STUDI KONVERGENSI ALGORITMA CRITICALLY COUPLED UNTUK PENYELESAIAN ALIRAN DAYA
Ir RISNIDAR CHAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara
Abstrak Sudah banyak pemodelan matematis yang menggunakan prinsip decoupled untuk menyelesaikan persamaan aliran daya, walaupun terbatas pada jaringan dengan ratio R/X yang rendah. Dalam tesis ini dibahas dua macam algoritma perhitungan aliran daya baru yang diperkenalkan oleh P.E.Crouch et al yang merupakan modifikasi dari algoritma BX dan XB, terutama untuk saluran atau sistem yang mempunyai ratio R/X tinggi. Pada metoda ini analisanya dimulai dengan algoritma BGGB dan kemudian salurannya dibagi atas dua kelompok berdasarkan ratio R/X yang rendah dan tinggi. Juga dibahas dalam tesis ini batasan-batasan penerapannya serta membandingkan kecepatan konvergensinya dengan algoritma Newton - Rhapson, algoritma BGGB, algoritma Fast Decoupled XB serta Fast Decoupled BX.
PENDAHULUAN I.1.
Latar Belakang.
Dengan semakin tingginya tingkat kebutuhan manusia terhadap tenaga listrik, maka para pakar tenaga listrik selalu terus berupaya meneliti untuk meningkatkan mutu pelayanan tenaga listrik dari pembangkit ke konsumen. Salah satu studi ini yang disebut studi aliran daya sangat banyak manfaatnya baik untuk perencanaan sistem tenaga maupun pengembangannya, juga untuk studi ekonomis, proteksi, hubung singkat ataupun untuk studi stabilitas. Selama ini metode yang dikembangkan selalu bertitik tolak dari metode Newton Rhapson yaitu metode Fast Decoupled karena merupakan meyode yang dapat memenuhi kriteria keandalan, kecepatan dan kesederhanaannya, tetapi secara umum mempunyai kelemahan bila dipakai untuk jaringan yang mempunyai cabang dengan ratio R/X tinggi. Hal ini disebabkan karena titik tolak dari Fast Decoupled adalah dengan mengasumsikan bahwa semua saluran sistem mempunyai resistansi R lebih kecil dari reaktansi X, sehingga bila salah satu saluran atau sebagian saluran mempunyai resistansi yang lebih besar misal pada Hantaran Tegangan Rendah atau kabel, sedemikian rupa yang mengakibatkan ratio R/X>1, maka jumlah iterasi dari Fast Decoupled menjadi sangat besar dan
2002 digitized by USU digital library
1
bisa-bisa divergen. Seperti kita tahu banyak juga saluran transmissi dan distribusi kabel bawah tanah, terutama dikota-kota besar, dimana kabel tersebut mempunyai ratio R/X yang tinggi. Disini akan dicoba menyampaikan suatu algoritma baru yaitu algoritma yang diperkenalkan oleh P. E. Crouch et al yang berkaitan dengan algoritma Fast Decoupled (XB) dari B.Stott & Alsac dan algoritma BX dari R.A.M. Amerongen. I.2.
Tujuan dan manfaat studi algoritma Critically Coupled.
Sebelum ini sudah banyak metoda yang dibuat untuk menyelesaikan persamaan aliran daya terutama untuk sistem yang mempunyai cabang dengan ratio R/X tinggi. Jadi tujuan melakukan studi algoritma Critically Coupled ini adalah : 1. Membuktikan bahwa algoritma Critically Coupled dan algoritma Critically Coupled XB untuk sistem yang mempunyai banyak saluran yang ratio R/X nya tinggi, algoritma ini lebih baik dari algoritma BX dan XB. 2. Menentukan batasan-batasan yang mempengaruhi algoritma ini dalam penerapannya, seperti banyaknya saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi, besarnya ratio R/X saluran waktu maupun daya pada sistem Sedangkan manfaat dari penelitian studi algoritma Critically Coupled ini adalah bila terbukti keunggulan algoritma ini maka hasil ini sangat bermanfaat untuk menyelesaikan persamaan aliran daya pada sistem yang mempunyai cabang dengan ratio R/X tinggi, jumlah iterasinya lebih sedikit dan pada waktu yang relatif cepat. I.3.
Perumusan Masalah.
Disini kami mencoba melakukan studi pengujian metode Critically Coupled pada jaringan yang mempunyai saluran dengan ratio R/X tinggi. Pada metoda ini analisanya berdasarkan pada algoritma BGGB. Untuk jaringan yang mempunyai cabang dengan R/X tinggi, maka jaringan bus dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1. Bus dengan R/X rendah ( 0,5
Pembatasan Masalah.
Selama ini metoda perhitungan studi aliran daya yang dikembangkan untuk persoalan-persoalan pada sistem tenaga listrik banyak pada jaringan transmissi dimana harga ratio R/X rendah. Sedang untuk sistem yang mempunyai cabang dengan harga ratio R/X tinggi seperti jaringan sistem distribusi ( tegangan menengah dan tegangan rendah ) dengan hantaran udara atau hantaran kabel baru sedikit pembahasannya. Dalam membahas algoritma Critically Coupled ini dibuat asumsi sebagai berikut : 1. Untuk pengujian metoda Critically Coupled ini dipakai sistem jaringan fiktif IEEE standard dimana untuk memperoleh komponen resistansi yang besar dibanding reaktansi dilakukan dengan mengubah-ubah besar R dan juga reaktansi X.
2002 digitized by USU digital library
2
2. Karena algoritma dijalankan pada sistem yang sulit maka resistansi R dari 10 saluran yang ditentukan dipakai faktor skala yang sama yaitu 5, sedang khusus untuk reaktansi dari masing-masing saluran dalam jaringan dikalikan dengan faktor skala yang dipilih secara random antara 0 dan 1. 3. Iterasi dibuat tanpa memperhatikan batas VAR. 4. Sistem yang dipilih dalam pengujian adalah sistem fiktif IEEE standard dengan sistem 14 bus, 30 bus dan 57 bus. 5. Bahasa pemrograman yang dipakai adalah bahasa FORTRAN dengan teknik matrik jaring. I.5.
Metodologi Penelitian.
Data yang dipakai untuk menguji algoritma dan program yang dibuat pada penelitian ini adalah data standard IEEE untuk sistem 57 bus, 30 bus dan 14 bus. Secara garis besar metodologi penelitiannya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan pustaka yang berkaitan dengan studi aliran daya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dasar tentang masalah persamaan aliran daya. 2. Mempelajari literatur yang berkaitan dengan perhitungan aliran daya, terutama yang mendukung metoda yang digunakan. 3. Membuat diagram alir dan program aliran daya dengan metoda Critically Coupled. 4. Melakukan pengujian program dengan data standard IEEE. 5. Analisa data hasil uji coba program, untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan laporan beserta kesimpulan yang relevan. Penulisan mengenai hasil studi algoritma Critically Coupled. Penulisan ini penting untuk mendapatkan tanggapan kritis dan diskusi yang merupakan umpan balik dalam rangka penggunaan algoritma Critically Coupled ini.
2002 digitized by USU digital library
3
BAB II ALGORITMA CRITICALLY COUPLED UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN ALIRAN DAYA II.1 Prinsip Dasar. Tujuan utama adalah membuktikan konvergensi algoritma baru, yang berkaitan dengan algoritma XB dan BX yaitu algoritma Critally Coupled XB dan Critically Coupled BX. Kontribusi utama analisa ini adalah algoritma XB atau “ Fast Decoupled “ oleh B. Stout dan O. Alsac dan algoritma BX oleh R.A.M. Van Amerongen. Khusus dalam tulisan Monticelli ditunjukkan bahwa kedua algoritma itu dapat diterangkan untuk rangkaian dimana masing-masing salurannya mempunyai ratio R/X yang sama, atau jaringan radial, algoritma dapat diturunkan hampir tanpa pendekatan dari metoda klasik Jacobian Konstan. Untuk jaringan yang tidak mempunyai struktur seperti algoritma XB atau BX akan memberikan algoritma yang cepat. Meskipun demikian kecepatan algoritma BX dan XB terhadap jaringan dengan saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi masih merupakan problem. Dalam studi ini, algoritma dimulai dari algoritma BGGB dimana struktur metoda matrik Jacobian telah dievaluasi diawalnya. Seperti disebut diatas, algoritma XB dan BX juga berbeda dari metoda Jacobian Konstan, yang naik kecepatannya karena pemisahan skema iterasi pada sudut phasa tegangan bus dan besarannya diperbaharui sendiri-sendiri. Ini penting untuk menaikkan kecepatan algoritma XB dan BX, dibandingkan dengan metoda BGGB, tetapi pada saat yang sama kekuatan algoritma dikurangi, seperti ditunjukkan pada hasil test dalam tulisan Amerongen. Pada tulisan P.H.haley dan M.Ayres pertimbangan lain dengan algoritma “ Decoupled “ Jacobian Konstan dimana tegangan bus dinyatakan dengan bagian real dan imaginer. Pada teori penyelesaian numerik persamaan aljabar, algoritmanya dikenal dengan metoda Quasi - Newton yang berperan penting. Disini matrik Kacobian diganti dengan pendekatan yang diperbaharui pada setiap iterasi. Metoda ini direduksi ke metoda Jacobian Konstan bila pendekatan matrik jacobian adalah tetap. Secara umum kerugian metoda Quasi - Newton dari metoda Jacobian Konstan adalah harus dilakukan re-faktorisasi pada setiap iterasi, bila keadaan kejarangan struktur dapat dipertahankan dalam matrik pendekatan Jacobian, sekalipun diharapkan kenaikan kecepatan dari algoritma. Dalam usaha memperbaiki kekuatan dari algoritma BX dan XB, waktu mempertahankan kecepatan “ Decoupled “ algoritma sebanyak mungkin, P.E.Crouch mencoba memanfaatkan kelebihan sifat kekuatan (kecepatan) metoda algoritma BGGB yang disampaikan oleh Amerongen, dan Nagendra Rao. Kenyataannya algoritma BGGB telah dipakai dalam paper Nagendra Rao, untuk mendapatkan suatu evaluasi kuantitatif dari sifat konvergensi algoritma XB. Lebih jelas bahwa jaringan yang diberikan selanjutnya seperti saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi pasti tidak dapat dipakai algoritma ini. Karena kekurangan metoda ini menjadi problem menyusun suatu kriteria yang dapat membedakan saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi. Disisi lain, dalam pemakaian algoritma fast decoupled dengan teknik kompensasi, sudah dipakai untuk saluran dengan ratio R/X tinggi. Memang metoda kompensasi terdiri dari penggantian saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi dari harga kritis (harganya antara 0.5 dan 0.3) oleh harga dasar dan saluran mempunyai ratio R/X rendah seperti pada tulisan S.
2002 digitized by USU digital library
4
Deckmann dan Rajijic dan Bose. Dapat dilihat bahwa metoda yang diberikan Rajijic dan Bose menunjukkan hasil yang lebih baik dari metode kompensasi ini. Keadaan ini membantu penyelidikan untuk menambahkan kecepatan algoritma dengan memasukkan sifat kecepatan, yang memberikan keuntungan khusus karakter dari rangkaian. II.2.
Batasan harga ratio R/X.
Batasan harga ratio R/X ini sangat penting untuk mengetahui bagaiman pengaruh ratio R/X terhadap konvergensi suatu metoda penyelesaian studi aliran daya. Dalam beberapa literatur besarya batasan harga ini tidak sama. Ada yang mengambil batasan harga kritis ratio R/X ini 1.0 atau 2.0 metode Fast Decoupled sudah tidak konvergen lagi. Disini akan kami coba batasan harga kritis ratio R/x antara 0.5 dan 3.0 dan untuk pengelompokan jaringan dibuat batasan harga ratio R/X sebagai berikut : 1. Saluran yang mempunyai ratio R/X < 0.5 dikategorikan rendah 2. Sedang ratio R/X ≥ 3.0 masuk kategori tinggi Jadi disini diambil batasan kritis harga ratio R/X = 2.0. Sebnarnya batasan ini tidak mutlak, karena konvergensi yang tidak bisa terjadi pada harga ratio R/X cabang antara dua bus. II.3
Penurunan model matematis metoda Critically Coupled.
Pada metoda Critically Coupled ini yang menjadi ide dasarnya adalah : 1. Algoritmanya berdasarkan algoritma BGGB. 2. Bus dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok I bus yang salurannya mempunyai ratio R/X rendah, dan kelompok II yang mempunyai ratio R/X tinggi. 3. Penerapannya algoritma dengan koordinat polar. Penurunan model matematis perhitungan aliran daya metoda Critically Coupled berdasarkan yang dilakukan oleh Monticelli et al. Persamaan aliran daya dalam bentuk polar adalah :
Ρk (θ ,V ) = ∑VkVm (Gkm cosθ km + Bkm sin θ km )
II.1
m
Qk (θ ,V ) = ∑VkVm (Gkm sin θ km − Bkm cosθ km ) m
dimana : Y = G + jB menyatakan matriks admitansi jaringan. V menyatakan vektor besaran tegangan bus. m
θ ( θk
= θk − θm ) menyatakan vektor sudut fasa tegangan bus.
P d + jQ d = S d
k k Bila k menyatakan injeksi daya pada bus kelas maka kita nyatakan mismatch daya aktif dan reaktif pada bus kelas dengan bentuk berikut ini
∆Pk (θ ,V ) = Pkd − Pk (θ ,V )
II.2
∆Qk (θ,V ) = Q − Qk (θ,V ) d k
2002 digitized by USU digital library
5
Algoritma Newton untuk menyelesaikan persamaan aliran daya dapat ditunjukkan dalam bentuk yang sudah diperbaharui berikut ini
∆P(θ ,V ) Dθ P(θ ,V ) Dv P(θ ,V ) ∆Q(θ ,V ) = D Q(θ ,V ) D Q(θ ,V ) θ v
II.3
dimana DθR(DvR menyatakan matriks Jacobian dari harga vektor fungsi R terhadap θ(V). Equivalensinya dapat ditulis :
∆P(θ ,V ) J Pθ ∆Q(θ ,V ) = J Qθ
J PV ∆θ J QV ∆V / V
II.4
dimana ∆V/V vektor dengan komponen ∆Vk/Vk. Dalam bentuk ini matriks Jacobian diputar atas 3 komponen : J (θ ,V ) = J θ (S ,θ ,V ) + J s (B,θ ,V ) + J a (G,θ ,V II.5 dimana :
[− Q ] [P ] J 0 (S ,θ ,V ) = [P ] Q
II.6
S = P + jQ adalah estimasi arus dari vektor injeksi daya dan Z menyatakan matriks diagonal dengan diagonal entry sama dengan komponen vektor Z. Bila Ckm = cos θkm……………Skm = sin θkm…………………..II.7 ditulis pernyataan dari sisa bagian Jacobian dalam bentuk :
V J a (G,θ ,V ) = 0
0 Gkm skm Gkm ckm V V − Gkm ckm G km s km 0
V J s (B, θ , V ) = 0
0 − Bkm ckm V − Bkm skm
0 V
Bkm skm V − Bkm ckm 0
II.8
0 II.9 V
dimana [ Bkm , ckm ], dan seterusnya menyatakan matriks dengan entry Bkm , ckm. Dengan catatan bahwa Jo (S,θ,V) adalah matriks simetris tergantung hanya pada S, JS (B,θ,V) matriks simetris hanya tergantung pada B dan Ja (G,θ,V) matriks skew simetris hanya tergantung pada G. Untuk memudahkan notasi dalam summery dan penurunan berikutnya kita akan mengabaikan bentuk detail elemen diagonal matriks Jacobian yang ditemui. Suku-suku diagonal terdiri dari pengaruh elemen shunt dan suku-sukunya terkontribusi pada bagian Jo(S,θ,V) dari matriks Jacobian. Meskipun demikian ini penting dicatat bahwa beberapa suku yang didapat secara empiris memberikan kontribusi yang menentukan dalam keberhasilan algoritma khusus, dan diperhitungkan dalam beberapa literatur untuk mengembangkan detail struktur dasar dibawah ini. Algoritma Jacobian Konstan dibawah ini dapat diturunkan dari algoritma Newton dengan mengevaluasi Jacobian pada flat start dan mengabaikan komponen Jo :
∆P(θ , V ) − B G ∆Q(θ , V ) = − G − B
∆θ ∆V
II.10
Untuk menyederhanakan notasi sekali lagi kita dapat mengabaikan detail yang disebabkan bus P-V. Algoritma BGGB yang diperbaharui secara mendetail dan tepat diberikan dalam persamaan (3) dari Amerongen dan diskusi berikut ini. Seperti pernyataan sebelumnya, dua algoritma baru yang dibahas ini erat kaitannya dengan algoritma XB dan BX yang analisanya sesuai dengan tulisan Monticelli et al 6]. Ini perlu diketahui karena ini dapat dimodifikasi untuk menghasilkan algoritma baru
2002 digitized by USU digital library
6
yang sesuai. Oleh karena itu sekarang kita buat ringkasan yang dilakukan oleh Monticelli et al. Sampai suku turunan pertama dari ∆θ dan ∆V pada Hukum Newton yang sudah diperbaharui dapat di susun kembali dalam dua cara yaitu :
Dθ Q ∆Q(θ ,V ) Dv Q −1 ∆P θ ,V + (D Q )−1 ∆Q(θ ,V ) = 0 Dθ P − Dv P(Dv Q ) Dθ Q v
(
)
∆V ∆θ II.11
)
∆θ ∆V II.12
∆P(θ ,V ) Dv P Dθ P −1 ∆Q θ ,+ (D P )−1 ∆P(θ ,V ),V = 0 Dv Q − Dθ Q(Dθ P ) Dv P θ
(
Ini akan memberikan dua buah algoritma tiga tingkat yang dapat dinyatakan dalam bentuk : DvQ∆’ = ∆Q (DθP - DvP(DvQ)-1 DθQ) ∆θ = ∆P(θ,V + ∆V) II.13 DvQ∆V = DvQ∆V’ - DθQ∆θ dan : DvP∆θ’ = ∆P (DvQ - DθQ(DθP)-1DvP) ∆V = ∆Q(θ + ∆θ,V) II.14 DθP∆θ = DθP∆θ’ - Dv P∆V Pada paper Monticelli et al [6] sebenarnya yang diperoleh adalah mengevaluasi matriks Jacobian dari bentuk semula, mendekati algoritma BX dan XB. Sedang derajat pendekatan algoritma BX dan XB sebenarnya tergantung dari assumsi yang dibuat. Observasi yang prinsip dibuat adalah untuk jaringan radial atau jaringan yang seluruh salurannya mempunyai ratio R/X sama bila ditambah pertimbangan jaringan tanpa bus P-V dan elemen shunt maka didapat : II.15 B - GB-1G = |1/X| dimana [1/X] menyatakan matriks yang entri ke jk adalah berbanding terbalik dengan harga Xjk. Prinsip observasi lainnya adalah beberapa penyesuaian dalam pengabaian tingkat ketiga dari masing-masing algoritma diatas. Algoritma XB atau Fast Decoupled dari B. Stott dan O. Alsac akhirnya jadi : B”∆V = [1/v]∆Q 1 / X ]’ ∆θ = [1/V] ∆P(θ,V + ∆V)
II.16
sedangkan algoritma BX dari R.A.M. Van Amerongen menjadi : B’∆θ = [1 / V]∆P 1 / X]”∆V = [1 / V]∆Q(θ + ∆θ, V)
II.17
dimana [1/V] menyatakan matrik diagonal dengan entrynya sama dengan Vk dan Z’ serta Z” menyatakan modifikasidari matriks Z. Sekarang kita pertimbangkan metoda yang digunakan pada tulisan ini untuk kasus khusus dimana bus-bus pada jaringan kita bagi atas dua kelompok yaitu kelompok I dan II. Kriterianya dalam pemilihan kelompok adalah untuk kelompok II bus yang terdiri dari saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi dan termasuk juga bus-bus ujung saluran tersebut, sedang anggota kelompok I adalah sisanya. Kitanya tidak mempermasalahkan apakah keadaan jumlah anggota kelompok II proporsinya relatif sedikit dibandingkan jumlah seluruhnya. Kita mulai analisa dengan menambahkan struktur ini pada algoritma BGGB. Akan kita tulis Pk, Qk, θk dan Vk untuk menunjukkan vektor yang dibentuk oleh komponen P, Q, θ dan V berdasarkan bus-bus pada kelompok I atau II (k=1) atau II (k=2). Rumus BGGB yang sudah diperbaharui akan menjadi seperti dibawah ini
2002 digitized by USU digital library
7
[ [ [ [
] ] ] ]
1 / V 1 ∆P1 − B11 2 2 1 / V ∆P = − B21 1 / V 1 ∆Q1 − G11 2 2 1 / V ∆Q − G21
− B12 − B22 − G12 − G22
G11 G22 − B11 − B21
G12 G22 − B12 − B22
∆θ 1 2 ∆θ ∆V 1 2 ∆V
II.18
Kemudian kita susun kembali baris dan kolom matriks Jacobian diatas sehingga elemen yang berhubungan dengan ratio R/X “tinggi” akan membentuk dua blok baris dan kolom yang terpusat :
1 / V 1∆P1 − B11 2 2 1 / V ∆P = − B21 1 / V 2 ∆Q 2 − G21 1 1 1 / V ∆Q − G11
− B12 − B22 G22 − G12
G12 G22 − B21 B12
G11 G21 − B21 − B11
∆θ 1 2 ∆θ ∆V 2 1 ∆V
II.19
Kita ingin memisahkan bentuk yang sudah diperbaharui itu sejauh mungkin dari penggabungan kritis kelompok saluran II. Suatu ide yang mungkin adalah menghilangkan matriks G11 dan dekomposisi rumus yang sudah diperbaharui menjadi dua rumus yng sudah overlapping berdasarkan dua blok matriks yang tersisa. Meskipun teknik ini tidak memuaskan, metoda yang sama dengan ini dipakai pada algoritma BX dan XB. Untuk ini kita harus memodifikasi persamaan II.19 dengan menggunakan hasil dibawah ini yang pembuktiannya diberikan pada appendix. Berdasarkan persamaan sistem
A B D E G H
C F I
x e y = f z g
II.20
dan hubungannya dengan persamaan
A B D E 0 0 0 0
0 0 R11 R21
C F R12 R22
e x' y' f = y" f − DA −1e −1 z" g − GA e
II.21
F D −1 − A [B C ] I G
II.22
dimana :
R11 R 21
R12 E = R22 H
Dengan sumsi matriks A sampai I dimensinya sesuai, dan vektor e, f dan g juga sesuai dimensinya. Juga diasumsikan matriks A, E, dan R merupakan matriks yang invertibel dan bujursangkar. Kemudian kedua set persamaan diselesaikan dengan : x = x’, y = y’ dan z = z’.
2002 digitized by USU digital library
8
Untuk menyesuaikan dengan algoritma BX kita yang dimodifikasi, atau algoritma Critically Coupled BX (CCBX), kita dapat menggunakan persamaan II.20 kedalam persamaan BGGB yang sudah diperbaharui pada persamaan II.19, dengan membagi matriks blok 4 x 4 menjadi matriks blok 3 x 3 seperti dibawah ini -B11 -B12
G12
G11
-B21 -B22
G22
G21
-G21 -G22
-B22
-B21
-G11 -G12
-B12
-B11
Dengan catatan pada persamaan II.23 dipakai dan persamaan II.21 akan menjadi bentuk berikut ini :
− B11 − B 21 − G21 0 0
− B12 − B22
G12 G22 − B22 0 0
− G22 0 0
0 0 0 R11 R21
G11 G21 − B21 R12 R22
∆θ 1 ∆P1 2 2 ∆θ ∆P ∆V 2 = ∆Q 2 II.23 2 #2 ∆V ∆Q ∆V 1 ∆Q #1
dimana
∆Q # 2 ∆Q 2 G21 G22 B11 #1 = 1 − ∆Q ∆Q G11 G12 B21
−1
B12 ∆Ρ1 B22 ∆Ρ 2
II.24
II.4. Penyelesaian Persamaan Aliran Daya Critically Coupled. Dari penurunan matriks diatas dapat disusun matriks B seperti dibawah ini. Bila kita set :
− B11 B = − B21 − G21 ^
dan ^
= θ 1 ,θ 2 ,V 2
serta ^
[
− B12 − B22 − G22
[
G12 G22 − B22
]
Τ
P = P1 , P 2 , Q 2
II.25
II.26
]
Τ
II.27
Persamaan II.23 yang diperbaharui akan memberikan algoritma berikut ini yaitu : A. ALGORITMA CRITICALLY COUPLED BX (CCBX)
B'.∆θ = 1 / V ∆Ρ ^ ^ 1 / X " ∆V = 1 / V ∆Qθ + ∆θ ,V
II.28
Hubungan antara algoritma ini dengan persamaan II.23 termasuk pengabaian step ketiga persamaan II.23 dan pendekatan matriks R oleh matriks [1/X], hanya sebagai penyesuaian dalam algoritma BX diatas.
2002 digitized by USU digital library
9
Juga dalam persamaan II.27 berbeda dengan yang ditunjukkan pada persamaan II.16, yang memberikan koreksi ∆θ seperti dalam algoritma BX yang biasa dipakai. Notasi Z’ dan Z” yang dipakai pada matriks diatas sebenarnya dipakai seperti pada algoritma BX. Dengan cara yang sama penurunan untuk algoritma Critically Coupled XB (CCXB) didapat :
− B11 B = − B21 G21
− B12 − B22 G22
−
dan
− G12 − G22 − B22
[ ] Q = [Q , Q , P ] −
T
V = V 1 ,V 2 ,θ 2 −
1
II.29
II.30
2 T
2
sehingga algoritmanya dapat kita tulis sebagai : B. ALGORITMA CRITICALLY COUPLED XB (CCBX) −
−
−
B" ∆ V = 1 / V ∆ Q − − 1 / X ' ∆θ = 1 / V ∆Ρθ ,V + ∆ V
II.31
Akhirnya dari sini dapat kita nyatakan bahwa pada dua algoritma diatas, bila pada group I kosong, maka dapat kita set : − ^ − B G B=B= − G − B
II.32
dan ^
−
−
^
V = V = θ ,V
T
Q = P = P, Q
II.33 T
Ini ditunjukkan juga bahwa langkah pertama dari algoritma Critically Coupled XB dan BX sama seperti algoritma BGGB. Effek step kedua tidak banyak pengaruhnya pada kekuatan (robustness) kedua algoritma dan kedua-duanya akan menjadi algoritma BGGB sederhana. Jadi bila sejumlah anggota group II sangat kecil, maka pemakaian type ini tidak terlihat. Keadaan ekstrim lainnya adalah bila tidak ada dua group, maka algoritma ini sama seperti algoritma XB dan BX. Jadi kerugiannya bila memakai algoritma ini adalah membutuhkan jumlah persamaan yang besar untuk setiap iterasi, tetapi keuntungannya bisa langsung menyesuaikan dengan keadaan, dengan cara memilih saluran yang mempunyai ratio R/X “tinggi”. II.5. Algoritma dan diagram alir dari metoda Critically Coupled. Algoritma dari Metoda Critically Coupled seperti dibawah ini : 1. Mula-mula dibaca data dari sistem dan kemudian disusun data secara data statis atau data dinamis dan diteruskan dengan membentuk matriks B’, B” dan G.
2002 digitized by USU digital library
10
2. Periksa apakah ada saluran yang ratio R/Xnya tinggi ? Bila ada, dilakukan pemisahan antara saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi, dengan menentukan terlebih dahulu harga kritis antara ratio yang rendah dan tinggi. Harga kritisnya berkisar antara 0.5 dan 3.0 3. Bila pada sistem salurannya semua mempunyai ratio R/X tinggi maka diselesaikan dengan metoda BGGB, tetapi bila sebagian yang salurannya dengan ratio R/X tinggi dan tidak dilakukan pemisahan maka diselesaikan dengan metoda BX dan XB. 4. Setelah dilakukan pemisahan dengn operasi baris dan kolom dari matriks B dan G dilanjutkan dengan menentukan batasan-batasan dari proses iterasi seperti batas ketelitian, maupun pertambahan iterasi. 5. Lalu tentukan metoda yang akan dipakai, apakah metoda CCBX atau metoda CCBX. Bila metoda CCBX, maka diproses dahulu pembentukan matriks B, V dan Q. Tetapi bila dipakai metoda CCBX, maka matriks yang dibentuk adalah matriks B,θ dan P. 6. Setelah matriks ini terbentuk, maka proses perhitungannya sama seperti metoda Fast-Decoupled. Contoh kasus: IV.4.5 Hasil pengujian konvergensi Critically Coupled pada sistem standard IEEE dalam keadaan normal dengan mengubah-ubah harga toleransi dari 1.0 sampai dengan 0.0001 dengan harga R dikali dengan 5 Pada pengujian ini terlihat dari tabel IV-13 sampai dengan IV-15 algoritma Fast Decoupled lebih baik, yang terlihat dari jumlah iterasi lebih rendah dari Critically Coupled. Tabel IV-13 Hasil pengujian konvergensi algoritma Critically Coupled dalam kondisi normal dengan mengubah-ubah harga toleransi dari 1.0 sampai dengan 0.0001 dengan harga R dikali
dengan 5 untuk Sistem Standard IEEE
14 Bus-20 Saluran. No. 1 2 3 4 5
toleransi 1.0 0.1 0.01 0.001 0.0001
XB 0.0 1.5‘ 2.5 3.0 5.0
jumlah iterasi BX CCXB 0.0 2 1.5 3 3.0 5 5.5 8 9.5 10
CCBX 2 3 4 5 7
Gambar diagram alir algoritma Critically Coupled ditunjukkan seperti dibawah ini.
2002 digitized by USU digital library
11
Mulai
Baca data sistem
Bentuk matriks B', B" dan G
R/X tinggi semua tidak tidak BGGB
Pemisahan ? XB
BX
ada Selesai operasi baris dan kolom B dan G
Selesai
Tentukan KP = KQ = 0 iter = 0 ε = 0.0001 CCB
CCX Metoda ?
Bentuk matriks B,θ dan P
10
2002 digitized by USU digital library
Bentuk matriks B,V dan Q
20
12
10
Hitung ∆P
∆Pmax < ε ?
Ya
∆Qmax < ε ?
Solusi utama [B']∆θ = I1/VI ∆P
Ya 30
Keluarkan hasil perhitungan
tidak Perbaharui θ θ = θ + ∆θ
Selesai stop
Hitung ∆Q
∆ Qmax < ε ?
ya
ya ∆ Pmax < ε ?
30
tidak Perbaharui V V = V + ∆V
10
2002 digitized by USU digital library
13
20
Hitung ∆Q ya
∆Q
Solusi utama B" ∆V = 11/V 1 ∆Q
ya ∆Pmax < ε ?
30
tidak
Perbaharui V V = V + ∆V Hitung ∆ P ya ∆ P max < ε ?
∆Q max < ε ?
ya
Solusi utama : I 1/V I ∆ θ = I 1/V I ∆ P ( θ,V + ∆V ) tidak Perbaharui θ θ = θ + ∆θ
20
Gbr.II.1 DIAGRAM ALIR ALGORITMA CRITICALLY COUPLED
2002 digitized by USU digital library
14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN III.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada bab-bab terdahulu dapat dibuat kesimpulan seperti dibawah ini: 1. Bila pada suatu sistem jaringan dimana harga kritis ratio R/X diambil yang paing ekstrim yaitu 0.0, maka algoritmanya kembali sama dengan algoritma BGGB, karena semua saluran masuk kelompok II. 2. Untuk jaringan yang salurannya dengan ratio R/X tinggi jumlahnya sedikit, maka algoritma ini tidak banyak manfaatnya karena membutuhkan jumlah persamaan yang lebih banyak. Sedangkan untuk jaringan yang saluran dengan ratio R/X tinggi jumlahnya banyak maka algoritma ini lebih baik karena langsung sudah terkelompok. 3. Sebenarnya perbedaan antara Fast Decoupled dengan Critically Coupled terletak pada pembentukkan kelompok “ekstra” pada Critically Coupled, dimana saluran yang mempunyai ratio R/X tinggi dipisahkan dari saluran yang mempunyai ratio R/X rendah. 4. Waktu poses algoritma Critically Coupled hampir sama dengan algoritma Fast Decoupled walaupun penyelesaian matematisnya lebih banayak dari Fast Decoupled tetapi dapat diimbangi dengan jumlah iterasi yang lebih sedikit. 5. Secara umum algoritma Critically Coupled ini masih lebih baik dari Fast Decoupled, terutama untuk sistem yang banyak mempunyai saluran dengan ratio R/X tinggi. Hal ini dapat kita lihat dari tabel pada bab IV, dimana untuk skala R yang lebih besar besar atau skala X yang semakin kecil, jumlah iterasinya lebih stabil dari Fast Decoupled. Dan jumlah memori yang dipakai lebih banyak pada Critically Coupled, karena membutuhkan jumlah perhitungan yang lebih rumit dari Fast Decoupled.
III..2 Saran Pada pengujian algoritma ini tidak dilakukan pengaruh batas VAR dan bagi yang ingin melanjutkan pengujian algoritma ini merupakan masukan yang baik bagaimana bila pengaruh dari batas VAR ini diperhitungkan.
2002 digitized by USU digital library
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Crouch, D.J. Tylavsky, H.Chen, L.Jarriel, R.Adapa, Critically Coupled Algorithms for solving the power flow equation, IEEE Transactions and power system, Vol. 7, February 1992. 2. Weedy, B.M, Electrical Power Systems, John Wiley & Sons, Second Edition, New York, 1972. 3. Wood J. Allen and Wollenberg F. Bruce, Power Generation Operation And Control, John Wiley & Sons, New York, 1984. 4. B.Stott and D.Alsac, Fast Decoupled Load Flow, IEEE Transaction on Power Appartus and Systems, Vol. PAS-93, May/June 1974. 5. Paul H.Haley and Mark Ayres, Super Decoupled Load Flow With Distributed Slack Bus, IEEE Transaction on Power Apparatus and Systems, Vol. PAS-104 No. 1 January 1985. 6. F.F. Wu, Theoritical Study of The Convergences of the Fast Coupled Load Flow, IEEE Transaction on Power Apparatus and Systems, Vol. PAS-96, January/February 1977. 7. D. Rajijic and A. Bose, A Modification to the Fast Decoupled Power Flow for Networks with High R/X Ratios, Proc. P.I.C.A. Conference, 1987. 8. Robert A. M. Van Amerongen, A General-Purpose Version of the Fast Decoupled Load Flow, IEEE Transaction on Power Systems, Vol. 4, May 1989. 9. George Alan and Liu W.H. Joseph, Computer Solution of large Space Positive Designed Systems, Prentise Hall Inc. New Jersey, 1981. 10. R.N. Dhar, Computer Aided Power System Operation and Analysis, Tata McGrawHill Publishing Company Limited New Delhi, 1984. 11. George L. Kusic, Computer Aided Power System Analysis, Prentice Hall, Anglewood Cliffs, New Jersey, 1986. 12. M.A.Pai, Computer Techniques and Power System Analysis, Tata McGraw Hill Publishing Company Limited, New Delhi, 1984. 13. P.S Nagendra Rao, K.S. Prakasa Rao and J. Nanda, An Empirical Criterion for the Convergence of the Fast Decoupled Load Flow Method, IEEE Transaction on the Power Apparatus and Systems, Vol. PAS-103, May 1984. 14. A. Monticelli, A. garcia, O.R.Saavedra, Fast Decoupled load Flow, Hypotesis Derivations ant Testing, IEEE Transaction on Power Systems, Vol. 5, November 1990. 15. Dr. Ir. Gibson Sianipar, Diktat Penyelesaian Sistem Persamaan Linear dengan Teknik Matriks Jarang. 16. Dr. Ir. Gibson Sianipar, Diktat Perhitungan Aliran Beban. 17. Turan Gonen, Modern Power System Analysis, John Willey & Sons, New York, 1988. 18. Charles A. Gross, Power System Analysis, John Willey & Sons, Singapore, 1986. 19. Benham, K.Guilani, Fast Decoupled Load Flow, the Hybride Model, IEEE Transaction on PAS, Vol.3, No 2, pp 734-742 May, 1988. 20. Glen W.Stagg, A.H.El-Abied, Computer Methods in Power System Analysis, McGraw-Hill, Japan, 1968.
2002 digitized by USU digital library
16