Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
STUDI KRITIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DALAM PERANAN MASYARAKAT HUKUM ADAT Oleh: FOKKY FUAD Dosen Fakultas Hukum – UIEU
[email protected]
ABSTRAK Hutan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi Bangsa Indonesia yang wajib disyukuri. Hutan yang mengalami proses degradasi atau penurunan kualitas sumber daya, perlu untuk dibenahi dalam sebuah peraturan hukum yang lebih mencerminkan hak dan peranan masyarakat termasuk di dalamanya adalah hak dan peran masyarakat hukum adat untuk mengelola sumber daya hutan. Konsep pengelolaan atas sumber daya hutan yang tersentralistik perlu dibenahi dengan pola pengelolaan sumber daya hutan yang melibatkan peran aktif masyarakat lokal dan/hukum adat dalam pengelolaan sumber daya hutan. Ideologi pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia perlu dilakukan representasi terhadap makna penguasaan oleh Negara atas sumber daya alam, sehingga dalam hal ini akan tercipta penafsiran yang lebih inklusif atas makna penguasaan sumber daya alam Kata kunci: pengelolaan sumber daya hutan, hak masyarakat hukum adat, perubahan paradigma
Pengelolaan sumber daya hutan di
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Indonesia secara yuridis sangat diperlukan
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3)
Pendahuluan A. Latar Belakang
untuk
dan
maka kekayaan alam yang terkandung
pemanfaatan hutan sebagai bagian dari
dalam bumi Indonesia dikuasai oleh
kekayaan
sumber
negara, tujuan penguasaan oleh negara
Pengelolaan
Sumber
Indonesia
menjaga
mengacu
kelestarian
daya Daya
hayati. Alam di
kepada
ideologi
tersebut
adalah
penguasaan
untuk
secara
menghindari
mutlak
oleh
se-
penguasaan Sumber Daya Alam yang
kelompok
menjadi landasan konstitusional yaitu
menimbulkan
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945:
sekelompok orang pada sekelompok orang
orang
tertentu
sehingga
keter-gantungan
dari
lain. Pasal ini mengadopsi corak dan sifat
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
90
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
hukum adat atas pengelolaan tanah dan
abadi serta terciptanya sebuah keadilan
juga
sumber
pemilikan
daya
atas
alam,
Sumber
di
mana
sosial, sebuah keadilan yang mampu
Daya
Alam
dirasakan
oleh
segenap
lapisan
dilakukan secara komunalistik. Pemilikan
masyarakat Indonesia, khususnya dalam
secara individual tetap diakui tetapi
hal ini adil dalam pemanfaatan serta
pemilikan individual tersebut dibatasi oleh
pengelolaan
pemilikan tanah dan Sumber Daya Alam
(agrarian
resources).
Konsep
me-
secara komunal.
majukan
kesejahteraan
umum
yang
sumber
daya
agraria
Pengelolaan Sumber Daya Alam
terimplementasi dalam Pasal 33 (3) UUD
yang mengacu pada Pasal 33 (3) UUD
1945 menunjukkkan sebuah bentuk negara
1945
hukum kesejahteraan. Negara
tersebut
sebagai
landasan
hukum
konstitusional sekaligus landasan ideologi
kesejahteraan (welfare state) tampak pula
penguasaan atas Sumber Daya Alam di
tertuang dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (3)
Indonesia menjadikan semua Sumber
UUD 1945:
Daya Alam termasuk dalam hal ini adalah
“Negara
sumber daya hutan merupakan bentuk
hukum”
pengejawantahan
dari
Alinea
IV
Indonesia
Sebuah
adalah
negara
negara
hukum
yang
Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
berupaya mewujudkan sebuah tujuan yaitu
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
terciptanya
Alinea ke-IV tersebut secara tegas menunjukkan sebuah tujuan pendirian negara
Indonesia
yang
mewujudkan
sebuah kesejahteraan umum, menciptakan sebuah
bangsa
yang
cerdas
dengan
bagi
rakyat
Indonesia. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menjadi landasan konstitusional sekaligus menunjukkkan sebuah konsep ideologi penguasaan atas Sumber Daya Alam (natural
resources)
kemudian
terimplementasikan dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau
lebih
dikenal
dengan
Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan:
landasan kemerdekaan, perdamaian yang
91
kesejahteraan
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
“Seluruh bumi, air, dan ruang Angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam Wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang Angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional” Pasal
1
ayat
(2)
Pembukaan UUD 1945
Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945
tersebut
menunjukkan sebuah nilai religius Bangsa Indonesia
yang
mengganggap
Pasal 1 Ayat 2 UUPA
bahwa
Sumber Daya Alam Indonesia merupakan karunia
Tuhan,
menunjukkkan
selain
azas
itu
pula
nasionalitas
atas UU No. 41 Tentang Kehutanan
Sumber Daya Alam Indonesia, bahwa Sumber Daya Alam termasuk hutan khususnya merupakan kekayaan nasional Bangsa Indonesia, yang tentu saja dalam hal
ini
harus
dipergunakan
untuk
B. Pemikiran Kritis atas Judul dan Konsideran Menimbang Judul
mencapai kemakmuran rakyat secara adil
dalam
Undang-Undang
dan merata serta pengelolaan sumber daya
No.41 tahun 1999 adalah Kehutanan,
hutan yang berkelanjutan. UUPA sebagai
judul kehutanan tersebut tampaknya hanya
landasan bangunan hukum Sumber Daya
melihat hutan sebagai sebuah benda yang
Alam di Indonesia harus menjadi payung
dalam hal ini hanya dipandang sebagai
hukum bagi berlakunya setiap peraturan
tegakan-tegakan
hukum
tentang
melihat bahwa dalam hutan terdapat
Alam
sistem ekologi yang berjalan dimana
yang
pengelolaan khususnya
mengatur
Sumber sumber
Daya daya
hutan
di
kayu
semata
tanpa
didalamnya terdapat pula manusia yang
Indonesia Secara normatif maka konsep
hidup
pengelolaan
masyarakat hukum adat yang berinteraksi
sumber
daya
hutan
di
didalam
hutan
hutan
dengan
berikut:
kehidupan mereka. Hutan tidak saja
semata
mereka
tetapi
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
hutan
bagian
halnya
Indonesia dapat dikonstruksikan sebagai
menghidupi
sebagai
seperti
secara
dari
ekonomis
adalah
tempat
92
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
bersemayamnya ruh-ruh leluhur mereka
(faktor ekonomi) serta sebagai tempat
yang bernilai magis religius. Berdasarkan
yang memiliki nilai sakral yang tinggi
hal tersebut maka lebih tepat apabila judul
(faktor magic-religius).
undang-undang No.41 adalah Pengelolaan
Konsep
Kehutanan.
management
Dalam
konsideran
menimbang
state
based
mengakibatkan
forest
kebijakan
pengelolaan sumber daya hutan menjadi
huruf a dinyatakan:
terpusat (sentralistik) di satu tangan yaitu
“bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberi manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang”
dalam hal ini berada dalam tangan
Konsep
ideologi
penguasaan
Sumber Daya Alam dalam hal ini adalah sumber daya hutan oleh negara dapat menjadi
berbahaya
jika
pemahaman
bahwa
pemerintah,
sehingga
sebuah
paradigma
terdapat
negara
adalah
menimbulkan
pengelolaan
yang
mengacu pada konsep state based forest management. sebagai
Negara
pemerintah
yang menjadi
Indonesia.
Segala
pelaku
kebijakan
kehutanan bersifat sentralistik sehingga dalam tataran empiris kurang mampu memberikan keleluasaan bagi masyarakat hukum adat untuk mengelola sumber daya hutan sebagai tempat mencari kehidupan
93
akan menciptakan sebuah kesejahteraan dan
kemakmuran
bagi
rakyat
mengalami
banyak
kendala
pengelolaan
sumber
daya
akan ketika
hutan
di
Indonesia tidak melihat adanya keragaman hukum
(pluralisme
hukum)
dalam
pengelolaan sumber daya hutan. Akibat kurang terakomodasinya hak masyarakat hukum adat dalam pengelolaan Sumber Daya Alam maka akan memunculkan stigma bagi masyarakat hukum adat, seperti:
perambah
hutan,
peladang
berpindah, penebang liar, dan sebagainya. Fahmal
diartikan
tunggal atas pengelolaan sumber daya hutan
pemerintah. Negara cq pemerintah ketika
berpendapat
bahwa
sesungguhnya pejabat administrasi negara selaku pelaksana kebijakan politik negara mempunyai
wewenang
sebagaimana
diperintahkan undang-undang. Berfungsi memimpin masyarakat, mengendalikan pemerintahan, menghimpun potensi,
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
memberi aspirasi,
memberi
petunjuk,
menggerakkan arah,
meng-
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
koordinasikan
kegiatan,
membuka
Indonesia melihat hutan sebagai objek
kesempatan, memberi kemudahan, meng-
yang dapat dieksploitasi untuk mengejar
awasi, menilai, mendukung, membina,
laju angka-angka pertumbuhan ekonomi.
melayani, mendorong, dan melindungi masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut harus
C. Tinjauan
diwujudkan dengan kepastian hukum dan
Peranan
perwujudan keadilan yang sesungguhnya.
Adat
lokal
harus
menjadi
fokus
pembentukan hukum (Fahmal, 2006:70) Konsep kemakmuran yang berada
terhadap
Masyarakat
Hukum
Pasal 1 Angka 2 menjelaskan
Untuk kesemuanya itu maka kearifankearifan
kritis
bahwa
hutan
adalah
suatu
kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan, berisi Sumber
Daya
Alam
Hayati,
yang
diukur
didominasi pepohonan dalam persekutuan
berdasarkan perhitungan Angka matematis
alam lingkungannya, yang satu dengan
dimana kemakmuran dan kesejahteraan
lainnnya tidak dapat dipisahkan. Pasal ini
diukur berdasarkan konsep pertumbuhan
tampaknya
ekonomi sebuah negara. Pertumbuhan
sebagai
ekonomi
dieksploitasi
dalam
pemikiran
pemerintah
sebagai
parameter
utama
mengukur sebuah kesejahteraan rakyat ternyata
menurut
Moeljarto
hanya
sebuah
memandang objek
untuk
yang
hutan dapat
mencapai
sebuah
kemakmuran. Pembentuk
tidak
hukum
tampaknya
mencapai dan menyentuh pada lapisan
hanya melihat bahwa hutan hanya sebagai
masyarakat
tegakan-tegakan
bawah
(Moeljarto,
1993)
kayu
yang
siap
akibatnya pertumbuhan ekonomi yang
dieksploitasi untuk mencapai keuntungan
tinggi menimbulkan ketimpangan sosial
ekonomi. Tampaknya pembentuk hukum
yang tajam.
lalai memasukkan unsur manusia sebagai
Hal
ini
bisa
terlihat
dari
komponen dalam kesatuan ekosistem
banyaknya warga miskin di Indonesia
hutan.
sedangkan di sisi yang lain Indonesia
sebagai bagian dari sebuah ekosistem
adalah negara terkaya akan sumber daya
hutan
alam.
akomodasinya
Hal
ini
bisa
terjadi
karena
Tidak
tercantumnya
mengakibatkan
manusia
tidak
ter-
hak serta peran aktif
pemerintah selaku pelaku kebijakan utama
masyarakat hukum adat yang telah hidup
atas pengelolaan Sumber Daya Alam di
dalam hutan untuk mengelola hutan sesuai
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
94
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
kearifan adatnya. Pasal 1 Angka 3
masyarakat hukum adat atas pengelolaan
menyatakan:
sumber daya hutan sebagai bagian yang
“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu
tidak terpisahkan dari hidupnya.
yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Negara cq pemerintah menjadi
Pemerintah untuk dipertahankan keber-
penguasa atas sumber daya hutan adat
adaannya sebagai hutan tetap”.
menjadikan hutan adat berada dalam
Pasal secara
tersebut
nyata
akan
menunjukkan adanya
konsep
kekuasaan pemerintah dimana pemerintah dapat dengan mudah menyerahkan hak
pengelolaan secara terpusat (sentralistik)
pengusahaan
dengan
forest
kehutanan. Hal ini dapat kita kaitkan
management. Pemerintah menjadi penentu
dengan pasal 67 yang menyatakan bahwa
utama menetapkan keberadaan sebuah
masyarakat
kawasan hutan. Secara lebih tegas adanya
menurut kenyataannya masih ada dan
konsep state based forest management
diakui keberadaannya.
konsep
state
based
dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan:
“semua
hutan
dalam
hutan
hukum
kepada
adat
investor
sepanjang
Keberadaan masyarakat hukum adat semakin tidak terakomodasi dengan
wilayah Republik Indonesia termasuk
adanya
kekayaan
di
ambivalen. Pada satu sisi eksistensi
dalamnya dikuasai Negara untuk sebesar-
masyarakat hukum adat diakui akan tetapi
besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 4
pengakuan tersebut dibatasi sepanjang
merupakan
kenyataannya
alam
yang
pengukuhan
terkandung
atas
adanya
pengakuan
masih
yang
ada.
bersifat
Pembentuk
konsep pengelolaan secara sentralistik atas
hukum tampaknya memiliki pemahaman
sumber daya hutan. Pengelolaan hutan
bahwa masyarakat hukum adat akan
dengan
mengalami
model
management
state
based
mendominasi
forest konsep
pengelolaan hutan di Indonesia.
kepunahan,
sedangkan
masyarakat hukum adat yang memiliki kearifan nilai-nilai tradisi dan budaya
Pasal 2 Angka 6 menyatakan
mampu
mempertahankan
eksistensi
bahwa: “Hutan adat adalah hutan negara
masyarakat hukum adat dalam perubahan
yang berada dalam wilayah masyarakat
peradaban umat manusia. Pasal 4 ayat (3)
hukum
menyatakan:
adat”.
Pasal
ini
semakin
mempertegas hilangnya peran dan hak
95
Negara
“peguasaan
tetap
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
hutan
oleh
memperhatikan
hak
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
masyarakat
hukum
adat
sepanjang
Pasal 67 ayat (2) secara tegas
kenyataannnya masih ada dan diakui
menyatakan:
keberadaannnya, serta tidak bertentangan
dan hapusnya masyarakat hukum adat
dengan kepentingan nasional”.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) maka Negara
tetap
memperhatikan
hak
“pengukuhan keberadaan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah”. Pasal
ini
secara
tegas
menyatakan
masyarakat hukum adat, akan tetapi
hapusnya sebuah masyarakat hukum adat
pengakuan tersebut akan berakhir ketika
adalah
masyarakat
ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan
hukum
adat
dalam
kenyataannnya masih ada, dan bahkan
atas
keputusan
hukum
yang
sebuah peraturan daerah.
Negara cq pemerintah secara juridis
Pasal 9 ayat (1) menyatakan:
normatif dapat tidak mengakui keberadaan
“untuk kepentingan pengaturasn iklim
masyarakat
walaupun
mikro, estetika, dan resapan air, di setiap
senyatanya masyarakat hukum adat itu
kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai
masih ada.
hutan kota”. Pasal 9 di atas tampaknya
hukum
adat
Ambivalensi pengakuan atas hak masyarakat
hukum
adat
melihat sebuah keberadaan hutan kota.
dalam
Dalam
pengelolaan
hutan
pengelolaan sumber daya hutan terulang
tampaknya pengelolaan hutan kota dalam
lagi dalam Pasal 5 ayat (3): Pemerintah
pasal ini tidak perlu dimasukkan dalam
menetapkan status hutan sebagaimana
UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan
mengingat
hutan adat ditetapkan sepanjang menurut
umumnya berada di bawah pengurusan
kenyataannya masyarakat hukum adat
dinas pertamanan kabupaten/kota dan
yang bersangkutan masih ada dan diakui
bukan
keberadaannya. Sedangkan dalam ayat (4)
kehutanan.
dinyatakan:
“apabila
dalam
bahwa
berada
hutan
di
kota
bawah
pada
instansi
perkem-
Pasal 50 menyatakan bahwa:
bangannnya masyarakat hukum adat yang
Setiap orang dilarang: a. mengerjakan dan
bersangkutan tidak ada lagi, maka hak
atau menggunakan dan atau menduduki
pengelolaan hutan adat kembali kepada
kawasan
Pemerintah”
SedAngkan dalam Penjelasan Pasal 50 ayat
(3)
hutan
huruf
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
secara
a
tidak
dinyatakan:
sah.
yang
96
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
dimaksud dengan mengerjakan kawasan
yang menggantikan Undang-Undang No.5
hutan adalah mengolah tanah dalam
tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
kawasan hutan tanpa mendapat izin dari
Pokok Kehutanan (Lembaran Negara
pejabat yang berwenang, antara lain untuk
1967
perladangan, untuk pertanian, dan untuk
menggunakan
usaha lainnya.
secara tersentralistik (state based forest
Pasal ini secara empiris telah
Nomor
8)
ternyata
pendekatan
management).
masih
pengelolaan
Pendekatan
menempatkan masyarakat hukum adat
diakibatkan
untuk memperoleh izin mengerjakan serta
pengelolaan Sumber Daya Alam dimana
mengelola kawasan hutan yang telah
Negara menguasai sumber daya alam.
mereka
diami
selama
ratusan tahun
Konsep tersebut baik ketika terdapat
bahkan
ribuan
tahun
secara
kesepahaman
turun-
sebuah
tersebit
hukum
ideologi
tentang
atas
negara,
temurun. Setalah menempati hutan selama
dalam konstruksi hukum tata negara maka
ratusan/ribuan
Negara
tahun
maka
dengan
tidak
diartikan
saja
sebagai
berlakunya Undang-undang ini secara
pemerintah akan tetapi Negara dalam
tiba-tiba demi hukum mereka wajib
konstruksi ini juga memiliki unsur rakyat
melaporkan diri untuk memperoleh izin
(masyarakat hukum adat sebagai bagian
mengelola hutan.
dari
komponen
Rakyat
Indonesia).
Apabila masyarakat hukum adat
Sebagai contohnya keberadaan masya-
tidak melaporkan izin untuk mengelola
rakat hukum adat dalam Pasal 67 undang-
hutan yang telah mereka tempati maka
undang ini cukup diakui secara juridis
masyarakat hukum adat dapat dikenakan
normatif
sanksi denda sejumlah Rp. 5.000.000.000
daerah saja. Bahkan masyarakat hukum
(lima milyar rupiah) sesuai ketentuan
adat secara normatif dapat dihapuskan
Pasal 78 ayat (3).
hanya dengan sebuah ketentuan peraturan
dalam
ketentuan
peraturan
daerah. D. Pemikiran
Hukum
Pembangunan
ke
Arah Hukum
Kehutanan yang Berkeadilan
Nurjaya
menjelaskan
bahwa
Pengelolaan sumber daya hutan yang mengacu pada paradigma pengelolaan
Undang-undang
secara state based forest management
No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan
perlu diubah menjadi konsep partisipasi
Berlakunya
97
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
aktif
masyarakat
dalam
pengelolaan
tetapi
hutan
mampu
menciptakan
sumber daya hutan atau community based
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
forest
Indonesia.
management
(Nurjaya,
2001).
Perubahan
Dalam pengelolaan model ini maka
pembangunan
masyarakat lokal maupun masyarakat
semata-mata mengejar pada pembangunan
hukum adat yang sangat menggantungkan
ekonomi semata-mata sehingga meng-
hidupnya terhadap hutan tidak lagi sebagai
abaikan hak dan peran masyarakat hukum
objek hukum tetapi menempatkannnya
adat tetapi hutan. Kesejahteraan harus
sebagai
subjek
dilihat secara lebih luas menyangkut
sumber
daya
Pengelolaan
dalam hutan
pengelolaaan di
sumber
Indonesia.
daya
hutan.
nasional
paradigmas
kesejahteraan
jangan
immateriil
lagi
Bangsa
Indonesia.
Pemerintah dalam paradigma pengelolaan
Secara normatif tampaknya perlu
sumber daya hutan seperti ini juga
menempatkan UUPA sebagai payung
berperan
hukum dari setiap peraturan perundangan
aktif
sebagai
penyokong,
pengayom, pendukung, juga pelindung
yang
dalam pengelolaan sumber daya hutan di
Sumber Daya Alam termasuk hutan.
Indonesia. Pemerintah demikian masih
UUPA yang mencerminkan nilai-nilai dan
terlibat aktif akan tetapi menyertakan
corak yang populis akan sesuai dengan
peran partisipasi aktif masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya hutan yang
pengelolaan sumber daya hutan.
mengacu pada paradigma pengelolaan
Menempatkan peran serta aktif masyarakat lokal maupun adat dengan
berkaitan
dengan
pengelolaan
hutan yang baru yaitu community based forest management.
segala kearifan mereka untuk mengelola hutan menjadikan hutan tidak sekedar
Daftar Pustaka
sebagai objek semata dalam pembangunan
Bachriadi, Dianto. “Merana di Tengah
ekonomi akan tetapi juga menjadikan
Kelimpahan”, ELSAM, Yakarta,
hutan
1998.
sebagai
komponen
utama
pembangunan masyarakat secara utuh. Hutan
tidak
menjadi
Boedi.
“Hukum
Agraria
objek
Indonesia, Sejarah Pembentukan
sehingga
Undang-Undang Pokok Agraria,
menimbulkan proses degradasi hutan,
Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I,
eksploitasi
sekedar
Harsono,
pembangunan
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
98
Fokky Fuad – Studi Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dalam Perananan Masyarakat Hukum Adat
Hukum
Tanah
Nasional.”
Djambatan, Jakarta, 1999. Moeljarto,
T.
“Politik
Pembangunan,
Sebuah Analisis, Konsep, Arah dan
Strategi”,
Tiara
Wacana,
Yogyakarta, 1993. Sodiki, Achmad. “Penataan Pemilikan Hak Atas Tanah Di Daerah Perkebunan Kabupaten Malang, Studi Tentang Dinamika Hukum”, Disertasi,
tidak
diterbitkan,
Universitas Airlangga, Surabaya, 1994. Tjondronegoro, Soediono M.P, “Sosiologi Agraria”, AKATIGA, Bandung, 1999.
99
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006