan utama (l/dt) Cbang. utama = Koefesien pengaliran Ibang. utama = Intensitas hujan pada bangunan utama Abang. utama = Luas Catchment Area bangunan utama Nilai koefesien pengaliran dan intensitas hujan di stasiun AWLR Aiknyet dianggap sama dengan di setiap bangunan utama yang ditinjau. Karena jarak antara stasiun dan bangunan-bangunan utama yang tidak terlalu jauh. Oleh karena itu kedua rumus diatas dapat diekstrapolasi menjadi: Qbang. utama = QAWLR x Abang. utama / AAWLR Terdapat 8 bangunan utama yang ditinjau dan menggunakan rumus diatas untuk mendapatkan nilai debit seperti yang disajikan dalam Tabel 4.3.5 untuk kondisi tahun kering dan Tabel 4.3.6 untuk tahun normal. Karena di dalam DAS Jangkok tersebut terdapat mata air yang memiliki nilai debit yang konstan, maka dalam Tabel 4.3.5 dan Tabel 4.3.6 terdapat nilai debit dari Mata Air Ranget sebesar 1620 l/dt. Data ini diperoleh bersama data sekunder lainnya. Untuk selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran B. d) Perhitungan Remaining Basin (debit ruas sungai) Selain perhitungan debit andalan di setiap intake dilakukan, selanjutnya dalah perhitungan lateral inflow atau Remaining Basin di setiap rungas sungai yang dibatasi oleh intake-intake di Sungai Jangkok. Terdapat 5 Remaining Basin yang diperhitungkan, yaitu di ruas Bendung Jangkok-Nyurbaya (R1 Nyurbaya), ruas Bendung NyurbayaMencongah (R2 Mencongah), ruas Bendung
Mencongah-Menjeli (R3 Menjeli), ruas Bendung Menjeli-Repok Pancor (R4 Repok Pancor), dan ruas Bendung Repok PancorMataram (R5 Mataram). Hasil perhitungan dari Remainging Basin dapat dilihat pada Tabel 4.3.7 untuk kondisi tahun kering dan Tabel 4.3.8 untuk kondisi tahun normal. Setelah didapat nilai debit andalan pada kondisi tahun kering dan tahun normal, kemudian dihitung nilai Remaining Basin di setiap ruas sungai yang kemudian dibagi dengan luasan setiap daerah irigasi yang diairi. Untuk selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran B. F. Analisa Kebutuhan Air 1. Perhitungan Curah Hujan Efektif di Setiap Pos Curah hujan efektif merupakan probabilitas 80% dan 50% dari curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat digunakan tanaman untuk pertumbuhannya. Probabilitas 80% dihitung untuk kebutuhan perhitungan tanaman padi dan probabilitas 50% dihitung untuk kebutuhan tanaman palawija. Berikut adalah tahapan perhitungannya. A. Perhitungan Probabilitas Curah Hujan Untuk menghitung curah hujan efektif, diawali dengan menghitung probabilitas curah hujan rata-rata periode setengah bulanan. Contoh perhitungan probabilitas curah hujan. 1. Mengurutkan data curah hujan pada Tabel 4.1.1 sampai dengan Tabel 4.1.3 per-kolom setengah bulanan mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. 2. Digunakan rumus Weibull untuk menentukan besar probabilitas curah hujan setiap barisnya, seperti pada Tabel 4.1.4 sampai dengan Tabel 4.1.6. P = m/(N+1) dimana: P = probabilitas data (%) m = nomor urut data curah hujan dari besar ke kecil n = jumlah data di setiap kolom = 10 P = m/(10+1)
3. Jika probabilitas dari perhitungan Weibull yang didapat tidak tepat menghasilkan prosentase 80% dan 50%, maka dilakukan interpolasi dari dua data yang memiliki nilai probabilitas terdekat dengan angka prosentase yang diinginkan. Seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.7 dan Tabel 4.1.9. B. Perhitungan Curah Hujan Efektif Setelah perhitungan probabilitas curah hujan dilakukan, maka dari nilai prosentase 80% dan 50% yang didapat kemudian dihitung nilai curah hujan efektif. Nilai curah hujan efektif ini akan digunakan untuk mencari nilai kebutuhan air tanaman. Contoh perhitungan curah hujan efektif. 1. Menghitung nilai curah hujan efektif dari nilai curah hujan ratarata setengah bulanan dengan probabilitas 80% dan 50% sesuai dengan jumlah hari dalam periode setengah bulanan yang ditinjau. Untuk lebih jelasnya berikut adalah rumus yang digunakan: a. Re80 = (R80 x 70%) / 15 (setengah bulanan) b. Re50 = (R50 x 70%) / 15 (setengah bulanan) 2. Dalam studi ini tanaman yang ditanam adalah Padi dan Palawija. Untuk tanaman padi membutuhkan air lebih banyak, maka perhitungan menggunakan curah hujan 80% (Re 80 ). Sedangkan untuk tanaman palawija yang tidak terlalu membutuhkan banyak air dalam masa pertumbuhannya, perhitungan kebutuhan air menggunakan probabilitas 50% (Re50). Untuk perhitungan selanjutnya, nilai probabilitas yang digunakan hanyalah 80% dan 50%. Setelah diperoleh nilai probabilitas curah hujan yang diinginkan, maka dihitung nilai curah hujan efektif (Re) sesuai dengan jenis tanaman yang ditanam. Dalam studi ini, jenis tanaman yang ditanam adalah padi dengan menggunakan curah hujan 80% (Re 80 ) dan palawija dengan menggunakan curah hujan 50% (Re 50 ) seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.1.10
Ref
I
80% 50% Ref
II
I
Ref
Ref
80% 50%
MAR II
I
APR
II
I
MEI
II
I
JUN
II
1.1 3.7
1.3 3.8
1.9 3.2
1.7 2.5
1.1 2.9
0.2 1.1
0.0 2.4
0.0 0.0
0.0 1.2
15
16
15
16
15
15
15
16
15
15
15
16
JUL
II
I
0.0 0.2
JAN
II
0.0 0.0
I
4.7 6.3
15
16
JUL
II
0.0 0.0
AGT
II
I
0.0 0.0
SEP
II
0.0 0.0
I
0.0 0.7
OKT
0.1 1.3
NOP I II
II 0.3 1.9
2.4 4.9
I
1.9 5.3
DES
2.9 4.5
PEB
II
I
MAR II
I
3.4 6.6
3.7 7.8
5.3 6.7
3.5 6.3
15
16
15
15
I
0.0 0.2
80% 50% Ref
80% 50%
I
AGT
0.0 0.0
JAN
II
II
I
0.0 0.0
SEP
0.0 0.3
I
0.9 2.6
0.3 3.5
15
16
I
No.
Pos Hujan Bobot Thiessen 1 Gunung Sari 0.624 2 Sesaot 0.376 3 Keru 0 Sumber: Hasil perhitungan
0.4 4.0
II 0.1 0.9
APR
II
I
2.7 5.9
1.1 2.9
15
16
I
OKT
1.0 1.9
MEI
II
I
1.7 4.3
II
0.3 2.2
0.0 0.1
0.0 0.5
15
15
15
16
NOP I II
II
JUN
0.5 2.5
1.5 4.5
I
3.2 7.3
DES
II
3.4 6.4
0.8 5.0
Tabel 4.1.12 Perhitungan curah hujan efektif (mm/hari) P. Keru Ref
Tabel 4.2.1 Nilai bobot Thiessen
II
Perhitungan curah hujan efektif (mm/hari) P. Sesaot
3.8 7.4
I
I
1.9 3.6
0.0 0.0
I
II
1.4 2.7
Tabel 4.1.11
80% 50%
PEB
0.5 2.6
I
80% 50%
JAN
Berikut adalah hasil perhitungan curah hujan efektif wilayah dengan menggunakan bobot Thiessen sebagai faktor pengali seperti yang disajikan dalam Tabel 4.2.1 dan Tabel 4.2.2.
Perhitungan curah hujan efektif (mm/hari) Pos Gunung Sari
JUL
0.0 0.0
II 0.0 0.0
PEB
II
I
MAR II
I
0.2 3.7
2.5 4.7
1.2 3.6
0.1 4.8
15
16
15
15
I
AGT
0.0 0.0
II 0.0 0.0
I
SEP
0.0 0.1
II 0.0 0.6
APR
II
0.5 2.5
0.1 2.3
15
16
I
OKT
0.0 0.5
II 0.1 1.7
Setelah nilai bobot didapat dari penggambaran polygon Thiessen, maka dihitung nilai curah hujan efektif wilayah pada Tabel 4.2.2 seperti yang dijelaskan sebagai berikut: Contoh perhitungan baris 3: Re80 = (Re80(pos1) x bobot (pos1)) + (Re80(pos2) x bobot(pos2)) + (Re80(pos3) x bobot (pos3)) = (0,5 x 0,624) + (3,8 x 0,376) + 0 MEI JUN =II 2 mm/hari I II I 0.0 0.4
0.0 0.7
15
15
0.0 0.3
Tabel15 4.2.2 16
NOP I II 0.4 2.1
0.0 0.2
0.9 3.3
I
DES
3.7 4.4
II 0.4 3.5
Perhitungan curah hujan efektif wilayah (mm/hari) setelah dikalikan dengan bobot Thiessen
Setelah didapat nilai curah hujan efektif Re 80 dan Re50 , dihitung nilai curah hujan efektif wilayah. 2. Perhitungan Curah Hujan Efektif Wilayah Curah hujan efektif wilayah merupakan nilai rata-rata dari tinggi curah hujan efektif setiap pos yang ditinjau. Dengan menggunakan bobot Thiessen, akan diperoleh nilai curah hujan efektif wilayah. Pos yang ditinjau adalah Pos Gunung Sari, Pos Sesaot, dan Pos Keru. Ketiga pos tersebut merupakan pos terdekat dari Daerah Irigasi yang ditinjau pada DAS Jangkok. Gambar polygon Thiessen yang digunakan sebagai penentu bobot perhitungan diberikan pada Gambar 4.2. Pada gambar tersebut, Pos Keru memiliki wilayah yang terlalu kecil setelah dibagi oleh polygon Thiessen. Oleh karena itu Pos Keru di asumsi tidak memberikan pengaruh terhadap wilayah yang ditinjau. Karena itu dalam pemberian bobot Thiessen, nilai bobot untuk Pos Keru adalah 0.
Sumber: Hasil perhitungan
3. Perhitungan Evapotranspirasi Dalam perhitungan evapotranspirasi, data yang tersedia adalah data evaporasi panci yang diperoleh berdasarkan pengamatan meteorologi Stasiun Selaparang Mataram sejak tahun 1995-2010. Panci yang digunakan adalah kelas A yang memiliki diameter 121 cm dan kedalaman panci 25,5 cm dengan faktor pan Kp = 0,85 dan periode 15 hari. Contoh perhitungan evapotranspirasi tetapan 1. Hitung rerata nilai data evaporasi panci periode setengah bulanan berdasarkan data sejak tahun 19952010 kemudian dibagi dengan jumlah hari setiap periodenya, maka
kemudian didapat nilai Evaporasi Panci (Epan ) dengan satuan mm/hari. Untuk lebih lengkapnya ditunjukkan dalam Lampiran B. 2. Nilai rata-rata harian evaporasi panci yang didapat dari perhitungan data meteorologi, diasumsikan bernilai sama setiap harinya selama periode setengah bulan. 3. Nilai Epan dikalikan dengan Koefesien Panci – A (Cpan ) sebesar 0,85 sehingga didapat nilai Evapotranspirasi Tetapan (Eto) dengan satuan mm/hari. Eto = Epan x Cpan (Tabel 4.41) Hasil perhitungan evapotranspirasi ditunjukkan pada Tabel 4.4.1. Selengkapnya diberikan pada Lampiran A. Keseluruhan perhitungan pada bab Analisa Hidrologi ini akan digunakan untuk menghitung Kebutuhan Air untuk Irigasi yang dibahas pada bab selanjutnya.
Tabel 4.4.1
FAKTOR Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Perhitungan evapotranspirasi tetapan (tanaman acuan) Evaporasi Panci Epanci mm/hari 5.14 4.73 4.93 4.53 4.79 4.84 4.13 4.56 4.36 4.22 4.16 4.41 4.17 4.37 4.64 4.73 4.84 5.32 5.34 4.98 4.97 4.81 4.20 4.53
Koefesien Panci - A Cpanci 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85
Evapotranspirasi Tetapan ETo mm/hari 4.37 4.02 4.19 3.85 4.07 4.11 3.51 3.88 3.70 3.58 3.54 3.75 3.54 3.71 3.95 4.02 4.11 4.52 4.54 4.23 4.22 4.09 3.57 3.85
4. Koefesien Tanaman Harga-harga koefesien tanaman padi yang diberikan pada Tabel 5.1.2 dan Tabel 5.1.3 akan digunakan dalam perhitungan untuk mencari kebutuhan air tanaman.
Tabel 5.1.2 Harga-harga tanaman padi BULAN 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
koefesien
FAO VARIETAS BIASA VARIETAS UNGGUL 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.05 1.10 1.05 1.10 0.95 1.05 0 0.95 0
Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985 Tabel 5.1.3
Jangka tumb./hari Kedelai 85 Jagung 80 Kacang Tnh. 130 Bawang 70 Buncis 75 Kapas 195 Tanaman
Harga-harga koefesien untuk diterapkan dengan metode perhitungan evapotranspirasi FAO 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
2 0.75 0.59 0.51 0.51 0.64 0.5
3 1 0.96 0.66 0.69 0.89 0.58
4 1 1.05 0.85 0.9 0.95 0.75
5 0.82 1.02 0.95 0.95 0.88 0.91
1/2 bulan No. 6 7 8 9 0.45 0.95 0.95 0.95 0.55 0.55
10
11
12
13
1.04 1.05 1.05 1.05 0.78 0.65 0.65 0.65
Sumber: Cropwater Requirements, FAO, 1977
Harga-harga koefesien ini akan dipakai untuk menghitung penggunaan konsumtifnya dengan rumus: ETc = kc x ETo dimana, ETc = evapotranspirasi tanaman, mm/hari ETo = evapotranspirasi tanaman acuan (tetapan), mm/hari kc = koefesien tanaman. 5. Perkolasi Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Pada tanah lempung berliat dengan permeabilitas sedang, maka laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Dengan ketentuan ini maka diambil nilai perkolasi sebesar 2 mm/hari, mengikuti kondisi eksisting di lapangan. 6. Penggantian Lapisan Air Dalam proses penanaman, diusahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu dilakukan penggantian selama dua bulan setelah transplantasi. Untuk tanaman kedelai dan jagung tidak membutuhkan penggantian lapisan air.
7. Pengolahan Tanah dan Penyiapan Lahan (Land Preparation/LP) Faktor ini merupakan langkah awal dalam mempersiapkan tanah untuk penanaman. Setiap jenis tanaman membutuhkan pengolahan tanah yang berbeda. Untuk tanaman padi, tingkat kebutuhan air irigasi lebih banyak daripada palawija. Faktorfaktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan antara lain adalah lamanya waktu yang dibutuhkan dan jumlah air yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan. Sebagaimana pedoman yang diambil, jangka waktu untuk penyiapan lahan ditentukan selama kurun waktu 1,0 bulan. Sedangkan untuk tanaman kedelai dan jagung tidak membutuhkan penyiapan lahan. Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus: IR = M ek/(e k-1) dimana, IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari) M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = Eo + P (mm/hari) Eo = eavporasi air terbuka, diambil 1,1 ETo (mm/hr) P = perkolasi k = MT/S T = jangka waktu penyiapan lahan (hari) = 30 hari S = kebutuhan air, yaitu 200 + 50 = 250 mm.
NFRpal = net field requirement untuk tanaman palawija ETc = Evapotranspirasi tanaman P = Perkolasi Re80 = Curah hujan efektif probabilitas 80% untuk padi Re50 = Curah hujan efektif probabilitas 80% untuk palawija WLR = water layer replacement (penggantian lapisan air)
8. Kebutuhan Air Irigasi (Net Field Requirements) Perhitungan kebutuhan air irigasi untuk tanaman dihitung dengan prinsip keseimbangan air, seperti yang dijelaskan dalam rumus sebagai berikut: NFRpadi = ETc + P – Re80 + WLR NFRpal = ETc + P – Re50 + WLR
10. Kebutuhan Pengambilan (Diversion Requirements) Kebutuhan pengambilan ini dihitung untuk masing-masing jenis tanaman yaitu padi, kedelai, dan jagung. Disajikan dalam Lampiran B untuk masing-masing jenis tanaman di setiap awal tanamnya. Untuk nilai efisiensi irigasi total dalam perhitungan kebutuhan pengambilan ini diambil sebesar 65%.
dimana, NFRpadi = net field requirement untuk tanaman padi
Untuk hasil perhitungan Kebutuhan Air Irigasi disajikan dalam Tabel 5.6.1. Dari hasil perhitungan kebutuhan air irigasi untuk 5 alternatif awal tanam, dapat dihitung nilai kebutuhan pengambilan dengan 3 golongan dan jangka waktu penyiapan lahan adalah 1,0 bulan. Hasil perhitungan kebutuhan pengambilan ini disajikan dalam Tabel 5.6.2 sampai dengan Tabel 5.6.17. Setelah semua perhitungan kebutuhan pengambilan untuk 5 awal tanam, akan disajikan pada Tabel 5.6.18 berupa rekapitulasi kebutuhan air tanaman untuk awal tanam sejak Oktober-I hingga Desember-I. Selengkapnya ditunjukkan dalam Lampiran B. Nilai-nilai yang didapat dari hasil perhitungan kebutuhan air tanaman ini akan dijadikan sebagai input untuk optimasi menggunakan Linear Programming menggunakan Quantity Methods for Windows. Pembahasan untuk optimasi akan di bahas pada bab selanjutnya. 9. Penggolongan Setelah perhitungan kebutuhan air tanaman, kemudian ditentukan perlu atau tidaknya pengglongan untuk rotasi teknis. Diambil 3 golongan dan jangka waktu penyiapan lahan selama 1,0 bulan dengan beberapa pertimbangan.
G. Analisa, Hasil dan Pembahasan Optimasi a) Model Matematis Optimasi Untuk mendapatkan nilai yang mendekati kondisi pada wilayah studi, maka analisa dilakukan dengan mengacu pada beberapa hal berikut: 1. Terdapat 2 studi optimasi, Alternatif 1 memaksimumkan nilai keuntungan hasil usaha tani dan Alternatif 2 memaksimalkan luas lahan yang di tanam. 2. Luas fungsional setiap daerah irigasi sesuai dengan kondisi eksisting seperti yang diberikan pada Lampiran B, dengan total fungsional keseluruhan daerah irigasi adalah 2939 Ha. 3. Optimasi luas lahan berdasar pada ketersediaan air dalam kondisi tahun kering dan tahun normal. Dan diberikan 5 alternatif awal tanam yaitu Oktober-I, Oktober-II, Nopember-I, Nopember-II, dan Desember-I. 4. Pada Musim Tanam ketiga (MT-III) tidak ditanam Padi dikarenakan hama dan unsur hara dalam tanah akan tidak berfungsi dengan baik untuk musim tanam selanjutnya jika MT terakhir adalah tanaman Padi. 5. Diutamakan untuk memenuhi kebutuhan air di setiap daerah irigasi, baru kemudian debit sisa yang ada diberikan untuk suplesi HLD JangkokBabak dan Suplesi Repok PancorMidang. 6. Suplesi yang diutamakan adalah suplesi melalui saluran HLD JangkokBabak. Jika suplesi tersebut terpenuhi dengan nilai yang mendekati kapasitas, baru kemudian suplesi Repok Pancor-Midang dapat dipenuhi. Langkah untuk melakukan optimasi dengan Linear Programming adalah dengan membuat data masukan (input) dan membuat formulasi model yang meliputi tahapan pendefinisian komponen-komponennya. Komponen model matematik tersebut meliputi variabel keputusan, fungsi tujuan, fungsi kendala, dan parameter. Tahapan tersebut diuraikan secara lengkap sebagai berikut ini.
a) Alternatif 1: Memaksimumkan Keuntungan Usaha Tani Adapun tahapan dalam Alternatif 1 adalah sebagai berikut: i. Variabel Keputusan Dalam analisis optimasi pada studi ini, variabel keputusannya yaitu berupa luas tanam di 7 Daerah Irigasi dalam Ha untuk mencapai pendapatan maksimal dari sistem alokasi air. Kemudian terdapat nilai slack yang merupakan debit sisa dari nilai ketersediaan air yang digunakan untuk kebutuhan irigasi di 7 Daerah Irigasi periode 15 harian dalam m3 /dt yang digunakan untuk suplesi HLD Jangkok-Babak dan suplesi Repok Pancor-Midang. ii. Fungsi Tujuan Fungsi tujuan adalah untuk memaksimumkan Z = Ck . Xijk dimana, Z = Nilai yang dimaksimumkan X = Luasan tanaman untuk Daerah irigasi tertentu (i), musim tanam tertentu (j) dan jenis tanaman tertentu (k) i = Daerah irigasi tertentu (DI-1, DI-2, DI-3, DI-4, DI-5, DI-6, dan DI-7) j = Musim Tanam tertentu (MT-I, MT-II, MT-III) k = Jenis tanaman tertentu (Padi, Kedelai, Jagung) C = Variabel untuk nilai keuntungan usaha tani untuk jenis tanaman tertentu (k) Maka untuk daerah irigasi dalam studi ini bentuk matematisnya menjadi: Z = C1 . X111 + C1 . X121 + C1 . X131 + C2 . X112 + C2 . X122 + C2 . X132 + C3 . X113 + C3 . X123 + C3 . X133 ..... + C3 . X713 + C3 . X723 + C3 . X733 dimana, Z = Nilai tujuan yang dimaksimumkan, yaitu
C1 = C2 = C3 = X111 = X121 = X131 = X112 = X122 = X132 = X113 = X121 = X131 = X211 = X221 = X231 =
keuntungan hasil usaha tani (Rupiah) Nilai keuntungan hasil usaha tani untuk jenis tanaman padi (Rp./Ha) Nilai keuntungan hasil usaha tani untuk jenis tanaman kedelai (Rp./Ha) Nilai keuntungan hasil usaha tani untuk jenis tanaman jagung (Rp./Ha) Luas tanam tanaman padi pada MT-I di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman padi pada MT-II di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman padi pada MT-III di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman kedelai pada MT-I di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman kedelai pada MT-II di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman kedelai pada MT-III di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman jagung pada MT-I di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman jagung pada MT-II di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman jagung pada MT-III di DI-1(Ha) Luas tanam tanaman padi pada MT-I di DI-2(Ha) Luas tanam tanaman padi pada MT-II di DI-2(Ha) Luas tanam tanaman padi pada MT-III di DI-2(Ha)
....... X733 = Luas tanam tanaman jagung pada MT-III di DI-7(Ha)
iii. Fungsi Kendala Dalam studi ini terdapat beberapa fungsi kendala yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut ini: 1) Luas lahan fungsional Luas lahan fungsional di setiap daerah irigasi menjadi constraint dalam optimasi ini, dengan model matematik sebagai berikut: X111 + X121 + X131 + X112 + X122 + ... + X133 < A1 X211 + X221 + X231 + X212 + X222 + ... + X233 < A2
X311 + X321 + X331 + X312 + X322 + ... + X333 < A3 ..... X711 + X721 + X731 + X712 + X722 + ... + X733 < A7 Dapat disimpulkan menjadi:
Ai
= Luas fungsional daerah irigasi Xijk = Luas tanam di DI-i pada MT-j untuk tanaman k. 2) Ketersediaan air andalan Untuk nilai ketersediaan air andalan dimodelkan untuk periode 15 harian. Terdapat 3 bendung yang ditinjau yaitu Bendung Jangkok, Bendung Sesaot, dan Bendung Montang. Ketersediaan air ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di 7 daerah irigasi yang kemudian sisanya digunakan untuk suplesi HLD JangkokBabak. - Untuk bendung Jangkok: Ck . Xijk < Qjangkok ; i = DI-3 sampai DI-7 - Untuk bendung Sesaot: Ck . Xijk < Qsesaot ; i = DI-1 - Untuk bendung Montang: Ck . Xijk < Qmontang ; i = DI-2 b) Alternatif 2: Memaksimumkan Luas Tanam Sebagaimana tahapan dalam Alternatif 1, tahapan dalam Alternatif 2 tidak jauh berbeda. Nilai keuntungan hasil usaha tani tidak dijadikan input dalam optimasi ini. Berikut adalah tahapannya: i. Variabel Keputusan Dalam analisis alternatif 2 ini, untuk mencapai luas tanam maksimal dari sistem alokasi air maka digunakan variabel keputusan berupa luas tanam di 7 Daerah Irigasi dalam Ha. Kemudian terdapat nilai slack yang merupakan debit sisa dari nilai ketersediaan air yang digunakan untuk kebutuhan irigasi di 7 Daerah Irigasi periode 15 harian dalam m3 /dt yang
digunakan untuk suplesi HLD Jangkok-Babak dan suplesi Repok Pancor-Midang. ii. Fungsi Tujuan Fungsi tujuan adalah untuk memaksimumkan Z = Xijk dimana, Z = Nilai yang dimaksimumkan X = Luasan tanaman untuk Daerah irigasi tertentu (i), musim tanam tertentu (j) dan jenis tanaman tertentu (k) i = Daerah irigasi tertentu (DI-1, DI-2, DI-3, DI-4, DI-5, DI-6, dan DI-7) j = Musim Tanam tertentu (MT-I, MT-II, MT-III) k = Jenis tanaman tertentu (Padi, Kedelai, Jagung) Maka untuk daerah irigasi dalam studi ini bentuk matematisnya menjadi: Z = X111 + X121 + X131 + X112 + X122 + X132 + X113 + X123 + X133 ..... + X713 + X723 + X733 dimana, Z = Nilai tujuan yang dimaksimumkan, yaitu keuntungan hasil usaha tani (Rupiah) X111 = Luas tanam tanaman padi pada MT-I di DI-1(Ha) X121 = Luas tanam tanaman padi pada MT-II di DI-1(Ha) X131 = Luas tanam tanaman padi pada MT-III di DI-1(Ha) X112 = Luas tanam tanaman kedelai pada MT-I di DI-1(Ha) X122 = Luas tanam tanaman kedelai pada MT-II di DI-1(Ha) X132 = Luas tanam tanaman kedelai pada MT-III di DI-1(Ha) X113 = Luas tanam tanaman jagung pada MT-I di DI-1(Ha) X121 = Luas tanam tanaman jagung pada MT-II di DI-1(Ha) X131 = Luas tanam tanaman jagung pada MT-III di DI-1(Ha) X211 = Luas tanam tanaman padi pada MT-I di DI-2(Ha)
X221 = Luas tanam tanaman padi pada MT-II di DI-2(Ha) X231 = Luas tanam tanaman padi pada MT-III di DI-2(Ha) ....... X733 = Luas tanam tanaman jagung pada MT-III di DI-7(Ha) iii. Fungsi Kendala Fungsi kendala dalam optimasi alternatif 2 ini sama dengan alternatif 1, yaitu: 1) Luas lahan fungsional Luas lahan fungsional di setiap daerah irigasi menjadi constraint dalam optimasi ini, dengan model matematik sebagai berikut: X111 + X121 + X131 + X112 + X122 + ... + X133 < A1 X211 + X221 + X231 + X212 + X222 + ... + X233 < A2 X311 + X321 + X331 + X312 + X322 + ... + X333 < A3 ..... X711 + X721 + X731 + X712 + X722 + ... + X733 < A7 Dapat disimpulkan menjadi:
Ai Xijk
2)
= Luas fungsional daerah irigasi = Luas tanam di DI-i pada MT-j untuk tanaman k.
Ketersediaan air andalan Untuk nilai ketersediaan air andalan dimodelkan untuk periode 15 harian. Terdapat 3 bendung yang ditinjau yaitu Bendung Jangkok, Bendung Sesaot, dan Bendung Montang. Ketersediaan air ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di 7 daerah irigasi yang kemudian sisanya digunakan untuk suplesi HLD JangkokBabak. - Untuk bendung Jangkok: Xijk < Qjangkok ; i = DI-3 sampai DI-7 - Untuk bendung Sesaot:
-
Xijk < Qsesaot ; i = DI-1 Untuk bendung Montang: Xijk < Qmontang ; i = DI-2
c) Analisis Keluaran Optimasi Alternatif 1 Hasil optimasi alternatif 1 dapat dilihat pada Tabel 6.5.1 untuk tahun kering dan Tabel 6.5.2 untuk tahun normal. Penjabaran besar suplesi yang dapat diberikan selama sepanjang tahun disajikan pada Tabel 6.5.3. Selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran D. A. Analisis Keluaran Tahun Kering Berdasarkan Tabel 6.5.1 hasil keluaran dari optimasi alternatif 1 pada tahun kering dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Keuntungan usaha tani maksimum terjadi pada awal tanam Nopember-1 dengan nilai sebesar Rp. 21.270.820,00. b. Intensitas tanaman keseluruhan DI untuk Nopember-1 adalah 238%. c. Besar volume andalan yang tersisa untuk sepanjang tahun pada awal tanam Nopember-1 adalah 35,25 m3 d. Intensitas tanam pada DI Sesaot adalah 300% dengan pola tanam Padi, Palawija (kedelai) – Padi – Palawija (kedelai). e. Intensitas tanam pada DI Montang adalah 40% dengan pola tanam Palawija (kedelai) – tidak menanam – tidak menanam. f. Intensitas tanam pada DI Nyurbaya adalah 300 denga pola tanam Palawija (kedelai) – Padi, Palawija (kedelai) – Palwija (kedelai). g. Intensitas tanam pada DI Mencongah adalah 220% dengan pola tanam Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). h. Intensitas tanam pada DI Menjeli adalah 300% dengan pola tanam Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). i. Intensitas tanam pada DI Repok Pancor adalah 200% dengan pola tanam Palawija (kedelai) – Padi – tidak menanam. j. Intensitas tanam pada DI Mataram adalah 127% dengan pola tanam Padi
– Padi, Palawija (kedelai) – tidak menanam. B. Analisis Keluaran Tahun Normal Berdasarkan Tabel 6.5.2 hasil keluaran dari optimasi alternatif 1 dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Keuntungan hasil usaha tani maksimum terjadi pada awal tanam Nopember-1 dengan nilai sebesar Rp. 27.0074.670,00. b. Intensitas tanaman keseluruhan DI untuk Nopember-1 adalah 262%. c. Besar volume andalan yang tersisa untuk sepanjang tahun pada awal tanam Nopember-1 adalah 63,28 m3 d. Intensitas tanam pada DI Sesaot adalah 300% dengan pola tanam Padi – Padi – Palawija (kedelai). e. Intensitas tanam pada DI Montang adalah 170% dengan pola tanam Palawija (kedelai) – Palawija (kedelai) – tidak menanam. f. Intensitas tanam pada DI Nyurbaya adalah 300 denga pola tanam Padi – Padi – Palwija (kedelai). g. Intensitas tanam pada DI Mencongah adalah 257% dengan pola tanam Palawija (kedelai) – Padi, Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). h. Intensitas tanam pada DI Menjeli adalah 300% dengan pola tanam Palawija (kedela i) - Padi - Palawija (kedelai). i. Intensitas tanam pada DI Repok Pancor adalah 200% dengan pola tanam Padi, Palawija (kedelai) – Padi, Palawija (kedelai) – tidak menanam. j. Intensitas tanam pada DI Mataram adalah 200% dengan pola tanam Palawija (kedelai) – Palawija (kedelai) – tidak menanam. C. Suplesi Total volume transfer air hasil optimasi alternatif 1 yang dapat dialirkan melalui saluran suplesi HLD Jangkok-Babak dan saluran Repok Pancor-Midang dijabarkan pada Tabel 6.5.3. Volume kapasitas saluran suplesi HLD pada intake bendung Jangkok adalah 5832000 m3 dan Sesaot feeder sebesar 1944000 m3 , maka total volume suplesi yang dapat diberikan memalui saluran HLD Jangkok-Babak adalah sebsar 7776000 m3 . Sedangkan besar volume kapasitas untuk suplesi Pancor-Midang adalah 648000 m3 . Jika
volume kapasitas saluran suplesi HLD Jangkok-Babak melalui intake bendung Jangkok belum terpenuhi 50%, maka suplesi untuk Pancor-Midang dialihkan sepenuhnya untuk memberikan tambahan suplesi ke saluran tersebut. Hal ini karena suplesi PancorMidang merupakan suplesi sekunder dan suplesi HLD Jangkok-Babak adalah suplesi primer. Pada kondisi tahun kering, Repok Pancor-Midang tidak memberikan suplesi karena seluruh sisa ketersediaan air dalihkan untuk memenuhi kebutuhan suplesi melalui saluran HLD Jangkok-Babak. Total volume transfer air untuk tahun kering adalah 35254898 m3 dengan rentang debit antara 0,32 – 2,38 m3 /dt dan untuk tahun normal adalah 62558891 m3 dengan rentang debit antara
0,73 – 4,53 m3 /dt
d) Analisis Keluaran Optimasi Alternatif 2 Hasil optimasi alternatif 1 dapat dilihat pada Tabel 6.5.4 untuk tahun kering dan Tabel 6.5.5 untuk tahun normal. Penjabaran besar suplesi yang dapat diberikan selama sepanjang tahun disajikan pada Tabel 6.5.6. Selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran D. A. Analisis Keluaran Tahun Kering Hasil dari optimasi alternatif 2 pada tahun kering dalam Tabel 6.5.4 dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Luas tanam optimum total yang dapat dicapai adalah 7348,17 Ha untuk 3 musim tanam di keseluruhan DI sepanjang tahun pada awal tanam Nopember-1 dengan luas lahan fungsional total keseluruhan DI adalah 2939 Ha untuk satu kali MT. b. Intensitas tanam maksimum keseluruhan DI yang dicapai pada awal tanam Nopember-1 sebesar 250%. c. Keuntungan yang dapat dicapai pada awal tanam Nopember-1 adalah Rp. 20.728.532.937,00 d. Besar volume andalan yang tersisa untuk sepanjang tahun pada awal tanam Nopember-1 adalah 35,90 m3 e. Intensitas tanam pada DI Sesaot adalah 300% dengan pola tanam Padi,
Palawija (kedelai) – Padi - Palawija (kedelai). f. Intensitas tanam pada DI Montang adalah 100% dengan pola tanam tidak menananam - Palawija (kedelai) – tidak menanam. g. Intensitas tanam pada DI Nyurbaya adalah 300% dengan pola tanam Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). h. Intensitas tanam pada DI Mencongah adalah 220% dengan pola tanam Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). i. Intensitas tanam pada DI Menjeli adalah 300% dengan pola tanam Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). j. Intensitas tanam pada DI Repok Pancor adalah 200% dengan pola tanam Palawija (jagung) – Padi – tidak menanam. k. Intensitas tanam pada DI Mataram adalah 175% dengan pola tanam Padi, Palawija (jagung) – Padi, Palawija (kedelai) – tidak menanam. B. Analisis Keluaran Tahun Normal Sedangkan untuk Tabel 6.5.5 hasil keluaran dari optimasi alternatif 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Luas tanam optimum total yang dapat dicapai adalah 7752,406 Ha untuk 3 musim tanam di keseluruhan DI sepanjang tahun pada awal tanam Nopember-1 dengan luas lahan fungsional total keseluruhan DI adalah 2939 Ha untuk satu kali MT. b. Intensitas tanam maksimum keseluruhan DI yang dicapai pada awal tanam Nopember-1 sebesar 264%. c. Keuntungan yang dapat dicapai pada awal tanam Nopember-1 adalah Rp. 26.108.093,764 d. Besar volume andalan yang tersisa untuk sepanjang tahun pada awal tanam Nopember-1 adalah 63,77 m3 e. Intensitas tanam pada DI Sesaot adalah 300% dengan pola tanam Padi – Padi - Palawija (kedelai). f. Intensitas tanam pada DI Montang adalah 200% dengan pola tanam
Palawija (jagung) – Padi, Palawija (jagung) – tidak menanam. g. Intensitas tanam pada DI Nyurbaya adalah 300% dengan pola tanam Padi Padi - Palawija (kedelai). h. Intensitas tanam pada DI Mencongah adalah 257% dengan pola tanam Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). i. Intensitas tanam pada DI Menjeli adalah 300% dengan pola tanam Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai) - Palawija (kedelai). j. Intensitas tanam pada DI Repok Pancor adalah 200% dengan pola tanam Palawija (kedelai) – Palawija (kedelai) – tidak menanam. k. Intensitas tanam pada DI Mataram adalah 200% dengan pola tanam Padi, Palawija (kedelai), Palawija (jagung) – Padi, Palawija (kedelai) – tidak menanam. C. Suplesi Volume kapasitas saluran suplesi HLD pada intake bendung Jangkok adalah 5832000 m3 dan Sesaot feeder sebesar 1944000 m3 , maka total volume suplesi yang dapat diberikan memalui saluran HLD JangkokBabak adalah sebsar 7776000 m3 . Sedangkan besar volume kapasitas untuk suplesi PancorMidang adalah 648000 m3 . Jika volume kapasitas saluran suplesi HLD Jangkok-Babak melalui intake bendung Jangkok belum terpenuhi 50%, maka suplesi untuk PancorMidang dialihkan sepenuhnya untuk memberikan tambahan suplesi ke saluran tersebut. Hal ini karena suplesi Pancor-Midang merupakan suplesi sekunder dan suplesi HLD Jangkok-Babak adalah suplesi primer. Pada kondisi tahun kering, Repok Pancor-Midang tidak memberikan suplesi karena seluruh sisa ketersediaan air dalihkan untuk memenuhi kebutuhan suplesi melalui saluran HLD Jangkok-Babak. Total volume transfer air untuk tahun kering adalah 35901462 m3 dengan rentang debit antara 0,32 – 2,39 m3 /dt dan untuk tahun normal adalah 62965030 m3 dengan rentang debit antara 0,73 – 4,63 m3 /dt.
e) Tinjauan Kondisi Eksisting Terhadap Hasil Optimasi Pada kondisi ketersediaan air yang konstan dapat ditarik matriks tinjauan kondisi eksisting terhadap hasil optimasi alternatif 1 dan alternatif 2 di tahun kering dan tahun normal dengan awal tanam Nopember-I. Awal tanam Nopember-I merupakan awal tanam yang optimum berdasarkan hasil optimasi dari kedua alternatif. Dalam matriks ini diperoleh nilai deviasi antara kondisi eksisting dengan alternatif 1 dan kondisi eksisting dengan alternatif 2. Dari Tabel 6.6.1 matriks tinjauan hasil optimasi terhadap kondisi eksisting, terdapat selisih yang bernilai negatif. Nilai negatif menandakan bahwa nilai faktor pada alternatif 1 atau 2 lebih kecil dari nilai faktor kondisi eksisting, dimana berarti hasil optimasi yang didapat kurang dari kondisi eksisiting yang ada. Tabel 6.6.1
NO
FAKTOR
1 Awal Tanam 2 Luas Tanam ha 3 Intensitas Tanam 4 Jumlah 106 m3 Kebutuhan Air 5 Sistem Pemberian Air
Matriks tinjauan hasil optimasi terhadap kondisi eksisting
EKSISTING
HASIL OPTIMASI SELISIH ALTERNATIF-1 ALTERNATIF-2 ALT. 1 - EKST ALT. 2 - EKST. KERING NORMAL KERING NORMAL KERING NORMAL KERING NORMAL Nop-I, Okt-I Nop-I Nop-I Nop-I Nop-I 8817 6987 7699 7348 7752 -1830 -1118 -1469 -1065 300%
238%
262%
250%
264%
56941776
27891928 36439443
Golongan, Giliran Release ≤ Demand
Golongan, Golongan, Golongan, Golongan, Kontinyu Kontinyu Kontinyu Kontinyu Release Release Release Release = = = = Demand Demand Demand Demand
6 Jumlah Suplesi 106 m3 Melalui 62250359.1 Saluran HLD
35254898 62558891
-62%
-38%
-50%
-36%
27206655 35586765 -29049848 -20502332 -29735120 -21355011
-
35901462 62965030 -26995461
-
-
-
308532
-26348897
714671
Sebaliknya jika nilai selisih adalah positif menandakan bahwa nilai faktor pada alternatif 1 atau 2 lebih besar dari nilai faktor kondisi eksisting dimana berarti hasil optimasi yang didapat lebih besar dari kondisi eksisting. Kondisi eksisiting adalah kondisi yang terealisasi pada saat ini. Pada wilayah studi, kondisi eksisting adalah kondisi yang telah berjalan selama beberapa tahun. Maka nilai yang didapat untuk kondisi eksisting adalah nilai rerata selama 10 tahun terakhir. Awal tanam pada kondisi eksisting untuk seluruh Daerah Irigasi (DI) adalah Nopember-I kecuali untuk DI Mataram yang dimulai pada Oktober-I. Sedangkan untuk hasil optimasi, awal tanam untuk seluruh DI
adalah seragam. Awal tanam yang menghasilkan nilai optimal adalah NopemberI. Luas lahan fungsional untuk seluruh DI adalah 2939 ha. Luas tanam selama setahun dengan 3 musim tanam pada kondisi eksisiting adalah 8817 ha. Sedangkan untuk hasil optimasi, luas tanam yang dihasilkan berbedabeda. Jumlah kebutuhan air untuk kondisi eksisting adalah 56941776 m3 . Volume kebutuhan air ini adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh luas tanam daerah irigasi selama satu tahun. Jumlah kebutuhan air ini merupakan kebutuhan pengambilan yang dilakukan untuk 3 golongan. Satuan kebutuhan air untuk tanaman padi maupun palawija, disajikan selengkapnya pada Lampiran. Pada kondisi eksisiting, sistem pemberian air yang dilaksanakan adalah golongan dan giliran. Pemberian air diberikan secara bergilir di setiap daerah irigasi. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan air sesuai luas tanam dimana ketersediaan air yang ada tidak mencukupi untuk mengairi seluruh areal tanam. Sedangkan pada hasil optimasi, pemberian air adalah kontinyu dimana air diberikan sesuai dengan air yang dibutuhkan. Jumlah suplesi air pada kondisi eksisiting adalah 622505359,1 m3 . Sedangkan pada hasil optimasi alternatif 1 maupun 2 di tahun normal, jumlah suplesi yang dihasilkan lebih besar dari suplesi pada kondisi eksisting. Alternatif 1 lebih besar 308532 m3 dan pada alternatif 2 lebih besar 714671 m3 .
2.
3.
4.
H. Kesimpulan Dari hasil perhitungan dan analisa pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan dengan melihat perbandingan antara hasil anilisis dan kondisi eksisting yang ada. Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
5.
1. Optimasi dilakukan dengan 2 alternatif. Alternatif 1 adalah mengoptimalkan keuntungan usaha
6.
tani dan alternatif 2 adalah mengoptimalkan luas tanam. Ketersediaan air dalam perhitungan ini dihitung dengan tingkat keandalan pada kondisi tahun kering dan tahun normal. Kondisi tahun kering merupakan ketersediaan air dengan tingkat keandalan 80% sedangkan untuk tahun normal adalah 50%. Jumlah ketersediaan air selama 12 bulan untuk tahun kering adalah 340109279 m3 dengan debit andalan antara 3,96 – 19,79 m3 /dt. Untuk tahun normal adalah 520057122,6 m3 dengan debit andalan antara 5,80 – 38,93 m3 /dt. Satuan kebutuhan air adalah konstan. Dalam analisa studi ini dihitung satuan kebutuhan air untuk tanaman padi, kedelai, dan jagung. Untuk setiap jenis tanaman dibedakan menjadi lima awal tanam yaitu Oktober-I, Oktober-II, Nopember-I, Nopember-II, dan Desember-I. Kebutuhan pengambilan (diversion requirements) diambil dengan 3 golongan untuk waktu penyiapan lahan 1,0 bulan. Besarnya kebutuhan air dalam satu periode 15 harian dikalikan dengan luas tanam. Jumlah kebutuhan air hasil optimasi alternatif 1 pada tahun kering adalah 27891928 m3 dan pada tahun normal adalah 36439443 m3 . Untuk optimasi alternatif 2 menghasilkan jumlah kebutuhan air pada tahun kering sebesar 27206655 m3 dan pada tahun normal sebesar 25586765 m3 . Pada optimasi alternatif 1, awal tanam Nopember-I memberikan hasil yang optimal. Keuntungan usaha tani optimal yang dihasilkan dari optimasi alternatif 1 untuk tahun kering adalah Rp. 21.270.820.000 sedang untuk tahun normal adalah Rp. 27.004.670.000. Pada optimasi alternatif 2, awal tanam Nopember-I memberikan hasil yang optimal. Luas tanam optimal yang dihasilkan dari optimasi alternatif 2 untuk tahun kering adalah 7348,18 ha sedang untuk tahun normal adalah 7752,406 ha. Air yang dialirkan melalui saluran suplesi HLD Jangkok-Babak dan Sesaot feeder pada kondisi eksisiting
sebesar 62250359,1 m3 . Untuk hasil optimasi alternatif 1, jumlah air yang dapat dialirkan melalui saluran suplesi HLD Jangkok-Babak dan Sesaot feeder di tahun kering sebesar 35254898 m3 dan di tahun normal sebesar 62558891 m3 . Sedangkan hasil optimasi alternatif 2, jumlah air yang dapat dialirkan pada tahun kering sebesar 35901462 m3 dan pada tahun normal sebesar 62965030 m3 . Pada tahun normal, suplesi yang dihasilkan dari optimasi alternatif 1 dan 2 lebih besar dari kondisi eksisiting. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan air hasil optimasi yang lebih kecil daripada kondisi eksisting. 7. Dari hasil peninjauan hasil optimasi terhadap kondisi eksisting diketahui bahwa pada kondisi eksisting sistem pemberian air yang berlaku adalah golongan dan giliran dimana air yang diberikan terbatas dan bergilir di setiap daerah irigasi. Dengan intensitas tanam yang tinggi, ketersediaan air yang ada tidak memenuhi kebutuhan air sesuai luas tanam pada kondisi eksisiting. Hal ini berbeda dengan kondisi pada hasil optimasi. Walaupun intensitas tanaman lebih rendah dari kondisi eksisting, namun pemberian air lebih terjamin dengan kondisi yang kontinyu. Kondisi hasil optimasi ini adalah kondisi dimana air yang diberikan sesuai dengan jumlah air yang dibutuhkan (release = demand). Pemberian air yang tidak kontinyu dapat menyebabkan intensitas panen yang lebih rendah.
I. Saran Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil perhitungan dan analisa dalam pengerjaan tugas akhir ini antara lain sebagai berikut: 1. Untuk menjamin keberlanjutan ketersediaan air perlu dilakukan konservasi hutan dibagian hulu DAS dan perlu dibangun prasarana waduk sebagai reservoir pengatur di hulu bendung Jangkok.
2. Untuk meningkatkan luas tanam dan intensitas tanam perlu ditempuh upaya pemberian air terbatas secara giliran dalam golongan di setiap Daerah Irigasi. 3. Untuk mempertahankan efisiensi saluran irigasi agar nilai kebutuhan pengambilan air tidak meningkat perlu dilakukan upaya pemeliharaan rutin pada saluran dan bangunan irigasi (termasuk saluran suplesi) serta menghindari pencurian air di saluran irigasi dan saluran suplesi, sekaligus dengan itu perlu dilakukan upaya hemat air di setiap daerah irigasi. 4. Dalam menetapkan pilihan optimal, unit pengelola sumber daya air setempat dapat memilih sesuai dengan: i. Alternatif 1, memaksimumkan keuntungan usaha tani: a) Tahun Kering Keuntungan hasil tani: Rp. 21.270.820.000 Luas tanam: 6987 ha. Intensitas tanam: 238%. Suplesi : 35,25 x 106 m3 . b) Tahun Normal Keuntungan hasil tani: Rp. 27.004.670.000 Luas tanam: 7699 ha. Intensitas tanam: 262%. Suplesi : 63,28 x 106 m3 . ii. Alternatif 2, memaksimumkan luas tanam: a) Tahun Kering Luas tanam: 7348,18 ha. Intensitas tanam: 250%. Suplesi: 35,90 x 106 m3 . Keuntungan usaha tani: Rp.20.728.532.937 b) Tahun Normal Luas tanam: 7752,406 ha. Intensitas tanam: 264%. Suplesi: 63,77 x 106 m3 Keuntungan usaha tani: Rp.26.108.093.764 5. Pada kondisi tertentu (emergency) perlu dilakukan transfer air dengan mengalihkan sepenuhnya ketersediaan air di bendung Jangkok dan Sesaot
feeder ke saluran suplesi HLD Jangkok-Babak sesuai kapasitas saluran dengan ketentuan harus dilakukan sistem pemberian air golongan dan giliran secara proporsional dalam rentang waktu terbatas pada Daerah Irigasi (DI) Nyurbaya, Mencongah, Menjeli, Repok Pancor, dan Mataram.